DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR Jl. Pattimura20lT Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Te p , Fac

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR Jl. Pattimura20lT Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Te p , Fac"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR Jl. Pattimura20lT Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Te p , Fac Kepada yang terhormat, 1. Para Direktur dl Direktorat Jenderal Sumber Daya Air; 2. Para Kepala Pusat di Direktorat Jenderal sumber Daya Air; dan 3. Para Kepala Balai Besar Wilayah Sungai/Balai lvtlayah Sungai dl Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. di Tempat SURAT EDARAN Nomor: 20 /SE/D /2017 TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK A. Umum Dalam rangka meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air pada rawa lebak guna menunjang produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi, perlu dilakukan upaya peningkatan fungsi dan kondisi serta penambahan luas areal layanan dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan daerah irigasi rawa lebak dan prasarana jaringan irigasi rawa lebak yang sudah ada.. Upaya peningkatan fungsi dan kondisi serta penambahan luas areal layanan sebagaimana dimaksud, dilakukan melalui peningkatan jaringan irigasi rawa lebak pada daerah irigasi rawa lebak. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, perlu ditetapkan Pedoman Peningkatal Jaringan Irigasi Rawa Lebak, dengan ketentuan sebagai berikut: B. Dasar Pembentukan 1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Talrrun l99l tentang Rawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3aa\;

2 Peraturan Persiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 16); 2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 29/PRT/M/2015 tentang Rawa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 797); 3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi (Berita Negara Republik Indonesi Tahun 2015 Nomor 537); 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 05/PRT/M/2017 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 466); 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem irigasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 869); 6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 20/PRT/M/2016 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 817); 7. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 323/KPTS/M/2016 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama dan Jabatan Administrator di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. A. Maksud dan Tujuan Surat Edaran ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Balai Besar Wilayah Sungai/Balai Wilayah Sungai dalam melaksanakan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak. Surat Edaran ini bertujuan agar fungsi dan kapasitas layanan jaringan irigasi rawa lebak dapat bertambah sehingga produktivitas tanaman pangan pada daerah irigasi rawa lebak dapat meningkat.

3 - 3 - B. Ruang Lingkup Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi: a. tata cara peningkatan jaringan irigasi rawa lebak; dan b. laporan pelaksanaan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak. C. Tata Cara Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa Lebak 1. Peningkatan jaringan irigasi rawa lebak dilakukan melalui tahapan: a. pemilihan daerah irigasi rawa lebak; b. survai, investigasi, dan desain; c. pelaksanaan konstruksi; d. pemantauan dan evaluasi; dan e. persiapan operasi dan pemeliharaan. 2. Pemilihan daerah irigasi rawa lebak Dalam melakukan pemilihan daerah irigasi rawa lebak perlu dilakukan penilaian daerah irigasi rawa lebak terlebih dahulu guna menyaring daerah irigasi rawa lebak yang berpotensi untuk ditingkatkan kinerjanya. Penilaian daerah irigasi rawa lebak dimaksud dilakukan terhadap 2 (dua) parameter yaitu: a. kinerja kawasan budidaya kinerja kawasan budidaya yang dinilai berdasarkan beberapa indikator sebagai berikut: 1) intensitas panen pada musim hujan dan musim kemarau; 2) hasil panen padi yang dinyatakan dalam ton/ha; 3) keragaman intensitas dan hasil panen (rasio antara luas potensial dan luas fungsional); 4) akses saprodi berupa pupuk, benih, pestisida, dan alsintan; 5) pendapatan rata-rata keluarga; 6) prosentase pendapatan kegiatan pertanian dari pendapatan keluarga; 7) kepemilikan lahan rata-rata per kepala keluarga; dan 8) ketersediaan jasa perdagangan.

4 - 4 - b. potensi kawasan budidaya potensi kawasan budidaya yang dinilai berdasarkan beberapa indikator sebagai berikut: 1) curah hujan pada bulan-bulan berurutan dengan > (lebih dari) 200 (dua ratus) mm; 2) sumber air di musim kemarau: a) jarak ke daerah irigasi rawa lebak; dan b) potensi gravitasi; 3) ketebalan gambut; 4) kedalaman lapiisan pirit; 5) kesuburan tanah; 6) aksesibilitas; 7) drainabilitas; dan 8) tipe luapan/hidrotopografi. Format penilaian kinerja kawasan budidaya dan penilaian potensi kawasan budidaya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 3. Survai, Investigasi, dan Desain a. survai Kegiatan survai dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai kondisi di lapangan yang meliputi: 1) survai topografi; 2) survai hidrologi/hidrometri; 3) survai tanah pertanian; 4) survai mekanika tanah; 5) survai sosial agro ekonomi; dan 6) survai prasarana yang ada. b. investigasi: Kegiatan investigasi dilaksanakan untuk memperoleh informasi tentang potensi dan kendala serta pilihan terhadap jaringan irigasi rawa lebak yang akan ditingkatkan guna memperluas layanan dan intensitas pertanaman. Investigasi dilakukan terhadap: 1) curah hujan bulanan dan curah hujan harian serta iklim yang sedang terjadi;

5 - 5-2) hidrotopografi atau tipe luapan sesuai dengan kategori rawa lebaknya; 3) kinerja drainabilitas jaringan irigasi rawa lebak; 4) resiko banjir; 5) peluang irigasi rawa lebak untuk memperoleh informasi tentang potensi dan kendala yang ada; 6) jenis tanah sesuai dengan sifat dan karakteristiknya; 7) kesesuaian lahan dan penyusunan polah tanam untuk menentukan kesesuaian lahan dengan tanaman tertentu, tingkat kesuburan, dan rekomendasi dosis pemupukan yang diperlukan. c. desain: Desain disusun berdasarkan hasil dari survai dan investigasi yang meliputi: 1) penyusunan system planning, yang meliputi: a) rencana penyempurnaan dan peningkatan kinerja jaringan irigasi rawa lebak; b) rencana lay out penyempurnaan jaringan irigasi rawa lebak; c) rencana penyempurnaan jalan inspeksi; d) data kapasitas dan dimensi saluran; e) rencana tata tanam; f) analisa kebutuhan air, ketersediaan air, dan neraca air; g) rencana penguatan institusi pengelola kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi rawa lebak; dan h) rencana pemberdayaan sumber daya manusia; 2) perencanaan teknis detail, yang meliputi: a) semua informasi dan data dasar; b) gambar rencana; c) perhitungan teknis; d) rincian volume dan biaya; e) metode dan program pelaksanaan; f) dokumen lelang; g) buku petunjuk operasi dan pemeliharaan; dan h) jadwal pelaksanaan menyeluruh.

6 Pelaksanaan konstruksi: a. Dalam pelaksanaan konstruksi beberapa hal yang perlu menjadi perhatian antara lain: 1) persiapan pelaksanaan Persiapan pelaksanaan meliputi pengecekan kelengkapan administrasi dan perizinan, sosialisasi pelaksanaan, dan mobilisasi personil dan peralatan; 2) pengawasan pelaksanaan konstruksi Pengawasan pelaksanaan konstruksi dapat mengacu pada petunjuk teknis pengawasan pelaksanaan konstruksi irigasi, rawa dan tambak; 3) penyerahan pertama pekerjaan Penyerahan pertama pekerjaan merupakan suatu proses penyerahan seluruh hasil pekerjaan fisik 100% (seratus persen) yang telah diselesaikan oleh penyedia jasa sesuai gambar dan spesifikasi, serta ketentuan yang tercantum dalam dokumen kontrak. Tata cara penerimaan penyerahan pertama pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 4) penyerahan akhir pekerjaan Penyerahan akhir pekerjaan adalah suatu proses penyerahan seluruh hasil pekerjaan fisik yang telah diselesaikan oleh penyedia jasa sesuai gambar dan spesifikasi serta ketentuan yang tercantum dalam dokumen kontrak setelah selesainya masa pemeliharaan. Tata cara penerimaan penyerahan akhir pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Rincian detail mengenai pelaksanaan kegiatan konstruksi sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan berdasarkan pedoman mengenai pelaksanaan konstruksi pada jaringan irigasi rawa lebak. 5. Pemantauan dan evaluasi: a. kegiatan pemantauan dilakukan terhadap rencana, realisasi, dan kemajuan pelaksanaan kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak setiap 6 (enam) bulan sekali. Pemantauan dimaksud ditujukan untuk memastikan pelaksanaan kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak dilaksanakan sesuai dengan masukan (input), keluaran

7 - 7 - (output) dan hasil (outcome) yang direncanakan serta untuk memperoleh data dan informasi mengenai kemajuan, permasalahan, serta hasil dari kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui teknik: 1) observasi, yaitu pengumpulan data dan fakta yang berhubungan dengan masalah, dilakukan dengan melihat, mendengarkan dan mengamati secara langsung di lokasi program/kegiatan; 2) wawancara (interview), yaitu tanya jawab secara lisan yang dilakukan langsung dengan sumber informasi antara lain dengan aparat pemerintah kecamatan/desa, para petani melalui organisasi P3A/GP3A/IP3A ataupun kelompok tani/gabungan kelompok tani, dan pihak terkait lainnya; 3) angket atau kuesioner (questionnaires), yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan secara tertulis dengan bentuk tertutup; dan 4) teknik skoring, yaitu proses penilaian terhadap form dan kuesioner yang diperoleh dari hasil pemantauan dilakukan proses editing ke dalam bentuk tabulasi dan diolah melalui analisis data statistik deskriptif. b. evaluasi dilakukan terhadap hasil pemantauan setiap 1 (satu) tahun sekali. Evaluasi dimaksud ditujukan untuk melakukan penilaian atas dampak program terhadap tujuan yang diharapkan. 6. Persiapan operasi dan pemeliharaan: Penyelenggaraan kegiatan persiapan operasi dan pemeliharaan pada jaringan irigasi rawa lebak dilakukan berdasarkan pedoman mengenai persiapan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. D. Laporan Pelaksanaan Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa Lebak 1. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai/Balai Wilayah Sungai menyusun dan menyampaikan laporan atas pelaksanaan kegiatan pemilihan daerah irigasi rawa lebak, survai, investigasi, dan desain, pelaksanaan konstruksi, pemantauan dan evaluasi serta persiapan operasi dan pemeliharaan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air melalui Direktur Irigasi dan Rawa.

8 Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, antara lain memuat: a. progres capaian output dan outcome; b. kendala yang ada dalam meningkatkan jaringan irigasi rawa lebak; dan c. dokumentasi pelaksanaan kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak. Rincian detail mengenai tata cara peningkatan jaringan irigasi rawa lebak dan laporan pelaksanaan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. E. Ketentuan Lain-Lain 1. Dalam melaksanakan kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama dengan Kementerian Pertanian menyusun program terpadu peningkatan jaringan irigasi rawa lebak. 2. Penyusunan program terpadu peningkatan jaringan irigasi rawa lebak sebagaimana dimaksud pada angka 1, dilaksanakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai/Balai Wilayah Sungai bersama dengan instansi pemerintah yang membidangi pertanian. 3. Program terpadu peningkatan jaringan irigasi rawa lebak sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan melalui tahap pemilihan daerah irigasi rawa lebak, survai, investigasi, dan desain, pelaksanaan konstruksi, pemantauan dan evaluasi serta persiapan operasi dan pemeliharaan. 4. Dalam melaksanakan setiap tahapan pelaksanaan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak sebagaimana dimaksud pada angka 3, Balai Besar Wilayah Sungai/Balai Wilayah Sungai harus berkoordinasi dengan Dinas Pertanian serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 5. Dalam melaksanakan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak Balai Besar Wilayah Sungai/Balai Wilayah Sungai dapat mengikutsertakan masyarakat pada tahap survai, investigasi, dan desain serta pelaksanaan konstruksi. 6. Keikutsertaan masyarakat pada tahap survai, investigasi, dan desain serta pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada angka 5 antara lain dapat dilakukan dengan cara: a. memberikan saran;

9 -9- b. c. d. memberikan pendapat, tanggapan dan aspirasi terhadap rencana kegiatan; memberikan informasi penting yang menyangkut masalah dan kendala terkait dengan kinerja jaringan irigasi rawa lebak; atau sosialisasi. H. Penutup Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Demikian disampaikan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta pada 22 AgusLus 20L7 DIR JENDERAL SUMBER DAYA AIR, NIP. 11 s42 P Tembusan disampaikan kepada Yth.: 1. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (sebagai laporan). 2. Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

10 LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL SUMBER DAYA AIR NOMOR : 20/SE/D/2017 TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK LAMPIRAN I PEDOMAN PENINGKATAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK

11 Daftar Isi Daftar Gambar...12 Daftar Tabel...13 Daftar Singkatan...14 BAB I Pendahuluan...15 BAB II Tata Cara Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa Lebak...18 A. Umum...18 Tata cara peningkatan jaringan irigasi rawa lebak Pemilihan daerah irigasi rawa lebak Survai, investigasi, dan desain Pelaksanaan konstruksi Pemantauan dan evaluasi Persiapan operasi dan pemeliharaan...47 BAB III Penyusunan Laporan Kegiatan Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa Lebak...48

12 Daftar Gambar Gambar 1 - Alur proses peningkatan jaringan irigasi rawa lebak...19 Gambar 2 - Hidrotopografi rawa lebak...31 Gambar 3 - Klasifikasi hidrotopografi rawa lebak berdasarkan waktu genangan...32

13 Daftar Tabel Tabel 1 Penilaian Kinerja Kawasan Tabel 2 Penilaian Potensi Kawasan Tabel 3 Contoh Penilaian Kinerja Kawasan Tabel 4 Contoh Penilaian Potensi Kawasan Tabel 5 Kebutuhan Survai Lapangan Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa Lebak Tabel 6 - Jenis dan Karakteristik Tanah Rawa Lebak Tabel 7 Sifat fisik dan kimia utama tanah Tabel 8 Alternatif pola tanam menurut penataan lahan, tipe lahan lebak dan periode tidak tergenang air Tabel 9 Kriteria Perencanaan Teknis Detil Tabel 10 Peta-peta yang dihasilkan dari kegiatan SID Tabel 11 Laporan-laporan yang dihasilkan dari kegiatan SID... 49

14 Daftar Singkatan AKNOP BWS BBWS CPT Gapoktan GP3A IP3A MIS O&P P3A Poktan PPK SATKER SID Angka Kebutuhan Nyata Operasi dan Pemeliharaan Balai Wilayah Sungai Balai Besar Wilayah Sungai Cone Penetration Test Gabungan Kelompok tani Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air Management Information System Operasi dan Pemeliharaan Perkumpulan Petani Pemakai Air Kelompok tani Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Survai Investigasi Disain

15 BAB I Pendahuluan Dewasa ini tujuan pengembangan rawa oleh Pemerintah yang berbasis sumber daya air untuk pertanian lebih diutamakan untuk menunjang peningkatan produksi pangan khususnya padi, dengan lebih mengutamakan peningkatan kinerja jaringan rawa lebak yang sudah dibangun sebelumnya. Karena itu, peranan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak untuk pengembangan pertanian di Indonesia menjadi sangat penting. Upaya ini ditempuh dalam rangka mengimplementasikan pendekatan pengembangan rawa secara bertahap sebagai wujud pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan rawa adalah suatu proses jangka panjang dan memerlukan waktu yang lebih lama dari kerangka waktu proyek yang biasanya berjangka waktu 5 (lima) sampai dengan 6 (enam) tahun. Proyek-proyek yang dimaksud perlu dilaksanakan secara bertahap dengan jangka waktu yang lebih lama untuk mengakomodasi pengembangan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan lahan rawa dan agar pengelolaan air serta aktivitas pengembangan dapat ditingkatkan dan disempurnakan. Berdasarkan pengalaman sejauh ini banyak pelajaran penting yang dapat ditarik untuk lebih menyempurnakan pengelolaan dan pengembangan lebih lanjut dari daerah irigasi rawa lebak antara lain: 1. cukup banyak potensi pertanian di daerah irigasi rawa lebak yang belum dimanfaatkan karena keterbatasan dan kekurangan yang dialami dalam perencanaan, pelaksanaan dan terbatasnya dukungan kapasitas kelembagaan yang kuat dan koordinasi yang efektif diantara instansi-instansi terkait; 2. kondisi daerah irigasi rawa lebak ternyata beragam, baik ditingkat makro dan mikro, disertai berbagai proses yang bersifat fisik dan faktor sosial ekonomi yang bersifat dinamis; 3. tujuan pengembangan rawa dan persyaratannya berubah sejalan dengan waktu dari semula hanya bersifat murni teknis reklamasi ke pengembangan perdesaan terpadu; 4. diperlukan langkah ataupun upaya yang bersifat spesifik lokasi, kerangka waktu yang lebih fleksibel, perencanaan dan format pengelolaan yang komprehensif dan terpadu; dan

16 kinerja daerah irigasi rawa lebak yang rendah dapat diakibatkan beragam sebab, termasuk di dalamnya kekurangan atau kesalahan dalam desain (misalnya bangunan pengatur air), O&P tidak dilakukan dengan benar atau biaya O&P belum sesuai AKNOP, tidak adanya akses ke pelayanan kredit dan/atau pasar, kurangnya atau belum adanya Poktan ataupun P3A, aksesibilitas lokasi yang rendah dan sebagainya. Dalam pendekatan pengembangan secara bertahap yang ditempuh pada dasawarsa 1990-an, tidak semua daerah irigasi rawa lebak memenuhi kualifikasi untuk ditingkatkan menuju tahap pengembangan selanjutnya. Hal itu bisa dipahami karena sebagian lahannya tidak memiliki kesesuaian sehingga upaya pemindahan petaninya dianggap pilihan terbaik, sementara sebagian lainnya mungkin saja sebaiknya dikembangkan dengan pola penggunaan lahan yang berbeda. Kebanyakan kawasan lainnya bisa saja memenuhi syarat untuk ditingkatkan pengembangannya ketahap berikutnya. Mengingat pematangan tanah merupakan proses yang berlangsung oleh adanya drainase lahan, maka kondisi fisik mengalami perubahan secara drastis, biasanya sekitar 10 (sepuluh) sampai dengan 15 (lima belas) tahun pertama semenjak reklamasi dimulai. Namun demikian, pengembangan dan produksi pertanian bisa terhenti apabila tidak ada intervensi untuk meningkatkan kinerjanya. Pada titik ini, pengembangan telah mencapai suatu fase dimana drainase perlu diperluas dan lebih terkendali dimana bentuk dari tata pengaturan air serta pengelolaannya perlu ditingkatkan keandalannya. Pada fase pengembangan tahap kedua ini, jangkauan intervensi teknis dan kelembagaan perlu diperluas, termasuk input tambahan dan infrastruktur untuk merevitalisasikan daerah irigasi rawa lebak kesuatu tingkat dimana masyarakat petaninya mampu meningkatkan produktivitas pertaniannya dan sekaligus menyempurnakan tingkat kesejahteraannya. Pada dasarnya, pada tahap ini lahan milik para petani akan bisa digarap sepenuhnya dimana pola pertanaman termasuk diversifikasinya bisa diselaraskan dengan potensinya. Juga pada fase ini tanah sudah cukup matang untuk diolah dengan sistem mekanisasi. Di kawasan-kawasan ini, intervensi teknis dibarengi dengan pemberdayaan ditingkat usaha tani, membangun masyarakat, menggiatkan peran serta P3A, serta pelibatan lembaga swadaya masyarakat dan community organizers jika diperlukan.

17 Upaya untuk mengatasi masalah mikro ditingkat lahan usaha tani merupakan masalah yang perlu diatasi dalam jangka waktu yang lebih lama dan perlu peran serta yang lebih luas dari para petani terutama dalam perencanaan serta O&P. Hal ini memerlukan desain proyek dengan melibatkan peran serta petani melalui P3A/GP3AIP3A ataupun Poktan/Gapoktan dengan tujuan dan lingkup yang berbeda yang memungkinkan adanya fleksibilitas dalam pelaksanaan konstruksi dengan mencermati dan menyesuaikan dengan keragaman bio fisik lahan. Terdapat beberapa perkembangan yang sekaligus menandai adanya kemajuan lebih jauh yang dapat diamati dewasa ini khususnya di beberapa daerah irigasi rawa lebak dimana pada beberapa daerah irigasi rawa lebak berhasil meningkatkan intensitas panen padi menjadi 2 (dua) kali dalam setahun. Para petani melalui P3A berinisiatif untuk menggunakan pompa sederhana (movable low-lift pumping) serta ketersediaan sumber air setempat, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan tersebut. Cara yang ditempuh lewat inisiatif petani ini cukup berhasil dan sejauh ini bertahan diterapkan secara berkelanjutan. Pengembangan rawa lebak memerlukan pendekatan terpadu yang memerlukan dukungan kapasitas kelembagaan yang kuat dan koordinasi yang efektif diantara instansi-intansi terkait, baik ditingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam hal ini, ada beberapa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang telah menunjukan prakarsa dengan meneguhkan komitmennya dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan daerahnya dalam bentuk rencana tata ruang detil daerah, dimana secara nyata dan transparan keberadaan daerah irigasi rawa lebak dilindungi agar tidak dialih fungsikan ke penggunaan atau budidaya pertanian lain diluar tanaman pangan padi. Pada fase pengembangan rawa lebak tahap akhir, akan menuntut kinerja pengelolaan air dengan dukungan teknologi maju dan tepat guna yang memungkinkan beragam kebutuhan pemanfaatan dan fungsi jaringan irigasi rawa lebak dapat sepenuhnya dilayani secara terkendali dengan tingkat produktivitas yang meningkat. Pada fase ini berbagai kendala seperti halnya resiko banjir dan keasaman dapat diatasi. Konflik pendayagunaan sumber daya air antara kepentingan lingkungan dengan kepentingan pengembangan menjadi isu penting yang perlu diupayakan solusinya secara optimal.

18 BAB II TATA CARA PENINGKATAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK A. Umum Peningkatan jaringan irigasi rawa merupakan kegiatan meningkatkan fungsi dan kondisi jaringan irigasi rawa yang sudah ada atau kegiatan menambah luas areal pelayanan pada jaringan irigasi rawa yang sudah ada atau kegiatan menambah luas areal pelayanan pada jaringan irigasi rawa yang sudah ada dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan daerah irigasi rawa. Pendekatan yang diperlukan untuk menjamin agar kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak berhasil untuk dilakukan, yaitu: 1. peran serta aktif para petani baik melalui P3A/GP3A/IP3A (maupun Poktan/Gapoktan) dalam proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan pada tahap O&P; 2. keterpaduan dan dukungan kapasitas kelembagaan yang kuat dan koordinasi yang efektif diantara instansi-instansi yang terkait, baik ditingkat Pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian maupun ditingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota dalam hal ini BBWS/BWS, Dinas Pertanian, dan Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah; 3. dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setempat melalui instrumen rencana tata ruang detil untuk melindungi daerah irigasi rawa lebak dari alih fungsi ke penggunaan ataupun budidaya pertanian selain tanaman padi; dan 4. sifat dari subsistem daerah irigasi rawa lebak sebagai kesatuan hidrologi independen sehingga peningkatan kinerja jaringan irigasi rawa lebak dimungkinkan dapat dilakukan pada jaringan irigasi rawa sekunder, jaringan irigasi rawa tersier dan/atau jaringan irigasi rawa primer yang melayani keseluruhan jaringan irigasi rawa sekunder dan jaringan irigasi rawa tersier. Tahapan kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak terdiri atas: 1. pemilihan daerah irigasi rawa lebak; 2. SID;

19 pelaksanaan konstruksi; 4. pemantauan dan evaluasi; dan 5. persiapan operasi dan pemeliharaan. Alur proses peningkatan jaringan irigasi rawa lebak sebagaimana digambarkan dalam Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1 Alur Proses Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa Lebak PEMILIHAN DAERAH IRIGASI RAWA LEBAK PENILAIAN DAERAH IRIGASI RAWA LEBAK Kinerja Kawasan: - Intensitas panen di musim hujan dan musim kemarau - Hasil panen pangan (ton/ha) - Variabilitas ruang intensitas dan hasil pemanenan - Input saprodi pertanian - Pendapatan rata-rata keluarga - Kepadatan penduduk, ketersediaan petani dan kelembagaan - Kegiatan-kegiatan ekonomi lain di kawasan ini dan pendapatan yang diturunkan darinya - Ketersediaan sarana prasarana pemasaran dan fasilitas umum Potensi Lahan: - Luas potensial dan luas fungsional - Curah hujan (bulan-bulan berurutan dengan > 200 mm) - Sumber air terdekat - Kedalaman dan lama genangan - Tanah: adanya gambut, asam yang parah, atau tanah yang tidak subur - Aksesibilitas (waktu perjalanan dan sarana transport ke kawasankawasan berkembang lain) - Bentuk lahan & kemudahan drainase - Tipe luapan atau Hidrotopografi Tidak Memenuhi Kriteria Kinerja dan Potensi Ya SURVAI, INVESTIGASI DAN DESAIN PERAN SERTA MASYARAKAT PELAKSANAAN KONSTRUKSI PEMANTAUAN DAN EVALUASI PERSIAPAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN SELESAI

20 B. Tata Cara Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa Lebak 1. Pemilihan Daerah Irigasi Rawa Lebak Dalam melakukan pemilihan daerah irigasi rawa lebak perlu dilakukan penilaian daerah irigasi rawa lebak terlebih dahulu guna menyaring daerah irigasi rawa lebak yang berpotensi untuk ditingkatkan kinerjanya. Peningkatan kinerja daerah irigasi rawa lebak ditandai melalui bertambahnya kapasitas pelayanan jaringan irigasi rawa lebak dan intensitas pertanaman tanaman pangan hingga mencapai minimal 200% (dua ratus persen). Penilaian daerah irigasi rawa lebak dimaksud dilakukan terhadap 2 (dua) parameter yaitu: a. kinerja kawasan budidaya; dan b. potensi kawasan budidaya. Kinerja kawasan budidaya merupakan salah satu parameter untuk menilai apakah suatu kawasan memenuhi syarat perlu (necessary conditions) untuk ditingkatkan dari sisi produksi pertanian tanaman pangan melalui peningkatan luas layanan dan peningkatan intensitas pertanaman. Sedangkan parameter terkait potensi kawasan budidaya dimaksudkan untuk menilai apakah suatu kawasan memiliki kualifikasi yang menentukan keberhasilan bagi tercapainya tujuan peningkatan. 1A. Penilaian Kinerja Kawasan Budidaya Penilaian kinerja kawasan budidaya dilakukan dengan melihat beberapa indikator pada suatu daerah irigasi rawa lebak dengan bobot masing-masing dan klasifikasinya, yang terbagi 2 (dua) yaitu kurang baik dan baik, sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 dibawah ini.

21 Tabel 1 Penilaian Kinerja Kawasan Budidaya No Kinerja Kawasan 1 Intensitas panen (di musim hujan dan musim kemarau) Bobot Indikator (a) Bobot Kinerja (b) Kurang Baik (0,5) Baik (1) 15% < 200 % > 200 % Keterangan 2 Hasil panen padi (ton/ha) 3 Keragaman intensitas dan hasil panen (rasio antara luas potensial dan luas fungsional) 15% < 6 ton/ha > 6 ton/ha 10% < 75 % > 75 % 4 Akses saprodi: Mudah dan sulit diperoleh Pupuk 7.5% < 75 % > 75 % Benih 7.5% < 75 % > 75 % Pestisida 5.0% < 75 % > 75 % Alsintan 5.0% < 75 % > 75 % 5 Pendapatan rata-rata keluarga 6 Prosentase pendapatan kegiatan pertanian dari pendapatan keluarga 7 Kepemilikan lahan rata-rata per Kepala Keluarga (KK) 8 Ketersediaan jasa perdagangan (pasar, koperasi, tengkulak, dsb) 10% < UMR > UMR UMR Kabupaten 10% < 75 % > 75 % 5% < 2,25 Ha/KK > 2,25 Ha/KK 10% < 75 % > 75 % tersedia dan kurang tersedia 100%

22 Berdasarkan Tabel 1. di atas, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian yaitu: a. kriteria penilaian hanya memiliki 2 (dua) penilaian saja untuk daerah irigasi rawa lebak, yaitu kinerja yang kurang baik dan kinerja yang baik. Kinerja baik di berikan bobot 1 (satu) dan kinerja kurang baik diberikan bobot 0,5 (nol koma lima); b. dari hasil penilaian berdasarkan tabel di atas, maka apabila angka hasil penjumlahan dari nilai keseluruhan bobot indikator dikalikan bobot kinerja (axb) nilainya lebih besar atau sama dengan 80% (delapan puluh persen), maka kawasan tersebut dinilai memiliki kinerja baik; c. apabila angka hasil penjumlahan dari nilai keseluruhan indikator nilainya lebih kecil dari 80% (delapan puluh persen), kawasan tersebut dinilai memiliki kinerja kurang baik; dan d. Angka 80% (delapan puluh persen) adalah angka ambang batas yang diperoleh dari hasil ujicoba penilaian dari beberapa sampel daerah irigasi rawa lebak yang mewakili. 1B. Penilaian Potensi Kawasan Budidaya Penilaian potensi kawasan budidaya dilakukan dengan melihat beberapa indikator pada suatu daerah irigasi rawa lebak dengan bobot masing-masing dan klasifikasinya yang juga terbagi 2 (dua) yaitu rendah diberikan bobot 0,5 (nol koma lima) dan tinggi diberikan bobot 1 (satu), sebagaimana tercantum dalam Tabel 2 dibawah ini. Tabel 2 Penilaian Potensi Kawasan Budidaya No Potensi Lahan 1 Curah hujan (bulan-bulan berurutan dengan > 200 mm) 2 Sumber air di musim kemarau: Bobot Indikator (a) Bobot Potensi (b) Rendah (0,5) Tinggi (1) 20% < 7 bulan 7 bulan a. Jarak ke DIR 10% > 5 km < 5 km Keterangan Tersedia atau tidaknya sumber air di musim

23 b. Potensi Gravitasi 3 Ketebalan Gambut 4 Kedalaman lapisan Pirit 5 Kesuburan Tanah 6 Aksesibilitas (waktu tempuh dan sarana transportasi ke kawasan berkembang terdekat) % Tidak bisa bisa 8% > 1m < 1m 8% < 0.75 m > 0.75 m 10% Tidak subur Subur kemarau. 4% (> 2 Jam) ( 2 Jam) transportasi darat dan air 7 Drainabilitas 15% < 0.3 m > 0.3 m kedalaman drainase dari muka tanah rata-rata 8 Tipe luapan/hidrotop ografi 15% Dalam Tengahan, pematang 100% kategori hidrotopografi Berdasarkan Tabel 2. di atas, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian yaitu: a. apabila angka hasil penjumlahan dari nilai keseluruhan indikator dikalikan bobot kinerja (axb) nilainya lebih besar atau sama dengan 70% (tujuh puluh persen), maka kawasan tersebut dinilai memiliki potensi tinggi; b. apabila angka hasil penjumlahan dari nilai keseluruhan indikator nilainya lebih kecil dari 70% (tujuh puluh persen), maka kawasan tersebut dinilai memiliki potensi rendah; dan c. angka 70% (tujuh puluh persen) adalah angka ambang batas yang diperoleh dari hasil ujicoba penilaian dari beberapa sample daerah irigasi rawa lebak yang mewakili. Berdasarkan hasil penilaian daerah irigasi rawa lebak pada Tabel 1 dan Tabel 2 di atas, ditentukan kriteria daerah irigasi rawa lebak yang prospektif untuk ditingkatkan.

24 Adapun kriteria daerah irigasi rawa lebak yang prospektif untuk ditingkatkan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. nilai kinerja kawasan budidaya kurang dari 80% (delapan puluh persen); dan b. nilai potensi kawasan budidaya lebih dari 70% (tujuh puluh persen). Penilaian kriteria ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan ujicoba dari beberapa jaringan irigasi rawa lebak di beberapa pulau utama di Indonesia yang dinilai cukup mewakili beberapa kinerja dan potensi kawasan budidaya, mulai dari yang memiliki kinerja kurang baik sampai baik dan potensi yang rendah sampai tinggi. Tabel 3 di bawah ini merupakan contoh perhitungan penilaian kinerja kawasan yang dilakukan pada 3 (tiga) daerah irigasi rawa yaitu Oyom Lampasio di Sulawesi Tengah dan Kurik di Papua yang mewakili lokasi dengan kinerja baik dan Ogan Kramasan di Sumatera Selatan yang mewakili lokasi dengan kinerja kurang baik. No Tabel 3 Contoh Penilaian Kinerja Kawasan Budidaya Kinerja Kawasan 1 Intensitas panen (di musim hujan dan musim kemarau) 2 Hasil panen padi (ton/ha) 3 Keragaman intensitas dan hasil panen 4 Akses saprodi: Bobot Indikator Oyom Lampasio Lokasi Kurik Ogan Kramasan 15% 15.00% 7.50% 7.50% 15% 15.00% 7.50% 7.50% 10% 10.00% 5.00% 5.00% Pupuk 7.5% 7.50% 7.50% 7.50% Benihh 7.5% 7.50% 7.50% 7.50% Pestisida 5.0% 5.00% 5.00% 5.00% Alsintan 5.0% 5.00% 5.00% 5.00% 5 Pendapatan rata-rata keluarga 6 Prosentase pendapatan kegiatan pertanian dari pendapatan keluarga 8 Kepemilikan Lahan ratarata per Kepala Keluarga (KK) 10% 10.00% 10.00% 5.00% 10% 10.00% 10.00% 5.00% 5% 5.00% 5.00% 2.50%

25 No Kinerja Kawasan 10 Ketersediaan jasa perdagangan (pasar, koperasi, tengkulak, dsb) Bobot Indikator Oyom Lampasio Lokasi Kurik Ogan Kramasan 10% 10.00% 5.00% 10.00% 100% % 75.00% 67.50% Sedangkan Tabel 4 di bawah ini merupakan contoh perhitungan penilaian potensi kawasan yang dilakukan juga pada 3 (tiga) jaringan irigasi rawa yang sama, yaitu Oyom Lampasio di Sulawesi Tengah dan Kurik di Papua yang mewakili lokasi dengan kinerja baik dan Ogan Kramasan di Sumatera Selatan yang mewakili lokasi dengan kinerja kurang baik. Tabel 4 Contoh Penilaian Potensi Kawasan Budidaya Lokasi No Potensi Kawasan Bobot Indikator Oyom Lampasi o Kurik Ogan Kramasan 1 Curah hujan (bulan-bulan berurutan dengan > 200 mm) 20% 10% 10% 20% 2 Sumber air di musim kemarau: Jarak ke DIR 10% 10% 10% 0% Potensi Gravitasi 10% 10% 5% 0% 3 Ketebalan Gambut 8% 4% 8% 8% 4 Kedalaman lapisan Pirit 8% 4% 8% 4% 5 Kesuburan Tanah 10% 10% 10% 5% 6 Aksesibilitas (waktu tempuh dan sarana transportasi ke kawasan berkembang terdekat) 7 Drainabilitas (pada musim hujan) 4% 4% 4% 4% 15% 15% 15% 8% 8 Tipe luapan/hidrotopografi 15% 15% 15% 15% 100% 82% 85% 64%

26 Survai, Investigasi, dan Desain 2.A Survai Persyaratan ataupun kebutuhan survai untuk mendukung peningkatan jaringan irigasi rawa lebak berbeda dari irigasi permukaan di lahan kering (upland) terutama menyangkut aspek hidrologi dan tanah. Diantaranya, yang terpenting adalah menentukan hubungan antara permukaan lahan dengan fluktuasi harian maupun fluktuasi musiman dari muka air sungai yang mengalir dikawasan itu. Disamping itu, tanah gambut dan tanah sulfat masam perlu diketahui karena keberadaannya sangat menentukan potensi pengembangan dari kawasan itu. Adapun kebutuhan survai dalam peningkatan jaringan irigasi rawa lebak yaitu survai terhadap topografi, hidrologi (termasuk klimatologi), mekanika tanah, survai tanah pertanian (termasuk survai sosial ekonomi), dan penilaian prasarana yang ada sebagaimana tercantum pada tabel 5 dibawah ini: Tabel 5 Kebutuhan Survai Lapangan Peningkatan Jaringan Irigasi Topografi Survai Rawa Lebak Peta Dasar 1:5.000 Titik Tinggi Penampang melintang sungai sungai alam 1 titik per 0.5 ha Setiap 5-10 km Desain detil Penampang melintang saluran eksisting Penampang melintang saluran baru Survai situasi lokasi konstruksi Hidrologi Muka air jangka panjang pada outlet drainase utama Muka Air jangka pendek di beberapa lokasi Banjir di sepanjang sungai Setiap m Setiap m Perlu dilakukan Sedikitnya 1 tahun Min. 2 x 25jam Lokasi yang mewakili

27 Debit Sungai Survai Desain detil Musim hujan dan kemarau di hulu lokasi batas proyek pengukuran ph Sampel Air untuk analisis laboratorium Sampel Sedimen Mekanika Tanah Survai mekanika tanah Tanah Pertanian Pengeboran tanah sampai kedalaman 1.20 m Profil Tanah Contoh Tanah untuk analisis Lab (identifikasi kesuburan tanah, kedalam pirit, kematangan gambut) Sosial Agro Ekonomi Data Statistik dari Lokasi Lokal Kelembagaan Wawancara dengan narasumber Wawancara dengan pemilik lahan Farmer needs assessment (kebutuhan saprodi, pompa, alsintan, dsb) Penilaian prasarana yang ada Inventarisasi Inspeksi kondisi saat ini Musim kemarau 1 setiap sungai musim hujan dan kemarau 1 setiap sungai musim hujan dan kemarau Diperlukan di lokasi struktur utama 1 per 1-25 ha 1 per 10 bor 4 sampel per profil Ya Ya Ya Mewakili (1 per kepemilikan) Mewakili (1 kelompok tani) Ya Detil Berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan kebutuhan survai guna peningkatan jaringan irigasi rawa lebak: a. survai topografi Survai topografi untuk peningkatan jaringan irigasi rawa lebak dilakukan untuk mendapatkan informasi antara lain peta dasar (skala 1 : 5.000), titik tinggi 1 per 0,5 ha, penampang melintang sungai, penampang melintang dan memanjang saluran (untuk saluran baru dan saluran eksisting), serta survai situasi lokasi. Survai topografi harus selalu menggunakan benchmark yang telah dipasang pada survai sebelumnya, sehingga hasil survai dapat

28 dihubungkan dan dibandingkan dengan data yang baru. Hal ini khususnya diterapkan untuk benchmark yang berhubungan dengan stasiun pemantauan muka air dengan perekaman jangka panjang. Survei topografi juga dimaksudkan untuk mengetahui bentuk lahan dari rawa lebak dan sebagai justifikasi untuk penentuan tipe luapan atau hidrotopografi rawa lebak. b. survai hidrologi atau hidrometri Survai hidrologi untuk survai pendahuluan dan survai detil mencakup parameter-parameter yang sama. Perbedaannya hanya pada kerapatan dan lama pengamatan. Untuk kajian desain ulang, hubungan antara elevasi lahan dan muka air di sungai utama sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti tipe luapan atau hidrotopografi dari rawa lebak. Beberapa pengukuran yang dilakukan dalam survai hidrologi dan hidrometri antara lain: 1) muka air sungai; 2) banjir; 3) kualitas air; dan 4) pengukuran debit. c. survai tanah pertanian Survai tanah pertanian dilakukan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan dan tingkat kesuburan tanah, termasuk potensi dan kendala yang ada (seperti kedalaman pirit dan ketebalan gambut). Survai tanah pertanian dilakukan dengan pengamatan atau selidik cepat tanah di lapangan dengan pengamatan pengeboran dan profil tanah serta analisis tanah di laboratorium. Biasanya pengamatan juga dilakukan terhadap penggunaan lahan dan vegetasi disekitarnya. d. survai mekanika tanah Survai mekanika tanah untuk peningkatan jaringan irigasi rawa lebak dilakukan di lokasi-lokasi rencana bangunan utama berupa observasi visual pada pengeboran tanah. Untuk struktur kecil, misalnya bangunan tersier, survai mekanika tanah jarang

29 dilakukan, meskipun demikian pengeboran tanah pada kedalaman 4 (empat) meter sangat disarankan untuk memeriksa permeabilitas tanah (diindikasikan dengan keberadaan lapisan liat lunak dan pasir) dimana diperlukan penyesuaian desain agar kebocoran dibawah bangunan dapat dicegah. e. sosial agro ekonomi Survai sosial agro ekonomi dilakukan dari data statistik, wawancara dan narasumber atau masyarakat lokal. Untuk areal yang baru dikembangkan, difokuskan pada ketersediaan lahan untuk mengetahui nilai ekonomi dan aktivitas yang dibutuhkan. Dalam rangka peningkatan jaringan irigasi rawa lebak, survai ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan pertanian saat ini dan crop budget serta perubahan yang terjadi sejak penempatan dan alasannya. f. survai prasarana yang ada Inventarisasi bertujuan untuk mengetahui kondisi dari jaringan irigasi rawa lebak dan jaringan jalan lokal termasuk jalan inspeksi dan bangunan pendukung lainnya (jembatan, dermaga, dsb), dengan menggunakan check list, peta dasar dan alat bantu lainnya. Hasil inventarisasi digunakan untuk memutakhirkan peta. Inventarisasi wajib dilakukan dengan mengikutsertakan petugas O&P dan anggota P3A setempat, karena mereka lebih memahami kondisi wilayah kerjanya. Hal ini juga sekaligus sebagai bagian dari proses konsultasi masyarakat sebelum dimulainya penyusunan system planning dan kegiatan perencanaan teknis detil untuk mendiskusikan permasalahan pengelolaan air dan solusi yang perlu diupayakan dalam rangka meningkatkan kinerja jaringan irigasi rawa. Semua informasi yang relevan perlu dicatat dalam formulir inventarisasi yang sudah disiapkan sebelumnya dan juga digambarkan dalam peta apabila diperlukan.

30 B Investigasi Kegiatan investigasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang potensi dan kendala serta opsi untuk peningkatan kinerja jaringan irigasi rawa lebak dalam rangka meningkatkan luas layanan dan intensitas pertanaman (minimal 2 kali dalam setahun). Dalam melakukan investigasi hal yang perlu diinvestigasi yaitu: a. curah hujan dan iklim Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian antara lain: 1) observasi data iklim yang terpercaya terdapat di bandara di provinsi terkait dan tersedia langsung dari stasiun Meteorologi dan/atau sumber lain yang bisa dipertanggungjawabkan. Data ini diperlukan untuk menghitung laju evapotranspirasi bulanan dan menilai kelas kesesuaian lahan untuk budidaya pertanian; 2) data curah hujan bulanan digunakan untuk menilai musim tanam optimal dan untuk menghitung neraca air tanaman dan kebutuhan air irigasi lainnya yang relevan; dan 3) data curah hujan harian digunakan untuk melakukan analisis statistik dari curah hujan puncak guna menentukan kebutuhan drainase. b. hidrotopografi atau tipe luapan Hidrotopografi atau tipe luapan merupakan elevasi relatif suatu lahan terhadap elevasi muka air yang berfungsi sebagai elevasi muka air referensi. Kebutuhan pengelolaan jaringan irigasi rawa lebak ditentukan oleh hidrotopografi dari suatu lahan. Hal ini sangat penting dalam menilai potensi pengembangan lahan pertanian. Perubahan klasifikasi hidrotopografi diakibatkan terjadinya perubahan elevasi lahan dikarenakan penurunan muka tanah dan terjadinya perubahan elevasi muka air yang menjadi elevasi referensi.

31 Keadaan hidrotopografi pada lahan rawa lebak ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: 1) keadaan elevasi muka air tertinggi; dan 2) keadaan elevasi muka tanah di lapangan yang sewaktu-waktu dapat berubah karena penurunan muka tanah akibat oksidasi tanah organik dan perataan permukaan tanah pada lahan. Kategori lahan rawa lebak berdasarkan hidrotopografinya yaitu: 1) rawa lebak pematang merupakan wilayah rawa lebak yang mempunyai tinggi genanangan kurang dari 50 cm (lima puluh centimeter) dengan lama genangan kurang dari 3 bulan dalam setahun; 2) rawa lebak tengahan merupakan wilayah rawa lebak yang mempunyai tinggi genangan 50 cm (lima puluh centimeter) sampai dengan 100 cm (seratus centimeter) dengan lama genangan 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) bulan dalam setahun; dan 3) rawa lebak dalam merupakan wilayah rawa lebak yang mempunyai tinggi genangan lebih besar dari 100 cm (seratus centimeter) dengan lama genangan lebih besar dari 6 bulan dalam setahun. Gambar 2 dan Gambar 3 berikut merupakan Ilustrasi hidrotopografi pada daerah rawa lebak dan klasifikasi hidrotopografi rawa lebak berdasarkan waktu genangannya. Gambar 2 Hidrotopografi Rawa Lebak

32 Gambar 3 Klasifikasi hidrotopografi rawa lebak berdasarkan waktu genangan c. drainabilitas Informasi tentang drainabilitas diperlukan untuk mengetahui potensi dan kendala yang menyangkut kinerja drainabilitas jaringan irigasi rawa lebak yang ada dan pilihan untuk meningkatkannya. Drainabilitas adalah kedalaman muka air tanah yang bisa diturunkan dalam kondisi curah hujan normal selama musim tanam. Drainabilitas di lahan tergantung pada: 1) kondisi curah hujan; 2) elevasi dari dasar drainase, diasumsikan dengan muka air rata-rata di sungai terdekat; 3) elevasi lahan berada diatas dasar drainase; 4) beda tinggi hidrolik di saluran dan lahan; 5) sifat fisik dan permeabilitas tanah; dan

33 - 33-6) kondisi jaringan tata air (layout, kerapatan jaringan dan dimensi, sedimentasi) termasuk bangunan pengaturnya. Pengembangan rawa lebak pada umumnya dilakukan pada daerah rawa lebak pematang dan tengahan karena memungkinkan untuk dilakukan drainase dan secara umum tidak mempengaruhi secara langsung ekosistem lebak sebagai penampung air. Sedangkan pengelolaan rawa lebak untuk tujuan konservasi umumnya dilakukan pada daerah rawa lebak dalam. d. resiko banjir Resiko banjir pada lahan rawa lebak dapat diakibatkan oleh luapan air dari kawasan upland dan/atau luapan banjir dari sungai. Tingkat kekritisan resiko banjir terkait dengan luas, lama dan tinggi genangan dengan berbagai kemungkinan tadi, dapat diidentikasikan dari informasi masyarakat setempat berdasarkan sejarah banjir yang pernah terjadi. Pada rawa lebak, resiko banjir dipengaruhi oleh kelas hidrotografi lahannya, yang dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: 1) lebak pematang, tergenangi air dalam jangka waktu 0 (nol) sampai dengan 3 (tiga) bulan dalam setahun; 2) lebak tengahan, tergenangi air dalam jangka waktu 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) bulan dalam setahun; dan 3) lebak dalam, tergenangi air dalam jangka waktu 6 (enam) sampai dengan dua belas) bulan dalam setahun. e. peluang irigasi Pada umumnya, pada daerah irigasi rawa lebak sudah bisa bertanam padi 2 (dua) kali dalam setahun dimana pemberian air irigasinya dilakukan dengan sistem gravitasi dan/atau memanfaatkan pompa air sederhana (low lift pumping). Investigasi peluang irigasi rawa lebak dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang potensi dan kendala serta menentukan pilihan untuk penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air melalui jaringan irigasi rawa lebak.

34 Pada lahan rawa lebak, peluang irigasi pada musim tanam pertama dimungkinkan dengan opsi memanfaatkan tinggi muka air tanah menjelang berakhirnya musim hujan, sedangkan pada awal musim tanam kedua dimungkinkan memanfaatkan air dari sumber air terdekat dengan sistem gravitasi dan/atau long storage dengan menggunakan pompa air sederhana. Pilihan penggunaan pompa air sederhana dengan individual low-lift pumping system sejauh ini sudah menjadi praktek umum yang berkelanjutan dibeberapa daerah irigasi rawa lebak. Kuncinya adalah pada bagaimana upaya yang efektif untuk meningkatkan keandalan ketersediaan air irigasi. Untuk meningkatkan keandalan ketersediaan air, maka kebutuhan bangunan penahan air (retention structures) merupakan salah satu pilihan yang juga perlu diinvestigasi kemungkinannya. f. jenis tanah Rawa lebak terbentuk sebagai akibat dari banjir tahunan pada wilayah yang letaknya rendah yaitu pada wilayah peralihan antara lahan darat (uplands) dan sungai-sungai besar. Penyebarannya secara khusus terdapat di dataran banjir (floodplains), dataran meander (sungai berkelok-kelok), dan bekas aliran sungai tua (oxbow) dari sungai-sungai besar dan anak-anak sungai utamanya. Tanah-tanah di lahan rawa lebak secara morfologis mempunyai kemiripan dengan tanah marin di lahan rawa lebak air tawar. Lahan rawa lebak yang berupa endapan sungai atau endapan marin didapati di dataran rendah. Pada penampang profil tanah di lahan rawa lebak seperti ini sering ditemukan sisa-sisa (remnant) dari kehidupan binatang laut seperti mollusca. Pada lahan endapan marin di lapisan bawah didapati senyawa pirit (FeS2) pada jeluk (depth) > 50 cm (lebih besar dari lima puluh centimeter). Hal ini menandakan bahwa pada awalnya lahan rawa

35 lebak merupakan wilayah laut yang kemudian mengalami pengangkatan atau penyurutan sehingga menjadi daratan. Tanah pada lahan lebak dikelompokkan menjadi: 1) tanah gambut, dengan ketebalan lapisan gambut > 50 cm (lebih besar dari lima puluh centimeter), dan tanah mineral, dengan ketebalan lapisan gambut di permukaan 0 cm (nol centimeter) sampai dengan 50 cm (lima puluh centimeter); dan 2) tanah mineral yang mempunyai lapisan gambut di permukaan antara 20 cm (dua puluh centimeter) sampai dengan 50 cm (lima puluh centimeter) disebut tanah mineral bergambut, sedangkan tanah mineral murni hanya memiliki lapisan gambut di permukaan tanah setebal < 20 cm (kurang dari dua puluh centimeter). Tabel 6 berikut adalah jenis dan karateristik tanah rawa lebak. Tabel 6 - Jenis dan Karakteristik Tanah Rawa Lebak Jenis Tanah Tipe Luapan Karakteristik Tanah Gambut lebak tengahan dan lebak dalam, khususnya di cekungan gambut topogen, saprik dan hemik Seringkali mempunyai sisipan-sisipan bahan tanah mineral di antara lapisan gambut. Warna tanah tersebut coklat gelap atau hitam dan reaksi gambut di lapang termasuk masam - sangat masam (ph 4,5-6,0). Kandungan basa (hara) rendah (total kation: 1-6 me/100 g tanah), dan kejenuhan basanya juga rendah (KB: 3-10%), ordo Histosols, dalam tingkat (subgrup) Typic/Hemic Haplosaprists, Terric Haplosaprists, dan Terric Haplohemists

36 Jenis Tanah Tipe Luapan Karakteristik Tanah mineral Lebak pematang dan tengahan tekstur tanah dengan kadar fraksi lempung (clay) dan lanau (silt) cukup tinggi, sedangkan fraksi pasir sangat sedikit, umumnya termasuk Inceptisols basah, yakni (subgrup) Epiaquepts dan Endoaquepts, dan sebagian Entisols basah yaitu Fluvaquents. Pada lebak tengahan, yang dominan adalah Entisols basah, yakni Hydraquents dan Endoaquents, serta sebagian Inceptisols basah Tabel 7 berikut adalah sifat fisik dan kimia utama tanah Tabel 7 Sifat fisik dan kimia utama tanah Sifat-sifat tanah Tanah mineral Tanah gambut Kerapatan lindak Tinggi (1-2 g. cm -3 ) Rendah (0,05-0,5 g.cm -3 ) Kematangan tanah Hampir matang- Mentah Porositas Rendah (45-55%) Tinggi (80%) Daya antar hidrolik Tinggi, kecuali Rendah-Tinggi Daya pegang air Rendah Tinggi Kadar karbon Rendah (< 20%) Tinggi (> 20-35%) Kadar bahan organik Rendah (< 12-20%) Tinggi (12-20%) Kemasaman Sedang-Netral (ph 5 - Masam (ph < 4) Ketersediaan hara Tinggi-Sedang Rendah Kapasitas tukar Rendah Tinggi g. kesesuaian lahan dan penyusunan pola tanam Pemilihan pola tanam di lahan lebak harus didasarkan kepada kesesuaian lahan, penataan lahan serta periode kering lahan dan pola hujannya. Faktor utama yang paling menentukan penyusunan pola tanam adalah rejim air khususnya tinggi dan periode genangan atau kedalaman air tanah dan curah hujan. Waktu penanaman padi rintak bisanya bila genangan air setinggi 10 cm (sepuluh centimeter) sampai dengan 15 cm (lima belas centimeter), sedangkan untuk padi surung adalah awal musim hujan (3-4 kali hujan) tapi lahan belum tergenang air.

37 Alternatif pola tanam untuk sawah dan bagian tabukan pada sistem surjan di lahan lebak pematang adalah padi gogo rancah - padi rancah gogo, padi gogo rancah-padi rancah gogo - palawija/hortikultura dan padi - palawija/hortikultura. Pola tanam pada bagian guludan surjan di lahan lebak pematang adalah palawija/hortikultura - palawija/hortikultura atau ditumpangsarikan dengan buah-buahan tahunan sedangkan pada tukungan ditanami tanaman buah-buahan tahunan. Pola tanam untuk sawah di lahan lebak tengahan adalah padi gogo rancah - bera - padi rancah gogo, padi rancah gogo - palawija dan padi rancah gogo - hortikultura, sedangkan pola tanam di lahan lebak dalam disarankan untuk aquaculture atau parkir air. Tabek 8 berikut adalah Alternatif pola tanam menurut tipe lahan lebak dan penataan lahan lebak. Tabel 8 Alternatif pola tanam menurut penataan lahan, tipe lahan lebak dan periode tidak tergenang air Tipe lahan lebak Sawah, tabukan surjan, tegalan Guludan Lebak pematang Padi gogo rancah - padi rancah gogo Padi gogo rancah - padi rancah gogo palawija Padi gogo rancah - padi rancah gogo - hortikultura Padi rancah gogo palawija Padi rancah gogo hortikultura Palawija - palawija Palawija hortikultura Hortikultura - Hortikultura Lebak tengahan Lebak dalam Periode tidak tergenang 2-3 bulan Lebak dalam Periode tidak tergenang > 3 bulan Sumber: Balittra, 2010 Padi gogo rancah - bera -padi rancah gogo Padi rancah gogo palawija Padi rancah gogo hortikultura Padi bera Palawija bera Hortikultura bera aquaculture Padi- Palawija/horti Palawija/hortikul tura N/A N/A

38 C Desain Desain disusun berdasarkan hasil dari survai dan investigasi yang meliputi: a. system planning Yang dimaksud dengan system planning dalam rangka peningkatan jaringan irigasi rawa lebak adalah penyusunan keseluruhan rencana (overall physical development plan) yang terkait dengan upaya penyempurnaan dan peningkatan kinerja jaringan irigasi rawa lebak yang ada guna menjamin tercapainya tujuan penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi rawa dalam rangka meningkatkan luas layanan dan intensitas tanaman padi minimal 2 (dua) kali dalam setahun yang merupakan kerangka dasar dan menjadi arahan bagi perencanaan teknis detil. System planning disusun berdasarkan hasil survai dan investigasi, serta analisa dan evaluasi terhadap semua opsi yang memungkinkan untuk mengatasi kendala dan memanfaatkan secara efektif potensi yang ada dengan mempertimbangkan saran, pendapat, maupun aspirasi dari para petani setempat yang tergabung dalam P3A/GP3A/IP3A ataupun Poktan/Gapoktan melalui pertemuan konsultasi publik. Produk dari system planning adalah berupa dokumen yang memuat: 1) rencana penyempurnaan dan peningkatan kinerja jaringan irigasi rawa lebak; 2) rencana lay out penyempurnaan jaringan irigasi rawa lebak; 3) rencana penyempurnaan jalan inspeksi; 4) data kapasitas dan dimensi saluran; 5) rencana tata tanam; 6) analisa kebutuhan air, ketersediaan air dan neraca air; 7) rencana penguatan institusi pengelola kegiatan O&P irigasi rawa lebak; dan 8) rencana pemberdayaan sumber daya manusia.

39 Rencana penyempurnaan dan peningkatan kinerja jaringan irigasi rawa lebak disusun dengan mengintegrasikan berbagai fungsi yaitu: 1) pembuangan air (drainase); 2) pencucian (leaching) dan peggelontoran (flushing) kemasaman dan unsur racun tanah; 3) pengendalian banjir dan pencegahan intrusi air asin; dan 4) penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi dengan berbagai opsi yang memungkinkan meliputi curah hujan, gravitasi, maupun pompa sederhana. Rencana lay out jaringan irigasi rawa lebak meliputi jaringan tingkat primer, tingkat sekunder dan tingkat tersier beserta semua bangunan pintu pengatur air dan bangunan pelengkapnya. Rencana penyempurnaan jalan inspeksi diintegrasikan fungsinya sebagai bagian dari jaringan jalan penghubung untuk meningkatkan kemudahan transportasi alsintan, angkutan input maupun output produksi pertanian. Rencana penguatan institusi pengelola kegiatan O&P dilakukan melalui peningkatan kapasitas: 1) organisasi pelaksana O&P Daerah Irigasi Rawa Lebak terkait 2) P3A/GP3A/IP3A Pemberdayaan sumber daya manusia dilakukan melalui pelatihan untuk meningkatkan kompetensi manajerial dan teknis para petugas O&P yang wilayah kerjanya berada di Daerah Irigasi terkait dan pelatihan para petani yang tergabung dalam organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam melaksanakan kegiatan O&P sesuai wewenang dan tanggung jawabnya. b. perencanaan teknis detil Perencanaan teknis detil dengan mengacu pada laporan dan petapeta hasil SID dan pra-rencana yang dibuat pada saat studi kelayakan apabila ada.

40 Perencanaan teknis detil di atas dilakukan sesuai dengan kriteria perencanaan yang berlaku dan digunakan sebagai dasar untuk perhitungan biaya konstruksi. Adapun perencanaan teknis detil di atas meliputi: 1) semua informasi dan data dasar; 2) gambar rencana; 3) perhitungan teknis; 4) rincian volume dan biaya; 5) metode dan program pelaksanaan; 6) dokumen lelang; 7) buku petunjuk O&P; dan 8) jadwal pelaksanaan menyeluruh. Tabel 9 berikut merupakan Kriteria perencanaan teknis detil yang perlu diperhatikan dalam peningkatan jaringan irigasi rawa lebak. Tabel 9 Kriteria Perencanaan Teknis Detil Kriteria Lokasi Value Satuan Catatan Drainabilitas Modulus drainase Basis drainase Kebutuhan air irigasi Padi sawah Palawija Tan. tahunan Kelapa sawit Akasia Nanas Lahan sawah Tan. pangan, pekarangan Lahan tan. tahunan Areal ekonomi Outlet saluran utama di sungai Lahan sawah : -Penguapan tanaman -Pengolahan tanah - Perkolasi/pencuc ian tanah Muka air rata2 harian selama bulan terbasah Dihitung Cm cm cm cm cm cm l/det/ha l/det/ha l/det/ha l/det/ha m+prl mm mm mm /hari

41 Kriteria Lokasi Value Satuan Catatan Kala ulang banjir Navigasi Saluran tersier Lebar jalan desa Bridge Clearance Area dgn resiko banjir Saluran dengan: - fungsi utama sbg navigasi - fungsi minor sbg navigasi Interval saluran Panjang maksimum 1 dalam 25 tahun ,500 Jam/hari Jam/hari m m 2 jalur kendaraan, lebar 3 m, kekeringan 1 m, clearance 0.5 m diatas dasar saluran Idem utk satu jalur Setiap lahan harus memiliki akses langsung ke sal. tersier Unit tersier 2 m Setiap lahan petani hrs memiliki akses langsung ke jalan usaha tani Saluran primer, Saluran sekunder Tinggi Jagaan Tanggul banjir Saluran primer Saluran sekunder Talud saluran Saluran primer Saluran sekunder Saluran tersier Talud tanggul Tinggi tanggul > 2 m Tinggi tanggul 1-2 m Tinggi tanggul < 1 m : 2 1 : : 1 1 : 2 1 : : 1 m diatas rata2 muka air tinggi di musim hujan m diatas rata2 muka air tinggi di musim hujan m m m Hanya utk saluran baru

42 Kriteria Lokasi Value Satuan Catatan Lebar berm Koefisien kekasaran Gradien dasar saluran Kecepatan Aliran Maksimum Penurunan tanah Over-height untuk pembangunan tanggul Saluran primer Saluran sekunder Saluran tersier Dalam saluran < 2 m Dalam saluran 2-3 m Dalam saluran > 3 m Semua saluran Semua saluran Semua bangunan Tanah gambut Tanah mineral Unripe, half ripe clay soils Ripe clay soils m m m k- Manning k- Manning k- Manning 0 m/m m/det m/det cm/thn cm/thn % % n- Strickler n- Strickler n- Strickler Isu-isu umum yang perlu dijadikan pertimbangan dalam perencanaan teknis jaringan irigasi rawa lebak tergantung dari kondisi tanah dan air yang ada. Perlu disadari bahwa kondisi antara satu jaringan irigasi rawa lebak dan yang lain dapat bervariasi, dan harus berhati-hati dalam mengadopsi desain standar untuk lokasi yang luas. Dalam memenuhi kebutuhan irigasi untuk tanam 2 (dua) kali, maka penggunaan pompa sederhana juga menjadi salah satu pilihan untuk tanam kedua. Dalam menyelenggarakan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak, masyarakat petani P3A/GP3A/IP3A dapat berpartisipasi pada tahap SID dan pelaksanaan konstruksi. Dalam memberikan Informasi kepada masyarakat yang membutuhkan, BBWS/BWS dapat memberikan informasi sebagai berikut: a. jenis dan lingkup rencana kegiatan peningkatan; b. lokasi rencana kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak; c. jadual, tempat, dan agenda pertemuan konsultasi masyarakat; d. tujuan pertemuan konsultasi masyarakat;

43 e. cara atau proses pertemuan konsultasi masyarakat yang akan dilakukan; dan f. lingkup saran, pendapat dan tanggapan serta informasi yang diharapkan dari masyarakat. 3. Pelaksanaan Konstruksi Kegiatan pelaksanaan konstruksi peningkatan jaringan irigasi rawa lebak terdiri dari beberapa tahapan kegiatan yang dimulai dengan melakukan pengecekan terhadap kelengkapan dokumen perencanaan teknis detil termasuk kelengkapan peta dan gambar-gambar yang berhubungan dan dokumen teknis lain (misal Amdal) jika diperlukan. Pengadaan barang/jasa pemerintah dimaksudkan untuk memberikan tata cara pengadaan barang/jasa pemerintah yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik. Pengadaan barang/jasa pemerintah wajib diterapkan dalam pelaksanaan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan konstruksi beberapa hal yang perlu menjadi perhatian antara lain: a. persiapan pelaksanaan Persiapan pelaksanaan meliputi pengecekan kelengkapan administrasi dan perizinan, sosialisasi pelaksanaan dan mobilisasi personil dan peralatan; b. pengawasan pelaksanaan konstruksi Pengawasan pelaksanaan konstruksi dapat mengacu pada petunjuk teknis pengawasan pelaksanaan konstruksi irigasi, rawa dan tambak; c. penyerahan pertama pekerjaan Penyerahan pertama pekerjaan (PHO) adalah suatu proses penyerahan seluruh hasil pekerjaan fisik (100%) yang telah diselesaikan oleh penyedia jasa sesuai gambar dan spesifikasi, serta ketentuan yang tercantum dalam dokumen kontrak. Tata cara penerimaan penyerahan pertama pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. penyerahan akhir pekerjaan Penyerahan akhir pekerjaan (FHO) adalah suatu proses penyerahan seluruh hasil pekerjaan fisik yang telah diselesaikan oleh penyedia jasa sesuai gambar dan spesifikasi serta ketentuan yang tercantum dalam

44 dokumen kontrak setelah selesainya masa pemeliharaan. Tata cara penerimaan penyerahan akhir pekerjaan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Masa pemeliharaan, masa pemeliharaan pekerjaan adalah selama 6 (enam) bulan setelah pekerjaan dinyatakan diterima atau jumlah waktu yang disepakati dalam dokumen kontrak. Setelah penyerahan pertama pekerjaan, pengguna jasa membayar sebesar 100% (seratus persen) dari nilai kontrak dan penyedia jasa (Kontraktor) harus menyerahkan jaminan pemeliharaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak. Penyedia jasa (Kontraktor) wajib memelihara hasil pekerjaan selama masa pemeliharaan sehingga kondisi hasil pekerjaan tetap berada seperti pada saat penyerahan pertama pekerjaan. Setelah masa pemeliharaan berakhir penyedia jasa (Kontraktor) mengajukan permintaan secara tertulis kepada pengguna jasa untuk penyerahan akhir pekerjaan. Pengguna jasa menerima penyerahan akhir pekerjaan setelah penyedia jasa melaksanakan semua kewajibannya selama masa pemeliharaan dengan baik, setelah diperiksa oleh panitia penyerahan pekerjaan dan telah dibuat berita acara penyerahan akhir pekerjaan. Setelah penyerahan akhir pekerjaan, pengguna jasa wajib mengembalikan jaminan pemeliharaan dan jaminan pelaksanaan. Apabila penyedia jasa (Kontraktor) tidak melaksanakan kewajiban pemeliharaan sesuai kontrak, maka pengguna jasa berhak mencairkan jaminan pemeliharaan untuk membiayai pemeliharaan pekerjaan dan mencairkan jaminan pelaksanaan dan disetor pada Kas Negara, penyedia jasa (Kontraktor) dikenakan sesuai ketentuan yang berlaku. Setelah pelaksanaan pekerjaan konstruksi, perlu dibuat dokumentasi teknis berupa gambar purna laksana (as built drawings) yaitu gambar realisasi dari pekerjaan konstruksi yang telah dilakukan dengan ukuran A1 dan A3 lengkap beserta softcopynya.

45 Dokumen ini dibuat oleh Penyedia jasa (Kontraktor) dan diperiksa oleh Pengguna jasa sesuai ketentuan penggambaran yang merujuk pada petunjuk teknis pengawasan pelaksanaan konstruksi irigasi, rawa dan tambak. Penyedia jasa (Kontraktor) harus menyerahkan kepada Pengguna jasa gambar pelaksanaan (as built drawing) paling lambat 14 hari (atau waktu yang disepakati di dalam dokumen kontrak) sebelum penyerahan akhir pekerjaan. Sanksi atas keterlambatan penyerahan gambar pelaksanaan mengikuti ketentuan yang disepakati dalam dokumen kontrak. Apabila tidak menyerahkan gambar pelaksanaan, maka pengguna jasa dapat memperhitungkan pembayaran kepada penyedia jasa sesuai ketentuan dokumen kontrak. Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi wajib dilakukan pengawasan dengan menerapkan sistem manajemen mutu dan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bidang konstruksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 4. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi merupakan sistem pengawasan dan penilaian yang digunakan pengelola program agar dapat membandingkan rencana dan realisasi kegiatan serta kemajuan pelaksanaan kegiatan untuk memastikan input program kegiatan dapat dilaksanakan sesuai rencana serta memberikan output dan dampak positif terhadap pencapaian tujuan akhir program. Pelaksanaan M&E meliputi kegiatan sebagai berikut: a. kegiatan penyediaan data dan informasi; b. kegiatan analisis dan evaluasi; dan c. pelaporan.

46 Pelaksanaan kegiatan pemantauan dilaksanakan secara periodik sesuai kebutuhan dan didasarkan pada ketepatan waktu, yaitu setiap 6 (enam) bulan sekali. Sedangkan kegiatan evaluasi dan pelaporan dilakukan pada akhir tahun kegiatan yaitu setiap 1 (satu) tahun sekali. Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi pada: a. tingkat Pusat dilakukan untuk memenuhi sasaran, antara lain: 1) menyediakan suatu forum untuk menerima saran, pendapat, tanggapan dan masukan dari para pemangku kepentingan; dan 2) menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air melalui Direktur Irigasi dan Rawa, Kepala BBWS/BWS, dan pihak terkait lainnya yang berada dalam lingkup pemerintah. b. tingkat BBWS/BWS/Satker/PPK dilakukan untuk memenuhi sasaran, antara lain: 1) menghasilkan sesuatu yang berhubungan dengan tujuan dan mendapatkan informasi secara tepat waktu tentang kemajuan, permasalahan, serta hasil kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak; 2) mengembangkan database untuk suatu pengukuran kinerja dalam periode waktu selama program berjalan (baseline dimulai pada akhir kegiatan Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa, dan seterusnya); dan 3) menyampaikan hasil pemantauan dan evaluasi kepada Kepala BBWS/BWS, Direktur Jenderal Sumber Daya Air melalui Direktur Irigasi dan Rawa, dan pihak terkait lainnya yang berada dalam lingkup pemerintah. c. tingkat daerah irigasi rawa lebak (melalui petugas Pengamat dan Juru Pengairan) dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang berhubungan dengan tujuan dan mendapatkan informasi secara tepat waktu tentang kemajuan, permasalahan, serta hasil kegiatan Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa. Pemantauan dilakukan terhadap tahapan peningkatan jaringan irigasi rawa dengan melihat kesesuaian masukan (input) akan memberikan keluaran (output) dan hasil (outcome) sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan

47 pemantauan dilakukan melalui penyediaan data dan informasi bagi pengelola program dalam melihat kemajuan pelaksanaan kegiatan dan mengambil tindakan secara tepat waktu sehingga tetap berjalan sesuai rencana. Dengan demikian, selama pelaksanaan kegiatan berlangsung dapat dilihat apakah semua masukan (input) telah disediakan dan digunakan sesuai rencana serta memberikan keluaran (output) dan hasil (outcome) sesuai yang direncanakan. Pengumpulan data informasi dimaksud dilakukan melalui teknik: a. observasi, yaitu pengumpulan data dan fakta yang berhubungan dengan masalah, dilakukan dengan melihat, mendengarkan dan mengamati secara langsung di lokasi program/kegiatan; b. wawancara (interview), yaitu tanya jawab secara lisan yang dilakukan langsung dengan sumber informasi, dalam hal ini antara lain dengan aparat pemerintah kecamatan/desa, dan para petani melalui organisasi P3A/GP3A/IP3A ataupun Poktan/Gapoktan serta pihak terkait lainnya; c. angket atau kuesioner (questionnaires), yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan secara tertulis dengan bentuk tertutup; dan d. teknik skoring, yaitu proses penilaian terhadap form dan kuisoner yang diperoleh dari hasil pemantauan dilakukan proses editing ke dalam bentuk tabulasi dan diolah melalui analisis data statistik deskriptif. Evaluasi dilakukan dengan cara menilai semua pengaruh (effects) baik yang diharapkan maupun tidak diharapkan serta dampak yang timbul setelah program kegiatan dilaksanakan baik secara positif maupun negatif. Data dan informasi yang dikumpulkan pada waktu pemantauan memberi dasar untuk evaluasi, yaitu melakukan penilaian atas dampak program terhadap tujuan yang diharapkan. 5. Persiapan Operasi dan Pemeliharaan Penyelenggaraan kegiatan persiapan operasi dan pemeliharaan pada jaringan irigasi rawa lebak dilakukan sesuai dengan pedoman mengenai persiapan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

48 BAB III PENYUSUNAN LAPORAN KEGIATAN PENINGKATAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK Dalam melaksanakan kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak, Kepala BBWS/BWS menyusun dan menyampaikan laporan atas pelaksanaan kegiatan pemilihan daerah irigasi rawa lebak, SID, pelaksanaan konstruksi, pemantauan dan evaluasi serta persiapan operasi dan pemeliharaan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air melalui Direktur Irigasi dan Rawa. Laporan pelaksanaan kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak, antara lain memuat: 1. progres capaian output dan outcome; 2. kendala yang ada dalam meningkatkan jaringan irigasi rawa lebak; dan 3. dokumentasi pelaksanaan kegiatan peningkatan jaringan irigasi rawa lebak. Tabel 10 berikut merupakan hal yang perlu disajikan dalam penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan SID. Tabel 10 Peta-peta yang dihasilkan dari kegiatan SID Peta dan skala peta Hal-hal yang disajikan dalam peta Kelas/interval Peta dasar 1:20,000 Areal survai Sungai, permukiman, jalan, saluran, bangunan utama Peta Topografi 1:5,000 dan 1:20,000 Peta dasar Patok ukur/ Benchmarks Titik tinggi (untuk peta dengan skala 1:5,000) Garis kontur Stasiun hidrometri bangunan (untuk peta dengan skala 1:5,000) Tabel dengan luas per kelas elevasi Kontur dengan interval 25 cm Peta tanah 1:20,000 Ketebalan gambut 1:20,000 Peta dasar Titik bor dengan penomoran Profil tanah dengan penomoran Batas dari jenis tanah Tabel dengan luas per jenis tanah Peta dasar Batas dari kelas ketebalan gambut Tabel dengan luas per kelas ketebalan gambut Gambut dan non gambut Pirit/non pirit Jenis tanah standard Ketebalan gambut: 0-50 cm cm cm cm >300 cm

49 Peta dan skala peta Hal-hal yang disajikan dalam peta Kelas/interval Penggunaan lahan eksisting 1:20,000 Peta Satuan lahan 1:20,000 Peta Hidrotopografi 1:20,000 Peta Drainabilitas 1:20,000 Peta situasi dari bangunan utama 1:200 Data sosial ekonomi 1:20,000 Gambar penampang Penampang memanjang sungai dan saluran Penampang melintang sungai dan saluran Peta dasar Batas dari penggunaan lahan Tabel dengan luas per kelas penggunaan lahan Peta dasar Batas dari satuan lahan Tabel dengan luas per satuan lahan Tabel dengan kesesuaian lahan per satuan lahan Peta dasar Batas dengan kelas hidrotopografi Tabel dengan luas per kelas Peta dasar Batas dengan kelas drainabilitas Tabel dengan luas per kelas Layout dari bangunan, saluran, jalan dan jalur Bangunan lain dan fitur medan benchmark topografi dengan elevasi lokasi investigasi mekanika tanah lokasi dari penampang melintang saluran Peta dasar Batas administrasi desa, dusun, dengan nama dan batas informasi lain dari BPS Skala vertikal 1 : 100 Skala horizontal 1 : 5,000 permukiman, sawah, tanaman tahunan, kebun campuran, hutan Semak (tinggi < 2 m), Belukar (tinggi > 2 m) Lihat tabel 8 Hidrotopografi lebak pematang, tengahan dan dalam Drainabilitas < 30 cm Drainabilitas cm Drainabilitas > 60 cm Skala vertikal 1 : 100 Skala horizontal 1 : 200 (sungai, sal.primer) 1 : 100 (sal. Sekunder, tersier) Tabel 11 berikut merupakan laporan-laporan yang dihasilkan dari kegiatan SID. Tabel 11 Laporan-laporan yang dihasilkan dari kegiatan SID Laporan Survai Topografi Hal-hal yang perlu dimasukkan dalam laporan Pelaksanaan survai Prosedur pengukuran Akurasi pengukuran Titik acuan proyek/ Project reference Level Daftar BM dengan koordinat x, y, z (termasuk yang digunakan untuk survai hidrometri) Deskripsi patok ukur/bm dengan peta situasi dan Tabel dengan luas per kelas elevasi Tabel dengan muka air rata-rata harian dari survai hidrologi yang dijabarkan dalam PRL Salinan peta dasar dan peta topografi dalam skala kecil

50 -50- JENDERAL SUMBER DAYA AIR, 3342 frl--

51 LAMPIRAN II SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL SUMBER DAYA AIR NOMOR : 20/SE/D/2017 TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK FORMULIR PENILAIAN KINERJA KAWASAN Jenis Rawa : Lebak Nama DIR : Lokasi : Desa /Kec./Kab../Prov Koordinat : Hari/Tanggal: BBWS/BWS : Satker : No Kinerja Kawasan Bobot Indikator (a) Penilaian Kinerja (b) Kurang Baik (0,5) Baik (1) Keterangan 1 Intensitas panen (di 15% < 200 % > 200 % - musim hujan dan musim kemarau) 2 Hasil panen padi 15% < 6 > 6 - (ton/ha) ton/ha ton/ha 3 Keragaman intensitas 10% < 75 % > 75 % - dan hasil panen (rasio antara luas potensial dan luas fungsional) 4 Akses saprodi: Mudah dan Pupuk 7.5% < 75 % > 75 % sulit Benih 7.5% < 75 % > 75 % diperoleh Pestisida 5.0% < 75 % > 75 % Alsintan 5.0% < 75 % > 75 % 5 Pendapatan rata-rata keluarga 10% < UMR > UMR UMR Kabupaten 6 Prosentase pendapatan kegiatan pertanian dari pendapatan keluarga 10% < 75 % > 75 % - 7 Kepemilikan lahan rata-rata per Kepala Keluarga (KK) 5% < 2,25 Ha/KK > 2,25 Ha/KK - FORM KL Jumlah Bobot (axb) hasil pengamatan

52 No Kinerja Kawasan 8 Ketersediaan jasa perdagangan (pasar, koperasi, tengkulak, dsb) Bobot Indikator (a) Penilaian Kinerja (b) Keterangan 10% < 75 % > 75 % tersedia dan kurang tersedia 100% - Jumlah Bobot (axb) hasil pengamatan Dibuat oleh :

53 -53FORIT,IUTIR PENILAIAN POTENSI KAWASAN Jenis Rawa Lebak Nama DIR Lokasi Desa / Kec...,... / Kab / Prov Koordinat Hari/Tanggal: BBWS/BWS : Satker FORM PL : Iumlah q Bobot Potensi Lahan No Bobot Potensi {bf Indlkator (al Rendah ringgi Bobot (axb) hasil Keteransanpengamatan (1) o.5 (O'51 1 Curah hujan (bulan- bulan 200h berurutan <7 1.O > 7 bulan bulan dengan > 200 mm) 2 a Jarak ke DIR to% >5km <5km 3 Ketebalan Gambut B% >lm <1m Tidak subur Subur t,4..,,., 5 'Ke Kesuburan Tanah ", loo/o trahsportasi;,, d4,1a1dan air':, 7 Drainabilitas 75o/o <0.3m >0.3m kedalaman drainase dari muka tanah rata-rata kategori B ',, hidrotopografirr'rl LOOo/" JENDERAL SUMBER DAYA AIR,

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 08/PRT/M/2013 TANGGAL : 28 Agustus 2013 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5460 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 180) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, 1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK. SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK. SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN LAHAN RAWA PASANG SURUT Merupakan lahan yang dipengaruhi oleh gerakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Pedoman Umum Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi; Meng

2017, No Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Pedoman Umum Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi; Meng No.1829, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK

OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 16/PRT/M/2015 TANGGAL : 21 APRIL 2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN KATA PENGANTAR Pedoman Desain Optimasi Lahan Rawa dimaksudkan untuk memberikan acuan dan panduan bagi para

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat: a. bahwa irigasi merupakan modal utama

Lebih terperinci

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang 1.1. Latar Belakang yang terletak sekitar 120 km sebelah selatan Kota Surabaya merupakan dataran alluvial Kali Brantas. Penduduk di Kabupaten ini berjumlah sekitar 1.101.853 juta jiwa pada tahun 2001 yang

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009 Tanggal : 16 Februari 2009 PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Peningkatan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa irigasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PRT/M/2015 TENTANG PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si PERMASALAHAN AIR TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR Dalam pengelolaan tata air makro pada lahan rawa lebak menggunakan SISTEM POLDER. Pada sistem polder diperlukan bangunan air,

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG TATA CARA INVENTARISASI DAN PENETAPAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1085, 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Operasi. Pemeliharaan. Jaringan Irigasi Rawa Lebak. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/PRT/M/2013

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ASET IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK PENDAHULUAN

INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK PENDAHULUAN INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK Achmadi (1) dan Irsal Las (2) 1 Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN KOMISI IRIGASI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. b. c. d. e. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.863, 2012 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Pengelolaan. Aset. Irigasi. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.533, 2015 KEMEN-PUPR. Garis Sempadan. Jaringan Irigasi. Penetapan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PRT/M/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i No.640, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Irigasi. Komisi. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR BERITA KABUPATEN CIANJUR DAERAH NOMOR 41 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI CIANJUR NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN PENCETAKAN SAWAH BARU DI KABUPATEN CIANJUR BUPATI CIANJUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 5 2013 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, Menimbang : a. bahwa gambut merupakan tipe ekosistem lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2016 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DAN PENGGUNAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Kejadian El Nino Tahun 2015

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: BUPATI BOYOLALI, a. bahwa untuk mendukung produktivitas

Lebih terperinci

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT SISTEM TATA AIR MIKRO (TAM) Novitasari,ST.,MT TIK Mahasiswa akan dapat memahami prinsipprinsip sistem pengelolaan air pada sistem tata air mikro, tipekal zoning, tipekal jaringan saluran blok sekunder,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

4.1. PENGUMPULAN DATA

4.1. PENGUMPULAN DATA Metodologi adalah acuan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan yang perlu diambil dalam suatu analisa permasalahan. Penerapan secara sistematis perlu digunakan untuk menentukan akurat atau tidaknya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang Mengingat : : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG TIM TERPADU DALAM RANGKA PENELITIAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya PENGETAHUAN RAWA RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

Pertemuan 3. PSDA! Indradi Wijatmiko

Pertemuan 3. PSDA! Indradi Wijatmiko Pertemuan 3 PSDA! Indradi Wijatmiko Pola Pengelolaan SDA Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air! Data dan Informasi Penyusunan Pola! Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Air! Disiplin Ilmu yang Terkait!

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated

IV. GAMBARAN UMUM. mempergunakan pendekatan one river basin, one plan, and one integrated IV. GAMBARAN UMUM A. Umum Dalam Pemenuhan kebutuhan sumber daya air yang terus meningkat diberbagai sektor di Provinsi Lampung diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air terpadu yang berbasis wilayah

Lebih terperinci

BAB I UMUM. A. Pendahuluan

BAB I UMUM. A. Pendahuluan LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 11/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 April 2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN REKLAMASI RAWA PASANG SURUT BAB I UMUM A. Pendahuluan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PRT/M/2015 TENTANG PENGALIHAN ALUR SUNGAI DAN/ATAU PEMANFAATAN RUAS BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Tata at Ai a r Rawa (Makr

Tata at Ai a r Rawa (Makr SISTEM TATA AIR RAWA PASANG SURUT Tata Air Rawa (Makro) 1 PEDOMAN TEKNIS Tata Air Makro adalah : Penguasaan air ditingkat kawasan/areal reklamasi yang bertujuan mengelola berfungsinya jaringan drainase

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci