SKRIPSI HUBUNGAN GEJALA VISUAL TERHADAP INFEKSI PATOGEN FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PADA BENIH BAWANG PUTIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI HUBUNGAN GEJALA VISUAL TERHADAP INFEKSI PATOGEN FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PADA BENIH BAWANG PUTIH"

Transkripsi

1 SKRIPSI HUBUNGAN GEJALA VISUAL TERHADAP INFEKSI PATOGEN FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PADA BENIH BAWANG PUTIH Oleh : Yuan Harnawan Pamungkas H PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

2 HUBUNGAN GEJALA VISUAL TERHADAP INFEKSI PATOGEN FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PADA BENIH BAWANG PUTIH SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Oleh : Yuan Harnawan Pamungkas H PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 i

3 SKRIPSI HUBUNGAN GEJALA VISUAL TERHADAP INFEKSI PATOGEN FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PADA BENIH BAWANG PUTIH Yuan Harnawan Pamungkas H Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi NIP Ir. Zainal Djauhari Fatawi, MS NIP Surakarta, 6 Agustus 2012 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr. Ir. H. Bambang Pujiasmanto, MS NIP ii

4 SKRIPSI HUBUNGAN GEJALA VISUAL TERHADAP INFEKSI PATOGEN FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PADA BENIH BAWANG PUTIH yang dipersiapkan dan disusun oleh Yuan Harnawan Pamungkas H telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal : 6 Agustus 2012 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi Susunan Tim Penguji : Ketua Anggota I Anggota II Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi NIP Ir. Zainal Djauhari F, MS NIP Dr. Ir. Endang Yuniastuti, MSi NIP iii

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Gejala Visual Terhadap Infeksi Patogen Fusarium oxysporum f. sp. cepae pada Benih Bawang Putih. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. 2. Dr. Ir. Hadiwiyono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UNS sekaligus Pembimbing Utama. 3. Ir. Zainal Djauhari Fatawi, M.S. selaku Pembimbing Pendamping dan Pembimbing Akademik. 4. Dr. Ir. Endang Yuniastuti, M.Si. selaku Dosen Pembahas. 5. Keluarga yang saya sayangi, ibu Sri Yuharti, bapak Hari Gunawan, dan kakak yang telah memberikan dukungan baik materi, semangat, dan doa. 6. Sahabat dan teman-teman Agroteknologi 2008 (Solmated) yang selalu solid. 7. Petani bawang putih Tawangmangu atas keramahan dan ilmu yang dibagikan. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan karya ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Surakarta, 6 Agustus 2012 Penulis iv

6 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii RINGKASAN... x SUMMARY... xi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Bawang Putih (Allium sativum L.)... 4 B. Busuk Pangkal Bawang Putih... 7 C. Fusarium oxysporum f. sp. cepae... 9 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat Penelitian C. Perancangan Penelitian dan Analisis Data D. Pelaksanaan Penelitian E. Pengamatan Peubah IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian B. Pengamatan Gejala Visual FOCe C. Pengamatan Intensitas Penyakit Busuk Benih Bawang Putih D. Laju Infeksi E. Pengamatan Jamur FOCe Secara Mikroskopis F. Hasil Survei Petani di Tawangmangu v

7 G. Pembahasan Umum V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

8 DAFTAR TABEL Nomor Judul dalam Teks Halaman 1. Analisis varians pengaruh pengujian benih tanpa dipotong terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium Insidens penyakit busuk benih pengujian benih tanpa dipotong Hasil perhitungan laju infeksi tiap varietas benih bawang putih Anggapan petani Tawangmangu mengenai kenampakan visual benih bawang putih yang dikatakan sehat Anggapan petani Tawangmangu mengenai penyakit busuk pangkal bawang putih dapat disebabkan oleh tular benih Cara petani Tawangmangu memperoleh bibit bawang putih Perlakuan bibit yang dilakukan petani Tawangmangu Cara penyimpanan bibit yang dilakukan petani Tawangmangu Legalitas bibit yang digunakan petani Tawangmangu Cara penanggulangan penyakit busuk pangkal bawang putih yang dilakukan oleh petani Tawangmangu.. 38 Judul dalam Lampiran 11. Deskripsi bawang putih Insidens penyakit pengujian benih tanpa dipotong (%) Insidens penyakit pengujian benih dipotong melintang 2 bagian (%) Hasil uji T pengujian benih tanpa dipotong Hasil uji T pengujian benih dipotong melintang 2 bagian Hasil uji T pengujian benih dipotong melintang 4 bagian Hasil uji F laju infeksi. 48 vii

9 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul dalam Teks Halaman 1. Gejala busuk pangkal pada daun dan umbi bawang putih Fusarium oxysporum Benih bawang putih yang digunakan Pertanaman bawang putih di daerah Pancot, Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu Gejala visual FOCe yang tampak pada benih bawang putih Hubungan gejala visual terhadap hasil deteksi FOCe Pengaruh benih tanpa dipotong (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium Nilai AUDPC pengujian benih tanpa dipotong Pengaruh pemotongan benih secara melintang 2 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium Pengaruh pemotongan benih secara melintang 4 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium varietas Tawangmangu Baru Pengaruh pemotongan benih secara melintang 4 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium varietas Lumbu Hijau Pengaruh pemotongan benih secara melintang 4 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium varietas Lumbu Kuning Pengaruh pemotongan benih secara melintang 4 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium varietas Bawang Jawa Konidiospora Fusarium oxysporum f. sp. cepae. 34 Judul dalam Lampiran 15. Visual benih varietas Bawang Jawa pada pengujian benih tanpa dipotong setelah pengamatan minggu ketiga Visual benih varietas Lumbu Hijau pangkal pada pengujian benih dipotong melintang 2 bagian setelah pengamatan minggu keempat Visual benih varietas Lumbu Kuning pangkal 2 pada pengujian benih dipotong melintang 4 bagian setelah pengamatan minggu keempat Perbandingan visual benih bawang putih yang terinfeksi FOCe dan benih bawang putih yang tidak terinfeksi FOCe viii

10 DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) Nomor Judul dalam Lampiran Halaman 19. Pembuatan media PDA dan Pengamatan harian Perendaman benih ke dalam larutan Alkohol Proses pengambilan isolat untuk preparat pengamatan mikroskopis Cawan petri tampak dari bawah menunjukkan pembusukan benih Wawancara pengambilan data kuesioner dengan petani di Blumbang Wawancara pengambilan data kuesioner dengan petani di Kalisoro.. 52 ix

11 LAMPIRAN x

12 RINGKASAN HUBUNGAN GEJALA VISUAL TERHADAP INFEKSI PATOGEN FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PADA BENIH BAWANG PUTIH. Skripsi: Yuan Harnawan Pamungkas (H ). Pembimbing: Hadiwiyono, Zainal D. Fatawi, Endang Yuniastuti. Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Bawang putih merupakan komoditas pertanian penting, namun produksi bawang putih dalam negeri belum dapat memenuhi permintaan pasar. Masalah yang dihadapi dalam budidaya bawang putih adalah penyakit busuk pangkal yang disebabkan Fusarium oxysporum f. sp. cepae (FOCe) yang merupakan penyebab berkurangnya hasil bawang putih, selama di lahan maupun selama penyimpanan. Infeksi jamur tersebut dapat melalui FOCe yang terbawa benih. Oleh karena itu, perlu penelitian tentang aspek pengelompokan gejala visual bawang putih melalui pengujian benih. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara gejala visual dengan persentase benih bawang putih yang terinfeksi FOCe. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Tawangmangu, Karanganyar mulai Februari 2012 sampai Juli Penelitian dilaksanakan dengan tiga tahapan, yaitu pengujian benih tanpa dipotong, pengujian benih dipotong melintang 2 bagian, dan pengujian benih dipotong melintang 4 bagian. Setiap unit perlakuan 20 benih diletakkan secara menyebar dengan jarak sama. Analisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dilakukan setelah didapatkan intensitas penyakit melalui persentase perbandingan jumlah benih yang diidentifikasi busuk FOCe dengan jumlah benih keseluruhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala visual sangat menentukan persentase benih bawang putih yang terinfeksi FOCe, namun demikian benih yang tidak bergejala masih menunjukkan persentase benih yang terinfeksi FOCe. Patogen FOCe pada bawang putih yang terbawa benih memiliki potensi gejala yang cukup besar dilihat dari hasil yang ditunjukkan oleh masing-masing varietas yang telah diuji. Nilai Area Under the Disease Progress Curve pengujian benih tanpa dipotong pada varietas Tawangmangu Baru sebesar 603,47, Lumbu Hijau sebesar 551,04, Lumbu Kuning 517,01, dan pada Bawang Jawa sebesar 421,88. Pengujian benih yang dilakukan pemotongan bagian (ujung dan pangkal) dapat meningkatkan efektivitas deteksi FOCe yang terbawa benih. Hasil survei menunjukkan bahwa petani bawang putih di Tawangmangu masih sedikit yang mengetahui penyakit busuk pangkal bawang putih yang disebabkan oleh FOCe terbawa benih. x

13 SUMMARY RELATIONSHIP OF VISUAL SYMPTOMS TO PATHOGENS INFECTION FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE ON GARLIC SEED. Thesis-S1: Yuan Harnawan Pamungkas (H ). Advisers: Hadiwiyono, Zainal D. Fatawi, Endang Yuniastuti. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Garlic is an important agricultural commodity, but the domestic production has not covered the market demand. Problems encountered in the cultivation of garlic is often the disease. Basal rot caused by Fusarium oxysporum f. sp. cepae (FOCe) is one of the factors causing the loss of garlic, while in the field or during storage. The pathogen easily spread by seed. Therefore, the necessary research on clustering aspects of visual symptoms of garlic through testing the seed. This study aims to assess the relationship visual symptoms with the percentage of infection FOCe seed-borne. This research was held in the Laboratory of Plant Pests and Diseases belong to the Faculty of Agriculture, the University of Sebelas Maret (UNS) in Surakarta and in Tawangmangu, Karanganyar, Central Java. The research was carried out on Pebruary 2012 until July The research was conducted in three stages of testing with no section, two parts of section, and four parts section. A unit treatment was consist of 20 seeds. The research was analysed by completely randomized design. Analyses were performed after the disease intensity obtained by the percentage of the number of seeds identified as being rotten (diseased) FOCe by overall seeds. The results showed that visual symptoms was related to the percentage of infected seed garlic by FOCe, however a symptomatic seeds are still infected. The pathogen on seed-borne garlic has significant potential symptoms seen from the results shown by each of the varieties that have been tested. Area Under the Disease Progress Curve value of testing with no section in Tawangmangu Baru varieties of 603,47, Lumbu Hijau 551,04, Lumbu Kuning 517,01, and 421,88 for Bawang Jawa. Then, tests are done cutting the seed (the tip and base) can increase the effectiveness of the FOCe detection. The survey results suggested that the farmers in Tawangmangu still little understand that basal rot disease of garlic is able to be carried by the seed. xi

