KEBIJAKAN, PERUNDANGAN DAN KELEMBAGAAN PERBURUAN SATWA DI INDONESIA. Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
|
|
- Yohanes Lesmana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEBIJAKAN, PERUNDANGAN DAN KELEMBAGAAN PERBURUAN SATWA DI INDONESIA Rizki Kurnia Tohir Fadlan Pramatana E E Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
2 PENDAHULUAN Latar belakang Kegiatan berburu telah berlangsung sejak jaman pra-aksara (Gazalba 1996), yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (makan). Tetapi pada saat ini kegiatan berburu tidak hanya dikaitkan dengan pemenuhan konsumsi harian melainkan untuk pemenuhan ekonomi dan juga hobi. Dalam perkembangannya, kegiatan perburuan ternyata telah menimbulkan ancaman terhadap kelestarian beberapa spesies satwaliar karena dilakukan secara ilegal (Thohari dkk 2011). Kegiata berburu yang ilegal ternyata telah menimbulkan kerugian yang bagi Indonesia, salah satunya telah menyebabkan penurunan dan kepunahan lokal banyak spesies flora maupun fauna, termasuk spesies yang ada di dalam area yang dilindungi (USAID 2015). Peningkatan kegiatan perburuan ilegal harus diikuti dengan adanya pengaturan dan kelembagaan yang fokus terhadap pengelolaan perburuan satwa di Indonesia. Sehingga mencegah terjadinya kepunahan satwa dengan tetap mempertimbangkan pemasukan ekonomi bagi masyarakat dan tetap memenuhi kebutuhan akan hobi berburu. Peraturan perundang undangan dan kelembagaan menurut Pasal 5 UU No 12/2011 Tetang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bertujuan untuk menuntun seluruh kegiatan supaya sesuai dengan tujuan yang hendak di capai dalam hal ini tujuan kelestarian satwa. Selain itu kelembagaan berkaitan dengan penunjukan pihak yang berwenang dan memiliki kekuasaan dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Tujuan Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui peraturan perundangundangan dan kelembagaan mengenai perburuan di Indonesia, serta dapat memahami semua peraturan yang ada sehingga terciptanya kegiatan perburuan yang lestari baik hasil maupun kegiatannya.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN A. JENIS PERATURAN YANG MENGATUR PERBURUAN SATWA DI INDONESIA Peraturan yang mengatur kegiatan perburuan, kawasan buru dan wisata buru telah telah ada sejak jaman Ordonansi Perburuan tahun Sampai saat ini telah banyak peraturan yang mengatur kegiatan diatas mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan Direktur Jenderal dan Keputusan Direktur Jenderal (Masigit Kareumbi 2015). Adapun rincian peraturan normatif perburuan tersaji pada (Tabel 1) Jenis Peraturan Ordonansi Undang- Undang Peraturan Pemerintah Tabel 1 Peraturan terkait perburuan, taman buru dan wisata buru. No Peraturan Ordonansi Perburuan (Jachtordonnantie 1931 Staatsblad Nummer 133) Ordonansi Perlindungan Binatang-Binatang Liar 2 (Dierenbeschermingsordonnantie 1931 Staatsblad 1931 Nummer 134); Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura 3 (Jachtoddonnantie Javaen Madoera 1940 Staatsblad 1939 Nummer 733) Ordonansi Perlindungan Alam 4 (Natuurbeschermingsordonnantie 1941 Staatsblad 1941 Nummer 167) UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan 1 Pokok Kehutanan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya 2 Alam Hayati dan Ekosistemnya 3 UU No.9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan 4 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 1 PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis 2 Tumbuhan dan Satwa Liar PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan 3 dan Satwa Liar PP No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan 4 Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan 5 PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan Peraturan 1 Permenhut No. P.31/Menhut-II/2009 tentang Akta Buru dan
