Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan. kekuasaan belaka. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang
|
|
- Yohanes Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Makalah Kasus Pidana Penganiayaan KASUS PIDANA PENGANIAYAAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Hukum tersebut harus ditegakkan demi terciptanya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang diamatkan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-empat yaitu membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentunya tidak terlepas dari pengaruh perkembangan jaman yang sudah mendunia. Dimana perkembangan yang terjadi sudah mulai merambah banyak aspek kehidupan. Perkembangan jaman sekarang ini tidak hanya membawa pengaruh besar pada Negara Indonesia melainkan juga berdampak pada perkembangan masyarakat, perilaku, maupun pergeseran budaya dalam masyarakat. Terlebih lagi setelah masa reformasi kondisi ekonomi bangsa ini yang semakin terpuruk. Tidak hanya mengalami krisis ekonomi saja namun juga berdampak pada krisis moral. Terjadinya peningkatan kepadatan penduduk, jumlah pengangguran yang semakin bertambah, didukung dengan angka kemiskinan yang tinggi mengakibatkan seseorang dapat berbuat kejahatan. Karena desakan ekonomi, banyak orang yang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Masalah ini menyebabkan semakin tingginya angka kriminalitas terutama di daerah urban yang padat penduduk. Pengertian Hukum pidana ada bermacam macam menurut ahli tapi disini kami hanya memakai pendapat seorang ahli bernama Moeljatno : menurut moeljatno bahwa: Hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
2 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut; 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar laranganlarangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan; 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP.
3 BAB II PEMBAHASAN A. Tindak pidana penganiyayaan Dalam kasus tindak pidana penganiyayaan dapat di bagi menjadi 2 yaitu: (Penganiayaan Biasa Dan Penganiayaan Ringan) misalnya Peristiwa Penganiayaan dengan korban Cici Paramida yang dilakukan oleh suaminya dan juga salah satu anggota DPR RI dari partai demokrat yang kepalanya dilempar buku oleh George Adicondro dalam sebuah diskusi. Atas dua peristiwa tersebut jika kita merujuk pada KUHP setidaknya peristiwa tersebut masuk dalam unsur-unsur penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) (Penganiayaan biasa) Jo. 352 ayat (1) KUHP (penganiayaan Ringan). Dalam beberapa perkara pidana penganiayaan memang tidak mudah untuk menentukan apakah sebuah penganiayaan masuk dalam kategori Penganiayaan Biasa dengan Penganiaayaan Ringan. Hal ini nampaknya perlu kita kaji lebih dalam, menginggat dalam beberapa perkara terkadang Penyidik (Kepolisian) tidak sejalan dengan apa yang diinginkan oleh korban. Khususnya berkaitan dengan ditahan atau tidaknya seorang pelaku Penganiayaan, mengingat jika si pelaku dikenakan pasal 351 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsur penganiayaan biasa dimana pelaku harus ditahan, jika pelaku dikenakan pasal 352 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsure penganiayaan ringan sehingga pelaku tidak bisa ditahan. (Lihat ketetuan pasal 21 Ayat (4) KUHAP). Contoh: : Pada tanggal 7 Maret 2010, pukul WIB ada seseorang perempuan dianiaya oleh mantan suaminya, akibat penganiayaan tersebut si korban mengalami luka dan rasa sakit pada bagian bibir dan mulutnya. Bahwa setelah peristiwa tersebut terjadi Korban pada waktu yang sama melaporkannya kepada pihak kepolisian. Setelah sampai dan melaporkan peristiwa tersebut Si Korban di mintai keterangan (BAP) tentang bagaimana peristiwa tersebut terjadi dan siapa pelakunya, hingga pada akhirnya munculah pertanyaan terakhir dari penyidik, dan si Korban ditanya oleh Penyidik : Apakah setelah peristiwa penganiayaan tersebut terjadi Saksi Korban masih bisa bekerja? Jawab Korban Iya, saya masih bisa bekerja dengan baik. Bahwa dengan alasan si korban masih bisa bekerja dengan baik, akhirnya Penyidik berkesimpulan bahwa Pelaku dikenakan pasal 352 ayat (2) KUHP yakni penganiayaan ringan walaupun jika kita lihat secara kasat mata demikian rupa parahnya luka tersebut. Akibat dari penggunaan pasal tersebut akhirnya Pelaku tidak ditahan.
4 Bahwa selanjutnya setelah proses Pelaporan dan pemeriksaan selesai, ternyata keesokan harinya akibat dari pemukulan tersebut Korban merasakan sakit nyeri yang luar biasa pada bagian mulutnya, sehingga menyebabkan si Korban tidak bisa berfikir dan berkonsentrasi, dan pada hari selanjutnya tanggal 8 Maret 2010 korban tidak bisa masuk kerja. Bahwa selanjutnya Korban kembali mendatangi Penyidik dan meminta supaya pelaku ditahan, mengingat rasa sakit yang dialami oleh Korban luar biasa sakitnya, khususnya dibagian mulut. Atas pernmintaan tersebut Penyidik menolak untuk melakukan penahanan dengan alasan si korban bukan lah penyanyi, sehingga walaupun mulutnya sakit dianggap masih bisa melakukan aktifitas. Namun sebaliknya jikapun luka kecil dijari seorang pemain biola yang hal tersebut menyebabkan si pemain biola tidak bisa bermain biola maka kejahatan tersebut adalan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) KUHP dan sipelaku bisa ditahan. Bahwa pandangan tersebut sangatlah konservatif, diskirminatif dan sangat jauh dari rasa keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengingat konstruksi hukum yang dibangun oleh penyidik terlalu simplikatif dalam mengartikan sakit yang dapat mengahalangi seseorang untuk bekerja. Bagaimana jika si Korban adalan seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja / pengangguran, ketika dirinya teraniaya dan menimbulkan luka dijarinya sehingga akibat luka dijarinya dia tidak bisa memotong bawang atau cabai apakah sipelaku bisa dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP dan ditahan. Pertanyaan ini sangat penting untuk kita ajukan, mengingat terkadang penyidik sering kali bermain-main dan melakukan jual beli pasal dalam sebuah perkara, dimana kepada korban dia mengatakan pasal yang dikenakan adalah pasal 352 sehingga pelaku tidak ditahan, sedangkan pada pelaku selalu diancam akan dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP sehingga harus ditahan. Hasilnya tentu saja si pelaku akan mengeluarkan uang bagaimana caranya supaya si pelaku tidak ditahan, sedangkan tanggung jawab Penydidik kepada Korban tidak perlu susah-susah mengingat dari awal penyidik sudah mengelabui korban dengan penggunaan pasal 352 ayat (2) KUHP dimana Pelaku tidak bisa ditahan. Bahwa jika kita melihat akibat dari pemukulan tersebut tenyata sikorban mengalami sakit nyeri dan tidak bisa bekerja dengan baik, maka secara otomatis unsur-unsur penganiayaan ringan tidak bisa lagi dipertahankan oleh Penyidik dalam perkara tersebut, melainkan masuk dalam peristiwa penganiayaan biasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) KUHP, sehingga sudah seharusnya pelaku penganiayaan tersebut ditahan. Jalan terbaik atas perkara tersebut adalah Korban dapat meminta BAP tambahan yang mana hal tersebut dibenarkan menurut KUHAP. Dalam BAP tambahan Korban bisa kembali menerangkan bahwa selang beberapa hari ternyata luka yang dialami telah mengakibatkan sakit yang luar biasa sehingga Korban tidak bisa bekerja dan harus meliburkan dirinya 2 hari untuk beristirahat. Jika Pihak penyidik menolak untuk BAP tambahan, maka jalan terbaik adalah mencabut berkas laporan dan memindahkannya ke tingkat yang lebih tinggi lagi dengan alasan penyidik ditempat
5 laporan semula tidak professional. Dalam hal ini, jika pelaporan dilakukan di Polsek maka si pelapor bisa memindahkan laporannya ke Polres,dan kejenjang yang lebih tinggi yaitu Polda dan Mabes Polri, mengingat menurut KUHAP hal tersebut dibenarkan. B. PROSES HUKUM KASUS PIDANA PENGANIAYAAN 1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian. Siapa yang bisa melapor? a. Korban (Terutama untuk delik aduan) b. Saksi c. Siapa saja yang mengetahui bahwa ada tindak kejahatan 2. PENYIDIKAN Setelah menerima laporan, Polisi melakukan penyidikan. Penyidikan adalah: serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti untuk membuat jelas tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam penyidikan, diperlukan kerjasama dari anggota masyarakat yang diminta sebagai saksi. Seringkali karena tidak terbiasa berhubungan dengan aparat penegak hukum, warga yang diminta menjadi saksi memerlukan pendampingan dari paralegal selama proses penyidikan berlangsung. 3. PENUNTUTAN Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan meminta Hakim Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskan perkara. Lalu Jaksa akan membaca dengan tekun dan teliti
6 untuk merumuskan dokumen tuntutan untuk di limpahkan ke Pengadilan Negeri yang berwenang. 4. PERSIDANGAN Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak. Hakim mengadili kasus di depan sidang pengadilan. Dalam persidangan diperlukan pemantauan dari warga bersama paralegal baik bila warga masyarakat menjadi korban maupun bila dituduh sebagai tersangka. 5. EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN Bila semua pihak setuju dengan putusan pengadilan, maka putusan akan memiliki kekuatan hukum tetap, dan disusul dengan pelaksanaan eksekusi. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Eksekusi akan dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Tapi bila salah satu pihak keberatan dengan putusan tingkat pertama, maka bisa mengajukan banding. Untuk meminta banding/kasasi, diperlukan dasar hukum dan alasan yang kuat. Untuk itu sebaiknya minta nasihat dari pengacara bila ingin mengajukan banding atau kasasi. Semua putusan hakim wajib ditulis dan bisa diakses oleh para pihak dan masyarakat umum Upaya Hukum Setelah Keluar Putusan Pengadilan Negeri:
7 Banding Banding ke Pengadilan Tinggi (di tingkat Propinsi): bila jaksa atau terdakwa atau kedua-duanya keberatan dengan putusan majelis hakim di pengadilan negeri, maka mereka bisa mengajukan banding atas putusan tersebut ke pengadilan tinggi. Kasasi Kasasi: bila jaksa atau terdakwa atau kedua-duanya tetap keberatan dengan putusan Pengadilan Tinggi, maka bisa dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung (di tingkat Nasional) PN/PT (PUTUSAN) PT/MA PUTUSAN C. YANG HARUS DIPERHATIKAN BILA KITA MENJADI TERSANGKA SEBUAH TINDAK PIDANA BILA TERJADI PENANGKAPAN: A. Pertama, periksa prosedur penangkapan, tanyakan apa kesalahan yang dituduhkan. Tanyakan surat perintah penangkapan, dan bacalah surat itu dengan teliti. Surat penangkapan dikeluarkan oleh kantor polisi atau jaksa untuk kasus pidana khusus. B. Hubungi pengacara/lembaga bantuan hukum. Sekalipun kita memang melakukan apa yang dituduhkan, kita tetap berhak atas bantuan/pendampingan hukum. (daftar LBH/pengacara masyarakat bisa dilihat di kantor LBH atau posko bantuan hukum terdekat). C. Proses pemeriksaan: kita boleh menolak memberi kesaksian selama proses pemeriksaan bila belum didampingi oleh pengacara hukum. Surat Perintah Penangkapan, minimal isinya memuat: 1. Identitas lengkap si tersangka 2. Pelanggaran pasal/peraturan yang disangkakan
8 D. Lamanya masa penahanan untuk penyidikan dan persidangan Penyidikan/Kepolisian 20 hari dapat ditambah 40 hari Penuntut Umum/Jaksa 20 hari dapat ditambah 40 hari lagi Persidangan tingkat pertama 30 hari dapat ditambah 60 hari lagi Persidangan tingkat banding 30 hari dapat ditambah 60 hari lagi Persidangan tingkat kasasi 50 hari dapat ditambah 60 hari lagi Hak tersangka: Persidangan yang adil Didampingi oleh penasehat hukum Memperoleh berkas perkara dalam setiap tingkat pemeriksaan Tidak mengalami kekerasan atau tekanan. Bagaimana Bila Anda Mengalami Kekerasan Fisik Selama Proses Penyidikan Segera Hubungi Keluarga Atau Pengacara Untuk Minta Visum Dokter Kalau Masa Penahanan Yang Benar Tidak Dipatuhi Apa yang bisa dilakukan oleh korban atau keluarga dan teman korban?yang bisa dilakukan adalah mengajukan gugatan praperadilan... Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tersangka ditahan. Yang jadi tergugat adalah Polisi tempat ia ditahan Asas Praduga Tidak Bersalah Selama Proses Pidana Berlangsung, Seseorang Dianggap Tidak Bersalah Sampai Pengadilan Dapat Membuktikan Sebaliknya Definisi: SAKSI: Orang yang dianggap mengetahui terjadinya tindak pidana atau kasus perdata. Dia diminta oleh polisi untuk menceritakan apa yang dia ketahui tentang kasus tersebut. TERSANGKA: Orang yang diduga melakukan tindakk pidana namun sesuai asas praduga tak bersalah, sebelum ada keputusan pengadilan maka dia belum dianggap bersalah. TERDAKWA: Tersangka disebut terdakwa pada saat dia mulai disidangkan dipengadilan.
9 TERPIDANA: Setelah ada putusan pengadilan maka terdakwa menjadi terpidana, terpidana adalah orang yang telah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman. Apa Yang Perlu Dilakukan Jika Kita Adalah Korban Tindak Kejahatan? A. Melaporkan: bisa dilakukan oleh anda sendiri atau orang yang anda percayai (paralegal/pengacara/lbh/kepala Desa dan lain-lain). Lapor kepada Kepolisian setempat. Untuk pidana korupsi, anda bisa laporkan langsung ke Kantor Kejaksaan Negeri setempat. B. Memantau perkembangan kasus yang sudah anda laporkan. Bagaimana bila terjadi kemandegan dalam penanganan sebuah kasus? Datangi kantor aparat hukum untuk menanyakan perkembangan kasus dan catat keterangan yang diberikan. Beritahukan kepada paralegal, bila kita menganggap proses hukum berjalan tidak transparan. C. Melakukan tindakan tekanan penyelesaian kasus; bekerja sama dengan LSM advokasi, pengacara masyarakat atau rekan-rekan media massa untuk bersama-sama melakukan pemantauan dan penyebarluasan hasil pemantauan tersebut ke media massa atau cara penyebaran informasi yang lain. D. RUMUSAN MASALAH 1. Dalam beberapa perkara pidana penganiayaan memang tidak mudah untuk menentukan apakah sebuah penganiayaan masuk dalam kategori Penganiayaan Biasa dan Penganiaayaan Ringan. 2. Terkadang penyidik sering kali bermain-main dan melakukan jual beli pasal dalam sebuah perkara pidana, E. TUJUAN 1. Agar kita dapat memahami sebuah proses hukum dalam kasus pidana penganiyayaan tersebut diatas. 2. Untuk para penyidik agar tidak bermain main atau jual beli pasal dalam menangani sebuah perkara pidana (tidak memihak pada siapa pun).
10 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari kasus pidana penganiayaan tersebut diatas maka disimpulkan sebagai berikut: 1. Bahwa pandangan tersebut sangatlah konservatif, diskirminatif dan sangat jauh dari rasa keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengingat konstruksi hukum yang dibangun oleh penyidik terlalu simplikatif dalam mengartikan sakit yang dapat mengahalangi seseorang untuk bekerja. Bagaimana jika si Korban adalan seorang ibu rumah tangga yang tidak bekerja / pengangguran, ketika dirinya teraniaya dan menimbulkan luka dijarinya sehingga akibat luka dijarinya dia tidak bisa memotong bawang atau cabai apakah sipelaku bisa dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP dan ditahan. 2. Dalam beberapa perkara pidana penganiayaan memang tidak mudah untuk menentukan apakah sebuah penganiayaan masuk dalam kategori Penganiayaan Biasa dengan Penganiaayaan Ringan. Hal ini nampaknya perlu kita kaji lebih dalam, menginggat dalam beberapa perkara terkadang Penyidik (Kepolisian) tidak sejalan dengan apa yang diinginkan oleh korban. Khususnya berkaitan dengan ditahan atau tidaknya seorang pelaku Penganiayaan, mengingat jika si pelaku dikenakan pasal 351 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsur penganiayaan biasa dimana pelaku harus ditahan, jika pelaku dikenakan pasal 352 (1) KUHP maka hal tersebut masuk dalam unsure penganiayaan ringan sehingga pelaku tidak bisa ditahan. (Lihat ketetuan pasal 21 Ayat (4) KUHAP). B. SARAN Dari hasil pembahasan diatas dapat dilakukan beberapa cara untuk mencegah terjadinya kesalahan kesalahan dalam penerapan pasal agar tidak merugikan pihak pihak yang terkait dalam masalah pidana tersebut yaitu: 1. Penyidik harus lebih teliti dalam menyelidiki/mengintrogasi korban/tersangka dalam kasus pidana tersebut (penganiayaan) sehingga tidak ada pihak yang dirugikan atau di untungkan. 2. Bagi pihak korban/tersangka harus jujur dalam memberikan keterangan agar tidak membingungkan para penyidik dalam memproses suatu kasus (pidana) Demikian makalah ini di buat agar dapat di pelajari lebih lanjut, mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Sekian dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
1. PELAPORAN Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian.
KASUS PIDANA UMUM CONTOH-CONTOH KASUS PIDANA: Kekerasan akibat perkelahian atau penganiayaan Pelanggaran (senjata tajam, narkotika, lalu lintas) Pencurian Korupsi Pengerusakan Kekerasan dalam rumah tangga
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciHukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual
Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
Lebih terperinciK homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering ter
Prof. dr. AMRI AMIR, Sp.F(K), DFM, SH K homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering terjadi Dibutuhkan
Lebih terperinci1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara
1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana 2. PRAPERADILAN ADALAH (Ps 1 (10)) wewenang pengadilan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciMEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN
MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan
Lebih terperinciBAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
40 BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Ketentuan Umum KUHP dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan
Lebih terperincidengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjamin perlindungan hak azasi manusia dan agar para aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekuen, maka KUHAP membentuk suatu lembaga baru yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,
BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hukum Acara Pidana Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering, menurut Simons hukum acara pidana mengatur tentang bagaimana negara melalui
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciBAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA 3.1 Dasar Filosofis Asas Ne Bis In Idem Hak penuntut umum untuk melakukan penuntuttan terhadap setiap orang yang dituduh
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah
Lebih terperinciALUR PERADILAN PIDANA
ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang
BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang terus berupaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun material berdasarkan Pancasila dan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan
Lebih terperinciPernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI
Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.
Lebih terperinciGUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN
GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciNILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1
NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal
Lebih terperinciJAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta
JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan
Lebih terperinciPemeriksaan Sebelum Persidangan
Pemeriksaan Sebelum Persidangan Proses dalam hukum acara pidana: 1. Opsporing (penyidikan) 2. Vervolging (penuntutan) 3. Rechtspraak (pemeriksaan pengadilan) 4. Executie (pelaksanaan putusan) 5. Pengawasan
Lebih terperinciBAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini
Lebih terperinciBAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak
BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinci2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2017 HUKUM. Anak. Anak Korban. Perkara. Register. Pedoman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6033) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017
KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011
BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011 A. Prosedur tugas dan kewenangan Jaksa Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciAPA ITU CACAT HUKUM FORMIL?
APA ITU CACAT HUKUM FORMIL? Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH, MH Kadilmil II-09 Bandung Dalam praktek peradilan hukum pidana, baik Penyidik POM TNI, Oditur Militer, Penasihat Hukum (PH) dan Hakim Militer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang terus berupaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun material berdasarkan Pancasila dan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013
Lebih terperinciBAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN
BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN A. Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyidik Memerlukan Keterangan Ahli Di Tingkat Penyidikan Terkait dengan bantuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang
Lebih terperinciPENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS
PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang
Lebih terperinciBagian Kedua Penyidikan
Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan
Lebih terperinciSTANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (UNIT PPA)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah dinyatakan dengan tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan
Lebih terperinciPERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN
PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN NAMA KELOMPOK : 1. I Gede Sudiarsa (26) 2. Putu Agus Adi Guna (16) 3. I Made Setiawan Jodi (27) 4. M Alfin Gustian morzan (09) 1 DAFTAR
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
A. Latar Belakang Masalah Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945amandemen ke 4, yang menyebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciMengenal Sistem Peradilan di Indonesia
Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia HASRIL HERTANTO,SH.MH MASYARAKAT PEMANTAU PERADILAN INDONESIA DISAMPAIKAN DALAM PELATIHAN MONITORING PERADILAN KBB, PADA SELASA 29 OKTOBER 2013 DI HOTEL GREN ALIA
Lebih terperinciBAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya
BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan- peraturan yang menentukan perbuatan apa saja yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian
Lebih terperinciPelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud
15 Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Adapun jenis-jenis pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, sebagai berikut: 1. Kejahatan Genosida
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA
1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum pidana yang tergolong sebagai hukum publik berfungsi untuk melindungi kepentingan orang banyak dan menjaga ketertiban umum dari tindakan tindakan warga
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinci*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017
PENAHANAN TERDAKWA OLEH HAKIM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Brando Longkutoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciLATAR BELAKANG MASALAH
LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini tidak semakin berkurang, walaupun usaha untuk mengurangi sudah dilakukan dengan usaha-usaha pemerintah untuk menekan tindak pidana korupsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para aparat penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu
Lebih terperinci