14 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan komoditas pertanian yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Sayuran umbi ini banyak digunakan sebagai salah satu bumbu dapur utama. Permintaan masyarakat pada bawang putih yang tinggi menyebabkan banyak petani menanam sayuran ini, namun produksi bawang putih dalam negeri belum dapat menutupi permintaan tersebut, sehingga impor bawang putih masih menjadi pilihan. Surabaya Post (2012) memberitakan bahwa bawang putih impor dari China menguasi pasar dalam negeri berdasarkan data Badan Pusat Statistik, yakni sepanjang 2011 sebanyak 419,1 ribu ton bawang putih impor masuk ke tanah air. Secara umum bawang putih hanya cocok ditanam di dataran tinggi, meskipun sekarang ditemukan beberapa varietas toleran dataran rendah. Bawang putih diduga merupakan keturunan bawang liar Allium longicurpis Regel, yang tumbuh di daerah Asia Tengah yang beriklim subtropik (Wibowo 2003). Masalah yang dihadapi dalam budidaya bawang putih seringkali ialah didapatinya penyakit. Busuk pangkal yang disebabkan Fusarium oxysporum f. sp. cepae (FOCe) merupakan salah satu faktor penyebab kehilangan hasil bawang putih, selama di lahan maupun selama penyimpanan (Widodo et al. 2008). Akhir-akhir ini, busuk pangkal telah menjadi penyakit endemi di daerah sentra produksi bawang putih di Tawangmangu. Lebih dari 92 % lahan penanaman bawang putih di daerah tersebut telah terjangkit Fusarium oxysporum f. sp. cepae (Hadiwiyono et al. 2009). Fusarium sp. merupakan jamur penyebab penyakit tular tanah (soilborne disease) yang dapat bertahan secara alami di dalam media tumbuh (tanah) dan pada akar-akar tanaman sakit dalam jangka waktu yang relatif lama. Pelaksanaan usaha tani yang dilakukan saat ini, yang hanya berdasar pengalaman mengenai pemilihan benih dapat menimbulkan ledakan serangan patogen. Infeksi dapat melalui FOCe yang terbawa benih. Oleh karena itu, perlu penelitian tentang aspek pengelompokan gejala visual bawang putih melalui pengujian benih yang commit sehat to dan user pengujian varietas. 1

15 2 Berdasarkan pengujian dan pengamatan fenotipe menunjukkan bahwa terjadinya ledakan serangan Fusarium oxysporum f. sp. cepae di Tawangmangu disebabkan oleh adanya penanaman bawang putih yang terus menerus dan ditanam secara campuran dengan bawang merah dan bawang putih serta penggunaan agrokimia yang intensif (Fatawi et al. 2003). Pengamatan gejala visual bawang putih dikaitkan dengan potensi terjadinya infeksi Fusarium oxysporum f. sp. cepae yang terbawa benih. Moyer (2011) mengatakan bahwa jamur ini menyerang jaringan bagian vaskuler dan mengakibatkan busuk pangkal pada tanaman inangnya dengan cara menghambat aliran air pada jaringan xilem. Karakteristik fenotipe inilah yang diuji untuk didapatkan hubungan gejala visual terhadap persentase infeksi patogen pada benih bawang putih. Pengujian awal yang menunjukkan bahwa patogen terbawa benih belum diketahui seberapa besar potensinya. Untuk kepentingan lapangan perlu teknik identifikasi yang lebih aplikatif di tingkat petani seperti berdasarkan gejala visual. Pengujian yang dilakukan dengan penumbuhan benih pada medium PDA memberikan informasi awal bahwa gejala visual infeksi Fusarium oxysporum f. sp. cepae. Akhirnya perlindungan bawang putih dari serangan patogen tersebut dapat dilakukan secara terpadu dan terarah serta tepat guna sehingga dapat menurunkan tingkat kerusakan dan penurunan hasil produksi. B. Perumusan Masalah Busuk pangkal yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cepae telah menjadi penyakit endemi pertanaman bawang putih di Tawangmangu. Penyakit ini sangat merugikan karena yang terserang patogen umumnya umbi sebagai hasil tanaman menjadi busuk, sehingga besarnya kerugian sama dengan insidens penyakit. Pengujian awal menunjukkan bahwa patogen tersebut terbawa benih. Namun seberapa besar potensi patogen terbawa benih belum diketahui. Di lapangan pengujian laboratorium tidak mungkin dilakukan secara langsung oleh petani. Oleh karena itu perlu teknik identifikasi yang lebih aplikatif di tingkat petani seperti berdasarkan gejala visual. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka rumusan masalah yang akan commit dikaji dalam to user penelitian ini antara lain:

16 3 1. Bagaimana cara identifikasi gejala visual pada benih bawang putih (Allium sativum L.) yang terinfeksi Fusarium oxysporum f. sp. cepae? 2. Berapa potensi Fusarium oxysporum f. sp. cepae sebagai patogen pada bawang putih (Allium sativum L.) terbawa benih? 3. Bagaimana hubungan gejala visual bawang putih (Allium sativum L.) dikaitkan dengan infeksi Fusarium oxysporum f. sp. cepae yang terbawa benih? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi gejala visual pada benih bawang putih (Allium sativum L.) yang terinfeksi Fusarium oxysporum f. sp. cepae. 2. Mengkaji seberapa besar potensi Fusarium oxysporum f. sp. cepae sebagai patogen pada bawang putih (Allium sativum L.) yang terbawa benih. 3. Menganalisis hubungan antara gejala visual pada benih bawang putih (Allium sativum L.) dengan infeksi Fusarium oxysporum f. sp. cepae yang terbawa benih. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat mengetahui hubungan gejala visual pada benih bawang putih (Allium sativum L.) yang terinfeksi patogen Fusarium oxysporum f. sp. cepae untuk memberikan teknik identifikasi yang lebih aplikatif di tingkat petani berdasarkan gejala visual. Selain itu, dapat dijadikan sebagai informasi pentingnya pencegahan terhadap kemungkinan munculnya penyakit sekaligus dasar pengembangan pengendalian.

17 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Putih (Allium sativum L.) Beberapa macam bawang putih dapat ditemukan dalam beberapa catatan sejarah. Genus Allium (familia untuk bawang-bawangan) terdiri dari tidak kurang 600 spesies yang tersebar di seluruh dunia. Bawang putih atau garlic berasal dari bahasa Inggris kuno gar yang berarti tombak atau ujung tombak dan lic yang berarti umbi atau bakung. Garlic terkadang juga dinamakan dengan Allium sativum yang berasal dari bahasa Celtic All yang berarti berbau tidak sedap dan sativum yang berarti tumbuh (Atmadja 2002). Di Indonesia bawang putih disebut dengan banyak nama, yaitu lasuna moputi (di Menado), sedang pia moputi (di Gorontalo), lasuna kebo (di Makasar), bawang (di Jawa), dan bawang bodas (di Priangan) (Wibowo 2003). 1. Arti Ekonomi Budidaya Bawang Putih Bawang putih (Allium sativum L) selain dikenal sebagai sayuran yang penting, juga merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru ekonomi dalam pembangunan pertanian. Bawang putih ini dianggap sebagai komoditas potensial terutama untuk subsitusi impor dan dalam hubungannya dengan penghematan devisa. Inflasi Kota Solo yang tercatat pada Juni 2012 dinilai relatif tinggi yang disebabkan karena adanya kenaikan harga pada beberapa komoditas termasuk bahan makanan yang turut andil sebesar 0,6877 persen. Bahan makanan merupakan penyumbang inflasi terbesar dan bawang putih menyumbang sebesar 0,1303 persen, melebihi komoditi pokok lainnya (Hastuti 2012). Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, bahwa 95% kebutuhan bawang putih nasional dipenuhi oleh impor. Sementara sisanya berasal dari produksi petani dalam negeri. Produksi dalam negeri Indonesia hanya 5% yaitu ton per tahun. Bawang putih asal China lebih digemari konsumen karena berukuran lebih besar dan lebih murah. Sampai saat ini impor bawang putih masih diperlukan untuk menyangga harga (IPOTNews 2011). 4

18 5 2. Morfologi dan Taksonomi Bawang Putih Menurut Wibowo (2003), bawang putih tumbuh tegak dengan tinggi cm dan membentuk rumpun. Sebagaimana kelompok monokotiledon, bawang putih berakar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam berada dalam tanah. Perakaran yang demikian menyebabkan bawang putih tidak tahan kekeringan. Daun bawang putih berbentuk pipih, rata, dan agak melipat ke dalam. Kelopak daunnya tipis tetapi kuat membungkus kelopak daun di dalamnya yang lebih muda, sehingga membentuk batang semu. Kelopak-kelopak daun inilah yang membalut umbi yang terdapat di bagian buah tanaman. Jenis bawang putih yang ditanam di suatu tempat sering dijumpai berbeda dengan jenis yang ditanam di daerah lain. Perbedaan jenis bawang putih tersebut dapat dilihat dari besar tanaman, umur panen, produktivitas tanaman, ukuran umbi, jumlah dan ukuran siung, bentuk dan warna umbi, kandungan zat kimia, ketahanan terhadap penyakit, persyaratan tumbuh, dan lainnya. Jenis bawang putih yang banyak ditemui adalah Lumbu hijau (Allium sativum L. var. lumbu hijau), Lumbu kuning (Allium sativum L. var. lumbu kuning), Cirebon (Allium sativum L. var. cirebon), Tawangmangu (Allium sativum L. var. tawangmangu), dan jenis Ilocos (Allium sativum L. var. ilocos) dari Filipina (Wibowo 2003). Taksonomi bawang putih dalam USDA Plant Database (2012) adalah: Kingdom : Plantae Filum : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Liliales Familia : Liliaceae Genus : Allium Spesies : Allium sativum L. Bawang putih adalah tanaman semusim berbatang semu dan berwarna hijau. Bagian bawahnya bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar berwarna putih. Tiap siung terbungkus kulit tipis, daunnya berbentuk pipih memanjang, tepi rata, ujung runcing, beralur, panjang 60 cm dan lebar 1,5 cm, berakar serabut, bunganya berwarna putih, bertangkai commit panjang to user (Syamsiah dan Tajudin 2003).

