BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Nyeri Definisi Nyeri The International Association for the Study of Pain (Townsend, 2008), mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak nyaman yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial. Perasaan yang tidak nyaman tersebut sangat bersifat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Mubarak & Chayatin, 2007). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Smeltzer dan Bare (2001) bahwa nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, menyakitkan tubuh, serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Sedangkan menurut Barbara dan Joan (1983), nyeri diartikan sebagai suatu fenomena biopsikososial yang kompleks. Nyeri tidak hanya ditunjukkan sebagai nilai yang negatif yang terjadi di tubuh, tetapi nyeri sering ditunjukkan sebagai tanda atau peringatan bahwa ada suatu kerusakan jaringan di tubuh. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu perasaan tidak nyaman yang bersifat subjektif dan tidak dapat dilihat atau dirasakan orang lain, yang diungkapkan oleh individu yang

2 merasakannya, serta berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial. Oleh karena itu tenaga medis harus mempercayai apapun yang dikatakan pasien tentang nyeri yang dirasakannya, karena sifat subjektif dari nyeri ini Klasifikasi Nyeri Nyeri diklasifikasikan atas dua bagian, yaitu (1) nyeri akut dan (2) nyeri kronis (Berger, 1992). Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai suatu pengalaman sensori, persepsi, dan emosional yang tidak nyaman yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan, yang disebabkan oleh kerusakan jaringan dari suatu penyakit seperti pada luka yang diakibatkan oleh kecelakaan, operasi, atau oleh karena prosedur terapeutik (Lewis, 1983). Nyeri akut biasanya mempunyai awitan yang tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau memerlukan pengobatan (Smeltzer & Bare, 2001). Nyeri kronik merupakan nyeri berulang yang menetap dan terus menerus yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan

3 sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu cedera atau proses penyakit, hal ini diduga bahwa ujung-ujung syaraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk memberikan sensasi nyeri, atau ujung-ujung syaraf yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri menjadi mampu mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri (Smeltzer & Bare, 2001) Fisiologi Nyeri Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai sistem nosiseptif. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung syaraf bebas yang pertama sekali merasakan nyeri. Jejas atau stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor untuk melepaskan zat-zat kimia, yaitu prostaglandin, histamine, bradikinin, asetilkolin, dan substansi P (Smeltzer & Bare, 2001). Zatzat kimia ini mensensitisasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls nyeri ke otak. Ada dua jenis ujung syaraf bebas yang termasuk dalam nosisepsi, yaitu (1) serabut A-delta, adalah serabut halus, bermielin, dan merupakan serabut hantaran cepat yang membawa sensasi tusukan tajam. Serabut-serabut ini membantu kita untuk menentukan lokasi dan

4 intensitas nyeri. (2) Serabut C, adalah serabut syaraf yang tidak dibungkus oleh mielin. Serabut ini halus dan hantarannya lambat serta bertanggung jawab terhadap nyeri tumpul, menyebar, dan persisten (Taylor, 2009). Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-delta, tetapi beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar akibat aktifasi serabut C. Impuls nyeri dibawa oleh serabut A-delta perifer dan dihantarkan langsung ke substansia gelatinosa pada akar dorsal sum-sum tulang belakang, kemudian konduksi lambat serabut C membuat durasi impuls rasa sakit menjadi lebih lama (Alexander & Hill, 1987). Impuls sensori/ eferen memasuki akar dorsal sumsum tulang belakang, membentuk sinaps kimia dengan menggunakan neurotransmiter (seperti substansi P). Impuls nyeri berpindah ke sisi yang berlawanan dari sumsum tulang belakang dan merambat ke otak melalui sistem spinotalamus. Sistem spinotalamus bersinapsis di thalamus dan impuls disampaikan ke korteks serebral dimana stimulus nyeri diinterpretasikan. Ketika transmisi nyeri dikirim ke otak, individu merasakan nyeri. Beberapa impuls nyeri berakhir langsung di neuron motorik melalui arkus reflex di sumsum tulang. Neuron motorik kemudian muncul dari kornu anterior sumsum tulang belakang untuk mengaktifkan struktur yang sesuai seperti, bila seseorang menyentuh permukaan yang panas, sinyal nyeri diubah menjadi impuls

5 motorik yang merangsang tangan menjauh dari sumber panas (Potter & Perry, 2009). Persepsi nyeri dalam tubuh diatur oleh substansi yang dinamakan neuroregulator. Substansi ini mempunyai aksi rangsang dan aksi hambat. Substansi P adalah salah satu contoh neurotansmiter dengan aksi merangsang. Ini mengakibatkan pembentukan aksi potensial, yang menyebabkan hantaran impuls dan mengakibatkan pasien merasakan nyeri. Serotonin adalah salah satu contoh neurotransmiter dengan aksi menghambat. Serotonin mengurangi efek dari impuls nyeri. Substansi kimia lainnya mempunyai efek inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkafelin. Substansi ini bersifat seperti morfin yang diproduksi oleh tubuh. Endorfin dan enkafelin ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi dalam sistem syaraf pusat. Kadar endorfin dan enkafelin setiap individu berbeda. Kadar endorfin ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ansietas. Hal ini akan berpengaruh juga terhadap perasaan nyeri seseorang. Walaupun stimulusnya sama, setiap orang akan merasakan nyeri yang berbeda. Individu yang mempunyai kadar endorfin yang banyak akan merasakan nyeri yang lebih ringan daripada mereka yang mempunyai kadar endorfin yang sedikit (Smeltzer & Bare, 2001) Teori Nyeri Dari beberapa hasil penelitian, mekanisme respons nyeri yang tepat masih merupakan misteri. Namun ada tiga teori nyeri yang

6 dikemukakan, yaitu specificity theory, pattern theory, dan gate control theory. a. Teori Spesificity Teori specificity menyatakan bahwa ada ujung syaraf spesifik di tubuh yang menerima rangsangan hanya dari rangsangan nyeri. Ketika reseptor nyeri menerima stimulus, sebuah impuls ditransmisikan di sepanjang jalur nyeri spesifik kemudian diterjemahkan di pusat nyeri, yaitu thalamus (Berger, 1992; Lewis, 1983). b. Teori Dasar Teori dasar mengasumsikan bahwa tipe tertentu dari stimulus pada reseptor yang nonspesifik akan menyampaikan sekumpulan impuls ke jalur neuron untuk menghasilkan dasar yang diinterpretasikan oleh otak sebagai nyeri. Rangsangan ini digabungkann dalam akar dorsal sumsum tulang belakang untuk menghasilkan intensitas tertentu dari rangsangan nyeri (Berger, 1992; Lewis, 1983). c. Teori Gate-Control Teori ini dikemukakan oleh Melzack & Wall (1965). Teori ini menggambarkan bagaimana neuron akar dorsal dari sumsum tulang belakang berperan sebagai gerbang yang mengatur penyampaian impuls nyeri ke otak (Berger, 1992; Lewis, 1983). Menurut Melzack & Wall (1965 dalam Berger, 1992), teori Gate- Control mengasumsikan bahwa akar dorsal dari sumsum tulang

7 belakang yang dikenal sebagai substansia gelatinosa berperan sebagai pintu gerbang yang dapat meningkatkan atau menurunkan rangsang nyeri dari syaraf perifer ke otak. Gerbang ini terbuka atau tertutup tergantung input dari serabut syaraf besar dan kecil. Peningkatan aktifitas serabut syaraf kecil akan membuka gerbang, dan menyebabkan sensasi nyeri sampai ke otak. Sebaliknya, peningkatan aktifitas serabut syaraf besar akan menutup pintu gerbang sehingga sensasi nyeri tidak sampai ke otak. Melzack & Wall (1965 dalam Berger, 1992) juga menggambarkan pengaruh kognitif terhadap persepsi nyeri. Umur, kecemasan, pengalaman nyeri sebelumnya, perhatian, harapan, jenis kelamin, latar belakang budaya, status sosial ekonomi, semuanya mempunyai pengaruh terhadap persepsi nyeri (Berger, 1992). Persepsi nyeri merupakan interpretasi individu terhadap stimulus nyeri, dimulai ketika individu pertama sekali merasakan nyeri (Berger, 1992). Gambar 2.1 Mekanisme Teori Gate-Control (Mubarak & Chayatin, 2007) Kontrol Sentral Serabut tebal (besar) Rangsangan Nyeri SG T Medula Spinalis otak Serabut halus Gate Control System

8 Keterangan : SG: Sel di dalam substansi gelatinosa T : Sel transmisi sentral (Sel T) terletak di dalam akar belakang (radiks posterior) + : Efek menguat : Efek menekan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai pengalaman yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut: a. Faktor Fisiologi Faktor fisiologi yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) kelelahan, (4) gen dan (5) fungsi neurologi. Umur mempengaruhi persepsi nyeri seseorang karena anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Anak-anak belum mempunyai perbendaharaan kata yang cukup sehingga mereka sulit untuk mengungkapkan nyeri secara verbal dan sulit untuk mengekspresikannya kepada orang tua ataupun perawat. Pada orang tua, nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang

9 sering sama dengan bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, perawat harus teliti melihat dimana sumber nyeri yang dirasakan pasien (Taylor, 1997; Potter & Perry, 2009). Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespons terhadap nyeri (Gill, 1990 dikutip dari Potter & Perry, 2005). Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya, menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama (Potter & Perry, 2005). Begitu juga dengan kelelahan, seseorang yang merasakan kelelahan akan terfokus terhadap pengalaman nyerinya. Jika kelelahan terjadi disepanjang waktu istirahat, persepsi nyeri yang dirasakan pasien akan meningkat. Nyeri merupakan pengalaman yang sering dirasakan setelah istirahat daripada menghabiskan waktu sepanjang hari (Berger, 1992; Potter & Perry, 2009). Penelitian kesehatan mengungkapkan bahwa informasi genetik yang diturunkan oleh orang tua kemungkinan dapat meningkatkan atau menurunkan sensitifitas nyeri. Genetik mempunyai kemungkinan untuk dapat menentukan ambang batas nyeri seseorang atau toleransi seseorang terhadap nyeri (Potter & Perry, 2009). Fungsi neurologi juga dapat mempengaruhi pengalaman

10 nyeri seseorang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi normal dari nyeri (seperti cedera spinal cord, neuropati perifer, atau penyakit neurologi) sebagai efek kewaspadaan dan respons pasien (Potter & Perry, 2009). b. Faktor Sosial Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) perhatian, (2) pengalaman nyeri sebelumnya, dan (3) keluarga dan dukungan sosial. Peningkatan perhatian dihubungkan dengan peningkatan nyeri (Carrol & Seers, 1998 dalam Potter & Perry, 2009). Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat dilihat perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat dapat memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase, dan lain sebagainya. Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap stimulus yang lain, dapat menurunkan persepsi nyeri (Potter & Perry, 2009). Pengalaman nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Karena setiap orang belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya. Jika sebelumnya seseorang pernah mengalami nyeri tanpa adanya pertolongan, maka nyeri yang dirasakannya saat ini akan dipandangnya sebagai suatu kecemasan dan ketakutan. Dengan kata lain, jika pengalaman nyeri sebelumnya dapat diterima dengan koping yang baik, maka individu tersebut

11 mungkin dapat lebih baik mempersiapkan dirinya dengan peristiwa nyeri yang lain (Berger, 1992; Potter & Perry, 2009). Seseorang yang merasakan nyeri sering bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk mendukung, menemani, atau melindunginya. Walaupun nyeri masih ada, kehadiran keluarga atau teman-teman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2009). Misalnya, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan dengan individu yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya (Mubarak & Chayatin, 2007). c. Faktor Spiritual Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri yang dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry, 2009). d. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) kecemasan dan (2) koping individu. Kecemasan dapat meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu

12 mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka (Mubarak & Chayatin, 2007). Wall & Melzack (1999 dalam Potter & Perry, 2009) mengemukakan bahwa stimulus nyeri yang aktif pada bagian sistem limbik dipercayai dapat mengontrol emosi, salah satunya adalah kecemasan. Sistem limbik memproses reaksi emosional terhadap nyeri, dapat meningkatkan ataupun menurunkannya (Potter & Perry, 2009). Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan nyeri. Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi nyeri. Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang dirasakannya. Oleh karenan itu, koping pasien sangat penting untuk diperhatikan (Potter & Perry, 2009). e. Faktor Budaya Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) makna nyeri dan (2) suku. Makna dari nyeri yang dirasakan seseorang dihubungkan dengan pengaruh pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang tersebut mengadaptasikannya. Hal ini sangat berhubungan dengan latar belakang budaya. Seseorang akan merasa

13 nyeri yang berbeda jika mendapatkan sebuah ancaman, kehilangan, hukuman, atau tantangan (Potter & Perry, 2009). Budaya mempercayai dan mempengaruhi nilai individu dalam mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan diterima oleh budaya mereka, termasuk bagaimana reaksi mereka terhadap nyeri (Davidhizar & Giger, 2004; Lasch, 2002 dalam Potter & Perry, 2009) Efek Membahayakan dari Nyeri Menurut Smeltzer & Bare (2001), efek membahayakan dari nyeri dibedakan berdasarkan klasifikasi nyeri, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain merasa ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin, dan immunologik (Benedetti dkk; Yeager dkk, 1987, 1984 dikutip dari Smeltzer & Bare, 2001). Pasien dengan nyeri hebat dan stress yang berkaitan dengan nyeri dapat tidak mampu untuk nafas dalam dan mengalami peningkatan nyeri dan mobilitas menurun. Nyeri kronis mempunyai efek yang membahayakan seperti supresi fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor. Nyeri kronis juga sering mengakibatkan depresi dan ketidakmampuan. Pasien mungkin tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas dan melakukan hubungan interpersonal.

14 Ketidakmampuan ini dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian atau makan Pengkajian Nyeri Walaupun tidak dapat diketahui secara pasti bagaimana nyeri dirasakan oleh pasien, perawat harus mengerti tentang nyeri dan menggunakan pendekatan dalam pengkajian nyeri, termasuk deskripsi verbal tentang nyeri. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya. Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi: data subjektif dan data objektif. a. Data subjektif 1. Intensitas (skala) nyeri Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal, misalnya tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau sampai 10. Dimana 0 mengindikasikan tidak adanya nyeri, dan 10 mengindikasikan nyeri sangat hebat. 2. Karakteristik nyeri, termasuk area nyeri yang dirasakan, durasi (menit, jam, hari, bulan), irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri), dan kualitas (seperti ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti di tekan).

15 3. Faktor-faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya. 4. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai. 5. Kekhawatiran individu tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Smeltzer & Bare, 2001). Gambar 2.2 Intensitas (skala) Nyeri (Taylor, 1997; Potter & Perry, 2009; Smeltzer & Bare, 2001) Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana Tidak ada Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri nyeri ringan sedang hebat sangat paling hebat hebat Skala Intensitas Nyeri Numerik Tidak ada Nyeri Nyeri nyeri sedang paling hebat

16 Skala Analog Visual (VAS) Tidak ada nyeri Nyeri paling hebat Menurut McGuire dan Sheidler (1993 dalam Ardinata, 2007) ada enam dimensi nyeri, yaitu: (1) fisiologis, meliputi faktor pencetus, karakteristik, durasi, (2) sensori, meliputi intensitas dan kualitas nyeri, (3) afektif, meliputi emosional dan psikologis seperti kecemasan dan depresi, (4) kognitif, meliputi persepsi dan interpretasi tentang nyeri, (5) perilaku, seperti menyeringai, menangis, merapatkan gigi, dan lainlain, (6) sosiokultural, nyeri bisa dipersepsikan berbeda pada etnis yang berbeda. Gambar 2.3 Dimensi Nyeri Fisiologis Sensoris Afektif Kognitif Perilaku Sosiokultural (Disimpulkan dari Ardinata, 2007) b. Data objektif Data objektif didapatkan dengan mengobservasi respons pasien terhadap nyeri. Menurut Taylor (1997), respons pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat dikategorikan sebagai (1) respons perilaku, (2) respons fisiologik, dan (3) respons afektif.

17 Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Respons perilaku ini sering ditemukan dan kebanyakan diantaranya dapat di observasi. Individu yang mengalami nyeri akan menangis, merapatkan gigi, mengepalkan tangan, melompat dari satu sisi ke sisi lain, memegang area nyeri, gerakan terbatas, menyeringai, mengerang, pernyataan verbal dengan kata-kata. Perilaku ini sangat beragam dari waktu ke waktu (Berger, 1992). Respons fisiologik antara lain seperti meningkatnya pernafasan dan denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil, berkeringat, wajah pucat, mual, dan muntah (Berger, 1992). Respons fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar (Smeltzer & Bare, 2001). Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak punya harapan, dan depresi juga terjadi pada pasien yang mengalami nyeri. Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri akut dan frekuensi dari nyeri tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering diasosiasikan sebagai nyeri kronis (Taylor, 1997).

18 2.2. Operasi Definisi Operasi adalah tindakan invasif yang direncanakan atau tidak direncanakan, mayor atau minor yang melibatkan bagian atau sistem tubuh (Taylor, 1997). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (1998), operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Operasi umumnya dilakukan untuk berbagai alasan seperti diagnostik, kuratif, separatif, rekonstruktif, kosmetik, dan paliatif (Taylor, 1997) Klasifikasi Operasi Menurut Taylor (1997), berdasarkan tingkat risikonya, maka operasi dibagi atas: (1) operasi mayor, (2) operasi minor. Operasi mayor bersifat elektif, urgen, dan emergensi. Operasi mayor melibatkan organ vicera. Tujuan dari operasi ini adalah menyelamatkan nyawa (hidup), mengangkat atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki fungsi tubuh, dan meningkatkan kesehatan. Contoh: kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi, radikal mastektomi, amputasi, dan operasi akibat trauma. Operasi mayor membutuhkan hospitalisasi, biasanya lama, dengan risiko yang tinggi,

19 melibatkan organ tubuh yang penting serta berpotensi terhadap komplikasi postoperasi (Taylor, 1997). Sedangkan operasi minor secara umum bersifat elektif, bertujuan untuk memperbaiki fungsi tubuh, mengangkat lesi pada kulit, dan memperbaiki deformitas. Operasi minor prosedurnya langsung, risikonya rendah, dan komplikasinya sedikit. Contoh: pencabutan gigi, pengangkatan kutil, biopsy kulit, kuretase, laparoskopi, arthroskopi, dan ekstraksi katarak (Taylor, 1997) Tahapan Operasi Menurut Taylor (1997), tindakan operasi dibagi atas tiga fase yang terdiri dari: (1) fase preoperasi, (2) fase intraoperasi, (3) fase post operasi. Fase preoperasi adalah fase ketika keputusan untuk melakukan operasi dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Persiapan preoperasi penting sekali untuk memperkecil risiko operasi. Fase intraoperasi adalah aktivitas di ruang operasi yang dipusatkan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi, atau menghilagkan masalah fisik. Fase ini di mulai ketika pasien masuk ke ruang bedah berakhir sampai saat pasien dipindahkan kembali ke ruang pemulihan. Fase post operasi adalah fase menstabilkan kembali ekuilibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri, dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera dalam membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman, dan senyaman

20 mungkin. Mulai masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik (Taylor, 1997) Anestesi Anestesi adalah suatu keadaan narkosis, analgesia, relaksasi, dan hilangnya refleks. Anestesi dibagi menjadi dua yaitu: (1) anestetik yang menghambat sensasi di seluruh tubuh (anestesi umum) dan (2) anestetik yang menghambat sensasi di sebagian tubuh, seperti anestesi lokal, regional, epidural, atau anestesi spinal (Smeltzer & Bare, 2001). Anestesi umum biasanya segera tercapai ketika diberikan anestetik diinhalasi atau secara intravena. Namun pada anestesi lokal, larutan yang mengandung anestetik lokal disuntikkan ke dalam jaringan pada bidang yang direncanakan sebagai tempat insisi (Smeltzer & Bare, 2001). Obat-obat anestesi lokal dapat menghambat hantaran syaraf pada semua jaringan syaraf, dan ini bersifat reversibel serta dapat terjadi perbaikan yang sempurna pada fungsi fisiologis. Obat-obat yang digunakan dalam anestesi lokal yaitu: (1) procaine, dengan waktu kerja selama ½ jam, (2) lidocaine, dengan waktu kerja selama 1-2 jam, (3) mepivacaine, dengan waktu kerja selama 1-2 jam, (4) teracaine, dengan waktu kerja selama 1-2 jam, (5) bupivacaine, dengan waktu kerja selama 5-7 jam, dan (6) etidocaine, dengan waktu kerja selama 4-6 jam (Siahaan, 2000).

21 Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikkan agens anestetik di sekitar syaraf sehingga area yang dipersyarafi oleh syaraf ini teranestesi (Smeltzer & Bare, 2001). Anestesi epidural dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan anestesi ke dalam kanalis spinalis dalam spasium sekeliling dura mater (Smeltzer & Bare, 2001). Obat-obat yang digunakan dalam anestesi epidural yaitu: (1) procaine, dengan waktu kerja selama 1 jam, (2) lidocaine, dengan waktu kerja selama 1,5 jam, (3) mepivacaine, dengan waktu kerja selama 1-2 jam, (4) etidocaine, dengan waktu kerja selama 4-6 jam, (5) tetracaine, dengan waktu kerja selama 1,5-2 jam, dan (6) bupivacaine, dengan waktu kerja selama 3,5-5 jam (Siahaan, 2000). Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi syaraf yang luas dengan memasukkan anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid di tingkat lumbal (biasanya L4 dan L5). Cara ini menghasilkan anesthesia pada ekstremitas bawah, perineum, dan abdomen bawah (Smeltzer & Bare, 2001). Obat yang selalu disediakan pada anestesi spinal yaitu tetracaine (dengan waktu kerja selama 1,5-2 jam), lidocaine (dengan waktu kerja selama 1,5 jam), dan procaine (dengan waktu kerja selama 1 jam). Namun anestesi spinal yang paling banyak digunakan adalah tetracaine (Siahaan, 2000).

22 Nyeri Post Operasi Nyeri akut yang sering terjadi adalah nyeri post operasi. Kualitas, kuantitas, dan durasi nyeri berhubungan secara alamiah dengan proses pembedahan. Beberapa trauma, termasuk trauma pembedahan, merupakan kerusakan jaringan. Nyeri dihasilkan dengan melepaskan substansi di bawah jaringan yang trauma sampai pada ambang batas nyeri, ini merupakan stimulus normal yang tidak membahayakan. Panjangnya insisi secara langsung dapat menimbulkan sensasi nyeri yang dirasakan yang di produksi dengan melepaskan substansi. Durasi dan luasnya pembedahan juga secara langsung menimbulkan besarnya nyeri yang dirasakan. Insisi pembedahan yang transversal umumnya menimbulkan nyeri yang lebih ringan daripada insisi pembedahan yang vertikal atau diagonal, karena beberapa syaraf dan otot serta fascia sedikit yang terpotong (Lewis, 1983) Perilaku Nyeri Definisi Perilaku nyeri merupakan salah satu aspek dari pengalaman nyeri. Perilaku ini terlihat dan dapat diobservasi, seperti ekspresi wajah (Fordyce, 1976 dalam Harahap, 2006). Adanya suatu nyeri yang dirasakan biasanya ditandai dengan semacam perilaku yang terlihat atau terdengar yang dapat diinterpretasikan sebagai suatu perilaku nyeri (Pilowski, 1994 dalam Harahap, 2006).

23 Perilaku nyeri dapat didefenisikan sebagai sebahagian atau seluruh output individu yang terobservasi yang menunjukkan adanya nyeri seperti postur tubuh, ekspresi wajah, perkataan, berbaring, mengkonsumsi obat, mencari pengobatan, dan pencarian kompensasi. Perilaku nyeri adalah suatu aktivitas individu untuk mengkomunikasikan ketidakberdayaan, ketidaknyamanan, dan berperan signifikan dalam penurunan tingkat fungsional individu (Fordyce, 1976 dalam Harahap, 2006) Macam-macam Perilaku Nyeri Perilaku nyeri ini mencakup perilaku verbal dan nonverbal dalam merespons suatu nyeri seperti keluhan, rintihan, berteriak, sikap, dan ekspresi wajah. Ada orang yang menanggapinya dengan perasaan takut, gelisah, dan cemas, ada pula yang menanggapinya dengan sikap yang optimis dan penuh toleransi (Smeltzer & Bare, 2001). Sebagian orang merespons nyeri dengan menangis, mengerang dan menjeritjerit, meminta pertolongan, gelisah di tempat tidur, atau berjalan mondar-mandir tidak tentu arah untuk mengurangi rasa nyeri. Ada juga orang yang tidur sambil menggemertakkan gigi, mengepalkan tangan ketika mengalami nyeri (Berger, 1992). Cara yang dilakukan individu sebagai respons dari nyeri yang dirasakannya dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku yang telah ditemukan oleh Turk et al (1985 dalam Ogden, 2000) adalah berupa ekspresi

24 wajah atau ekspresi suara seperti merapatkan gigi dan mengerang (merintih), mengubah sikap badan atau bergerak seperti berjalan pincang, dan menjaga area yang sakit. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku nyeri memperkuat bahwa mereka benar-benar merasakan nyeri, menerima pengakuan mereka dan selanjutnya dapat menguntungkan mereka seperti tidak pergi kerja. Penguatan perilaku nyeri yang positif mungkin dapat meningkatkan persepsi nyeri. Perilaku nyeri juga dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas dan mengecilnya otot-otot serta mengurangi hubungan atau interkasi sosial (Ogden, 2000). Tabel 2.1 Indikator Perilaku Nyeri (Potter & Perry, 2009) Vokal Ekspresi wajah Pergerakan tubuh Interaksi sosial 1. Mengerang 1. Menyeringai 1. Gelisah 1. Menghindari (merintih) 2. Merapatkan gigi 2. Tidak dapat bergerak percakapan 2. Menangis 3. Mengerutkan dahi 3. Ketegangan otot 2. Hanya fokus 3. Menghembuskan 4. Menutup mata atau 4. Peningkatan gerakan pada aktivitas nafas mulut dengan rapat tangan dan jari yang tidak 4. Mendengkur sekali, atau 5. Aktivitas yang cepat menimbulkan (mengorok) membukanya lebar- 6. Gerakan berirama nyeri lebar atau mengikuti 3. Menghindari 5. Menggigit bibir 7. Menjaga pergerakan kontak sosial bagian tubuh yang 4. Perhatian

25 Tabel 2.1 (lanjutan) Vokal Ekspresi wajah Pergerakan tubuh Interaksi sosial nyeri 8. Memegang bagian tubuh yang nyeri berkurang 5. Interaksi dengan lingkungan berkurang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Nyeri Menurut Harahap (2007), yang mempengaruhi perilaku nyeri meliputi beberapa faktor, yaitu: a. Jenis Kelamin Jenis kelamin mungkin menyumbang kepada pertunjukkan perilaku nyeri. Beberapa penelitian tela menunjukkan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan yang kuat dengan perilaku nyeri tertentu (Lofvander & Forhoff, 2002; Asghari & Nicholas, 2001). Wanita khususnya ibu rumah tangga mungkin lebih sering menunjukkan dan mengeluhkan perilaku nyeri daripada laki-laki (Philips & Jahanshahi, 1986). b. Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah jumlah nyeri yang dirasakan oleh pasien.

26 c. Suku/ Budaya Setiap suku dan budaya mempersepsikan sakit dengan cara yang berbeda (Waddle & et al, 1998) dan juga berbeda dalam mengekspresikan perilaku mereka yang berhubungan dengan nyeri (Lovander & Forhoff, 2002). Kepercayaan barat sungguh berbeda dengan kepercayaan budaya timur yang mana budaya timur lebih tenang dan tabah serta lebih sedikit bisa menerima sakit dan kelemahan, sedangkan budaya barat lebih liberal, bebas, dan pluralistik. Bates, Edwards, dan Anderson (1993) mengatakan bahwa Negara dan suku dapat mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan emosional serta psikologi (Harahap, 2007). d. Percaya Diri Percaya diri menunjukkan pada kepercayaan bahwa percaya diri dapat mengalihkan situasi secara spesifik (Bandura, 1997 dalam Harahap, 2007). Pasien dengan kepercayaan diri yang tinggi dapat menunjukkan pergaulan yang positif dengan latihan dan negatifnya dengan menggunakan pengobatan. Menurut Kores, Murphy, dan Rosenthal dkk (1990 dalam Harahap, 2007) bahwa percaya diri berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas dasar seperti duduk, berdiri, dan berjalan. Oleh karena itu, percaya diri telah menunjukkan untuk bisa memprediksikan ketidakmampuan pasien pada nyeri kronik dan pasien percaya tentang nyeri mereka dapat mempengaruhi fungsi psikologis dan telah banyak penelitian

27 yang sudah menemukan hubungan yang penting antara percaya diri dengan perilaku nyeri (Harahap, 2007). e. Pasangan/ anggota keluarga Pasangan merupakan sumber yang sangat penting bagi keutuhan kehisupan sosial pasien dan boleh juga diisyaratkan sebagai syarat yang berbeda dan pilihan yang tepat untuk mengekspresikan sebuah perilaku nyeri (Fordyce, 1976). Menurut Flor, Turk, dan Rudy (1992 dalam Harahap, 2007) bahwa pasangan dan anggota keluarga yang lain sering termasuk dalam pengobatan dan mengajarkan kepada pasien untuk berespons positif pada setiap aktivitas yang dilakukan pasien dan indikasi yang lainnya bagi perilaku yang baik. Pasangan mempunyai peran yang kuat bagi peningkatan nyeri pasien Instrumen Perilaku Nyeri Pasien yang berada dalam tingkat nyeri tertentu akan menunjukkan perilaku seperti istirahat di tempat tidur, mencari pengobatan, menjaga area tubuh yang sakit, atau mengekspresikan raut wajah. Perilaku ini merupakan cara pasien berkomunikasi bahwa mereka sedang merasakan nyeri (Harahap, 2007). Pertama kali penelitian tentang perilaku nyeri yang menunjukkan bahwa perilaku nyeri dapat diukur dengan metode pengawasan diri. Fordyce (1976) mengembangkan metode pengawasan diri melalui catatan harian untuk mengukur perilaku nyeri. Di dalam catatan harian

28 nyeri tersebut, pasien diminta untuk mengidentifikasi berapa lama mereka sibuk menghabiskan waktu dalam tiga kategori perilaku seperti: duduk, berdiri, atau berjalan. Pasien juga diminta untuk melaporkan setiap kali mereka melakukan pengobatan dan jumlah dosis obat yang diberikan. Metode pengawasan diri sangat mudah dan sederhana, dan lebih dari itu, dapat meningkatkan kesadaran pasien tentang perilaku nyeri mereka sendiri (Keefe at al, 2000 dalam Harahap, 2007). Bagaimanapun, keabsahan metode pengawasan diri pada perilaku nyeri kelihatannya akan berat sebelah atau tidak akurat karena pada umumnya pasien tidak mungkin selalu akurat dalam melaporkan perilaku nyeri mereka sendiri (Turk & Flor, 1978 dalam Harahap, 2007). Moores dan Watson (2004 dalam Harahap, 2007) menggunakan metode yang lain untuk mengukur perilaku nyeri berstandar pada pertanyaan atau wawancara. Pasien diminta untuk menjawab serial pertanyaan yang berhubungan dengan perilaku nyeri. Metode ini juga telah dikritik karena pasien akan cenderung untuk memilih jawaban yang terbaik atau yang paling benar. Keterbatasan yang paling utama pada metode pertanyaan dan wawancara adalah bahwa tidak mengamati perilaku itu sendiri secara langsung. Saat ini metode untuk mengukur perilaku nyeri adalah metode pengamatan secara langsung atau tidak langsung. Metode ini dikembangkan berdasarkan pada dasar pemikiran bahwa perilaku nyeri

29 itu tampak dan jelas. Dalam pengamatan langsung perilaku nyeri biasanya berdasarkan pada keahlian dan berdasarkan pada sebuah pertimbangan pada hasil pengamatan. Sedangkan pada pengamatan yang tidak langsung, perilaku nyeri biasanya dinilai dengan mengandalkan video tape. Kedua metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Bagaimanapun pada prakteknya pengamatan secara tidak langsung kelihatannya tidak praktis, mahal dan rumit, lebih dari itu kapan pasien mengetahui kalau dia sedang diamati, mereka mungkin akan memanipulasi perilaku mereka, terutama sekali dalam kebudayaan Indonesia. Menurut Simmond (1999 dalam Harahap, 2007), alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku nyeri harus mudah digunakan, dapat dipercaya, dapat diterima oleh pasien, hemat biaya, dan memberikan hasil yang cepat. Metode pengamatan langsung kelihatannya lebih bisa diandalkan, sederhana dan lebih mudah digunakan (Harahap, 2007). Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung. Pada metode pengamatan ini, biasanya pasien diminta untuk melakukan beberapa aktivitas yang telah diinstruksikan dalam protokol yang sudah distandarisasi. Penggunaan protokol yang telah distandarisasi ini pertama sekali dikembangkan oleh Keefe dan Block pada tahun Keefe dan Block menetapkan serangkaian aktivitas seperti duduk, berdiri, berbaring, dan berjalan. Aktivitas ini akan diulangi sebanyak dua kali. Ketika pasien melakukan aktivitas ini, ada

30 lima parameter perilaku yang dapat diamati yaitu guarding, braching, rubbing, grimacing, dan sighing. Kelima parameter inilah yang nantinya akan diamati (Harahap, 2007). Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan Pain Behavior Observation Protocol (PBOP) yang telah distandarisasikan oleh Keefe dan Block pada tahun PBOP terdiri dari lima parameter perilaku nyeri dan dirating dalam 3 poin likert-skale (0 = tidak ada nyeri, 1 = sering, 2 = selalu). Nilai total perilaku nyeri merupakan penjumlahan dari kelima parameter perilaku nyeri tersebut diatas. Skor tertinggi (10) mengidentifikasikan level perilaku nyeri yang tinggi. Serial aktivitas protokol Keefe dan Block yang telah distandarisasi ini akan diadaptasikan selama 10 menit. Protokol aktivitas ini meliputi: duduk untuk periode 1 menit dan lagi selama 2 menit, berdiri untuk periode 1 menit dan lagi selama 2 menit, berbaring untuk periode 1 menit dan lagi selama 1 menit kedua, dan berjalan untuk 1 menit dan lagi selama 1 menit kedua. Pendeskripsian dari kelima parameter perilaku nyeri tersebut adalah: (1) guarding, yang mana mengacu pada penjagaan area tubuh yang sakit, (2) braching, yang mana mengacu pada kekakuan tubuh yang tidak normal, menyela, atau pergerakan yang kaku, (3) rubbing, yang mana mengacu pada sentuhan atau rabaan pada bagian tubuh yang sakit, (4) grimacing, yang mana mengacu pada guratan wajah dalam mengekspresikan rasa nyeri seperti mengerutkan dahi, menyipitkan mata, mengatupkan bibir, menyingkap sudut mulut,

31 dan merapatkan gigi, (5) sighing, yang mengacu pada pernafasan atau menghela nafas (Harahap, 2007) Tipe Kepribadian A dan B Kepribadian adalah karakteristik unik yang dimiliki setiap individu sebagai suatu kesan yang dapat dilihat oleh orang lain yang mungkin dapat berganti sebagai respons pada situasi yang berbeda (Schultz, 1994). Sedangkan menurut Sarafino (2002), kepribadian adalah pola kognitif, afektif, dan perilaku yang berbeda dan karakteristik yang menentukan gaya personal individu serta mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan. Ahli kardiologi bernama Meyer Friedman dan Ray Rosenman adalah orang yang pertama sekali mengemukakan tipe kepribadian A dan B. Mereka melihat adanya perbedaan emosional antara individu yang menderita penyakit jantung dengan individu yang sehat. Perbedaan emosional ini mereka lihat dari karakteristik perilaku individu tersebut, sehingga mereka menyebut perilaku individu yang menderita penyakit jantung tersebut sebagai perilaku kepribadian A. Sedangkan individu yang sehat disebut sebagai perilaku kepribadian B (Sarafino, 2002; Sarafino, 2006). Perilaku tipe kepribadian A terdiri dari tiga karakteristik, yaitu sebagai berikut: a. Kompetitif dalam prestasi Individu dengan tipe kepribadian A cenderung menjadi seseorang yang sangat kritis, pekerja keras, suka tantangan dan kompetisi untuk

32 mendapatkan apa yang ia inginkan tanpa merasakan kenikmatan hasil dari usahanya atau prestasinya. b. Sangat menghargai waktu Individu dengan tipe kepribadian A adalah seseorang yang sangat menghargai waktu. Sehingga mereka sering menjadi seseorang yang tidak sabar dan tidak suka dengan keterlambatan dan waktu yang mendesak, mereka juga sangat komitmen dengan jadwal yang sudah mereka susun dan mereka selalu mencoba melakukan satu kegiatan atau lebih secara bersamaan, seperti membaca sambil makan atau menonton TV. c. Pemarah dan suka bermusuhan Individu dengan tipe kepribadian A cenderung mudah marah sehingga mereka terlihat sebagai orang yang suka bermusuhan (Sarafino, 2002; Sarafino, 2006). Tipe kepribadian A adalah perilaku dan tipe emosional yang ditandai dengan perjuangan yang agresif secara terus menerus untuk mencapai sesuatu dalam waktu yang singkat (sedikit) dan sering bersaing dengan orang lain. Tipe kepribadian A mempunyai kecenderungan (risiko) untuk menderita penyakit kardiovaskular karena individu ini sering mendapatkan serangan jantung yang tiba-tiba dan sangat rentan terhadap stress. Individu dengan tipe kepribadian A tidak sabar dengan orang-orang yang berperilaku lambat, mereka suka tantangan dan berkompetensi yang lain, khususnya pada keadaan dengan tingkat persaingan yang sedang, dan mereka mungkin tidak fokus pada hal-hal yang tidak pasti (Rosenman, 1978 dalam

33 Taylor, 2003). Individu dengan tipe kepribadian A sangat sulit untuk berhubungan atau menjalin hubungan dengan orang lain, dan mereka mungkin mempunyai masalah koping dalam situasi yang mengharuskan pekerjaan yang lambat (situasi yang lambat), berhati-hati dalam bekerja yang memerlukan fokus dan perhatian yang lebih (K.A. Mattheus, 1982 dalam Taylor, 2003). Mereka juga mempunyai rasa ketidakpuasan terhadap karier mereka. Mungkin mereka juga dapat merusak keutuhan keluarga karena sedikitnya waktu yang mereka habiskan bersama keluarga. Pada umumnya, individu dengan tipe kepribadian A akan mengorbankan hubungan sosialnya untuk mencapai prestasi, dan mereka mungkin memiliki masalah kesehatan yang lebih banyak. Tetapi individu dengan tipe kepribadian A juga mempunyai perilaku adaptasi. Individu dengan tipe kepribadian A sangat senang melanjutkan pendidikannya daripada individu dengan tipe kepribadian B (Glass, 1977 dalam Taylor, 2003), mempunyai banyak teman dengan jabatan-jabatan yang tinggi, banyak menghabiskan waktu dengan bekerja dan kurang mendukung hubungan dengan teman sekerja daripada tipe kepribadian B (Taylor, 2003), memiliki rasa percaya diri, berbicara keras, berbicara cepat, tidak sabar, dan suka bermusuhan (Ogden, 2000). Hal ini sangat berlawanan dengan karakteristik tipe kepribadian B, yang tidak terlalu kompetitif dalam prestasi, tidak suka mengganggu, rileks, lebih santai terhadap waktu, tenang, dan tidak mudah marah. Tipe kepribadian B

34 cenderung lebih santai dan sangat menikmati hidupnya (Sarafino, 2002; Sarafino, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik yang menentukan gaya personal individu serta mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik yang menentukan gaya personal individu serta mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepribadian adalah pola kognitif, afektif, dan perilaku yang berbeda dan karakteristik yang menentukan gaya personal individu serta mempengaruhi interaksinya dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Post Operasi 2.1.1 Defenisi Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya

BAB l PENDAHULUAN. yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkat tertentu. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas konsep-konsep yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu : 1. Dukungan Keluarga 1.1 Defenisi Keluarga Friedman (1998) mendefenisikan bahwa

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI Oleh : Meivita Dewi Purnamasari, S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri terhadap prosedur pemasangan infus dan membandingkan antara teori yang sudah ada dengan kenyataan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI OLEH ANDITA NOVTIANA SARI FLAMINGO 1 P17420509004 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI KEPERAWATAN MAGELANG 2011 SATUAN ACARA PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat BAB V PEMBAHASAN A. Tingkat Dismenorea Pada Kelompok Eksperimen Sebelum dan Setelah Diberi Terapi Musik Klasik Mozart Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tingkat dismenorea sebelum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu ketika mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu ketika mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri atau rasa sakit merupakan respon yang paling dipahami oleh individu ketika mengalami cidera. Hal ini juga merupakan pengalaman pribadi yang diekspresikan

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Surat Persetujuan Menjadi Responden. menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Sumatera Utara. Penelitian

Surat Persetujuan Menjadi Responden. menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Sumatera Utara. Penelitian Lampiran 1 Surat Persetujuan Menjadi Responden Nama saya Nanda Sartika, mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara. invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara. invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat, 2008). Keluhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat, 2008). Keluhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Post operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN KASUS

BAB II PENGELOLAAN KASUS BAB II PENGELOLAAN KASUS 2.1 Konsep Dasar Nyeri Pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persalinan 1. Definisi Persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan lahir spontan dengan presentase belakang kepala, tanpa

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan di tangani. Pembukaan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis yang merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia dapat bertahan hidup. Juga menurut Maslow

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat Penelitian dengan judul Perbedaan terapi musik dan relaksasi terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta telah dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN. Niken Andalasari

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN. Niken Andalasari KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN Niken Andalasari PENGERTIAN Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2006) Perubahan kenyamanan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI) Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI) Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN (NYERI) Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi Di Susun Oleh: EKO BUDIARTO NIM : 2016131022 PROGRAM PROFESI NERS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan operasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Taylor (2009 dalam Muttaqin, 2008) koping didefenisikan sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Koping Nyeri 1.1 Pengertian koping Menurut Lazarus dan Folkman (1989) koping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi

Lebih terperinci

Siswanto dan Florentinus Budi Setiawan. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Abstraksi

Siswanto dan Florentinus Budi Setiawan. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Abstraksi STUDI PENDAHULUAN MENGUJI PERBEDAAN KETEGANGAN OTOT ANTARA JENIS KELAMIN, USIA, DAN SUBJEK YANG NOR- MAL DENGAN YANG MENGALAMI KELUHAN NYERI KEPALA DAN PUNDAK Siswanto dan Florentinus Budi Setiawan Fakultas

Lebih terperinci

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE DEFINISI Nyeri Suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak berkaitan yang dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7-9 Agustus 2014 di Ruang Prabu Kresna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan. cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan. cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan, kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang dijalani pasien dan juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak tahun 2000, angka kejadian penyakit tidak menular semakin

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak tahun 2000, angka kejadian penyakit tidak menular semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak tahun 2000, angka kejadian penyakit tidak menular semakin meningkat yaitu berupa penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, diabetes, dan penyakit saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613)

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk meningkatkan derajat kesehatan. Menurut hirarki Maslow tingkat yang paling dasar dalam kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi atau pembedahan merupakan tindakan pengobatan dengan cara membuka atau menampilkan bagian dalam tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini dilakukan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah

GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL Karya Tulis Ilmiah Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian Nair MA, ditemukan prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. pencabutan gigi. Berdasarkan penelitian Nair MA, ditemukan prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bedah mulut merupakan salah satu bidang dalam ilmu kedokteran gigi. Dalam bidang kedokteran gigi gejala kecemasan sering ditemukan pada pasien tindakan pencabutan gigi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koping 2.1.1 Pengertian Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hall dalam Hartono 2007). Pembedahan abdomen meliputi pembedahan pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hall dalam Hartono 2007). Pembedahan abdomen meliputi pembedahan pada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Bedah Abdomen 1.1 Pengertian Bedah Abdomen Pembedahan abdomen adalah tindakan operasi yang melibatkan rongga abdomen yang dapat dilakukan dengan pembedahan terbuka (Higgins,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. xiv

BAB I PENDAHULUAN. xiv xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi atau pembedahan walaupun minor/mayor merupakan pengalaman yang sulit dan bisa menimbulkan kecemasan bagi hampir semua pasien dan keluarganya. Kecemasan

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang BAB 2 NYERI Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG Skripsi ARI WIJAYANTO NIM : 11.0758.S TAUFIK NIM : 11.0787. S PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada

BAB I PENDAHULUAN. baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman subjektif yang umum terjadi pada anakanak, baik karena ada kerusakan jaringan aktual maupun tidak. Nyeri pada anak-anak sulit untuk diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG

BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG BAB I DEFENISI A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara bio,psiko,sosial dan spiritual dengan tetap harus memperhatikan pasien dengan kebutuhan khusus dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi di masyarakat masih menjadi sebuah masalah di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara oleh Departemen Kesehatan sebesar 25,9% penduduk Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kegagalan anestesi/meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain (Suliswati,

BAB 1 PENDAHULUAN. kegagalan anestesi/meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain (Suliswati, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cemas merupakan suatu keadaan emosi tanpa suatu objek yang spesifik dan pengalaman subjektif dari individu serta dan tidak dapat diobservasi dan dilihat secara langsung.

Lebih terperinci

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI NYERI A. PENGERTIAN Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensori serta

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. keperawatan kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. keperawatan kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang kasus yang diambil dengan judul Penerapan teknik relaksasi genggam jari pada asuhan keperawatan kecemasan

Lebih terperinci

NYERI DAN EFEK PLASEBO

NYERI DAN EFEK PLASEBO NYERI DAN EFEK PLASEBO NYERI APA YANG DIMAKSUD DENGAN NYERI? Teori Nyeri terdahulu: Nyeri merupakan Sensasi Dideskripsikan sebagai berikut: 1. Kerusakan jaringan menyebabkan sensasi nyeri 2. Keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang 15 Bibliography : 35 (2002-2013) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan oleh dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan

Lebih terperinci

BAB 1. individu, keluarga, kelompok, bahkan masyarakat (Prasetyawati, 2015). World

BAB 1. individu, keluarga, kelompok, bahkan masyarakat (Prasetyawati, 2015). World BAB 1 A. Latar Belakang Terwujudnya keadaan sehat merupakan keinginan semua pihak, baik individu, keluarga, kelompok, bahkan masyarakat (Prasetyawati, 2015). World Health Organization mendefensikan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Otak manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Otak manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Otak manusia mengedalikan semua fungsi tubuh jika otak sehat maka akan mendorong kesehatan tubuh serta akan menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tindakan ekstraksi adalah prosedur yang menerapkan prinsip bedah, fisika, dan mekanik. Ketika prinsip tersebut diterapkan dengan tepat, gigi dapat dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kazdin (2000) dalam American Psychological Association mengatakan kecemasan merupakan emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. Hasil Penelitian Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh melalui pengumpulan data menggunakan kuesioner data demografi

Lebih terperinci

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari 1. Definisi Kecemasan mengandung arti sesuatu yang tidak jelas dan berhubungan dengna perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (stuart & sundeeen,1995). Kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). PENYAKIT TERMINAL Pengertian Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995). Penyakit pada stadium lanjut,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Nyeri 1.1 Pengertian Nyeri Setiap orang membutuhkan rasa nyaman, dan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda. Salah satu yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kecemasan berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. 3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. 3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci