BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai tujuan akhir integrasi ekonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai tujuan akhir integrasi ekonomi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang telah dilakukan secara bertahap bermula KTT ASEAN di Singapura pada tahun Para pemimpin ASEAN telah mendeklarasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai tujuan akhir integrasi ekonomi regional ASEAN sebagai bentuk tindaklanjut dari visi ASEAN Indonesia saat ini berada pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang sebelumnya telah disebutkan dalam Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation pada tahun Pada pertemuan tingkat Kepala Negara mengumumkan pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas di ASEAN (AFTA) dalam jangka waktu 15 tahun. Kemudian dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003 dan pada akhirnya dipercepat kembali menjadi tahun 2002, 3 yang ditandai dengan pergerakan arus barang, jasa, investasi dan modal yang bebas tanpa hambatan masyarakat-ekonomi-asean-dan-perekonomian-indonesia. (diakses pada tanggal 25 Februari 2016). 2 Sjamsul Arifin et.al (I), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)2015, (Jakarta:PT.Elex Media Komputindo,2008),hlm (diakses pada tanggal 25 Februari 2016). 4 Sjamsul Arifin et.al (II), Kerja Sama Perdagangan Internasional, (Jakarta:PT.Elex Media Komputindo,2004), hlm 174.

2 MEA merupakan suatu bentuk integrasi masyarakat ASEAN dimana adanya perdagangan bebas diantara anggota - anggota ASEAN yang telah disepakati bersama negara - negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar, untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur dan kompetitif. Tujuan dibentuknya MEA yaitu untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalahmasalah dibidang ekonomi antar negara-negara ASEAN. 5 Di samping itu era MEA juga diharapkan juga akan terjadi pembangunan ekonomi yang setara serta pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi 6, maka dari itu negara - negara anggota MEA tersebut telah sepakat untuk mengubah wilayah ASEAN menjadi kawasan bebas aliran barang, jasa, investasi, permodalan, dan juga tenaga kerja. Untuk mengahadapi era perdagangan bebas seperti saat ini, salah satu cara untuk mampu bersaing adalah dengan mengahasilkan produk berupa barang dan jasa yang berkualitas agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan barang yang diproduksi oleh negara lain. Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa tarif ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antara individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara berbeda. Dengan berlakunya era MEA maka persaingan usaha akan semakin ketat 5 Op. Cit. 6 Ibid., hlm. 174.

3 sehingga para pelaku usaha harus mampu bersaing dengan sesama pelaku usaha dari negara anggota MEA lainnya. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi 7. Pada dasarnya para pelaku usaha memproduksi produk yang dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu berupa barang dan jasa. Produk ialah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimimliki,digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Menurut Fandy Tjiptono produk diklasifikasikan kedalam dua kelompok : 8 1. Barang Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba, disentuh, dipegang, dan perlakuan fisik lainnya. 2. Jasa a) Barang yang terpakai habis atau tidak tahan lama adalah barang berwujud, biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian normal kurang dari satu tahun. b) Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang tidak bias bertahan sesuai umur ekonomisnya. Umumnya barang seperti ini membutuhkan jaminan / garansi tertentu dari penjualnya. 7 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 Angka 3. 8 Fandy Tjiptono, Manajemen Pemasaran (Yogyakarta:Andi,2002), hlm.98.

4 Jasa merupakan aktivitas, manfaat, atas kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Contohnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel, dan lain-lain. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal 9, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan pada label produk yang dipasarkan. Hal ini bertujuan agar konsumen lebih merasa aman dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk tersebut. Selain itu, konsumen juga mendapatkan jaminan bahwa produk tersebut tidak mengandung sesuatu yang tidak halal dan diproduksi dengan bahan dan melalui proses yang halal serta beretika. Karena bahan dan proses merupakan hal terpenting dalam suatu produk halal, maka produk halal tidak dapat dipisahkan dari bahan-bahan yang halal juga, namum bahan halal saja tidak cukup, harus pula diikuti dengan proses pembuatannya. Proses pembuatan produk halal harus benar-benar jauh dari halhal yang bersifat haram dalam arti kata proses pengelolaannya harus dibuat benarbenar bersih dari zat-zat yang mengandung unsur haram. Kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib di Indonesia karena sebagian besar masyarakat di Indonesia didominasi oleh umat Muslim, maka dari itu kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang penting untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dalam era MEA negara-negara ASEAN telah mempersiapkan strateginya. Tak dapat dipungkiri bahwa arus ekonomi memiliki peluang yang besar terjadi di era ini. Salah satu hal yang penting adalah 9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindunagn Konsumen Pasal 8.

5 mengenai ketersedianya produk halal. Untuk itu dibutuhkan kesiapan badan sertifikat halal dalam memberikan jaminan produk halal kepada masyarakat. Pembentukan lembaga ini adalah tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat muslim dalam mentaati ajaran agamanya. Seperti pada Negara Malaysia, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) diputuskan menjadi satusatunya lembaga halal di Malaysia. Hal ini dilakukan demi mengefektifkan standard halal dan mencegah kebingungan diantara kaum muslimin pada logo halal. Dewan Agama Islam dan JAKIM akan menjadi satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab dalam mengeluarkan sertifikasi halal. 10 Di Negara Singapura, perihal kehalalan adalah sesuatu yang penting untuk diterapkan, salah satu alasannya adalah dikarenakan kejelian masyarakat yang semakin peka terhadap kehalalan suatu produk. Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) adalah lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal yang memegang penuh otoritas beragama Islam di Singapura. Perihal kehalalan produk juga diatur di Negara Thailand. Untuk menjamin kelancaran dan efisiensi urusan Halal Manajemen, dan untuk mengatur ukuran dan kontrol kualitas produk halal dan penggunaan logo halal, Komite Pusat Thailand telah mengeluarkan sebuah peraturan berupa Regulation of the Central Islamic Committee of Thailand Concering Halal Affair Operation of B.E Kemudian, Negara Brunai Darussalam juga merupakan negara di kawasan ASEAN yang serius dalam pengaturan mengenai produk halal. Negara yang Anonim, (diakses pada tanggal 6 Maret 2016). 11 Anonim, Produk Halal Thailand (diakses pada tanggal 6 Maret 2016).

6 terletak di pantai utara Pulau Kalimantan tersebut saat ini sedang membangun konsentrasi terbesar perusahaan yang memproduksi produk halal di dunia melalui Brunei Biolnnovation Corridor (BIC) yang dibentuk untuk mempromosikan perkembangan industri halal bersertifikat di Brunei dan berfokus pada produk makanan, kosmetik, farmasi, biotekologi dan logistik halal. 12 Hal serupa juga diatur pada negara anggota ASEAN lainnya seperti Kamboja. Sertifikasi dan pelayanan halal diterbitkan oleh Dewan Tertinggi Untuk Agama Islam Negeri Kamboja (Mufti Kamboja). Lembaga ini bertujuan untuk memastikan bahwa umat Islam mengonsumsi produk halal dan sesuai dengan standar Islam. Di Vietnam, lembaga halal bernama Halal Vietnam (HVN) yang menawarkan sertifikat halal pada produk makanan. HVN memiliki tugas utama untuk memberikan merek halal pada produk dan jasa dari perusahaan publik. Negara Laos tidak memiliki lembaga sertifikat halal, akan tetapi dalam pengaturan tentang label dan kemasan pangan disebutkan bahwa simbol atau logo yang diakui oleh agama seperti halal dapat digunakan. Kemudian Negara Myanmar, negara ini merupakan negara yang minoritas penduduk muslim. Akan tetapi untuk melindungi masyarakat muslim, pengaturan mengenai kehalalan pada produk terkhusus makanan, Negara Myanmar banyak memiliki rumah makan halal. 13 Sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) bahwa Negara berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan 12 Anonim, (diakses pada tanggal 6 Maret 2016). 13 Anonim, Lembaga Halal di era MEA (diakses pada tanggal 7 Maret 2016).

7 untuk mewujudkan kesejahteraan umum 14. Landasan ini juga dipertegas dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yakni pada Pasal 2 yang menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Seiring dengan semakin mudahnya produk-produk asing masuk ke wilayah Indonesia terkait era MEA, namun tidak juga membuat segala jenis produk-produk tersebut bebas beredar dikarenakan kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib bagi umat muslim baik itu makanan, obat-obatan maupun barang-barang konsumsi lainnya. Maka dari itu diperlukan jaminan produk halal untuk mendapatkan jaminan bahwa produk tersebut tidak mengandung sesuatu unsur yang tidak halal dan di proses dengan cara yang halal juga. Oleh karena itu untuk melindungi konsumen muslim tersebut, dibentuklah suatu Undang-Undang untuk sebagai dasar legalitas atas produk halal yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dalam Undang-Undang Jaminan Produk halal, yang dikatakan sebagai produk adalah Barang dan/atau Jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetika, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, dimanfaatkan oleh masyarakat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Pasal 1,angka 1.

8 Pencantuman label halal adalah tanda kehalalan suatu produk. 16 Hal ini bertujuan agar konsumen lebih merasa aman dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk tersebut. Sedangkan bagi produsen atau pelaku usaha, pencantuman label halal dapat membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap produk tersebut karena produk yang bersertifikat halal lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan produk yang tidak mencantumkan label halal tersebut. Tujuan dari Jaminan Produk Halal tersebut pada dasarnya untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk, dan meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal, oleh karena itu untuk menjamin dikonsumsinya produk halal bagi masyarakat di Indonesia, maka produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikasi halal termasuk juga dalam perdagangan produk-produk farmasi yang sebagian besar produk berupa obat-obatan yang masuk di wilayah Indonesia banyak yang di produksi oleh negara-negara lain. Industri Farmasi adalah industri obat jadi dan industri baku obat. Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau 16 Undang-Undang No.33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Pasal 1 angka 11.

9 memperindah badan atau bagian badan manusia. 17 Akan tetapi dalam dunia farmasi, banyak pelaku usaha yang memproduksi produk berupa obat yang mengandung bahan dan/atau dilakukan dengan proses yang tidak sesuai dengan standar kehalalan berdasarkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal seperti penggunaan bahan yang berasal dari hewan yang pada dasarnya halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat seperti penggunaan bangkai, darah, babi, dan hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. 18 Namun, apabila produsen obat tersebut harus menghilangkan bahan yang mengandung unsur haram dalam produk obat yang diproduksinya, maka hal tersebut akan mengurangi kualitas dari produk obat yang dihasilkan. Dengan demikian hal tersebut akan menyebabkan produsen obat menjadi enggan untuk memproduksi dan memasarkan produk tersebut karena kualitas dari produk yang dihasilkan tidak maksimal. Namun mengingat saat ini Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas, dimana pergerakan arus barang, jasa, investasi dan modal yang bebas tanpa hambatan maka perlindungan hukum bagi pelaku usaha yang memproduksi produk farmasi pada era MEA dirasa diperlukan. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penulis tertarik untuk membahas mengenai bagaimana pengaturan mengenai perdagangan di Indonesia serta perlindungan terhadap produsen farmasi di era Masyarakat ASEAN dan pengaturan mengenai produk halal berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. 17 Definisi Obat, (diakses tanggal 6 Maret 2016) 18 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 18 ayat 1.

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaturan perdagangan produk farmasi dalam sistem hukum Indonesia? 2. Bagaimana kehalalan suatu produk menurut Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap produsen farmasi pada era pasar tunggal ASEAN? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik sebagai mata kuliah pembulat studi guan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum. Namun disamping Tujuan diatas terdapat tujuan- tujuan lainnya berdasarkan rumusan masalah diatas. Maka tujuan yaitu : 1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perdagangan di Indonesia berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. 2. Untuk mengetahui pengaturan pemberian Jaminan Produk Halal berdasarkan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pelaku usaha pada era pasar tunggal ASEAN terlebih atas produsen farmasi.

11 Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat teoritis Tulisan ini memberikan pengetahuan mengenai perdagangan bebas di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan juga mengenai pemberian jaminan produk halal terkhusus dibidang produk farmasi yang ditinjau dari Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. 2. Manfaat praktis Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, dan menambah wawasan masyarakat untuk dapat mengetahui tentang perlindungan hukum terhadap produsen farmasi pada era pasar tunggal ASEAN yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentan Jaminan Produk halal. Uraian ini juga sebagai bahan kajian untuk para akademisi dan para peneliti lainnya yang ingin mengadakan penelitian yang lebih dalam mengenai pemberian jaminan produk halal. D. Keaslian Penulisan Untuk mengetahui keaslian penulisan, dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penelusuran yang dilakukan, ditemukan salah satu penelitian skripsi yang telah dilakukan oleh Alumnus Fakultas Hukum terkait dengan Jaminan Produk Halal yang berjudul Pemberian Jaminan produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33

12 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal oleh Richard Chandra. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut mengkaji mengenai aspek perlindungan terhadap konsumen muslim atas produk yang beredar yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Sedangkan penelitian skripsi ini mengkaji mengenai perlindungan hukum terhadap produsen farmasi pada Era Pasar Tunggal ASEAN atas produk yang diproduksi melalui Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban. E. Tinjauan Pustaka 1. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration Of ASEAN Concord II (Bali Concord II), Bali, Oktober MEA adalah salah satu pilar perwujudan ASEAN Vision, bersamasama dengan ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Socio- Cultural Community (ASCC). Pembentukan MEA dilakukan melalui empat kerangka strategis, yaitu pencapaian pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global. Pencapaian MEA melalui penciptaan pasar tunggal dan kesatuan basis

13 produksi, ditujukan sebagai upaya perluasan melalui integrasi regional untuk mencapai skala ekonomis yang optimal. Melalui proses integrasi ekonomi maka ASEAN secara bertahap menjadi kawasan yang membebaskan perdagangan barang dan jasa serta aliran faktor produksi (modal dan tenaga kerja), sekaligus harmonisasi peraturan-peraturan terkait lainnya Pasar Bebas Definisi Pasar Bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas juga dapat di definiskan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang dibuat pemerintah) dalam perdagangan-perdagangan individual dan perusahaanperusahaan yang berada di negara yang berbeda Pelaku Usaha Dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha,baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun secara bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Jenis-jenis Pelaku Usaha : 2016). 19 Sjamsul Arifin et.al I, Op. Cit, hlm Anonim, bebas (diakses tanggal 6 Maret

14 1. Badan Usaha yang berbadan hukum 2. Badan Usaha yang tidak berbadan hukum Perbedaan dari keduanya yaitu badan usaha yang bukan merupakan badan hukum tidak dipersamakan kedudukannya sebagai orang sehingga tidak memiliki kekayaan para pendirinya Produk Halal Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor.518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal adalah tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan Syariat Islam. Kemudian proses-proses yang menyertai dalam suatu produk agar termasuk dalam klasifikasi halal adalah proses yang sesuai dengan standar halal yang telah ditentukan oleh agama Islam. 22 Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan sebagaimana dimaksud, meliputi : bangkai ; 2. darah ; 3. babi ; dan/atau 4. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan Syariat. 21 Irma Devita, Kiat-Kiat Cerdas,Mudah,dan Bijak Mendirikan Badan Usaha, (Bandung:Kaifa, 2010), hlm Anonim, Pengertian Halal (diakses pada tanggal 17 Maret 2016) 23 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Pasal 18 ayat 1.

15 Kemudian bahan yang berasal dari tumbuhan selama tidak memabukkan dan/atau membahayakan kesehatan bagi orang yang mengkonsumsinya adalah halal. F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam suatu penelitian yang berfungsi untuk mengembangakan ilmu pengetahuan. 24 Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah bersifat normatif. 25 Pada penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. 26 Penelitian ini merupakan : a. Penelitian menarik asas hukum, dimana dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis. Penelitian ini dapat digunakan untuk menarik asas-asas hukum dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan untuk mencari asas hukum yang dirumuskan baik secara tersirat maupun tersurat. 24 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III (Jakarta:Universitas Indonesia-press, 1986), hlm Penelitian Normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang tertulis baik yang dituangkan dalam bentuk peraturan-peraturan maupun dalam bentuk literatur lainnya. 26 Amiruddin dan H.Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.118.

16 b. Penelitian sistematika hukum, dimana dilakukan terhadap pengertian dasar sistematika hukum yang meliputi subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, maupun obyek hukum. c. Penelitian perbandingan hukum, dimana dilakukan terhadap berbagai sistem hukum yang berlaku di masyarakat. 2. Data penelitian Penggunaan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini, menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Data sekunder terdiri atas tiga bahan hukum yaitu : a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer seperti pendapat para ahli hukum. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

17 bahan hukum sekunder atau dengan kata lain bahan hukum tambahan. 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi skripsi yang dibahas dalam skripsi ini 4. Analisis data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, ditelaah, dan dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu metode yang menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Metode kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan. G. Sistematika Penulisan Pada dasarnya sistematika penulisan adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan isi penulisan skripsi sehingga mudah untuk mencari hubungan antara satu pokok pembahasan dengan pokok pembahasan yang lain. Hal ini sesuai dengan pokok pembahasan yang lain. Hal ini sesuai dengan pengertian sistem

18 yaitu rangkaian beberapa komponen yang satu sama lain saling berkaitan atau berhubungan untuk terjadinya sutau hal. Skripsi ini disusun dalam lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan, sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut Bab I, merupakan bab pendahuluan, pada bab ini akan diuraikan secara umum mengenai alasan-alasan penulis mengambil judul sebagaimana tercantum diatas, Pokok Permasalah, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II, berjudul Pengaturan Perdagangan Produk Farmasi Dalam Sistem Hukum Indonesia. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai sistem perdagangan di Indonesia yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Kemudian dalam bab ini juga menjelaskan mengenai pembebasan bea masuk atas barang impor terkait Era perdagangan bebas serta pengawasan mengenai pemasukan obat impor oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Bab III, berjudul Kehalalan Suatu Produk Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dalam bab ini diawali dengan penjelasan mengenai pengertian jaminan produk halal. Pada bab ini juga menguraikan mengenai penjelasan atas bahan dan proses produk yang sesuai dengan kehalalan yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal, penjelasan mengenai lembaga penyelenggara jaminan produk halal serta prosedur sertifikasi dan pengawasan terhadap produk yang beredar agar sesuai dengan standar kehalalan.

19 Bab IV, berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Produsen Farmasi Di Indonesia Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Melalui Jaminan Produk Halal. Di dalam bab ini diawali dengan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mengenai bidang farmasi. Kemudian pada bab ini dijelaskan mengenai kewajiban produsen farmasi atas kehalalan produk yang diproduksi serta membahas mengenai tanggung jawab produsen atas kehalalan produk yang disertifikasikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tentang Jaminan Produk Halal, serta penjelasan bagaimana perlindungan terhadap produsen dalam negeri yang memproduksi produk-produk farmasi pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) melalui jaminan produk halal. Bab V, terdiri dari kesimpulan terhadap bab-bab sebelumnya yang telah diuraikan dan ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang dianggap perlu dari kesimpulan yang diuraikan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2014 PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 326 jiwa. Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau

BAB I PENDAHULUAN. 326 jiwa. Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237.641. 326 jiwa. Penyebaran penduduk menurut pulau-pulau besar adalah: pulau Sumatera yang luasnya 25,2

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA Konferensi Tingkat Tinggi Association of South East Asia Nations (ASEAN) ke-9 tahun 2003 menyepakati Bali Concord II yang memuat 3 pilar untuk mencapai vision 2020 yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam segala bidang di Indonesia akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya perubahan perilaku konsumen, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi yang dapat diperoleh konsumen akan semakin banyak dan turut pula mempengaruhi pola

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keinginan manusia untuk tampil cantik dan sempurna khususnya wanita merupakan suatu hal yang wajar. Untuk mencapai tujuannya, banyak wanita yang menghabiskan uangnya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87%

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% beragama Islam merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi produk-produk halal. Apabila

Lebih terperinci

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi. 1 HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Oleh I Gusti Ayu Agung Ratih Maha Iswari Dwija Putri Ida Bagus Wyasa Putra Ida Bagus Erwin Ranawijaya Program Kekhususan Hukum Internasional,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerja sama merupakan upaya yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok maupun negara untuk mencapai kepentingan bersama. Lewat bekerjasama, tentu saja seseorang, kelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya. 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat itu juga

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM UMKM ( Usaha Mikro Kecil dan Menengah ) merupakan pelaku ekonomi nasional yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian. Karena. kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diawal pembentukanya pada 1967, ASEAN lebih ditunjukan pada kerjasama yang berorientasi politik guna pencapaian kedamaian dan keamanan dikawasan Asia Tenggara. Dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan industri kreatif di Kota Bandung menunjukkan peningkatan yang cukup memuaskan. Kota Bandung memiliki kawasan produksi yang strategis diantaranya

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Potensi UMKM Kota Bandung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Bandung yang semakin berkembang ternyata membuat jumlah unit usaha tetap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan

BAB I PENDAHULUAN. dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri kosmetik belakangan ini memang menjadi magnet yang dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan bisnis industri kosmetik menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat. Jumlah populasi muslim telah mencapai seperempat dari total populasi dunia dan diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Strategi a. Konsep Strategi Strategi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Strategi dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XV/2017 Produk Halal

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XV/2017 Produk Halal RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XV/2017 Produk Halal I. PEMOHON Paustinus Siburian, SH., MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUSEN FARMASI PADA ERA PASAR TUNGGAL ASEAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUSEN FARMASI PADA ERA PASAR TUNGGAL ASEAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUSEN FARMASI PADA ERA PASAR TUNGGAL ASEAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia saat ini banyak sekali industri rokok, baik industri yang berskala besar maupun industri rokok yang berskala menengah ke bawah, sehingga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global yang. sosial secara signifikan berlangsung semakin cepat.

BAB I PENDAHULUAN. mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global yang. sosial secara signifikan berlangsung semakin cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan dan memegang peranan penting dalam pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik Oleh Mahasiswi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga, Jurnal EKonomi, 2016, hal. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik Oleh Mahasiswi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga, Jurnal EKonomi, 2016, hal. 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita tentu ingin selalu tampil cantik di mana pun dan kapan pun. Banyak yang dilakukan untuk mendapatkan tampilan yang diinginkan agar terlihat menawan. Hal yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Guna mencapai tujuan tersebut pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

TENAGA KERJA ASING (TKA) DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI SDM INDONESIA?

TENAGA KERJA ASING (TKA) DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI SDM INDONESIA? TENAGA KERJA ASING (TKA) DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) : PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI SDM INDONESIA? Edi Cahyono (Akademi Manajemen Administrasi YPK Yogyakarta) ABSTRAK Terlaksananya tatanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa, aliran investasi dan modal, dan aliran tenaga kerja terampil.

BAB I PENDAHULUAN. jasa, aliran investasi dan modal, dan aliran tenaga kerja terampil. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap negara pasti memiliki hubungan interaksi dengan negara lain yang diwujudkan dengan kerja sama di suatu bidang tertentu. Salah satu diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan pintar dalam membaca peluang pasar dari segi produk dan pemasaran sehingga dapat memenangkan

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya * OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh : Arrista Trimaya * Perlindungan Konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Organisasi Regional di Asia Tenggara dimulai dari inisiatif pemerintah di lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi negara merupakan hal yang sangat penting untuk dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat integrasi perekonomian dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada ASEAN Summitbulan Januari 2007

Lebih terperinci

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015 Dr. Sahat M. Pasaribu Pendahuluan 1. Semua Negara anggota ASEAN semakin menginginkan terwujudnya kelompok masyarakat politik-keamanan,

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR SAFETY DAN HALAL SEMARANG, 2 JUNI 2016

KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR SAFETY DAN HALAL SEMARANG, 2 JUNI 2016 KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR SAFETY DAN HALAL SEMARANG, 2 JUNI 2016 Yth. Ketua Rektor UNDIP; Yth. Dr. Widayat, Ketua konsorsium;

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya yang begitu melimpah ternyata belum mampu dikelola untuk menghasilkan kemakmuran yang adil dan merata bagi rakyat.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum syara yang saling berseberangan. Setiap muslim diperintahkan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum syara yang saling berseberangan. Setiap muslim diperintahkan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah muslim terbesar didunia, lebih kurang 80% penduduknya menganut agama Islam. Dalam Islam, halal dan haram adalah bagian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang beragama muslim, ada hal yang menjadi aturan-aturan dan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang beragama muslim, ada hal yang menjadi aturan-aturan dan A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan globalisasi yang berkembang saat ini, gaya hidup masyarakat pada umumnya mengalami banyak perubahan. Perubahan tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, dan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan manusia yang seutuhnya. Seluruh rakyat Indonesia berhak memperoleh kesejahteraan dan keadilan, untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi regional ASEAN dalam artian sistem perdagaangan bebas antar negara dalam satu lingkup

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam. hukum Islam dan sertifikasi halal MUI diwujudkan melalui:

BAB VII PENUTUP. A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam. hukum Islam dan sertifikasi halal MUI diwujudkan melalui: 674 BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada Bab-Bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa: A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam hukum Islam dan sertifikasi

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB I. Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai. dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan

BAB I. Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai. dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan masyarakatnya

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada akhir tahun 2015 ini, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, akan memasuki era baru penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara, yaitu ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang krusial. Oleh karena itu, menjadi negara maju adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang krusial. Oleh karena itu, menjadi negara maju adalah impian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar negara-negara di dunia dalam hal perekonomian merupakan hal yang krusial. Oleh karena itu, menjadi negara maju adalah impian dari setiap negara. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan daging babi dan lemak babi yang dicampur dalam produk

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan daging babi dan lemak babi yang dicampur dalam produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baru-baru ini, keaslian halal merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam industri makanan. Dalam beberapa tahun terakhir, kabar yang terkait dengan daging

Lebih terperinci