19 6 3. Ekologi dan Budidaya Bawang Putih Bawang putih untuk tumbuh baik dengan hasil optimum, diperlukan kondisi ekologi tertentu. Iklim, tanah, dan air merupakan tiga faktor utama yang perlu mendapat perhatian. Ketinggian tempat yang mempunyai hubungan erat dengan suhu udara merupakan faktor penting dalam budidaya bawang putih (Wibowo 2003). Jenis bawang putih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 700 m sampai lebih m di atas permukaan laut, sedangkan jenis bawang putih untuk dataran rendah cocok ditanam pada ketinggian m di atas permukaan laut (Santoso 1988). Habitus bawang putih berupa herba, semusim, dan tinggi tanaman berkisar cm. Kondisi lingkungan hidup meliputi keadaan tanah yaitu keadaan fisika dan kimia tanah, keadaan topografi tanah (kemiringan, ketinggian tempat) dan faktor iklim yang meliputi curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, dan angin. Intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap produktivitas tanaman bawang putih dalam menghasilkan umbi dan pertumbuhan tanaman (Cahyono 1992). Bawang putih tumbuh baik di daerah dataran tinggi karena selama pertumbuhan memerlukan udara yang sejuk dan kering. Di daerah dataran rendah tanaman ini sulit membentuk umbi. Bawang putih termasuk tanaman sayuran yang tidak tahan air hujan, sehingga biasanya ditanam pada awal musim kemarau (Warsito dan Soedijanto 1981). Bawang putih ideal ditanam pada musim kemarau di daerah tropis, yaitu bulan Mei - Juli. Penanaman bawang putih pada musim hujan tidak dianjurkan karena cuaca terlalu basah, kelembaban dan suhu udara tidak baik untuk pertumbuhan bawang putih dan hasil (Nazaruddin 1994). Penanaman bawang putih dapat dilakukan satu atau dua kali setahun dengan mengadakan penyesuaian varietas. Pola tanam bawang putih dalam setahun dapat dirotasikan sebagai berikut: a) Bawang putih - sayuran - bawang putih, b) Bawang putih - sayuran tumpang sari palawija - bawang putih, dan c) Bawang putih - tumpang sari palawija atau sayuran. Penggunaan jarak tanam yang sesuai dapat meningkatkan hasil umbi per hektar. Jarak tanam yang terlalu rapat akan menghasilkan umbi yang relatif kecil walaupun hasil per satuan luas meningkat. Jarak tanam yang biasa digunakan commit adalah to (15 user x 10) cm (Polengs 2011).

20 7 B. Busuk Pangkal Bawang Putih 1. Arti Ekonomi Busuk Pangkal Bawang Putih Busuk pangkal yang disebabkan oleh F. oxysporum f. sp. cepae telah menjadi penyakit yang merugikan dan mengancam pertanaman bawang putih di Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah sehingga menjadi kendala baru sejak musim tanam Berdasarkan hasil identifikasi penyakit, busuk pangkal Fusarium yang ada di Tawangmangu disebabkan oleh Fusarium oxysporum Schlecht. f. sp. cepae (Hanz.) Snyd. et. Hans (Fatawi et al. 2003). Menurut Havey (1995) inang utama F. oxysporum f. sp. cepae adalah bawang bombay (Allium cepa), namun dapat sangat merugikan juga pada bawang putih (Allium sativum), bawang merah (Allium ascalonicum), dan bawang daun (Allium fistulosum). Permintaan umbi bawang putih di California, Amerika Serikat menurun seiring peningkatan jumlah penyakit busuk pangkal yang cukup tinggi (University of Minnesota 2012). Pengembangan bawang putih di suatu daerah secara intensif dan terus-menerus juga memberikan dampak negatif dengan adanya peningkatan serangan patogen penyebab penyakit bawang putih yang cukup signifikan. Busuk pangkal yang disebabkan F. oxysporum f. sp. cepae merupakan salah satu faktor penyebab kehilangan hasil bawang putih sejak 1973, selama di lahan maupun selama penyimpanan (Widodo et al. 2008). 2. Gejala Busuk Pangkal Bawang Putih Infeksi penyakit busuk bangkal terjadi pada bagian jaringan pembuluh xilem. Akibat gangguan pada jaringan xilem, tanaman menunjukkan gejala layu, daun menguning, dan akhirnya mati. Gejala layu seringkali disertai gejala klorosis dan nekrosis pada daun. Gejala yang terjadi pada tanaman yang layu fusarium adalah menguningnya daun dari tepi daun selanjutnya menjadi coklat dan mati secara perlahan hingga tulang daun. Menguning dan matinya daun-daun dimulai dari daun yang lebih tua. Hal ini disebabkan patogen menginfeksi tanaman melalui luka pada akar dan masuk kedalam jaringan xilem melalui aktivitas air sehingga merusak dan menghambat proses menyebarnya air dan unsur hara ke seluruh bagian tanaman terutama commit pada bagian to user daun yang tua (Huda 2010).

21 8 Gambar 1. Gejala busuk pangkal pada daun (kiri) dan umbi bawang putih (kanan) (Sumber: University of Minnesota 2012). Patogen busuk pangkal bawang putih menyebabkan gejala daun mati dari ujung dengan cepat atau layu. Apabila tanaman dicabut terjadi pembusukan pada perakaran dan atau umbi terutama mulai dari pangkal umbi sehingga sesuai gejalanya disebut penyakit busuk pangkal. Pada umbi yang busuk sering dijumpai tanda penyakit berupa miselium jamur yang berwarna putih. Di Tawangmangu, pada musim tanam 2000 serangan patogen paling tinggi 10 %, namun dari tahun ke tahun meningkat dan pada musim tanam 2002 insidens penyakit dapat mencapai 60 %. Penyakit paling sering muncul pada tanaman yang menjelang siap panen, namun pada musim tanam 2003 penyakit telah dapat dijumpai pada tanaman umur 15 hari setelah tanam. Penyakit ini tentu sangat merugikan karena tanaman yang terserang patogen umumnya umbi sebagai hasil tanaman menjadi busuk, sehingga besarnya kerugian sama dengan insidens penyakit, karena umbi bawang tanaman yang terserang tidak lagi laku dijual (Fatawi et al. 2003). Penyakit busuk pangkal ini berkembang pesat pada suhu tanah C, dengan suhu optimum 28 0 C, serta kelembaban tanah tinggi. Serangan hebat terjadi pada tanah yang mengandung banyak kalium, atau tanah yang mengandung bahan organik tinggi tetapi drainase buruk. Suhu yang meningkat selain membantu pertumbuhan Fusarium oxysporum, dapat mengakibatkan pelunakan pada akar tanaman yang menyebabkan akar tanaman menjadi mudah luka dengan pelunakan dan luka pada perakaran tersebut sangat memudahkan patogen dalam proses penetrasi pada tanaman inang (Agrios 2005).

22 9 C. Fusarium oxysporum f. sp. cepae Agrios (2005) menyatakan bahwa seluruh populasi jamur patogen di dunia mempunyai ciri morfologi tertentu yang seragam dan membentuk spesies patogen, tetapi beberapa individu dari spesies tersebut hanya menyerang tanaman inang tertentu. Individu tersebut membentuk kelompok yang dinamakan Formae specialis. Setiap forma spesialis menyerang beberapa varietas tumbuhan inang tertentu tidak menyerang beberapa varietas lainnya masing-masing kelompok individu ini dinamakan dengan ras. Gen yang menjadikan tumbuhan inang rentan terhadap suatu patogen tertentu terdapat hanya pada inang atau mungkin juga pada beberapa tumbuhan inang yang berkerabat. Burgess et al. (2001) menambahkan, bahwa sifat morfologi dan urutan DNA yang dianalisis menandai adanya hubungan genetika antara masing-masing Fusarium. Selain itu, kekhususan gen juga menentukan kemampuan daya hidup dari suatu mikroba patogen yang berpengaruh terhadap virulensi yang dimiliki. Daya hidup berarti lamanya suatu organisme atau mikroba dapat disimpan dan masih mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang yang tinggi. F. oxysporum f. sp. cepae menyerang bawang putih yang luka pada waktu penyiangan, panen, pengangkutan, atau pada waktu pemotongan daun. Gejala pada umbi terserang patogen adalah umbi membusuk dan berwarna kuning coklat, umbi bawang putih menjadi gembus. Penyakit Fusarium dapat menyebabkan layu pada daun bawang putih, gejalanya dimulai dari pucuk daun (Santoso 1988). Jamur penyebab layu Fusarium ini dalam WikiGardener (2010) klasifikasinya adalah: Filum : Ascomycota Kelas : Sordariomycetes Subkelas : Hypocreomycetidae Ordo : Hypocreales Familia : Netriaceae Genus : Fusarium Spesies : Fusarium oxysporum commit f. sp. to cepae user

23 10 1. Morfologi Fusarium oxysporum Morfologi Fusarium oxysporum menurut Semangun (2004) yaitu memiliki struktur yang terdiri dari mikronidium dan makronidium. Jamur ini membentuk miselium bersekat dan pada permukaan koloninya berwarna merah muda atau ungu, tepi bergerigi, permukaan kasar berserabut dan bergelombang. Pada miselium yang lebih tua terbentuk klamidospora. Konidiofor bercabang, rata-rata mempunyai panjang 70µm. Cabang-cabang samping biasanya bersel 1, panjangnya sampai 14µm. Konidium terbentuk pada ujung cabang utama atau cabang samping. Miselium terutama terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh, juga membentuk miselium yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di jaringan parenkim di dekat terjadinya infeksi. a. Konidiofor, b. Makrokonidia, c. Klamidospora, d. Mikrokonidia Gambar 2. Fusarium oxysporum (Sumber: University of Illinois 2010). Koloni Fusarium biasanya berwarna merah muda sampai biru violet dengan bagian tengah koloni berwarna lebih gelap dibandingkan dengan bagian pinggir. Saat konidium terbentuk, tekstur koloni menjadi seperti wol atau kapas (Fran dan Cook 1998). Agrios (2005) menyatakan F. oxysporum mampu menyebabkan penyakit pada tanaman budidaya disebabkan oleh gen virulensi patogen yang khusus untuk satu atau beberapa jenis tumbuhan inang yang berkerabat. Gen yang menjadikan tumbuhan inang rentan terhadap patogen tertentu atau mungkin juga pada beberapa tumbuhan inang yang berkerabat.

