FAKTOR RISIKO PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP KEJADIAN KETOMBE PADA MAHASISWI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR RISIKO PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP KEJADIAN KETOMBE PADA MAHASISWI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA"

Transkripsi

1 FAKTOR RISIKO PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP KEJADIAN KETOMBE PADA MAHASISWI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Laporan Penelitian ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : AVISSA MADA VASHTI NIM : PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M

2

3

4

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang tela diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Laporan penelitian ini berjudul Faktor Risiko Penggunaan Jibab Dengan Kejadian Ketombe pada Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan laporan penelitian ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, dan Dra. Delina selaku Dekan dan Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Witri Ardani Sp.GK M.GK selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Fika Ekayanti M.Med.Ed selaku dosen pembimbing I dan dr. Lady CC Koesoema Sp.KK sebagai pembimbing II yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan riset ini. 4. dr. Rahmatina, Sp.KK dan dr. Risahmawati, Ph.D selaku penguji sidang riset yang memberi banyak masukan pada revisi riset ini. 5. dr. Flori Ratnasari Ph.D selaku penanggung jawab riset PSPD 2011 yang selalu membantu pelaksanaan riset dan mengingatkan kami untuk segera menyelesaikan riset. 6. Bapak, Ibu dosen, dan segenap Civitas Akademika FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis. v

6 7. Ibunda Martinah dan Ayahanda Danang Tri Saptaka, adikku Anandityo Rama Aji serta Tante Marsiyah yang selalu memberikan motivasi baik moril maupun materil, kasih sayang serta doa yang tulus untuk penulis 8. Teman seperjuangan riset yang selalu memberikan masukkan dan selalu mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan riset 9. Nadisha Refira atas motivasi dan semangat yang diberikan kepada penulis 10. Teman-teman penulis Wulan Roudotul Zannah, Silmi Lisani Rahmani, Annisa Zakiroh, Rissa Adinda Putri, Farah Nabila Rahma atas dukungan serta motivasi nya kepada penulis 11. Teman-teman seangkatanku di Program Studi Pendidikan Dokter 2011 yang telah memberikan banyak ilmu dan kebersamaan selama 3 tahun ini. 12. Teman-teman dan pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Ciputat, 4 September 2014 Penulis vi

7 ABSTRAK LATAR BELAKANG Penggunaan jilbab berkaitan dengan kelembaban kulit kepala. Kelembaban merupakan salah satu penyebab terjadinya ketombe yang ditandai dengan ditemukannya sisik tipis pada kulit kepala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penggunaan jilbab yang berpengaruh terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penggunaan jilbab yang berpengaruh terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta METODE PENELITIAN Penelitian analitik kasus kontrol dengan teknik purposive sampling. Subjek yang digunakan 204 orang yang terdiri dari 102 kelompok mahasiswi berketombe dan 102 kelompok mahasiswi tidak berketombe. Penelitian ini menggunakan kuesioner. Data akan dianalisis menggunakan chi square HASIL Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko pemakaian jilbab terhadap kejadian ketombe adalah pemakaian jilbab berwarna gelap (p = 0,001; OR = 2,611 ; Cl 95% 1,484-4,593), pemakaian jilbab lebih dari satu lapis (p = 0,001; OR = 3,011 ; Cl 95% 1,578-5,746), pemakaian warna lapis jilbab gelap dibandingkan dengan pemakaian warna lapis jilbab terang dan tidak menggunakan lapis jilbab ( p = 0,014 ; OR = 2,465 ; Cl 95% 1,118-5,112), penggunaan ciput (p = 0,08 ; OR = 2,193 Cl 95% 1,218-3,950), dan penggunaan warna ciput berwarna gelap dibandingkan dengan penggunaan ciput berwarna terang dan tidak menggunakan ciput (p = 0,017; OR = 1,960 Cl 95% 1,123-3,420) Kata kunci: Faktor risiko ketombe, jilbab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta vii

8 ABSTRACT Avissa Mada Vashti. Medical Education Study Program. Risk factors of the use of hijab toward incidence of dandruff on female students in Syarif Hidayatullah State Islamic University. BACKGROUND Dandruff is an abnormal desquamation of scalp skin caused by humidity. Wearing hijab related to the high humidity of scalp skin. Humidity is one of dandruffs risk factors that signed by scale on the human scalp. OBJECTIVES This research aimed to find the risk factor of the use of hijab toward the incidence of dandruff on female students in Syarif Hidayatullah State Islamic University. METHOD This research used a case control study. The subjects selected using purposive sampling method. The amount of subjects was 102 female students with dandruff and 102 female students without dandruff. Answered questionnaire obtained from each subjects. Data analyzed using chi-square test. RESULTS Results of this research showed that risk factor of the use of hijab toward the incidence of dandruff are wearing dark-colored hijab (p = 0,01; OR = 3,011; Cl95% 1,578-5,7468), wearing hijab more than one layer (p = 0,001 ; OR = 3,011 ; Cl 95% 1,578-5,746), wearing dark-colored hijab layer compared with wearing bright-colored and doesn t wear hijab layer (p = 0,014 ; OR = 2,465 ; Cl 95% 1,118-5,1120), wearing ciput (p = 0,08 ; OR = 2,193 Cl 95% 1,218-3,950), and wearing dark-colored ciput compared with wearing bright-colored and doensn t wear ciput (p = 0,017 ; OR = 1,960 ;1,123-3,420) Key words : risk factors of dandruff, hijab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta viii

9 DAFTAR ISI LEMBAR SAMPUL i LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.. iii LEMBAR PENGESAHAN. iv KATA PENGANTAR. v ABSTRAK... vii DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR BAGAN.. xi DAFTAR LAMPIRAN xii BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian 5 BAB II Tinjauan Pustaka Landasan teori Anatomi dan Fisiologi Kulit Kepala Anatomi Kulit Kepala Fisiologi Kulit Kepala Ketombe Definisi Epidemiologi Etiologi Patofisiologi Ketombe Jilbab.. 20 ix

10 Definisi Sejarah jilbab Jilbab di Indonesia Faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian Ketombe Kerangka teori Kerangka konsep Definisi oprasional. 31 BAB III METODE PENELITIAN Desain penelitian Tempat dan waktu peneli Populasi dan sampel Jumlah sampel Kriteria sampel Cara kerja penelitian Variabel yang diteliti Managemen data Pengohan data Analisa data 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum peraturan mahasiswa UINSH Gambaran umum sampel penelitian Uji validasi dan reabilitas kuesioner Uji validasi kuesioner Uji reabilitas kuesioner Analisa data Karakteristik responden Distribusi Responden Berdasarkan Usia Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas Gejala kelembaban rambut x

11 Distribusi Gejala Rambut Rontok setelah 44 penggunaan jilbab Distribusi gejala Rambut Gatal pada Responden Distribusi gejala rambut gatal setelah menggunakan 45 Jilbab Perawatan rambut responden Distribusi penggunaan jenis sampo pada 46 responden Distribusi mengerimgkan rambut sebelum menggunakan 47 jilbab Kebiasaan penggunaan jilbab Distribusi lama penggunaan jilbab dengan kejadian 48 ketombe Analisis hubungan antara lama pemnggunaan jilbab dengan 48 Kejadian ketombe Analisis warna jilbab yang digunakan dengan kejadian 48 ketombe Analisis jumlah lapisan jilbab yang figunakan dengan kejadian 49 Ketombe Analisis warna lapis jilbab yang digunakan dengan kejadian 5 0 Ketombe Analisis hubungan penggunaan ciput dnegan kejadian 51 ketombe Analisis hubungan penggunaan warna dalamandengan kejadian 53 ketombe... BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran. 57 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL RESPONDEN Tabel 2.1. Definisi Oprasional Tabel 3.1. Gambaran Waktu Penelitian Tabel Distribusi Frekuensi Usia Responden Tabel Distribusi Frekuensi Fakultas Responden Tabel Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Rontok Setelah Menggunakan Jilbab Tabel Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Gatal pada Responden Tabel Distribusi Frekuensi Gejala Rambut Gatal setelah Menggunakan Jilbab Tabel Distribusi Frekuensi Penggunaan Jenis Sampo Responden Tabel Distribusi Frekuensi Kebiasaan Mengeringkan Rambut Sebelum Menggunakan Jilbab Tabel Distribusi Frekuensi Lama Penggunaan Jilbab Tabel Hubungan Lama penggunaan Jilbab dalam Satu Hari dengan Kejadian Ketombe Tabel Hubungan Warna Dominan Jilbab yang digunakan dengan Kejadian Ketombe Tabel Hubungan Lapis Jilbab Responden dengan Kejadian Ketombe Tabel Hubungan Warna Lapis Jilbab dengan Kejadian ketombe Tabel Hubungan Kebiasaan Penggunaan Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe Tabel Hubungan Penggunaan Warna Dalaman Jilbab dengan Kejadian Ketombe xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1.Struktur Anatomi Kepala... 7 Gambar 2.2.Lapisan Kulit... 8 Gambar 2.3.Lapisan Epidermis Gambar 2.4.Komponen Sebum Manusia Gambar 2.5.Peranan Malassezia pada Ketombe Gambar 2.6.Patofisiologi Ketombe Gambar 2.7.Mekanisme pengeluaran panas dari dalam tubuh Gambar 2.8. Ilustrasi absorbs dan refleksi cahaya xiii

14 DAFTAR BAGAN Bagan 2.1. Klaifikasi Serat bahan 25 Bagan 2.2. Kerangka Teori 29 Bagan 2.3 Kerangka Konsep 30 Bagan 3.1 Alur Penelitian 36 xiv

15 DAFTAR GRAFIK Grafik 2.1. Temuan pada kulit kepala ketombe, dermatitis seboroik, dan normal. 19 xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji Statistik Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup xvi

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ketombe adalah kelainan pada kulit kepala yang mengenai hampir setengah penduduk dunia pada segala usia dan pada setiap jenis kelamin dan etnis. (1) Pada penelitian yang dilakukan oleh Rudramurthy dengan judul Malassezia Spp and Dandruff angka kejadian ketombe lebih besar pada wanita dibandingkan pada pria dengan presentase 61% pada wanita dan 39% pada pria. (2) Tetapi, menurut Fredick Manuel dan Ranganathan melalui jurnal yang berjudul A New Postulate on Two Stages of Dandruff: A Clinical Perspective menyatakan ketombe lebih memungkinkan terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita karena wanita lebih banyak menggunakan produk perawatan rambut yang tepat dan wanita memiliki rambut yang lebih lebat sehingga ketombe dapat tertutup. Akibatnya, pelaporan insiden ketombe pada wanita lebih sedikit dibandingkan dengan pria. (3) Secara spesifik angka kejadian ketombe jarang pada anak, meningkat pada remaja dan dewasa muda kemudian menurun kembali pada usia 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan aktivitas kelenjar sebasea. (4) Angka kejadian ketombe juga meningkat akibat genetik, makanan yang berlemak tinggi, stress dan variasi musim. (5), (6) Variasi musim akan menyebabkan perubahan temperatur dan kelembaban lingkungan. (5) Menurut Penelitan yang dilakukan oleh Gaitanis Georgious, et al melalui jurnal The Malassezia Genus In Skin and Systemic disease menyatakah bahwa ketombe lebih umum terjadi pada lingkungan yang memiliki kelembababan yang tinggi dan panas. Lingkungan yang lembab dan panas dapat menjadi habitat yang baik bagi pertumbuhan jamur Malassezia. (7) Malassezia adalah jamur yang menyebabkan deskuamasi dari kulit kepala melebihi normal. Hal ini menyebabkan pengelupasan stratum korneum 1

18 2 epidermis dari kulit kepala sehingga menghasilkan sisik tipis yang berbentuk (5), (8) serpihan atau bulat seperti debu yang dikenal dengan ketombe. Di Indonesia sendiri, belum ada data yang jelas mengenai angka kejadian ketombe walaupun, Indonesia termasuk negara yang lembab dan panas karena Indonesia adalah negara yang dilalui oleh garis khatulistwa (9) Penggunaan jilbab juga erat kaitannya dengan kelembaban dan panas akibat pola perawatan rambut yang salah dan penggunaan jilbab yang tidak benar. (10) Pada penelitian yang dilakukan oleh Siti mengenai hubungan Pengguaan Jilbab dengan Kejadian Ketombe pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS, didapatkan risiko terjadinya ketombe yang mengalami peningkatan sebesar 7,57 kali pada mahasiswi yang menggunakan jilbab dibandingkan yang tidak menggunakan jilbab. (11) Pemakaian jilbab pada wanita adalah perintah dari Allah Swt yang disampaikan melalui Muhammad Saw kepada wanita muslimah yang sifatnya adalah wajib. Sehingga, apabila perintah pemakaian jilbab tidak dijalankan termasuk dosa besar yang melanggar ketentuan Allah Swt. (12) Kewajiban pemakaian jilbab oleh wanita muslimah dijelaskan pada surat Annur: 31 dan Al-Ahzab: 59 An-nur ayat 31 Dan hendaklah mereka menutupkan khimar (kain kerudung) mereka ke dada mereka.

19 3 Al-ahzab ayat 59 Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah lagi maha pengampun dan bijaksana. (13) Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk agama Islam. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2010 jumlah penduduk Islam di Indonesia mencapai 87,18 %. (14) Sehingga banyak instansi, institusi dan pelayanan publik di Indonesia yang menerapkan hukum-hukum Islam termasuk hukum memakai jilbab sebagai syarat wajib yang harus dipenuhi pada instansi, institusi dan pelayanan publik tersebut. Sebagai contoh pada institusi pendidikan tingkat universitas yang menerapkan peraturan kewajiban penggunaan jilbab pada mahasiswi di universitas tersebut. Seperti pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayaullah Jakarta. Peraturan penggunaan Jilbab di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tertuang pada tata tertib mahasiswa perguruan tinggi agama Islam Pasal tiga tentang kewajiban dan hak mahasiswa butir enam berpakaian sopan, rapi, bersih dan menutup aurat terutama pada saat kuliah, ujian, dan ketika berurusan dengan dosen, karyawan, maupun pimpinan. Khusus bagi mahasiswi wajib berbusana muslimah sesuai dengan syariat Islam. Peraturan mengenai pakaian yang dikenakan mahasiswa juga berada pada kode etik mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 073 A Tahun 2002 Bab IV Pasal enam poin d tentang busana

20 4 mahasiswa ditegaskan bahwa mahasiswa harus mengenakan pakaian muslim. (15) Atas dasar yang telah dikemukakan tersebut, Peneliti ingin mengetahui faktor risiko pemakaian jilbab terhadap timbulnya ketombe pada mahasiswi UIN Jakarta Rumusan Masalah Sesuai yang telah dipaparkan pada latar belakang, rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah terdapat hubungan faktor risiko lama penggunaan jilbab perhari, warna jilbab yang digunakan, lapis jilbab yang digunakan, warna lapis jilbab yang digunakan, dalaman jilbab yang digunakan, dan warna dalaman yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta? 1.3. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah Terdapat hubungan faktor risiko lama penggunaan jilbab perhari, warna jilbab yang digunakan, lapis jilbab yang digunakan, warna lapis jilbab yang digunakan, dalaman jilbab yang digunakan, dan warna dalaman yang digunakan dengan kejadian ketombe Tujuan Tujuan umum a. Mengetahui gambaran faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi UIN Syarif Hidayatatullah Jakarta Tujuan Khusus a. mengetahui hubungan faktor risiko lama penggunaan jilbab perhari terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

21 5 b. mengetahui hubungan faktor risiko warna jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta c. Mengetahui hubungan faktor risiko lapis jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta d. Mengetahui hubungan faktor risiko warna lapis jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta e. Mengetahui hubungan faktor risiko dalaman jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta f. Mengetahui hubungan faktor risiko warna dalaman jilbab yang digunakan terhadap kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1.5. Manfaat penelitian Manfaat bagi peneliti a. Sebagai sarana pembelajaran bagi peneliti dalam bidang riset b. Sebagai persyaratan kelulusan pendidikan klinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Manfaat Bagi Institusi a. Sebagai bahan rujukan tentang penelitian selanjutnya terkait kejadian ketombe dalam hubungannya dengan pemakaian jilbab Manfaat bagi Masyarakat a. Meningkatkan pengetahuan tentang ketombe pada masyarakat

22 6 b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor risiko penggunaan jilbab terhadap kejadian Ketombe

23 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka teori Anatomi dan Fisiologi Kulit kepala Anatomi Kulit Kepala Gambar 2.1 Struktur Anatomi Kepala (sumber : Clinical Anatomy by Systems, Richard S. Snell.2007) Dari gambar diatas, dapat diamati apabila kulit adalah lapisan pertama dari lapisan kepala. Lapisan Kepala sering disingkat menjadi Scalp (skin, connective tissue, aponeurosis, loose connective tissue, pericarnium). Snell, Richard S Clinical Anatomy By Systems. Lippicont Williams & Wilkins/Wolters Kluwer Health Inc: USA (16) 7

24 Fisiologi dari Kulit Kulit kepala terdiri dari tiga bagian yaitu epidermis, dermis dan hipodermis. Secara garis besar fungsi dari ketiga lapisan ini adalah : A. Epidermis Sebagai mekanisme pertama dari pertahanan tubuh (innate imun), pelindung dari sinar ultraviolet. Penyusun utama dari epidermis adalah sel keratinosit yang berfungsi untuk memproduksi keratin. Keratin berfungsi sebagai properti proteksi. Keratin ini juga berfungi sebagai pembentukan lapisan epidermis. Gambar 2.2 Lapisan Kulit (sumber : Gerard J. Tortora, Principles of Anatomy And Physiology 12 th edition.2009)

