MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS"

Transkripsi

1 MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS PENGATURAN PELAKSANAAN PRODUKSI NO. KODE : - I BUKU INFORMASI

2 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I PENDAHULUAN Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) Penjelasan Materi Pelatihan Penerapan Materi Pelatihan Pengakuan Kompetensi Terkini Pengertian-pengertian / Istilah... 4 BAB II STANDAR KOMPETENSI Peta Paket Pelatihan Pengertian Standar Kompetensi Unit Kompetensi yang Dipelajari... 6 BAB III STRATEGI DAN METODE PELATIHAN Strategi Pelatihan Metode Pelatihan Rancangan Pembelajaran Materi Pelatihan BAB IV PENGATURAN PELAKSANAAN PRODUKSI Umum Pelaksanaan Produksi Inspeksi Produksi Inspeksi Komponen Alat Produksi BAB V SUMBER-SUMBER YANG DIPERLUKAN UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI Sumber Daya Manusia Sumber-sumber Kepustakaan (Buku Informasi) Peralatan/Mesin dan Bahan Halaman: 1 dari 75

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) Pelatihan berbasis kompetensi. Pelatihan berbasis kompetensi adalah pelatihan kerja yang menitikberatkan pada penguasaan kemampuan kerja yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan dan persyaratan di tempat kerja Kompeten ditempat kerja. Jika seseorang kompeten dalam pekerjaan tertentu, maka yang bersangkutan memiliki seluruh keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja yang perlu untuk ditampilkan secara efektif di tempat kerja, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan Materi Pelatihan ini didesain untuk dapat dijadikan panduan pelaksanaan pelatihan berbasis kompetensi yang lebih menekankan kepada peran aktif peserta pelatihan dalam meningkatkan seluruh aspek kemampuan yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta pelatihan Materi Pelatihan ini didesain untuk dapat digunakan pada Pelatihan Klasikal dan Pelatihan Individual / mandiri. 1) Pelatihan klasikal adalah pelatihan yang disampaiakan oleh seorang instruktur. 2) Pelatihan individual / mandiri adalah pelatihan yang dilaksanakan oleh peserta dengan menambahkan unsur-unsur / sumber-sumber yang diperlukan dengan bantuan dari pelatih Isi Materi Pelatihan 1) Buku Informasi Buku informasi ini adalah sumber pelatihan untuk pelatih maupun peserta pelatihan. 2) Buku Kerja Buku kerja ini harus digunakan oleh peserta pelatihan untuk mencatat setiap pertanyaan dan kegiatan praktik, baik dalam Pelatihan Klasikal maupun Pelatihan Individual / mandiri. Buku ini diberikan kepada peserta pelatihan dan berisi: a. Kegiatan-kegiatan yang akan membantu peserta pelatihan untuk mempelajari dan memahami informasi. b. Kegiatan pemeriksaan yang digunakan untuk memonitor pencapaian keterampilan peserta pelatihan. c. Kegiatan penilaian untuk menilai kemampuan peserta pelatihan dalam melaksanakan praktik kerja. Halaman: 2 dari 75

4 3) Buku Penilaian Buku penilaian ini digunakan oleh pelatih untuk menilai jawaban dan tanggapan peserta pelatihan pada Buku Kerja dan berisi : a. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan sebagai pernyataan keterampilan. b. Metode-metode yang disarankan dalam proses penilaian keterampilan peserta pelatihan. c. Sumber-sumber yang digunakan oleh peserta pelatihan untuk mencapai keterampilan. d. Semua jawaban pada setiap pertanyaan yang diisikan pada Buku Kerja. e. Petunjuk bagi pelatih untuk menilai setiap kegiatan praktik. f. Catatan pencapaian keterampilan peserta pelatihan Penerapan Materi Pelatihan 1) Pada pelatihan klasikal, kewajiban instruktur adalah: a. Menyediakan Buku Informasi yang dapat digunakan peserta pelatihan sebagai sumber pelatihan. b. Menyediakan salinan Buku Kerja kepada setiap peserta pelatihan. c. Menggunakan Buku Informasi sebagai sumber utama dalam penyelenggaraan pelatihan. d. Memastikan setiap peserta pelatihan memberikan jawaban / tanggapan dan menuliskan hasil tugas praktiknya pada Buku Kerja. 2) Pada Pelatihan individual / mandiri, kewajiban peserta pelatihan adalah: a. Menggunakan Buku Informasi sebagai sumber utama pelatihan. b. Menyelesaikan setiap kegiatan yang terdapat pada Buku Kerja. c. Memberikan jawaban pada Buku Kerja. d. Mengisikan hasil tugas praktik pada Buku Kerja. e. Memiliki tanggapan-tanggapan dan hasil penilaian oleh pelatih Pengakuan Kompetensi Terkini Pengakuan Kompetensi Terkini (Recognition of Current Competency-RCC) Jika seseorang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk elemen unit kompetensi tertentu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan pengakuan kompetensi terkini, yang berarti tidak akan dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan Persyaratan Seseorang mungkin sudah memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, karena telah: 1) Bekerja dalam suatu pekerjaan yang memerlukan suatu pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sama atau 2) Berpartisipasi dalam pelatihan yang mempelajari kompetensi yang sama atau 3) Mempunyai pengalaman lainnya yang mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang sama. Halaman: 3 dari 75

5 1.5. Pengertian-Pengertian / Istilah Profesi Profesi adalah suatu bidang pekerjaan yang menuntut sikap, pengetahuan serta keterampilan/keahlian kerja tertentu yang diperoleh dari proses pendidikan, pelatihan serta pengalaman kerja atau penguasaan sekumpulan kompetensi tertentu yang dituntut oleh suatu pekerjaan/jabatan Standarisasi Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan serta menerapkan suatu standar tertentu Penilaian / Uji Kompetensi Penilaian atau Uji Kompetensi adalah proses pengumpulan bukti melalui perencanaan, pelaksanaan dan peninjauan ulang (review) penilaian serta keputusan mengenai apakah kompetensi sudah tercapai dengan membandingkan bukti-bukti yang dikumpulkan terhadap standar yang dipersyaratkan Pelatihan Pelatihan adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan untuk mencapai suatu kompetensi tertentu dimana materi, metode dan fasilitas pelatihan serta lingkungan belajar yang ada terfokus kepada pencapaian unjuk kerja pada kompetensi yang dipelajari Kompetensi Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau sesuai dengan standar unjuk kerja yang ditetapkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor Standar Kompetensi Standar kompetensi adalah rumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Halaman: 4 dari 75

6 1.5.9 Sertifikat Kompetensi Adalah pengakuan tertulis atas penguasaan suatu kompetensi tertentu kepada seseorang yang dinyatakan kompeten yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Sertifikasi Kompetensi Adalah proses penerbitan sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar kompetensi nasional dan/ atau internasional. Halaman: 5 dari 75

7 BAB II STANDAR KOMPETENSI 2.1. Peta Paket Pelatihan Materi Pelatihan ini merupakan bagian dari Paket Pelatihan Jabatan Kerja Pelaksana Produksi Campuran Aspal Panas yaitu sebagai representasi dari Unit Kompetensi Mengatur Pelaksanaan Produksi - Kode Unit, sehingga untuk kualifikasi jabatan kerja tersebut diperlukan pemahaman dan kemampuan mengaplikasikan dari materi pelatihan lainnya, yaitu: Komunikasi dan Kerjasama di Tempat Kerja; Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3-L); Penyiapan Produksi Aspal Panas; Kegiatan Akhir Produksi; Pembinaan Kompetensi Kelompok Kerja Pengertian Standar Kompetensi Unit Kompetensi Unit kompetensi adalah bentuk pernyataan terhadap tugas / pekerjaan yang akan dilakukan dan merupakan bagian dari keseluruhan unit komptensi yang terdapat pada standar kompetensi kerja dalam suatu jabatan kerja tertentu Unit kompetensi yang akan dipelajari Salah satu unit kompetensi yang akan dipelajari dalam paket pelatihan ini adalah Mengatur Pelaksanaan Produksi Durasi / waktu pelatihan Pada sistem pelatihan berbasis kompetensi, fokusnya ada pada pencapaian kompetensi, bukan pada lamanya waktu. Peserta yang berbeda mungkin membutuhkan waktu yang berbeda pula untuk menjadi kompeten dalam melakukan tugas tertentu Kesempatan untuk menjadi kompeten Jika peserta latih belum mencapai kompetensi pada usaha/kesempatan pertama, Pelatih akan mengatur rencana pelatihan dengan peserta latih yang bersangkutan. Rencana ini akan memberikan kesempatan kembali kepada peserta untuk meningkatkan level kompetensi sesuai dengan level yang diperlukan. Jumlah maksimum usaha/kesempatan yang disarankan adalah 3 (tiga) kali. 2.3 Unit Kompetensi Kerja Yang dipelajari Dalam sistem pelatihan, Standar Kompetensi diharapkan menjadi panduan bagi peserta pelatihan atau siswa untuk dapat : mengidentifikasikan apa yang harus dikerjakan peserta pelatihan. mengidentifikasikan apa yang telah dikerjakan peserta pelatihan. memeriksa kemajuan peserta pelatihan. Halaman: 6 dari 75

8 menyakinkan bahwa semua elemen (sub-kompetensi) dan kriteria unjuk kerja telah dimasukkan dalam pelatihan dan penilaian Kemampuan Awal Peserta pelatihan harus telah memiliki pengetahuan awal Pengaturan Pelaksanaan Produksi Judul Unit : Mengatur Pelaksanaan Produksi Kode Unit : Deskripsi Unit Unit ini berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang diperlukan untuk mengatur pelaksanaan produksi campuran aspal panas Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja Elemen Kompetensi Kriteria Unjuk Kerja ( Performance Criteria ) 1. Melaksanakan produksi sesuai rencana 1.1 Kegiatan produksi dilaksanakan sesuai dengan urutan waktu dan jenis produksi. 1.2 Tahapan pelaksanaan produksi yang memerlukan tindak turun tangan dilakukan untuk menghindarkan terjadinya hambatan produksi. 1.3 Hasil produksi diperiksa secara berkala sesuai SOP. 2. Melakukan inspeksi produksi 3. Melakukan inspeksi komponen alat produksi 2.1 Data penggunaan material produksi dan bahan bakar dikumpulkan sesuai urutan dan jenis produksi. 2.2 Aktifitas personil dalam kelompok kerja produksi diawasi sesuai dengan penugasan. 2.3 Kinerja alat produksi dipantau berdasarkan standar kinerja alat. 1.1 Fungsi dan kondisi komponen yang bergerak diperiksa sesuai dengan prosedur. 1.2 Fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur agregat panas diperiksa sesuai dengan prosedur. 1.3 Fungsi pengumpul debu (dust collector) diperiksa sesuai dengan prosedur. 1.4 Fungsi dan kondisi komponen mixer diperiksa sesuai dengan prosedur. 1.5 Komponen penyalur aspal diperiksa dari kemungkinan adanya kebocoran-kebocoran Batasan Variabel a. Kontek Variabel 1) Unit kompetensi ini diterapkan secara individual kelompok atau kerja untuk menyelesaikan pekerjaan mengatur pelaksanaan produksi campuran aspal panas; Halaman: 7 dari 75

9 2) Unit kompetensi ini diterapkan di tempat kerja dengan dukungan ketersediaan sumber daya produksi yang terdiri dari peralatan produksi, material produksi dan kelompok kerja produksi telah disiapkan sebelumnya; 3) Unit kompetensi ini diterapkan dalam kondisi lingkungan yang mendukung. b. Perlengkapan yang diperlukan 1) Alat: a. Peralatan produksi (mesin pencampur aspal dan wheel loader); b. Alat Pelindung Diri (APD); c. Alat Pengaman Kerja (APK); d. Rambu-rambu K3 dan pencegahan pencemaran lingkungan. 2) Bahan: a. Material produksi (agregat, filler dan aspal); b. Bahan bakar; c. Buku pedoman pemeliharaan dan pengoperasian mesin pencampur aspal c. Tugas-tugas yang harus dilakukan : 1) Melaksanakan produksi sesuai dengan rencana; 2) Melakukan inspeksi produksi; 3) Melakukan inspeksi komponen alat produksi. d. Peraturan-peraturan yang diperlukan 1) Undang-undang tentang Keselamatan Kerja dan peraturan lainnya terkait dengan keselamatan kerja; 2) Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan lainnya terkait dengan pencegahan pencemaran lingkungan; 3) Pedoman Pemeliharaan dan Pengoperasian (Operation and Maintenance Manual) Mesin Pencampur Aspal; 4) Manual Pemeriksaan Unit Pencampur Aspal Panas (Asphalt Mixing Plant) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum; Panduan Penilaian a. Penjelasan Pengujian 1) Prosedur penilaian Kompetensi yang tercakup dalam unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen kompetensi dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat kerja atau secara simulasi dengan kondisi seperti tempat kerja dengan menggunakan metode uji yang tepat untuk mengungkap pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan tuntutan standar. Halaman: 8 dari 75

10 2) Tempat Lokasi kerja atau tempat pelatihan (training ground) yang memenuhi syarat. 3) Penguasaan unit kompetensi sebelumnya : FKK.PS : Melakukan komunikasi dan kerjasama di tempat kerja; FKK.PS : Menerapkan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan di tempat kerja; FKK.PS : Menyiapkan produksi campuran aspal panas. 4) Keterkaitan dengan kompetensi lain: FKK.PS : Melakukan kegiatan akhir produksi harian; FKK.PS : Melakukan pembinaan kompetensi kelompok kerja produksi campuran aspal panas. b. Kondisi Pengujian 1) Kondisi penilaian merupakan aspek dalam penilaian yang sangat berpengaruh atas tercapainya kompetensi tersebut yang terkait dengan melaksanakan produksi, melakukan inspeksi produksi dan melakukan inspeksi komponen alat produksi, yang digunakan untuk mengatur pelaksanaan produksi, yang merupakan bagian dari pekerjaan memroduksi campuran aspal panas; 2) Penilaian dapat dilakukan dengan cara lisan, tertulis dan demonstrasi/praktek; 3) Penilaian dapat dilaksanakan secara simulasi di tempat pelatihan (training ground) dan atau di tempat kerja. c. Pengetahuan yang diperlukan: 1) Komunikasi; 2) Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3-L); 3) Standar Mutu Campuran Aspal Panas; 4) Jenis dan spesifikasi campuran aspal panas; 5) Pengetahuan material produksi; 6) Sistem pelaporan. d. Keterampilan yang dibutuhkan : 1) Melakukan komunikasi dengan benar di tempat kerja; 2) Menerapkan ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3-L) di tempat kerja; 3) Melaksanakan produksi sesuai dengan rencana produksi; 4) Melakukan inspeksi produksi untuk memelihara kelancaran produksi; 5) Melakukan inspeksi komponen alat produksi untuk mamastikan semua komponen beroperasi dengan baik. e. Aspek Kritis 1) Kecermatan dalam melakukan pengawasan kegiatan produksi campuran aspal panas; Halaman: 9 dari 75

11 2) Ketelitian dalam melakukan pemeriksaan penggunaan sumber daya produksi; 3) Ketelitian dalam melakukan pemantauan komponen alat produksi Kompetensi Kunci No Kompetensi Kunci Tingkat 1. Mengumpulkan, menganalisis dan mengorganisasikan 2 informasi 2. Mengkomunikasikan informasi dan ide-ide 2 3. Merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan 2 4. Bekerjasama dengan orang lain dan kelompok 2 5. Menggunakan gagasan secara matematis dan teknis 1 6. Memecahkan masalah 2 7. Menggunakan teknologi 1 Halaman: 10 dari 75

12 BAB III STRATEGI DAN METODE PELATIHAN 3.1. Strategi Pelatihan Belajar dalam suatu sistem pelatihan berbasis kompetensi berbeda dengan pelatihan klasikal yang diajarkan di kelas oleh pelatih. Pada sistem ini peserta pelatihan akan bertanggung jawab terhadap proses belajar secara mandiri, artinya bahwa peserta pelatihan perlu merencanakan kegiatan/proses belajar dengan Pelatih dan kemudian melaksanakannya dengan tekun sesuai dengan rencana yang telah dibuat Persiapan / perencanaan a. Membaca bahan/materi yang telah diidentifikasi dalam setiap tahap belajar dengan tujuan mendapatkan tinjauan umum mengenai isi proses belajar yang harus diikuti. b. Membuat catatan terhadap apa yang telah dibaca. c. Memikirkan bagaimana pengetahuan baru yang diperoleh berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. d. Merencanakan aplikasi praktik pengetahuan dan keterampilan Permulaan dari proses pembelajaran a. Mencoba mengerjakan seluruh pertanyaan dan tugas praktik yang terdapat pada tahap belajar. b. Mereview dan meninjau materi belajar agar dapat menggabungkan pengetahuan yang telah dimiliki Pengamatan terhadap tugas praktik a. Mengamati keterampilan praktik yang didemonstrasikan oleh pelatih atau orang yang telah berpengalaman lainnya. b. Mengajukan pertanyaan kepada pelatih tentang kesulitan yang ditemukan selama pengamatan Implementasi a. Menerapkan pelatihan kerja yang aman. b. Mengamati indikator kemajuan yang telah dicapai melalui kegiatan praktik. c. Mempraktikkan keterampilan baru yang telah diperoleh Penilaian Melaksanakan tugas terkait penilaian untuk penyelesaian belajar peserta pelatihan 3.2. Metode Pelatihan Terdapat tiga prinsip metode belajar yang dapat digunakan. Dalam beberapa kasus, kombinasi metode belajar mungkin dapat digunakan Belajar secara mandiri Belajar secara mandiri membolehkan peserta pelatihan untuk belajar secara individual, sesuai dengan kecepatan belajarnya masing-masing. Meskipun proses Halaman: 11 dari 75

13 belajar dilaksanakan secara bebas, peserta pelatihan disarankan untuk menemui pelatih setiap saat untuk mengkonfirmasikan kemajuan dan mengatasi kesulitan belajar Belajar Berkelompok Belajar berkelompok memungkinkan peserta pelatihan untuk datang bersama secara teratur dan berpartisipasi dalam sesi belajar berkelompok. Walaupun proses belajar memiliki prinsip sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing, sesi kelompok memberikan interaksi antar peserta, pelatih dan pakar/ahli dari tempat kerja Belajar terstruktur Belajar terstruktur meliputi sesi pertemuan kelas secara formal yang dilaksanakan oleh pelatih atau ahli lainnya. Sesi belajar ini umumnya mencakup topik tertentu Rancangan Pembelajaran Materi Pelatihan Rancangan pembelajaran materi pelatihan memberikan penjelasan tentang penyusunan strategi pembelajaran, termasuk di dalamnya metode pelatihan yang disarankan, media yang digunakan, session plan, dan strategi penilaian dari setiap penugasan yang diberikan kepada seorang peserta pelatihan. Rancangan pembelajaran materi pelatihan memberikan informasi yang bersifat indikatif yang selanjutnya dapat dijadikan oleh instruktur sebagai pedoman dalam menyusun rencana pembelajaran (session plan) yang lebih operasional dan yang lebih bersifat strategis untuk membantu para peserta pelatihan mencapai unit kompetensi. Rancangan Pembelajaran Materi Pelatihan: Unit Kompetensi Elemen Kompetensi 1 No Kriteria Unjuk Kerja/Indikator Unjuk Kerja : Mengatur Pelaksanaan Produksi : Melaksanakan produksi sesuai rencana Tujuan Pembelajaran Metode Pelatihan yang Disarankan Tahapan Pembelajaran Sumber/ Referensi yang Disarankan Jam Pelajaran Indikatif Kegiatan produksi dilaksana-kan sesuai dengan urutan waktu dan jenis produksi Pada akhir pembelajaran sesi ini, peserta dapat 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 1. Menjelaskan cara untuk mengidentifikasi prioritas produksi 1. UU No 1 th 1970 Tentang Keselamatan Kerja 50 mnt 1) Dapat mengidentifikasi prioritas produksi untuk jenis produksi yang harus dikerjakan. melaksanakan Kegiatan produksi sesuai dengan urutan waktu dan jenis 3. Peragaan untuk jenis produksi yang harus dikerjakan. 2. Menjelaskan cara untuk menentukan urutan produksi 2. UU No 23 th 1992 Tentang Kesehatan 3. UU No 18 th 1999 Tentang Jasa 2) Dapat menentukan urutan produksi untuk masingmasing jenis produksi. produksi untuk masing-masing jenis produksi. 3. Menjelaskan dan memperagakan cara pelaksanaan kegiatan produksi Konstruksi 4. UU No 13 th 2003 Tentang Ketenagakerj aan 5. Permen 3) Harus mampu melaksanakan kegiatan produksi sesuai sesuai dengan urutan prioritas dan atau waktu produksi dan jenis produksi. Tenaga Kerja 01/MEN/1980 tentang Konstruksi dengan urutan prioritas dan atau waktu produksi dan jenis 4. Peragaan: - Cara pelaksanaan kegiatan produksi sesuai dengan Bangunan 6. Permen Tenaga Kerja 04 th mnt** Halaman: 12 dari 75

14 produksi. urutan prioritas dan atau waktu produksi dan jenis produksi. tentang Pesawat Tenaga dan Produksi 7. Permen Tenaga Kerja No 05 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut 8. PP No 29 tahun 2000 tentang Penyelenggar aan Jasa Konstruksi 9. Permen PU No 09/PER/M/20 08 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang PU 10. Kpts Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU No Kep 174/Men/198 6 dan No 104/KPTS/19 86 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada tempat kegiatan konstruksi 11. Permen Tenaga Kerja 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) 12. Buku Petunjuk dari institusi terkait untuk tata cara pelaksanaan produksi 13. Buku Petunjuk dari institusi terkait untuk pembuatan jadwal produksi Halaman: 13 dari 75

15 Tahapan pelaksanaan produksi yang memerlukan tindak Pada akhir pembelajaran sesi ini, peserta dapat 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 1. Menjelaskan tahapan produksi yang memerlukan tindak turun tangan. 1. Buku Petunjuk dari institusi terkait untuk 55 mnt turun tangan dilakukan untuk menghindarkan terjadinya hambatan produksi. melakukan tahapan pelaksanaan produksi yang memerlukan 3. Peragaan 2. Menjelaskan cara menentukan jenis tindak turun tangan untuk mengatasi hambatan pada tata cara pelaksanaan produksi 2. Buku Petunjuk dari 1) Dapat menjelaskan tahapan produksi yang memerlukan tindak turun tangan. tindak turun tangan untuk menghindarka n terjadinya hambatan produksi. setiap tahapan produksi. 3. Menjelaskan cara melakukan tindakan turun tangan terhadap tahapan produksi yang institusi terkait untuk tata cara tindak turun tangan dilakukan untuk 2) Dapat menentukan jenis tindak turun tangan untuk mengatasi hambatan pada setiap tahapan produksi. memerlukan tindak turun tangan untuk menghindarkan terjadinya hambatan produksi. menghindark an terjadinya hambatan produksi. 3. UU No 1 th 1970 TentangKese lamatankerja 3) Dapat melakukan tindakan turun tangan terhadap tahapan produksi yang memerlukan tindak turun tangan untuk menghindarkan terjadinya hambatan produksi. 4. UU No 23 th 1992 TentangKese hatan 5. UU No 18 th 1999 TentangJasa Konstruksi 6. UU No 13 th 2003 TentangKete nagakerjaan 7. PermenTena gakerja 01/MEN/198 0 tentangkonst ruksibangun an 8. PermenTena gakerja 04 th1985 tentangpesa wattenagada nproduksi 9. PermenTena gakerja No 05 tahun 1985 tentangpesa watangkatda nangkut 10. PP No 29 tahun 2000 tentangpeny elenggaraanj asakonstruks i 11. Permen PU No 09/PER/M/20 08 tentangpedo mansistemm anajemenke selamatanda nkesehatank erja (K3) Halaman: 14 dari 75

16 KonstruksiBi dang PU 12. KptsBersama MenteriTena gakerjadanm enteri PU No Kep 174/Men/198 6 dan No 104/KPTS/ Hasil produksi diperiksa secara berkala sesuai SOP. 1) Dapat menjelaskan pemeriksaan berkala hasil produksi. 2) Dapat mengidentifikasi hasil produksi yang telah dikerjakan 3) Dapat mengidentifikasi SOP yang telah ditetapkan untuk pemeriksaan hasil produksi. 4) Mampu memeriksa hasil produksi secara berkala sesuai SOP perusahaan. Pada akhir pembelajaran sesi ini, peserta dapat memeriksa Hasil produksi secara berkala sesuai SOP. 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 3. Peragaan 1. Menjelaskan pemeriksaan berkala hasil produksi. 2. Menjelaskan cara untuk mengidentifikasi hasil produksi yang telah dikerjakan 3. Menjelaskan cara untuk mengidentifikasi SOP yang telah ditetapkan untuk pemeriksaan hasil produksi. 4. Menjelaskan dan memperagakan cara pemeriksaan hasil produksi secara berkala sesuai SOP perusahaan. 5. Peragaan: - Cara memeriksa hasil produksi secara berkala sesuai SOP perusahaan. 1. SOP dari perusahaan terkait 2. Buku Petunjuk dari institusi terkait untuk tata cara pelaksanaan produksi 55 mnt 10 mnt** Diskusi kelompok: Dilakukan setelah selesai penjelasan dan peragaan yang mencakup seluruh materi sub bab Melaksanakan produksi sesuai rencana. Pelaksanaan diskusi kelompok dibimbing langsung oleh instruktur dengan pembagian kelompok disesuaikan dengan kondisi peserta. 15 mnt** Elemen Kompetensi 2 No Kriteria Unjuk Kerja/Indikator Unjuk Kerja : Melakukan inspeksi produksi Tujuan Pembelajaran Metode Pelatihan yang Disarankan Tahapan Pembelajaran Sumber/ Referensi yang Disarankan Jam Pelajaran Indikatif Data penggunaan material produksi dan bahan bakar dikumpulkan sesuai urutan dan jenis Pada akhir pembelajaran sesi ini, peserta dapat 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 1. Menjelaskan metode pengumpulan data penggunaan material produksi dan bahan 1. Buku petunjuk penggunaan material dari perusahaan 25 mnt produksi. mengumpulkan 3. Peragaan bakar. 2. Ketentuan dari 1) Dapat menjelaskan metode pengumpulan data penggunaan material produksi dan bahan bakar. data penggunaan material produksi dan bahan bakar sesuai urutan dan jenis produksi. 2. Menjelaskan cara mengumpulkan data penggunaan material produksi sesuai urutan produksi dan jenis produksi. perusahaan tentang cara mengumpulkan data penggunaan material 2) Dapat mengumpulkan data penggunaan material produksi sesuai urutan produksi dan jenis produksi. 3. Menjelaskan dan memberikan langkah mengumpulkan data penggunaan bahan bakar sesuai urutan produksi dan jenis produksi. 4. Menjelaskan dan produksi sesuai urutan produksi dan jenis produksi. 3) Mampu memberikan contoh cara Halaman: 15 dari 75

17 mengumpulkan data penggunaan bahan bakar sesuai urutan produksi dan jenis produksi. penyajian data penggunaan material produksi dan bahan bakar setiap saat bila diperlukan 5. Peragaan: 17 mnt** 4) Mampu menyajikan data penggunaan material produksi dan bahan bakar setiap saat bila diperlukan - Cara mengumpulkan data penggunaan bahan bakar sesuai urutan produksi dan jenis produksi. - Cara menyajikan data penggunaan material produksi dan bahan bakar setiap saat bila 2.2 Aktifitas personil dalam kelompok kerja produksi diawasi sesuai dengan penugasan. 1) Dapat menjelaskan pelaksanaan pengawasan aktifitas personil dalam kelompok kerja produksi. 2) Dapat mengidentifikasi penugasan personil dalam kelompok kerja termasuk rincian tugasnya 3) Dapat mengawasi dan membimbing aktifitas personil dalam kelompok kerja. 2.3 Kinerja alat produksi dipantau berdasar-kan standar kinerja alat 1) Dapat menjelaskan prosedur pemantauan kinerja alat produksi. 2) Mampu memantau kelainan kinerja alat produksi berdasarkan standar kinerja alat. 3) Harus mampu melakukan tindak turun tangan bila terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik dan berkoordinasi dengan mekanik yang terkait. Diskusi kelompok: Pada akhir pembelajaran sesi ini, peserta dapat mengawasi aktifitas personil dalam kelompok kerja produksi sesuai dengan penugasan. Pada akhir pembelajaran sesi ini, peserta dapat memantau kinerja alat produksi berdasarkan standar kinerja alat 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 3. Peragaan diperlukan 1. Menjelaskan pelaksanaan pengawasan aktifitas personil dalam kelompok kerja produksi. 2. Menjelaskan cara untuk mengidentifikasi penugasan personil dalam kelompok kerja termasuk rincian tugasnya 3. Menjelaskan cara mengawasi dan membimbing aktifitas personil dalam kelompok kerja. 1. Menjelaskan prosedur pemantauan kinerja alat produksi. 2. Menjelaskan dan memperagakan cara pemantauan kinerja alat produksi berdasarkan standar kinerja alat. 3. Menjelaskan dan memberikan contoh tindak turun tangan bila terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik dan berkoordinasi dengan mekanik yang terkait. 4. Peragaan: - memantau kelainan kinerja alat produksi berdasarkan standar kinerja alat. - melakukan tindak turun tangan bila terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik dan berkoordinasi dengan mekanik yang terkait. 1. Ketentuan perusahaan tentang cara pengawasan aktifitas personil 2. Job Description dari perusahaan 1. Ketentuan Standar Kinerja Alat dari perusahaan 2. Ketentuan tindak turun tangan bila terjadi kelainan kinerja, dari perusahaan Setelah dilakukan penjelasan KUK 2.1 s/d KUK 2.3 diadakan diskusi kelompok tentang penggunaan material produksi dan bahan bakar; pengawasan aktifitas personil dalam kelompok; dan pemantauan kinerja alat produksi. Pelaksanaan diskusi kelompok dibimbing langsung oleh instruktur dengan pembagian kelompok disesuaikan dengan kondisi peserta. 35 mnt 25 mnt 18 mnt** 15 mnt* Halaman: 16 dari 75

18 Elemen Kompetensi 3 No Kriteria Unjuk Kerja/Indikator Unjuk Kerja : Melakukan inspeksi komponen alat produksi Tujuan Pembelajaran Metode Pelatihan yang Disarankan Tahapan Pembelajaran Sumber/ Referensi yang Disarankan Jam Pelajaran Indikatif Fungsi dan kondisi komponen yang bergerak diperiksa sesuai dengan prosedur. Pada akhir pembelajaran sesi ini, peserta dapat memeriksa 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 1. Menjelaskan prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi komponen yang bergerak. 1. Ketentuan dari perusahaan tentang pemeriksaan 40 mnt 1) Dapat menjelaskan prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi fungsi dan kondisi komponen yang bergerak sesuai 3. Peragaan 2. Menjelaskan cara untuk mengidentifikasi semua komponen bergerak alat produksi. fungsi dan kondisi komponen yang bergerak komponen yang bergerak. dengan prosedur. 3. Menjelaskan dan memberikan langkah 2. UU No 1 th 1970 Tentang 2) Dapat mengidentifikasi pemeriksaan kondisi komponen alat produksi Keselamatan Kerja semua komponen bergerak alat produksi. yang bergerak sesuai dengan prosedur. 4. Menjelaskan dan 3. UU No 23 th 1992 Tentang Kesehatan 3) Mampu memeriksa kondisi komponen alat produksi yang bergerak sesuai memberikan langkah pemantauan kinerja komponen alat produksi yang bergerak untuk 4. UU No 18 th 1999 Tentang Jasa Konstruksi dengan prosedur. memastikan berfungsi 5. UU No 13 th 4) Mampu memantau dengan baik Tentang kinerja komponen alat produksi yang 5. Peragaan : - Cara memeriksa kondisi Ketenagakerjaa n 18 mnt** bergerak untuk memastikan berfungsi dengan baik. komponen alat produksi yang bergerak sesuai dengan prosedur - Cara memantau kinerja komponen alat produksi yang bergerak untuk 6. Permen Tenaga Kerja 01/MEN/1980 tentang Konstruksi Bangunan memastikan berfungsi dengan baik. 7. Permen Tenaga Kerja 04 th1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi 8. Permen Tenaga Kerja No 05 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut 9. PP No 29 tahun 2000 tentang Penyelenggara an Jasa Konstruksi 10. Permen PU No 09/PER/M/200 8 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang PU 11. Kpts Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU No Kep 174/Men/1986 Halaman: 17 dari 75

19 dan No 104/KPTS/198 6 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada tempat kegiatan konstruksi 12. Permen Tenaga Kerja 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) 13. Buku Petunjuk dari institusi terkait untuk tata cara pelaksanaan produksi 3.2 Fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur Agregat panas diperiksa sesuai dengan prosedur. 1) Dapat menjelaskan prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur Agregat panas. 2) Dapat mengidentifikasi fungsi dan kondisi burner dan penyalur Agregat panas dengan benar. 3) Mampu memeriksa kondisi burner dan penyalur Agregat panas sesuai prosedur. 4) Mampu memantau kinerja burner dan penyalur agregar panas untuk memastikan berfungsi dengan baik. 5) Mampu melakukan tindak turun tangan bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur Agregat panas. Pada akhir pembelajaran sesi ini, peserta dapat memeriksa fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur Agregat panas sesuai dengan prosedur. 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 3. Peragaan 1. Menjelaskan prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur Agregat panas. 2. Menjelaskan cara mengidentifikasi fungsi dan kondisi burner dan penyalur Agregat panas dengan benar. 3. Menjelaskan dan memberikan langkah pemeriksaan kondisi burner dan penyalur Agregat panas sesuai prosedur. 4. Menjelaskan dan memberikan langkah cara pemantauan kinerja burner dan penyalur agregar panas untuk memastikan berfungsi dengan baik. 5. Menjelaskan dan memberikan langkah tindak turun tangan bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur Agregat panas. 6. Peragaan: - Cara memeriksa kondisi burner dan penyalur Agregat panas sesuai prosedur. - Cara memantau kinerja burner dan penyalur agregar panas untuk memastikan berfungsi dengan baik. - Cara melakukan tindak turun tangan bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur Agregat panas. 1. Ketentuan dalam perusahaan tentang prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur Agregat panas 2. Ketentuan dalam perusahaan tentang prosedur tindak turun tangan bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur Agregat panas. 3. UU No 1 th 1970 Tentang Keselamatan Kerja 4. UU No 23 th 1992 Tentang Kesehatan 5. UU No 18 th 1999 Tentang Jasa Konstruksi 6. UU No 13 th 2003 Tentang Ketenagakerjaa n 7. Permen Tenaga Kerja 01/MEN/1980 tentang Konstruksi Bangunan 8. Permen Tenaga Kerja 04 th1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi 9. Permen Tenaga 50 mnt 18 mnt** Halaman: 18 dari 75

20 Kerja No 05 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut 10. PP No 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraa n Jasa Konstruksi 11. Permen PU No 09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang PU 12. Kpts Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU No Kep 174/Men/1986 dan No 104/KPTS/1986 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada tempat kegiatan konstruksi 13. Permen Tenaga Kerja 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) 3.3 Fungsi pengumpul debu (dust collector) diperiksa sesuai dengan prosedur. 1) Dapat menjelaskan prosedur pemeriksaan fungsi pengumpul debu (dust collector). 2) Mampu memeriksa kondisi pengumpul debu sesuai prosedur. 3) Mampu memantau kinerja pengumpul debu untuk memastikan berfungsi dengan baik. 4) Harus mampu melakukan tindak turun tangan sesuai dengan prosedur bila terdeteksi pengumpul debu (dust collector) tidak berfungsi dengan baik. Pada akhir pembelajaran sesi ini, peserta dapat memeriksa fungsi pengumpul debu (dust collector) sesuai dengan prosedur. 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 3. Peragaan 1. Menjelaskan prosedur pemeriksaan fungsi pengumpul debu (dust collector). 2. Menjelaskan dan memberikan langkah pemeriksaan kondisi pengumpul debu sesuai prosedur. 3. Menjelaskan dan memberikan contoh pemantauan kinerja pengumpul debu untuk memastikan berfungsi dengan baik. 4. Menjelaskan dan memberikan contoh langkah tindak turun tangan sesuai dengan prosedur bila terdeteksi pengumpul debu (dust collector) tidak berfungsi dengan baik. 5. Peragaan; - Cara memeriksa kondisi pengumpul debu sesuai prosedur. - Cara memantau kinerja pengumpul debu untuk 1. Prosedur dari perusahaan tentang pemeriksaan fungsi pengumpul debu (dust collector) 2. Ketentuan dalam perusahaan tentang prosedur tindak turun tangan bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen dust collector 3. UU No 1 th 1970 Tentang Keselamatan Kerja 4. UU No 23 th 1992 Tentang Kesehatan 5. UU No 18 th 1999 Tentang Jasa Konstruksi 6. UU No 13 th 25 mnt 18 mnt** Halaman: 19 dari 75

21 memastikan berfungsi dengan baik Tentang Ketenagakerjaan - Cara melakukan tindak turun tangan sesuai dengan prosedur bila terdeteksi pengumpul debu (dust collector) tidak berfungsi dengan 7. Permen Tenaga Kerja 01/MEN/1980 tentang Konstruksi Bangunan baik. 8. Permen Tenaga Kerja 04 th1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi 9. Permen Tenaga Kerja No 05 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut 10. PP No 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraa n Jasa Konstruksi 11. Permen PU No 09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang PU 12. Kpts Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU No Kep 174/Men/1986 dan No 104/KPTS/1986 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada tempat kegiatan konstruksi 13. Permen Tenaga Kerja 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan 3.4 Fungsi dan kondisi komponen mixer diperiksa sesuai dengan prosedur 1) Dapat menjelaskan prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi mixer. 2) Mampu memeriksa kondisi komponen mixer sesuai prosedur. 3) Mampu memantau kinerja mixer untuk memastikan berfungsi dengan Pada akhir pembelajar-an sesi ini, peserta dapat memeriksa fungsi dan kondisi komponen mixer sesuai dengan prosedur 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 3. Peragaan 1. Menjelaskan prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi mixer. 2. Menjelaskan dan memberikan langkah pemeriksaan kondisi komponen mixer sesuai prosedur. 3. Menjelaskan dan memberikan contoh cara pemantauan kinerja mixer untuk memastikan berfungsi dengan baik. 4. Menjelaskan dan memberikan contoh Kerja (SMK3) 1. Ketentuan dalam perusahaan tentang prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi komponen mixer 2. Ketentuan dalam perusahaan tentang prosedur tindak turun tangan bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan 20 mnt Halaman: 20 dari 75

22 baik. 4) Harus mampu melakukan tindak turun tangan sesuai dengan prosedur bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen mixer. tindak turun tangan sesuai dengan prosedur bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen mixer. 5. Peragaan: - Cara memeriksa kondisi komponen mixer sesuai prosedur. - Cara memantau kinerja mixer untuk memastikan berfungsi dengan baik. - Cara melakukan tindak turun tangan sesuai dengan prosedur bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen mixer kondisi komponen mixer 3. UU No 1 th 1970 Tentang Keselamatan Kerja 4. UU No 23 th 1992 Tentang Kesehatan 5. UU No 18 th 1999 Tentang Jasa Konstruksi 6. UU No 13 th 2003 Tentang Ketenagakerjaan 7. Permen Tenaga Kerja 01/MEN/1980 tentang Konstruksi Bangunan 8. Permen Tenaga Kerja 04 th1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi 9. Permen Tenaga Kerja No 05 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut 10. PP No 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraa n Jasa Konstruksi 11. Permen PU No 09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang PU 12. Kpts Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU No Kep 174/Men/1986 dan No 104/KPTS/1986 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada tempat kegiatan konstruksi 13. Permen Tenaga Kerja 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) 18 mnt** Halaman: 21 dari 75

23 Komponen penyalur aspal diperiksa dari kemungkinan adanya kebocoran-kebocoran. 1. Ceramah 2. Diskusi/ diskusi kelompok 1) Menjelaskan prosedur pemeriksaan komponen penyalur aspal. 2) Menjelaskan cara 1. Ketentuan dalam perusahaan tentang 30 mnt 1) Dapat menjelaskan prosedur pemeriksaan komponen penyalur aspal. 3. Peragaan mengidentifikasi fungsi dan kondisi komponen penyalur aspal sesuai dengan prosedur. 3) Menjelaskan dan prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi komponen mixer 2) Dapat mengidentifikasi fungsi dan kondisi komponen penyalur aspal sesuai dengan prosedur. memperagakan cara memeriksa komponen dari kemungkinan adanya kebocoran. 4) Menjelaskan dan memperagakan cara 2. Ketentuan dalam perusahaan tentang prosedur tindak turun tangan bila terdeteksi 3) Mampu memeriksa komponen dari kemungkinan adanya kebocoran. melakukan tindak turun tangan bila terjadi kebocoran pada komponen penyalur aspal. adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen mixer 4) Mampu melakukan tindak turun tangan bila terjadi kebocoran pada 5) Peragaan: - Cara memeriksa komponen dari kemungkinan adanya 3. UU No 1 th 1970 Tentang Keselamatan Kerja 18 mnt** komponen penyalur aspal. kebocoran. - Cara melakukan tindak turun tangan bila terjadi 4. UU No 23 th 1992 Tentang Kesehatan kebocoran pada komponen penyalur aspal. 5. UU No 18 th 1999 Tentang Jasa Konstruksi 6. UU No 13 th 2003 Tentang Ketenagakerjaan 7. Permen Tenaga Kerja 01/MEN/1980 tentang Konstruksi Bangunan 8. Permen Tenaga Kerja 04 th1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi 9. Permen Tenaga Kerja No 05 tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut 10. PP No 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraa n Jasa Konstruksi 11. Permen PU No 09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang PU 12. Kpts Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU No Kep 174/Men/1986 dan No Halaman: 22 dari 75

24 /KPTS/1986 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada tempat kegiatan konstruksi 13. Permen Tenaga Kerja 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Diskusi kelompok: Dilakukan setelah selesai penjelasan dan peragaan yang mencakup seluruh materi sub bab Melakukan inspeksi komponen alat produksi. Pelaksanaan diskusi kelompok dibimbing langsung oleh instruktur dengan pembagian kelompok disesuaikan dengan kondisi peserta. 15 mnt** Catatan : 1. Jam pelajaran indikatif dalam menit 2. *) Pelaksanaan diskusi kelompok dilaksanakan pada akhir penyajian setiap elemen kompetensi. **) Pelaksanaan peragaan langsung pada penyajian setiap KUK. ***) Pelaksanaan praktik dilakukan pada akhir penyajian setiap elemen kompetensi, atau pada akhir penyajian seluruh elemen kompetensi, tergantung pada metoda yang diterapkan. Halaman: 23 dari 75

25 BAB IV PENGATURAN PELAKSANAAN PRODUKSI 4.1 Umum Untuk mendapatkan efisiensi pelaksanaan produksi perlu pengaturan dalam hal, 1) Penjadwalan dalam kegiatan 2) Urutan dan pentahapan produksi 3) Pengaturan dan penjadwalan personil/shift personil 4) Pemantauan kinerja alat 5) Pemeriksaan hasil produksi Produksi dengan tanpa memperhatikan dan pengaturan ke lima hal tersebut diatas, akan mengalami kerugian karena tidak efisien. Dalam bab-bab berikut ini akan dibahas kelima bab tersebut diatas, untuk mengeliminir defisien yang mungkin akan terjadi. 4.2 Pelaksanaan Produksi Jadwal kegiatan produksi a. Identifikasi prioritas produksi untuk jenis produksi yang harus dikerjakan. Setelah pelaksana produksi menerima surat-surat permintaan dari atasan langsung, harus segera dirangkum untuk mengidentifikasi prioritas produksi untuk jenis produksi yang harus dikerjakan. Apabila pesanan merupakan pekerjaanpekerjan kecil dari beberapa perusahaan pemesan, prioritas produksi dengan mengidentifikasi tanggal surat masuk dan jadwal yang diperlukan di lapangan. Tetapi bila pesanan merupakan sebuah pekerjaan besar dari sebuah perusahaan, prioritas produksi dengan mengidentifikasi struktur pekerjaan di lapangan, yang harus dimulai dari struktur bagian bawah terlebih dahulu, sebagai contoh ATB (Asphalt Treated Base), LASTON (lapis aspal beton), kemudian LATASTON (lapis tipis aspal beton). Langkah-langkah untuk mengidentifikasi prioritas produksi untuk jenis produksi yang harus dikerjakan. 1) Menerima dan mempelajari surat-surat pesanan yang diterima dari atasan langsung 2) Berkoordinasi dengan bagian peralatan untuk menentukan kapasitas produksi dari mesin pencampur aspal. 3) Membuat rangkuman berdasarkan a. Urutan tanggal pelaksanaan di lapangan dan atau urutan tanggal penerimaan surat pesanan b. Urutan sesuai jenis campuran aspal panas c. Urutan berdasarkan pekerjaan struktur di lapangan 4) Berkoordinasi dengan atasan langsung untuk menentukan urutan produksi, setelah mempertimbangkan butir 3) diatas 5) Membuat rangkuman prioritas yang akan diproduksi, jika pesanan sangat banyak, dengan memanfaatkan mesin pencampur aspal panas yang lain. Halaman: 24 dari 75

26 b. Penentuan urutan produksi untuk masing-masing jenis produksi. Pada suatu struktur tertentu misalnya untuk jalan raya atau lapangan terbang, karena sifat strukturnya, berdasar urutan dari bawah. Misalnya ATB, LASTON (lapis aspal beton), kemudian HRS/LATASTON (lapis tipis aspal beton). Jadi jenis yang diproduksi akan lain-lain. Tetapi dengan permintaan yang terlalu banyak sehingga memerlukan beberapa mesin pencampur aspal panas, maka perlu dirangkum kembali posisi urutan masing-masing jenis produksi. c. Pelaksanaan kegiatan produksi sesuai dengan urutan prioritas dan atau waktu produksi dan jenis produksi. Dalam pelaksanaan mesin pencampur aspal panas, untuk mengganti jenis produk perlu waktu (dalam beberapa jam). Karena dengan berubah jenis campuran aspal panas akan merubah pula screen/ayakan agregat, hal ini karena job mix formula berubah. Untuk efisiensi dalam proses produksi, pesanan dengan jenis yang sangat banyak akan didahulukan, sedangkan untuk jenis dengan pesanan yang sangat sedikit, akan diatur pada urutan berikutnya. Atau jika memungkinkan pesanan yang sedikit dapat diserahkan ke mesin pencampur aspal panas yang lain. Dalam kasus seperti ini, peran atasan langsung pelaksana produksi untuk dapat bernegosiasi dengan pemesan. Beda halnya jika pesanan dengan jenis yang sama, hal ini akan diproses produksinya sesuai dengan urutan waktu pemesanan, karena mesin pencampur aspal panas tidak perlu berhenti produksi untuk mengganti screen Hambatan produksi. a. Tahapan produksi yang memerlukan tindak turun tangan. Seperti sudah diuraikan pada bab-bab terdahulu, apabila mesin pencampur aspal panas harus memproduksi pesanan yang sangat banyak, maka perlu tindak turun tangan. Lebih menyulitkan lagi bila harus memproduksi dengan jenis yang sangat bervariasi, kemudian dengan waktu yang hampir berdekatan. Tahapan produksi semacam ini sangat perlu tindak turun tangan, baik pelaksana maupun atasan langsung dari pelaksana. Terkadang untuk kondisi mesin pencampur aspal dapat menghambat produksi, sehingga perlu selalu stand by mekanik dan kesiapan suku cadang yang diperlukan. Tidak kalah pentingnya adalah sumber daya manusia, yang perlu diatur sesuai jadwal, dengan dibagi secara shift. Beberapa hal tersebut merupakan kejadian yang memerlukan tindak turun tangan dari penanggung jawab mesin terkait. b. Tindak turun tangan untuk mengatasi hambatan pada setiap tahapan produksi. Hambatan pada setiap tahapan produksi pada umumnya berupa hambatan yang bersifat teknis. Jika regu dari unit pabrik mesin pencampur aspal panas bisa mengatasi hambatan tersebut maka pelaksana produksi sesuai wewenangnya dapat memerintahkan operator untuk menanganinya. Tetapi jika hambatan karena kerusakan teknis tersebut diluar wewenang operator, maka pelaksana produksi harus berkoordinasi dengan bagian peralatan atau mekanik terkait, dan segera melapor ke atasan langsung. Halaman: 25 dari 75

27 Hambatan-hambatan pada setiap tahapan produksi, seperti pada uraian diatas dapat berupa, 1) Pesanan yang terlalu banyak melebihi kapasitas produksi pencampur aspal panas 2) Penjadwalan 3) Kondisi mesin pencampur aspal panas 4) Penyiapan sumber daya manusia 5) Penyiapan material produksi. Untuk mengatasi beberapa hal tersebut diatas, dapat diatasi dengan beberapa cara sebagai berikut, 1) Atasan langsung pelaksana produksi dan pelaksana produksi, harus turun tangan dan mendata semua masalah yang dapat berpotensi menghambat produksi. 2) Rapat koordinasi secara singkat (satu jam) setiap sore sebelum pergantian shift, dengan dihadiri oleh; a) Atasan langsung pelaksana produksi b) Pelaksana produksi c) Para mekanik dari shift sekarang dan shift selanjutnya d) Para operator dari shift sekarang dan shift selanjutnya e) Para pembantu operator dari shift sekarang dan shift selanjutnya Agenda rapat yang dibahas adalah Jadwal produksi Produksi hari ini Kondisi mesin hari ini Kondisi alat angkut hari ini Kondisi wheel loader hari ini Sisa Stok material hari ini Sisa Stok suku cadang hari ini Rencana produksi Rencana perbaikan kerusakan mesin Rencana perbaikan alat angkut Rencana perbaikan wheel loader 3) Untuk mengatasi masalah tersebut diatas pelaksana dan atasan langsung dari pelaksana perlu mengatasi dengan cara sebagai berikut : a) Untuk mengatasi pesanan yang terlalu banyak dapat diatur dengan bekerja lembur, bekerja dengan cara shift. b) Jika dimungkinkan mengatur kembali penjadwalan, sehingga untuk pesanan yang sangat sedikit dapat digeser. Dalam hal ini peran atasan langsung dari pelaksana produksi dapat kontak langsung dengan pemesan. c) Jika kondisi mesin pencampur aspal panas mengalami kerusakan, harus jauh hari diprediksi kebutuhan suku cadang, sehingga dapat segera mengatasi masalah d) Penyiapan sumber daya manusia dengan bekerja secara lembur, atau secara shift Halaman: 26 dari 75

28 c. Tindakan turun tangan terhadap tahapan produksi yang memerlukan tindak turun tangan untuk menghindarkan terjadinya hambatan produksi. Dalam membuat tindakan turun tangan untuk menghindari terjadinya hambatan produksi, untuk beberapa kasus yang mungkin dapat terjadi, diantaranya adalah, 1) Memberikan petunjuk dan arahan sesuai batas wewenangnya kepada para operator 2) Melakukan koordinasi dengan pihak lain yang terkait, sesuai batas wewenangnya, diantaranya adalah a. Berkoordinasi dengan bagian logistik untuk kesiapan stock material yang harus selalu cukup (aspal, agregat, filler, BBM) b. Berkoordinasi dengan bagian peralatan untuk kesiapan spare parts agar selalu siap c. Berkoordinasi dengan bagian peralatan agar ada mekanik yang selalu stand by jika dirasa perlu, karena ada kerusakan. d. Berkoordinasi dengan atasan langsung untuk mengatasi jadwal produksi harian e. Berkoordinasi dengan bagian peralatan untuk memantau kondisi mesin pencampur aspal panas f. Berkoordinasi dengan bagian peralatan untuk memantau kondisi wheel loader / genset g. Berkoordinasi dengan atasan langsung dan atau bagian kepegawaian untuk memantau kesiapan tenaga kerja h. Memberi petunjuk kepada para operator agar disiplin dalam membuat laporan harian dari masing-masing bagian Pemeriksaan hasil produksi. a. Penjelasan pemeriksaan berkala hasil produksi. Pemeriksaan berkala hasil produksi dimaksud agar hasil campuran aspal panas dapat mempunyai kualitas yang baik sesuai spesifikasi. Pelaksana produksi wajib untuk memeriksa secara berkala hasil produksi. Dari batch yang keluar dari setiap jenis campuran aspal panas harus diperiksa untuk dibandingkan dengan job mix formula. Kemudian seterusnya setiap campuran aspal panas yang keluar dari mesin pencampur aspal panas harus selalu diawasi / diperiksa secara kontinyu. Pengawasan dan pemeriksaan secara kontinyu dapat uraikan sebagai berikut ini, 1) Pemeriksaan mutu dari hasil produk, berkoordinasi dengan bagian laboratorium 2) Pemeriksaan jumlah produk, dari laporan harian 3) Pemeriksaan temperatur produk, dilakukan sendiri atau hasil laporan harian operator 4) Pemeriksaan alat angkut (dump truck) a) Alat angkut harus diperiksa terhadap kebocoran bak alat angkut, lekukanlekukan yang dalam atau apapun yang dapat menyebabkan material campuran aspal panas dapat menempel. b) Sebelum memuat campuran aspal panas, bak alat angkut harus dibersihkan dari segala material yang dapat menyebabkan rusaknya campuran aspal panas. Halaman: 27 dari 75

29 c) Dinding bak alat angkut harus diberi bahan yang menjadikan campuran aspal panas tidak melengket ke dinding bak alat angkut tersebut. Banyak cara untuk menghindari melengketnya campuran aspal panas ke dinding bak alat angkut, dan yang biasa dilakukan adalah misalnya dengan larutan air kapur, yaitu 1 (satu) bagian kapur dicampur dengan 3 (tiga) bagian air, atau dapat juga menggunakan larutan air yang bersabun, atau solar, oli dan sebagainya sepanjang diizinkan oleh pengawas. Tetapi harus sangat diperhatikan, karena jika terlalu banyak akan menyebabkan campuran aspal panas akan menjadi rusak pada bagian tipis yang kontak dengan larutan-larutan tadi. Tetapi jika kedua larutan tersebut disemprotkan hanya sebatas berupa film (lapisan tipis), tidak akan merusak campuran aspal panas. d) Bak dari alat angkut harus diangkat, sedemikan sehingga jika masih ada sisa-sisa material dapat terbuang (lihat gambar 4.1). Bagian dalam tidak boleh ada lekukan-lekukan Gambar 4.1. dump truck dengan posisi bak diangkat untuk membuang mengeluarkan bahan-bahan sisa e) Setiap alat angkut harus sudah disiapkan terpal untuk penutup campuran aspal panas didalam bak. Selama dalam pengangkutan campuran aspal panas harus ditutup dengan terpal untuk mempertahankan temperatur agar sesuai dengan spesifikasi. 5) Pengawasan campuran aspal panas a) Hasil produksi campuran aspal panas yang keluar dari mesin pencampur aspal panas harus diawasi secara kontinyu. Pengawasan ini untuk sementara dan secara sekilas dapat diawasi dengan melihat secara fisik. Tetapi perlu perhatian bahwa pengawasan secara fisik ini bukan satusatunya yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas campuran aspal panas. b) Pemeriksaan temperatur harus dilakukan untuk semua tahap dari produksi. Ini adalah faktor utama untuk mengawasi kualitas campuran aspal panas. Pemeriksaan secara visual dan sekilas dapat juga dilakukan untuk pemeriksaan temperatur, jika terjadi emisi dari asap campuran aspal panas didalam bak truk berwarna biru, ini menunjukkan temperatur campuran aspal panas terlalu tinggi. Demikian juga bila temperatur terlalu rendah, wujud dari campuran aspal panas didalam bak truk tampak kusam dan menggumpal dan juga tampak secara visual tidak merata / tidak homogen. Dengan tanda-tanda temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dari campuran aspal panas yang dapat dilihat secara visual seperti diuraikan diatas, maka harus dicheck dengan termometer. Halaman: 28 dari 75

30 c) Hasil produksi campuran aspal panas tidak boleh terjadi segregasi. Kondisi segregasi dari agregat pada campuran aspal panas, dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut, 1. Pintu pengeluaran aspal campuran panas dari mesin campuran aspal panas posisinya terlalu tinggi terhadap dasar bak alat angkut. 2. Bak alat angkut yang terlalu besar sehingga campuran aspal panas akan mengerucut, hal ini akan mengakibatkan segregasi. Untuk mengatasi hal ini, alat angkut harus bergerak maju dan mundur selama pengisian aspal campuran panas. 3. Pintu pengeluaran yang bekerja tidak normal. Hal ini bisa terjadi karena pintu pengeluaran membukanya tidak secara cepat, atau tidak terbuka secara penuh. Segregasi ini akan mengakibatkan campuran yang tidak merata/tidak homogen pada perkerasan jalan, sehingga daya dukung perkerasan akan menurun. d) Hasil produksi campuran aspal panas yang membentuk kerucut yang meruncing pada bak alat angkut, dapat juga mengindikasikan bahwa kadar aspal campuran rendah, atau temperatur rendah. e) Hasil produksi campuran aspal panas yang membentuk kerucut yang sangat landai sampai datar pada bak alat angkut, dapat juga mengindikasikan bahwa kadar aspal campuran terlalu banyak, atau temperatur tinggi. f) Hasil produksi campuran aspal panas harus dilakukan pengujian ekstraksi oleh teknisi laboratorium sesuai dengan SNI b. Identifikasi hasil produksi yang telah dikerjakan. Hasil produksi yang telah dikerjakan perlu diidentifikasi, karena dari hasil produksi tersebut dapat mempunyai banyak kemungkinan penyimpangan dari yang telah direncanakan. Pelaksana produksi harus dapat mengidentifikasi hasil produksi yang telah dikerjakan, hal ini sangat penting untuk data laporan. Beberapa kemungkinan penyimpangan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut ini, 1) Kadar aspal tidak sesuai job mix formula. Pada pekerjaan pencampuran dapat terjadi kadar aspal tidak sesuai dengan yang telah ditentukan dalam job mix formula, akibat dari : - Timbangan aspal dan agregat yang digunakan pada mesin pencampur aspal panas tidak layak pakai, - Agregat yang dipasok dari bin dingin tidak sesuai job mix formula akibat dari bukaan pintu bin dingin tidak cocok dengan kalibrasi yang telah dilakukan. - Karena kesalahan pengambilan contoh uji yang tidak prosedural - terjadinya campuran aspal panas yang tidak homogen, disebabkan : Pugmill pedal mixer sudah aus, terlalu lamanya proses pencampuran sehingga terjadi oksidasi Halaman: 29 dari 75

31 2) Gradasi agregat tidak sesuai job mix formula. Gradasi agregat campuran dapat saja menyimpang dari yang telah ditentukan dalam job mix formula, yang kemungkinan besar terjadi akibat dari : - tidak sesuainya proporsi pasokan agregat dengan job mix formula disebabkan bukaan pintu bin dingin tidak sesuai dengan yang direncanakan. - Saringan yang telah rusak,(khusus untuk mesin pencampur aspal panas jenis takaran) - Pipa overflow tersumbat / tidak berfungsi dengan baik, - timbangan agregat tidak layak pakai, - pintu bukaan dari hot bin ke Pugmill yang bocor, sehingga terjadi penyimpangan pasokan agregat yang tidak seharusnya. - Pasokan filler yang tidak sesuai - pengaduk pada Pugmill yang telah aus. 3) Kelebihan butiran halus. Disamping pasokan agregat dari bin dingin yang tidak sesuai akibat dari pemisah dan bukaan pintu bin dingin yang tidak sesuai rencana, kelebihan butiran halus dapat juga disebabkan pasokan bahan pengisi (filler) yang tidak seragam, juga akibat dari timbangan agregat dan pintu pengeluar overflow yang rusak serta terlalu lamanya proses pencampuran. 4) Temperatur tidak seragam Dari hasil proses pencampuran di mesin pencampur aspal panas adakalanya terdapat temperatur campuran yang tinggi dan pada waktu lainnya rendah, hal tersebut akan sangat mempengaruhi keseragaman kualitas konstruksi perkerasan di lapangan. Kondisi tidak seragamnya temperatur campuran akan sangat dipengaruhi oleh antara lain, kondisi dari agregat yang terlalu basah, bukaan pintu bin dingin yang tidak sesuai rencana, pengering yang kelebihan kapasitas, sudut kemiringan yang tajam, termometer yang dipasang tidak memenuhi syarat serta bukaan pintu ke Pugmill yang sudah rusak. 5) Berat campuran aspal panas diatas truk dan saat penimbangan yang tidak sama. Apabila saat penimbangan truk yang dimuati campuran terjadi kasus dimana berat campuran diatas truk tidak sama dengan hasil penimbangan pada tiap batch campuran, harus dicurigai bahwa salah satu timbangan sudah tidak layak pakai. 6) Gumpalan aspal pada campuran. Pada campurann kadang-kadang ditemukan gumpalan-gumpalan aspalagregat, hal tersebut terjadi akibat dari salah satu atau seluruhnya dari kondisi dimana aspal yang diberikan terlalu banyak, pasokan agregat yang tidak sesuai akibat dari timbangan yang salah atau proses pencampuran pada Pugmill yang salah akibat dari rusaknya pedal (mixer). 7) Terdapat abu yang tidak terselimuti aspal. Butiran halus pada campuran pada beberapa kasus tidak terselimuti aspal, hal tersebut terjadi akibat dari pintu bukaan ke Pugmill tidak lancar. Halaman: 30 dari 75

32 8) Agregat tidak terselimuti aspal dengan merata. Dalam campuran dimana terdapat agregat tidak terselimuti aspal dengan merata ditimbulkan akibat dari pasokan agregat yang basah dengan pemanasan oleh pengering (Dryer) yang kurang berfungsi dengan baik dan tercampurnya fraksi yang satu dengan yang lainnya akibat tidak terdapatnya penghalang antara bin serta pemberian aspal tidak sesuai rencana akibat dari timbangan aspal yang rusak sehingga jumlah aspal tidak cukup serta kondisi pengaduk dalam keadaan rusak. 9) Campuran tidak homogen/seragam Apabila diketahui dari hasil proses pencampuran diperoleh ketidak seragaman dari campuran harus dicurigai salah satu atau semua kondisi dimana timbangan agregat dan aspal tidak layak pakai, pengaduk (mixer) yang rusak, lamanya waktu pencampuran yang tidak sesuai syarat, serta pengoperasian mesin pencampur aspal panas yang tidak menentu. 10) Campuran kelebihan aspal pada satu sisi Kadang-kadang ditemukan campuran kelebihan aspal pada satu sisi, timbangan aspal tidak layak pakai, kondisi alat pencampur yang tidak sesuai syarat atau lamanya pencampuran yang tidak terkontrol. 11) Campuran diatas truk berbentuk rata Muatan campuran aspal panas diatas truk bebentuk rata, kemungkinan disebabkan karena terlalu panasnya agregat akibat dari temperatur pengukur yang tidak standar serta pemberian aspal yang berlebih atau kadar air yang berlebih. 12) Campuran terbakar Untuk kasus dimana campuran aspal panas terbakar adalah disebabkan karena api yang keluar dari burner terlalu besar dapat juga akibat terlalu sedikitnya agregat yang dipanaskan pada pengering (Dryer) karena bukaan pintu bin dingin yang tidak sesuai rencana, dapat juga akibat termometer pengontrol sudah tidak layak pakai. 13) Campuran aspal panas pucat atau coklat Akibat dari kekurangan aspal yang ditambahkan pada agregat, campuran akan berwarna pucat, hal tersebut disebabkan karena timbangan agregat dan aspal yang tidak layak pakai. Atau kesalahan penimbangan oleh operator. 14) Campuran aspal panas yang kelebihan aspal Akibat dari kelebihan aspal yang ditambahkan pada agregat, campuran akan gemuk, hal tersebut disebabkan karena timbangan agregat dan aspal yang tidak layak pakai, atau kesalahan operator penimbang. 15) Campuran aspal panas berasap biru Akibat dari terlalu panasnya agregat, campuran akan menjadi sangat panas dan akan menghasilkan asap berwarna biru, hal tersebut terjadi disebabkan karena termometer pengontrol pada agregat hasil pemanas tidak layak pakai. 16) Campuran beruap Untuk kasus dimana terdapat uap pada campuran aspal panas, hal tersebut disebabkan oleh penggunaan agregat yang terlalu basah akibat dari terlalu banyaknya agregat yang dipanaskan pada pengering (Dryer) selain dari Halaman: 31 dari 75

33 termometer pengontrol pada agregat hasil pemanasan agregat tidak layak pakai serta posisi dari pemanas terlalu miring. c. Identifikasi SOP yang telah ditetapkan untuk pemeriksaan hasil produksi. SOP merupakan standar yang diatur oleh perusahaan dalam memproses produk atau proses pemeriksaan produk, dan banyak lagi standar untuk memproses kegiatan-kegiatan tertentu. Sedangkan mutu produk merupakan hasil desain yang diproses dengan SOP yang telah ditentukan. Jadi tidak menutup kemungkinan, jika desain sudah baik tetapi produk diproses dengan cara diluar SOP, maka akan menghasilkan produk dengan mutu yang tidak baik. Untuk itu dalam pemeriksan hasil produksi perlu di selidiki apakah ada kemungkinan urutan prosedur yang tidak benar atau penerapan sistem yang tidak benar. Dan hal ini harus disesuaikan dengan SOP yang telah ditentukan. Di dalam SOP sendiri tidak boleh ada item yang dapat menimbulkan salah interpretasi atau dapat mempunyai lebih dari satu makna. Untuk itu jika dari hasil produksi terjadi penyimpangan, maka perlu ada peninjauan ulang SOP yang telah ditetapkan. Jika dalam satu periode tertentu hasil produksi dengan menggunakan revisi SOP tidak terjadi penyimpangan, maka revisi SOP tersebut dapat dijadikan acuan. d. Pemeriksaan hasil produksi secara berkala sesuai SOP perusahaan. Pemeriksaan hasil produksi secara berkala sangat penting untuk mempertahankan kualitas campuran aspal panas. Pengambilan contoh dan pengujian campuran aspal panas merupakan langkah yang sangat penting dan harus dilakukan. Pemeriksaan berkala dari campuran aspal panas, yang dapat di kategorikan sebagai pengambilan benda uji campuran aspal panas, dapat diuraikan sebagai berikut (sumber dari: Puslitbang Jalan dan Jembatan Balitbang-PU, Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Edisi januari 2008), 1) Pengambilan benda uji campuran aspal panas Pengambilan benda uji dilakukan pada lokasi mesin pencampur aspal panas, yang sudah dimuat di bak alat pengangkut, dengan frekuensi pengujian setiap 200 (dua ratus) ton, dan minimal 2 (dua) kali per hari. 2) Pengendalian proses Frekuensi minimum pengujian yang diperlukan dari penyedia jasa untuk maksud pengendalian proses ditunjukkan dalam tabel 4.1 Tabel 4.1 Pengendalian Mutu Frekuensi Pengujian Pengujian Campuran aspal panas: Temperatur di mesin pencampur aspal panas Temperatur saat sampai dilapangan Gradasi dan kadar aspal Kepadatan, stabilitas, kelelehan, Marshall quotient, rongga dalam campuran, pada 75 tumbukan Setiap batch Setiap truk 3 uji 200 ton (min 2 pengujian per hari) 200 ton (min 2 pengujian per hari) Rongga dalam campuran pada Setiap 3000 ton Halaman: 32 dari 75

34 kepadatan Membal Campuran rancangan (mix design) Marshall Lapisan yang dihampar: Benda uji inti (core) berdiameter 4 inci untuk partikel ukuran maksimum 1 inci, dan 6 inci untuk partikel ukuran di atas 1 inci, baik untuk pemeriksaan pemadatan maupun tebal lapisan: paling sedikit 2 benda uji inti per 30 m/lajur Setiap perubahan agregat/rancangan 200 meter panjang Catatan : Untuk pelaksanaan pengambilan benda uji dan contoh uji harus berkoordinasi dengan teknisi Laboratorium 4.3 Inspeksi produksi Penggunaan material produksi. a. Penjelasan metode pengumpulan data penggunaan material produksi dan bahan bakar. Metode pengumpulan data penggunaan material produksi dan bahan bakar 1) Koordinasi dengan operator agar membuat laporan harian penggunaan material produksi dan bahan bakar 2) Laporan harian penggunaan material produksi dan bahan bakar dari operator diarsipkan. 3) Pelaksana produksi menjumlahkan secara kumulative dari laporan harian tersebut. 4) Pelaksana produksi memantau penggunaan material produksi dengan dasar hasil produksi yang keluar. 5) Hasil pengumpulan data penggunaan material produksi dan bahan bakar dilaporkan ke atasan langsung. b. Pengumpulan data penggunaan material produksi sesuai urutan produksi dan jenis produksi. 1) Operator membuat laporan harian penggunaan material produksi 2) Pengumpulan data penggunaan material produksi dibagi atas masing-masing jenis produksi, diantaranya adalah latasir, lataston lapis aus, lataston lapis permukaan antara, laston lapis aus, laston lapis permukaan antara, laston lapis pondasi 3) Dari pengumpulan data penggunaan material produksi sesuai jenis produksi dibagi lagi berdasar urutan produksinya 4) Pelaksana produksi menjumlahkan secara kumulative dari laporan harian tersebut yang dibagi menjadi data jenis produksi dan sesuai urutan produksinya. 5) Pelaksana produksi memantau penggunaan material produksi dengan dasar hasil produksi yang keluar. Halaman: 33 dari 75

35 6) Hasil pengumpulan data penggunaan material produksi dan bahan bakar dilaporkan ke atasan langsung. c. Pengumpulan data penggunaan bahan bakar sesuai urutan produksi dan jenis produksi. 1) Operator membuat laporan harian penggunaan bahan bakar 2) Pengumpulan data penggunaan bahan bakar dibagi atas masing-masing jenis produksi, diantaranya adalah latasir, lataston lapis aus, lataston lapis permukaan antara, laston lapis aus, laston lapis permukaan antara, laston lapis pondasi 3) Dari pengumpulan data penggunaan bahan bakar sesuai jenis produksi dibagi lagi berdasar urutan produksinya 4) Pelaksana produksi menjumlahkan secara kumulative dari laporan harian tersebut yang dibagi menjadi data jenis produksi dan sesuai urutan produksinya. 5) Pelaksana produksi memantau penggunaan material produksi dengan dasar hasil produksi yang keluar. 6) Hasil pengumpulan data penggunaan bahan bakar dilaporkan ke atasan langsung. d. Penyajian data penggunaan material produksi dan bahan bakar setiap saat bila diperlukan. 1) Data penggunaan material produksi harus dapat diterjemahkan secara rinci 2) Dapat dibagi secara jenis, urutan produksi dan masing-masing pemesan 3) Berupa laporan harian dan atau kumulative Pemesan Jadwal Jenis produksi Latasir A Latasir B Lataston Laston Data penggunaan material produksi : PT XXX :. s/d bahan produksi Lapis aus Lapis permuakaan antara Lapis aus Lapis permukan antara Lapis pondasi Agregat kasar (ton) Agregat sedang (ton) Agregat halus (ton) Filler (ton) Bahan bakar (liter) Aktifitas personil. a. Pelaksanaan pengawasan aktifitas personil dalam kelompok kerja produksi. Pelaksanaan pengawasan aktifitas personil dalam kelompok kerja produksi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, 1) Pelaksana produksi setiap pagi memeriksa absen harian untuk memastikan keberadaan petugas dari masing-masing tugas. Halaman: 34 dari 75

36 2) Setiap sore pelaksana produksi mengoordinasi rapat harian yang dilaksanakan cukup satu jam, dan mengevaluasi hasil produk per hari yang bersangkutan, kemudian membuat rencana kerja harian yang detail untuk tugas keesokan pagi, dan juga membuat rencana tugas peralatan. Setiap personil harus sudah mempunyai sejumlah tugas untuk keesokan paginya. Setelah rapat dapat melanjutkan produksi. 3) Memeriksa aktifitas personil setiap periodik dari masing-masing personil 4) Membagi tugas shift 5) Memberikan laporan keatasan langsung secara cepat, bila terjadi masalah serius dalam maslah produksi b. Identifikasi penugasan personil dalam kelompok kerja termasuk rincian tugasnya. 1) Dalam mengidentifikasi penugasan personil dalam kelompok kerja termasuk rincian tugasnya, dilakukan setiap sore pada waktu rapat koordinasi (lihat butir a diatas) 2) Setiap personil setiap hari sudah tertentu tugasnya yang telah dibuat pada waktu rapat koordinasi harian 3) Dalam kondisi tertentu tugas dapat dirubah karena kejadian yang luar biasa 4) Penugasan personil sudah terinci secara jenis penugasannya dan waktu c. Pembimbingan dan pengawasan aktifitas personil dalam kelompok kerja. Manfaat pengawasan aktifitas personil anggota kelompok kerja yang biasanya diwujudkan berupa penugasan dalam bentuk surat perintah, adalah sebagai berikut, - Untuk memudahkan pengawasan aktifitas setiap personil kelompok kerja. - Memudahkan dalam memberikan pengarahan kepada setiap personil anggota kelompok kerja. - Untuk dokumentasi setiap personil sebagai bukti pengalaman kerja Prosedur pembimbingan dan pengawasan aktifitas personil dalam kelompok kerja. 1) Memotifasi untuk bekerja sebagai tim 2) Memberikan reward and punishment 3) Memotifasi untuk mendapatkan sertifikat keahlian 4) Memotifasi untuk bersikap ambisi Langkah-langkah pembimbingan dan pengawasan aktifitas personil dalam kelompok kerja. 1) Memberikan teladan yang baik dalam menjalankan tugas 2) Memberikan semangat dan etos kerja 3) Pendekatan pribadi 4) Konseling oleh petugas dari perusahaan Pemantauan kinerja alat produksi. a. Penjelasan prosedur pemantauan kinerja alat produksi. Prosedur pemantauan kinerja alat produksi 1) Peralatan produksi dan alat penunjang harus diyakini dalam keadaan yang baik 2) Periksa semua komponen dari peralatan pencampur aspal panas. Halaman: 35 dari 75

37 3) Pastikan komponen peralatan yang rusak sudah diperbaiki 4) Periksa komponen-komponen untuk penimbangan secara berkala selama operasional. Setiap akan memulai produksi jarum penunjuk harus menunjukkan angka nol. 5) Pemantauan secara visual gas buang 6) Pemantauan secara harian komponen ayakan. 7) Pemantauan batch (takaran) atau timbangan 8) Periksa hasil campuran aspal panas, masalah temperatur dan apakah campuran sudah homogen. Pemeriksaan ini harus secara periodik. 9) Pemantauan bak truk 10) Pemantauan hasil campuran aspal panas di laboratorium 11) Semua komponen yang memerlukan ketelitian harus sudah dikalibrasi 12) Pemantauan baut dan mur apakah sudah terpasang sesuai persyaratan (misalnya baut untuk motor, poros, peralatan pengalih tenaga, dan sistem vibrasi) 13) Pemantauan masalah pelumasan 14) Pemantauan tegangan rantai bucket elevator, V-belt serta pengamannya sudah terpasang Halaman: 36 dari 75

38 REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN PERALATAN BAGIAN / KOMPONEN PERALATAN YANG DIPERIKSA BAIK LENGKAP KONDISI RUSAK TIDAK LENGKAP TIDAK ADA Cold Bin Group Conveyor group Dryer Group Burner Group Dust collector Group Hot elevator group Vibrating screen group Filler elevator group Hot bin Group Weight Bin Group Mixer Gorup Air compressor dan Pneumatic system Asphalt System Genset 1 Genset 2 Perlengkapan K3LH Kondisi Umum B (Baik) RR (Rusak Ringan) RB (Rusak Berat) Catatan Pemeriksaan : Halaman: 37 dari 75

39 Pemantauan kelainan kinerja alat produksi berdasarkan standar HASIL PEMANTAUAN PERALATAN No. Nama Bagian Tolak Ukur Baik (Berfungsi) 1 Bin Dingin Keausan pelat pemisah antar bin Dinding bin/hopper Bukaan feeder ban pengangkut kelancaran ban pengangkut Motor penggerak Penggetar Sistem pengeluaran Pengunci pintu Timbanqan ban bin Kondisi motor ban berjalan Konstruksi pendukung/rangka Skala meter bukaan pintu Fungsi kerja Pelindung bin 2 Unit ban berjalan agregat dingin Belt conveyor Belt conveyor collector Belt conveyor collector pengantar ke Dryer Belt conveyor feeder ke dalam Dryer Alat penimbang berat agregat Roll pemutar Motor pemutar Bearing Sprocket Roller Gear Chain-V belt Konstruksi pendukung/rangka Pelindung konstruksi 3 Unit pengering/dryer Corong pengisi Corong pengeluaran Silinder pengering Sudu-sudu Sprocket wheel Ring gear Rotor penggerak Bantalan roll Bantalan rol penahan Chain Bearing Konstruksi rangka Rusak (Ket.) Halaman: 38 dari 75

40 No. Nama Bagian Tolak Ukur Baik (Berfungsi) Rusak (Ket.) 4 Burner Tangki bahan bakar Pompa bahan bakar Pipa-pipa Blower udara Alat ukur (flow meter) Penyembprot burner Batu tahan api Konstruksi rangka 5 Pengumpul Debu Kondisi cyclone Exhaust fan Pipa-pipa penyalur Cerobong Tangki air Pompa air Penyemprot air Filter kain (baghouse) Wet scrubber atau dry scrubber Bantalan V-belt Konstruksi rangka Fungsi kerja pengumpul debu 6 Penyaring dan Sistem Bin Panas Casing hot elevator Bukaan atas hot elevator Tutup elevator panas Roda (wheel) Bantalan Roda sproket Rantai roller Motor elevator panas Pin-pin penghubung Kondisi avakan getar (dek) Wire net Fungsi kerja ayakan Motor penggetar V-belt Tutup belt Tutup seal debu Pegas ellips Kondisi hopper bin panas Bukaan bin panas Pipa pengeluaran agregat bin panas Halaman: 39 dari 75

41 Pipa pengeluaran material oversize 7 Sistem Timbangan Kondisi timbangan Sensitivitas timbangan agregat Kondisi timbangan filler Sensitivitas timbangan filler Kondisi timbangan aspal Sensitivitas timbangan aspal No. Nama Bagian Tolak Ukur Baik (Berfungsi) Rusak (Ket.) 8 Pengumpul Debu Kondisi cyclone Filter kain (baghouse) Wet scrubber Kondisi fan Bantalan V-belt Kondisi duet Fungsi kerja pengumpul debu 9 Penyaring dan Sistem Bin Panas Casing hot elevator Bukaan atas hot elevator Termometer Tutup elevator panas Roda (wheel) Bantalan Roda sproket Rantai roller Motor elevator panas Pin-pin penghubung Kondisi avakan getar (dek) Wire net Fungsi kerja ayakan Motor penggetar V-belt Tutup belt Tutup seal debu Pegas ellips Kondisi hopper bin panas Bukaan bin panas Pipa pengeluaran agregat bin panas Pipa pengeluaran material oversize Konstruksi/rangka 10 Sistem Timbangan Kondisi timbangan Halaman: 40 dari 75

42 Sensitivitas timbangan agregat Kondisi timbangan filler Sensitivitas timbangan filler Kondisi timbangan aspal Sensitivitas timbangan aspal No. Nama Bagian Tolak Ukur Baik (Berfungsi) Rusak (Ket.) Kalibrasi semua timbangan Kondisi hook bolt Pisau (knife-edge) Karet peredam Metal penggantung Penunjuk skala Dust pot Bukaan timbangan Hopper dan buangan pada timbangan Katup tiga arah Pompa V-belt Pipa pembuangan 11 Sistem Pemasok Filler Kondisi (chain) elevator 12 Sistem Pemasokan Aspal dan Unit Penyemprotan Bin penampung filler Sprocket Bearing Rotor penggerak Fungsi kerja pemasok filler Screw feeder Konstruksi rangka Termometer Kondisi pompa aspal (Transfer pump) Pompa penyemprot aspal Pressure meter Penyembur api (burner aspal) Kondisi tangki aspal Kondisi ketel Kondisi thermometer Kalibrasi thermometer Kerataan aspal ke dalam Pugmill Konstruksi pendukung/rangka 13 Unit Pencampur Fungsi kerja unit pencampur Kondisi pedal Pugmill Liner Halaman: 41 dari 75

43 Jarak pedal ke dinding Kemampuan untuk membuka Pugmill Poros Pugmill Roda gigi Roda sproket Rantai roller Motor roda gigi Seal Bantalan Campuran dan suhu waktu ditumpahkan dan Pugmill No. Nama Bagian Tolak Ukur Baik (Berfungsi) Rusak (Ket.) 14 Sistem Kontrol Operasi Ruang sistem kontrol Distribution board Panel Pengontrol Kompressor Silinder udara Filter udara 15 Generator Set Kondisi secara umum Fungsi kerja genset Kelengkapan 16 Lingkungan Kebersihan Drainase Keamanan b. Pemantauan kelainan kinerja alat produksi berdasarkan standar kinerja alat. Pemantauan kelainan kinerja alat produksi berdasarkan standar kinerja alat dilakukan dengan beberapa tahap, sebagai berikut. 1) Dengan melihat kondisi fisik dari komponen alat produksi jika dibandingkan dengan standar kinerja alat 2) Dengan melihat hasil produksi dari campuran aspal panas dari trial mix, yang diteliti secara laboratorium 3) Dengan melihat hasil produksi secara berkala, yang diteliti secara laboratorium, pada waktu mesin pencampur aspal panas menjalankan operasionalnya. Contoh kelainan kinerja alat produksi berdasarkan standar kinerja alat. 1) Menunjukkan kelainan produksi yang sudah diteliti di laboratorium dibandingkan dengan hasil produksi 2) Menunjukkan kelainan produksi yang dibandingkan dengan hasil produksi yang diukur dengan alat presisi yang sudah dikalibrasi 3) Menunjukkan kelainan produksi yang dibandingkan dengan hasil produksi yang diukur dengan kondisi aktual (misalnya asap yang keluar dari cerobong dust collector, atau kondisi akibat debu pada benda-benda sekeliling) Halaman: 42 dari 75

44 4) Menunjukkan kondisi komponen yang sudah tidak sesuai dengan standar (misalnya komponen yang aus) c. Tindak turun tangan bila terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik dan berkoordinasi dengan mekanik yang terkait. Tindak turun tangan bila terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik dan berkoordinasi dengan mekanik yang terkait. 1) Setiap terjadi ada kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik, harus dicatat dan dikonfirmasikan kepada operator yang terkait. Tetapi jika terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik sudah diluar kewenangan operator, pelaksanan produksi harus mengonfirmasikan dan berkoordinasi dengan mekanik yang terkait. 2) Jika terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik disebabkan karena kerusakan yang diluar kewenangan dari operator, pelaksana memerintahkan kepada operator agar jangan melakukan tindakan perbaikannya 3) Pelaksana produksi berkoordinasi dan melakukan kerja sama dengan mekanik terkait dan operator untuk mengatasi kelainan pada komponen yang diperiksa tersebut Langkah-langkah tindak turun tangan bila terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik dan berkoordinasi dengan mekanik yang terkait. 1) Menghentikan sementara mesin pencampur aspal panas 2) Melakukan pemeriksaan kondisi dari komponen yang terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik 3) Berkoordinasi dengan operator terkait bila terjadi kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik 4) Bila ditemukan kondisi yang tidak normal, dan bukan wewenang operator, maka harus dilakukan koordinasi dengan bagian peralatan atau mekanik yang terkait, untuk perbaikannya. 5) Catat kelainan kinerja sesuai dengan ketentuan dari pabrik dan laporkan kondisi kelainan yang ditemukan secara rinci, kepada bagian peralatan atau mekanik yang terkait. Jika kelainan sangat ringan dan masih menjadi wewenang operator, maka pelaksana produksi dapat langsung memerintahkan operator terkait untuk memperbaiki/mengoreksi. 6) Sedapat mungkin pelaksana produksi membuat tindakan sementara untuk mencegah kerusakan yang lebih berat. 7) Jika kerusakan harus dtangani oleh bagian peralatan/mekanik terkait, dan jika produksi diteruskan akan mengakibatkan kerusakan berikutnya pada unit atau komponen yang lain, maka pelaksana produksi harus memerintahkan operator untuk menghentikan mesin pencampur aspal panas, sampai selesai perbaikan oleh bagian peralatan/mekanik terkait. 8) Berkoordinasi dengan bagian peralatan untuk mengatasi kelainan pada mesin pencampur alat panas. Halaman: 43 dari 75

45 4.4 Inspeksi komponen alat produksi Inspeksi komponen alat yang bergerak a. Prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi komponen yang bergerak. 1) Pemeriksaan kondisi berdasarkan hasil pemeliharaan harian dari operator mesin pencampur aspal. 2) Pemeriksaan fungsi dilakukan dengan pemantauan kinerja komponen yang bergerak. 3) Pemeriksaan awal dapat dengan cara visual melihat kondisi fisik dari komponen yang bergerak. Semua alat yang bergerak dalam pemeriksaan awal dapat di deteksi dengan pergerakan dan suaranya. Semua komponen yang bergerak yang mempunyai potensial mengakibatkan kecelakaan/bahaya harus ditutup. 4) Pemeriksaan kondisi berdasarkan hasil pemeliharaan harian dari operator mesin pencampur aspal. 5) Pemeriksaan fungsi dilakukan dengan pemantauan kinerja komponen yang bergerak. 6) Dapat juga dengan pemeriksaan dari hasil produksi yang menyimpang. 7) Dapat dengan menggunakan alat yang presisi, misalnya temperatur. 8) Bila terdeteksi kondisi komponen yang bergerak mengalami kerusakan, pelaksana produksi harus menghubungi bagian peralatan. Kemudian harus mencatat untuk dijadikan data tanggal perbaikan, data biaya perbaikan, data penyebabnya. 9) Setiap ada kelainan yang terdeteksi selama melakukan operasional, harus dicatat dan dikonfirmasikan kepada operator yang terkait. 10) Dalam kondisi kelainan sudah diluar kewengan operator, pelaksana produksi harus mengonfirmasikan kepada bagian peralatan. 11) Pelaksana produksi harus berkoordinasi dan melakukan kerja sama dengan petugas peralatan dan operator untuk mengatasi kelainan yang terjadi pada mixer. b. Identifikasi semua komponen bergerak alat produksi. Untuk dapat mengidentifikasi komponen bergerak, pelaksana produksi harus memahami struktur dan fungsi komponen yang bergerak sehingga dapat melakukan pemeriksaan dengan benar. Beberapa komponen bergerak pada mesin pencampur aspal panas diantaranya adalah: 1) Bin dingin (cold bin) Bagian pertama dari mesin pencampur aspal panas adalah bin dingin (cold bin), yaitu tempat penyimpanan fraksi agregat kasar, agregat sedang, agregat halus dan pasir. Bin dingin tediri dari minimum 3 sampai 5 bak penampung (bin). Masing-masing bin berisi agregat dengan gradasi tertentu. Komponen bergerak dari bin dingin adalah, a) Ban berjalan menerus b) Cara getar c) Cara aliran Halaman: 44 dari 75

46 Jenis ban berjalan menerus cocok untuk agregat halus, sedangkan yang lain cocok untuk agregat kasar. 2) Pintu pengatur pengeluaran agregat dari bin dingin (cold feed gate). Pintu pengeluaran agregat pada bin dingin (cold feed gate) dipasang dibagian bawah dari bin dingin, lubang pintu ini dilengkapi dengan sekala yang angkanya menunjukkan besarnya lubang bukaan yang dapat diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan. 3) Sistem pemasok agregat dingin (cold elevator) Sistem pemasok agregat dingin dipasang pada empat atau lebih bin dingin, melalui bukaan atau pintu yang dapat diatur, agregat dingin diangku melalui reciprocating feeder dan atau ban berjalan (belt conveyor) dan diteruskan menggunakan elevator dingin (cold elevator) menuju ke drum pengering. 4) Pengering (Dryer) Dari bin dingin agregat dibawa menuju ke dalam pengering (Dryer) melalui elevator dingin. Didalam tabung Dryer agregat dipanaskan dan dikeringkan pada temperatur tertentu. Dryer ini mempunyai 2 fungsi: a) Menghilangkan kandungan air didalam agregat b) Memanaskan agregat sampai temperatur tertentu yang disyaratkan. Komponen-komponen yang terdapat pada Dryer adalah, a) Tabung silinder yang berputar. Biasanya mempunyai diameter 91 cm sampai 305 cm dengan panjang 610 cm sampai 1219 cm. b) Ketel pembakar (burner) yang berisi gas atau minyak bakarsebagai bahan bakar untuk menyalakan Dryer burner. c) Blower (kipas) sebagai bagian dari sistem pengumpul debu dan berfungsi untuk memberi oksigen pada sitem pembakaran. d) Didalam Dryer ada sudu-sudu dari pelat besi yang dilas pada dinding bagian dalam dari Dryer. Fungsi sudu-sudu ini adalah untuk mengangkat dan menjatuhkan agregat agar pengeringan merata. e) System penggerak Dryer 5) Sistem pemasok agregat panas (hot elevator) lihat gambar 4.2 dan 4.3. Agregat dari Dryer dibawa oleh hot elevator masuk ke hot bin dengan sebelumnya melalui saringan. Agregat dibawa dengan mangkok-mangkok yang terikat dengan rantai. Pada ujung atas terdapat ratchet (roda gigi searah) agar putaran rantai tidak membalik. 6) Unit ayakan panas (hot screen unit). Lihat gambar 4.5 Agregat yang telah dikeringkan dan dipanaskan dibawa melalui elevator panas untuk disaring pada unit ayakan panas. Dengan saringan dipisah-pisahkan sesuai ukuran gradasinya, kemudian dikirim ke bin panas (hot bin). 7) Pencampur (mixer atau Pugmill) Setelah aspal, agregat dan bahan pengisi (bila diperlukan) ditimbang sesuai dengan job mix formula, bahan tersebut dimasukkan ke dalam mixer. Disini waktu pencampuran harus sempurna untuk mencegah oksidasi, tetapi juga harus cukup waktu agar agregat dapat terselimuti dengan aspal secara sempurna. Halaman: 45 dari 75

47 c. Pemeriksaan kondisi komponen alat produksi yang bergerak sesuai dengan prosedur. Pada prinsipnya pemeriksaan kondisi komponen alat produksi yang bergerak dengan memantau secara fisik dan memastikan dapat bergerak dengan normal/baik. 1. Prosedur cara pemeriksaan kondisi komponen alat produksi yang bergerak. a) Bin dingin (cold bin) 1. Pemeriksaan terhadap kondisi ban berjalan atau penggetar. Dengan tidak berfungsinya ban berjalan atau penggetar akan menyebabkan kelancaran pasokan agregat terganggu. Yang selanjutnya akan mengakibatkan kesulitan pengaturan di bin panas. 2. Pemeriksaan bukaan pintu bin dingin. Jika terjadi penyimpangan bukan pintu bin dingin akan mengakibatkan perubahan kuantitas pada agregat yang masuk ke pengering (Dryer) b) Pintu pengatur pengeluaran agregat dari bin dingin (cold feed gate) 1. Pemeriksaan bukaan dari pintu pada setiap bin dingin yang telah terisi dengan agregat dan siap untuk digunakan dalam pencampuran, harus dikalibrasi terlebih dahulu. 2. Pemeriksaan pada pintu harus terus menerus, karena kadang-kadang terganjal dengan batu besar. 3. Diwaktu musim hujan agrehat halus dapat menggumpal dan mengganjal pintu pasokan. 4. Dengan demikian perlu ada personil khusus untuk pengawasan pada pintu pasokan tersebut. c) Sistem pemasok agregat dingin (cold elevator) Kesinambungan aliran material dari bin dingin ini sangat berpengaruh terhadap produksi campuran aspal panas, sehingga perlu ada pengendalian mutu yang ketat pada bin dingin salah satu penyimpangan yang sering terjadi pada bin dingin adalah tidak dipasangnya pembatas antara mulut pasokan agregat pada bin dingin sehingga agregat dari bin dingin yang satu bercampur dengan agregat dari bin dingin yang lain. Dari uraian diatas, maka perlu pemeriksaan pada bin dingin (cold bin) diantaranya adalah, 1. Pemeriksaan agar tidak ada perubahan gradasi agregat. Perubahan gradasi ini dapat disebabkan karena perbedaan quarry atau pemasok material. Jika terjadi perubahan gradasi agregat maka harus dilakukan pembuatan job mix formula ulang. 2. Pemeriksaan agar agregat tidak tercampur. Pencampuran agregat antar bin yang berdekatan dapat dicegah dengan membuat pemisah yang cukup dan pengisian tidak berlebih. 3. Pemeriksaan agar bukaan bin dingin dikalibrasi secara periodik 4. Pemeriksaan agar tidak ada penghalang pada bukaan bin dingin. Bukaan bin dingin agregat halus kadang-kadang tersumbat jika agregat halus mengalami basah, agregat terkontaminasi dengan tanah atau lempung, atau penghalang lain yang seperti batu besar atau kayu. Halaman: 46 dari 75

48 5. Pemeriksaan agar tidak terjadi perubahan kecepatan pada conveyor dan harus ada juru cold bin yang mengontrol aliran agregat untuk membuang material yang tidak perlu d) Pengering (Dryer) Pemeriksaan kondisi unit Dryer diataranya adalah, 1. Pemeriksaan temperatur pemanasan dan apakah alat pengukurnya sudah dikalibrasi 2. Pemeriksaan warna asap yang keluar dari cerobong asap. Warna asap yang hitam menandakan pembakaran tidak sempurna, jika warna putih berkabut menandakan kandungan air pada agregat terlalu banyak. 3. Pemeriksaan kadar air dengan menggunakan cermin atau spatula, dengan cara melewatkan spatula diatas benda uji. e) Sistem pemasok agregat panas (hot elevator) lihat gambar 4.2 dan 4.3 Pemeriksaan kondisi hot elevator yang paling sering terjadi penyimpangan adalah 1. Pemeriksaan kondisi rantai untuk pemutar dan pelumasannya 2. Pemeriksaan kondisi bucket 3. Pemeriksaan baut pengikat bucket 4. Pemeriksaan J-pins apakah sudah tersisipkan dengan benar 5. Pemeriksaan sprockets 6. Pemeriksaan tegangan rantai 7. Pemeriksaan kondisi ratchet (roda gigi searah) 8. Pemeriksaan apakah posisi buckets ada yang kontak dengan dinding dari casing. 9. Pemeriksaan apakah masih ada material yang tertinggal di bagian bawah dari casing 10. Pemeriksaan pengeluaran agregat 11. Pemeriksaan apakah kondisi bucket masih baik. f) Unit ayakan panas (hot screen unit) Pemeriksaan unit ayakan panas diantaranya adalah, 1. Pemeriksaan apakah lubang saringan ada yang tertutup, sehingga kemungkinan dapat terjadi pelimpahan agregat, masuk ke bin lain yang bukan ukuran agregat yang seharusnya. 2. Pemeriksaan kondisi kandungan air agregat halus. Pada prosentase kandungan air agregat halus tertentu, membuat agregat halus menggumpal, dan kondisi gumpalan agregat halus ini dapat masuk ke hot bin yang tidak semestinya. 3. Pemeriksaan apakah ada saringan yang sudah aus, sehingga banyak lubang-lubang, mengakibatkan agregat masuk ke bin panas yang tidak semestinya. g) Pencampur (mixer atau Pugmill) Pemeriksaan unit pencampur diantaranya adalah, 1. Pemeriksaan temperatur aspal pada tangki aspal 2. Lamanya pencampuran Halaman: 47 dari 75

49 3. Pemeriksaan pedal Pugmill apakah sudah aus. Jarak bebas antara ujung pedal dengan dinding ruang pencampuran kurang dari 1,5 kali ukuran maksimum agregat. 4. Pemeriksaan secara visual: a. Pemeriksaan apakah agregat terselimuti aspal dengan merata b. Pemeriksaan apakah ada aspal yang menggumpal 5. Pemeriksaan bukaan pencampur (mixer) apakah ada kebocoran atau tidak. d. Pemantauan kinerja komponen alat produksi yang bergerak untuk memastikan berfungsi dengan baik. Pada prinsipnya unutk melakukan pemantauan kinerja komponen alat produksi yang bergerak dengan ditandai proses produksi dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan produk yang sesuai standar produk Cara pemantauan dapat dilaksanakan dengan beberapa tahap, diantaranya adalah : 1) Dengan melihat kondisi fisik dari komponen alat produksi yang bergerak 2) Dengan melihat hasil produksi dari campuran aspal panas dari trial mix, yang diteliti secara laboratorium 3) Dengan melihat hasil produksi secara berkala, yang diteliti secara laboratorium Contoh pemantauan kinerja komponen alat produksi yang bergerak dapat dievaluasi dengan cara sebagai berikut ini : 1) Bin dingin (cold bin). Jika dengan pemeriksaan pada campuran aspal panas kadar aspal sudah sesuai dengan job mix fomula, gradasi agregat sudah sesuai dengan job mix formula, maka dapat dipastikan bahwa pengaturan bukaan bin dingin, dan pemisah di bin dingin sudah benar sesuai yang dipersyaratkan. 2) Dryer (pengering). Jika dengan pemeriksaan pada campuran aspal panas temperatur sudah merata dan seragam, agregat sudah terselimuti aspal dengan merata, campuran tidak terbakar, maka dapat dipastikan bahwa posisi Dryer, pengontrol temperatur sudah benar, dan Dryer tidak over kapasitas. 3) Saringan. Jika dengan pemeriksaan pada campuran aspal panas gradasi agregat sudah sesuai dengan job mix fomula, maka dapat dipastikan bahwa saringan masih dalam kondisi yang baik, dan tidak bocor. 4) Pugmill/mixer. Jika dengan pemeriksaan pada campuran aspal panas, didapat gradasi agregat sudah sesuai dengan job mix fomula, tidak ada gumpalan aspal, agregat sudah terselimuti aspal dengan merata, campuran sudah seragam, maka dapat dipastikan bahwa lama pencampuran dalam Pugmill sudah sesuai persyaratan, kondisi pengaduk masih baik/belum aus, dan pintu bukaan mixer sesuai persyaratan. Halaman: 48 dari 75

50 e. Tindak turun tangan bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen yang diperiksa. 1) Prosedur tindak turun tangan bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi komponen yang diperiksa. a) Setiap ada kelainan yang terdeteksi selama melakukan pemeriksaan pada komponen yang diperiksa, harus dicatat dan dikonfirmasikan kepada operator yang terkait. Tetapi jika kondisi kelainan pada komponen yang diperiksa sudah diluar kewengan operator, pelaksanan produksi harus dikonfirmasikan kepada bagian peralatan. b) Jika kelainan pada komponen yang diperiksa disebabkan karena kerusakan yang diluar kewenangan dari operator, pelaksana memerintahkan kepada operator agar jangan melakukan tindakan perbaikannya. c) Pelaksana produksi berkoordinasi dan melakukan kerja sama dengan petugas peralatan dan operator untuk mengatasi kelainan pada komponen yang diperiksa tersebut. 2) Langkah-langkah tindak turun tangan bila terdeteksi adanya kelainan fungsi dan kondisi pada komponen yang diperiksa. a) Berkoordinasi dengan operator terkait dari komponen yang diperiksa pada unit yang terdeteksi mengalami kelainan. b) Catat kelainan yang terdeteksi pada komponen tersebut dan laporkan kondisi kelainan yang ditemukan secara rinci, kepada bagian peralatan jika kerusakan sudah diluar kewenangan operator. Tetapi jika kelainan sangat ringan dan masih menjadi wewenang operator, maka pelaksana produksi dapat langsung memerintahkan operator terkait untuk memperbaiki/mengoreksi. c) Sedapat mungkin membuat tindakan sementara untuk mencegah kerusakan yang lebih berat. d) Jika kerusakan harus dtangani oleh bagian peralatan, dan jika produksi diteruskan akan mengakibatkan kerusakan berikutnya pada unit atau komponen lain, maka pelaksana produksi harus memrintahkan operator untuk menghentikan mesin pencampur aspal panas, sampai selesai perbaikan oleh bagian peralatan. e) Berkoordinasi dengan bagian peralatan untuk mengatasi kelainan pada mesin pencampur alat panas Pemeriksaan komponen burner dan penyalur agregat. a. Penjelasan prosedur pemeriksaan fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur agregat panas. Dalam proses pemeriksaan komponen burner dan penyalur agregat ini, petugas harus - Memahami fungsi dan kondisi komponen burner dan penyalur agregat panas. - Memantau kinerja burner dan komponen penyalur agregat panas. - Melakukan tindak lanjut pemeriksaan bila terdeteksi ada kelainan. Maksud dari alat pembakaran (burner) yang terdapat dalam drum pengering/pencampur adalah untuk pemanasan dan pengeringan agregat. Alat pembakar dapat dioperasikan dengan bahan bakar minyak, gas atau keduanya. Halaman: 49 dari 75

51 Pemeriksaan fungsi dan kondisi pada komponen burner dan komponen penyalur agregat panas, dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Pemeriksaan proses pengaliran minyak dan udara harus seimbang. Apabila pembakaran menggunakan bahan minyak, maka harus digunakan tekanan udara yang rendah. Tetapi jika digunakan gas alam atau LPJ dapat menggunakan tekanan rendah atau tekanan tinggi. Pemeriksaan dalam pengaturan ini harus secara terus menerus untuk menjamin pembakaran yang baik. Sebab misalnya jika pasokan minyak dan udara tidak seimbang bisa jadi mengakibatkan penghamburan bahan bakar dan agregat yang dipanaskan akan terselimuti minyak sehingga akan mengakibatkan penurunan daya lengket antara aspal dengan agregat. 2) Pemeriksaan timbangan agregat yang sudah tidak layak pakai. Jika timbangan agregat sudah tidak layak pakai, maka untuk mesin pencampur aspal panas jenis takaran akan mengakibatkan beberapa hal diantaranya adalah : a) Kadar aspal tidak sesuai lagi dengan job mix formula. b) Gradasi agregat tidak sesuai lagi dengan job mix formula. c) Ada kemungkinan kelebihan butiran halus. d) Berat tidak sama pada truk dan pada takaran. e) Dapat terjadi gumpalan aspal pada campuran aspal panas. f) Campuran aspal panas tidak homogin/seragam. g) Campuran aspal panas berwarna pucat atau coklat. h) Dapat terjadi campuran aspal panas menjadi gemuk atau kelebihan aspal. 3) Pemeriksaan saringan yang sudah aus atau bocor. Jika saringan sudah aus, maka untuk mesin pencampur aspal panas jenis takaran akan mengakibatkan, a) Gradasi agregat menjadi tidak sesuai lagi dengan job mix formula. 4) Pemeriksaan overflow pada bin panas jika tidak berfungsi semestinya. Jika overflow pada bin panas tidak berfungsi, maka untuk mesin pencampur aspal panas jenis takaran akan mengakibatkan beberapa hal diantaranya : a) Gradasi agregat menjadi tidak sesuai lagi dengan job mix formula. b) Kelebihan butiran halus. 5) Pemeriksaan temperatur agregat yang terlalu panas. Jika temperatur agregat terlalu panas, maka untuk mesin pencampur aspal panas jenis takaran dan drum akan mengakibatkan beberapa hal diantaranya : a) Dapat mengakibatkan temperatur dapat tidak seragam. b) Jika terlalu panas dapat dilihat dengan tanda-tanda campuran aspal panas, membentuk rata diatas bak truk, campuran terbakar, dan campuran berasap biru. 6) Pemeriksaan pengontrol temperatur pada Dryer yang tidak berfungsi. Jika pengontrol temperatur pada Dryer tidak berfungsi, maka untuk mesin pencampur aspal panas jenis takaran dan drum akan mengakibatkan beberapa hal diantaranya : a) Temperatur dari campuran aspal panas tidak seragam. b) Agregat tidak terselimuti dengan aspal secara merata. c) Campuran aspal panas dapat kelebihan aspal pada satu sisi. d) Campuran aspal panas akan membentuk rata diatas bak truk, campuran terbakar, dan campuran berasap biru. Halaman: 50 dari 75

52 e) Campuran beruap. 7) Pemeriksaan posisi Dryer yang terlalu miring. Jika posisi Dryer terlalu miring, maka untuk mesin pencampur aspal panas jenis takaran dan drum akan mengakibatkan beberapa hal diantaranya : a) Temperatur tidak seragam. b) Agregat tidak terselimuti dengan merata. c) Campuran beruap. 8) Pemeriksaan pengering (Dryer) yang overkapasitas. Jika pengering Dryer overkapasitas, maka untuk mesin pencampur aspal panas jenis takaran dan drum akan mengakibatkan beberapa hal diantaranya : a) Temperatur tidak seragam. b) Agregat tidak terselimuti dengan merata. c) Campuran beruap. b. Identifikasi fungsi dan kondisi burner dan penyalur agregat panas dengan benar. Mesin pencampur aspal panas jenis takaran, agregat digabungkan, dipanaskan dan dikeringkan serta secara proporsional dicampur dengan aspal untuk memproduksi campuran aspal panas. Proses produksi campuran beraspal panas dengan menggunakan AMP jenis takaran seperti diperlihatkan pada gambar 4.2, 4.3, 4.4, dan 4.5 dimulai dari memasok agregat dingin dari bin dingin dengan jumlah terkontrol, kemudian dipanaskan dan dikeringkan melalui pengering (Dryer). Selanjutnya agregat disaring dengan unit saringan panas (hot screen) yang akan memisahkan agregat berdasarkan ukuran fraksinya lalu dimasukkan ke dalam bin panas. Masing-masing agregat dari bin panas ditimbang sesuai proporsi yang diinginkan. Bila diperlukan, bahan pengisi (filler) ditambahkan melalui pemasok bahan pengisi. Selanjutnya dicampur kering dalam pencampur. Halaman: 51 dari 75

53 Drum Drayer Halaman: 52 dari 75

54 Drum Dryer Sudu-sudu didalam drum dryer Gambar 4.4 Burner dan Dryer Halaman: 53 dari 75

55 Screen/ayakan Pug mill Weight hopper H0t bin H0t elevator Alat angkut Storage silo Gambar 4.5 Batch Tower Halaman: 54 dari 75

56 Pedal tip Pedal arm Liner Bagian dalam Shaft/ Poros Gate (pintu) Pug Mill Halaman: 55 dari 75

57 Aspal dengan jumlah terkontrol ditambahkan setelah pencampuran kering. Bila pencampuran agregat dengan aspal telah homogen, campuran selanjutnya dituangkan ke dalam truk pengangkut dan dibawa ke tempat penghamparan. Pengering (Dryer) Dari bin dingin agregat dibawa melalui elevator dingin dinaikkan ke dalam pengering (Dryer) untuk dipanaskan dan dikeringkan pada temperatur yang diminta. Pengering mempunyai fungsi : 1) menghilangkan kandungan air pada agregat; dan 2) memanaskan agregat sampai temperatur yang disyaratkan. Komponen yang terdapat pada sistim pengering adalah : 1) Silinder berputar (pengering) yang umumnya berdiameter 91 cm sampai 305 cm dan panjang 610 cm sampai 1219 cm. 2) Ketel pembakar (burner) yang berisi gas atau minyak bakar untuk menyalakan pemanas. 3) Kipas (fan) sebagai bagian dari system pengumpul debu dan mempunyai fungsi utama untuk memberikan udara atau oksigen dalam sistim pemanas. Pada sistim pengering dipasang serangkaian baris sudu-sudu yang terbuat dari pelat logam cekung yang dilas dalam bentuk yang bervariasi dan melekat pada permukaan di bagian dalam silinder tersebut. Sudu-sudu ini (flight cup) digunakan untuk mengangkat dan menjatuhkan agregat sehingga pengeringan agregat menjadi merata. Tipikal sudu-sudu (flight cup) diperlihatkan pada gambar 4.6. Bentuk pengering, kecepatan putaran, diameter, panjang, jumlah dan disain dari sudu-sudu (flight cup) mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan di dalam sistim pengering agregat. Oleh karena itu jumlah, bentuk dan susunan sudu-sudu harus diperhatikan untuk efisiensi pengeringan. Selanjutnya agregat yang telah dikeringkan dialirkan menuju elevator panas (hot elevator) melalui pintu pengeluar yang terdapat pada ujung alat pengering. Gambar 4.6 Sudu-sudu/fligt cup Pada unit pengering (Dryer) perlu diperhatikan beberapa faktor agar diperoleh campuran beraspal yang memenuhi syarat, yaitu antara lain: 1) Kalibrasi alat pengukur temperatur dan pemeriksaan temperatur pemanasan. Perubahan kuantitas agregat yang masuk ke unit pengering akibat dari pengaturan bukaan bin dingin dapat menyebabkan pemanasan berlebih (jumlah agregat yang masuk berkurang sementara panas pembakar tetap). Halaman: 56 dari 75

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS PEMBINAAN KOMPETENSI KELOMPOK KERJA NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL NO. KODE : -I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS PENYIAPAN PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS KEGIATAN AKHIR PRODUKSI

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS KEGIATAN AKHIR PRODUKSI MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS KEGIATAN AKHIR PRODUKSI NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI Daftar Isi...

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMELIHARAAN HARIAN MESIN PENGGELAR ASPAL NO. KODE : -I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENCAMPUR ASPAL KEGIATAN AKHIR PRODUKSI NO. KODE : FKK.MP.02.006.01-I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TEKNIK PEMOMPAAN BETON SEGAR

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TEKNIK PEMOMPAAN BETON SEGAR MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TEKNIK PEMOMPAAN BETON SEGAR NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS KOMUNIKASI DAN KERJASAMA DI TEMPAT KERJA NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 BUKU INFORMASI DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I PENDAHULUAN... 2 1.1. Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK)... 2 1.2. Penjelasan Materi Pelatihan... 2 1.3. Pengakuan Kompetensi Terkini... 3

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON KEGIATAN AKHIR PENGOPERASIAN CONCRETE PUMP

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON KEGIATAN AKHIR PENGOPERASIAN CONCRETE PUMP MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON KEGIATAN AKHIR PENGOPERASIAN CONCRETE PUMP NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI Daftar Isi...

Lebih terperinci

Identifikasi dan Penerapan Norma, Standar, Pedoman, Kriteria dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota

Identifikasi dan Penerapan Norma, Standar, Pedoman, Kriteria dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah dan Kota MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI SUB SEKTOR TATA LINGKUNGAN JABATAN KERJA AHLI MADYA PERENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA Identifikasi dan Penerapan Norma, Standar, Pedoman,

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PENGUJIAN MATERIAL ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PENGUJIAN MATERIAL ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PENGUJIAN MATERIAL ASPAL KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU INFORMASI KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB I STANDAR KOMPETENSI... 1 1.1. Judul Unii Kompetensi... 1 1.2. Kode Unit... 1 1.3. Deskripsi Unit... 1 1.4. Kemampuan Awal... 1 1.5. Elemen Kompetensi

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN PERSIAPAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN PERSIAPAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN PERSIAPAN NO. KODE :.I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MEMBUAT LAPORAN KEGIATAN PELAKSANAAN PENGUJIAN BETON ASPAL KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU

Lebih terperinci

Penyamaan Persepsi Tim Perencana

Penyamaan Persepsi Tim Perencana MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI SUB SEKTOR TATA LINGKUNGAN JABATAN KERJA AHLI MADYA PERENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA Penyamaan Persepsi Tim Perencana BUKU INFORMASI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERUMUSAN DOKUMEN TEKNIS PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI

PERUMUSAN DOKUMEN TEKNIS PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI BIDANG PENATAAN RUANG SUB SEKTOR PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG JABATAN KERJA AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI PERUMUSAN DOKUMEN TEKNIS PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan 1

DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan 1 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI i BAB I PENGANTAR 1 1.1. Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi 1 1.2. Penjelasan Materi Pelatihan 1 1.2.1. Desain Materi Pelatihan 1 1.2.2. Isi Modul 2 1.2.3. Pelaksanaan

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TROUBLE SHOOTING

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TROUBLE SHOOTING MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR POMPA BETON TROUBLE SHOOTING NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN PERAPIAN DAN PEMELIHARAAN NO. KODE :.I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN KOMUNIKASI DI TEMPAT KERJA

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN KOMUNIKASI DI TEMPAT KERJA MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN KOMUNIKASI DI TEMPAT KERJA NO. KODE :.I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1

Lebih terperinci

Identifikasi Permasalahan Wilayah Perencanaan

Identifikasi Permasalahan Wilayah Perencanaan MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI SUB SEKTOR TATA LINGKUNGAN JABATAN KERJA AHLI MADYA PERENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA Identifikasi Permasalahan Wilayah Perencanaan BUKU

Lebih terperinci

Pelaporan hasil mitigasi risiko K3 dan lingkungan 43

Pelaporan hasil mitigasi risiko K3 dan lingkungan 43 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi. 1 BAB I PENGANTAR.. 2 1.1 Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK).. 2 1.2 Penjelasan Materi Pelatihan.. 2 1.3 Pengakuan Kompetensi Terkini 3 1.4 Pengertian-pengertian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi.. 1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi.. 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar. Daftar Isi.. 1 i BAB I PENGANTAR. 2 1.1 Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK)... 2 1.2 Penjelasan Materi Pelatihan...... 2 1.3 Pengakuan Kompetensi Terkini.. 3 1.4

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Asphalt Mixing Plant Manager Kode Jabatan Kerja : INA. 5111333 / KON. MT1. V Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1 BAB I PENGANTAR... 2 1.1 Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK)... 2 1.2 Penjelasan Materi Pelatihan... 2 1.3 Pengakuan Kompetensi Terkini... 3

Lebih terperinci

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Kode Unit Kompetensi : SPL.KS21.222.00 Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi. 1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... Daftar Isi. 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar.... Daftar Isi. 1 BAB I PENGANTAR 2 1.1 Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK). 2 1.2 Penjelasan Materi Pelatihan..... 2 1.3 Pengakuan Kompetensi Terkini 3 1.4 Pengertian-pengertian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB I STANDAR KOMPETENSI... 1 1.1. Judul Unii Kompetensi... 1 1.2. Kode Unit... 1 1.3. Deskripsi Unit... 1 1.4. Kemampuan Awal... 1 1.5. Elemen Kompetensi

Lebih terperinci

ANALISIS INFORMASI DALAM PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI

ANALISIS INFORMASI DALAM PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI BIDANG PENATAAN RUANG SUB SEKTOR PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG JABATAN KERJA AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI ANALISIS INFORMASI DALAM PENYUSUNAN

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT)

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT) MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT) PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1 BAB I PENGANTAR... 2 1.1 Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK)... 2 1.2 Penjelasan Materi Pelatihan... 2 1.3 Pengakuan Kompetensi Terkini... 3

Lebih terperinci

Pemeriksaan Hasil Kompilasi dan Pengolahan Data Terpadu

Pemeriksaan Hasil Kompilasi dan Pengolahan Data Terpadu MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI SUB SEKTOR TATA LINGKUNGAN JABATAN KERJA AHLI MADYA PERENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN KOTA Pemeriksaan Hasil Kompilasi Pengolahan Data BUKU INFORMASI

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : OPERATOR BATCHING PLANT (BATCHING PLANT OPERATOR) Kode Jabatan Kerja : Kode Pelatihan : INA-5200.221.08 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan 1

DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan 1 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI i BAB I PENGANTAR 1 1.1. Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi 1 1.2. Penjelasan Materi Pelatihan 1 1.2.1. Desain Materi Pelatihan 1 1.2.2. Isi Modul 2 1.2.3. Pelaksanaan

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN LINGKUNGAN (K3L) NO. KODE :.K BUKU KERJA DAFTAR

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI DETEKSI KEBOCORAN DAN COMMISSIONING JARINGAN PERPIPAAN SPAM Kode Jabatan Kerja :... Kode Pelatihan :... DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI MENERAPKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI (UUJK), KESELAMATAN DAN

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER PEMELIHARAAN HARIAN BACKHOE LOADER SETELAH OPERASI KODE UNIT KOMPETENSI F45.500.2.2.19.II.02.005.01

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1 BAB I PENGANTAR 2 Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK)... 2 Penjelasan Materi Pelatihan.... 2 Pengakuan Kompetensi Terkini.. 4 Pengertian-pengertian

Lebih terperinci

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PAM.MM02.003.01 BUKU DEPARTEMEN PEAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI KOORDINASI KEGIATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN NO. KODE : BUKU INFORMASI DAFTAR

Lebih terperinci

MEMERIKSA SISTEM KEMUDI OTO.KR

MEMERIKSA SISTEM KEMUDI OTO.KR MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR OTOMOTIF SUB SEKTOR KENDARAAN RINGAN MEMERIKSA SISTEM KEMUDI BUKU INFORMASI DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I. DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 384 TAHUN 2013 TENTANG

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 384 TAHUN 2013 TENTANG LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 384 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA KATEGORI KONSTRUKSI GOLONGAN POKOK KONSTRUKSI

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG MELAKSANAKAN PEKERJAAN AKHIR KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU INFORMASI

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PENGUJIAN MATERIAL FILLER

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PENGUJIAN MATERIAL FILLER MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PENGUJIAN MATERIAL FILLER KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU KERJA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PENGANTAR. Jakarta, Maret Pedoman Pelatihan dan Sertifikasi Asessor/ Master Asesor Kompetensi Draft Final 1 / 23

PENGANTAR. Jakarta, Maret Pedoman Pelatihan dan Sertifikasi Asessor/ Master Asesor Kompetensi Draft Final 1 / 23 PENGANTAR Pada konteks pelaksanaan uji kompetensi atau penilaian berbasis kompetensi, seorang Asesor Uji Kompetensi memiliki peran yang sangat penting dan menentukan dalam mencapai kualitas uji kompetensi

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MEMBUAT LAPORAN KEGIATAN PELAKSANAAN PENGUJIAN BETON ASPAL KODE UNIT KOMPETENSI: F45.TLBA.02.008.02

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BRONJONG MELAKSANAKAN PEKERJAAN PERSIAPAN KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PLPB 02

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN LAPISAN ATAS (BASE COURSE) NO. KODE : -K BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM MANAJEMEN OPERASI SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM MANAJEMEN OPERASI SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM MANAJEMEN OPERASI SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PAM.MM02.007.01 BUKU KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL KOMUNIKASI DAN KERJASAMA DI TEMPAT KERJA KODE UNIT KOMPETENSI F45.TLBA.01.002.02

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN KETENTUAN K3 DAN KETENTUAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN DI TEMPAT KERJA

Lebih terperinci

MERUMUSKAN KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI

MERUMUSKAN KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI BIDANG PENATAAN RUANG SUB SEKTOR PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG JABATAN KERJA AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI MERUMUSKAN KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan 1

DAFTAR ISI BAB I PENGANTAR Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi Penjelasan Materi Pelatihan Desain Materi Pelatihan 1 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI i BAB I PENGANTAR 1 1.1. Konsep Dasar Pelatihan Berbasis Kompetensi 1 1.2. Penjelasan Materi Pelatihan 1 1.2.1. Desain Materi Pelatihan 1 1.2.2. Isi Modul 2 1.2.3. Pelaksanaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Quality Assurance Engineer. Kode Modul F45.QAE

DAFTAR ISI. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Quality Assurance Engineer. Kode Modul F45.QAE DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK (HYDRO MECHANICAL DESIGN ENGINEER) Kode Jabatan Kerja : INA. 5220.112.09 Kode Pelatihan :... DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA (S L K)

STANDAR LATIHAN KERJA (S L K) STANDAR LATIHAN (S L K) Bidang Ketrampilan Nama Jabatan Kode SKKNI : Pengawasan Jalan : Inspektor Lapangan Pekerjaan Jalan (Site Inspector of Roads) : INA.5211.322.05 DEPARTEMEN PEAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PROSES PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK DAN NASKAH RAPERDA KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI

PENDAMPINGAN PROSES PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK DAN NASKAH RAPERDA KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI BIDANG PENATAAN RUANG SUB SEKTOR PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG JABATAN KERJA AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI PENDAMPINGAN PROSES PENYUSUNAN NASKAH

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PERSIAPAN PENGUJIAN BETON ASPAL KODE UNIT KOMPETENSI: F45.TLBA.02.001.02 BUKU KERJA

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN LAPISAN BAWAH (SUB BASE COURSE) NO. KODE : -K BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN ASPAL

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN ASPAL MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN ASPAL NO. KODE :.I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER PEMELIHARAAN HARIAN BACKHOE LOADER SEBELUM OPERASI KODE UNIT KOMPETENSI:.01

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI BIDANG KONSTRUKSI SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUMBETON ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI BIDANG KONSTRUKSI SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUMBETON ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI BIDANG KONSTRUKSI SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUMBETON ASPAL FORMULA CAMPURAN KERJA BETON ASPAL KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU KERJA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERSIAPAN REFERENSI DALAM PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI

PERSIAPAN REFERENSI DALAM PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI BIDANG PENATAAN RUANG SUB SEKTOR PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG JABATAN KERJA AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI PERSIAPAN REFERENSI DALAM PENYUSUNAN

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Mekanik Tower Crane (Tower Crane Mechanics) Kode Jabatan Kerja : INA. 5230.223.13 Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 MANDOR PERKERASAN JALAN PEKERJAAN PERKERASAN LAPISAN PERMUKAAN (SURFACE COURSE) NO. KODE : -I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PAM.MM01.001.01 BUKU INFORMASI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN

Lebih terperinci

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM HUBUNGAN MASYARAKAT

BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM HUBUNGAN MASYARAKAT MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI BIDANG MANAJEMEN AIR MINUM HUBUNGAN MASYARAKAT PAM.MM03.002.01 BUKU KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Kode Unit Kompetensi : SPL.KS21.226.00. Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Teknisi Geoteknik Klasifikasi : Bagian Sub Bidang Sumber Daya Air Kualifikasi : Sertifikat III (tiga) / Teknisi Senior Kode Jabatan Kerja

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : FOREMAN OF ASPHALT PAVEMENT Kode Jabatan Kerja : INA.5211.222.04 Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAN MEKANIKAL JABATAN KERJA MEKANIK HIDROLIK ALAT BERAT

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAN MEKANIKAL JABATAN KERJA MEKANIK HIDROLIK ALAT BERAT MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAN MEKANIKAL JABATAN KERJA MEKANIK HIDROLIK ALAT BERAT KOMUNIKASI DAN KERJASAMA DI TEMPAT KERJA KODE UNIT KOMPETENSI:.01 BUKU KERJA

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN TANAH

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN TANAH MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN TANAH NO. KODE :.I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I PENGANTAR...

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG BEKERJASAMA DENGAN REKAN KERJA NO. KODE : BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI. MELAKUKAN PEKERJAAN PENANAMAN PADA LAHAN KERJA F l 08 05

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI. MELAKUKAN PEKERJAAN PENANAMAN PADA LAHAN KERJA F l 08 05 MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI MELAKUKAN PEKERJAAN PENANAMAN PADA LAHAN KERJA F.45 4 0 5 2 1 01 l 08 05 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I. DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil / Bangunan Gedung

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil / Bangunan Gedung KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : GEODETIC ENGINEER OF BUILDING Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil / Bangunan Gedung Klasifikasi Pekerjaan : Pelaksanaan, Semua Bagian Sub

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN DRAINASE

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN DRAINASE MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN PEKERJAAN DRAINASE NO. KODE :.K BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I STANDAR

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN BADAN SALURAN

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN BADAN SALURAN MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN DRAINASE PERKOTAAN PEKERJAAN BADAN SALURAN NO. KODE :.I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI TEKNIK LALU LINTAS (TRAFFIC ENGINEER ) Kode Jabatan Kerja : INA.5211.113.07 Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG PEMANTAUAN PELAKSANAAN PEKERJAAN NO. KODE : BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

KODE UNIT KOMPETENSI INA

KODE UNIT KOMPETENSI INA MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR AIR MINUM JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN PERPIPAAN MEMBUAT RENCANA JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN KODE UNIT KOMPETENSI INA.52.00.204.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.587, 2014 KEMENAKERTRANS. Pelatihan. Berbasis Kompetensi. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BERITA NEGARA. No.587, 2014 KEMENAKERTRANS. Pelatihan. Berbasis Kompetensi. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.587, 2014 KEMENAKERTRANS. Pelatihan. Berbasis Kompetensi. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I STANDAR KOMPETENSI

BAB I STANDAR KOMPETENSI BAB I STANDAR KOMPETENSI 1.1 Kode Unit : 1.2 Judl Unit : Melaksanakan Peraturan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan Ketentuan Mutu 1.3 Deskripsi Unit : Unit ini menggambarkan ruang lingkup pengetahuan,

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG BIAYA TOTAL PEKERJAAN NO. KODE : BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA TEKNISI LABORATORIUM BETON ASPAL PERSIAPAN PENGUJIAN BETON ASPAL KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU INFORMASI KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I STANDAR KOMPETENSI

BAB I STANDAR KOMPETENSI BAB I STANDAR KOMPETENSI 1.1 Judul Unit Kompetensi Menyediakan Data Untuk Pembuatan Gambar Kerja. 1.2 Kode Unit. 1.3 Deskripsi Unit Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 382 TAHUN 2013 TENTANG

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 382 TAHUN 2013 TENTANG LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 382 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA KATEGORI KONSTRUKSI GOLONGAN POKOK KONSTRUKSI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lampiran Jawaban Tugas Tertulis 14. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Quality Assurance Engineer. Kode Modul F45.QAE

DAFTAR ISI. Lampiran Jawaban Tugas Tertulis 14. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Quality Assurance Engineer. Kode Modul F45.QAE DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... 1 BAB I KONSEP PENILAIAN... 2 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Tujuan... 2 1.3 Metoda Penilaian... 2 BAB II PELAKSANAAN PENILAIAN... 4 2.1 Kunci Jawaban Tugas-Tugas (Teori)... 4

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER LAPORAN HARIAN OPERASI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER LAPORAN HARIAN OPERASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER LAPORAN HARIAN OPERASI KODE UNIT KOMPETENSI F45.500.2.2.19.II.02.006.01 BUKU

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI. MELAKUKAN PEKERJAAN PENANAMAN PADA LAHAN KERJA F l 08 05

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI. MELAKUKAN PEKERJAAN PENANAMAN PADA LAHAN KERJA F l 08 05 MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI MELAKUKAN PEKERJAAN PENANAMAN PADA LAHAN KERJA F.45 4 0 5 2 1 01 l 08 05 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI R.I. DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PELATIHAN DAN PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI TUKANG PASANG WATERPROOFING PERSIAPAN PEKERJAAN WATERPROOFING

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI TUKANG PASANG WATERPROOFING PERSIAPAN PEKERJAAN WATERPROOFING MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI TUKANG PASANG WATERPROOFING PERSIAPAN PEKERJAAN WATERPROOFING KODE UNIT KOMPETENSI: BUKU INFORMASI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c periu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c periu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Peru No.46, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Pelatihan. Berbasis Kompetensi. Jasa Konstruksi. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 24/PRT/M/2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER LAPORAN HARIAN OPERASI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER LAPORAN HARIAN OPERASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER LAPORAN HARIAN OPERASI KODE UNIT KOMPETENSI.01 BUKU PENILAIAN KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN MEKANIKAL JABATAN KERJA OPERATOR BACKHOE LOADER KOMUNIKASI DAN KERJASAMA DI TEMPAT KERJA KODE UNIT KOMPETENSI.01 BUKU INFORMASI

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Mekanikal / Bangunan Gedung

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Mekanikal / Bangunan Gedung KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI PESAWAT LIFT & ESKALATOR Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Mekanikal / Bangunan Gedung Klasifikasi Pekerjaan : Perencana, Semua Bagian

Lebih terperinci

PEDOMAN PERSYARATAN UMUM ASESOR LISENSI, LEAD ASESOR DAN FASILITATOR SISTEM MANAJEMEN MUTU LSP

PEDOMAN PERSYARATAN UMUM ASESOR LISENSI, LEAD ASESOR DAN FASILITATOR SISTEM MANAJEMEN MUTU LSP Badan Nasional Sertifikasi Profesi Republik Indonesia Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nomor : 13/BNSP.218/XII/2013 Tentang PEDOMAN PERSYARATAN UMUM ASESOR LISENSI, LEAD ASESOR DAN FASILITATOR

Lebih terperinci