24 11 2. Daur Hidup Penyakit Temperatur optimum untuk pertumbuhan F.oxysporum f. sp. cepae berkisar antara 24 0 C sampai 27 0 C yang berpengaruh pada diameter koloni dan berat kering setelah 146 dan 177 jam. Suhu tanah dapat menjadi faktor utama yang memberikan respon untuk perkembangan busuk pangkal Fusarium bawang dalam kondisi lahan di pegunungan, yang umumnya dingin dalam sebagian stadium pertumbuhannya (Abawy dan Lorbeer 1972). Winarsih (2007) menerangkan bahwa inokulum patogen dapat masuk melalui akar dengan penetrasi langsung atau melalui luka. Di dalam jaringan tanaman, patogen dapat berkembang secara interseluler maupun intraseluler. Klamidospora dapat berkecambah bila ada rangsangan eksudat akar yang mengandung gula dan asam amino, juga dapat dirangsang dengan penambahan residu tanaman ke dalam tanah. Klon tanaman rentan tidak dapat ditanam kembali hingga 30 tahun pada tanah yang sudah terinfeksi Fusarium. Di dalam tanah Fusarium bertahan sebagai parasit pada gulma bukan inangnya. Ujung akar atau bagian permukaan rizoma yang luka merupakan daerah awal utama dari infeksi. Daur hidup Fusarium oxysporum mengalami fase patogenesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat menjadi sumber inokulum untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain. Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia (Winarni 2004). Fusarium sp. menghasilkan tiga macam toksin yang menyerang pembuluh xilem yaitu asam fusaric, asam dehydrofusaric, dan lycomarasmin. Toksin-toksin tersebut akan mengubah permeabilitas membran plasma dari sel tanaman inang sehingga mengakibatkan tanaman yang terinfeksi lebih cepat kehilangan air daripada tanaman yang sehat. Selain terinfeksi oleh jamur yang berada dalam tanah, tanaman dapat juga menjadi sakit karena jamur yang terbawa oleh bibit yang diambil dari tanaman sakit. Penyakit juga dibantu oleh tanah yang kelembapannya tinggi akibat drainase commit yang to kurang user baik (Sastrahidayat 1990).

25 12 3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Soesanto (2002) mengatakan penyebaran F. oxysporum dipengaruhi oleh keadaan ph yaitu dari kisaran keasaman tanah yang memungkinkan F. oxysporum tumbuh dan melakukan kegiatannya. Sementara itu, suhu di dalam tanah erat kaitannya dengan suhu udara di atas permukaan tanah. Suhu udara yang rendah akan menyebabkan suhu tanah yang rendah, begitu pula sebaliknya. Suhu selain berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, juga terhadap perkembangan penyakitnya. F. oxysporum mampu hidup pada suhu tanah antara C, meskipun hal ini tergantung pula pada isolat jamurnya. Fusarium sp. merupakan jamur patogen tular tanah atau soil-borne pathogen yang termasuk parasit lemah. Jamur ini menular melalui tanah atau rimpang yang berasal dari tanaman jahe sakit, dan menginfeksi tanaman melalui luka pada rimpang. Luka tersebut dapat terjadi karena pengangkutan benih, penyiangan, pembumbunan, atau karena serangga dan nematoda (Hariyanto 1990). Lebih lanjut dikatakan, apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan, jamur bertahan hidup dalam rimpang, baik di lapangan maupun selama masa penyimpanan. Pada saat kondisi lingkungan menguntungkan, jamur akan menyebabkan pembusukan rimpang dan menular ke rimpang yang lain. Walaupun rimpang sudah tertular, gejala penyakit belum tampak karena memerlukan waktu beberapa bulan dan bila digunakan sebagai bibit sebagian besar tanaman akan terinfeksi jamur patogen tersebut. Menurut Sastrahidayat (1990), Fusarium oxysporum sangat sesuai pada tanah dengan kisaran ph 4,5-6,0; tumbuh baik pada biakan murni dengan kisaran ph 3,6-8,4; sedangkan untuk pensporaan, ph optimum sekitar 5,0. Pensporaan yang terjadi pada tanah dengan ph di bawah 7,0 adalah 5-20 kali lebih besar dibandingkan dengan tanah yang mempunyai ph di atas 7. Pada ph di bawah 7, pensporaan terjadi secara melimpah pada semua jenis tanah, tetapi tidak akan terjadi pada ph di bawah 3,6 atau di atas 8,8. Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum adalah 20 0 C dan 30 0 C, maksimum pada 37 0 C atau di bawahnya, minimum sekitar 5 0 C, sedangkan optimum untuk pembentukan spora adalah C (Domsch et al. 1993).

26 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada Februari 2012 sampai Juli Pengujian benih bawang putih dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Survei di tingkat petani bawang putih Tawangmangu dilakukan di Kelurahan Gondosuli, Kelurahan Blumbang, dan Kelurahan Kalisoro. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian benih bawang putih dengan empat varietas yaitu Tawangmangu Baru, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, dan Bawang Jawa, media PDA (Potato Dextrose Agar), aquades, asam laktat 3%, alkohol 90%, spirtus, formalin, dan air. Alat yang digunakan bak plastik, Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, gelas ukur, erlenmeyer, saringan, cawan petri, tabung reaksi, jarum inokulasi, jarum ose, pipet, mikroskop, label, pisau, pinset, kompor listrik, panci, plastik, kapas, tisu, alat tulis, kamera optilab, dan kamera digital. C. Perancangan Penelitian dan Analisis Data Perancangan penelitian dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu pengujian benih tanpa dipotong, pengujian benih dipotong melintang 2 bagian, dan pengujian benih dipotong melintang 4 bagian. 1. Pengujian benih tanpa dipotong Penelitian ini dilakukan dengan pengujian benih bawang putih bagian utuh (tanpa dipotong) pada PDA. Rancangan penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 8 ulangan. Perlakuan terdiri dari sejumlah benih bawang putih yang berasal dari daerah yang berbeda yaitu: A 1 = Varietas Tawangmangu Baru A 3 = Varietas Lumbu Kuning A 2 = Varietas Lumbu Hijau A 4 = Varietas Bawang Jawa 13

27 14 Dengan demikian akan diperoleh 32 unit perlakuan, yaitu: A 1 U 1 A 1 U 2 A 1 U 3 A 1 U 4 A 1 U 5 A 1 U 6 A 1 U 7 A 1 U 8 A 2 U 1 A 2 U 2 A 2 U 3 A 2 U 4 A 2 U 5 A 2 U 6 A 2 U 7 A 2 U 8 A 3 U 1 A 3 U 2 A 3 U 3 A 3 U 4 A 3 U 5 A 3 U 6 A 3 U 7 A 3 U 8 A 4 U 1 A 4 U 2 A 4 U 3 A 4 U 4 A 4 U 5 A 4 U 6 A 4 U 7 A 4 U 8 Keterangan: U 1 = Ulangan 1 U 3 = Ulangan 3 U 5 = Ulangan 5 U 7 = Ulangan 7 U 2 = Ulangan 2 U 4 = Ulangan 4 U 6 = Ulangan 6 U 8 = Ulangan 8 Setiap unit perlakuan 18 benih diletakkan secara menyebar dengan jarak sama. 2. Pengujian benih dipotong melintang 2 bagian Penelitian ini dilakukan dengan pengujian benih bawang putih dipotong melintang 2 bagian antara bagian ujung dan pangkal (cross section) pada PDA. Rancangan penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 ulangan. Perlakuan meliputi benih bawang putih yang berbeda yaitu: A 1 = Varietas Tawangmangu Baru - ujung A 2 = Varietas Lumbu Hijau - ujung A 3 = Varietas Lumbu Kuning - ujung A 4 = Varietas Bawang Jawa - ujung B 1 = Varietas Tawangmangu Baru - pangkal B 2 = Varietas Lumbu Hijau - pangkal B 3 = Varietas Lumbu Kuning - pangkal B 4 = Varietas Bawang Jawa - pangkal Dengan demikian akan diperoleh 32 unit perlakuan, yaitu: A 1 U 1 A 1 U 2 A 1 U 3 A 1 U 4 A 2 U 1 A 2 U 2 A 2 U 3 A 2 U 4 A 3 U 1 A 3 U 2 A 3 U 3 A 3 U 4 A 4 U 1 A 4 U 2 A 4 U 3 A 4 U 4 B 1 U 1 B 1 U 2 B 1 U 3 B 1 U 4 B 2 U 1 B 2 U 2 B 2 U 3 B 2 U 4 B 3 U 1 B 3 U 2 B 3 U 3 B 3 U 4 B 4 U 1 B 4 U 2 B 4 U 3 B 4 U 4 Keterangan: U 1 = Ulangan 1 U 2 = Ulangan 2 U 3 = Ulangan 3 U 4 = Ulangan 4 Setiap unit perlakuan 20 benih diletakkan commit to secara user menyebar dengan jarak sama.