25 9 a. Lapisan pada Epidermis 1. Statum Basal Stratum basal adalah lapisan terdalam pada kulit. Lapisan basal terdiri dari satu baris sel kuboid atau kolumnar keratinosit. Pada lapisan basal banyak ditemukan stem cell yang dapat mengalami proliferasi menghasilkan keratinosit-keratinosit baru. Nukleus pada lapisan basal besar, dan sitoplasma nya terdiri dari banyak ribosom, kompleks golgii, dan reticulum endoplasma. Pada stratum basal juga terdapat tonofilamen yang akan mengikat desmosom. Tonofilamen akan berikatan pada tiga tempat: 1. Stratum basal, 2. Stratum spinosum yang berdekatan dan 3. Sel keratinosit pada membran dasar melalui hemidesmosom. 2. Stratum Spinosum Stratum spinosum terdiri dari 8-10 lapisan sel keratinosit dengan kumpulan dari tonofilamen, keratinosit pada lapisan sudah saling berdekatan. Pada stratum spinosum juga terdapat sel langerhand dan projeksi dari melanosit. 3. Stratum Granulosum Stratum granulosum terdiri dari 3-5 lapisan sel keratinosit yang mulai apoptosis. Nukleus pada lapisan ini mulai berdegerenasi, dan tonofilamen lebih terlihat. Pada lapisan ini dapat ditemukan keratohialin yang akan merubah tonofilamen menjadi keratin. Keratinosit rusak selama apoptosis. keratinosit Pada lapisan ini juga terdapat membran yang dilapisi granula lamellar yang bertugas mensekresikan lemak. Lemak ini akan mengisi antara sel pada stratum granulosum, stratum lusidum dan stratum korneum. Lemak berfungsi untuk menjaga kehilangan air. Nukleus pada lapisan stratum granulosum rusak akibat proses apoptosis, sehingga keratinosit tidak dapat membawa hasil metabolik sehingga keratinosit mati.

26 10 4. Stratum Lusidum Stratum lusidum hanya hadir pada kulit yang tebal 5. Stratum Korneum Pada stratum korneum terdapat lapisan sel keratinosit mati yang terdiri dari banyak protein keratin. Keratinosit yang mati akan dilepaskan dan digantikan dengan keratinosit baru pada lapisan yang lebih dalam. Gambar 2.3. Lapisan pada epidermis (sumber: Gerard J. Tortora, Principles of Anatomy And Physiology 12 th edition.2009) B. Dermis Lapisan pada dermis adalah elemen struktur yang paling besar. Di dermis terdapat matriks fibrosa, jaringan vaskular, jaringan limfatik, jaringan saraf, fibroblas predominan, makrofag dan sedikit adiposit pada perbataasan dari lapisan sebasea. Di dermis juga terdapat kelenjar sebasea. Dermis terdiri dari

27 11 regio papilar dan regio retikular. Regio papilar terdiri dari jaringan ikat areolar dengan kolagen yang tebal dan jaringan elastik yang halus. Pada regio papilar juga terdapat ujung saraf bebas. Regio retikular terdiri dari jaringan ikat padat dengan gulungan kolagen dan serat elastin. Tempat diantara serat terdiri dari sel adiposit, folikel rambut, saraf, kelenjar sebasea, dan kelenjar sudorifera. a. Kelanjar Sebasea Kelenjar sebasea terkoneksi dengan folikel rambut. Sekresi dari kelenjar sebasea berada di dermis dan kemudian berjalan menuju leher dari folikel rambut. Sebum berfungsi untuk melapisi permukaan rambut, mencegah mereka untuk kering dan menjadi rapuh. Sebum juga berfungsi untuk mencegah evaporasi dari air yang sangat luas dari kulit agat kulit menjadi lembut. C. Hipodermis Hipodermis berperan sebagai integritas mekanik. Banyak sekali pembuluh darah dan saraf yang berkaitan dengan kulit kepala secara fungsional sama dengan kulit yang menutupi seluruh tubuh. Proses pelepasan stratum korneum sebagai proses regular yang terjadi pada kulit kepala juga sama prosesnya diseluruh bagian kulit yang menutupi bagian tubuh. (17) Ketombe Definisi Ketombe atau dandruff (dandruff, dandriffe) berasal dari bahasa Anglosaxon kombinasi dari tan yang berarti tetter (penyakit kulit yang menyebabkan gatal) dan drof yang berarti dirty (kotor). (1) Ketombe biasa dikenal melalui berbagai istilah medis seperti pityriasis capitis, seborrhea sicca, pityriasis sicca, sicca capitis, atau dermatitis seboroik ringan pada bagian kepala. (6) menurut kamus kedokteran Dorland ketombe dapat diartikan menjadi dua pengertian. Pertama ketombe dapat diartikan

28 12 sebagai benda bersisik yang terlepas dari epidermis. Pelepasan ini dapat tergolong normal atau berlebihan. Yang kedua ketombe dapat diartikan sebagai dermatitis seboroik. (8) Ada dua pendapat berbeda mengenai pengertian ketombe dalam hubungannya dengan dermatitis seboroik. Pendapat pertama menyatakan ketombe adalah bentuk non inflamasi dari dermatitis seboroik atau bentuk ringan dari dermatitis seboroik. (5) Pendapat ini diperkuat dengan ditemukannya jumlah nukleus yang berbeda pada kulit kepala normal, kulit kepala dengan ketombe, dan kulit kepala dengan dermatitis seboroik. Pada kulit kepala normal ditemukan nukleus sebanyak 3700 sel/sq cm, pada kulit kepala dengan ketombe ditemukan nukleus sel sebanyak sel/sq cm, dan pada kulit kepala dengan dermatitis seboroik ditemukan nukleus sel sebanyak sel/sq cm. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kulit kepala dengan ketombe dan kulit kepala dengan dermatitis seboroik memiliki jumlah nukleus yang lebih banyak akibat proses deskuamasi fisiologis yang berlebihan pada waktu yang cepat. Hal ini menyebabkan retensi nukleus pada sel stratum korneum yang tidak memiliki banyak waktu untuk matang secara sempurna. (18) Data ini juga memberikan informasi bahwa kulit kepala dengan dermatitis seboroik memiliki nukleus tidak matang yang lebih banyak dibandingkan dengan kulit kepala dengan ketombe. Pendapat kedua menyatakan ketombe adalah manifestasi dari dermatitis seboroik pada bagian kulit kepala. Pendapat ini menyatakan bahwa dermatitis seboroik memiliki berbagai macam manifestasi pada daerah tertentu termasuk pada kulit kepala. (4) Pernyataan ini dapat diketahui bahwa ketombe adalah salah satu bentuk dari dermatitis seboroik Epidemiologi Ketombe mengenai lebih dari 50 persen populasi didunia dan meningkat setiap tahunnya. (1) Ketombe adalah penyakit kepala yang paling sering diderita oleh remaja dan dewasa muda, kemudian mulai jarang pada orang tua berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan aktivitas

29 13 sebum pada manusia. Ketombe juga sering terjadi pada bayi yang baru lahir (cradle cap) (1) Prevalensi ketombe meningkat pada populasi yang padat walaupun ketombe tidak ditularkan melalui kontak manusia. Hal ini berkaitan dengan keadaan lingkungan pada populasi tersebut (2) Di Indonesia sendiri, banyak masyarakat menderita ketombe karena Indonesia adalah negara tropis. Seluruh wilayah di Indonesia tropis akibat wilayah di Indonesia dilewati oleh garis khatulistiwa. Suhu pantai atau laut di Indonesia rata-rata 28 derajat Celsius sedangkan suhu daerah pedalaman dan pegunungan berkisar 26 derajat Celsius dan suhu gunung yang lebih tinggi berkisar 23 derajat Celsius. Area di Indonesia juga termasuk lembab dengan kelembaban 70 hingga 90 persen. (19) Meskipun belum ada penelitian yang jelas tentang angka kejadian ketombe di Indonesia Etiologi Etiologi dari ketombe bergantung dari tiga faktor, yaitu aktivitas kelenjar sebasea, metabolisme mikroflora, dan kerentanan individu. a. Aktivitas kelenjar sebasea Kelenjar sebasea adalah tipe dari kelenjar holokrin pada bagian dermis yang mensekresikan produk berupa sebum menuju folikel rambut. Aktivitas dari kelenjar sebasea ini berhubungan dengan peningkatan angka kejadian ketombe pada masa bayi (cradle cap), dan terus meningkat pada usia remaja dan dewasa muda dan menurun pada umur lebih dari 50 tahun. Ketombe dapat muncul pada kulit kepala yang kaya akan sebum.

30 14 Pada kulit sebum berfungsi untuk transportasi dari antioksidan, proteksi, panas kulit, diferensiasi epidermal, dan juga proteksi dari UV. Sebum terdiri dari trigliserida, asam lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol, kolesterol ester, dan squalene. Gambar 2.4 Komponen Sebum Manusia (Sumber : L, Thomas and Dawson Jr. Malassezia Globosa and Restritica : Breathrough Understanding of the Etiology and Treatment of Dandruff and Seborrheic Dermatitis through Whole-Genom Analysis.2007) Trigliserida dan ester yang merupakan komponen dari sebum akan dipecah oleh mikroflora Menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan memulai respon iritan, termasuk hiperproliferasi dari kulit kepala. Pemecahan dari sebum menjadi bahan yang iritatif menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyabab primer dari ketombe. Ketombe bisa ditemukan pada kulit

31 15 kepala yang terdiri dari banyak sebum atau tidak hal ini juga menunjukkan bahwa sebum bukan merupakan penyebab primer dari ketombe b. Metabolime Mikroflora Pada kulit manusia terdapat flora normal seperti pada organ tubuh lain. Salah satu flora normal yang berada di kulit adalah jamur dari genus Malassezia. Walaupun Malassezia adalah flora normal kulit tetapi Malassezia sangat berperan pada kelainan pada kulit salah satunya adalah ketombe. Pada abad ke 20 nama jamur Malassezia diubah menjadi Pityrosporum, meskipun nama Malassezia yang lebih banyak digunakan. Malassezia disinyalir menjadi penyebab primer dari ketombe. Malassezia dapat menyebabkan suatu kelainan apabila jumlahnya berlebih. Ketika jumlahnya normal, Malassezia hanya menjadi jamur komensal. Malassezia banyak ditemukan di daerah dengan suhu yang panas dan lembab. Malassezia diklasifikasikan menjadi dua spesies yaitu : lipid dependent spesies yang terdiri dari M.globosa, M.Restritica, M. Furfur, M.Obtusa, M.slooffiae, M. Syympodialis, M. Japonica, M. Nana, M. Dermatis, dan M. Sympodialis, dan Nonlipid dependent spesies yang terdiri dari zoopholix species, dan M. pachydermatis. Malassezia globosa dan Malassezia Restritica adalah jenis Malassezia yang sering menyebabkan kelainan pada kulit kepala. Faktor risiko sebum dan metabolisme mikroflora Malassezia sangat berkaitan erat. Mikroflora Malassezia hidup didaerah kaya sebum. Malassezia mensekresi enzim hidrolitik termasuk lipase menuju extraseluler millieu. Enzim lipase akan menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak tersaturasi spesifik dan asam lemak tidak tersaturasi serta gliserol. Asam lemak tersaturasi digunakan Malassezia untuk berproliferasi sedangkan asam lemak tidak tersaturasi yang akan mengiritasi kulit kepala dengan merusak barier pertahanan kulit yang akan menyebabkan deskuamasi dari kulit kepala.

32 16 Gambar 2.5 Peranan Malassezia dalam Ketombe (Sumber : L, Thomas and Dawson Jr. Malassezia Globosa and Restritica : Breathrough Understanding of the Etiology and Treatment of Dandruff and Seborrheic Dermatitis through Whole-Genom Analysis. 2007) c. Kerentanan Individu Kerentanan individu menjadi salah satu faktor dalam perkembangan dari ketombe. Belum diketahui secara pasti bagaimana kerentanan individu dapat memengaruhi ketombe. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan dari fungsi barier dari stratum korneum, perbedaan respon imun dari protein dan polisakarida yang berasal dari Malassezia dari setiap individu. (20)

33 Patofisiologi Ketombe Terdapat empat rentetan kejadian pada patofisologi dari ketombe 1. Ekosistem dari Malasseszia dan interaksi dari Malassezia pada epidermis 2. Inisiasi dan perkembangan dari proses inflamasi 3. Proses Kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis 4. Kerusakan barrier secara fungsional maupun struktural (21) Gambar 2.6. Patofisiologi Ketombe (sumber: Schwartz, James R, dkk. A comprehensive patophysiology of Dandruff and Seborrheic Dermatitis-Toward a More Precise Definition of scalp Health.2013)

34 Gejala dan Tanda Ketombe Gejala dan tanda ketombe berhubungan dengan alur patofisiologi timbulnya ketombe. a. Infiltrasi dari jamur Malassezia pada stratum korneum epidermis. Jamur Malassezia adalah jamur komensal pada daerah kaya sebum. Jamur Malassezia dapat menginfiltrasi stratum korenum dari epidermis. Jamur Malassezia akan memecah komponen sebum (Trigiserida menjadi asam lemak yang tersaturasi spesifik dan asam lemak tidak tersaturasi spesifik ) dimana hal ini akan menimbulkan gejala Inflamasi dan sisik yang merupakan rangkaian patofisiologi Malassezia berikutnya. b. Inisiasi dan perkembangan dari Proses Inflamasi Pada tahap ini, gejala yang timbul adalah munculnya eritema, gatal, panas, terasa terbakar, terganggunya kualitas dari rambut. Pada proses ini, gejala yang timbul tergantung dari tingkatan keparahan dari dermatitis seboroik. Dimana ketombe merupakan tingkatan dermatitis seboroik yang paling rendah, dimana biasanya tidak sampai ditemukan tanda-tanda inflamasi seperti pada dermatitis seboroik atau biasanya tanda inflamasi yang terjadi hanya eritema. Inisiasi dari proses inflamasi disebabkan oleh peangktifan mediator inflamasi karena infiltrasi jamur Malassezia pada stratum korneum epidermis. Sitokin yang teraktifasi adalah: IL- 1α, IL 1-ra, IL-8, TNF-α,dan IFN γ, dan juga pengeluaran histamin. Akibatnya tanda tanda yang lebih dominan pada gejala dari ketombe adalah sisik tipis dan juga gatal.

35 19 Grafik 2.1 Temuan pada kulit kepala ketombe, dermatitis seboroik, dan normal (Sumber : : Schwartz, James R, dkk. A comprehensive patophysiology of Dandruff and Seborrheic Dermatitis-Toward a More Precise Definition of scalp Health. 2013) c. Proses Kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi, pada epidermis Setelah Malassezia memicu pengeluaran mediator inflamasi, mulai terjadi proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah dari sebelumnya dari kulit kepala. Ketika jamur Malassezia berkembang terjadi pemecahan trigliserida yang menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibat Hiperproliferasi epidermis, keratinosit yang terbentuk menjadi tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak. Nukleus yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi pada stratum korneum. Hiperproliferasi dari epidermis menyebabkan adanya gambaran sisik pada kulit kepala atau dengan bentuk bulat bergelung seperti debu yang disebut ketombe.

36 20 d. Kerusakan Barrier Epidermis secara Fungsional dan Struktural Kerusakan Barrier pada epidermis dapat menyebabkan TEWL (Transepidermal Water Loss), hal ini menyebabkan perasaan kering pada kulit kepala dan perasaan ketat pada kulit kepala. Pernyataan ini sangat bertolak belakang, karena pada keadaan seborrhea biasanya kulit kepala dan rambut terasa lembab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketombe dapat terjadi pada kulit kepala kering maupun berminyak. Selain itu pada proses ini, juga terjadi perubahan dari struktur selular sehingga menyebabkan perubahan dari struktur lamellar yang dibentuk oleh ceramides menjadi struktur lemak yang lebih kasar dan struktur lemak yang tidak terstruktur JILBAB Definisi Definisi dari jilbab adalah kerudung lebar yg dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada. (22) Sejarah Jilbab Menurut ahli tafsir dan Buya Hamka perintah penggunaan jilbab muncul akibat dahulu banyak orang munafik yang bertebaran di jalan-jalan ketika malam. Orang-orang ini memiliki niatan buruk dan perilaku buruk untuk mengganggu budak-budak yang tidak menggunakan penutup sebagaimana orang mereka memakainya. Apabila ditanya mengapa mereka melakukan hal tersebut, mereka menjawab Saya kira saya hanya mengganggu budak-budak yang tidak menggunakan penutup. (12)

37 21 Akhirnya diturunkan surat Al-Ahzab ayat 59 Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah lagi maha pengampun dan bijaksana Sebelum Al-ahzab, sudah ada ayat Alquran yang membahas tentang kewajiban menutup aurat pada wanita pada surat An-Nur: 31 Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangan dan kemaluannya dan janganlah mereka menampakakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak kepadanya. Dan hendaklah mereka

38 22 menutupi kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putura saudara laki laki mereka, atau puteraputera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam atau budakbudak yang mereka miliki, atau pelayanan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung Jilbab di Indonesia Di Indonesia sendiri, Penggunaan jilbab sudah terjadi sejak berabadabad lalu pada saat agama Islam masuk Indonesia. Penggunaan jilbab sebagai identitas muslimah mengalami pergeseran dari waktu kewaktu. Pada era-80 an penggunaan jilbab hanya sebatas simbol keagamaan dari sebagian kelompok perkumpulan saja. Penggunaan jilbab hanya dikenakan pada acara-acara kebesaran islam, dan perbincangan tentang jilbab bukan hal yang umum dan hanya sebatas kajian keagamaan saja. pada era-80 an penggunaan jilbab tidak didukung oleh negara. Penggunaan jilbab dikritik sebagai pengaruh dari budaya Arab yang masuk ke Indonesia bukan budaya Islam yang berkembang di Indonesia. Negara melarang siswi sekolah dan pekerja wanita pada kantor pemerintahan menggunakan jilbab. (23) Teapi sejak tahun 2000, Pemakaian jilbab sudah lebih bebas, Pemakaian jilbab dan perbincangan tentang jilbab sudah menjadi hal yang umum dan bukan merupakan simbol dari sebagian kelompok saja. Pemakaian jilbab sudah bersatu padu dengan kebudayaan dan juga era globalisasi sehingga menghasilkan trend modern dari jilbab yaitu jilbab dengan berbagai kreasi dan variasi. (24) Indonesia sendiri, sudah menjadi bagian dari sejarah perkembangan jilbab modern di dunia. Banyak variasi-variasi jilbab asal Indonesia yang memikat mata dunia (25)

39 Faktor-Faktor Risiko Penggunaan Jilbab Terhadap Kejadian Ketombe Hubungan ketombe dengan pemakain jilbab erat kaitannya dengan pertumbuhan jamur Malassezia. Layaknya jamur pada umumnya, Malassezia tumbuh secara baik pada media lembab dan lingkungan kaya keringat. (26) Banyak hal yang dapat meningkatkan jumlah keringat didalam tubuh, seperti latihan fisik yang keras, ataupun peningkatan hormon androgen pada saat seseorang pubertas. (27) Pengeluaran keringat didalam tubuh manusia dipengaruhi oleh pengeluaran panas dari dalam tubuh Gambar 2.7. Mekanisme Pengeluaran Panas dari dalam tubuh (Guyton, Arthur C; Hall, John E. Textbook of Medical Physiology. 2006) Pengeluaran panas didalam tubuh melalui mekanisme: a. Radiasi Kehilangan panas akibat radiasi diartikan sebagai kehilangan panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Setiap benda yang memiliki temperatur tidak absolut nol dapat meradiasikan gelombang panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik pada benda lain termasuk tubuh manusia. Ketika panas dalam tubuh lebih besar daripada panas lingkungan, energi panas dapat dikeluarkan melalui radiasi.

40 24 b. Konduksi Kehilangan panas akibat konduksi biasanya diartikan sebagai kehilangan panas dari dalam tubuh menuju benda padat. Panas adalah energi kinetik dari pergerakan molekular, dan molekul dari kulit secara berkesinambungan mengalami gerakan vibrasi. Gerakan vibrasi ini yang akan menimbulkan panas. c. Konveksi Kehilangan panas akibat konveksi adalah kehilangan panas melalui udara. d. Evaporasi Kehilangan panas akibat Evaporasi akan terjadi ketika panas lingkungan melebihi panas tubuh. Sehingga tubuh akan mengeluarkan keringat sebagai kompensasi pengeluaran panas melalui metode evaporasi. Efek dari penggunaan baju pada pengeluaran panas melalui metode konduktif Penggunaan baju akan menahan udara panas pada serat baju, dengan demikian akan meningkatkan ketebalan privat zone pada udara panas yang berdekatan dengan kulit dan juga menurunkan aliran udara untuk mengganti udara panas pada kulit. Sehingga kehilangan panas dari tubuh melalui teori konduksi dan konveksi diturunkan. Panas yang keluar setengahnya akan disebarkan pada serat pakaian daripada dikonduksikan ke lingkungan. Dengan demikian ketika seseorang menggunakan lapisan pakaian lebih dari satu (dengan lapisan yang tipis), lebih banyak udara panas yang akan disimpan didalam serat pakaian sehingga pengeluaran panas lebih sedikit terjadi. Ketika keadaan baju lembab, pertahanan akan panas tubuh dari dalam tubuh melui pakaian akan berkurang tetapi panas dari lingkungan yang masuk kedalam

41 25 tubuh akan meningkat. Karenaa Air memiliki konduktivitas tinggi, sehingga ketika keadaan lingkungan panas, panas lebih mudah ditransfer ke seluruh tubuh. (28) a. Bahan Jilbab Bagan 1 Klasifikasi Serat Bahan (Sumber: Hongu, Tatsuya, dkk New Milenium Fibers. CRC Press LLC: USA) Pemilihan Bahan Jilbab Bahan yang digunakan pada jilbab berkaitan dengan kemampuan bahan tersebut untuk mengabsorbsi keringat dari kulit menuju serat serat dari bahan tersebut. Kemampuan ini berkaitan klasifikasi dari bahan tersebut, apakah termasuk serat alam atau serat buatan. Bahan yang natural juga tidak akan mengganggu penguapan panas, sehingga keringat yang dihasilkan juga lebih banyak ketika menggunakan bahan yang menginterfensi pengeluaran panas dari dalam tubuh (21)

42 26 1. Polyester Bahan polyester (sintetik) dapat merefleksikan panas kembali kedalam tubuh dan menurunkankeluar nya panas dari tubuh. Bahan sintetik juga tidak memiliki kemampuan untuk mengabsorbsi air. Serat atau bahan sintetik akan menjadi bahan penolak air, kemudian menyebabkan keringat menumpuk pada permukaan kulit dan tidak dapat diserap, menurunkan fungsi evaporasi, dan dapat menyebabkan tidak nyaman dan iritasi. Sedangkan serat atau bahan natural lebih baik dalam penyerapan air dan mempermudan untuk menyerap dari permukaan. 2. Katun Materi yang sangat baik untuk iklim tropis karena mendukung pergerakan udara dari kulit menuju bahan, menyebabkan panas menghilang dan menurunkan kelembaban. Bahan katun juga dapat mengabsorbsi kelembaban secara baik, menyebabkan kulit menjadi kering dan meningkatkan evaporasi. 3. Linen Bahan linen dingin, dapat terabsorbsi, dan sangat nyaman. Linen dapat menghilangkan air dengan cepat. Kekurangan dari linen bahannya mudah rusak. 4. Rayon Rayon Didapat dari natural selulosa. Tidak menahan panas sehingga panas lebih mudah dikeluarkan dari dalam tubuh b. Warna Jilbab

43 27 Penggunaan jilbab berwarna gelap berhubungan dengan hubungan warna dalam mengabsorbsi panas. Warna gelap akan mengabsorbsi panas lebih besar dibandingkan dengan warna terang yang akan mengabsorbsi dan akan merefleksikan energi panas yang didapat. Warna hitam adalah warna yang mengabsorbsi panas paling besar karena warna hitam tidak merefleksikan cahaya sama sekali dari energi panas. (30) Ketika ada sebuah benda berwana dan ada cahaya yang menyinari benda tersebut benda tersebut akan menampilkan warna sesuai dengan warna tersebut. Warna hitam yang terlihat adalah bukti bahwa semua energi cahaya diserap atau diabsorbsi seluruhnya oleh benda tersebut sehingga menimbulkan kesan warna hitam. (30) c. Warna Lapis Jilbab Sama seperti warna jilbab, warna lapis jilbab juga menentukan tingkat kelembaban dari jilbab. Warna gelap akan mengabsorbsi panas lebih besar dibandingkan dengan warna terang yang akan mengabsorbsi dan merefleksikan energi panas yang didapat. Warna gelap juga akan mengabsorbsi panas paling besar tanpa merefleksikan energi panas tersebut (30) d. Warna Dalaman Jilbab Hal ini berkaitan dengan daya absorbsi dan refleksi dari energi panas sama seperti warna jilbab dan warna lapis jilbab. (30)

44 28 Gambar 2.7. Ilustrasi Absorbsi dan Refleksi Cahaya (Sumber: Smith, John and wes Throp,2006,The Effect of Colour on Temperatures Inside) e. Penggunaan Dalaman Jilbab Dalaman Jilbab dapat dianalogikan sebagai pakaian ketat yang digunakan. Ketika kita memakai bahan ketat pada tubuh dapat menyebabkan akumulasi dari keringat dengan sangat cepat. Sehingga Keringat menjadi lebih banyak.

45 Kerangka Teori Genetik Makanan berlemak Stress Usia Lama jilbab perhari Bahan dan Warna jilbab Lapis dan warna lapis jilbab Penggunaan dalaman dan warna dalaman Aktivitas kelenjar Sebasea Variasi musim Penggunaan Jilbab Ketombe Peningkatan sekresi sebum Komposisi sebum kelembaban Proliferasi Malassezia squelen sterol Wax Eter Trigliserida Deskuamasi kulit kepala Merusak Barrier Pertahanan asam lemak tidak tersaturasi asam lemak tersaturasi spesifik Respon Iritatif Kerentanan Perbedaan barrier pertahanan Individu Peningkatan respon terhadap Malassezia

46 Kerangka Konsep Lama Penggunaan Jilbab perhari Variasi Musim Bahan Jilbab Warna Jilbab Lapis Jilbab Pemakaian jilbab Kelembaban ketombe Bahan Lapis Jilbab Warna Lapis Jilbab Penggunaan dalaman jilbab Warna dalaman Jilbab Genetik Makanan berlemak Stress Sekresi sebum Usia remaja dan dewasa muda

47 Definisi oprasional No Variabel Definisi Alat Ukur Cara mengukur Hasil ukur Skala 1 Variabel Independen Lama responden Kuesioner Pengisian 0. >12 Jam Nominal a. penggunan menggunakan jilbab kuesioner 1. < 12 Jam jilbab perhari (dilaporkan perhari dalam jam ) b. Warna Jilbab Warna jilbab yang dominan digunakan oleh Kuesioner Pengisian kuesioner 0. Gelap 1. Terang Nominal responden c. Jumlah lapis Jilbab Jumlah lapisan jilbab yang dominan Kuesioner Pengisian Kuesioner 0. > 1 Lapis 1. 1 lapis Nominal digunakan oleh responden d. Warna lapis jilbab Warna lapisan jilbab yang sehari-hari Kuesioner Pengisian kuesioner 0. Gelap 1. Terang Nominal dikenakan oleh responden e. Dalaman jilbab Dalaman jilbab yang dominan digunakan oleh Kuesioner Pengisian kuesioner 0. Memakai dalaman Nominal responden 1. Tidak memakai dalaman

48 32 f. Warna dalaman jilbab Warna yang digunakan pada dalaman jilbab yang sehari-hari Kuesioner Pengisian kusioner 0. Gelap 1. Terng Nominal digunakan oleh responden Variabel Nominal 2 Dependen Sisik putih tipis Kuesioner Pengisian 0. Ketombe Ketombe berbentuk bulat atau Kuesioner 1. Tidak serpihan yang terdapat ketombe pada kulit kepala atau rambut

49 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan case control untuk mengetahui hubungan faktor risiko penggunaan jilbab dengan kejadian ketombe pada mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 3.2. Tempat dan waktu penelitian Tempat : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Waktu : Juli

50 Populasi dan Sampel Populasi terjangkau pada penelitian adalah mahasiswi Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta umur 17-25tahun. Sampel adalah mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta umur tahun yang dipilih dengan purposive sampling Jumlah sampel Perkiraan besar sampel diambil berdasarkan rumus besar sampel analitik kategorik tidak berpasangan. N1=N2 : Jumlah sampel penelitian : derivat baku alpha

51 35 Zβ : derivat baku beta P1 : Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti Q1 : 1-P1 P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya Q2 : 1-P2 P : Proporsi total Q : 1-P P1-P2 : Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 0,2 Jadi: P1 = P2 + 0,2 = 0,5 + 0,2 = 0,7 Q1= 1- P1 = 1-0,7 = 0,3 P = = = 0,6 Q = 1-P = 1-0,6 = 0,4 Berdasarkan persamaan tersebut, maka untuk total sampel penelitian didapatkan hasil sebagai berikut: = 93 = % = 102 (pada setiap kelompok) Sehingga total responden penelitian Kriteria sampel Kriteria Inklusi Sampel merupakan mahasiswi berumur tahun Sampel bersedia untuk mengikuti penelitian

52 36 Subjek dapat berbahasa indonesia Kriteria Eksklusi Memiliki penyakit immunodefisiensi Memiliki penyakit psoriasis Subjek tidak dapat berbahasa indonesia 3.6. Cara Kerja Penelitian Persiapan penelitian Pemilihan subyek penelitian berdasarkan Kriteria inklusi Pengisian inform concern Kesimpulan Analisa data Pengisian kuesioner 3.7. Variabel yang diteliti Variabel bebas Lama penggunaan jilbab, warna jilbab, jumlah lapis jilbab, warna lapis jilbab, Pemakaian dalaman jilbab, warna dalaman jilbab Variabel terikat Klasifikasi ketombe dan tidak ketombe 3.8. Management Data PengolahanData Pengolahan data dilakukan menggunakan program SPSS (Statistical Package For the social science) yang terdiri dari beberapa tahapan: a. Editing Tahapan yang dilakukan pada proses editing adalah pengecekan lembar inform concern dan kuesioner b. Coding Tahapan yang dilakukan pada proses coding adalah mengubah data berbentuk kalimat menjadi bentuk angka c. Processing

53 37 Processing adalah kegiatan untuk memproses data dari hasil kuesioner (entry) kedalam computer d. Cleaning Adalah tahapan pengoreksian kembali data yang telah dimasukkan (entry) Analisis Data Pada subbab analisis data peneliti akan menyajikan data hasil penelitian mengenai Identitas responden, data kelembaban jilbab, data perawatan rambut dan data kebiasaan penggunaan jilbab responden dengan jumlah responden sebesar 204. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Hasil dari pengambilan data disajikan dalam bentuk tabel. Setelah kuesioner terkumpul, Peneliti mengidentifikasi apakah responden tergolong dalam kategori ketombe atau tidak ketombe.responden dikelompokkan berdasarkan pertanyaan, yaitu: Subjektif dari responden 1. Saya memiliki masalah ketombe 2. Saya memiliki masalah ketombe pada rambut setelah saya menggunakan jilbab Data tersebut dikonfirmasi dengan pertanyaan 1. Saya menemukan sisik putih tipis berbentuk bulat kecil atau serpihan setelah menggaruk kulit kepala saya 2. Saya memiliki sisik putih tipis berbentuk kecil atau serpihan pada baju saya 3. Saya memiliki sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan pada rambut saya 4. Saya melihat sisik putih berbentuk bulat kecil atau serpihan selain pada kulit kepala saya (apabila jawaban anda setuju dan sangat setuju sebutkan didaerah mana)

54 38 Pertanyaan nomor empat untuk mengidentifikasi apakah responden tergolong dalam klasifikasi ketombe dematitis seboroik kategori ringan atau dermatitis seboroik dengan tingkatan yang lebih berat. Penetapan kelompok ketombe dilakukan apabila menyatakan setuju satu dari pertanyaan subjektif responden dan satu dari pertanyaan objektif dari responden. Dari data yang telah diperoleh diperoleh hasil 102 kelompok ketombe, 102 kelompok tidak ketombe, dan 0 kelompok dermatitis seboroik kategori berat. Setelah ditentukan kelompok ketombe dan tidak ketombe peneliti melaukan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis bivariat berfungi untuk menghubungkan antara variable terikat dan variable bebas dengan menggunnakan uji chi square. Tingkat kemaknaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 5% (α=0,05).

55 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Fakultas dan Program Studi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta adalah Universitas Islam di daerah Ciputat, Tanggerang Selatan yang memiliki beberapa Fakultas dan Program Studi, yaitu: 1. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Program studi: Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan IPS, Pendidikan Matematika, Pendidikan Biologi, Pendidikan Fisika, Pendidikan Kimia, Manajemen Pendidikan, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan MI/ SD. 2. Fakultas Adab dan Humaniora Program studi: Bahasa dan Sastra arab, Sejarah dan Peradaban Islam, Tarjamah, Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Bahasa dan Sastra Inggris 3. Fakultas Ushuludin Program studi: Perbandingan Agama, Tafsir Hadits, Aqidah dan Filslafat 4. Fakultas Syariah dan Hukum Program studi: Ahwal Syakhsyiyah, Perbandingan Mahzab dan Hukum, Jinayah Siyasah, Mua malat, Ilmu Hukum 5. Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Program studi: Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bimbingan Penyuluhan Islma, Manajemen dakwah, Pengembangan Masyarakat Islam, Kesejahteraan Sosial 6. Fakultas Dirasat Islamiyah Program studi: Dirasat Islamiyah 7. Fakultas Psikologi Program studi: Psikologi 8. Fakultas Ekonomi dan Bisnis 39

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi penampilan atau daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan suatu kondisi kekambuhan pada kulit kepala dan berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan suatu kondisi kekambuhan pada kulit kepala dan berpengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketombe adalah salah satu bentuk dari dermatitis seboroik kronik ringan, yang merupakan suatu kondisi kekambuhan pada kulit kepala dan berpengaruh negatif pada aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rendah menyebabkan keadaan yang menguntungkan bagi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang rendah menyebabkan keadaan yang menguntungkan bagi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi jamur pada kulit sering diderita oleh masyarakat yang tinggal di negara tropis seperti Indonesia. Suhu udara yang panas dan lembab ditambah dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menururt Waspodo (2014) Negara Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia, meskipun hanya 88% penduduknya beragama Islam. Besarnya jumlah pemeluk agama Islam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah metode observasional analitik dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah metode observasional analitik dengan pendekatan 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Desain penelitian adalah metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

Luka dan Proses Penyembuhannya

Luka dan Proses Penyembuhannya Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang

Lebih terperinci

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus bearti baru saja dilahirkan. Dalam dunia kedokteran, neonatus didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu

Lebih terperinci

Pemakaian Jilbab Tidak Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Seboroik: Studi Crossectional

Pemakaian Jilbab Tidak Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Seboroik: Studi Crossectional Pemakaian Jilbab Tidak Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Seboroik: Studi Crossectional Afiana Rohmani 1, Retno Indrastiti 1, Durotul Farida 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran gas, perlindungan terhadap patogen, dan memiliki fungsi barrier untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran gas, perlindungan terhadap patogen, dan memiliki fungsi barrier untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cerminan kesehatan. Kulit terletak paling luar dan membatasi dengan lingkungan hidup manusia. 1 Kulit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Kulit dan Kelamin 2. Ruang lingkup tempat : RSUD Tugurejo Semarang 3. Ruang lingkup waktu : Periode Agustus September

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel sebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher serta badan

Lebih terperinci

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi

Lebih terperinci

KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU

KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU Oleh Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Makalah ini Disusun Oleh Sri Hastuti (10604227400) Siti Khotijah

Lebih terperinci

Kejadian Ptiriasis Capitis Berbasis Tipe Pomade dan Frekuensi Penggunaannya

Kejadian Ptiriasis Capitis Berbasis Tipe Pomade dan Frekuensi Penggunaannya Kejadian Ptiriasis Capitis Berbasis Tipe Pomade dan Frekuensi Penggunaannya Muhammad Riza Setiawan 1, Retno Indrastiti 1, Endah Susanti 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam sebagai mahasiswa aktif tahun

BAB V PEMBAHASAN. mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam sebagai mahasiswa aktif tahun BAB V PEMBAHASAN Populasi pada penelitian ini ialah para mahasiswi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) di IAIN Tulungagung yang terdiri dari tiga jurusan yaitu akuntansi syariah, ekonomi syariah

Lebih terperinci

SKRIPSI GAMBARAN KUALITAS HIDUP MAHASISWA YANG MENDERITA DERMATITIS SEBOROIK DI FK UKWMS

SKRIPSI GAMBARAN KUALITAS HIDUP MAHASISWA YANG MENDERITA DERMATITIS SEBOROIK DI FK UKWMS SKRIPSI GAMBARAN KUALITAS HIDUP MAHASISWA YANG MENDERITA DERMATITIS SEBOROIK DI FK UKWMS Oleh: Nama : Dessy Christina Natalia NRP : 1523013064 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

Pengaruh Minyak Buah Pisang (Musa Paradisiaca L.) Terhadap Pengurangan Ketombe pada Kulit Kepala

Pengaruh Minyak Buah Pisang (Musa Paradisiaca L.) Terhadap Pengurangan Ketombe pada Kulit Kepala Pengaruh Minyak Buah Pisang (Musa Paradisiaca L.) Terhadap Pengurangan Ketombe pada Kulit Kepala Sindy Sayadi Kaminaro Program Studi Pendidikan Tata Rias, Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta Jalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. paparan masing masing subjek kasus dan kontrol. Penelitian ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. paparan masing masing subjek kasus dan kontrol. Penelitian ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian case control dimana peneliti menggunakan kasus yang sudah ada dan memilih kontrol (non kasus) yang sebanding.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang

Lebih terperinci

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut: Histologi kulit Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari lingkungan luar. Luas kulit pada orang dewasa sekitar 1.5 m 2 dan beratnya sekitar 15% dari berat badan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, manusia pada dasarnya akan merasakan kesulitan jika hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan melanjutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Responden. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2015 di SMA N 4 Purworejo dengan mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik menggunakan metode cross sectional karena pengambilan data dilakukan dalam sekali waktu pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja adalah suatu masa seorang individu mengalami perkembangan secara mental, emosional, sosial serta fisik dan pola identifikasi dari anak anak menuju dewasa. Secara psikologis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional study yang merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

Lebih terperinci

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Kompetensi Dasar : Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Indikator : 1. Menyebutkan organ-organ penyusun sistem ekskresi pada manusia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Baumann Metode Baumann adalah sebuah metode untuk menentukan tipe wajah berdasarkan kadar kandungan minyak pada wajah. Beberapa studi telah menunjukkan jika banyak pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dandruff 2.1.1 Definisi Dandruff, atau biasa disebut dengan ketombe atau pitiriasis simpleks atau pitiriasis sika, adalah kelainan skuamasi kulit kepala, dan dapat atau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keindahan dan kecantikan seorang perempuan bersumber dari dua arah, yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam. Kecantikan dari

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KEBERSIHAN DIRI DENGAN PITYRIASIS VERSICOLOR

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KEBERSIHAN DIRI DENGAN PITYRIASIS VERSICOLOR KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KEBERSIHAN DIRI DENGAN PITYRIASIS VERSICOLOR PADA SISWA MAN 1 RANTAU KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Struktur Anatomi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatomi Kulit.

Struktur Anatomi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatomi Kulit. Struktur Anatmi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatmi Kulit. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan kulit terluar biasa disebut lapisan ari atau epidermis, di bawah lapisan ari adalah lapisan jangat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan data primer dari semua pemulung di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari anatomi lokal yang unik. Kanalis auditorius adalah satu-satunya cul-desac

BAB I PENDAHULUAN. dari anatomi lokal yang unik. Kanalis auditorius adalah satu-satunya cul-desac 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serumen adalah hasil sekresi kelenjar sebasea, kelenjar cerumeninosa dan proses deskuamasi epitel pada bagian kartilaginea kanalis auditorius eksternus. Produksi cerumen

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI RSUD SUKOHARJO

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI RSUD SUKOHARJO HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI RSUD SUKOHARJO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRESS DENGAN KEJADIAN DERMATITIS SEBOROIK TIPE SICCA (KETOMBE) PADA MAHASISWA TINGKAT II PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRESS DENGAN KEJADIAN DERMATITIS SEBOROIK TIPE SICCA (KETOMBE) PADA MAHASISWA TINGKAT II PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRESS DENGAN KEJADIAN DERMATITIS SEBOROIK TIPE SICCA (KETOMBE) PADA MAHASISWA TINGKAT II PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Jumlah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Penelitian ini melibatkan 85 responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Responden tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim. Jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia pada tahun 2010 sekitar 217 juta jiwa dari total penduduk

Lebih terperinci

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam. Dalam ajarannya, Islam memerintahkan wanita yang telah memasuki usia akil baligh

Lebih terperinci

NUR SIDIK CAHYONO AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL BIJI JARAK, DAUN URANG-ARING DAN KOMBINASINYA TERHADAP MALASSEZIA SP. SERTA EFEK IRITASINYA

NUR SIDIK CAHYONO AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL BIJI JARAK, DAUN URANG-ARING DAN KOMBINASINYA TERHADAP MALASSEZIA SP. SERTA EFEK IRITASINYA NUR SIDIK CAHYONO AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL BIJI JARAK, DAUN URANG-ARING DAN KOMBINASINYA TERHADAP MALASSEZIA SP. SERTA EFEK IRITASINYA Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Histologi Dari Melanosit

Histologi Dari Melanosit Histologi Dari Melanosit Alya Amila Fitrie Fakultas Kedokteran Bagian Histologi Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Warna kulit tergantung pada 3 (tiga) komponen menurut derajat yang bervariasi. Jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis/ Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional yaitu berupaya mencari hubungan antara variabelnya (Notoatmodjo,

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh MUHAMMAD IRFAN RIZALDY PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh MUHAMMAD IRFAN RIZALDY PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN FAKTOR KETURUNAN DENGAN MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA HALAMAN JUDUL Disusun oleh MUHAMMAD IRFAN RIZALDY 20130310131

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control yang dilakukan dengan menggunakan desain studi observasional analitik. B. Lokasi dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN KB HORMONAL DAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI KOTA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN KB HORMONAL DAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI KOTA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA LAMA PENGGUNAAN KB HORMONAL DAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI KOTA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh : ATANIA RACHMA ANINDITA NIM: R1114016 PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS

Lebih terperinci

TREND JILBOOBS MENURUT HUKUM ISLAM. (Studi Kasus di IAIN Tulungagung) SKRIPSI

TREND JILBOOBS MENURUT HUKUM ISLAM. (Studi Kasus di IAIN Tulungagung) SKRIPSI TREND JILBOOBS MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di IAIN Tulungagung) SKRIPSI OLEH: DEWI ZUNAIROH NIM. 3222113008 JURUSAN HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

Lebih terperinci

ANALISIS JALUR FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KOTA SALATIGA TESIS

ANALISIS JALUR FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KOTA SALATIGA TESIS ANALISIS JALUR FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KOTA SALATIGA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. busana yang ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya. istilah jilboobs baru muncul belakangan ini.

BAB I PENDAHULUAN. busana yang ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya. istilah jilboobs baru muncul belakangan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jilboobs berasal dari kata jilbab dan boobs. Jilbab adalah kain yang digunakan untuk menutup kepala sampai dada yang dipakai oleh wanita muslim, sedangkan boobs berasal

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI YA II SURABAYA PROGRAM FAKULTAS SKRIPSI ANALISIS FAKTOR KEJADIAN DISMINORE...

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI YA II SURABAYA PROGRAM FAKULTAS SKRIPSI ANALISIS FAKTOR KEJADIAN DISMINORE... SKRIPSI ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI MTS NEGERI SURABAY YA II PENELITIAN CROSS SECTIONAL Oleh : Nama : Stefani Angel Kumalasari NIM. 131311123020

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH SARAPAN YANG TIDAK TERATUR, FAKTOR GENETIK TERHADAP RISIKO OBESITAS DAN BMI (BODY MASS INDEX) YANG ABNORMAL

ABSTRAK PENGARUH SARAPAN YANG TIDAK TERATUR, FAKTOR GENETIK TERHADAP RISIKO OBESITAS DAN BMI (BODY MASS INDEX) YANG ABNORMAL ABSTRAK PENGARUH SARAPAN YANG TIDAK TERATUR, FAKTOR GENETIK TERHADAP RISIKO OBESITAS DAN BMI (BODY MASS INDEX) YANG ABNORMAL Silvia, 2007 Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Dr. Iwan Budiman,dr.,MS.,MM.,MKes.,AIF

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. menerima ilmu kemudian menyebarkannya. Kaum muslimin (pria) wajib

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. menerima ilmu kemudian menyebarkannya. Kaum muslimin (pria) wajib BAB. I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan Terdapat perbedaan pada hak dan kewajiban antara pria dan wanita dalam menjalankan ajaran agama Islam. Perbedaan ini telah diatur dalam kitab suci Al-Quran

Lebih terperinci

SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA

SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA Oleh : Venerabilis Estin Namin 1523013024 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. cross-sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

BAB 3 METODE PENELITIAN. cross-sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan 27 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres mahasiswa

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KEPUTIHAN PADA SISWI SMK NEGERI 8 MEDAN. Oleh : RONAULI AGNES MARPAUNG

ANALISIS FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KEPUTIHAN PADA SISWI SMK NEGERI 8 MEDAN. Oleh : RONAULI AGNES MARPAUNG ANALISIS FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KEPUTIHAN PADA SISWI SMK NEGERI 8 MEDAN Oleh : RONAULI AGNES MARPAUNG 120100272 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 ANALISIS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas 56 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variable bebas Intensitas Pencahayaan Luas Ventilasi JenisLantai Jenis dinding Kepadatan hunian Kelembaban Variabel Terikat Kejadian Kusta Suhu Frekwensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama merupakan hal yang boleh dikatakan universal dalam hidup manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar belakang lingkungan,

Lebih terperinci

KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK

KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK Modul KJP KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK Dr. Sri Linuwih Menaldi, Sp.KK(K) PENDAHULUAN kulit merupakan organ tubuh terluar berhubungan dengan lingkungan perubahan lingkungan berdampak pada kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dari hidup manusia yang mempunyai fungsi lebih yaitu sebagai etika

BAB I PENDAHULUAN. penting dari hidup manusia yang mempunyai fungsi lebih yaitu sebagai etika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pada awalnya busana dipakai sebagai pelindung tubuh dari panas matahari dan cuaca dingin, seiring berkembangnya zaman busana menjadi bagian penting

Lebih terperinci

Pembimbing II : dr. Rita Tjokropranoto, M.Sc.

Pembimbing II : dr. Rita Tjokropranoto, M.Sc. ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA PREVALENSI GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMAHAI, KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU, TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa

BAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola makan atau mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa disebabkan karena gaya hidup

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik.

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. xerosis yang akan menyebabkan berkurangnya elastisitas kulit sehingga lapisan

BAB I PENDAHULUAN. xerosis yang akan menyebabkan berkurangnya elastisitas kulit sehingga lapisan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumit pecah adalah suatu keadaan klinis yang di tandai dengan terdapatnya fisura pada tumit. Fisura yang terjadi pada tumit pecah akibat dari kulit kering atau xerosis

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KRIM MALAM TERHADAP PENIPISAN KULIT WAJAH SKRIPSI

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KRIM MALAM TERHADAP PENIPISAN KULIT WAJAH SKRIPSI HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KRIM MALAM TERHADAP PENIPISAN KULIT WAJAH SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi Disusun Oleh: YUSTINI MARIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan pangan, hal tersebut sangat penting bagi manusia untuk menutup bagian bagian tubuh manusia. Perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM (studi kasus pada mahasiswi Fakultas Syari ah Jurusan Ekonomi Islam angkatan 2009 IAIN Walisongo Semarang) SKRIPSI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. Pendekatan case control adalah suatu penelitian non-eksperimental yang menyangkut bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor penunjang, terutama wajah yang bersih tanpa akne merupakan modal penting dalam pergaulan dan karier.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. Diikuti prospektif. Perawatan terbuka (Kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. Diikuti prospektif. Perawatan terbuka (Kontrol) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. B. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini yaitu cohort. Penelitian mulai dari sini Subyek tanpa faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara maju maupun negara berkembang. Mencuci pakaian secara manual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara maju maupun negara berkembang. Mencuci pakaian secara manual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Deterjen merupakan kebutuhan di hampir setiap rumah tangga baik di negara maju maupun negara berkembang. Mencuci pakaian secara manual merupakan pekerjaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SARUNG TANGAN DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT BAGIAN TANGAN KARENA ASAM ASETAT DI PT X KARANGANYAR

HUBUNGAN PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SARUNG TANGAN DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT BAGIAN TANGAN KARENA ASAM ASETAT DI PT X KARANGANYAR HUBUNGAN PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SARUNG TANGAN DENGAN KELUHAN IRITASI KULIT BAGIAN TANGAN KARENA ASAM ASETAT DI PT X KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Definisi kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan alat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: persepsi, minat, remaja, alat ortodontik cekat, maloklusi

ABSTRAK. Kata kunci: persepsi, minat, remaja, alat ortodontik cekat, maloklusi ABSTRAK Persepsi adalah suatu proses menerima dan menginterpretasikan data. Persepsi tentang penggunaan alat ortodontik cekat dapat dilihat dari aspek estetik dan aspek fungsional. Bagi remaja, salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP PERILAKU SISWI KELAS XI SMA NEGERI 1 JATISRONO WONOGIRI

PENGARUH PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP PERILAKU SISWI KELAS XI SMA NEGERI 1 JATISRONO WONOGIRI PENGARUH PEMAKAIAN JILBAB TERHADAP PERILAKU SISWI KELAS XI SMA NEGERI 1 JATISRONO WONOGIRI SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan sehari-hari manusia selalu melakukan berbagai upaya dalam memenuhi kebutuhan yang beragam. Kebutuhan adalah salah satu aspek yang menggerkan manusia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 3.2 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analisis

Lebih terperinci

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DI RSI BANDUNG DENGAN DOTS DAN RS

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DI RSI BANDUNG DENGAN DOTS DAN RS ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DI RSI BANDUNG DENGAN DOTS DAN RS.MITRA IDAMAN BANJAR TANPA DOTS Nadia Dara Ayundha 1110179, 2014 Pembimbing I : Dr.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian respirologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak, sub ilmu 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGANANTARA FAKTOR SOSIAL EKONOMI, SANITASI RUMAH DAN SENSE OF BELONGING DENGAN PERILAKU SEHAT PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI TESIS

HUBUNGANANTARA FAKTOR SOSIAL EKONOMI, SANITASI RUMAH DAN SENSE OF BELONGING DENGAN PERILAKU SEHAT PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI TESIS HUBUNGANANTARA FAKTOR SOSIAL EKONOMI, SANITASI RUMAH DAN SENSE OF BELONGING DENGAN PERILAKU SEHAT PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

PEMAKAI BUSANA MUSLIMAH DAN AKHLAK PESERTA DIDIK SMP NEGERI 1 GUNUNG TERANG TULANG BAWANG BARAT TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana

PEMAKAI BUSANA MUSLIMAH DAN AKHLAK PESERTA DIDIK SMP NEGERI 1 GUNUNG TERANG TULANG BAWANG BARAT TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana PEMAKAI BUSANA MUSLIMAH DAN AKHLAK PESERTA DIDIK SMP NEGERI 1 GUNUNG TERANG TULANG BAWANG BARAT TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh: CAROLIN

GAMBARAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Oleh: CAROLIN GAMBARAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh: CAROLIN 070100074 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 GAMBARAN TINGKAT STRES PADA

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan pendekatan cross sectional. Variabel bebas maupun variabel tergantung dinilai hanya satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah non eksperimental dengan pendekatan cohort prospektif. Setelah itu data yang sudah ada akan dilakukan uji chisquare. B. Populasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode rancangan kasus kontrol (case control). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

KULIT. Kulit adalah lapisan paling luar tubuh yang terdiri dari selsel hidup dan merupakan lapisan tipis yang penting bagi tubuh.

KULIT. Kulit adalah lapisan paling luar tubuh yang terdiri dari selsel hidup dan merupakan lapisan tipis yang penting bagi tubuh. KULIT KULIT Kulit adalah lapisan paling luar tubuh yang terdiri dari selsel hidup dan merupakan lapisan tipis yang penting bagi tubuh. Kulit terdiri dari tiga lapisan : 1. Lapisan Epidermis 2. Lapisan

Lebih terperinci

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Masalah Kulit Umum pada Bayi Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Brosur ini memberikan informasi mendasar tentang permasalahan kulit yang lazimnya dijumpai pada usia dini sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015.

HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015. HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015 Oleh: FARIZKY 120100233 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci