BAB I PENDAHULUAN. beralih dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Perubahan
|
|
- Sonny Muljana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Sejak diberlakukannya Undang-Undang Perpajakan Tahun 1983, telah terjadi suatu reformasi di bidang perpajakan di Indonesia. Sistem perpajakan telah beralih dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Perubahan tersebut juga berakibat pada perubahan peran Direktorat Jenderal Pajak sebagai lembaga yang memiliki wewenang untuk memungut pajak. Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan pemungutan pajak kepada masyarakat Wajib Pajak yang semula bertindak sebagai lembaga yang menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terutang, melalui Undang - Undang Nomor 6 Tahun 1983 Direktorat Jenderal Pajak sekarang berfungsi memberikan pelayanan administrasi perpajakan bagi masyarakat yang meliputi pembinaan, penelitian, pengawasan dan penetapan sanksi perpajakan. Seiring dengan perubahan peran tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berada pada posisi yang sangat dilematis. Pada satu sisi masyarakat mendudukkan Direktorat Jenderal Pajak sebagai suatu institusi yang mengemban tugas mulia yaitu untuk memasukkan uang yang sebanyak - banyaknya ke kas negara, tetapi di sisi lain Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu institusi yang sesuai dengan kodratnya selalu dihindari oleh masyarakat Wajib Pajak, karena bagi pembayar pajak, tidak akan mendapatkan kontraprestasi atau jasa timbal balik secara langsung yang dapat 1
2 dinikmati, namun dapat dipaksakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan yang berlaku. Saat ini pajak merupakan sumber utama penerimaan negara setelah berakhirnya masa booming minyak dan gas, menyadari begitu besarnya peranan pajak terhadap penerimaan APBN, maka Direktorat Jenderal Pajak selalu berupaya untuk melakukan pembenahan dalam berbagai aspek dimulai dari penyempurnaan undang - undang sampai dengan aturan pelaksanaannya di lapangan yang kesemuanya itu tujuannya adalah dalam rangka untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang dipungut dari seluruh masyarakat Wajib Pajak. Namun demikian penyempurnaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak baik dari segi peraturan perundang - undangan maupun kebijakan - kebijakan teknis yang dikeluarkan dalam rangka peningkatan penerimaan pajak tersebut harus tetap berdasarkan pada ; (1) Azas Keadilan, yaitu adanya perlakuan yang sama terhadap orang atau badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dalam situasi ekonomi yang sama, (2) Azas Kesederhanaan, yaitu : memudahkan wajib pajak dalam memperoleh informasi dalam pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban, dan (3) Azas Kepastian Hukum, yaitu adanya ketetapan yang bersifat tetap mengenai hak dan kewajiban perpajakannya selaku wajib pajak yang taat kepada peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Apabila ketiga variabel tersebut tidak terpenuhi maka harapan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari masyarakat Wajib Pajak sulit untuk diwujudkan.
3 Regar (1997 : 3) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang tidak dapat dilupakan berhasil pemungutan pajak adalah keadilan. Tidak mudah untuk menentukan dan melaksanakan keadilan dalam pajak yang dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Penentuan tarif pajak untuk beberapa lapisan jumlah penghasilan kena pajak adalah satu usaha untuk melaksanakan keadilan. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan pandangan terhadap keadilan pajak. Demikian juga tarif pajak yang kurang menggambarkan keadilan dapat mempersulit pemungutan pajak, apakah tarif pajak yang berlaku sudah menggambarkan kemampuan atau daya pikul Wajib Pajak khususnya lapisan masyarakat tingkat bawah. Ukuran taraf hidup juga merupakan unsur yang paling penting dalam menentukan tarif pajak yang adil sebagai landasan yang kokoh untuk memenuhi kewajiban pajak. Agar sistem perpajakan dapat berjalan secara efektif dan efisien, keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum merupakan hal yang penting bagi suksesnya peraturan perundang-undangan. Untuk itu Self Assessment System dimana pemerintah memberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang serta membayar dan melaporkan jumlah pajak tersebut. Salah satu kebijakan teknis Direktorat Jenderal Pajak yang telah dikeluarkan dalam rangka untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam tahun 2002 adalah Surat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 522/PMK 04/2000, Tanggal 14 Desember 2000 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
4 Pengusaha Tertentu. Yang pada intinya terhadap semua Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barangbarang yang dijual langsung kepada konsumen akhir melalui tempat usaha / gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran. Wajib Pajak Orang Pribadi Tertentu sesuai keputusan ini wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha / gerai (outlet) di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha / gerai (outlet) tersebut (Kantor Pelayanan Pajak Lokasi) dan di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak (Kantor Pelayanan Pajak Domisili). Adapun besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar oleh Wajib Pajak adalah sebesar 2% (dua persen) dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan dari masing - masing tempat usaha / gerai (outlet). Selanjutnya Surat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK 03/2008, tanggal 31 Desember 2008 yang berlaku mulai sejak 1 Januari 2009 perihal yang sama dengan tarif berbeda dari 2% (dua persen) berubah menjadi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan, yang dibayarkan atas nama Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing tempat usaha / gerai (outlet). Pada akhir tahun pajak kedudukan pembayaran angsuran pajak tersebut merupakan :
5 (1) Pelunasan Pajak Penghasilan yang Terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan apabila Wajib Pajak tidak memperoleh penghasilan lain yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat tidak final. (2) Kredit Pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Sehubungan dengan itu dipandang dari sisi Direktorat Jenderal Pajak surat keputusan ini akan dapat mendongrak penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang sangat signifikan, namun apabila dipandang dari sisi masyarakat Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang memiliki lebih dari satu tempat usaha / gerai (outlet) dapat berdampak serius terhadap tingkat profitabilitas atau laba yang akan dihasilkan perusahaan RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah pokok yang diangkat dalam pembahasan penulisan ini sebagai berikut : "Apakah Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu UD. HAJI WAHYUDDIN A. GANI di Makassar telah melaksanakan sepenuhnya cara perhitungan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK 03/2008 yang berlaku."
6 1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penulisan ini yaitu : a. Untuk mengetahui penghitungan PPh Pasal 25 pengusaha tertentu. b. Untuk membandingkan penghitungan PPh Pasal 25 UD. Haji Wahyuddin A Gani dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK 03/2008 tentang perhitungan PPh Pasal 25 pengusaha tertentu. Sedangkan kegunaan penulisan adalah : a. Sebagai sumbangan pemikiran khususnya yang menyangkut masalah Pajak Penghasilan kepada Wajib Pajak yang mungkin dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sehubungan dengan pengembangan usahanya. b. Untuk dijadikan sumber kepustakaan bagi peneliti yang berminat untuk meneliti tentang masalah Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. c. Sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar SISTEMATIKA PEMBAHASAN berikut: Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari beberapa bab sebagai
7 Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, masalah pokok, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab Kedua, berisikan landasan teori yang terdiri dari pengertian pajak, fungsi pajak, pengertian wajib pajak, metode penghitungan, besarnya tarif pajak, cara penghitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan Badan, koreksi fiskal, Perspektif Akuntansi dan Pajak atas Koreksi Fiskal serta Perencanaan Pajak dan Peningkatan Profitabilitas yang dihasilkan oleh perusahaan dan kerangka pemikiran. Bab Ketiga, metodologi yang meliputi daerah penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data, metode analisis, dan definisi operasional. Bab Keempat, merupakan gambaran umum perusahaan yang terdiri dari sejarah singkat perusahaan UD. HAJI WAHYUDDIN A. GANI di Makassar. Bab Kelima, adalah Hasil Analisis dan Pembahasan Laporan Keuangan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, Perhitungan Pajak Penghasilan Menurut UD. HAJI WAHYUDDIN A. GANI di Makassar Bab Keenam, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saransaran.
8 BAB VI PENUTUP 6.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil perhitungan jumlah pajak penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu pada perusahaan perdagangan Pakaian Jadi UD.HAJI WAHYUDDIN A. GANI di Makassar yang dihitung berdasarkan PPh Pasal 25 (7) Jo. Surat Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 255/PMK 03/2008, tanggal 31 Desember 2008 dengan perhitungan menurut PPh Pasal 17 sehingga dapat mempengaruhi tingkat profit yang dihasilkan oleh perusahaan dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp , sehingga perhitungan pajak yang terutang oleh perusahaan belum dilakukan secara maksimal sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun Disamping terjadi perbedaan perhitungan Pajak Penghasilan yang terutang, terdapat juga bebearapa hak wajib pajak terabaikan yaitu hal hal sebagaimana telah diatur dalam pasal pasal Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebagai berikut : a) Pasal 6 ayat (2) tentang hak wajib pajak, apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya 8
9 berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun, untuk melakukan kompensasi kerugian sebagai pengurang penghasilan neto apabila Wajib Pajak mengalami kerugian usahanya, secara kebetulan dalam kasus Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha perdagangan eceran pakaian jadi dalam penelitian ini tidak terjadi kerugian yang dimaksud. b) Pasal 7 tentang hak Wajib Pajak atas besarnya Penghasila Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana tanggungan keluarga yang boleh dikurangkan dari penghasilan neto, c) Pasal 9 ayat (1) huruf g tentang hak Wajib Pajak atas besarnya zakat sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dari penghasilan neto khusus untuk Wajib Pajak yang beragama Islam sebagai pengurang penghasilan neto. d) Pasal 17 tentang hak Wajib Pajak atas penerapan tarif pajak progresif yaitu tarif pajak dimana semakin besar Dasar Pengenaan Pajak (DPP) maka akan semakin besar pula pajak yang harus ditanggungnya. e) Pasal 31E tentang hak Wajib Pajak badan dalam negeri untuk mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak. Dari kelima pasal tersebut adalah merupakan hak-hak Wajib Pajak yang belum secara jelas dipaparkan dalam Surat Keputusan Dirjen Pajak yang kemungkinan pada saat dibuat hanya berorientasi pada optimalisasi penerimaan pajak
10 semata kurang memperhatikan proses jangka panjang tentang kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri sehingga unsur keadilan di bidang perpajakan telah terabaikan. Dari beberapa urain tersebut di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa meskipun penerapan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut dapat mendongkrak atau meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan bagi Direktorat Jenderal Pajak, namun karena masih adanya hal hal yang terkait dengan hak Wajib Pajak sendiri sehingga harapan Direktorat Jenderal Pajak untuk memaksimalkan penerimaan justru akan mengakibatkan suatu hal yang fatal karena Wajib Pajak dapat mengalami kerugian yang sangat besar dan hal ini dapat tercermin dari menurunnya tingkat laba neto setelah pajak sebagai akibat diterapkannya Keputusan Dirjen Pajak tersebut SARAN SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka ada beberapa saran yang dapat dikemukakan oleh penulis diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kepada Direktorat Jenderal Pajak, mengingat pemberlakuan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak tersebut bersifat mengikat dan harus dilaksanakan oleh semua Wajib Pajak Orang pribadi pengusaha tertentu, maka penulis mengusulkan sebagai berikut : Agar penerapan PPh Pasal 25 (7) Jo. Surat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK 03/2008, tanggal 31 Desember 2008 ditinjau kembali kerena dalam pelaksanaannya di lapangan sangat merugikan khususnya gerai / outlet karena ada
11 beberapa hak Wajib sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 ayat (2), pasal 7, pasal 9 ayat (1) huruf g, pasal 17 serta pasal 31E Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang belum secara jelas dipaparkan dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pajak tersebut. Dengan demikian maka program optimalisasi penerimaan pajak masih sangat sulit untuk direalisasikan karena masih adanya beberapa pertentangan dikalangan Wajib Pajak mengenai ketentuan yang telah diberlakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak tersebut karena pada umumnya para Wajib Pajak masih menganggap bahwa ketentuan tersebut belum dapat memenuhi dan mencerminkan unsur keadilan di bidang perpajakn serta kurang mencermati proses jangka panjang mengenai kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri setelah diberlakukannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut. 2. Kepada Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu dari Direktorat Jenderal Pajak tersebut sampai dengan sekarang masih berlaku atau belum dicabut dan mempunyai sifat mengikat kepada semua Wajib Pajak atau dengan kata lain ketentuan tersebut Wajib Pajak Untuk dilaksanakan oleh semua Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu tanpa kecuali. Maka penulis mengusulkan kepada Wajib pajak agar dalam jangka pendek segera mengambil sikap atau keputusan untuk menyelamatkan usaha perusahaan dengan jalan sebagai berikut : a. Melakukan usaha dalam satu jalur usaha dalam bentuk sentralisasi atas semua gerai / outlet yang dimilikinya agar jenis usaha Wajib Pajak tidak termasuk tergolong sebagai Wajib Pajak Orang pribadi pengusaha tertentu
12 sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan Drektur jenderal Pajak tersebut sehingga dengan demikian dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak serta potensi penghasilannya. b. Melakukan penjualan dengan sistem konsinyasi atau melalui kanvas dengan menciptakan hubungan kemitraan dengan cara menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan dari beberapa wajib Pajak sehingga dengan demikian besarnya Pajak Penghasilan akan menjadi kecil. c. Mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai bentuk perusahaan yang tepat yaitu dengan jalan melakukan peralihan bentuk usaha dari bentuk usaha perseorangan menjadi bentuk usaha badan hukum, karena istilah gerai / outlet sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan Direktorat jenderal Pajak dalam bentuk usaha badan tidak diberlakukan pengenaan pajak terutang sebesar 0,75 % (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah penghasilan Bruto dari setiap gerai/outlet yang dimiliki tersebut karena di dalam bentul usaha badan istilah gerai / outlet tersebut hanya dianggap sebagai cabang usaha atau anak perusahaan saja sehingga perhitungan PPh tertangnya tetap mengacu pada ketentuan umum Undang Undang Pajak Penghasilan. Disamping hal tersebut di dalam bentuk usaha badan berlaku tarif progresif pasal 17 yang berbeda dengan bentuk usaha perseorangan, untuk bentuk usaha perseorangan terdiri 4 (empat) lapisan tarif dengan tarif tertinggi sebesar 30 % (tiga puluh persen), sedangkan dalam bentuk badan usaha hanya terdiri dari 1 (satu)
13 lapisan dengan tarif sebesar 28 % (dua puluh delapan persen), dan pasal 31E sehingga bentuk usaha badan dipandang lebih menguntungkan dibandingkan dalam bentuk usaha Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. d. Kepada Wajib Pajak UD. HAJI WAHYUDDIN A. GANI di Makassar dapat melakukan pembentulan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2009 sebelum dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan bantuan Kantor Konsultan Pajak yang independen, sehingga kelebihan pajak yang telah dibayar sebesar Rp ,-- dapat diminta kembali (direstitusi), sehingga menambah kas perusahaan.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-02/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN PASAL 31E AYAT (1) UNDANG- UNDANG NOMOR
Lebih terperinciNama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat
Lampiran I Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25 No. NPWP tempat usaha/ gerai (outlet) KPP Lokasi Alamat Peredaran Usaha (Perdagangan) Penghasilan Penghasilan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani
II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah, ini terbukti pada tahun 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penerimaan Negara Republik Indonesia bersumber dari pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah, ini terbukti pada tahun 2014 pajak menyumbang Rp. 1.310.219.000.000.000
Lebih terperinciTENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)...
11 2012, No.526 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENCABUTAN PENETAPAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU DALAM RANGKA PENGEMBALIAN
Lebih terperinci..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,
LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 40/PJ./2009 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU...,...20... 1) Nomor :...
Lebih terperinci..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,
LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-40/PJ./2009 TENTANG : TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU...,...20... 1) Nomor
Lebih terperinciYth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4)
LAMPIRAN I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-40/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu,.....20 1) Nomor : (2)
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan
Lebih terperinciFORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
2013, No.1556 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.09/2013 TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)... TENTANG
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 74/PMK.03/2012 TENTANG : TATA CARA PENETAPAN DAN PENCABUTAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU DALAM RANGKA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sesuai dengan yang kita ketahui bahwa penerimaan negara untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan yang kita ketahui bahwa penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran bagi negara yang cukup besar adalah dari penerimaan sektor Pajak. Tidak bisa dipungkiri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lapangan pekerjaan baru yang tersedia menyebabkan. turunnya angka pengangguran, yaitu sebesar tahun 2011,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan terbukanya lapangan pekerjaan baru yang tersedia menyebabkan turunnya angka pengangguran, yaitu sebesar 8.120.000 tahun 2011, 7.610.000 tahun 2012 (www.bps.go.id).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam melanjutkan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Salah satu ciri dari negara yang sedang berkembang adalah adanya pengeluaran dari kas negara yang besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi kewajiban pembangunan bangsa, maka pemerintah harus memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber dana negara salah satunya yaitu
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG
Menimbang: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat dengan usaha pemerintah dalam melakukan pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah
Lebih terperinciDAFTAR ISI. JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR...
Judul : Tata Cara Perhitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan PPh Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Memiliki Usaha Lebih dari Satu Usaha (Studi Kasus Tuan AX Klien CV. Sukartha Karya Sejahtera) Nama
Lebih terperinciFORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK : KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.03/2013 TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU FORMAT SURAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan hal yang penting bagi suatu negara yang terus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan hal yang penting bagi suatu negara yang terus menerus berkembang. Dalam peningkatan dan pembangunan nasional pemerintah memerlukan suatu penerimaan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan
BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Dari analisa yang telah dilakukan, berikut adalah kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini: 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan a. Orang pribadi yang melakukan
Lebih terperinciSelf assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP
Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. beberapa sektor pajak masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dari sektor pajak merupakan penerimaan terbesar negara. Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 sebagai perubahan keempat atas Undang- Undang Nomor 6 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam menjalankan peran pemerintahan. Pajak menjadi pemegang andil terbesar dalam pembangunan di seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan tanpa mendapat jasa timbal secara langsung dan digunakan untuk membayar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia terus melaksanakan pembangunan di segala bidang demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam melaksanakan pembangunan,
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1) TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 198/PMK.03/2013 TENTANG : PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU FORMAT SURAT KEPUTUSAN
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar Dasar Perpajakan 1. Definisi Pajak Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih
Lebih terperinciI. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018
I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 Pada tanggal 23 Januari 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan Atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara yang digunakan untuk pembangunan nasional. Pajak dipungut dari rakyat Indonesia dan menjadi salah
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009:1) adalah : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara yang berdasarkan Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara yang berdasarkan Undang- Undang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan
Lebih terperinciII. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN I. UMUM 1. Undang-Undang
Lebih terperinciPERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T)
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUBAHAN BENTUK USAHA (STUDI KASUS DI RESTORAN T) Lili Mariana, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini adalah menyejahterakan rakyat dan menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan
Lebih terperinciKementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/
Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/2014-00 Apa yang dimaksud Emas Perhiasan? Emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari
Lebih terperinciPELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL
PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat
Lebih terperincimembiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang
Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya pengadaan dana dalam jumlah uang yang cukup besar dan berkesinambungan untuk membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelakasanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang Indonesia saat ini masih membutuhkan biaya untuk melaksanakan pembangunan agar dapat menjadi negara yang dewasa atau maju dimana kebutuhan
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)
SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin diandalkan dalam kepentingan pembangunan serta pembiayaan pemerintah adalah pajak. Pajak merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menjalankan pemerintahan, diperlukan sarana dan prasarana yang tentunya tidak terlepas dari masalah pembiayaan pembangunan yang memerlukan banyak dana.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I 1.1 Latar Belakang Pajak sebagai sumber utama bagi penerimaan negara yang berasal dari dalam negeri merupakan sumber utama pembiayaan untuk pembangunan nasional. Karena itu sistem perpajakan di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber utama dana penerimaan dalam negeri. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan pembangunan. Sebagian besar sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengadaan dana merupakan masalah yang penting bagi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Sumber pembiayaan pembangunan berasal dari dalam negeri dan luar
Lebih terperinciPENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil dari pembangunan nasional serta reformasi di berbagai bidang menempatkan sektor pajak sebagai sektor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci : pengenaan, pemotongan pajak penghasilan pasal 23
Judul : Analisis Pengenaan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh Rumah Sakit X atas Jasa Pengolahan Limbah salah satu klien pada Kantor Konsultan Pajak I Wayan Sutha Naya, SH. Nama : Ni Made Rika
Lebih terperinciY. PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI FORMULIR TAHUN PAJAK
DEPARTEMEN KEUANGAN R I PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK BERI TANDA X DALAM (KOTAK) YANG SESUAI ISI DENGAN BENAR, LENGKAP,
Lebih terperinciSUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.
SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah
Lebih terperinciAPAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT
APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT LAPORAN SKRIPSI Oleh Anne Valerye Janias 1301042045 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciNo dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6120 KEUANGAN. PPH. Penghasilan. Diperlakukan. Dianggap. Harta Bersih. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 202) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1 Tentang Ketentuan Umum dan Perpajakan, pajak merupakan suatu konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh setiap orang maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor internal maupun eksternal. Sumber penerimaan internal adalah pendapatan pajak sedangkan eksternal
Lebih terperinciKelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan
Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat. untuk menyelenggarakan pemerintahan.
BAB II KAJIAN TEORI A. Pajak Menurut Waluyo (2009), pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
Lebih terperinciPengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar
DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI ACCOUNT REPRESENTATIVE TINGKAT DASAR BAHAN AJAR Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar Oleh: T i m Widyaiswara Pusdiklat Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, diperlukan pembiayaan yang tidak sedikit. Oleh karena itu pemerintah pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.03/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.03/2013 TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan
Lebih terperinciBAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelakasanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang Indonesia saat ini masih membutuhkan biaya untuk melaksanakan pembangunan agar dapat menjadi negara yang dewasa atau maju dimana kebutuhan
Lebih terperinciPER - 32/PJ/2010 PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PEN
PER - 32/PJ/2010 PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PEN Contributed by Administrator Monday, 12 July 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan
1 Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara melakukan proses pembangunan yang terus berkesinambungan dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk Indonesia. Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5268 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162) I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya. Pengaruh Kesadaran..., Dhio, Fakultas Ekonomi 2015
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia, sehingga tidak mengherankan ketika pemerintah kemudian membuat aturan yang diharapkan mampu menambah penerimaan
Lebih terperinciPutusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT45363/PP/M.II/27/2013. : Pajak Penghasilan Pasal 15 Final. Tahun Pajak : 2010
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT45363/PP/M.II/27/2013 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 15 Final Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap
Lebih terperinciSPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
770 PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menciptakan stabilitas nasional maka dilakukanlah Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus dan berkesinambungan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,
Lebih terperinciAGEN LPG 3KG DAN ASPEK PERPAJAKANNYA KPP PRATAMA JEMBER
AGEN LPG 3KG DAN ASPEK PERPAJAKANNYA KPP PRATAMA JEMBER Latar Belakang Perpres /No.104/2007 tentang Konversi Minyak Tanah ke Gas LPG dimulai pada Tahun 2007. Surat Edaran HISWANA MIGAS yang menyatakan
Lebih terperinci2017, No tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tenta
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.202, 2017 KEUANGAN. PPH. Penghasilan. Diperlakukan. Dianggap. Harta Bersih. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6120) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dan pertumbuhan perekonomian perlu melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Indonesia akan diikuti dengan terjadinya perbaikan-perbaikan di berbagai bidang, salah satunya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta jiwa 1. Sedangkan usia produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi
BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem pemungutan pajak yang menjiwai Undang-Undang Perpajakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sistem pemungutan pajak yang menjiwai Undang-Undang Perpajakan Indonesia adalah sistem self assessment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk berperan aktif
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkenaan dengan pemenuhan wajib pajak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini: No Nama Peneliti 1 Komarawati dan Mukhtaruddin.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN TERTENTU BERUPA HARTA BERSIH YANG DIPERLAKUKAN ATAU DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin terasa sebagai andalan penerimaan Negara. Oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN PAJAK Pengertian Pajak menurut Waluyo dan Ilyas adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang kepada wajib
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
Lebih terperinci