4 Menteri Kehutanan Keputusan Menteri Kehutanan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Tata Cara Permohonan Akta Buru Permenhut No. P.17/Menhut-II/2010 tentang Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Taman Buru Permenhut No. P.18/Menhut-II/2010 tentang Surat Izin Berburu dan Tata Cara Permohonan Izin Berburu Permenhut No. P.19/Menhut-II/2010 tentang Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru; Permenhut No. P.69/Menhut-II/2014 tentang Penetapan Musim Berburu Satwa Buru Permenhut No. P.70/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2010 tentang Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru Permenhut No. P.71/Menhut-II/2014 tentang Memiliki dan Membawa Hasil Berburu Permenhut No. P.79/Menhut-II/2014 tentang Pemasukan Satwa Liar Ke Taman Buru dan Kebun Buru Kepmenhut No. 99/Kpts/DJ-VI-II/1996 tentang Petunjuk Teknis pelaksanaan perburuan di Taman Buru, Kebun Buru dan Areal Buru Kepmenhut No. 591/Kpts-II/1996 tanggal 16 September 1996 tentang Tata cara Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Taman Buru Kepmenhut No. 592/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusahaan Kebun Buru Kepmenhut No. 593/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Pengendalian peledakan populasi satwa liar yang tidak dilindungi Kepmenhut No. 616/Kpts-II/1996 tentang pengawasan Perburuan satwa buru Kepmenhut No. 617/Kpts-II/1996 tentang Pemasukan Satwa Liar dari Wilayah lain dalam Negara RI ke Taman Buru dan Kebun Buru Kepmenhut No. 618/Kpts-II/1996 tentang pemasukan Satwa liar dari wilayah lain dalam Negara RI ke Taman Buru dan Kebun Buru Kepmenhut No. 141/Kpts II/1998 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian Hak Pengusahaan Pariwisata Alam pada 13 Lokasi Kawasan Pelestarian Alam Di Pulau Jawa Kepada Perum Perhutani Nomor 104 /Kpts-II/1993 Kep Dirjen PHPA No. 95/Kpts/DJ-II/1996 tentang Petunjuk Teknis Sarana dan Prasarana Pengusahaan Taman Buru Kep Dirjen PHPA No. 96/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 26 September 1996 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
5 Pelestarian Alam Peraturan Direktur Jenderal PHPA Rencana Pengusahaan Taman Buru Kep Dirjen PHPA No. 97/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 26 September 1996 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Buru Kep Dirjen PHPA No. 99/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 3 Oktober 1996 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perburuan di Taman Buru, Kebun Buru dan Areal Buru Kep Dirjen PHPA No. 129 /kpts/dj- VI/1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru, dan Hutan Lindung Per Dirjen PHPA No P. 7/IV- Set/2011 tentang Tata Cara Masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru Peraturan mengenai perburuan di Indonesia telah diatur, tetapi masih banyak masyarakat yang enggan untuk mempelajarinya dan terlebih sistem birokrasi Indonesia yang rumit, sehingga akhirnya masyarakat melakukan perburuan secara illegal. Berikut ini akan disajikan beberapa rincian mengenai kebijakan, perundangan dan kelembagaan perburuan satwa di Indonesia. B. KETENTUAN-KETENTUAN YANG TELAH DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANGAN 1. Istilah-istilah perburuan (PP No.13/1994) 1. Berburu adalah menangkap dan/atau membunuh satwa buru termasuk mengambil atau memindahkan telur-telur dan/atau sarang satwa buru. 2. Perburuan adalah segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kegiatan berburu. 3. Pemburu adalah orang atau kelompok orang yang melakukan kegiatan berburu. 4. Satwa buru adalah jenis satwa liar tertentu yang ditetapkan dapat diburu. 5. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakan perburuan secara teratur. 6. Kebun buru adalah lahan di luar kawasan hutan yang diusahakan oleh badan usaha dengan sesuatu alas hak, untuk kegiatan perburuan. 7. Pengusahaan kebun buru dan taman buru adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan perburuan, penyediaan sarana dan prasarana berburu.
6 8. Areal buru adalah areal di luar taman buru dan kebun buru yang di dalamnya terdapat satwa buru yang dapat diselenggarakan perburuan. 9. Musim buru adalah waktu tertentu yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk dapat diselenggarakan kegiatan berburu. 10. Akta Buru adalah akta otentik yang menyatakan bahwa seseorang telah memiliki/menguasak kemampuan dan ketrampilan berburu satwa buru. 11. Surat Izin Berburu adalah surat yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang menyebut pemberian hak untuk berburu kepada orang yang namanya tercantum di dalamnya. 12. Hasil buruan adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan berburu yang berwujud satwa buru baik hidup maupun mati atau bagian-bagiannya. 13. Izin pengusahaan taman buru adalah izin untuk mengusahakan kegiatan berburu serta sarana dan prasarananya di taman buru. 14. Izin usaha kebun buru adalah izin yang diberikan untuk mengusahakan kegiatan berburu serta sarana dan prasarananya di kebun buru. 15. Pungutan akta buru adalah pungutan yang dikenakan kepada seseorang untuk memperoleh akta buru sebagai pengganti biaya-biaya administrasi. 16. Pungutan izin berburu adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin berburu sesuai dengan jumlah dan jenis satwa buru yang diizinkan untuk diburu. 17. Pungutan izin pengusahaan taman buru adalah pungutan yang dikenakan kepada calon pemegang izin pengusahaan taman buru. 18. Pungutan izin usaha kebun buru adalah pungutan yang dikenakan kepada calon pemegang izin usaha kebun buru. 19. Iuran hasil usaha perburuan adalah iuran yang dikenakan kepada pemegang izin pengusahaan taman buru atau pemegang izin usaha kebun buru yang dikenakan dari hasil usahanya sekali setiap tahun. 2. Tempat berburu di Indonesia dan aturan pengusahaannya Undang-Undang No.41/1999 tentang Kehutanan telah mengatur bahwa kawasan konservasi terdiri dari tiga bagian yaitu kawasan suaka alam (KSA),
7 kawasan pelestarian alam (KPA) dan taman buru (TB). Taman buru dalam hal ini memiliki fungsi khusus yaitu untuk memenuhi kebutuhan kegiatan berburu. Menurut PP No.13/1994 tentang Perburuan Satwa Buru, Tepat berburu di Indonesia terdiri dari taman buru, areal buru dan kebun buru (Tabel 2). Tabel 2 Taman buru, kebun buru dan areal buru di Indonesia No Nama Lokasi 1 Taman Buru Lingga Isaq Aceh Tengah, Aceh 2 Taman Buru Pulau Rempang Kepulauan Riau, Riau 3 Taman Buru Pulau Pini Nias, Sumut 4 Taman Buru Gunung Nanu ua Bengkulu Utara 5 Taman Buru Semidang Bukit Kabu Bengkulu Utara 6 Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi Sumedang/Garut, Jabar 7 Taman Buru Landusa Tomata Sulawesi Tengah 8 Taman Buru Komara Takalar, Sulsel 9 Taman Buru Karakelang Utara dan Selatan Sangihe Talaud, Sulut 10 Taman Buru Padamarang Mata Osu Kolaka, Sulteng 11 Taman Buru Pulau Moyo Sumbawa, NTB 12 Taman Buru Dataran Bena Timor Tengah Selatan, NTT 13 Taman Buru Pulau Ndano Kupang, NTT 14 Taman Buru Pulau Rusa Alor, NTT 15 Cikidang Hunting Resort Sukabumi, Jabar Pengusahaan taman buru maupun kebun buru diatur dalam PP No.13/1994 tentang Perburuan Satwa Buru bahwa pelaksanaannya memegang teguh asas konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pengusahaan taman buru dan kebun buru ini meliputi usaha perburuan serta penyediaan sarana dan prasarana perburuan. Izin mengadakan pengusahaan perburuan diberikan oleh Menteri serta mendapat pertimbangan dari Menteri yang menangani urusan kepariwisataan dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1. Izin untuk melakukan pengusahaan taman buru dan kebun buru diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang. Pengawasan terhadap kegiatan berburu dilakukan oleh Menteri. Aturan mengenai usaha perburuan diatur lebih lanjut dengan Permenhut P.17/Menhut-II/2010 Permohonan Pemberian dan Pencabutan Izin Usaha Taman Buru. Dalam Permenhut tersebut dijelaskan mengenai tata cara permohonan izin, tata cara pemberian izin, hak dan kewajiban pengusaha, perpanjangan izin
8 pengusahaan, berakhirnya izin usaha, tata cara pencabutan izin usaha, dan pengenaan sanksi. 3. Satwa buru dan musim berburu Satwa buru menurut peraturan merupakan satwa liar yang tidak dilindungi dan atau satwa dilindungi yang ditentukan oleh menteri sebagai satwa buru dalam keadaan tertentu. Satwa buru terbagi menjadi tiga yaitu burung, satwa kecil dan satwa besar. Musim berburu ditetapkan dengan pertimbangan persyaratan mengenai keadaan populasi dan jenis satwa buru, musim kawin, musim berbiak/bertelur, perbandingan jantan betina dan umur satwa (PP No.13/1994) Menurut Permenhut No. P.19/2010 mengenai Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru. Adapun tata cara penetapan jumlah satwa buru dilakukan dengan melakukan inventarisasi dan pemantauan, penetapan jenis satwa buru, dan penetapan jumlah satwa buru. Adapun jenis satwa liar yang ditetapkan sebagai satwa buru pada Tabel 3 (Permenhut P.70/2014). Tabel 3 Jenis satwa liar yang ditetapkan sebagai satwa buru
9 Permenhut No.P.69/2014 mengenai Penetapan Musim Berburu Satwa Buru menyebutkan bahwa penetapan musim berburu dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan populasi dan jenis satwa buru, di luar musim kawin/breeding, di luar musim bertelur/beranak, di luar musim menyusui/membesarkan anak, perbandingan jantan betina dan umur satwa buru. 4. Alat, akta dan izin berburu Alat berburu dapat terdiri dari senjata api buru, senjata angina, alat berburu tradisional dan alat berburu lainnya yang disesuaikan dengan jenis satwa buru. Akta buru terdiri dari akta buru burung, akta buru satwa kecil dan akta buru satwa besar. Pemegang akta buru harus berusia minimal 18 tahun, telah lulus ujian memperoleh akta buru dan membayar pungutan akta buru, dimana didalam akta buru akan memuat identitas pemburu, masa berlaku dan golongan satwa buru. Surat izin berburu memuat nomor akta buru, identitas pemburu, jenis dan jumlah satwa buru yang akan diburu, alat perburuan, tempat berburu, masa berlaku izin berburu, ketentuan larangan berburu dan sanksi (PP No.13/1994). Mengenai akta buru diatur lebih rinci dalam Permenhut No. P.31 /2009 tentang Akta Buru dan Tata Cara Permohonan Akta Buru. Adapun tata cara permohonan akta buru terdiri dari pengajuan permohonan akta buru kepada kepala UPT KSDA setempat, mengumpulkan persyarata, dan rekomendasi kepolisian. Izin perburuan diatur lebih rinci dalam Permenhut No. P.18/2010 tentang Surat Izin Berburu dan Tata Cara Permohonan Izin Berburu. Dimana tatacara pengajuan izin berburu diantaranya pemohon menajukan permohonan izin berburu kepada kepala UPT KSDA dan mengumpulkan persyaratan dokumen. 5. Hak dan kewajiban pemburu Pemburu yang telah memiliki izin berburu berhak untuk berburu di tempat yang ditetapkan dalam surat izin, serta memiliki dan membawa hasil buruannya. Selain itu pemburu memiliki kewajiban untuk memiliki izin berburu, menggunakan alat yang tercantum dalam izin berburu, melapor kepada pejabat dan kepolisian setempay saat dan setelah berburu, memanfaatkan hasil berburu,
10 didampingi oleh pemandu, berburu sesuai jenis dan jumlah berdasar izin dan memperhatikan keamanan masyarakat dan ketertiban (PP No.13/1994). Adapun hak pemegang izin buru dijelaskan kembali dalam Permenhut No. P.18/2010 tentang Surat Izin Berburu dan Tata Cara Permohonan Izin Berburu, dimana pemegang izin berburu berhak untuk melakukan kegiatan berburu: a. Pada tempat berburu sesuai yang ditetapkan dalam surat izin berburu. b. Selama jangka waktu yang ditetapkan dalam surat izin berburu. c. Pada musim berburu yang telah ditetapkan. d. Dengan jenis dan jatah buru sesuai yang ditetapkan dalam surat izin berburu. e. Menggunakan alat berburu sesuai jenis satwa buru yang akan diburu. 6. Larangan dan sanksi dalam perburuan Perburuan tidak boleh dilakukan dengan cara menggunakan kendaraan bermotor atau pesawat terbang sebagai tempat berpijak, menggunakan bahan peledak dan/atau granat, menggunakan binatang pelacak, menggunakan bahan kimia, membakar tempat berburu, menggunakan alat lain untuk menarik atau menggiring satwa buru secara massal, menggunakan jerat/perangkap dan lubang perangkap, menggunakan senjata api yang bukan untuk berburu (PP No.13/1994). Adapun larangan pemegang izin buru dijelaskan kembali dalam Permenhut No. P.18/2010 tentang Surat Izin Berburu dan Tata Cara Permohonan Izin Berburu. Dimana pemegang izin pemburu dilarang: a. Melakukan kegiatan berburu di luar tempat berburu yang telah ditetapkan dalam surat izin berburu. b. Melakukan kegiatan berburu melebihi jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat izin berburu. c. Melakukan kegiatan berburu di luar musim berburu yang telah ditetapkan. d. Melakukan kegiatan berburu tidak sesuai jenis dan melebihi jatah buru yang telah ditetapkan dalam surat izin berburu. e. Melakukan kegiatan berburu menggunakan alat berburu tidak sesuai dengan jenis satwa buru yang akan diburu. f. Memindah-tangankan izin berburu kepada orang lain.
11 Sanksi yang diberikan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam peraturan, dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat izin berburu dan tidak menutup kemungkinan dikenakan tuntutan pidana sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku 7. Pengawasan Pengawasan terhadap kegiatan perburuan satwa buru dilakukan oleh Menteri secara terkoordinasi dengan instansi Pemerintah yang terkait. Pengawasan pemburuan satwa buru bertujuan untuk mengendalikan kegiatan berburu agar Perburuan berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP No.13/1994). Adapun pengawasan pemegang izin buru berdasar Permenhut No. P.18/2010, dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan berburu sesuai yang ditetapkan dalam surat izin berburu, yang dilakukan oleh petugas UPT KSDA dan atau Kepala Kepolisian setempat dan atau Pemegang izin pengusaha taman buru/pemegang izin usaha kebun buru. 8. Kelembagaan yang mengatur perburuan Segala kegiatan perburuan diatur dalam peraturan dan kebijakan yang telah disebutkan sebutkan, dalam struktur kelembagaan yang terkait dengan perburuan diatur dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya (Ditjen KSDAE) yang disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Struktur organisasi DITJEN KSDAE
12 Ditjen KSDAE ini membawahi beberapa Direktorat yang mengatur perburuan yaitu, Direktorat Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam (Gambar 2), Direktorat Kawasan Konservasi (Gambar 3), dan Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (Gambar 4). Gambar 2 Struktur organisasi direktorat pemolaan dan informasi konservasi alam
13 Gambar 3 Struktur organisasi direktorat kawasan konservasi Gambar 4 Struktur organisasi direktorat pemanfaatan jasa lingkungan hutan konservasi Kelembagaan yang mengatur tentang perburuan diadakan untuk mengatur, membatasi, dan mengendalikan segala bentuk perburuan agar tujuan perburuan tetap kearah kelestarian spesies Indonesia. C. HAL-HAL YANG BELUM DIATUR DAN KEKURANGAN DALAM PERATURAN PERUNDANGAN 1. Peraturan mengenai pemanfaatan satwa atau perburuan secara tradisional oleh masyarakat sekitar hutan belum diatur dalam peraturan. Hal ini sangat penting karena masyarakat sekitar kawasan merupakan masyarakat asli yang banyak berinteraksi dan memanfaatkan potensi alam untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Dalam peraturan hanya sedikit satwa yang dapat diburu, padahal potensi satwa lain seperti kupu-kupu ataupun tumbuhan (jamur, anggrek dan lain sebagainya) yang belum diatur. Perlunya kajian mendalam mengenai potensi satwa/tumbuhan dari masing-masing lokasi buru yang dapat dibutu
14 3. Belum adanya penentuan kuota untuk setiap jenis satwa/tumbuhan yang dapat diburu oleh masyarakat. Kuota ini diharapkan merupakan kuota lokal dari masing masing lokasi berburu bukan merupakan kuota nasional. 4. Telah dijelaskan diatas mengenai keorganisasian dalam perburuan, bahwa keorganisasian perburuan di Indonesia masih rumit, dibuktikan dengan tersebarnya pengurusan perburuan yang berada pada 3 Direktorat. Hal ini menyebabkan dalam pengurusan kegiatan perburuan menyulitkan pemburu sehingga kegiatan berburu menjadi sedikit. Seharusnya pemerintah menyatukan urusan perburuan kedalam satu direktorat sehingga pengurusan perizinan dan lain sebagainya menjadi terfokus dan mudah. 5. Belum adanya alokasi pendanaan yang khusus ditujukan untuk meningkatkan kegiatan perburuan di Indonesia. Di Afrika sektor perburuan telah menjadi sektor utama penghasil devisa negara, hal ini dibuktikan dengan keseriusan pemerintah setempat dalam mengelola kegiatan perburuan ini. Sehingga seharunya hal ini diadaptasi oleh Indonesia supaya meningkatkan kegiatan perburuan dengan memberikan dana dalam pembangunannya. KESIMPULAN Kebijakan, perundangan, dan kelembagaan yang mengatur perburuan di Indonesia menunjukkan bahwa segala bentuk perburuan dimana pun dan dilakukan oleh siapa pun diharuskan melalui beberapa persyaratan, tahapan, dan ketentuan sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, Kegiatan perburuan tidak dapat dilakukan secara besar-besaran dan dilakukan secara terus menerus. Masih banyak kekurangan yang belum diatur dalam peraturan perundangundangan perburuan di Indonesia, sehingga diperlukan kajian lebih mendalam dan fokus dalam peningkatan pembangunan kegiatan perburuan di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA [USAID] United States Agency for International Development Perdagangan Satwa Liar, Kejahatan Terhadap Satwa Liar dan Perlindungan Spesies di Indonesia: Konteks Kebijakan dan Hukum Change for Justice Project. Jakarta (ID): USAID.
15 Gazalba, Sidi Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara Masigit Kareumbi Hukum, Aturan dan Perundangan Terkait Taman Buru dan Perburuan [Diakses ]. Tersedia pada aturan dan perundanganterkait taman buru/. Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta(ID): Sekretariat Negara Thohari AM, Masyud B, Takanjanji M Teknik Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) untuk Stok Perburuan. Bogor (ID): Seminar Sehari Prospek Penangkaran Rusa Timor Sebagai Stok Perburuan, Fakultas Kehutanan IPB.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN. Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014 BERBURU (PP. 13/1994 tentang Perburuan Satwa Buru) menangkap
Lebih terperinciKAJIAN SEJARAH PERBURUAN DI INDONESIA. Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
KAJIAN SEJARAH PERBURUAN DI INDONESIA Rizki Kurnia Tohir Fadlan Pramatana E351160106 E351160156 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya,
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13 TAHUN 1994 (13/1994) Tanggal : 16 APRIL 1994 (JAKARTA) Sumber : LN 1994/19; TLN NO. 3544
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya
Lebih terperinci2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1347, 2014 KEMENHUT. Satwa Buru. Musim Berburu. Penetapan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/Menhut-II/2014 TENTANG PENETAPAN MUSIM
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU Menimbang : a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak bernilai harganya,
Lebih terperinci2 Indonesia Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3544); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1349, 2014 KEMENHUT. Hasil Berburu. Memiliki. Izin. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.71/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN
Menimbang Mengingat PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 31/Menhut-II/2009 TENTANG AKTA BURU DAN TATA CARA PERMOHONAN AKTA BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciMENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: 543/Kpts-11/1997. TENTANG
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: 543/Kpts-11/1997. TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN BERBURU MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperincihakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber
Lebih terperinci2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.754, 2014 KEMENHUT. Tarif. Kegiatan Tertentu. Tata Cara. Persyaratan. Pembangunan PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.38/Menhut-II/2014 TENTANG TATA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang
Lebih terperinciTATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.7/IV-Set/2011 Pengertian 1. Kawasan Suaka Alam adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 03/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS TAMAN NASIONAL MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
Lebih terperinciMENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG
Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciTENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 02/Menhut-II/2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kehutanan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN KEGIATAN TERTENTU PENGENAAN TARIF Rp.0,00 (NOL RUPIAH) DI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan ekosistem alam karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciDIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI ALAM,
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Dan Konservasi Alam No. 66/Kpts/DJ_V/2000 Tentang : Kuota Pengambilan Tumbuhan Dan Penangkapan Satwa Liar yang Tidak Dilindungi Undang-Undang Dan Tidak Termasuk
Lebih terperinci2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan ekosistem alam karunia Tuhan Yang Maha
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEM ERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciKeputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar
Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa jenis tumbuhan dan satwa liar
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG PERTUKARAN JENIS TUMBUHAN ATAU SATWA LIAR DILINDUNGI DENGAN LEMBAGA KONSERVASI DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciOPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) BIDANG PHKA
OPTIMALISASI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) BIDANG PHKA Disampaikan oleh: Ir. Herry Prijono, MM Dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Tahun 2014 Tanggal
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 46/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU ATAU HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UDANG-UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman
Lebih terperinciMenteri Kehutanan Dan Perkebunan,
Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 449 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Burung Walet (Collocalia) Di Habitat Alami (In-Situ) Dan Habitat Buatan (Ex-Situ) Menteri Kehutanan Dan Perkebunan, Menimbang
Lebih terperinci2011, No c. bahwa dalam rangka menjamin kepastian terhadap calon pemegang izin pada areal kerja hutan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Menter
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.384, 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Kemasyarakatan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.52/Menhut-II/2011 TENTANG PERUBAHAN KETIGA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada
Lebih terperinciLampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi
I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 01/IV- SET/2012 TENTANG
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 01/IV- SET/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM, RENCANA KARYA LIMA TAHUN DAN RENCANA KARYA
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 178 TAHUN 2002 TENTANG IJIN HAK PENGUMPULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (IHPHH-BK) GUBAL GAHARU DAN KEMEDANGAN KEPADA CV. RIMBA FLORA GUBERNUR
Lebih terperinciTransnational Organized Crime (TOC)
Hukum di Indonesia untuk Melindungi Satwa Liar Ani Mardiastuti aniipb@indo.net.id Fakultas Kehutanan IPB Transnational Organized Crime (TOC) Terorisme Penyelundupan senjata Narkoba Kejahatan dunia maya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciMENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinciPERBANDINGAN PROSPEK PENGEMBANGAN KEGIATAN PERBURUAN RUSA DI KEBUN BURU PERUM PERHUTANI (BKPH JONGGOL) DAN TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN
PERBANDINGAN PROSPEK PENGEMBANGAN KEGIATAN PERBURUAN RUSA DI KEBUN BURU PERUM PERHUTANI (BKPH JONGGOL) DAN TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN Rizki Kurnia Tohir E351160106 Dosen Dr Ir Agus Priyono
Lebih terperinciB015. KEBIJAKAN PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) OLEH MASYARAKAT (STUDI KASUS DI NUSA TENGGARA BARAT)
B015 KEBIJAKAN PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) OLEH MASYARAKAT (STUDI KASUS DI NUSA TENGGARA BARAT) 1 Rubangi Al Hasan, M.M. Budi Utomo 1 Balai Penelitian Kehutanan Mataram Jl. Dharma Bhakti
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.
13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN
Lebih terperinciTENTANG. yang. untuk. dalam. usaha
1 B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 330). PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a.
Lebih terperinci2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer
No. 1446, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Suaka Alam. Pelestarian Alam. Kawasan. Kerjasama. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.85/Menhut-II/2014
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)
Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperincisebagai Kawasan Ekosistem Esensial)
UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciUndang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya
Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN 1990 (5/1990) Tanggal : 10 AGUSTUS 1990 (JAKARTA) Sumber :
Lebih terperinci-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2017 KEMEN-LHK. Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran. Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
Lebih terperinciNOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG IJIN HAK PENGUMPULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (IHPHH-BK) GUBAL GAHARU DAN KEMEDANGAN KEPADA CV. CAHAYA UTAMA PAPUA GUBERNUR
Lebih terperinciPP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)
Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA
KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 75 Telp. / Fax ( 0565 ) 23521 Sintang 78611
Lebih terperinci2011, No Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tah
No.385, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN. KEHUTANAN. Hutan Desa. Perubahan PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/Menhut-II/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DI WILAYAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2004 TENTANG IJIN HAK PENGUMPULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (IHPHH-BK) GUBAL GAHARU DAN KEMEDANGAN KEPADA CV. JAYA MANOKWARI JAYA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kehutanan;
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan : 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Perintah, Pemerintah
Lebih terperinciPOLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E
POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS
Lebih terperinciMEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber
Lebih terperinci2016, No d. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, sudah tidak sesuai dengan
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.204, 2016 KEMEN-LHK. UPT Taman Nasional. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.7/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016 TENTANG
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciVI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA
VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN
SALINAN BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciMENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ATAU PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ATAU PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa
Lebih terperinciTENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar
Lebih terperinciKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.56/Menhut-II/2014 TENTANG MASYARAKAT MITRA POLISI KEHUTANAN
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.56/Menhut-II/2014 TENTANG MASYARAKAT MITRA POLISI KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPengelolaan dan Pengawasan Sumber Daya Genetik serta Scientific Access bagi Peneliti Asing
Pengelolaan dan Pengawasan Sumber Daya Genetik serta Scientific Access bagi Peneliti Asing Sosialisasi dan Diskusi tentang Perizinan Penelitian Asing Di Universitas Brawijaya, Malang 29 Juli 2016 Oleh:
Lebih terperinci2 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembar
No.1442, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Inventasrisasi Potensi. Kawasan Suaka Alam. Kawasan Pelestarian Alam. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.81/Menhut-II/2014
Lebih terperinci