28 15 3. Pengujian benih dipotong melintang 4 bagian Penelitian dilakukan dengan pengujian benih bawang putih yang dipotong melintang 4 bagian pada PDA. Rancangan penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari: A 1 = Varietas Tawangmangu Baru - ujung 1 C 1 = Varietas Tawangmangu Baru - pangkal 1 A 2 = Varietas Lumbu Hijau - ujung 1 A 3 = Varietas Lumbu Kuning - ujung 1 A 4 = Varietas Bawang Jawa - ujung 1 C 2 = Varietas Lumbu Hijau - pangkal 1 C 3 = Varietas Lumbu Kuning - pangkal 1 C 4 = Varietas Bawang Jawa - pangkal 1 B 1 = Var Tawangmangu Baru - ujung 2 B 2 = Varietas Lumbu Hijau - ujung 2 B 3 = Varietas Lumbu Kuning - ujung 2 B 4 = Varietas Bawang Jawa - ujung 2 D 1 = Var Tawangmangu Baru - pangkal 2 D 2 = Varietas Lumbu Hijau - pangkal 2 D 3 = Varietas Lumbu Kuning - pangkal 2 D 4 = Varietas Bawang Jawa - pangkal 2 Dengan demikian akan diperoleh 64 unit perlakuan, yaitu: A 1 U 1 A 1 U 2 A 1 U 3 A 1 U 4 A 2 U 1 A 2 U 2 A 2 U 3 A 2 U 4 A 3 U 1 A 3 U 2 A 3 U 3 A 3 U 4 A 4 U 1 A 4 U 2 A 4 U 3 A 4 U 4 B 1 U 1 B 1 U 2 B 1 U 3 B 1 U 4 B 2 U 1 B 2 U 2 B 2 U 3 B 2 U 4 B 3 U 1 B 3 U 2 B 3 U 3 B 3 U 4 B 4 U 1 B 4 U 2 B 4 U 3 B 4 U 4 C 1 U 1 C 1 U 2 C 1 U 3 C 1 U 4 C 2 U 1 C 2 U 2 C 2 U 3 C 2 U 4 C 3 U 1 C 3 U 2 C 3 U 3 C 3 U 4 C 4 U 1 C 4 U 2 C 4 U 3 C 4 U 4 D 1 U 1 D 1 U 2 D 1 U 3 D 1 U 4 D 2 U 1 D 2 U 2 D 2 U 3 D 2 U 4 D 3 U 1 D 3 U 2 D 3 U 3 D 3 U 4 D 4 U 1 D 4 U 2 D 4 U 3 D 4 U 4 Keterangan: U 1 = Ulangan 1 U 2 = Ulangan 2 U 3 = Ulangan 3 U 4 = Ulangan 4 Setiap unit perlakuan 20 benih diletakkan secara menyebar dengan jarak sama.

29 16 Analisis data penelitian akan menggunakan uji T (T Test). Analisis kualitatif meliputi data visual yang dianalisis dengan menggunakan metode. Sedangkan data kuantitatif akan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam berdasarkan uji F (Fisher s Test) taraf 5% dan 1%, apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan Duncan s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5% dan 1%. D. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan benih Memilih benih bawang putih yang didapatkan dari penjual benih di Tawangmangu, masing-masing sekitar 1 kg dengan 4 varietas (Tawangmangu Baru, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, dan Bawang Jawa). Kemudian dilakukan pemilihan benih sesuai jumlah yang akan ditumbuhkan di PDA. Dalam pemilihan benih dilakukan pensortiran kondisi benih yang masih baik yang akan digunakan, serta dilakukan penyeragaman ukuran benih yang sama untuk tiap cawan petri. 2. Sterilisasi alat dan media Alat-alat cawan petri, labu erlenmeyer, dan gelas ukur dicuci dengan detergen, kemudian dikeringkan lalu dimasukkan di autoklaf. Alat tersebut di setrilisasi dalam autoklaf pada temperatur C, 17,5 psi selama 60 menit. Begitu juga dengan PDA instant yang akan digunakan telah siap, maka media tersebut disterilkan di autoklaf. 3. Penanaman bawang putih Menanam benih bawang putih empat varietas (Tawangmangu Baru, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, dan varietas Bawang Jawa) di dalam cawan petri pada media PDA 25 ml yang sudah ditambahkan asam laktat 3% sebanyak 2-3 tetes. Sebelum ditanam di PDA, benih tersebut direndam terlebih dahulu ke dalam alkohol 90% selama 5 menit. Benih bawang putih dipilih yang berukuran seragam dan tampak sehat diletakkan secara menyebar dengan jarak yang sama. Untuk penananam pengujian benih cross section dilakukan pemotongan bagian sama besar ujung dan pangkal benih.

30 17 4. Pengamatan Fusarium Mengamati setiap hari sampai muncul gejala Fusarium oxysporum f. sp. cepae kurang lebih 14 hari setelah inkubasi. Pengamatan ini merupakan saat hari pertama muncul Fusarium. Pengamatan visual fenotipe meliputi warna, struktur, miselium, bercak (spot), dan browning dengan cara melihat langsung perubahan pada medium PDA. 5. Pengamatan intensitas penyakit Pengamatan dilakukan secara destruktif melalui intensitas penyakit yang tampak dimulai saat terdapat gejala busuk pangkal dengan interval pengamatan 3 hari sekali. Namun untuk pengolahan datanya disederhanakan menjadi 1 minggu sekali. 6. Survei benih sehat versi petani Melakukan survei secara random kepada pemilihan benih bawang putih yang sehat versi petani Tawangmangu yang merupakan daerah pengambilan benih dan sekaligus sentra penanaman bawang putih. Bertujuan untuk memperoleh data pendukung mengenai kenampakan visual benih bawang putih yang dikatakan sehat dan layak dijual. Juga untuk mendapatkan informasi terkait aspek tindak budidaya yang dilakukan oleh petani di Tawangmangu. E. Pengamatan Peubah 1. Tipe gejala Perkembangan variasi gejala diamati pada kenampakan bagian benih secara visual yang terserang infeksi patogen Fusarium oxysporum f. sp. cepae yaitu berupa warna, struktur, miselium, bercak (spot), dan browning. Pengamatan dilakukan secara destruktif. Kemudian dilanjutkan dengan membuat scooring pada tipe gejala visual tersebut. Identifikasi tipe gejala secara sederhana dikelompokkan bagaimana yang tidak berkenampak gejala dan bagaimana yang bergejala.

31 18 2. Saat muncul gejala Pengamatan saat muncul gejala diamati kapan pertama kali gejala muncul dan pada unit perlakuan yang mana gejala busuk pangkal muncul hingga kerusakan benih. 3. Nilai Area Under the Disease Progress Curve (AUDPC) Nilai AUDPC diperoleh dari hasil pengamatan insidens penyakit. Perhitungan AUDPC untuk mengetahui jumlah penyakit dalam suatu populasi yang merupakan area di bawah kurva perkembangan penyakit. i 1 AUDPC n 1 xi xi 1 Xti 1 ti 2 Dengan x = insidens penyakit, dan t = waktu pengamatan (minggu ke- 1,2,3,4,5,6,7,8). 4. Insidens penyakit Mengamati persentase perbandingan jumlah benih yang diidentifikasi mengalami busuk (sakit) karena Fusarium oxysporum f. sp. cepae, dengan jumlah benih keseluruhan. Insidens penyakit dihitung berdasarkan nilai scooring dengan rumus: InsidensPenyakit a x100% b Dengan a = jumlah benih bawang putih yang sakit, dan b = jumlah benih bawang putih keseluruhan. 5. Laju infeksi Mengamati laju infeksi yang dihitung berdasarkan rumus laju infeksi Van der Plank (1963): 2, xt r x log t x0 Dengan r = laju infeksi, t = limit waktu, xo = jumlah benih sakit pada awal pengamatan, dan xt = jumlah benih sakit pada hari ke-t.

32 19 6. Benih sehat versi petani Pengelompokan hasil survei benih sehat versi petani, yang digolongkan ke dalam karakteristik maupun kenampakan khusus yang diidentifikasi dari rekapan data yang didapat melalui pengalaman dan pengamatan petani. Data pendukung mengenai anggapan penyakit busuk pangkal karena tular benih, asal benih, perlakuan bibit, penyimpanan bibit, serta legalitas bibit yang digunakan.

33 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Bawang putih dapat diperoleh dengan membelinya di pasar. Begitu juga ketika kita ingin mendapatkan benih bawang putih tersebut yang tersedia cukup banyak, khususnya di daerah sentra penanaman seperti di Tawangmangu, Jawa Tengah. Benih bawang putih umumnya dapat diperoleh di kios penjual benih atau diperoleh dari hasil panen sebelumnya, tetapi mungkin tidak setiap orang tahu kualitas benih bawang putih. Penelitian menguji benih bawang putih empat varietas (Gambar 3) yaitu Tawangmangu Baru, Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, dan Bawang Jawa. Sebagaimana jenis bawang putih yang banyak ditemui di Indonesia adalah jenis Lumbu hijau (Allium sativum L. var. lumbu hijau), Lumbu kuning (Allium sativum L. var. lumbu kuning), Cirebon (Allium sativum L. var. cirebon), Tawangmangu Allium sativum L. var. tawangmangu), jenis Ilocos (Allium sativum L. var. ilocos) dari Filipina dan jenis Thailand (Wibowo 2003). Umumnya yang digunakan sebagai benih bukan seluruh umbinya, melainkan hanya siungnya saja. Umbi yang dipecah menjadi siung dipilah berdasar keseragaman ukuran siung. a b c d a. Tawangmangu Baru, b. Lumbu Hijau, c. Lumbu Kuning, d. Bawang Jawa Gambar 3. Benih bawang putih yang commit digunakan to user 20

34 21 Benih bawang putih yang baik penting untuk mendapatkan pertumbuhan lapang dan hasil yang tinggi. Sebaiknya benih bawang putih memenuhi kriteriakriteria berikut. a). Bagian pangkal batang padat (berisi penuh dan keras). b). Siung berpenampilan licin dan tegar, tidak kisut. c). Tunas terlihat segar bila siung dipatahkan. d). Berat siung sekitar 1,5-3 g, bentuk normal. e). Bebas hamapenyakit. Bila benih yang digunakan 3 g/siung maka kebutuhan per hektarnya adalah kg. Sedang untuk ukuran siung kecil (sekitar 1 g) menghabiskan 670 kg/ha. Meskipun yang ditanam sebagai benih adalah siung, tetapi kalau membeli benih sebaiknya dalam bentuk umbi. Hal itu disebabkan bawang putih dalam bentuk umbi lebih tahan lama daripada bentuk siung. Umbi boleh dipecah menjadi siung paling tidak 1-2 hari sebelum tanam (Budiarti 2010). Gambar 4. Pertanaman bawang putih di daerah Pancot, Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu Daerah Tawangmangu telah banyak dikenali sebagai lokasi penanaman dan penghasil bawang putih. Tidak heran saat survei diketahui bahwa Tawangmangu termasuk dalam rencana pengembangan bawang putih secara nasional oleh Kementerian Riset dan Teknologi yang menghendaki kluster daerah sesuai potensi. Diharapkan daerah Tawangmangu nantinya dapat memenuhi permintaan kebutuhan akan bawang putih terutama untuk pemenuhan konsumsi lokal.

35 22 Hasil observasi lapang juga mencatat bahwa khususnya lahan di daerah Pancot, Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu (Gambar 4) difokuskan untuk seluruhnya dialihkan kepada penanaman bawang putih. Periode tahun 2012 dilakukan Sekolah Lapang GAP Bawang Putih Kegiatan Tugas Pembantuan Hortikultura. Harapan untuk memperoleh jumlah produksi yang meningkat akan bertambah dari pemanfaatan lahan di Tawangmangu. Mengingat di Indonesia sampai saat ini varietas bawang putih yang berkembang umumnya memiliki potensi hasil yang jauh lebih rendah dibanding potensi hasil di daerah subtropis. Oleh karena itu, pengoptimalan lahan menandakan upaya meningkatkan produksi bawang putih nasional. Di samping tentunya menekan permasalahan penyakit busuk pangkal yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. B. Pengamatan Gejala Visual FOCe Gejala awal merupakan indikasi paling memungkinkan untuk deteksi FOCe. Gejala yang teridentifikasi pada benih bawang putih dapat menunjukkan seberapa besar intensitas penyakit karena FOCe dan kaitannya dengan kondisi benih umumnya di tingkat petani. Pengamatan visual yang meliputi warna, struktur, miselium, bercak (spot), dan browning. Identifikasi tipe gejala dilakukan secara sederhana dikelompokkan yang bergejala dan tidak berkenampak gejala. bercak (spot) browning a. Benih yang tidak bergejala, b. Benih yang bergejala bercak (spot), c. Benih yang commit bergejala to user browning Gambar 5. Gejala visual FOCe yang tampak pada benih bawang putih

36 23 Warna struktur benih yang tampak dari munculnya jamur FOCe pada benih bawang putih dalam medium PDA menunjukkan gejala visual FOCe seperti yang terlihat kenampakannya pada Gambar 5. Gejala visual yang dideteksi dari bercak (spot) dideskripsikan terdapat spot melingkar kecil kecoklatan yang menyatu. Gejala visual yang dideteksi berdasarkan browning yaitu kenampakan struktur benih bawang putih yang seperti sudah berkenampakan busuk kecoklatan. Kondisi browning juga tampak struktur yang terkesan lebih lunak. Warna koloni yang tampak pada medium PDA berbeda. Pada awalnya semua koloni memiliki warna sama (putih), kemudian menjadi berbagai warna sesuai bentuk khusus Fusarium sp. (Sastrahidayat 1990). Fusarium oxysporum ditumbuhkan pada medium PDA mula-mula miseliumnya berwarna putih, semakin tua menjadi berwarna krem atau kuning pucat, serta dalam keadaan tertentu akan berwarna merah muda agak ungu dengan miselium bersekat dan membentuk percabangan (Semangun 1999). Perbedaan warna yang tampak pada jamur dikarenakan adanya kandungan zat seperti asam amino yang diproduksi oleh isolat, yang berperan dalam pertumbuhan spora (Susetyo 2010). Hasil pengamatan gejala visual fenotipe FOCe secara lengkap disajikan dalam Gambar 6 berikut. Keempat varietas menunjukkan perbedaan hasil perolehan persentase gejala yang terdeteksi dari bercak (spot) dan browning. Gambar 6. Hubungan gejala visual terhadap hasil deteksi FOCe

37 24 Gejala visual berpengaruh terhadap hasil deteksi FOCe pada benih bawang putih, dengan diperoleh hasil pada varietas Tawangmangu Baru yang terdapat gejala bercak (spot) sebesar 20,83% dari total benih keseluruhan. Dari jumlah tersebut didapatkan sebesar 18,75% benih yang terinfeksi FOCe. Kemunculan gejala browning dideteksi sebesar 9,72%, sedangkan benih yang dapat terinfeksi FOCe sebesar 7,64%. Perbandingan jumlah benih yang bergejala dan tidak bergejala menunjukkan bahwa terdapat identifikasi gejala visual pada benih bawang putih yang terinfeksi patogen FOCe. Semangun (1999) menyatakan bahwa setiap fase pertumbuhan tanaman memiliki kerentanan berbeda yang menyebabkan jenis penyakit dominan yang menyerang setiap fase pertumbuhan berbeda pula. Pada masa-masa tersebut ada penyakit yang menjadi penyakit utama dan ada pula yang dapat diabaikan. Mengetahui jenis penyebab penyakit (patogen) yang benar adalah penting untuk menentukan pengendalian yang harus dilakukan. Gejala-gejala visual kunci suatu penyakit menjadi petunjuk kepada penentuan patogen penyebabnya. Pengamatan jamur FOCe secara makroskopis, dapat dikatakan bahwa jamur yang dikulturkan pada medium padat seperti agar dekstrosa kentang (PDA) memiliki penampilan yang berbeda-beda meskipun berasal dari tanaman dengan inang yang sama (Sastrahidayat 1989), dan secara umum miselium udara pertama kali muncul adalah warna putih. Salah satu hal yang mempengaruhi hal tersebut adalah konsentrasi perolehan cahaya (Moyer 2011). C. Pengamatan Intensitas Penyakit Busuk Benih Bawang Putih Pengujian benih dan pengujian varietas sangat penting artinya untuk mengetahui seberapa besar potensi gejala FOCe yang terbawa benih pada bawang putih. Berdasarkan pengamatan gejala visual FOCe diperoleh hasil yang dapat dikaitkan dengan hasil pengamatan intensitas penyakit bahwa benih yang tidak bergejala masih menunjukkan persentase benih yang terinfeksi FOCe. Intensitas penyakit yang diamati juga dijadikan sebagai dasar penghitungan laju infeksi. Intensitas penyakit dinyatakan dengan insidens bila penyakit bersifat sistemik serangan patogen menyebabkan tidak commit berproduksi. to user

38 25 1. Hasil pengujian benih tanpa dipotong Pengamatan jamur FOCe pada media PDA dilakukan mulai dari minggu ke- 1 sampai minggu ke-8. Hasil analisis pengujian benih bawang putih tanpa dipotong disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Analisis varians pengaruh pengujian benih tanpa dipotong terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F F tabel Keragaman Bebas Kuadrat Tengah hitung 5% 1% Perlakuan , ,591 3,202* 2,65 3,88 Galat , ,251 Total ,796 Koefisien Keragaman (KK) = 11,44 Tabel 1 menunjukkan bahwa berpengaruh nyata dengan perbandingan varietas yang dapat memberikan gambaran potensi busuk pada benih atau persentase insidens penyakit yang menjelaskan masing-masing kemampuan ketahanan benih terhadap penyakit FOCe. Tabel 2. Insidens penyakit busuk benih pengujian tanpa dipotong Varietas Tawangmangu Baru Lumbu Hijau Lumbu Kuning Bawang Jawa Insidens Penyakit 100,00 a 97,22 a 89,58 ab 85,41 b Varietas Tawangmangu Baru tertinggi dari hasil analisis lanjutan DMRT (Tabel 2) yang berbeda nyata yaitu sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa varietas tersebut pada perlakuan lebih tinggi dibandingkan perlakuan varietas lainnya. Penanaman pada media PDA dilakukan karena media PDA diyakini sebagai media penanaman yang steril dan memiliki kandungan penyakit yang bisa teridentifikasikan secara jelas dari hasil pengamatan.

39 26 Gambar 7. Pengaruh benih tanpa dipotong (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium Hasil pengamatan pada Gambar 7 menunjukkan jamur FOCe memiliki tingkat rata-rata intensitas penyakit busuk pangkal bawang putih yang berbeda (lihat Tabel 12 Lampiran 2). Pada varietas Tawangmangu Baru, intensitas penyakit busuk pangkal bawang putihnya adalah yang paling tinggi. Varietas tersebut pada minggu ke-6 persentase insidens penyakit sudah mencapai 100%, yang artinya semua benih varietas tersebut mengalami penyakit busuk. Berbeda dengan hasil varietas Lumbu Hijau yang insidens penyakit 97,22%. Jumlah tersebut cukup tinggi, mengingat varietas tersebut dikatakan sebagai salah satu varietas unggulan yang banyak dikembangkan. Jumlah tertinggi berikutnya varietas Lumbu Kuning dengan insidens penyakit 89,58%. Varietas bawang putih terkenal seperti Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning kurang mampu beradaptasi dengan dataran rendah. Lumbu Hijau cocok untuk dataran tinggi, sedangkan Lumbu Kuning masih toleran dengan dataran medium (Amazing 2012). Pengujian benih tanpa dipotong juga mendapatkan hasil varietas Bawang Jawa memiliki insidens penyakit terendah yang hanya sebesar 85,41%. Apabila dikaitkan dengan sejarah benih varietas tersebut diketahui bahwa jenis ini sudah lama diintroduksikan kepada masyarakat khususnya para petani. Informasi menyatakan petani Tawangmangu menggunakan jenis bawang putih varietas Bawang Jawa sejak puluhan tahun lalu, dan dikenal umumnya lebih tahan karena sudah toleran dengan kondisi tanah atau lahan pertanaman di Tawangmangu.

40 27 Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan varietas Tawangmangu Baru dengan intensitas penyakit paling besar. Realita di lapang, diketahui memang varietas ini adalah jenis bawang putih yang tergolong baru diintroduksikan kepada masyarakat. Hasil umbinya terbilang besar, namun seringkali tingkat keparahan penyakit di lapangan menyebabkan kehilangan hasil. Hardiyanto et al. (2007) menyatakan untuk diameter umbi, klon Tawangmangu masih lebih unggul dibandingkan klon lainnya. Jumlah siung per umbi, sebagian besar berkisar antara siung. Meskipun demikian, ada beberapa klon seperti klon Sanggah dan Ciwidey yang jumlah siungnya berkisar 6-8 siung per umbi. Bawang yang ditanam kadang-kadang tidak tumbuh karena kesalahan teknis penanaman atau faktor bibit. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika dalam suatu lahan ada tanaman yang tidak tumbuh sama sekali, ada yang tumbuh lalu mati, dan ada yang pertumbuhannya tidak sempurna. Jika keadaan ini dibiarkan, maka produksi yang dikehendaki tidak tercapai. Nilai Area Under the Disease Progress Curve (AUDPC) Nilai AUDPC tertinggi pada Tawangmangu Baru sebesar 603,47 (Gambar 8), dan yang terkecil pada varietas Bawang Jawa 421,88. Perhitungan AUDPC ini dilakukan untuk mengetahui jumlah penyakit dalam suatu populasi yang merupakan area di bawah kurva perkembangan penyakit. Gambar 8. Nilai AUDPC pengujian benih tanpa dipotong

41 28 Hasil yang diperoleh dari perhitungan AUDPC selaras dengan nilai yang diperoleh dari hasil pengamatan insidens penyakit. Besarnya potensi patogen FOCe dari data tersebut menunjukkan FOCe sebagai patogen yang penting pada bawang putih yang terbawa benih. Keempat varietas benih menandakan tingkat kerentanan benih masih sangat perlu diperhatikan agar tidak lagi mengurangi hasil produksi di lapang. 2. Hasil pengujian benih dipotong melintang 2 bagian Pengamatan jamur FOCe pengujian kedua dilakukan mulai dari minggu ke- 1 sampai minggu ke-7. Hasil pengujian benih bawang putih melalui pemotongan melintang 2 bagian antara bagian ujung dan pangkal disajikan pada Gambar 9. a b c d a. Tawangmangu Baru, b. Lumbu Hijau, c. Lumbu Kuning, d. Bawang Jawa Gambar 9. Pengaruh pemotongan commit benih secara to user melintang 2 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium

42 29 Hasil pengujian benih dipotong melintang 2 bagian menunjukkan bahwa terdapat pembusukan benih dengan perlakuan dipotong. Bahkan penyakit busuk pangkal bawang putih ini dapat muncul gejala pada bagian ujung siung. Walaupun berdasarkan hasil pengamatan jumlah kemunculan gejala dari bagian ujung tidak terlalu besar, namun apabila dikaitkan dengan jenis bawang putih bergejala paling tinggi pengujian benih utuh yaitu varietas Tawangmangu Baru pun didapati hasil yang cukup tinggi untuk kemunculan gejala dari bagian ujung benihnya. Wibowo (2003) mengungkapkan pada pangkal tanaman tampak akar-akar membusuk dan pada dasar umbi terlihat jamur yang berwarna keputih-putihan pada permukaan bagian lapisan yang membusuk. Jika umbi dipotong membujur tampak adanya pembusukan yang berair, yang kemudian meluas ke atas maupun ke samping dan pangkal umbi. Infeksi akhir dari lapangan, di gudang cendawan F. oxysporum dapat menginfeksi mulai dari dasar umbi, kemudian berkembang ke dalam umbi dan menjadi sumber infeksi pada pertanaman berikutnya. Tawangmangu Baru bagian pangkal memiliki insidens penyakit tertinggi yaitu 91,25%. Kemunculan gejala tampak jelas dan cepat menyebar dari minggu ke minggu ditandai miselium berwarna putih kemudian berkembang menjadi berwarna merah muda dan ungu. Persentase tertinggi berikutnya bagian ujung varietas Tawangmangu Baru yaitu sebesar 60,89%. Kedua bagian varietas ini menghasilkan potensi gejala terbesar di antara bagian dari varietas lainnya. Apabila dijumlahkan, total dari varietas Tawangmangu Baru ini dideteksi patogen benih FOCe menghasilkan persentase insidens penyakit sebesar 152,14%. Hasil pengujian mendapatkan potongan melintang varietas Bawang Jawa bagian pangkal dengan persentase insidens penyakit yang paling rendah 1,25%. Bukti kualitas benih varietas Bawang Jawa yang sudah lama digunakan untuk penanaman. Seperti dikatakan Budiarti (2010) bahwa sebelum kebijakan swasembada bawang putih dicanangkan, Tawangmangu sudah dikenal sebagai wilayah penanaman bawang putih, yaitu bawang putih lokal yang disebut sebagai Bawang Jawa. Bentuknya kecil-kecil tetapi rasanya lebih pedas daripada bawang putih impor. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa bagian pangkal dan ujung sama-sama dapat memunculkan gejala commit pembusukan to user karena jamur FOCe.

43 30 Berdasarkan hasil pengamatan, bagian struktur benih memiliki potensi untuk pengujian benih dan sebagai teknik deteksi FOCe. Keberhasilan usaha tani bawang putih sangat ditunjang faktor benih karena produksinya tergantung dari mutu benih yang digunakan. Benih harus bermutu tinggi, berasal dari tanaman yang pertumbuhannya normal, sehat, serta bebas dari hama dan patogen. 3. Hasil pengujian benih dipotong melintang 4 bagian Pengamatan dilakukan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-7. Pengujian benih bawang putih melalui pemotongan melintang 4 bagian disajikan pada Gambar Varietas Lumbu Hijau pangkal 2 merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 75%. Insidens penyakit pada varietas Bawang Jawa menunjukkan potensi gejala terendah. Sampai akhir pengamatan hanya didapatkan hasil paling tinggi yaitu 18,75% pada Bawang Jawa pangkal 1. Gambar 10. Pengaruh pemotongan benih secara melintang 4 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium varietas Tawangmangu Baru Perbandingan antar bagian benih bawang putih varietas Tawangmangu Baru yang dipotong melintang (Gambar 10) menghasilkan persentase insidens penyakit yang dominan terjadi gejala busuk pada bagian pangkal. Tertinggi yaitu bagian pangkal irisan ke-2 yang bergejala sebesar 57,67% pada akhir pengamatan. Terendah yaitu pada bagian ujung 1 yang hanya sebesar 23,75%.

44 31 Gambar 11. Pengaruh pemotongan benih secara melintang 4 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium varietas Lumbu Hijau Gambar 11 menunjukkan bagian pangkal benih Lumbu Hijau dominan gejala penyakit disebabkan FOCe, dengan persentase insidens penyakit tertinggi yaitu pada bagian pangkal irisan ke-2 yang bergejala sebesar 75% dan merupakan nilai tertinggi dari keseluruhan benih yang diujikan potong melintang 4 bagian. Gambar 12. Pengaruh pemotongan benih secara melintang 4 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium varietas Lumbu Kuning Pengamatan antar bagian benih bawang putih varietas Lumbu Kuning yang dipotong melintang menjadi 4 bagian (Gambar 12) menghasilkan persentase insidens penyakit yang dominan pada bagian pangkal. Tertinggi yaitu bagian pangkal irisan ke-2 yang bergejala sebesar 71,25% pada akhir pengamatan.

45 32 Gambar 13. Pengaruh pemotongan benih secara melintang 4 bagian (%) terhadap insidens penyakit busuk benih Fusarium varietas Bawang Jawa Gambar 13 menunjukkan bagian pangkal 1 benih Bawang Jawa bergejala penyakit FOCe. Nilai persentase insidens penyakit pada akhir pengamatan yaitu sebesar 18,75%. Dapat dikatakan tergolong rendah intensitas penyakitnya. D. Laju Infeksi Hasil analisis laju infeksi dari masing-masing varietas benih bawang putih menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel 17 Lampiran 4). Laju infeksi sangat dipengaruhi besarnya intensitas penyakit. Berdasarkan rumus laju infeksi Van der Plank (1963) diperoleh nilai laju infeksi tertinggi berasal dari varietas Tawangmangu Baru (0,148 unit/hari). Nilai laju infeksi terendah dari varietas Bawang Jawa (0,127 unit/hari). Selengkapnya disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Hasil perhitungan laju infeksi tiap varietas benih bawang putih Varietas Laju Infeksi (unit/hari) pada minggu ke Tawangmangu Baru 0,915 0,187 0,056 0,015 0,006 0,004 0,001 0,001 0,148 Lumbu Hijau 0,865 0,170 0,075 0,044 0,005 0,001 0,002 0,006 0,146 Lumbu Kuning 0,875 0,183 0,055 0,014 0,005 0,005 0,004 0,009 0,143 Bawang Jawa 0,571 0,260 0,083 0,058 0,014 0,017 0,012 0,002 0,127 Keterangan: = rata-rata laju infeksi

46 33 Tidak berbedanya laju infeksi pada masing-masing varietas benih bawang putih yang diuji kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor genetik dari tanaman tersebut terhadap infeksi penyakit. Heil dan Bostock (2002) menyatakan bahwa sistem pertahanan tanaman sangat bergantung kepada interaksi inang, patogen, dan lingkungan. Interaksi antara tanaman dengan patogen menghasilkan reaksi kesesuaian (infeksi) atau ketidaksesuaian (ketahanan). Pendapat senada dikemukakan oleh Agrios (2005) bahwa ketahanan tanaman terhadap patogen ditunjukkan ketahanannya terhadap infeksi patogen, tanaman dapat terinfeksi patogen, namun dapat membatasi aktivitas patogen, sehingga patogen tidak dapat berkembang dan tidak dapat menyebabkan kerusakan berat. Tabel 3 menunjukkan terjadinya penurunan laju infeksi dari semua varietas benih bawang putih seiring dengan bertambahnya waktu pengamatan. Hal ini diduga berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk mengurangi tingkat infeksi yang terjadi melalui pembentukan jaringan. Selain mekanisme ketahanan terimbas, diduga penurunan pertumbuhan FOCe tersebut disebabkan oleh mekanisme lain pada benih bawang putih, seperti pembentukan struktur pertahanan sebagai tanggapan terhadap infeksi patogen serta pembentukan struktur pertahanan sel dan reaksi pertahanan. Pertahanan biokimia dalam tanaman juga mendukung berlangsungnya penghambatan terhadap patogen. Pembentukan pertahanan biokimia tersebut antara lain melalui hipersensitif dan peningkatan kadar senyawa fenol (Agrios 2005). Penurunan laju infeksi juga disinyalir dari tingginya tingkat intensitas penyakit yang menyebabkan hampir sebagian besar benih terinfeksi FOCe. Kondisi ini mengakibatkan penggambaran benih yang sehat dan benih yang rentan terinfeksi dapat diketahui dari kenampakan gejala visual di awal waktu pengamatan dilakukan dimana potensi gejala yang muncul kebanyakan adalah yang sudah terdeteksi dapat terinfeksi FOCe. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa terjadi hubungan gejala visual terhadap infeksi patogen FOCe pada benih bawang putih. Perbandingan dengan yang diungkapkan Eziashi et al. (2006) bahwa penghambatan infeksi kadang tidak dapat menyebar ke seluruh jaringan tanaman, sehingga berpengaruh pada commit intensitas to user penyakit.

47 34 E. Pengamatan Jamur FOCe Secara Mikroskopis Pengamatan jamur FOCe juga dilakukan secara mikroskopis (Gambar 14) dengan mengamati ukuran serta bentuk dari bagian-bagian FOCe. Pengamatan bertujuan untuk mengujikan gejala visual pada benih bawang putih adalah benar karena terinfeksi FOCe. Sifat-sifat jamur yang sangat penting yang digunakan untuk identifikasi adalah spora dan fruktifikasi (tubuh buah) atau struktur yang menghasilkan spora dan beberapa sifat tubuh jamur (Fatawi et al. 2003). Hasil pengamatan diperoleh kenampakan konidiospora FOCe yang tampak paling jelas sesuai ciri khas FOCe yaitu gambar makrokonidia yang berbentuk bulan sabit bersekat diikuti kenampakan mikrokonidia yang bersel tunggal. Makrokonidium Mikrokonidium Perbesaran 10X10 Gambar 14. Konidiospora Fusarium oxysporum f. sp. cepae Menurut Lucas et al. (1985) Fusarium sp. menghasilkan 3 jenis spora. Mikrokonidia tidak berwarna, bersel tunggal, berbentuk bulat dengan panjang 6-15 µm dan berdiameter 3-5 µm. Makrokonidia berbentuk bulan sabit, tidak berwarna, mempunyai 3-5 sekat, panjangnya µm dan berdiameter 2-5 µm. Klamidospora halus, berbentuk bola, bersel tunggal yang menghasilkan miselium yang tua dan rata-rata berdiameter 10 µm. Ketiga jenis spora tersebut merupakan patogen tular tanah yang akan menginfeksi tanaman. Setelah mengadakan infeksi, tanaman akan mati kemudian jamur dan spora tersebut akan tetap berada di dalam tanah dimana jamur dapat bertahan pada jangka waktu yang tidak terbatas.

VIRULENSI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE ISOLAT BAWANG MERAH PADA BAWANG PUTIH

VIRULENSI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE ISOLAT BAWANG MERAH PADA BAWANG PUTIH VIRULENSI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE ISOLAT BAWANG MERAH PADA BAWANG PUTIH Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H

SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN 2,4-D DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Oleh Nurul Mufidah H0709085 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

PENYIAPAN BENIH. : Pengenalan Varietas Bawang Putih

PENYIAPAN BENIH. : Pengenalan Varietas Bawang Putih PENYIAPAN BENIH Kegiatan 1.1. Waktu Lembar Petunjuk Pelatih : : Pengenalan Varietas Bawang Putih :... JP @ 45 Menit NO URAIAN KEGIATAN WAKTU (MENIT) 1 Menciptakan suasana/kesiapan berlatih 10 2 Menjelaskan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : AGUNG DHARMAWAN PUTRA NPM : Kepada

SKRIPSI. Oleh : AGUNG DHARMAWAN PUTRA NPM : Kepada TANGGAPAN BEBERAPA KULTIVAR BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP SERANGAN Fusarium oxysporum f.sp. cepae PENYEBAB PENYAKIT MOLER DI LAHAN KABUPATEN NGANJUK SKRIPSI Oleh : AGUNG DHARMAWAN PUTRA

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE A.

III. BAHAN DAN METODE A. III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA untuk identifikasi senyawa ekstrak, Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

SKRIPSI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP HAWAR PELEPAH DI LEMPONG JENAWI KARANGANYAR. Oleh MAYANG SARI H

SKRIPSI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP HAWAR PELEPAH DI LEMPONG JENAWI KARANGANYAR. Oleh MAYANG SARI H SKRIPSI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP HAWAR PELEPAH DI LEMPONG JENAWI KARANGANYAR Oleh MAYANG SARI H0708127 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH APLIKASI UNSUR FE PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP TANAMAN TOMAT. Oleh Aprilia Ike Nurmalasari H

SKRIPSI PENGARUH APLIKASI UNSUR FE PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP TANAMAN TOMAT. Oleh Aprilia Ike Nurmalasari H SKRIPSI PENGARUH APLIKASI UNSUR FE PADA KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP TANAMAN TOMAT Oleh Aprilia Ike Nurmalasari H0709011 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

KAJIAN PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT BIJI BOTANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BEBERAPA MACAM MEDIA

KAJIAN PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT BIJI BOTANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BEBERAPA MACAM MEDIA KAJIAN PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT BIJI BOTANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BEBERAPA MACAM MEDIA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari rizosfer tanaman Cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH INTENSITAS CEKAMAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN PADI HITAM DAN PADI MERAH SEBAGAI SUMBER PANGAN FUNGSIONAL

SKRIPSI PENGARUH INTENSITAS CEKAMAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN PADI HITAM DAN PADI MERAH SEBAGAI SUMBER PANGAN FUNGSIONAL SKRIPSI PENGARUH INTENSITAS CEKAMAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN ANTOSIANIN PADI HITAM DAN PADI MERAH SEBAGAI SUMBER PANGAN FUNGSIONAL Oleh Widyabhakti Kisbintari H0709125 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

SKRIPSI KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN PEMBERIAN ZEOLIT DAN PENERAPAN KONSEP PHT

SKRIPSI KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN PEMBERIAN ZEOLIT DAN PENERAPAN KONSEP PHT SKRIPSI KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT PADA BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN PEMBERIAN ZEOLIT DAN PENERAPAN KONSEP PHT Oleh Ndaru Priasmoro H0709078 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian serta di Rumah Kaca University Farm, Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal, dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi Indonesia yang memiliki bagi perekonomian Nasional dalam berbagai bidang. Kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Tanaman cabai dikembangkan baik di dataran rendah maupun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara dan Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

PEMULIHAN LAHAN DEGRADATIF BAWANG PUTIH DENGAN JAMUR MULTIFUNGSI DALAM BERBAGAI KOMPOSISI CARRIER SKRIPSI

PEMULIHAN LAHAN DEGRADATIF BAWANG PUTIH DENGAN JAMUR MULTIFUNGSI DALAM BERBAGAI KOMPOSISI CARRIER SKRIPSI PEMULIHAN LAHAN DEGRADATIF BAWANG PUTIH DENGAN JAMUR MULTIFUNGSI DALAM BERBAGAI KOMPOSISI CARRIER SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGUJIAN ISOLAT VIRUS YANG DILEMAHKAN DENGAN PEMANASAN UNTUK MELINDUNGI KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI VIRUS MOSAIK

SKRIPSI PENGUJIAN ISOLAT VIRUS YANG DILEMAHKAN DENGAN PEMANASAN UNTUK MELINDUNGI KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI VIRUS MOSAIK SKRIPSI PENGUJIAN ISOLAT VIRUS YANG DILEMAHKAN DENGAN PEMANASAN UNTUK MELINDUNGI KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI VIRUS MOSAIK Oleh : Ismira Suryaningsih H0712103 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT INFEKSI Fusarium sp. PENYEBAB PENYAKIT LAPUK BATANG DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET Eko Heri Purwanto, A. Mazid dan Nurhayati J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

MENGKAJI HASIL DAUN BAWANG MERAH PADA JARAK TANAM BERBEDA.

MENGKAJI HASIL DAUN BAWANG MERAH PADA JARAK TANAM BERBEDA. MENGKAJI HASIL DAUN BAWANG MERAH PADA JARAK TANAM BERBEDA. OLEH: I PUTU DHARMA PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR. 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan PT. Nusantara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Bidang Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pengembangan Agrobisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen Biologi,

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH IMBANGAN DOSIS PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP PEMBUNGAAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium cepa var.

SKRIPSI. PENGARUH IMBANGAN DOSIS PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP PEMBUNGAAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium cepa var. SKRIPSI PENGARUH IMBANGAN DOSIS PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP PEMBUNGAAN DAN HASIL BAWANG MERAH (Allium cepa var. aggregatum) Oleh Dhea Sashinta Ashari H0710031 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tahap Laboratorium 1. Uji Kemampuan Isolat a. Tempat dan Waktu Penelitian Uji kemampuan 40 isolat bakteri dilaksanakan di laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel tanah diperakaran Cabai merah (Capsicum annum) di Desa Kebanggan, Sumbang, Banyumas

Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel tanah diperakaran Cabai merah (Capsicum annum) di Desa Kebanggan, Sumbang, Banyumas Lampiran 1. Lokasi pengambilan sampel tanah diperakaran Cabai merah (Capsicum annum) di Desa Kebanggan, Sumbang, Banyumas Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel tanah Gambar 2. Tanaman cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI

PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK. Oleh Yuni Restuningsih H

SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK. Oleh Yuni Restuningsih H SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK Oleh Yuni Restuningsih H0709130 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh MOCHAMAD IQBAL WALUYO H

SKRIPSI. Oleh MOCHAMAD IQBAL WALUYO H SKRIPSI PEMUPUKAN, KETERSEDIAAN DAN SERAPAN K OLEH PADI SAWAH DI GRUMUSOL untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

SKRIPSI PENILAIAN KUALITAS TANAH SAWAH BERBASIS PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN DEMAK. Oleh : Nadhifah H

SKRIPSI PENILAIAN KUALITAS TANAH SAWAH BERBASIS PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN DEMAK. Oleh : Nadhifah H SKRIPSI PENILAIAN KUALITAS TANAH SAWAH BERBASIS PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN DEMAK Oleh : Nadhifah H0712132 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 PENILAIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas,

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas, 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi dan eksperimen yaitu dengan cara mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri endofit dari akar tanaman kentang

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012. I. METODE PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan sekitar laboratorium Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE

II. MATERI DAN METODE II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, pembakar spiritus, pipet, jarum ose, erlenmeyer,

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN LITERATUR Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumicophyta

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN EVAGROW PADA PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS) SECARA VERTIKULTUR PARALON

SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN EVAGROW PADA PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS) SECARA VERTIKULTUR PARALON SKRIPSI PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN FREKUENSI PEMBERIAN EVAGROW PADA PAKCOY (BRASSICA CHINENSIS) SECARA VERTIKULTUR PARALON Oleh Usman Avandi H0709120 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium Kesehatan Medan. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK INDUKSI KETAHANAN KULTUR JARINGAN PISANG TERHADAP LAYU FUSARIUM MENGGUNAKAN Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK Arif Wibowo, Aisyah Irmiyatiningsih, Suryanti, dan J. Widada Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var. Domba) Onesia Honta Prasasti (1509100036) Dosen Pembimbing : Kristanti Indah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman

Lebih terperinci

SKRIPSI RESPON KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN BAP SECARA IN VITRO. Oleh Dian Rahmawati H

SKRIPSI RESPON KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN BAP SECARA IN VITRO. Oleh Dian Rahmawati H SKRIPSI RESPON KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA L.) TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN BAP SECARA IN VITRO Oleh Dian Rahmawati H0711034 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015. 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA disusun oleh: Lutfi Afifah A34070039 Vishora Satyani A34070024 Johan A34070034 Listika Minarti A34070071 Dosen Pengajar:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L. PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci