URGENSI PERDA DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH
|
|
- Suhendra Jayadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 URGENSI PERDA DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH Oleh Hj. Maryati, SH, MH. Abstract Regulation is an inherent with the system of regional autonomy. Because the essence of local autonomy itself is independence and freedom or flexibility. Independence itself implies that the region has the right to organize and administer the affairs of the household own government. The authority set here means that the area has the right to make legal decisions such legislation later (among others) were named regional regulation. Regulation is an important instrument in the implementation of regional autonomy. because: 1. With the principle of autonomy in Law. 32 of 2004, it is almost more government affairs diserak = respiratory to operate in areas that require a legally through legislation. 2. Regulation as part of the national legislation, the implementation of autonomy in the regulation of blood is needed for further elaboration of the legislation is higher. Key Note : Autonomous Region, the Regional Regulation. A. PENDAHULUAN Suatu negara kesatuan diakatan menganut asas dan sistem desetralisasi apabila wewenang untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah pusat (centeral government) melainkan juga dilakukan oleh satuan-satuan pemerintah tingkat lebih rendah yang mandiri (zelfstandig) ataupun bersifat otonom. Sebaliknya diakatan menganut asas dan sistem setralisasi apabila (singgle centralized government) apabila wewenang untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan dilakukan oleh pusat bersama-sama organnya yang dipencarkan di daerah-daerah. 1 Desentralisasi menjadi wacana yang menarik di dalam penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini. Sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi menjadi acuan penting, tidak saja karena alasan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, namun juga terkait dengan semanagat demokratisasi untuk mendekatkan partisipasi masyarakat dalam Hj. Maryati,SH.MH. adalah Dosen Tetap PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Batanghari Jambi. 1 I Gde Pantja Astawa, Problematika Otonomi Daerah di Indonesia, Bandung : Aluni, 2009, hlm
2 penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. 2 Pentingnya desentralisasi bagi negara-negara moderen, merupakan sebagai kebutuhan yang mutlak dan tidak dapat dihindari dalam rangka efisiensi-efektivitas, pendidikan politik, stabilitas politik, kesetaraan politik, dan akuntabilitas publik 3. Semangat desentralisasi di Indonesia semakin kokoh sejak dilakukan perubahan UUD Perubahan kedua (tahun 2000) menghasilkan rumusan baru pasal-pasal yang mengatur pemerintahan daerah, yakni Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B. Dalam Pasal 18 ayat (2) ditegaskan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Kemudian Pasal 18 ayat (5) mengamanatkan bahwa Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Terkait dengan kewenangan pembentukan peraturan, Selanjutnya dalam ayat (6) dirumsukan bahwa Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Dengan perubahan Pasal 18 tersebut, memperlihatkan sejumlah paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bagir Manan menyebutkan Paradigma yang dimaksud adalah : 1. Pemerintahan daerah disusun dan dijalankan berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan (belaka). Di masa depan, tidak ada lagi pemerintahan dekonsentrasi dalam pemerintahan daerah; 2. Pemerintahan daerah disusun dan dijalankan atas dasar otonomi seluasluasnya. Semua fungsi pemerintahan di bidang administrasi negara (administratief regelen en bestuur) dijalankan oleh Pemerintahan daerah, kecuali yang ditentukan sebagai urusan pusat; 3. Pemerintahan daerah disusun dan dijalankan atas dasar keragaman daerah. Urusan rumah tangga tidak perlu seragam. Perbedaan harus dimungkinkan baik atas dasar kultural, sosial, ekonomi, geografi dan lain sebagainya. 4. Pemerintahan daerah disusun dan dijalankan dengan mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat (adatrechts gemeenschap) dan berbagai hak tradisionalnya. Satuan pemerintahan asli dan hak-hak masyarakat asli atas bumi, air dan lain-lain wajib dihormati untuk sebesarbesarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat setempat; 5. Pemerintahan daerah disusun dan dijalankan berdasarkan sifat atau keadaan khusus atau istimewa tertentu. Sifat atau keadaan khusus tertentu baik atas dasar kedudukan (seperti Ibu Kota Negara), kesejahteraan (seperti D.I Yogyakarta), atau karena keadaan sosial kultural (seperti D.I Aceh); 6. Anggota DPRD dipilih langsung dalam satu pemilihan umum. Di masa depan tidak ada lagi anggota DPRD (begitu juga anggota DPR) yang diangkat; 7. Hubungan Pusat dan Daerah dilaksanakan secara selaras dan adil. 4 2 Koirudin, Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, Averoes Pres, Malang 2005, hlm Syaukani HR, et.al., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum (PSH), Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2002, hlm
3 Apabila dicermati ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 pasca perubahan, maka dalam penyelenggaraan otonomi darah daerah akan ikut menentukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Pengaturan lebih lanjut tentang otonomi darah dilakukan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sehubungan dengan hal menarik untuk ditelaah bagaimana kedudukan Peraturan Daerah (Perda) dalam penyelenggaraan ononomi daerah. B. Aspek Teoretik Desentralisasi Secara normatif, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan. Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai dalam sistem pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, kewenangan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, dipusatkan dalam tangan pemerintah pusat. 5 Menurut pandangan Amrah Muslimin 6 dalam melakukan pemerintahan secara luas, pemerintah (dalam arti luas) berpegang pada dua macam asas, yaitu asas keahlian dan asas kedaerahan. Asas kedaerahan mengandung dua macam prinsip pemerintahan, yaitu dekonsentrasi dan desentralisasi. Adapun dalam pandangan Irawan Soejito, 7 bentuk desentralisasi dapat dibagi ke dalam tiga macam, yaitu desentralisasi teritorial, desentralisasi fungsional, desentralisasi administratif atau lazim disebut dekonsentrasi. Pada umumnya, hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah berdasarkan atas tiga asas yaitu, asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Dalan asas desentralisasi ada penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya baik yang menyangkut kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaan. Pada asas dekonsentrasi yang terjadi adalah pelimpahan wewenang kepada aparatur pemerintah pusat di daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat dalam arti bahwa kebijakan, perencanaan, dan biaya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan 8. Mengenai hubungan desentralisasi dengan dekonsentrasi, Ateng Syafrudin 9 mengemukakan bahwa diantara tipe desentralisasi yang telah dicoba di dalam negara-negara yang telah maju dapat dikategorikan ke dalam 5 Soetidjo, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.. PT. Rineka Citpta, Jakarta 1990, hlm Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum otonomi Daerah, Alumni, Bandung 1982, hlm.4 7 Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Rineka Cipta, Jakarta. 1992, hlm Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 2001, hlm Ateng Syafrudin, Mengarungi Dua Samudera; Setengah Abad Pemikiran Seorang Pamongpraja & Ilmuwan Hukum Tata Pemerintahan, SAYAGATAMA, Bandung, 2006, hlm
4 4 (empat) tipe, yaitu; (a) Dekonsentrasi; (b) Delegasi; (c) Devolusi; dan (4) Privatisasi. Menurut S.H. Sarundajang, dilihat dari sifat keuniversalan pemerintahan daerah (local self government) di beberapa negara, terkandung di ciri-ciri sebagai berikut Segala urusan yang diselenggarakan merupakan urusan yang sudah dijadikan urusan-urusan rumah tangga sendiri, oleh sebab itu urusanurusannya perlu ditegaskan secara terinci; 2. Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh alat perlengkapan yang seluruhnya bukan terdiri dari para pejabat pusat, tetapi pegawai pemerintah daerah; 3. Penanganan segala urusan itu seluruhnya diselenggarakan atas dasar inisiatif atau kebijaksanaan sendiri; 4. Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah yang mengurus rumah tangga sendiri adalah hubungan pengawasan saja; 5. Seluruh penyelenggaraan pada dasarnya dibiayai dari sumber keuangan sendiri. Dilihat dari kekuasaan pemerintahan daerah otonom, maka pemerintahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok: 11 (1) Pemerintahan dalam arti sempit yaitu penyelenggaraan kekuasaan eksekutif atau administrasi negara. (2) Pemerintahan dalam arti agak luas yaitu penyelenggaraan kekuasaan eksekutif dan legislatif tertentu yang melekat pada pemerintahan daerah otonom. (3) Pemerintahan dalam arti luas yang mencakup semua lingkungan jabatan negara di bidang eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lain sebagainya. Hubungan pusat dengan daerah dalam sistem otonomi pada dasarnya hanya menyangkut hubungan di bidang penyelenggaran administrasi negara. Meskipun kepada daerah (otonom) diberi wewenang mengatur sehingga perlu diadakan DPRD sebagai kekuasaan legislatif daerah, tidak akan menghapus dasar hubungan pusat dengan daerah yang terbatas di bidang administrasi negara. Peraturan daerah sebagai bentuk peraturan perundang-undangan tingkat daerah hanya terbatas mengatur hal-hal di bidang administrasi negara, tidak di bidang ketatanegaraan. Peraturan daerah bersifat administratiefrechtlijk tidak bersifat staatsrechtelijk, karena hanya berfungsi mengatur kekuasaan daerah otonom di bidang administrasi negara. Di sinilah antara lain perbedaan dasar hubungan antara pusat dengan negara bagian dalam bentuk negara federal. Hubungan ini lebih bersifat ketatanegaraan. Hubungan yang bersifat administrasi kalaupun ada sangat terbatas. 12 C. Kedudukan Perda Dalam Sistem Perundang-Undangan Dalam kepustakaan hukum, peraturan perundang-undangan 10 S.H. Sarundajang, Op.Cit., hlm Bagir Manan, Op.Cit., hlm Ibid. 64
5 memiliki berbagai ragam pengertian. A. Hamid S. Attamimi mengartikan peraturan perundang-undangan sebagai wet in materiels zin, atau dalam konsep hukum Belanda disebut wettelijke regeling. Kata "wettelijk" menurut A. Hamid S. Attamimi berarti sesuai dengan wet atau berdasarkan wet. Kata "wet" pada umumnya diterjemahkan dengan "undang-undang" dan bukan "undang". Sehubungan dengan kata dasar "undang-undang", maka terjemahan "wettelijke regeling" ialah peraturan perundang-undangan. 13 Buys mengartikan peraturan perundang-undangan dang-undangan sebagai peraturan yang yan mengikat secara umum (algemeen hindende voorschriften). Sedangkan Logemann menambahkannya dengan rumusan peraturan-peraturan yang mengikat secara urnum dan berdaya laku ke luar. 14 Berdasarkan pandangan tersebut, maka Undang-Undang Dasar, Ketetapan MPR dan Keputusan MPR pada hakikatnya adalah peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan Pandangan ini Maria Farida Indrati Soeprapto 15 mengelompokkan jenis-jenis peraturan perundangundangan di Negara Indonesia sebagai berikut : A. Peraturan Perundang-undangan di Tingkat Pusat : 1. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang 2. Peraturan Pemerintah 3. Keputusan Presiden 4. Keputusan Menteri 5. Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen 6. Keputusan Direktur Jenderal Departemen 7. Keputusan Kepala Badan Negara B. Peraturan Perundang-undangan di Tingkat Daerah 1. Peraturan Daerah Tingkat I 2. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 3. Peraturan Daerah Tingkat II 4. Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat III. Dengan pengelompokkan tersebut, maka menurut Maria Farida Indrati Soeprapto UUD 1945, Ketetapan MPR dan Keputusan MPR tidak termasuk sebagai peraturan perundang-undangan, Maria Farida Indrati Soeprapto mengelompokkan Ketetapan MPR, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah sebagai peraturan perundang-undangan. 16 A. Hamid S. A t t a m im i b e r p e n d a p a t t idak t e p a t mengelompokkan UUD 1945 dan Ketetapan MPR ke dalam jenis peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu menurutnya tata susunan peraturan perundang-undangan ialah berturut-turut dari atas ke bawah sebagai berikut: 13 A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presider Republik Indonesia Dalam Pen. yelenggataan Pemerintahan Negara, (Disertasi), UI-Jakarta, 1990, hlm Rosjidi Rangga Widjaja, Pedoman Teknik Perancangan p eraturan Perundangundangan, Cita Bhakti Akademika. Bandung, 1996, hlm Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar- Dasar dan Pembentukonnya, Kanisius. Yogyakarta, 1998, hal Ibid. 65
6 1. Undang-undang dan PERPU yang disamakan kedudukannya dengan Undang- undang; 2. Peraturan Pemerintah; 3. Keputusan Presiders; 4. Keputusan Menteri; 5. Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, 6. Keputusan Direktur Jenderal Departemen; 7. Keputusan Kepala Badan Negara di luar jajaran Pemerintah yang dibentuk dengan Undang-undang; 8. Peraturan Daerah Tingkat I, 9. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; 10. Peraturan Daerah Tingkat II 11. Keputusan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II. 17 Menurut Pasal 1 butir (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1999 disebutkan, bahwa peraturan perundang-undangan adalah suatu peraturan yang mengikat umum di bawah undang-undang. Di dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 (yang, kini telah dihapus), tidak didefinisikan apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan itu, akan tetapi dengan mencermati tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 Ketetapan MPR itu, maka dapatlah dikemukakan, bahwa termasuk dalam pengertian peraturan perundangundangan Negara Republik Indonesia adalah 1. UUD 1945, 2. Ketetapan MPR; 3. Undangundang; 4. Peraturan Pemerintah Perigganti Undang-undang, 5. Peraturan Pemerintah; 6. Keputusan Pemerintah; 7. Peraturan Daerah. 18 Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan jenis enis dan hierarkhi peraturan Perundang-undangan telah ditentukan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pen g ganti Undang-Undang.- 3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiders; 5. Peraturan Daerah. Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun A. Hamid S. Attamimi, op. cit., hal Termasuk dalam jajaran Peraturan Daerah mentinit Ketatapan MPR No. III/MPR/2000 ini adalah Peraturan Desa atau yang setingkat. Lihat Pasal 3 ayat (7) butir c. 66
7 menyatakan, bahwa Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi : a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur; b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama dengan Bupati/Walikota; c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya. Asas peraturan perundang-undangan merupakan faktor penting dalam pembentukan dan pelaksanaan peraturan. Berdsarkan Pasal 5 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 Dalam membentuk Peraturan Perundangundangan harus berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundangundangan yang baik yang meliputi : a. kejelasan (ujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat: c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan Dalam penjelasan Pasal 5 disebutkan: huruf a Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan batas mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Huruf b Yang dimaksud dengan asas "kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat" adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang. Huruf c Yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan" adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya. Huruf d Yang dimaksud dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut didalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. Huruf e Yang dimaksud dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Huruf f Yang dimaksud dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan 67
8 D. Urgensi Perda Dan Otonomi Daerah Seiring dengan kebijakan desentralisasi yang memberikan otonomi luas kepada daerah, maka akan banyak urusan daerah yang perlu diatur dalam Perda, sebagai konsekuensinya akan menambah jumlah Perda yang di dalamnya mengndung sanksi pidana. Dalam koneks ini I Gde Pantja Astawa, mengemukakan bahwa: Dalam perspektif Hukum Pemerintahan Daerah, keberadaan Perda tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan otonomi daerah. Perda sebagai perangkat ataupun instrumen dan sebagai salah satu produk hukum daerah merupakan suatu yang inheren dengan sistem otonomi daerah. Dikatakan demikian, karena esensi otonomi daerah itu sendiri adalah kemandirian dan kebebasan ataupun keleluasaan (zelfstandigheid) dan bukan suatu bentuk kebebasan sebuah satuan pemerintahan yang merdeka (onafhankelijkheid). Kemandirian itu sendiri mengandung arti bahwa daerah berhak mengatur dan mengurus urusan rumah tangga pemerintahnya sendiri. Kewenangan mengatur di sini mengandung arti bahwa daerah berhak membuat keputusan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang kemudian (antara lain) diberi nama Peraturan Daerah. 20 Pengaturan tentang Perda dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 antara lain ditemui dalam Pasal 136, yang mementukan bahwa Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Materi muatan Perda meliputi: pertama, penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Kedua merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 21 Merujuk pada ketentuan tersebut, jelaslah bahwa Perda merupakan isntrumen penting untuk menjamin terselenggaranya otonomi daerah. Karena dengan prinsip otonomi luas dalam UU No. 32 Tahun 2004, maka hampir semua urusan pemerintahan menjadi urusan pemerintah daerah, kecuali bidang yang secara khusus tidak diserahkan kepada daerah, yaitu : a. politik luar negeri; Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta Bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berhagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Huruf g Yang dimaksud dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan. dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses Pembuatan Peraturan Perundang-undangan. 20 I Gde Pantja Astawa, Problematika..., Ibid., hlm Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 68
9 b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. Berdasarkan Pasal 3 PP No. 38 tahun 2008 maka urusan tersebut meliputi urusan wajib dan urusan pilihan.urusan wajib meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum; d. perumahan; e. penataan ruang; f. perencanaan pembangunan; g. perhubungan; h. lingkungan hidup; i. pertanahan; j. kependudukan dan catatan sipil; k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera; m. sosial; n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian; o. koperasi dan usaha kecil dan menengah; p. penanaman modal; q. kebudayaan dan pariwisata; r. kepemudaan dan olah raga; s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; u. pemberdayaan masyarakat dan desa; v. statistic; w. kearsipan; x. perpustakaan; y. komunikasi dan informatika; z. pertanian dan ketahanan pangan; Sedangkan urusan pilihan meliputi: a. kehutanan; b. energi dan sumber daya mineral; c. kelautan dan perikanan; d. perdagangan; dan e. perindustrian. Dengan semakin luasnya kewenangan dareah, maka sebanyak itu pula urusan yang perlu diatur dalam Perda. Selain itu Perda juga dibentuk sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan sistem perundang-undangan di Indonesia. Menurut Maria Farida Indrati S dalam sistem norma hukum 69
10 negara 22, peraturan perundang-undangan tingkat daerah merupakan bagian yang takterpisahkan dari kesatuan sistem perundang-undangan secara nasional. 23 Lebih lanjut menurut Maria Farida Indrati S, sejak lahirnya Republik Indonesia dan ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi maka terbentuk sistem norma negara. Dengan merujuk pada teori jenjang norma (Stufentheorie) dari Hans Kelsen dan teori jenjang norma hukum (die Theorie vom Stufentordnung der Rechtsnormen) dari Hans Nawiasky, maka dalam sistem norma hokum Negara Republik Indonesia norma-norma hukum yang berlaku berada dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok, suatu norma itu selalu berlaku bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi berlaku bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm). Di dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia Pancasila merupakan Norma Fundamental Negara yang merupakan norma hukum yang tertinggi, dan kemudian diikuti oleh Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR serta Hukum Dasar tidak tertulis atau Konvensi Ketatanegaraan sebagai Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (staatsgrundgesetz), Undang- Undang (formell Gesetz) serta Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung) yang dimulai dari Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden Keputusan Menteri, dan peraturan pelaksanaan serta peraturan otonom lainnya 24. Berdasarkan Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dalam ayat (1) disebutkan bahwa Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 25 E. Penutup Perda sebagai perangkat ataupun instrumen dan sebagai salah satu produk hukum daerah merupakan suatu yang inheren dengan sistem otonomi daerah. karena esensi otonomi daerah itu sendiri adalah kemandirian 22 Maria Farida Indriati, Ilmu Perundang-Undangan I, Yogyakarta:Kanisius, 2007, hlm I Gde Pantja Astawa, Problematika..., Op.. Cit, hlm Maria Farida Indriati, Loc. Cit. 25 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Di dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku sebelumnya, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak termasuk ke dalam hirarkhi peraturan perundang-undangan. Selain itu juga tidak ada pembedaan kan hirakhi Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 70
11 dan kebebasan ataupun keleluasaan. Kemandirian itu sendiri mengandung arti bahwa daerah berhak mengatur dan mengurus urusan rumah tangga pemerintahnya sendiri. Kewenangan mengatur di sini mengandung arti bahwa daerah berhak membuat keputusan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang kemudian (antara lain) diberi nama Peraturan Daerah. Perda merupakan instrumen penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Karena: 1. Dengan prinsip otonomi luas dalam UU No. 32 Tahun 2004, maka hampir semakin banyak urusan pemerintahan yang diserak=hkan kepada daerah yang dalam penyelenggaraannya memerlukan legalitasnya melalui Perda. 2. Perda sebagai bagian dari sistem perundang-undangan nasional, maka dalam penyelenggaraan otonomi darah Perda diperlukan untuk penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. F. Daftar Pustaka A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presider Republik Indonesia Dalam Pen.yelenggataan Pemerintahan Negara, (Disertasi), UI-Jakarta, Ateng Syafrudin, Mengarungi Dua Samudera; Setengah Abad Pemikiran Seorang Pamongpraja & Ilmuwan Hukum Tata Pemerintahan, SAYAGATAMA, Bandung, 2006 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum otonomi Daerah, Alumni, Bandung Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum (PSH), Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, Irawan Soejito, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Rineka Cipta, Jakarta I Gde Pantja Astawa, Problematika Otonomi Daerah di Indonesia, Bandung : Aluni, Koirudin, Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, Averoes Pres, Malang Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar- Dasar dan Pembentukonnya, Kanisius. Yogyakarta, , Ilmu Perundang-Undangan I, Yogyakarta:Kanisius, 2007 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, Rosjidi Rangga Widjaja, Pedoman Teknik Perancangan p eraturan Perundangundangan, Cita Bhakti Akademika. Bandung, Soetidjo, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.. PT. Rineka Citpta, Jakarta Syaukani HR, et.al., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 71
Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya. Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila
Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila Abstrak Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, mengatakan pemerintah
Lebih terperinciGAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA
GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA Fitriani Ahlan Sjarif Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jalan Prof. Djoko Soetono, Depok
Lebih terperinciKewenangan Pembentukan Peraturan Menteri Sebagai Jenis Peraturan Perandung-undangan
Kewenangan Pembentukan Peraturan Menteri Sebagai Jenis Peraturan Perandung-undangan Nindya Chairunnisa Zahra, Sony Maulana Sikumbang Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Depok, 16424,
Lebih terperinciKata Kunci: Perundang-Undangan Dan Norma
1 KEDUDUKAN DAN RUANG LINGKUP PERGUB DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Indra Lorenly Nainggolan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya lorenly.nainggolan@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU
62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang
Lebih terperinciPokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia
Hierarki Peraturan R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Mata Kuliah: Hukum Perundang-Undangan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 18 September 2007 Pokok Bahasan Sistem
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 27 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinciSinkronisasi horizontal..., Irfan Huzairin, FH UI, 2010.
rendah) ditentukan oleh norma lain yang lebih tinggi untuk selanjutnya pembentukan norma hukum ini berakhir pada suatu norma dasar yang paling tinggi sehingga menjadi nomr dasar tertinggi dari keseluruhan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU
PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAMBI
1 PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG DALAM URUSAN PEMERINTAHAN WAJIB DAN PILIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN LUWU TIMUR
PERATURAN DAERAH NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12
Lebih terperinciPEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah
PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah Dr. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 / herlambang@fh.unair.ac.id Poin Pembelajaran
Lebih terperinciILMU PERUNDANG- UNDANGAN DALAM HAN
ILMU PERUNDANG- UNDANGAN DALAM HAN Depok, 16 Mei 2014 TIM PENGAJAR ILMU PERUNDANG-UNDANGAN Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH., MH Sony Maulana Sikumbang, SH., MH. Fitriani Achlan Sjarif, SH., MH. Muhammad
Lebih terperinciPembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Pembagian Urusan Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan A. Latar Belakang an daerah yang diselenggarakan menurut amanat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemerintahan daerah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN BADUNG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang berlaku berada dalam sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO
PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA
PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 12 TAHUN 2008
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 12 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 11 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 6
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 11 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciKEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH
Jurnal Psikologi September 2015, Vol. III, No. 1, hal 28-38 KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Khoirul Huda Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA BLITAR
PEMERINTAH KOTA BLITAR PERATURAN DAERAH KOTA BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa dalam menjalankan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 21 Tahun 2008
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 21 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat 1. Norma Hukum Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR : 4 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR : 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR : 4 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAH YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ASAHAN Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penetapan urusan merupakan salah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAJENE
PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE BUPATI MAJENE, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDELEGASI REGULASI DAN SIMPLIFIKASI REGULASI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KEPALA DAERAH
1 DELEGASI REGULASI DAN SIMPLIFIKASI REGULASI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KEPALA DAERAH Abstract Oleh : Petrus Kadek Suherman, S.H., M.Hum Perancang Peraturan Perundang-Undangan Pertama Kantor Wilayah
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS
PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, a. bahwa
Lebih terperinciSILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah TEORI DAN METODE PERANCANGAN PERUNDANG-UNDANGAN
SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah TEORI DAN METODE PERANCANGAN PERUNDANG-UNDANGAN PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012 SILABI A. IDENTITAS
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH SULAWESI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT
PERATURAN DAERAH SULAWESI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG
PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1
PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PASCA UU NO. 23/2014 1. Urusan Pemerintahan Absolut Menurut ketentuan UU baru, yaitu UU No. 23 Tahun
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,
BAB III TINJAUAN TEORITIS 1.1. Peraturan Daerah Di Indonesia Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, Marsdiasmo, menyatakan bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar,
Lebih terperinciURUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 14 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 14 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANJARNEGARA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 2 TAHUN 2008 Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 26 TAHUN 2006 T E N T A N G PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciReposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011
REPOSISI PERATURAN DESA DALAM KAJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 1 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum 2 Pendahuluan Ada hal yang menarik tentang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008 Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima Pemerintah Kabupaten Bima PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR : 2 TAHUN 2008 TENTANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG
LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 7 Tahun 2008 Seri E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 7 Tahun 2008 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN TUBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang :
Lebih terperinciKEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI
KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Reguler Mandiri Universitas Andalas Oleh : FERY WIJAYA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.244, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG
PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG
LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Urusan Pemerintahan Daerah; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN
Lebih terperinciJurnal Panorama Hukum
ANALISIS YURIDIS KETENTUAN PASAL 152 AYAT (3) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH MENGENAI KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA OLEH MENTERI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 07 Tahun :2010 Seri : E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 07 Tahun :2010 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNGKIDUL NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008
No. 9, 2008-1 - LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.
Modul ke: 11 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Otonomi Daerah Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Otonomi Daerah 2. Latar Belakang Otonomi
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN KETAPANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN KETAPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : a. bahwa sehubungan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BELITUNG
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2008 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG
PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang
Lebih terperinciPROVINSI PAPUA BUPATI YALIMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN YALIMO NOMOR 10 TAHUN 2014
PROVINSI PAPUA BUPATI YALIMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN YALIMO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN YALIMO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 8 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK DENGAN
Lebih terperinciP E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I
SALINAN P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN I. UMUM Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan merupakan pelaksanaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KOTA BALIKPAPAN
PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciNASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DISUSUN OLEH: TIM PENYUSUN
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DISUSUN OLEH: TIM PENYUSUN PUSAT KAJIAN KONSTITUSI DAN PEMERINTAHAN FAKULTAS HUKUM
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciVolume 11 Nomor 1 Maret 2014
Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 ISSN 0216-8537 9 7 7 0 2 1 6 8 5 3 7 2 1 11 1 Hal. 1-102 Tabanan Maret 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 PENYERAHAN WEWENANG
Lebih terperinciTENTANG BUPATI MUSI RAWAS,
PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO
PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM)
Volume 15, Nomor 2, Hal. 73-80 Juli Desember 2013 ISSN:0852-8349 PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM) Meri Yarni Fakultas Hukum Universitas Jambi Kampus Pinang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinci