SALAH KAPRAH DAN SALAH MIGAS FAKTA DAN HARAPAN INDONESIA IATMI IKUT MENYAMBUT PEMERINTAH BARU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SALAH KAPRAH DAN SALAH MIGAS FAKTA DAN HARAPAN INDONESIA IATMI IKUT MENYAMBUT PEMERINTAH BARU"

Transkripsi

1 Volume 4 - Juli/Agustus 2014 Hal. 3 : KOLOM MENINGKATKAN KEGIATAN Hal. 4 : KOMENTAR HARAPAN KAMI, HARAPAN Hal. 7 : KOLOM MEMENUHI PASOKAN ENERGI Hal. 8 : BOX SALAH KAPRAH DAN SALAH MIGAS FAKTA DAN HARAPAN ORANG MIGAS INDONESIA PENGERTIAN IATMI IKUT MENYAMBUT PEMERINTAH BARU Kita bersyukur pemilihan presiden bisa dilalui dengan damai dan relatif aman. Pemilu pada 9 Juli yang lalu bukan hanya sekedar memilih presiden dan wakil presiden, melainkan juga mempertaruhkan nasib bangsa. Melalui proses yang panjang dan agak menegangkan, rakyat Indonesia akhirnya memutuskan masa depannya. Sumber : duetrakyat.com Joko Widodo dan Jusuf Kalla bulan Oktober mendatang akan memulai pemerintahan baru untuk masa lima tahun ke depan. Pantas seluruh rakyat, tak terkecuali para insan pelaku bisnis migas, menaruh harapan besar. Bagi pemangku kepentingan di lingkungan industri, termasuk migas tentu saja yang paling ditunggu bagaimana kebijakan, apa rencana pemerintah yang baru. Apalagi pemerintah nanti menghadapi kenyataan yang kurang menyenangkan : merosotnya produksi minyak, berkurangnya minat investor. IATMI sebagai organisasi profesional aktivitas eksplorasi sudah saatnya kita perminyakan maupun masing-masing menganggap bahwa kita sudah dalam anggotanya berharap yang terbaik bagi masa depan negera. Sebagai organisasi tahap krisis energi yang perlu ditangani secara cepat, lanjut dia. insan profesional perminyakan Indonesia dan saya sebagai Ketua Umum IATMI Ia menilai presiden terpilih Joko Widodo sangat mengharapkan presiden dan adalah figur yang bisa bekerja cepat. pemerintahan baru memberikan perhatian ke sektor energi termasuk minyak dan gas, karena minyak dan gas masih memegang peran yang sangat penting bagi Indonesia, kata Bambang Ismanto di Sekretariat IATMI. Dengan penurunan Sejak munculnya dua pasangan kandidat pemilihan presiden dan wakil presiden, Bambang terus memonitor perkembangan dengan menyaksikan debat khususnya, termasuk melalui media sosial. Dari situ ia melihat hal yang lucu-lucu. Ternyata produksi minyak dan menurunnya pengertian orang tentang migas banyak bersambung ke hal buletiniatmi Volume 4 - Juli/Agustus

2 ... sambungan dari hal. 1...remunerasi yang kompetitif juga perlu ditingkatkan sehingga tenaga profesional yang handal bisa bertahan di dalam negeri untuk menyumbangkan kontribusinya ke tanah air. yang jauh dari kenyataan, kata dia sambil memberi beberapa contoh. (Baca: Salah Kaprah dan Salah Pengertian: di halaman 8). Secara garis besar, Ketua Umum IATMI itu mengharapkan pemerintah melakukan hal-hal berikut ini : Pada awal Oktober 2014, MPR akan melantik Presiden dan Wakil Presiden baru. Salah satu agenda yang cukup mendesak untuk diputuskan oleh Presiden dan Wakil Presiden yang akan datang ialah melupakan retorika selama Pilpres dan memfokuskan usahanya untuk meningkatkan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, karena bagaimanapun juga kebijakan politik harus memperhatikan realita ekonomi. Selain menyesuaikan harga BBM, di sektor migas masalah-masalah yang urgent bagi Presiden baru adalah menerbitkan UU Migas baru menggantikan UU No. 22/2001. Rancangan UU Migas baru pada saat ini dalam pembahasan di parlemen, tetapi mungkin tidak akan selesai ketika Presiden Yudhoyono mengakhiri jabatannya dalam bulan Oktober 2014 yang akan datang. Dalam hal demikian, Presiden baru mungkin harus menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU). Bersama DPR untuk menyelesaikan Revisi UU Migas pro investasi dan pro rakyat sehingga dapat mempercepat peningkatan produksi dan peningkatan cadangan migas. Memangkas proses birokrasi dalam perijinan dalam eksplorasi, ekploitasi dan produksi migas. Proses perijinan satu atap yang cepat sangat diperlukan. Koordinasi antar departemen termasuk masalah perpajakan, tumpang tindih lahan dan pemberian insentif untuk kegiatan EOR dan eksplorasi migas konvensional dan unconventional. Kebijakan yang mendorong eksplorasi dan eksploitasi untuk lapangan marginal dan unconventional (CBM dan shale gas) misalnya dengan insentif dan harga gas yang kompetitif. Mendorong Peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang migas untuk mendukung kegiatan investasi migas. Selain itu remunerasi yang kompetitif juga perlu ditingkatkan sehingga tenaga profesional yang handal bisa bertahan di dalam negeri untuk menyumbangkan kontribusinya ke tanah air.*** Sumber : Pembubaran BPMIGAS dan pembentukan SKK MIGAS telah menambah ketidakpastian usaha, yang pada gilirannya mengurangi investasi untuk menunjang kegiatan eksplorasi dan pengembangan. Hasilnya, sementara produksi minyak dunia terus meningkat, Indonesia malah terus mengalami penurunan produksi. Cadangan minyak terbukti Indonesia menurun dari 5,6 milyar barrel pada tahun 1992 menjadi 3,7 milyar pada akhir Dengan demikian, program Pemerintah harus termasuk peningkatan kegiatan EOR dan eksplorasi, terutama di laut-laut dalam dan wilayah terpencil, kegiatan ini akan membutuhkan investasi yang besar dan insentif untuk menariknya. Meskipun di sisi lain produksi gas terus meningkat, data statistik mengenai penemuan gas mungkin kurang memberikan gambaran mengenai keadaan yang sebenarnya. Pertama, kebanyakan sumursumur dibor untuk memperoleh minyak dan baru diklasifikasikan sebagai penemuan setelah menemukan gas. Belum tersedianya pasar ekspor dan domestik dan pemanfaatan dibatasi pada pemakaian sendiri untuk bahan bakar menyebabkan sejumlah lapangan gas yang ditemukan pada tahun 1970-an terpaksa ditutup dan sebagian ditinggalkan. Kedua, meningkatnya permintaan akan gas di dunia dan dalam negeri sejak tahun an untuk pembangkitan tenaga listrik bersamaan dengan perbaikan kebijakan harga gas untuk pasaran dalam negeri telah menumbuhkan minat baru pada gas bumi. Penemuan gas yang pada awalnya dipandang sebagai suatu hal sambil lalu (incidentially), akhirnya memberikan hasil yang bermanfaat untuk mengimbangi penurunan cadangan minyak. Namun, demikian hal ini tidak akan berjalan terlalu lama, karena seperti minyak, gas merupakan depleted asset. Selanjutnya, survei yang oleh Indonesian Petroleum Association (IPA) dan lembagalembaga lain seperti Price Waterhouse Coopers (PWC) dan Wood Mackenzie menunjukkan adanya keprihatinan di antara para eksekutif perusahaan minyak melihat terganggunya stabilitas KBH setelah berlakunya UUMIGAS Selain kepatuhan terhadap kontrak (contract sanctity), isu atau permasalahan yang dikedepankan meliputi antara lain 2 buletiniatmi Volume 4 - Juli/Agustus 2014

3 MENINGKATKAN KEGIATAN MIGAS FAKTA DAN HARAPAN Oleh: Madjedi Hasan tidak jelasnya UUMIGAS 2001 beserta Peraturan Pemerintah untuk pelaksanaannya, masalah berkaitan dengan perpajakan dan kepastian hukum. Situasi ini mencerminkan bahwa selama 15 tahun di bawah Presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, Pemerintah tidak berhasil memperbaiki iklim investasi untuk pengembangan sumber daya migas. Meningkatnya semangat nasionalisme dan pemberian kewenangan yang lebih besar berkaitan dengan otonomi daerah telah menimbulkan banyaknya peraturan perundang-undangan baru di Pusat dan Daerah. Ketidakselarasan terjadi antara UUMIGAS 2001 dengan UU lain menimbulkan masalah dalam pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil, terkait dengan dengan perpajakan, koordinasi pengambilan keputusan tentang tata guna lahan yang tumpang tindih, prosedur memperoleh izin penggunaan lahan dan penerbitan surat izin dari Pemerintah Daerah serta koordinasi persyaratan audit lintas badan pemerintahan dan penghapusan persyaratan yang redundan. Ketidakselarasan ini disebabkan kurang adanya koordinasi di antara pembuat undang-undang dan pemerintah dan berakibat banyaknya peraturan yang saling bertentangan antara satu dengan yang lain, atau tidak jelas dampaknya pada kontrak-kontrak yang sedang berjalan dan dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan terdahulu. Potensi adanya konflik dalam peraturan perundang-undangan meliputi Peraturan Daerah (PERDA), pungutan-pungutan dari pemerintah daerah, peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan, kehutanan dan sumber daya air. Selanjutnya, sejalan dengan perkembangan otonomi daerah, masyarakat di wilayah-wilayah produsen migas mulai menuntut bagian atau porsi yang lebih besar dari hasil produksi migas. Di bidang perpajakan, sekalipun diakui bahwa terhadap KBH diberlakukan ketentuan perpajakan yang bersifat lex specialis, dalam kenyataan Ditjen Pajak mempunyai pertimbangan lain untuk menerapkan kebijakan umum, seperti halnya dengan cara pembayaran PPN. Dihapuskannya perlakuan khusus (lex specialis) di sektor migas menyusul diberlakukannya peraturan perpajakan oleh Ditjen Pajak yang tidak sesuai dengan kesepakatan dalam KBH, atau mengikis persyaratan komersial KBH, yaitu dalam arti mengurangi hak-hak investor secara finansial yang disepakati dalam KBH. Permasalahan lain berhubungan dengan kepastian hukum adalah kontroversi berkaitan dengan Peraturan Pemerintah No. 79/2010 tentang pengembalian biaya operasional yang diklaim oleh kontraktor (cost recovery claim). Kontroversi berkembang sejalan dengan menurunnya produksi dan meningkat biaya produksi yang diklaim oleh kontraktor berkaitan dengan kewajaran dari biaya-biaya operasional yang dibebankan oleh kontraktor baik dari segi jumlah maupun klasifikasi biaya. Sebagai industri yang berisiko tinggi dan berjangka panjang, Kontrak Migas rentan terhadap perubahan keadaan. Risiko yang tinggi ini memberikan pembenaran mengapa asas kepastian hukum merupakan masalah krusial dalam Kontrak Migas di Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kepastian hukum ini dikendalikan oleh negara yang diberi kekuasaan, karena negara memiliki kemauan dan kekuasaan untuk melakukannya. Selanjutnya, melihat perkembangan migas di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa konsep pengusahaan sumber daya alam migas di Indonesia juga menghadapi antinomies dari dua asas yang saling dibutuhkan tetapi juga tidak sejalan, yakni nasionalisme dan manfaat. Asas nasionalisme yang merupakan cita-cita bangsa mengandung arti mengedepankan rasa kebangsaan yang dalam realisasinya memberikan preferensi, kemudahaan atau perlakuan khusus kepada produk dan sumber daya berasal dari dalam negeri. Kebangsaan ini hanya menetapkan semangat dan bukan jenis dari perlakuan, dan karenanya dalam pengertian kebangsaan ini harus ditambahkan aspek lain dalam konsep pengusahaan sumber daya alam migas, yaitu manfaat (expendiency). Diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat, asas kemanfaatan ini bersandar pada gagasan yang lebih luas mengenai sasaran yang ingin dicapai dalam pengusahaan sumber daya alam migas yang kemudian dapat mempengaruhi cara-cara pelaksanaannya, termasuk antara lain mengedepankan pragmatisme dan kepastian hukum. Bertolak dari pemikiran tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep pengusahaan sumber daya alam migas bertumpu pada landasan bahwa pengelolaannya harus dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, yaitu untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Dasar moral bagi tanggung jawab generasi sekarang untuk meningkatkan kemanfaatan, termasuk pembangunan berkelanjutan dan perlestarian lingkungan hidup dilandasi pada teori utilitarisme, yaitu suatu perbuatan atau aturan adalah baik, kalau memaksimalkan manfaat. Seperti dikatakan oleh John Rawls, dengan menerapkan the just savings principle generasi sekarang harus menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih tersisa bagi generasi-generasi yang akan datang. Sifat sumber daya alam migas adalah tak terbarukan, sehingga dalam ini keadilan hanya menuntut generasi sekarang menyediakan sumber-sumber alternatif bagi generasi yang akan datang. Pertumbuhan kegiatan migas di Indonesia harus juga dipandang untuk membuka peluang bagi industri-industri penunjang berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut. Untuk Indonesia, memperkuat daya saing industri nasional akan menempatkan negara ini dalam keadaan lebih baik menghadapi dampak dari globalisasi dan hari kiamat (doomsday) pada saat Indonesia tidak menarik lagi untuk kegiatan migas. Menghadapi hari depan, Indonesia harus mulai memfokuskan upayanya dalam pembangunan industri pendukung migas dan sumber daya manusia.*** buletiniatmi Volume 4 - Juli/Agustus

4 HARAPAN KAMI, HARAPAN ORANG MIGAS Pilpres yang sudah berlalu telah mencekam banyak orang. Kita membaca dari media massa, media sosial, menonton di layar televisi. Kita mengikuti dan mengenal para capres dan cawapres serta ikut mempelajari visi dan misi mereka dan bahkan menyimak debat-debat mereka. Kini pasangan pemenang telah terpilih. Tak ada salahnya kita berharap. Di tengah masalah ketahanan energi makin mencuat, termasuk maraknya isu subsidi BBM, kontroversi ini makin terkait mengingat produksi minyak kita tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Buletin IATMI mencoba menghimpun komentar dan harapan dari anggota yang aktif dalam berbagai kegiatan berbeda. Kepada beberapa orang yang kami pilih secara random, kami ajukan pertanyaan: 1. Apa harapan Anda kepada pemerintah yang baru, khususnya di bidang pengembangan ESDM? 2. Apa kekurangan di waktu yang lalu yang Anda lihat? dan 3. Apa saran Anda agar kesalahan itu tak tertulang lagi? Beberapa orang tidak menjawab, namun inilah pendapat mereka yang bersedia berbagi : Untung Suryanto, Sr. Geoscientist, Dosen Fakultas Sumber Daya Alam dan Lingkungan UIN SKKMigas Tidak Perlu Ikut Campur Pertama, pilih menteri ESDM yang berpendidikan geologi, tambang atau teknik perminyakan yang berwawasan dan pengalaman dalam bidangnya setidaknya 15 tahun. Kawal first tranche petroleum sebagai sumber dana investasi migas nasional. First tranche petroleum adalah bagian pertama crude oil (biasanya 10%) dari produksi yang di split secara proporsional antara pemerintah dan operator. Sebelum pemotongan cost recovery, pajak dan lain-lain. Kedua, SKKMIGAS tidak perlu ikut campur manajemen KKKS seperti menentukan Presdir dan pejabat inti lainnya. Ukur kinerjanya saja. SKKMIGAS bukan Kementerian BUMN. Ketiga, kalau jadi menteri ESDM... ambil Andang Bachtiar atau Karen Agustiawan. Perhatikan kriteria dalam AFTA agar kita bisa mengambil keuntungan di masa depan. Pri Agung Rakhmanto, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Lakukan Sinkronisasi Peraturan Saya mengharapkan agar di dalam jangka pendek (sangat segera; 1 tahun pertama), pemerintahan baru nanti, khususnya Kementerian ESDM dan jajarannya, segera mengambil langkah-langkah nyata menyelesaikan dua agenda prioritas, yaitu: 1) bottleneck dalam eksekusi project migas; dan (2) tidak adanya kepastian hukum dan iklim investasi sektor migas yang tidak kondusif. Bottleneck dalam eksekusi project migas di antaranya adalah lambatnya pengambilan keputusan (persetujuan) atas rencana investasi dan eksekusi project Indonesian Deepwater Development, pengembangan Train 3 LN Tangguh, dan pengembangan Lapangan Gas Abadi-Masela; juga berbelit dan berlarut-larutnya proses perijinan dan pembebasan lahan. Kepastian hukum dan iklim investasi sektor migas dalam beberapa tahun cenderung sangat tidak kondusif. Terbitnya regulasi yang tidak sejalan dengan substansi kontrak dan kasus bioremediasi Chevron merupakan contoh kasus yang perlu segera diselesaikan. Beberapa program perlu segera dilakukan di antaranya: (1) mempercepat penyusunan dan penyelesaian revisi Undang-Undang Migas bersama dengan DPR; (2) menata kembali sistem pengusahaan dan institusi di dalam pengelolaan migas - sistem Kontrak Kerja Sama (Production Sharing), Tax-Royalty System, dan tugas fungsi pokok SKK Migas dan BPH Migas; (3) memberikan keputusan definitif terhadap blok-blok migas yang berakhir masa kontraknya - salah satu contoh Blok Mahakam; dan (4) melakukan sinkronisasi peraturan untuk mengurai masalah inkonsistensi peraturan yang berlaku, misal antara PSC dengan aturan yang dibuat kemudian (misal PP.79/2010, UU Perpajakan, dan Penetapan PBB dan pungutan lain saat eksplorasi). Tri Atmaja Sugeng Riyadi, Medco E&P Indonesia Sebaiknya Mengajarkan Nilai-nilai Luhur Wah, kebijakan migas adalah hasil dari sikap... Semua kebijakan sudah baik, tetapi yang tidak baik kan pelaksanaannya. Banyak kepentingan sehingga tujuannya menjadi melenceng. Seperti untuk dapat surat ijin migas saja semua kan diduitkan, diproyekkan... Menurut saya, yang utama adalah sikap dan komitmen. Karena itu saya berpendapat : 1. Pejabat sebaiknya mengajarkan nilai-nilai luhur pendiri bangsa dan nenek moyang, seperti adiluhung, mengabdi ke pada negara dan rakyat, rendah hati, andap asor, ramah dan lain-lain. 2. Jangan menunjukkan simbol-simbol kekuasaan dan hedonis (seperti setiap saat mengungkap dirinya menteri, pejabat, minta perlakuan istimewa dan bahkan sampai minta kendaraan dinas yang mahalmahal. Saya bukan iri, tapi muak melihat pejabat-pejabat yang sok, hedonis dan malah dianggap pahlawan. 3. Bersikaplah iso rumongso, bisa merasakan bukan malah seperti yang sudah-sudah rumongso iso (merasa bisa semuanya). 4. Jalan komunikasi terbuka dengan rakyatnya, jangan pakai birokrasi pakai ajudan dan lain-lain yang ujungnya biaya beban rakyat. 5. Berbicara dengan bahasa rakyat yang ditunjukkan dengan sikap dan perilaku yang mulia penuh harga diri bangsa. 6. Menyadari bahwa kata pejabat dan penjahat hanya berbeda dua huruf yaitu n dan b(h) Karena batas keduanya sangat tipis, hari ini menjadi pejabat kemudian hari jangan jadi penjahat. 4 buletiniatmi Volume 4 - Juli/Agustus 2014

5 Tutuka Ariadji, Ph.D, pengajar Fakultas Tambang dan Teknik Perminyakan ITB Berikan Kriteria, Guideline dan SOP yang Komprehensif Harapan saya pertama, Pemerintah secara serius melakukan perbaikan tata kelola dan efektivitas Institusi Pengelola Usaha Hulu Migas serta Institusi terkait untuk mendorong secara riil peningkatan produksi migas dengan tujuan mempercepat peningkatan produksi dan kemandirian energi migas nasional. Kedua, Pemerintah telah memahami kendala-kendala yang terjadi dalam pengeloaan industri migas, yang terdiri dari kendala imternal yaitu pada tubuh Pengelola Usaha Hulu Migas dan Pelaku usaha (KKKS) Migas, dan eksternal yaitu instansi pemerintah terkait (Pemerintah Daerah dan Kementrian Lingkungan Hidup) dan masyarakat setempat. Kendala-kedala tersebut antara lain permasalahan : Internal Makin sulitnya menemukan lapangan baru dari blok-blok yang ditawarkan Pemerintah. Internal KKKS (Finansial dan lain-lain). Teknis Subsurface dan Surface (Operasional). Ketersediaan data, alat dan jasa penunjang serta proses Eksternal pengadaannya. Tumpang tindih lahan dengan kehutanan, batubara, perkebunan, cagar budaya, dan sejenisnya. Sosial Masyarakat. Masalah perbatasan. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas antara lain : 1. Pemerintah perlu lebih aktif dan in-depth dalam menyiapkan data dan analisis awal untuk blok-blok yang ditawarkan untuk dikelola oleh KKKS. 2. Pemerintah menangani permasalahan pengeloaan migas secara terintegrasi di antara instansi-instansi terkait (KLH, Pemda, dan sebagainya) dan berkomitmen untuk melaksanakan cara-cara penanganan secara konsisten. 3. Pemerintah memberikan kriteria, guidelines dan SOP yang komprehensif dan mempercepat proses dalam pengelolaan dan Teknis Operasional (Subsurface dan Surface) secara resmi, terbuka dan langsung kepada pelaku-pelaku usaha hulu migas. 4. Pemerintah mendorong penerapan teknologi EOR secara masif melalui kaidah-kaidah teknis yang diakui dunia industri perminyakan dan pengelolaan Lapangan gas berdasarkan konsep eksploitasi dan keekonomian yang win-win antara pemerintah dan KKKS. terpenting, yaitu harapan perubahan/perbaikan di industri migas yang perlu dilakukan oleh pemerintahan baru. Menurut saya yang harus dilakukan adalah : 1. Memangkas birokrasi. Menurut catatan IPA sekarang ini terdapat 69 macam perijinan yang diperlukan untuk bisnis hulu migas yang mencakup 284 proses yang terdapat di 17 instansi pemerintah. 2. Meninjau ulang Peraturan Pemerintah No. 79/2010 tentang cost recovery dan Perpajakan. Peraturan Pemerintah ini (populer disebut GR 79) sebenarnya bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang kedudukannya lebih tinggi. Dalam pelaksanaannya ternyata memiliki multi interpretasi dan dapat menimbulkan biaya serta pajak tambahan yang akan menghambat peningkatan kegiatan eksplorasi yang tidak sejalan dengan keinginan pemerintah untuk menggiatkan eksplorasi dan produksi seperti dituangkan dalam Instruksi Presiden No 2 tahun Meninjau ulang Peraturan Perpajakan. Pada bulan Juni 2013, Kantor Pajak mengeluarkan peraturan tentang Pajak Tanah dan Bangunan yang sangat memberatkan kontrak PSC yang ditandatangani setelah tahun 2011 karena perturan ini dikenakan atas seluruh wilayah kerja, baik di permukaan maupun di bawah permukaan tanah. Hal ini telah dan akan berakibat berkurangnya keinginan investor untuk melakukan kegiatan eksplorasi. 4. Memberi insentif untuk proyek eksplorasi. Disamping mengurangi hambatan-hambatan yang mengurangi minat investor untuk melakukan kegiatan eksplorasi, Pemerintah juga perlu memberikan insentif untuk menggairahkan kembali minat investor melakukan kegiatan eksplorasi. 5. Memperbaiki terms and conditions untuk usaha CBM. Khusus mengenai bisnis migas CBM (Coal Bed Methane), sangat disayangkan bahwa setelah sekian tahun melakukan kegiatan eksplorasi, perusahaan-perusahaan CBM sampai saat ini belum menujukkan hasil yang diharapkan. Pemerintah perlu meninjau ulang persyaratan kontrak (terms and conditions) yang telah diberlakukan maupun untuk kontrak-kontrak yang akan datang. Sebagai tambahan, saya sampaikan juga dua hal berikut ini yang perlu menjadi perhatian pemerintah baru yaitu : 1. Pembatasan ringfencing agar dilonggarkan kembali seperti yang terdapat pada kotrak PSC model lama. Pada kontra-kontrak yang ditandatangani belakangan ini terdapat pembatasan yang membuat kegiatan eksplorasi di wilayah kerja PSC menjadi kurang menarik karena cost recovery dibatasi per POD (Plan of Development). 2. Kriminalisasi PSC. Kejadian yang menimpa Chevron dengan masalah bioremediasi hendaknya dihindari. Apabila terdapat pertikaian (dispute) tentang pelaksanaan kontrak PSC, seharusnya dibawa ke ranah hukum perdata, bukan pidana. Bambang Widarsono, Kepala PPPTMGB LEMIGAS W. Yudiana Ardiwinata, Chairman Ephindo, perusahaan pelaku bisnis CBM Perbaiki Kordinasi Institusi Riset dan Industri Pangkas Birokrasi, Tinjau Ulang Peraturan Pajak Saya hanya ingin menjawab pertanyaan nomor 3 yang nota bene merupakan bagian Problem yang senantiasa ada di hadapan kita selama ini adalah bagaimana bisa meningkatkan produksi migas, terutama minyak yang terus menerus mengalami penurunan secara alamiah, meski kita ketahui bahwa para operator dengan koordinasi SKK Migas bersambung ke hal buletiniatmi Volume 4 - Juli/Agustus

6 ... sambungan dari hal. 5 telah berusaha sekuatnya untuk memperkecil laju penurunan tersebut. Dengan kondisi demikian, paling sedikit ada dua hal normatif yang dapat dilakukan yaitu menemukan cadangan baru dan meningkatkan cadangan dari lapangan-lapangan yang telah berproduksi. Dari sisi eksplorasi intensifikasi dapat dilakukan pemerintah dengan penugasan institusi-institusi Pemerintah terkait untuk melakukan survei secara intensif dan ekstensif, serta menyiapkan wilayah-wilayah kerja eksplorasi dengan informasi dan hasil kajian awal yang memadai. Pemberian insentif berupa pembebasan pajak, misalnya, juga dapat diberikan kepada investor yang melakukan eksplorasi. Dari sisi peningkatan cadangan dari lapangan berproduksi, peningkatan cadangan secara berarti hanya dapat dilakukan dengan penerapan teknik pengurasan lanjut (enhanced oil recovery, EOR). Memang tidak mudah melaksanakan EOR di lapangan-lapangan Indonesia yang umumnya memiliki aspek kegeologian yang rumit, tapi pendekatan thinking out of the box seperti pemberian insentif secara berarti, bahkan jika perlu pemberlakuan jenis kontrak jenis lain di luar KKS, dapat ditempuh untuk merangsang operator melaksanakan EOR. Pemerintah juga harus memberikan perhatian yang serius dan masif untuk mendorong sumbersumber penghasil minyak lain di luar bahan bakar fosil seperti nabati, contohnya mikro-alga dan kemiri sunan. Kedua sumber nabati tersebut diketahui bahkan memberikan yield yang jauh lebih tinggi dibanding kelapa sawit. Dalam hal kendala, saya tidak hendak masuk ke ranah regulasi dan sistem kontrak kerja, tapi lebih ingin menyoroti aspek koordinasi antar institusi riset dan antara institusi riset dan industri. Sebagai contoh adalah koordinasi dalam mendorong berhasilnya penerapan EOR dan bahan bakar minyak (BBM) nabati. Kita tahu beberapa institusi penelitian, universitas, dan perusahaan swasta telah mengembangkannya, tapi kita juga belum lihat adanya usaha yang masif dan terkonsentrasi dari pemerintah untuk merangkai dan mendorongnya melalui kebijaksanaan, regulasi, dan dukungan finansial. Kita belum melihat usaha dan prakarsa pemerintah yang sangat terkoordinasi dan serius pada skala seperti saat pengalihan dari pemakaian minyak tanah menjadi pemakaian LPG untuk rumah tangga, untuk hal ini. Tentu banyak kendala yang juga dihadapi, tetapi tanpa keseriusan pada level seperti itu saya kira hasil yang diharapkan tidak akan tercapai. Sejarah eksplorasi Gas Metana Batubara (GMB) yang dikenal sebagai Coalbed Methane (CBM) di Indonesia dimulai dengan proyek percontohan Lemigas tahun 2007 di lapangan Rambutan, Sumatera Selatan. Lemigas bekerja sama dengan Medco berhasil memproduksi gas untuk pembangkit tenaga listrik sebesar 12KVA. Tahun 2008 Production Sharing Contract GMB pertama di Indonesia ditandatangani oleh Medco Energi dan Ephindo Energi sebagai Kontraktor Kontrak Kerjasama bersama pemerintah Indonesia. Sampai saat ini total 54 Production Sharing Contract (PSC) GMB telah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dengan perusahaan-perusahaan nasional dan internasional. Lebih 50 PSC tersebut memasuki industri GMB di Indonesia dengan pola pikir migas konvensional dan harapan kegiatan awal eksplorasi mereka berhasil seperti lapangan San Juan di Amerika Serikat (AS) atau lapangan Fairview di Queensland, Australia. Kedua lapangan tersebut adalah lapangan GMB terbaik di dunia dengan tingkat produksi menyamai rata-rata sumur migas konvensional. Negara-negara seperti AS, China dan Australia telah berhasil memproduksi gas dari sumur GMB secara komersial. AS dengan estimasi sumber daya gas GMB sebesar 700 TCF berproduksi sejak 1980-an. Pada akhir 1970-an, pemerintah AS memberi dorongan kepada produksi gas GMB dalam negeri dengan membebaskan keterikatan harga jual gas dari kontrol pemerintah federal. Sebagai tambahan, pemerintah AS mengeluarkan keputusan insentif fiskal seperti pengurangan pajak kepada industri GMB dalam negeri. Sesuai harapan, akhir 1980-an produksi GMB di AS meningkat signifikan. Produksi tahun 2012 mencapai 1,65 TCF setara 4,5 BCF per hari. Australia, yang mengenal GMB sebagai Coal Seam Gas (CSG), juga menjadi contoh sukses industri GMB di dunia. Dengan estimasi sumber daya gas GMB 250 TCF yang jauh lebih kecil dari Indonesia, Australia berhasil memproduksi gas GMB sebesar 252 BCF pada 2011 dan terus meningkat. Sukses pelaku industri GMB di Australia tidak terlepas dari pengaruh rezim fiskal yang menguntungkan dan harga jual gas yang mengikuti pasar. China mempunyai potensi GMB sebesar 1300 TCF. Eksplorasi GMB di China mulai awal an dan melalui masa perkembangan yang sangat lambat sampai tahun 1996 dimana pemerintah China membentuk perusahaan GMB nasional bekerjasama dengan perusahaan asing dan berhasil mendorong proyek GMB di Qinshui Basin, China ke tahap komersialisasi. Statistik dunia menunjukkan, dari tiap lapangan GMB yang berproduksi saat ini 80% produksi gas didapatkan hanya dari 20% sumur yang ada. Ini menunjukkan bahwa peluang mendapatkan sumur produksi setara lapangan Fairview adalah sebesar 20%. Ini di luar sumur yang dibor pada masa eksplorasi sampai titik komersial. Sejalan dengan permasalahan perlunya peningkatan produksi minyak nasional, pendidikan dan perluasan cakrawala pengetahuan para praktisi di sektor hulu industri migas juga tidak boleh diabaikan. Pengetahuan mengenai teknologi-teknologi baru eksploitasi dan eksplorasi, pengalaman sukses dalam aplikasinya, serta penambahan wawasan mengenai sumber-sumber alternatif (migas non-konvensional dan nabati misalnya) perlu untuk terusmenerus disebarkan ke seluruh jajaran praktisi di industri hulu migas. Tugas pemerintahlah untuk mengalokasikan dana plough back ini untuk mempertahankan kinerja sektor produktif, yang dalam hal ini adalah industri hulu migas, dan bersama dengan asosiasi-asosiasi profesi mengimplementasikannya. Hal ini sudah pernah dilakukan pada era pemerintahan yang lalu tapi kemudian dihentikan, sehingga pada saat ini harus segera dipikirkan, dirancang, dan dilaksanakan kembali. *** Pemain Kunci dan Status Industri GMB di Indonesia Perusahaan nasional pelopor industri GMB di Indonesia antara lain adalah Medco, Pertamina dan Ephindo yang menandatangani Kontrak Kerjasama (KK) pada 2008 untuk blok GMB Sekayu I dan Sangatta I. Saat ini para pelopor itu masih menjadi pemain kunci industri GMB Indonesia, ditambah Vico yang berhasil menjual gas hasil produksinya sebagai Pre-POD Gas Sales Agreement dengan PLN setempat. Namun sayang, perusahaan-perusahaan besar asing seperti Exxon, BP dan Total yang bisa disebut the big majors memutuskan keluar dari industri GMB di Indonesia dengan alasan tingginya biaya pengeboran sumur eksplorasi yang tidak sesuai dengan perhitungan keekonomian mereka dan proses perijinan yang memakan waktu sangat lama. Dengan alasan tersebut, perusahaan besar asing yang punya portofolio asset yang luas, menempatkan proyek GMB di Indonesia pada skala prioritas 6 buletiniatmi Volume 4 - Juli/Agustus 2014

7 Industri GMB : MEMENUHI PASOKAN ENERGI INDONESIA STATUS, POTENSI, DAN SOLUSI YANG DIBUTUHKAN INDUSTRI DAN PEMERINTAH Oleh: Sammy Hamzah Pimpinan pelaku bisnis GMB dan Vice President IPA rendah dan pada akhirnya meninggalkan proyek tersebut. Perkembangan industri GMB di Indonesia berjalan lambat dan saat ini stagnan. Ppada tahun 2013 tidak ada KK GMB yang ditandatangani oleh pemerintah. Hasil pengeboran GMB yang kurang bagus didukung oleh biaya yang tinggi dan sulitnya perijinan mendorong pelaku industri ini untuk meninjau kembali anggaran investasi GMB mereka di Indonesia. Menurut data SKK Migas, total sumur yang telah dibor antara sebanyak 80. Bandingkan dengan industri GMB di China. Setelah pemerintah China membentuk perusahaan GMB nasional, sekitar 1000 sumur dibor dalam jangka waktu 10 tahun ( ). Dari 23 Wilayah Kerja (WK) yang telah melewati jangka waktu tiga tahun masa eksplorasi, hanya empat WK yang memenuhi komitmen pasti. Jika dibandingkan dengan industri GMB di dunia industri GMB Indonesia yang masih sangat muda boleh dikatakan telah melalui tiga tahap yaitu: kelahiran Industri GMB di Indonesia; euforia masuknya pemain-pemain lokal dan dunia termasuk the big majors, dan kekecewaan para kontraktor khususnya the big majors karena hasil yang dicapai tidak memenuhi harapan mereka semula. Kita sekarang berada pada akhir tahap ketiga yang, sayangnya, menampilkan citra industri GMB di Indonesia secara keseluruhan. Dengan fakta dan data di atas marilah kita analisa industri ini dengan pandangan lebih luas. Setelah lebih 50 kontrak kerjasama ditandatangani pemerintah Indonesia, tidak banyak perusahaan yang melakukan investasi yang nyata di industri GMB ini. Sebagian besar perusahaan tersebut hanya mengambil kesempatan pada tahap euphoria diatas dan mengikuti tren industri migas di Indonesia. Dari mereka yang telah menandatangani kontrak kerjasama dengan pemerintah Indonesia hanya segelintir yang mempunyai pengalaman di hulu migas dengan track record yang cukup bagus. Pertanyaannya adalah: dimana titik kesalahan sehingga pemerintah memberikan persetujuan kontrak kepada perusahaan-perusahaan yang tidak mempunyai kesungguhan? Sebagian besar perusahaan yang keluar dari industri GMB di Indonesia adalah perusahaan multinasional ternama dunia sehingga segala aksi mereka menentukan presepsi industri GMB kita. Pertanyaannya adalah: benarkah kesimpulan para stakeholder, industri keuangan, jasa penunjang, pemerintah lokal dan pusat bahwa potensi GMB di Indonesia sulit dikembangkan? Fakta yang kita ketahui sewaktu memasuki industri ini bahwa eksploitasi GMB adalah bisnis marginal. Sebab itu salah satu kunci keberhasilan mengembangkan bisnis GMB ke tahap komersialisasi adalah sejauh mana para pemain industri ini dapat menekan biaya operasional serendah mungkin agar dapat memenuhi kriteria keekonomian mereka. Sampai saat ini bisa diperhatikan bahwa pengeboran sumur GMB di Indonesia menggunakan alat-alat termasuk rig yang didesain untuk pekerjaan sumur migas konvesional dengan pola pikir yang juga konvensional. Sebagai catatan, 80 sumur yang dibor sampai tahun 2013 kurang lebih memakan biaya sebesar US$ 700 juta, yang berarti secara kasar bisa kita hitung bahwa per sumur biaya yang dikeluarkan adalah sebesar hampir US$ 9 juta. Pertanyaannya: Apakah model operasional yang diterapkan digunakan para pelaku di Indonesia selama ini dapat membawa industri GMB Indonesia ke tahap komersialisasi? Apa kesimpulan yang kita bisa ambil? Negara-negara yang berhasil mengembangkan industri GMB, umumnya industri ini waktu kurang lebih 20 tahun sejak lahirnya industri ini sampai mencapai komersialisasi. GMB adalah industri unconventional yang harus melalui proses trial and error maka untuk mencapai titik komersialisasi, industri ini membutuhkan ratusan sampai ribuan sumur. Sebagai contoh nyata di Queensland, Australia sumur GMB pertama dibor di Bowen basin pada tahun 1976 dan komersialisasi tercapai pada 1996 setelah membor lebih 1000 sumur. Industri GMB di negara-negara tersebut diprakarsai oleh perusahaan lokal yang kecil karena perusahaan kecil memiliki fleksibilitas operasional, struktur organisasi lebih ramping dan tidak terikat pada proses internal yang kaku seperti di perusahaan multinasional ternama sehingga waktu untuk operasi bisa ditekan dengan biaya minim. Melihat sejarah industri GMB di dunia, kita tidak seharusnya terbawa sikap pesimistis yang diciptakan oleh keluarnya perusahaan-perusahaan besar dari industri ini di Indonesia. Bila serius ingin mengembangkan industri GMB, Indonesia maka perlu mengubah pola pikir yang terpaku pada migas konvensional dan telah kita kenal dengan struktur biaya yang tinggi. Opini ini bukan tanpa alasan. Karena sifat eksploitasi GMB dengan tekanan sumur yang tidak tinggi sehingga operasi pengeboran sumur ini mempunyai resiko keselamatan relatif lebih rendah. Salah satu penyebab tingginya biaya operasi lainnya adalah proses yang harus dilalui berkaitan dengan jenis kontrak kerjasama GMB di Indonesia. Kemanakah arah industri GMB di Indonesia? Dengan potensi sumber daya GMB sebesar 453 TCF dan keadaan defisit kebutuhan energi Indonesia yang besar, apakah Indonesia bisa mengabaikan industri GMB? Menurut perhitungan bila 10% (atau 45 TCF) saja sumber daya GMB dapat dieksploitasi, maka angka ini mencapai 50% dari cadangan gas konvensional terbukti saat ini atau 7 miliar barel minyak yang setara dengan dua kali lebih besar dari cadangan minyak terbukti saat ini. Dari data di atas, seharusnya industri GMB tidak lagi dipertanyakan, melainkan diberi dukungan untuk dikembangkan. Dibutuhkan pemikiran out of the box dan keberanian mengambil keputusan untuk melakukan perubahan-perubahan yang perlu dan harus terjadi. Hal-hal yang dapat mendukung industri ini antara lain adalah kerjasama yang optimal antara perusahaan- perusahaan pemain dan pemerintah lokal maupun sentral, sistem regulasi yang lebih sesuai dengan industri migas non-konvensional (dari mulai standarisasi sampai sistem pengadaan), dan juga perubahan sistem fiskal yang pada saat ini lebih mengarah ke migas konvensional.*** buletiniatmi Volume 4 - Juli/Agustus

8 SALAH KAPRAH DAN SALAH PENGERTIAN Dari Redaksi Memantau dan mengamati banyaknya komentar terkait masalah migas dalam perbincangan selama kampanye pilpres yang lalu, Ketua Umum IATMI Bambang Ismanto mencatat beberapa kesalahkaprahan dalam masyarakat, termasuk oleh pengamat atau wakil rakyat sekali pun, tentang berbagai istilah. Ia melihat ini adalah tugas IATMI untuk meluruskannya. Beberapa hal yang perlu diluruskan : Kok produksi minyak menurun? Sebagai sumber daya yang terbatas dan tidak terbarukan, produksi migas pasti menurun karena dikuras. Supaya tidak menurun ya harus melakukan pekerjaan untuk mengurangi penurunan misalnya dengan pekerjaan workover, drilling, EOR dan yang lebih penting lagi eksplorasi. Idealnya yang kita produksi kan harus kita ganti dengan penemuan dan penambahan cadangan dengan EOR atau eksplorasi. Kok Cost Recovery Naik Cost Recovery adalah bagian penting dari upaya mempertahankan produksi yang makin menurun. Semakin tua suatu lapangan semakin banyak cost yang diperlukan karena memerlukan perbaikan fasilitas, kerja ulang, pemboran sumur tambahan dan sebagainya. Karena itu, sepanjang cost recovery merupakan upaya yang berhubungan dengan operasi dan Di tengah persiapan menjelang Kongres XIII IATMI bulan Desember mendatang yang antara lain akan memilih ketua baru, Ketua Umum yang sekarang, Bambang Bambang Ismanto Ismanto menyatakan tak akan mencalonkan diri lagi. Mengapa? Saya mendukung regenerasi seperti di SPE agar ada kesinambungan, kata dia dalam obrolan di Sekretariat. Tak ada penyiapan calon pengganti. Biarlah alami saja, semua bisa menjadi kandidat, kata dia pula. Sebenarnya AD/ART memungkinkan seseorang menjabat lebih dari produksi hal itu wajar dan diperlukan. Yang tidak boleh adalah pemborosan. Apa itu Sense of Urgency? Dalam industri migas berlaku time is money karena diperlukan keputusan yang cepat dikarenakan beberapa komponen biaya yang sangan besar misalnya sewa rig per hari bisa mencapai USD 200,000 atau lebih dari Rp 2 milyar, jadi keterlambatan akan menyebabkan kenaikan biaya yang luar biasadisamping keterlambatan berproduksi. Mengenai Investor Asing Dunia migas membutuhkan dana. Agaknya tak dapat dielakkan pentingnya pemodal, sekalipun asing. Betul pemodal atau investasi, darimana saja - nasional dan internasional, sangat diperlukan. Kalau tidak, ya... mengikuti takdir... produksi pasti menurun Indonesia Kurang Menarik Indonesia di lingkungan calon investor dianggap tidak dalam list. Maksudnya, Indonesia tidak masuk dalam daftar incaran perusahaan internasional. Apa sebabnya? Indonesia harus berkompetisi dengan negara lain agar investor terutama, eksplorasi, masuk ke Indonesia. Sekarang ini Indonesia memang kurang menarik beberapa investor besar.*** satu kali. Namun saya rasa regenerasi di IATMI sangat diperlukan..., kata Bambang pula. Apa komentar Pak Ketua bagi calon/ketua yang akan datang? Sebagai incumbent saya sangat welcome calon-calon Ketua IATMI yang baru. Silahkan membuat program kerja guna mendukung para anggota IATMI di seluruh dunia dan juga membantu stakeholders dalam mengatasi krisis migas sekarang ini, kata dia. Pekerjaan di IATMI memang pekerjaan volunteer jadi dedikasi yang all out sangat diperlukan, tambah Ketua IATMI ini pula.*** BI edisi kali ini boleh dikatakan agak khusus. Karena sepinya kegiatan organisasi IATMI di bulan-bulan lalu, terutama karena bulan puasa dan kegiatan pilpres, kami agak kesulitan melaporkan aktivitas kita kepada para pembaca. Namun kemudian muncul isu baru yang sangat menarik. Pilpres yang baru usai itu selama bulan-bulan kemarin sangat menjadi perhatian masyarakat. Agaknya itu merupakan cerminan betapa rakyat juga peduli akan masa depan pemerintahnya, masa depan negaranya. Pada nomor BI kali ini, bukan berniat ikut bicara politik, kami menyajikan berbagai harapan dan komentar warga IATMI terhadap pemerintah yang akan datang. Kami merasa dalam forum media internal ini, kita bisa dan boleh menyampaikan aspirasi kita. Bukan sekedar ikut bicara politik, tetapi sebagai cerminan bahwa sebagai profesional migas dan energi, kita pun peduli. Kita pun punya pengharapan. Sebagai insan profesional kita pun berhak menyampaikan isi hati kita. Redaksi Redaksi Penasehat : Bambang Ismanto Penanggung Jawab : Judha Sumarianto Wakil Penanggung Jawab : Ratnayu Sitaresmi Tim Redaksi : Renville Almatsier Andry Halim Taufik Fathaddin Boni Swadesi Redaktur Pelaksana : Renville Almatsier Layout & Foto : Alief Syahru Abdul Manan Alamat Redaksi : Patra Office Tower, 1 st Floor, Suite 1-C Jl. Jend. Gatot Subroto Kav Jakarta Selatan Telp/Fax : pusat@iatmi.or.id 8 buletiniatmi Volume 4 - Juli/Agustus 2014

9

10

11

12

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2014-2015 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA 2015 BAGIAN I PENDAHULUAN A. LATAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split

MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split Oleh Prahoro Nurtjahyo Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Investasi dan Pengembangan Infrastruktur

Lebih terperinci

Indonesia Negeri Kaya Minyak dan Gas?

Indonesia Negeri Kaya Minyak dan Gas? MIKHAEL GEWATI Indonesia Negeri Kaya Minyak dan Gas? Kompas.com - 30/05/2017, 15:17 WIB Aktivitas hulu migas di lepas pantai (Dok SKK Migas ) KOMPAS.com Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Satuan Kerja Khusus. Kegiatan Usaha Hulu. Minyak dan Gas Bumi. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Satuan Kerja Khusus. Kegiatan Usaha Hulu. Minyak dan Gas Bumi. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Satuan Kerja Khusus. Kegiatan Usaha Hulu. Minyak dan Gas Bumi. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI ENERGI

Lebih terperinci

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS Biro Riset BUMN Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Tantangan pengelolaan migas di Indonesia dihadapkan

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split

9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split 9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split #Kelebihan PSC Gross Split #Model Gross Split Pertama di Dunia April, 2017 Ariana Soemanto, ST, MT

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No No.116, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2017 TENTANG KONTRAK

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi Studi ini adalah untuk mengevaluasi model kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia. Beberapa model kontrak mulai dari model Kontrak PSC Konvensional, model kontrak negara lain

Lebih terperinci

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin) LAMPIRAN II MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin) Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu Jaminan pasokan energi Terjaminnya pasokan

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil A. Konteks Sejak diberlakukan pada tahun 2001, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001) telah tiga kali dimintakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu Jaminan pasokan energi Terjaminnya pasokan batubara Diversifikasi energi dengan meningkatkan

Lebih terperinci

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 dan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 dan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17TAHUN2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN KERJA KHUSUS

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2014 MIGAS. Usaha. Panas Bumi. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5595) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 1 Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Lifting minyak tahun 2016 diprediksi sebesar 811 ribu barel per hari (bph). Perhitungan ini menggunakan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 Hal

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 Hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 Hal tersebut menegaskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI I. UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi

Lebih terperinci

UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD)

UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD) UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa Kegiatan Hulu Migas Survey Umum Pembagian Wilayah Kerja (WK) Tanda tangan kontrak Eksplorasi: Eksploitasi

Lebih terperinci

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Perkembangan Pasar Minyak Dunia Harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. Pada akhir bulan Oktober harga minyak mentah dunia menembus angka 90 dolar AS per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun tidak, komunikasi telah menjadi bagian dan kebutuhan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun tidak, komunikasi telah menjadi bagian dan kebutuhan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk sosial, baik sebagai individu ataupun kelompok akan selalu berkomunikasi. Sehingga disadari ataupun tidak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Ekplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Briefing October 2014 Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Patrick Heller dan Poppy Ismalina Universitas Gadjah Mada Memaksimalkan keuntungan dari sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih

Lebih terperinci

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Tanto Lailam, S.H., LL.M. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta,

Lebih terperinci

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah 9 BAB I 10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi pengolahan minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah maupun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Juta US$ 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini masuk sebagai negara net importir migas, meskipun sebelumnya sempat menjadi salah satu negara eksportir migas dan menjadi anggota dari Organization

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) Pendahuluan Dalam delapan tahun terakhir (2005-2012) rata-rata proporsi subsidi listrik terhadap

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP 179 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP Gunung Salak dan meneliti kebijakan panas bumi di kementrian ESDM, PT PLN dan Pertamina Geothermal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm Page 1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam

Lebih terperinci

Konferensi Pers Presiden RI pada Kunjungan Kerja ke DIY, Yogyakarta, 25 Mei 2012 Jumat, 25 Mei 2012

Konferensi Pers Presiden RI pada Kunjungan Kerja ke DIY, Yogyakarta, 25 Mei 2012 Jumat, 25 Mei 2012 Konferensi Pers Presiden RI pada Kunjungan Kerja ke DIY, Yogyakarta, 25 Mei 2012 Jumat, 25 Mei 2012 KONFERENSI PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA KUNJUNGAN KERJA KE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DI GEDUNG

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas

BAB I PENDAHULUAN. usaha. Mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia usaha maka akan semakin berkembang juga pengelolaan suatu perusahaan, agar dapat tetap bertahan dalam persaingan bisnis dan usaha.

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK BUMI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK BUMI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK BUMI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka pencapaian produksi minyak bumi nasional paling sedikit

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT William

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GOVERMENT LIAISON Peranannya dalam memudahkan proses bisnis Perminyakan dengan Pemerintah terutama dalam aktivitas Eksplorasi dan Exploitasi.

GOVERMENT LIAISON Peranannya dalam memudahkan proses bisnis Perminyakan dengan Pemerintah terutama dalam aktivitas Eksplorasi dan Exploitasi. GOVERMENT LIAISON Peranannya dalam memudahkan proses bisnis Perminyakan dengan Pemerintah terutama dalam aktivitas Eksplorasi dan Exploitasi. Mustoto Moehadi Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip 264 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan : 5.1.1 Syarat-syarat dan ketentuan dalam kontrak EPCI di bidang usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip unidroit. Peraturan

Lebih terperinci

NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 8 Agustus 2017 MINYAK DAN GAS BUMI LIFTING Minyak Bumi 779 (2016) 1 802 (2017)

Lebih terperinci

Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS

Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS Persen Kontribusi thp Pen Dom & Harga Minyak US$ per Barel Produksi Minyak Bumi ribu BOPD PERAN MIGAS DALAM APBN 100 1800 90 80 1600 70 60 1400

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA

ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA ANALISA KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN SHALE HIDROKARBON DI INDONESIA Muhammad Aulia Rizki Agsa 1), Trijana Kartoatmodjo 2), Siti Nuraeni E. Sibuea 3) 1) Mahasiswa Teknik Perminyakan Universitas Trisakti 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sektor minyak dan gas bumi (migas) di negara Republik Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka memenuhi kebutuhan energi nasional

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal No.480, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2014 SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Panas Bumi dan Kebijakan Pemerintah

Panas Bumi dan Kebijakan Pemerintah BAB II Potensi Panas Bumi dan Kebijakan Pemerintah Sejarah pengelolaan sumber energi ini di Indonesia sudah dimulai sejak awal abad ke-20. Panas Bumi merupakan salah satu sumber energi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

PIDATO KEPALA BPMIGAS DALAM RANGKA UPACARA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE 65 KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA. Bapak dan Ibu sekalian,

PIDATO KEPALA BPMIGAS DALAM RANGKA UPACARA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE 65 KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA. Bapak dan Ibu sekalian, PIDATO KEPALA BPMIGAS DALAM RANGKA UPACARA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE 65 KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 17 Agustus 2010 Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor minyak dan gas bumi merupakan penghasil devisa terbesar bagi pemerintah Indonesia, setelah itu disusul oleh sektor yang lainnya seperti dari Tenaga Kerja Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

Sambutan Pengantar Presiden RI pada Rapat Terbatas Kabinet, Jakarta, 4 April 2012 Rabu, 04 April 2012

Sambutan Pengantar Presiden RI pada Rapat Terbatas Kabinet, Jakarta, 4 April 2012 Rabu, 04 April 2012 Sambutan Pengantar Presiden RI pada Rapat Terbatas Kabinet, Jakarta, 4 April 2012 Rabu, 04 April 2012 SAMBUTAN PENGANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA RAPAT TERBATAS KABINET TANGGAL 4 APRIL 2012

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA No.127, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENAWARAN WILAYAH KERJA MINYAK DAN

Lebih terperinci

SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor: PTK-038/SKKO0000/2015/S0.

SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA. Nomor: PTK-038/SKKO0000/2015/S0. SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA Nomor: PTK-038/SKKO0000/2015/S0 Revisi ke-01 WORK PROGRAM AND BUDGET JAKARTA PEDOMAN TATA KERJA Halaman

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

SURVEI SENTIMEN BISNIS 100-Hari Pertama Kepemimpinan Jokowi Jusuf Kalla

SURVEI SENTIMEN BISNIS 100-Hari Pertama Kepemimpinan Jokowi Jusuf Kalla Page1 SURVEI SENTIMEN BISNIS 100-Hari Pertama Kepemimpinan Jokowi Jusuf Kalla SUMBANGSIH PERAN APINDO DALAM MEMPROMOSIKAN KEPENTINGAN SEKTOR SWASTA INDONESIA 1 April 2015 Presiden dan Wakil Presiden Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012

ANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012 ANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012 I. Harga Minyak Asumsi Harga minyak Indonesia dalam APBN dirujuk dalam harga rata-rata minyak mentah Indonesia berdasarkan perhitungan Formula

Lebih terperinci

Harga Sebuah Kebijakan Bahan Bakar Fosil: Subsidi Pemerintah Indonesia di Sektor Hulu Minyak & Gas Bumi

Harga Sebuah Kebijakan Bahan Bakar Fosil: Subsidi Pemerintah Indonesia di Sektor Hulu Minyak & Gas Bumi Harga Sebuah Kebijakan Bahan Bakar Fosil: Subsidi Pemerintah Indonesia di Sektor Hulu Minyak & Gas Bumi OKTOBER 2010 OLEH: PT. Q ENERGY SOUTH EAST ASIA David Braithwaite PT. CAKRAMUSTIKA SWADAYA Soepraptono

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 22 27/04/2008 11:59 AM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Perubahan Ketentuan Mengenai Izin Lokasi David Wijaya

Perubahan Ketentuan Mengenai Izin Lokasi David Wijaya Perubahan Ketentuan Mengenai Izin Lokasi David Wijaya Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional telah mengeluarkan peraturan baru mengenai izin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BERSAMA SUMBER DAYA ALAM MINYAK DAN GAS BUMI DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN

KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN 2004-2009 Agenda utama dalam bidang ekonomi yang telah ditetapkan oleh Pemerintahan SBY - Kalla bertujuan untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci