ANALISIS RISIKO PRODUKSI TOMAT DAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO PRODUKSI TOMAT DAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 ANALISIS RISIKO PRODUKSI TOMAT DAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI JAYANTI MANDASARI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 RINGKASAN JAYANTI MANDASARI. Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NARNI FARMAYANTI). Tomat dan cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi. Namun, jika dilihat dari tingkat produktivitasnya kedua komoditas tersebut selalu mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Hal inipun seringkali dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. Fluktuasi produktivitas tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh petani di Desa Perbawati mengindikasikan adanya risiko produksi pada tomat dan cabai merah yang mereka usahakan. Dengan demikian, perlu adanya penelitian mengenai sumber dan tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh petani di Desa Perbawati serta strategi dalam menangani risiko produksi tersebut. Berdasarkan permasalahan yang ada di Desa Perbawati maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis risiko produksi yang dihadapi oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. Disamping untuk menganalisis risiko produksi pada petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati juga untuk menganalisis sumber risiko produksi pada tomat dan cabai merah, menganalisis tingkat risiko produksi pada tomat dan cabai merah, dan menentukan strategi yang dapat mengurangi risiko produksi. Penelitian dilaksanakan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi selama dua bulan mulai dari pertengahan bulan Desember Tahun 2011 hingga pertengahan bulan Februari Tahun Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 25 responden dengan metode pengambilan responden secara sensus. Alat yang digunakan untuk menganalisis risiko produksi yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variation. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan bahwa pada kegiatan spesialisasi baik berdasarkan produktivitas maupun berdasarkan pendapatan bersihnya, risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan dengan risiko produksi cabai merah. Hal ini dapat dilihat pada nilai coefficient variation dimana risiko produksi berdasarkan produktivitas pada tomat sebesar 68,7 persen lebih tinggi dibandingkan cabai merah yang hanya 62,9 persen. Artinya jika petani menghasilkan tanaman tomat sebesar 1 kg maka risiko yang dihadapi yaitu sebesar 0,687 kg sehingga dari satu kilogram petani hanya dapat menghasilkan 0,313 kg. sedangkan jika petani menghasilkan tanaman cabai merah sebesar 1 kg maka risiko produksi yang dihadapi yaitu sebesar 0,629 kg akibatnya hasil yang dapat diperoleh hanya sebanyak 0,371kg. Berdasarkan pendapatan bersihnya, risiko produksi pada tomat sebesar 74,9 persen lebih tinggi dibandingkan pada cabai merah yaitu sebesar 65,0 persen. Diversifikasi usahatani yaitu dengan menanam tomat dan cabai merah secara bersamaan dapat menurunkan risiko produksi menjadi 59,6 persen berdasarkan produktivitasnya dan 63,3 persen berdasarkan pendapatan bersihnya. Kegiatan

3 diversifikasi ini dapat lebih rendah jika petani mengusahakan cabai merah dengan luas tanam yang lebih tinggi dibandingkan luas tanam tomat yaitu dengan fraksi 60% untuk luas tanam cabai merah dan 40% untuk luas tanam tomat. Kondisi seperti ini menghasilkan risiko produksi yang lebih rendah dibandingkan kondisi aktualnya yaitu risiko produksi diversifikasi tomat dan cabai merah menjadi 50,7 persen. Dengan demikian, diversifikasi dapat digunakan sebagai suatu strategi untuk mengurangi risiko produksi. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko yaitu dengan melakukan perbaikan pola tanam, pengendalian hama dan penyakit, serta pengolahan lahan ketika sebelum ditanami. Selain itu ada pula alternatif tindakan yang dapat mengurangi kerugian akibat terjadinya risiko produksi yaitu dengan pengembangan kreativitas para ibu rumah tangga dengan menggunakan alat yang sudah ada.

4 ANALISIS RISIKO PRODUKSI TOMAT DAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT JAYANTI MANDASARI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat Nama NRP : Jayanti Mandasari : H Menyetujui, Pembimbing Ir. Narni Farmayanti, MSc NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr.Ir.Nunung Kusnadi,MS NIP Tanggal Lulus:

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2012 Jayanti Mandasari H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 12 April Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Jaya Sanjaya dan Ibu Tati Guswati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Tugujaya 1 pada tahun 2002 dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 1 Cigombong. Pendidikan menengah lanjutan atas di SMA Negeri 1 Cigombong diselesaikan pada tahun Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Progran Sarjana pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan, penulis terlibat dalam beberapa organisasi intra departemen (HIPMA AGB) maupun ekstra departemen (BEM FEM) melalui beberapa kepanitiaan.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul Analisis Risiko Produksi Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi yang dihadapi oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, menganalisis sumbersumber yang menyebabkan adanya risiko produksi pada tomat dan cabai merah. Selain itu bertujuan untuk menganalisis tingkat risiko yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati serta untuk menentukan alternatif kegiatan yang dapat mengurangi risiko produksi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Namun, Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Mei 2012 Jayanti Mandasari

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yakni: 1. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memeberikan bimbingan, arahan, saran, waktu, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Seluruh dosen pengajar dan staf kependidikan Departemen Agribisnis yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 3. Tintin Sarianti, SP, MM sebagai dosen penguji utama dan Suprehatin, SP, MAB sebagai dosen penguji departemen yang telah memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis. 4. Ayah (Jaya Sanjaya), Ibu (Tati Guswati), kaka (Adi Sutardi), dan adik (Aji Sentosa dan Ari Yudistira) untuk setiap dukungan baik moril maupun materil, cinta kasih, semangat, dan do a yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 5. Pemerintah Kabupaten dan Kecamatan Sukabumi, serta Desa Perbawati yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 6. Para petani tomat dan cabai merah serta pengumpul di Desa Perbawati yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menyampaikan informasi, pelajaran, dan pengalaman yang berharga. 7. Keluarga Ibu Harni yang telah memberikan tempat persinggahan dan kemudahan untuk mengakses informasi selama penelitian berlangsung. 8. Teman-teman satu bimbingan Arini Prihatin, Ervan Fareza, Akbar Zaenal Mutakin, khususnya Iriana Wahyuningsih sebagai teman seperjuangan ketika awal penjajakan tempat dan ketika penelitian berlangsung hingga penyelesaian penyusunan skripsi. 9. Sahabat tercinta Sistiana Kurnia Widyasari, Listia Nur Isma, Arini Prihatin, dan Annisa Kusuma Wardani sebagai motivator.

10 10. Semua teman-teman Agribisnis 45 yang bersama-sama berbagi ilmu, pengalaman, suka duka, selama menempuh pendidikan di Departemen Agribisnis. 11. Teman-teman Gladikarya di Desa Nagrak, Kecamatan Cisaat, Kabupaten sukabumi, Haris, Listia, Iriana, dan Ria yang sudah berbagi pengalaman dan pelajaran hingga dapat di aplikasikan kembali ketika penelitian. 12. Semua teman-teman di Pondok Iswara (wulan, via, wiwi, julia, ulfa, ratih, dinda, dan hesti) sebagai tempat mencurahkan segala isi hati ketika malam tiba.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman xiii xv xvii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 9 II. III. IV. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sayuran Budidaya Tomat Budidaya Cabai Merah Tinjauan Alat Pengukuran Risiko Tinjauan Risiko Tinjauan Strategi dalam Mengurangi Risiko Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Risiko dan Perilaku dalam Menghadapi Risiko Sumber-sumber Risiko Pengukuran Risiko Strategi dalam Mengurangi Risiko Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Spesialisasi Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Diversifikasi Asumsi-asumsi Dasar dalam Menentukan Skenario Diversifikasi... 30

12 V. GAMBARAN UMUM 5.1 Karakteristik Wilayah Penelitian Kondisi Geografis dan Potensi Wilayah Potensi Pertanian dan Komoditas Unggulan Sosial dan Ekonomi Kependudukan Sarana dan Prasarana di Desa Perbawati Karakteristik Responden Umur Responden Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Tanggungan Keluarga Pengalaman Bertani Kepemilikan Luas Lahan Status Kepemilikan Lahan Pola Tanam Sayuran Penggunaan Input Usahatani Tomat dan Cabai Merah Struktur Pendapatan Usahatani Tomat dan Cabai Merha di Desa Perbawati Biaya Produksi Tomat dan Cebai Merah Penerimaan Usahatani Tomat dan Cabai Merah Pendapatan Bersih Usahatani Tomat dan Cabai Merah VI. VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Risiko Produksi dan Sumber Risiko Pada Petani Desa Perbawati Penilaian Risiko Produksi Penilaian Risiko Produksi Spesialisasi Penilaian Risiko Produksi Diversifikasi Tingkat Risiko Produksi Diversifikasi Aktual Tingkat Risiko Produksi Diversifikasi Dengan Skenario Alternatif untuk Mengurangi Risiko Produksi KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 83

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku di Indonesia Tahun Pertumbuhan Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Indonesia Tahun Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Sentra Produksi Dataran Tinggi Indonesia Tahun Potensi Usahatani berdasarkan Komoditas Unggulan di Kecamatan Sukabumi Produktivitas Tomat Hibrida di Daerah Medium Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 (ton/ha) Produktivitas Cabai Merah di Indonesia Tahun 2010 (ton/ha) Persamaan dan Perbedaan Penelitian yang Dilakukan dengan Penelitian Terdahulu Sarana dan Prasarana di Desa Perbawati Tahun Umur Petani Responden Tomat dan Cabai merah di Desa Perbawati Tingkat Pendidikan Petani Responden Tomat dan Cabai merah di Desa Perbawati Tahun Jumlah Tanggungan Petani Responden Tomat dan Cabai merah di Desa Perbawati Tahun Pengalaman Bertani Tomat dan Cabai merah oleh Petani Responden Tahun Luas Lahan yang Dimiliki Petani Responden di Desa Perbawati Karakteritik Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun Status Usahatani Petani Responden di Desa Perbawati Tahun Rata-rata penggunaan Input pada Usahatani Tomat Menurut Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun 2010/ Rata-rata penggunaan Input pada Usahatani Cabai Merah Menurut Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun 2010/ Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Tomat Per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun (Rp/Ha)... 45

14 19 Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun (Rp/Ha) Jenis Hama yang Menyerang Tanaman Tomat Jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Tomat Jenis Serangan Hama dan Penyakit pada Sayuran Tomat di Desa Perbawati Jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Hama yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Serangan Hama dan Penyakit pada Sayuran Tomat di Desa Perbawati Rata-Rata Produktivitas, Pendapatan Bersih dan Peluang Tomat dan Cabai Merah yang Dihadapi Petani Desa Perbawati, Tahun Penilaian Expected Return Berdasarkan Produktivitas dan Pendapatan Bersih pada Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas Pada Tomat dan Cabai Merah pada Petani Desa Perbawati Tahun Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Bersih Pada Tomat dan Cabai Merah pada Petani Desa Perbawati Tahun Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas pada Tomat, Cabai Merah, dan Portofolio pada Petani Desa Perbawati Tahun Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Bersih pada Tomat, Cabai Merah, dan Portofolio pada Petani Desa Perbawati Tahun Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas Tomat Dan Cabai Merah pada Berbagai Kondisi di Petani Desa Perbawati Tahun Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Tomat Dan Cabai Merah pada Berbagai Kondisi di Petani Desa Perbawati Tahun

15 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia Terhadap Sayursayuran dan Buah-buahan Tahun 2007 (kg/tahun/kapita) Pertumbuhan Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Indonesia Tahun Produksi Tomat dan Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Tahun (kg/pohon) Organisme Pengganggu Tumbuhan Selama Siklus Hidup Tomat Organisme Pengganggu Tumbuhan Selama Siklus Hidup Merah Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Ketidakpastian Hubungan Risiko dan Pendapatan (Return) Hubungan Kepuasan dan Pendapatan Hubungan Expected Return dan Varian Return Kerangka Pemikiran Operasional Potensi Usaha Tani di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi Distribusi Penduduk Desa Perbawati BerdasarkanUsia Tahun Distribusi Penduduk Desa Perbawati Berdasarkan Mata Pencaharian Kontribusi Rata-Rata Biaya Input terhadap Biaya Tunai Usahatani Tomat Per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun Kontribusi Biaya Input terhadap Biaya Keseluruhan Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun Penerimaan Rata-Rata Petani Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Tahun Biaya Produksi Rata-Rata, Penerimaan Rata-Rata, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Pendapatan atas Biaya Total Tomat di Desa Perbawati, Tahun

16 19 Biaya Produksi Rata-Rata, Penerimaan Rata-Rata, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Pendapatan atas Biaya Total Cabai Merah di Desa Perbawati, Tahun Rata-Rata Tingkat Produktivitas Tomat dan Cabai Merah Per Musim di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Tahun Grafik Curah Hujan Kecamatan Sukabumi Periode September 2009-September

17 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Laju Pertumbuhan Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Produktivitas Cabai Merah di Provinsi Jawa Barat Tahun Produktivitas Tomat di Provinsi Jawa Barat Tahun Produksi Tomat dan Cabe Merah di Kabupaten Sukabumi Tahun Pola Tanam Komoditas Sayuran Pada Lahan 1 yang Diusahakan Petani Responden di Desa Perbawati, Tahun 2011/ Pola Tanam Komoditas Sayuran Pada Lahan II yang Diusahakan Petani Responden di Desa Perbawati, Tahun 2011/ Analisis Pendapatan Tomat Musim Pertama Per Hektar Lahan (Rp) Analisis Pendapatan Tomat Musim Kedua Per Hektar Lahan (Rp) Analisis Pendapatan Tomat Musim Ketiga Per Hektar Lahan (Rp) Analisis Pendapatan Tomat Musim Keempat Per Hektar Lahan (Rp) Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Pertama Per Hektar Lahan (Rp) Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Kedua Per Hektar Lahan (Rp) Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Ketiga Per Hektar Lahan (Rp) Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Keempat Per Hektar Lahan (Rp) Data Produktivitas Tomat pada Petani Tomat di Desa Perbawati Tahun (kg/ha)

18 17 Data Produktivitas Cabai Merah pada Petani Tomat di Desa Perbawati Tahun (kg/ha) Hama dan Penyakit yang Menyerang Tomat Hama dan Penyakit yang Menyerang Cabai Merah Penilaian Risiko Produksi secara Spesialisasi Berdasarkan Produktivitas (kg/ha) Pada Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun Penilaian Risiko Produksi secara Spesialisasi Berdasarkan Pendapatan Bersih (Rp/Ha) Pada Tomat dan Cabe Merah di Desa Perbawati Tahun Fraksi Diversifikasi Berdasarkan Luas Lahan Penilaian Risiko Produksi secara Diversifikasi Berdasarkan Produktivitas (kg/ha) Pada Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun Penilaian Risiko Produksi secara Diversifikasi Berdasarkan Pendapatan Bersih (Rp/Ha) Pada Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun

19 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga berperan sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat Indonesia karena sebesar 40,3 persen masyarakat Indonenesia bermatapencaharian sebagai petani (BPS 2008). Selain itu, pada Tahun 2009, sektor pertanian menempati urutan kedua setelah industri pengolahan dalam memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sektor pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu subsektor perkebunan, pangan, dan hortikultura. Menurut data BPS tahun 2004 bahwa terdapat sekitar 34,01 persen rumah tangga petani Indonesia yang mengusahakan tanaman hortikultura. Hal ini terkait dengan kondisi alam Indonesia yang mendukung dalam pengembangan komoditas-komoditasnya. Subsektor hortikultura ini terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan obat-obatan. Menurut data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), nilai PDB dari subsektor hortikultura dari Tahun 2007 hingga 2010 cendung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku di Indonesia Tahun No Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) Buah-Buahan Sayuran Tanaman Hias Biofarmaka Total Sumber : Ditjen Hortikultura (2012) PDB merupakan salah satu indikator untuk menentukan kontribusi hortikultura terhadap pendapatan negara. Berdasarkan informasi pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa kontribusi komoditas hortikultura cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2010 dengan persentase pertumbuhan yang berbeda-beda. Pada tahun 2007, secara keseluruhan komoditas hortikultura memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara sebesar Rp milyar,

20 tahun 2008 sebesar Rp milyar, tahun 2009 sebesar Rp milyar, dan tahun 2010 sebesar Rp milyar. Penurunan PDB hortikultura pada tahun 2010 disebabkan oleh penurunan kontribusi buah-buahan dan tanaman hias. Selain sebagai penyumbang PDB pertanian, subsektor hortikultura memiliki peranan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat Indonesia. Beberapa bagian dari komoditas hortikultura tersebut adalah kelompok tanaman sayuran dan buah-buahan. Dari sisi ekonomi yang dapat dilihat pada Tabel 1 buah-buahan memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB hortikultura yang kemudian diikuti oleh sayuran. Namun, jika dilhat dari sisi konsumsi maka masyarakat Indonesia memiliki kecendrungan untuk mengkonsumsi sayuran yang lebih tinggi dibandingkan buah-buahan. Sayuran, 40.9 Buahbuahan, Gambar 1. Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia Terhadap Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tahun 2007 (kg/tahun/kapita) Sumber : Ditjen Hortikultura (2009) Gambar 1, yang merupakan hasil sensus Direktorat Jenderal Hortikultura, menunjukkan bahwa pada tahun 2007 konsumsi sayuran masyarakat Indonesia mencapai 40,9 kg/kapita/tahun. Dimana angka ini lebih tinggi dibandingkan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap buah-buahan yaitu hanya sebesar 34,06 kg/kapita/tahun. Kondisi tersebut disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi sayuran yang bersamaan dengan konsumsi nasi sehingga posisi sayuran lebih penting dibandingkan dengan konsumsi buah-buahan. Konsumsi masyarakat pun akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk.

21 Berdasarkan data BPS Tahun 2011 bahwa laju pertumbuhan rata-rata produksi sayuran di Indonesia periode tahun 2005 hingga 2010 yaitu sebesar 3,26 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan produksi pada usahatani sayuran yang dapat disebabkan oleh peningkatan pengusahaan komoditas sayuran oleh para petani di Indonesia. Dari sisi banyaknya jumlah produksi, beberapa komoditas dari kelompok tanaman sayuran yang paling banyak produksi pertahunnya yaitu bawang merah, kentang, kubis, cabai, jamur, daun bawang, tomat, dan mentimun (BPS 2011) (Lampiran 1). Bawang merah memiliki rata-rata laju pertumbuhan sebesar 7,51 persen, kentang sebesar 1,23 persen, kubis sebesar 1,39 persen, cabai sebesar 5,07 persen, jamur sebesar 1,34 persen, daun bawang sebesar 2,18 persen, tomat sebesar 6,9 persen, dan mentimun sebesar 0,02 persen. Maka diantara komoditas tersebut, tomat dan cabai memiliki laju produksi yang tinggi setelah bawang merah seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Berdasarkan data Departemen Pertanian pada Tahun 2011, komoditas cabai yang banyak diusahakan oleh petani yaitu cabai merah. Pada Tabel 2 menunjukan tingkat produktivitas cabai merah lebih tinggi dibandingkan produktivitas cabai rawit. Produktivitas tomat dan cabai merah di Indonesia relatif berfluktuasi, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produktivitas Tomat dan Cabai di Indonesia Tahun Tahun Pertumbuhan No. Komoditas Rata-rata (%) 1 Cabai Merah (Ton/Ha) 6,3 6,37 6,72 6,58 0,31 2 Cabai Rawit (Ton/Ha) 4,67 4,47 5,07 4,56 5,66 3 Tomat (Ton/Ha) 12,33 13,66 15,27 14,58-1,39 Sumber : Deptan (Departemen Pertanian)(2011) Tabel 2 menunjukkan bahwa dari tahun 2007 hingga 2010, rata-rata laju pertumbuhan tomat dan cabai merah sebesar 5,66 persen dan 0,31 persen sedangkan cabai rawit laju pertumbuhannya turun sebesar 1,39 persen. Laju produktivitas yang meningkat dapat disebabkan karena bertambahnya petani di Indonesia yang mengusahakan sayuran tomat dan cabai merah sehingga luas panen tomat dan cabai merah mengalami peningkatan. Selain itu, pada Tabel 2

22 dapat dilihat bahwa dari tahun 2007 hingga 2008 produktivitas tomat dan cabai merah mengalami fluktuasi yang selanjunya digambarkan pada Gambar 2. Produktivitas Cabai Merah Tomat Tahun Gambar 2. Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Indonesia Tahun Sumber : Deptan (2011) Pada umumnya tomat dan cabai merah dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pada dataran tinggi. Namun, tomat hanya mampu berproduksi secara optimal jika diusahakan pada lahan di dataran tinggi, sedangkan cabai merah hanya akan berproduksi optimal pada daerah yang memiliki persediaan air yang cukup banyak. Menurut Purnaningsih (2008) bahwa sentra sayuran dataran tinggi terbesar di Indonesia yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Sulawesi selatan. Tabel 3. Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Sentra Produksi Dataran Tinggi Indonesia Tahun Komoditas dan Tahun (Ton/Ha) Provinsi Tomat Sumatera Utara 21,34 18,91 18,83 19,34 19,57 Sumatera Selatan 6,75 5,82 8,55 8,67 8,38 Jawa Barat 20,25 24,46 26,38 30,58 24,12 Jawa Tengah 11,93 11,96 15,44 14,47 15,74 Sulawesi Selatan 2,76 3,79 7,09 8,66 10,49 Cabai Merah Sumatera Utara 8,2 8,53 8,87 8,53 9,23 Sumatera Selatan 3,84 1,88 3,09 3,91 3,94 Jawa Barat 12,16 11,96 11,51 12,99 9,46 Jawa Tengah 6,12 5 5,3 5,51 5,82 Sulawesi Selatan 4,67 4,39 3,74 4,06 4,14 Sumber : Departemen Pertanian (2011)

23 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa baik tomat maupun cabai merah yang diusahakan di dataran tinggi, lebih banyak diusahakan di Jawa Barat. Lampiran 3 dan 4 menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mengusahakan tomat dan cabai merah dalam usahataninya dengan produktivitas cabai merah yang mendekati produktivitas rata-ratanya, sedangkan produktivitas tomat melebihi produktivitas rata-rata tomat di Provinsi Jawa Barat. Dari beberapa kecamatan yang berada di Kabupaten Sukabumi bahwa Kecamatan Sukabumi merupakan kecamatan yang juga mengusahakan tomat dan cabai merah dalam kegiatan pertaniannya (Lampiran 5). Produksi tomat dan cabai merah di Kecamatan Sukabumi mengalami fluktuasi. Gambar 3 menunjukkan adanya penurunan dan peningkatan produksi tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh para petani di Kecamatan Sukabumi. Pada tahun 2009, baik tomat maupun cabai merah mengalami penurunan produksi. Produksi tomat turun sebesar 15 persen dan cabai merah turun sebesar 65 persen. Pada tahun 2010, keduanya mengalami peningkatan produksi. produksi tomat meningkat sebesar 4 persen dan cabai merah meningkat sebesar 19 persen. Produksi 10,000 8,000 6,000 4,000 2, Tomat (kwintal) Cabai Merah (kwintal) Tahun Gambar 3. Produksi Tomat dan Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun Sumber : BPS (2011) Kecamatan Sukabumi terdiri atas beberapa desa, yaitu Desa Karawang, Parungseah, Perbawati, Sudajayagirang, Sukajaya, dan Warnasari. Tabel 4 menunjukkan potensi usahatani berdasarkan komoditas unggulan pada masingmasing desa di Kecamatan Sukabumi. Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa tomat dan cabai merah banyak diusahakan di Desa Perbawati dan merupakan komoditas unggulan di Desa Perbawati.

24 Tabel 4. Potensi Usahatani berdasarkan Komoditas Unggulan di Kecamatan Sukabumi Desa Komoditas Unggulan Sayuran Tanaman Hias Buah-buahan Ternak Karawang - Sedap Malam - Sapi Perah Parungseah Perbawati Tomat Suji Pisang Ambon - Cabai merah Sedap Malam Sudajayagirang - Garbera Pisang Ambon Sapi Perah Krisan Sukajaya - Krisan - Ayam buras Sedap Malam Kelinci Warnasari Sumber: BP4K Kabupaten Sukabumi (2012) Berdasarkan penjelasan pada Gambar 3, dapat disimpulkan bahwa komoditas tomat dan cabai merah di Kecamatan Sukabumi mengalami fluktuasi produksi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengusahaannya, masing-masing komoditas tersebut mengandung risiko produksi yang harus ditanggung oleh para petani. Agar petani tidak menghadapi kerugian yang semakin tinggi akibat adanya risiko produksi, maka perlu dilakukan penelitian mengenai risiko produksi terhadap kedua komoditas tersebut. Dalam kasus ini yaitu petani tomat dan cabai merah yang berada di Desa Perbawati yang merupakan desa yang mengusahakan tomat dan cabai merah di Kecamatan Sukabumi. Dengan demikian dapat diketahui berapa besar tingkat risiko yang terjadi dan strategi yang seperti apa untuk mengurangi kerugian akibat adanya risiko produksi tersebut, dan hasilnya dapat direkomendasikan kepada para petani untuk mengelola risiko baik sebelum maupun ketika kegiatan produksi berlangsung. 1.2 Perumusan Masalah Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Sukabumi yang mengusahakan tanaman sayuran dan beberapa jenis tanaman hias. Namun, sayuran merupakan fokus utama bagi para petani di Desa Perbawati. Hal ini disebabkan karena kondisi alam yang sangat mendukung bagi pertumbuhan sayuran. Selain itu untuk tanaman hias itu sendiri terdapat beberapa desa yang

25 memang dijadikan tempat pembudidayaan tanaman hias seperti Desa Karawang dan Desa Sukajaya. Sayuran yang banyak ditanam di Desa Perbawati antara lain tomat, cabai merah, cabai keritimg, cabai rawit, kubis, bawang daun, mentimun, pakcoy, sawi, dan wortel. Namun, tomat dan cabai merah menjadi komoditas unggulan bagi petani di Desa Perbawati karena selalu diusahakan setiap musim tanam. Luas lahan yang ditanami petani untuk komoditas tomat dan cabai merah beraneka ragam, mulai dari 400 m 2 hingga 8 Ha. Dalam satu petak lahan, penanaman tomat dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun, sedangkan penanaman cabai merah hanya dapat dilakukan sekali dalam satu tahun karena masa tanamnya lebih lama dibandingkan tomat, yaitu sekitar 6 bulan hingga 7 bulan. Namun, petani responden dalam penelitian ini yaitu petani yang secara intensif menanam tomat dan cabai merah dengan kepemilikan lahan lebih dari satu petak, sehingga dalam satu tahun petani dapat memanen tomat dan cabai merah sebanyak dua kali panen. Sebagian besar petani menggunakan benih tomat hibrida marta dan cabai merah hibrida inko hot. Produktivitas optimal tomat marta yaitu 3 kg/pohon, sedangkan produksi optimal cabai merah inko hot yaitu 1 kg/pohon. Namun, produksi tomat yang sering diperoleh petani hanya sekitar 1-1,6 kg/pohon, sedangkan cabai merah hanya sekitar 0,5-0,7 kg/pohon saja. Berdasarkan data yang diperoleh dari para petani tomat dan cabai merah bahwa produktivitas tomat dan cabai merah mengalami fluktuasi. Hal ini terlihat pada produktivitas tomat dan cabai merah pada tahun 2010 hingga tahun Dimana produksi tomat berkisar antara 0,5 kg/pohon hingga 1,9 kg/pohon, sedangkan produksi cabai merah berkisar antara 0,1 kg/pohon hingga 0,8 kg/pohon. Gambar 4 menunjukkan bahwa produktivitas tomat dan cabai merah mengalami fluktuasi. Kondisi fluktuasi ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati karena dalam empat kali musim tanam tomat (Mei-September tahun 2010, November tahun 2010 Februari tahun 2011, April-Agustus tahun 2011, dan Oktober tahun Januari 2012) dan cabai merah (September tahun 2009 Februari tahun 2010, April-oktober tahun 2010, Desember tahun 2010 Juni tahun 2011, dan September tahun 2011 Februari tahun 2012) mengalami

26 produki di bawah normalnya sebanyak dua kali yaitu di bawah 1-1,6 kg/pohon untuk tomat dan 0,5-0,7 kg/pohon untuk cabai merah. Produktiviitas Musim Tomat (kg/pohon) Cabai Merah (kg/pohon) Gambar 4. Produktivitas Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Tahun (kg/pohon) Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam produksi tomat dan cabai merah di Desa Perbawati terdapat risiko produksi yang menyebabkan kerugian bagi para petani. Sebelum memecahkan masalah, maka sebaiknya perlu diketahui penyebab terjadinya risiko produksi tersebut. Dengan demikian, penting dikaji hal-hal berikut ini: 1. Bagaimana risiko produksi pada tomat dan cabai merah yang dihadapi oleh petani Desa Perbawati? 2. Apa saja yang menyebabkan risiko produksi tersebut? 3. Bagaimana tingkat risiko pada tomat dan cabai merah jika petani melakukannya secara spesialisasi dan diversifikasi? 4. Strategi apa saja yang dapat direkomendasikan kepada petani menyangkut risiko produksi yang dihadapinya? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kondisi risiko produksi yang dihadapi oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. 2. Menganalisis sumber risiko produksi pada tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. 3. Menganalisis tingkat risiko tomat dan cabai merah jika petani melakukannya secara spesialisasi dan diversifikasi.

27 4. Menyusun dan menentukan strategi yang dapat mengurangi risiko produksi. 1.4 Manfaat Penelitian Kegunaan dari penelitian ini, antara lain : 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi petani dalam meminimalisir risiko produksi. 2. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya 3. Bagi Pemerintah daerah Sukabumi khusunya BP3K, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menyusun program pembangunan sektor pertanian khususnya sayuran. 4. Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengaplikasikan pengetahuan risiko bisnis secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.

28 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sayuran Sayuran selain sebagai bahan pangan bagi manusia juga memiliki kontribusi terhadap perekonomian negara diantaranya berkontribusi terhadap PDB nasional dan sebagai sumber mata pencaharian warga untuk memperoleh pendapatan. Menurut Rahardi (2006), sebagai salah satu produk agribisnis, sayuran memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan dengan komoditas hortikultura lainnya. Karakteristik yang dimiliki sayuran antara lain: 1. Tidak tergantung musim Sayuran dapat dibedakan menjadi sayuran semusim dan tahunan. Meskipun ada beberapa sayuran yang sifatnya tahunan, namun konsumen masih dapat menemukan walaupun jumlahnya sedikit dan harganya mahal. Sehingga sayuran dapat dibudidayakan kapan saja asal syarat tumbuhnya terpenuhi. 2. Tinggi risiko Produk sayuran umumnya mudah rusak, mudah busuk, dan voluminous. Jika tidak ada penanganan lebih lanjut pada pasca panen maka harganya pun akan turun bahkan tidak bernilai sama sekali. 3. Perputaran modalnya lebih cepat. Walaupun berisiko tinggi, namun perputaran modal usaha sayuran terbilang cepat dibandingkan dengan komoditas pertanian yang lainnya. Hal ini terkait dengan umur tanam untuk produk sayuran lebih singkat dan disertai dengan permintaan konsumen terhadap berbagai jenis sayuran tidak akan pernah berhenti. Menurut Kurnia et al. (2004), pertumbuhan dan perkembangan tanaman sayuran tidak lepas dari pengaruh lingkungan seperti iklim dan topografi lingkungan lahan tanam. Secara umum, sentra produksi sayuran dataran tinggi terletak pada ketinggian m di atas permukaan laut (dpl), dengan suhu udara rata-rata sekitar 22 0 C. Selain itu, curah hujan di sentra produksi sayuran dataran tinggi berkisar hingga mm/tahun dan merupakan daerah yang

29 dipengaruhi oleh aktivitas gunung merapi baik statusnya masih aktif maupun yang sudah tidak aktif lagi. Sukabumi mempunyai curah hujan rata-rata tahunan sebesar mm dengan suhu udara berkisar 20 hingga 30 0 C. Curah hujan antara mm/tahun terdapat di daerah utara, sedangkan curah hujan antara mm/tahun terdapat dibagian tengah sampai selatan Kabupaten Sukabumi sedangkan ketinggiannya bervariasi antara m dpl. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan wilayah Sukabumi sangat mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan komoditas sayuran termasuk untuk komoditas cabai merah dan tomat Budidaya Tomat Menurut Dewa (2007), tomat dapat diusahakan diberbagai daerah. Namun, pertumbuhan optimal tomat hanya dapat terjadi pada daerah di ketinggian lebih dari 750 m dpl dengan kemasaman lahan sekitar 5,5-6,5. Suhu antara 15 0 C-28 0 C sangat cocok agar tomat tumbuh optimal. Tomat akan cenderung kuning pada suhu di atas 32 0 C dan warna buah tidak merata jika berada pada suhu yang tidak stabil. Curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan tomat antara mm/tahun dengan sistem pengairan yang baik. Selama siklus hidupnya, selain dipengaruhi oleh perubahan cuaca dan iklim budidaya tomat tidak lepas dari serangan hama dan penyakit. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5. Hama Ulat Tanah Jenis OPT Lalat Penggorok Daun Aphis sp Kutu Putih Heliothis sp Penyakit Bercak Hari Setelah Tanam Busuk Daun/Buah Gambar 5. Organisme Pengganggu Tumbuhan Selama Siklus Hidup Tomat Sumber: Syngenta (2008) Gambar 5 menunjukkan bahwa serangan hama dan penyakit pada tomat mulai terjadi ketika tanaman berumur 7 hari setelah masa tanam. Namun,

30 serangan lebih banyak terjadi ketika tanaman berumur 28 hari setelah masa tanam dan merupakan masa dimana tanaman tomat mulai berbunga. Hama yang banyak menyerang pada masa ini yaitu jenis hama yang menyerang bunga. Menurut Purwati (2009), penggunaan varietas hibrida mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena varietas tomat hibrida merupakan varietas unggul yang memiliki daya hasil tinggi, kualitas buah yang baik dan seragam, serta keberadaannya tersedia secara kontinu. Tabel 5 menunjukkan beberapa produktivitas tomat hibrida di daerah medium Garut. Tabel 5. Produktivitas Tomat Hibrida di Daerah Medium Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 (ton/ha) No Nama Genotip Produktivitas (ton/ha) 1 IVEGRI ,10 2 IVEGRI ,75 3 IVEGRI ,55 4 IVEGRI ,05 5 IVEGRI ,60 6 Blts ,55 7 Blts ,00 8 Blts ,75 Sumber: Purwati (2009) Budidaya Cabai Merah Menurut Wardani dan Purwanta (2008), tanaman cabai merah dapat tumbuh baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu antara m dpl dengan ph tanah antara 6-7 dan sistem irigasi yang baik. Selama siklus hidupnya, pengusahaan cabai merah pun tidak lepas dari adanya serangan hama dan penyakit yang dapat dilihat pada Gambar 6. Pada tanaman cabai merah, serangan hama sudah mulai terjadi serangan sejak tanaman cabai merah berumur 14 hari setelah tanam, kemudian ketika cabai merah berumur 28 setelah hari tanam. Baik pada tomat maupun pada cabai merah, ketika hama dan penyakit muncul maka petani akan melakukan penyemprotan dengan pestisida. Kegiatan penyemprotan ini akan mengurangi serangan hama dan penyakit tersebut tetapi juga akan mengundang hama dan penyakit sekunder lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. No Nama Genotip Produktivitas (ton/ha) 9 Blts ,75 10 Blts ,70 11 Arthaloka 45,55 12 Idola 56,70 13 Permata 49,70 14 Marta 49,25 15 Spirit 53,75 16 IVEGRI ,25

31 Hari Setelah Tanam Jenis OPT Hama Thrips Kutu Daun Tungau Ulat Daun Heliothis sp Lalat Buah Kutu Kebul Pengisap Daun Penyakit Bercak Daun Antraks Busuk Buah/Daun Gambar 6. Organisme Pengganggu Tumbuhan Selama Siklus Hidup Cabai Merah Sumber: Syngenta (2008) Dari banyak varietas cabai merah yang ada di Indonesia. Tabel 6 menunjukkan varietas cabai merah hibrida dan non hibrida yang telah dilepas di Indonsia. Dapat disimpulkan bahwa, produktivitas cabai merah hibrida lebih tinggi dibandingkan produktivitas cabai merah nonhibrida. Tabel 6. Produktivitas Cabai Merah di Indonesia Tahun 2010 (ton/ha) No Nama Genotip Varietas Produktivitas (ton/ha) 1 TM 999 Hibrida 14 2 Inko Hot Hibrida Biola Hibrida Hot Beauty Hibrida Hot Chili Hibrida 30 6 Premium Hibrida 13 7 Lembang-1 Nonhibrida 9 8 Tanjung-2 Nonhibrida 12 Sumber: Piay S, et al (2010) 2.2 Tinjauan Alat Pengukuran Risiko Penelitian mengenai risiko pada sektor pertanian sudah dilakukan sebelumnya dan komoditas yang ditelitipun beragam. Dalam melakukan penelitian khususnya penelitian yang menganalisis risiko produksi sebaiknya harus menyesuaikan antara masalah penelitian dengan alat yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya analisis yang dilakukan oleh Fariyanti (2008), dalam

32 melakukan penelitiannya menggunakan alat analisis GARCH untuk mentransformasikan data menjadi informasi. Berbeda dengan yang dilakukan oleh Tarigan (2009), Utami (2009), Ginting (2009), Sembiring (2010), dan Jamilah (2010), dimana varian (Variance), simpangan baku (Standard Deviation), dan koefisien variasi (Coefficient Variation) menjadi alat yang digunakan untuk menentukan tingkat risiko yang dihadapi oleh para petani. 2.3 Tinjauan Risiko Risiko merupakan suatu peluang yang memungkinkan sesorang memperoleh hasil yang tidak diinginkan sehingga keberadaannya cenderung terkait dengan situasi yang memunculkan situasi negatif dan terkait dengan kemampuan untuk memperkirakan terjadinya hasil yang negatif (Basyaib 2007). Sumber risiko yang dihadapi oleh para petani dan cara penanganannya pun berbeda tergantung komoditas yang diusahakannya. Misalnya, pada komoditas wortel dan bawang daun yang diteliti oleh Jamilah (2010). Berdasarkan hasil pengukuran risiko yang dilakukan, diperoleh bahwa risiko produksi wortel lebih rendah dibandingkan dengan risiko produksi pada bawang daun. Risiko produksi ini muncul karena adanya ketergantungan terhadap aktivitas produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti pengairan, pengaruh hama dan penyakit, serta pengaruh iklim dan cuaca. Fariyanti (2008), melakukan penelitian terhadap kentang dan kubis, ternyata risiko produksi kentang dan kubis dipengaruhi oleh risiko produksi pada musim sebelumnya. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa kentang (0,329) lebih tinggi risiko produksinya dibandingkan kubis (0,280). Namun, ketika keduanya diusahakan secara bersamaan dengan sistem diversifikasi maka tingkat risiko produksinya lebih rendah (0,124) dibandingkan jika usahatani kedua komoditas tersebut dilakukan secara spesialisasi. Selanjutnya, penelitian terhadap kegiatan spesialisasi (komoditas brokoli, caisin, sawi putih dan tomat) dan kegiatan portofolio (tomat dengan caisin, tomat dengan sawi putih dan brokoli dengan tomat) dilakukan oleh Sembiring (2010). Pada kegiatan spesialisasi, brokoli memiliki risiko produksi tertinggi (0,54) dan yang paling rendah tingkat risiko produksinya yaitu caisin (0,24). Sedangkan

33 untuk kegiatan diversifikasi ternyata diversifikasi tomat dan caisin lebih rendah tingkat risiko produksinya (0,26) dibandingkan dengan kegiatan spesialisasi antara tomat dan brokoli (0,38). Tarigan (2009), dalam penelitiannya melakukan perbandingan tingkat risiko produksi antara brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting kemudian usahatani spesialisasi tersebut dibandingkan dengan tingkat risiko pada usahatani diversifikasi antara tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Hasilnya yaitu pada kegiatan spesialisasi dari keempat komoditas yang dibandingkan ternyata risiko produksi bayam hijau yang paling tinggi (0,225) dan yang paling rendah yaitu cabai keriting (0,048). Hal ini dikarenakan bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim penghujan. Sedangkan pada kegiatan diversifikasi, risiko produksi komoditas cabai keriting dan brokoli lebih rendah (0,067) dibandingkan komoditas brokoli dalam kegiatan spesialisasi (0,112). Utami (2009) membandingkan hasil penelitiannya dengan yang dilakukan oleh Tarigan (2009), dimana hasilnya jika dibandingkan dengan tingkat risiko produksi pada komoditas brokoli (0,112), tomat (0,055), dan cabai keriting (0,048) maka risiko produksi bawang merah lebih tinggi (0,203). Penelitian yang dilakukan oleh Situmeang (2011) bahwa risiko produksi cabai merah keriting yang dihadapi oleh petani dalam kelompok tani yaitu sebesar 0,5. Risiko produksi yang dihadapi oleh petani disebabkan oleh serangan hama dan penyakit, keadaan cuaca dan iklim, keterampilan tenaga kerja, serta kondisi tanah. 2.4 Tinjauan Strategi dalam Mengurangi Risiko Strategi dalam mengurangi risiko merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir kerugian dalam berbisnis. Beberapa upaya yang dilakukan untuk meminimalkan tingginya tingkat kerugian seperti menggunakan benih yang tahan terhadap penyakit dan kekeringan, pengembangan teknologi irigasi dan diversivikasi terhadap kegiatan usahataninya. Selain itu dilakukan upaya penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan secara berkelompok, melakukan sistem kontrak baik secara vertikal maupun horizontal, dan menciptakan kelembagaan pemasaran sebagai upaya untuk meminimalisir risiko harga yang dihadapi para petani (Fariyanti 2008).

34 Penanganan risiko menurut Tarigan (2009) dan Sembiring (2010) yaitu dengan melakukan diversifikasi, kemitraan dalam pengguanaan input, pengendalian hama dan penyakit tanaman, perlakuan pada saat pemanenan dan pengemasan, serta perbaikan manajemen usaha. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jamilah (2010), penanganan risiko yang dilakukan antara lain penyiraman pada musim kemarau sesuai dengan kebutuhan, pengendalian hama secara terpadu (PHT), meningkatkan kesuburan lahan dengan pemupukan dan sistem rotasi tanaman, penggunaan input yang sesuai, meningkatkan sumberdaya manusia melalui pelatihan dan penyuluhan, dan melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari. Utami (2009) menerapkan strategi preventif yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Adapun tindakan preventif yang dilakukan antara lain, meningkatkan kualitas perawatan sebagai upaya untuk menghindari risiko yang diakibatkan oleh cuaca dan iklim, membersihkan area yang dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya hama, melakukan perencanaan pembibitan yang dilakukan dengan memastikan semua bahan baku memiliki kualitas yang baik, mengembangkan sumberdaya manusia dengan pelatihan dan penyuluhan seputar jamur tiram putih, dan menggunakan peralatan yang steril. Dapat dilihat bahwa masing-masing unit usaha akan memiliki risiko yang berbeda sehingga penanganan terhadap risiko yang dilakukan oleh berbagai pihak bermacam-macam. Namun, diharapkan komoditas yang memiliki risiko yang paling tinggi harus didahulukan dalam penanganannya walaupun strategi penanganan risiko hanya digunakan untuk mengurangi tingkat risiko yang ada bukan untuk menghilangkan risiko. 2.5 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Persamaan yang terdapat pada penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 7.

35 Tabel 7. Persamaan dan Perbedaan Penelitian yang Dilakukan dengan Penelitian Terdahulu No. Uraian Perbedaan Persamaan 1 Fariyanti (2008) Fokus analisis yaitu kentang dan kubis Metode yang digunakan dalam pengukuran risiko yaitu GARCH Menganalisis produksi sayuran risiko tentang 2 Jamilah (2010) Fokus analisis yaitu wortel dan bawang daun 3 Sembiring (2010) Fokus analisis yaitu brokoli, caisin, sawi putih dan tomat 4 Tarigan (2009) Fokus analisis yaitu brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting 5 Utami (2009) Fokus analisis yaitu bawang merah dan dikaitkan dengan perilau penawarannya Metode yang digunakan dalam pengukuran risiko, yaitu varian (Variance), simpangan baku (Standard Deviation), dan koefisien variasi (Coefficient Variation) Tempat dan subjek yang akan diteliti Menganalisis risiko produksi tentang sayuran

36 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.3 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Risiko dan Perilaku dalam Menghadapi Risiko Secara umum risiko dan ketidakpastian merupkan satu kesatuan dalam penggunaannya sehari-hari namun keduanya memiliki perbedaan. Risiko berhubungan dengan suatu kejadian, dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi, dan jika terjadi maka akan menimbulkan kerugian bagi pihak terkait (Kountur 2006). Dengan kata lain risiko merupakan kejadian atau suatu kemungkinan dimana peluang dan hasil akhirnya dapat di ketahui dan dapat diukur oleh para pembuat keputusan. Sedangkan ketidakpastian menunjukkan keadaan dimana hasil dan akibatnya tidak bisa diketahui oleh para pembuat keputusan. Perbedaan antara risiko dan ketidakpastian dapat dilihat pada Gambar 7. Kejadian berisiko Kejadian Tidak Pasti Probabilitas dan Hasil Akhir Diketahui Probabilitas dan Hasil Akhir Tidak Diketahui Gambar 7. Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Ketidakpastian Sumber: Debertin (1986) Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman dalam mengelola kegiatan usaha. Jika dilihat dari definisi-definisi tersebut maka terdapat tiga unsur yang membangun suatu risiko yaitu kejadian, kemungkinan, dan akibat. Selain itu terdapat unsur lainnya yaitu eksposur, waktu, dan rentan. Eksposur berhubungan dengan peluang keterlibatan pada beberapa kejadian. Unsur waktu berhubungan dengan semakin lama sesuatu itu terekspos maka semakin tinggi risikonya. Sedangkan unsur rentan menunjukan semakin mudah rusak maka semakin tinggi risikonya. Indikator adanya risiko yaitu adanya variasi atau fluktuasi baik pada produksi, harga, maupun pendapatan yang diperoleh para pembuat keputusan.

37 Para pembuat keputusan perlu menilai tingkat risiko pada bisnisnya untuk menetapkan strategi sebagai upaya untuk mengurangi keberadaan risiko tersebut. Terdapat hubungan antara risiko dan return yang akan diperolehnya sehingga para pembuat keputusan dapat melakukan pengelolaan risiko pada bisnisnya dengan baik. Hal ini ditunjukan oleh Gambar 8 dimana risiko dan return yang dihadapi para pembuat keputuusan bergerak satu arah. Dengan kata lain, semakin besar risiko yang dihadapi para pembuat keputusan maka akan semakin tinggi return yang diterima. Begitu pula sebaliknya semakin kecil risiko yang dihadapi para pembuat keputusan maka akan semakin kecil return yang diterima. Return Expected Return Risk Gambar 8. Hubungan Risiko dan Pendapatan (Return) Sumber : Hanafi (2007) Selain itu, terdapat hubungan antara kepuasan dan pendapatan yang akan mempengaruhi perilaku para pembuat keputusan untuk menghadapi berbagai jenis risiko. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. Utility Utility Utility Income Risk Lover Income Risk Neutral Income Risk Averse Gambar 9. Hubungan Kepuasan dan Pendapatan Sumber : Debertin (1986)

38 Berdasarkan Gambar 9, maka dapat dijelaskan beberapa perilaku para pembuat keputusan dalam menghadapi risiko (Kountur 2006), yaitu: 1. Fungsi kepuasan Risk Lover, pembuat keputusan yang berani terhadap risiko, jadi ketika variasi dari keuntungan meningkat, maka pembuat keputusan akan mengimbanginya dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran dari kepuasan. 2. Fungsi kepuasan Risk Neutral, pembuat keputusan yang netral terhadap risiko, jadi ketika variasi dari keuntungan meningkat, maka pembuat keputusan akan mengimbanginya dengan menurunkan atau meningkatkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran dari kepuasan. 3. Fungsi kepuasan Risk averter, pembuat keputusan yang takut terhadap risiko, jadi ketika variasi dari keuntungan meningkat, maka pembuat keputusan akan mengimbanginya dengan meningkatkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran dari kepuasan. Gambar 10 menunjukkan perilaku pengambil keputusan dalam menghadapi risiko yang dijelaskan oleh hubungan antara variasi dan keuntungan yang diharapkan. Expected Return U 1 Risk Averter U 2 Risk Neutral U 3 Risk Taker Variance Return Gambar 10. Hubungan Expected Return dan Variance Return Sumber : Debertin (1986)

39 Hubungan antara expected return (ukuran dari kepuasan para pembuat keputusan) dan variance return (ukuran dari tingkat risiko) dapat menggambarkan perilaku para pembuat keputusan dalam menghadapi risiko. 1. Risk Averter, Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko, jadi ketika U1 diasumsikan sebagai kurva isoutility pembuat keputusan, maka ketika adanya kenaikan variance return akan diimbangi dengan meningkatkan keuntungan yang diharapkan. 2. Risk Neutral, pembuat keputusan yang netral terhadap risiko, jadi ketika U2 diasumsikan sebagai kurva isoutility pembuat keputusan, maka adanya kenaikan variance return tidak akan diimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan. 3. Risk Taker, pembuat keputusan yang takut terhadap risiko, jadi ketika U3 diasumsikan sebagai kurva isoutility pembuat keputusan, maka adanya kenaikan variance return akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaannya menerima return yang diharapkan lebih rendah Sumber Sumber Risiko Beberapa sumber risiko yang sering dihadapi oleh para petani menurut Harwood et al. (1999), yaitu risiko produksi, risiko pasar atau harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan, dan risiko finansial. 1. Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi yaitu, gagal panen, penurunan produkstivitas, kerusakan produk akibat serangan hama penyakit, perubahan cuaca, kelalaian sumberdaya manusia, misalnya ketidaksesuaian dalam pemupukan. 2. Sumber risiko yang berasal dari risiko pasar atau risiko harga yaitu, kerusakan produk sehingga tidak memenuhi mutu pasar akibatnya tidak dapat dijual, permintaan terhadap produk rendah, fluktuasi harga input dan output, serta daya beli masyarakat menurun. 3. Beberapa risiko yang berasal dari risiko kelembagaan yaitu adanya aturan yang membuat anggota dari suatu organisasi menjadi kesulitan dalam memasarkan ataupun meningkatkan produksinya.

40 4. Beberapa risiko yang berasal dari risiko kebijakan yaitu adanya kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor. 5. Beberapa risiko yang berasal dari risiko finansial yaitu, adanya piutang tidak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha menjadi terhambat, laba menurun karena terjadinya krisis ekonomi Pengukuran Risiko Risiko merupakan suatu kejadian yang memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi dimana peluangnya dapat diukur oleh para pembuat keputusan sehingga para pengambil keputusan dapat menilai tingkat risiko untuk membuat strategi yang dapat meminimalisir munculnya risiko tersebut. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur risiko yaitu variance, standard deviation dan coeffition variation dimana ukuran tersebut berkaitan satu sama lain. Variance merupakan suatu ukuran tingkat risiko. Sedangkan simpangan baku (standard deviation) menggambarkan rata-rata perbedaan penyimpangan. Jadi semakin kecil simpangan baku dan variannya maka risiko yang dihadapi akan semakin kecil. Selain itu, Coefficient variation merupakan ukuran yang paling tepat jika dibandingkan dengan variance dan standard deviation bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha. Semakin kecil Coefficient variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi Strategi dalam Mengurangi Risiko Setiap bisnis yang dipilih oleh para pembuat keputusan baik bisnis yang bergerak pada sektor pertanian, peternakan, lembaga keuangan, maupun industri akan memiliki suatu risiko. Hal ini berbanding terbalik dengan keinginan para pembuat keputusan yang mengharapkan bisnisnya berjalan semulus mungkin tanpa ada risiko apapun. Risiko yang muncul tersebut tidak dapat dimusnahkan tetapi hanya bisa diminimalisir saja oleh para pengambil keputusan. Menurut Harwood et al. (1999), pembuat keputusan dapat mengelola risiko yang dihadapinya dengan melakukan kemitraan atau menjalin suatu

41 integrasi vertikal, diversifikasi usaha, kontrak produksi, kontrak pemasaran, perlindungan nilai, dan melakukan asuransi. 3.4 Kerangka Pemikiran Operasional Tomat dan cabai merah merupakan komoditas hortikutura yang cukup memiliki nilai ekonomi. Hal ini dikarenakan, tomat dan cabai merah merupakan komoditas yang banyak digunakan konsumen baik untuk bumbu makanan maupun untuk diolah lebih lanjut. Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kabupaten Sukabumi yang menjadikan tomat dan cabai merah sebagai komoditas utamanya. Menurut para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, produksi tomat dan cabai merah sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, iklim, hama, dan penyakit sehingga produksinya bervariasi pada setiap musim panennya. Penelitian yang dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi bertujuan untuk mengetahui kondisi dan tingkat risiko produksi yang dilami petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, sumber yang menyebabkan risiko produksi, dan menentukan strategi yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko yang dihadapi para petani di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Penilaian tingkat risiko produksi ini dilakukan dengan menentukan sumber risiko kemudian menghitung tingkat risiko dengan menggunakan alat ukur risiko yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variance baik untuk risiko yang bersifat spesialisasi maupun diversifikasi. Setelah hasil perhitungan tingkat risiko diketahui, maka menetapkan strategi yang tepat untuk mengurangi tingkat risiko agar para petani mampu mencapai hasil yang diharapkan. Bila tahapan analisis tersebut selesai maka dapat direkomendasikan kepada para petani di Desa Perbawati.

42 Petani di Desa Perbawati yang Mengusahakan Tomat dan Cabai Merah Fluktuasi Produksi Tomat dan Cabai Merah Analisis Kualitatif Sumber Risiko: Perubahan Cuaca dan Iklim Hama dan Penyakit Tingkat Kesuburan Lahan Analisis Kuantitatif Tingkat Risiko Variance Standard Deviation Coefficient Variannce Strategi untuk Mengurangi Risisko Produksi Gambar 11. Kerangka Pemikiran Operasional

43 IV. METODE PENELITIAN Metode penelitian menguraikan tahapan-tahapan yang dilakukan pada saat penelitian berlangsung. Tahapan-tahapan tersebut digunakan peneliti dalam melaksanakan penelitian sehingga proses penelitian sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tahapan-tahapan tersebut meliputi penentuan lokasi dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode pengolahan data, dan metode analisis data. 4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan menganalisis risiko produksi yang dihadapi para petani tomat dan cabai merah yang berada di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja karena Desa Perbawati merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilakukan pada tanggal 21 Desember 2011 hingga tanggal 21 Februari Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pencatatan dan wawancara langsung dengan para petani di Desa Perbawati. Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung mengenai luas lahan yang diusahakan, harga jual komoditasnya, biayabiaya yang dikeluarkan selama proses produksi, jumlah produksi yang diperoleh selama masa produksi berlangsung, proses produksi, risiko yang dihadapi petani, penyebab risiko yang terjadi dan untuk mengetahui bagaimana proses penanganan risiko yang selama ini telah dilakukan oleh para petani serta untuk mengetahui peluang terjadinya produksi. Data sekunder diperoleh dari Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Sukabumi, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Sukabumi, Dinas Pertanian dan Tanaman pangan Provinsi Jawa Barat, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, dan Badan Pusat statistika, perpustakaan, dan situs-situs yang terkait dengan kegiatan penelitian serta literatur yang relevan.

44 4.8 Metode Pengumpulan Data Data diperoleh melalui sensus yaitu meneliti semua petani yang mengusahakan tomat dan cabai merah yang berada di Desa Perbawati sehingga para petani memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai responden dalam penelitian ini. Petani yang dijadikan responden untuk kegiatan penelitian berjumlah 25 orang yang merupakan populasi petani yang secara intensif menanam tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, artinya, di Desa Perbawati hanya ada 25 orang responden petani yang mengusahakan tomat dan cabai merah secara rutin pada setiap musim tanamnya, sehingga petani yang hanya menanam tomat atau cabai merah saja tidak dimasukkan sebagai petani respoden. 4.9 Metode Pengolahan dan Analisis Data Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, maka dilakukan pengolahan data. Dalam melakukan pengolahan data menjadi informasi dengan bantuan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan Word Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan dua analisis yaitu secara kualitatif dan kuantitatif Analisis Kualitatif Analisis kualitatif digunakan ketika mendeskripsikan kondisi risiko produksi terhadap komoditi cabai merah dan tomat yang dihadapi oleh para petani. Selain itu, untuk mendeskripsikan sumber yang menyebabkan adanya risiko dan juga untuk mendeskripsikan strategi para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati untuk mengurangi tingkat risiko Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif digunakan ketika menghitung pendapatan petani, peluang, dan tingkatan risiko produksi baik berdasarkan produktivitas maupun berdasarkan pendapatan dengan menghitung variance, standard deviation, dan coefficient variance Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Spesialisasi Peluang suatu kejadian dapat diukur berdasarkan pengalaman para petani di masa lalunya. Peluang tersebut diperoleh melalui tiga kondisi, yaitu kondisi baik,

45 normal, dan kondisi buruk. Pada setiap kondisi, dilakukan pengukuran terhadap peluang yaitu membagi frekuensi kejadian dengan periode waktu proses produksi. Secara sistematis dapat dituliskan: p = f/t Keterangan : p = peluang : f = Frekuensi kejadian (kondisi baik, normal, dan buruk) : T = Periode waktu proses produksi Penghitungan peluang dilakukan pada komoditas yang diteliti yaitu cabai merah dan tomat. Kondisi normal terjadi ketika produktivitas tomat mencapai 1-1,6 kg/pohon dan cabai merah mencapai 0,5-0, kg/pohon. Kondisi baik terjadi ketika produksi tomat dan cabai merah mencapai hasil di atas kondisi normal, sedangkan kondisi buruk terjadi ketika produksi tomat dan cabai merah mencapai hasikl di bawah kondisi normal. Jumlah kejadian (musim panen) yan diteliti yaitu sebanyak 4 kejadian, dimana komoditas dengan kondisi baik sebanyak 1 kejadian, normal sebanyak 1 kejadian, dan buruk sebanyak 2 kejadian. Peluang yang dihasilkan untuk kondisi baik yaitu 0,25, normal sebesar 0,25, dan buruk sebesar 0,5, sehingga total peluang berjumlah satu. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: m p ij = 1 atau pi 1 + p i2 + p i p im j =1 Selain itu, ketika para petani akan melakukan pengambilan keputusan yang mengandung risiko, maka Expected return dapat membantunya. Expected return merupakan jumlah produksi pada masing-masing kondisi (kondisi baik, normal, dan buruk) yang terjadi akibat adanya peluang (Lampiran 15 dan 16). Rumus Expected return dituliskan sebagai berikut: Ř i = m p ij R ij atau Ř i = p i1 R i1 + p i2 R i2 + p i3 R i p im R im j =1 Dimana: Ř = Expected return p ij = Peluang produktivitas tomat/cabai merah ( i = usaha, j = kejadian) R ij = Return tomat/cabai merah

46 Selanjutnya untuk mengukur return dari suatu usaha diantaranya dapat menggunakan varian (variance), standar deviasi (standard deviation), koefisien variasi (coefficient variation). 1. Variance Pengukuran varian dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian (Lampiran 15 dan 16). Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut σ i 2 = m j =1 p ij (R ij Ř) 2 Keterangan : σ 2 i = variance dari return Nilai variance menunjukan bahwa semakin kecil nilai variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi oleh para petani. 2. Standard Deviation Standar deviasi dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai varian (Lampiran 15 dan 16). Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: 2 σ i = σ i Nilai standar deviasi menunjukan semakin kecil nilainya maka semakin kecil juga risiko yang dihadapi oleh petani. 3. Coefficient variation Diukur dari rasio standar deviasi dengan return yang diharapkan (Lampiran 15 dan 16).. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: CV = σ i / Ř i Semakin kecil nilai koefisien varian maka semakin rendah risiko yang dihadapi petani Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Diversifikasi Varian gabungan dari beberapa usaha yang didiversifikasi menggunakan fraction tertentu. Dalam penelitian ini, fraction diperoleh berdasarkan luas lahan

47 yang digunakan untuk menanam tomat dan cabai merah. Fraction untuk tanaman tomat yaitu sebesar 54 persen, sedangkan untuk cabai merah sebesar 46 persen. Varian gabungan dapat dituliskan sebagai berikut: Dimana: σ p 2 σ ij k 2 σ p = k 2 σ 2 i + (1-k) 2 σ 2 j + 2 k (1-k)σ ij = varian portofolio untuk usahatani tomat dan cabai merah = covariance antara investasi usahatani tomat dan cabai merah = Fraction portofolio pada investasi usahatani tomat (1-k) = Fraction portofolio pada investasi usahatani cabai merah Dalam mencari nilai covariance dapat diperoleh melalui perkalian antara koefisien korelasi usaha i dan j dengan covariance usaha i dan j. secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut: σ ij = ρ ij σiσj Nilai varian fortopolio (σ 2 ij ) menunjukkan ukuran risiko portofolio yang dihadapi petani dalam mengombinasikan beberapa kegiatan usahanya. Nilai varian portofolio sangat ditentukan oleh korelasi antara usaha i dan j. nilai koefisien korelasi investasi usaha i dan j dapat bernilai positif (+) atau negatif (-1). Kemungkinannya antara lain: 1. Nilai koefisien korelasi positif satu (+1) berarti kombinasi dua usaha i dan j bergerak bersamaan. 2. Nilai koefisien korelasi negatif satu (-1) berarti kombinasi dua usaha i dan j bergerak berlawanan arah. 3. Nilai koefisien korelasi nol (0) berarti kombinasi dua usaha i dan j tidak ada hubungan satu sama lain. 4. Nilai koefisien korelasi nol koma lima (0,5) berarti kombinasi dua usaha i dan j tidak ada hubungan satu sama lain. Kegiatan usahatani, tomat dan cabai merah memiliki koefisien korelasi positif satu (+1) karena keduanya berjalan bersamaan. Ketika curah hujan tinggi maka produksi kedua komoditas tersebut akan menurun dan sebaliknya.

48 4.10 Asumsi-asumsi Dasar dalam Menentukan Skenario Diversifikasi Dalam menentukan strategi yang digunakan untuk mengurangi risiko produksi, penulis menggunakan beberapa asumsi dasar. Asumsi-asumsi yang digunakan antara lain: 1. Dilihat dari waktu tanam, petani di Desa Perbawati mengusahakan tomat dan cabai merah dalam waktu yang tidak bersamaan sehingga dapat dibandingkan tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah yang dilakukan secara spesialisasi dan secara diversifikasi. 2. Menggunakan dua skenario fraction yang berdasarkan pada luas lahan yang digunakan untuk menanam tomat dan cabai merah. Dimana penentuan besarnya fraksi dilakukan secar sembarng. Diantaranya: a. Proporsi luas lahan yang digunakan untuk menanam tomat dan cabai merah sama (fraksi tomat=fraksi cabai merah = 50:50). b. Proporsi luas lahan yang digunakan untuk menanam cabai merah lebih tinggi dibandingkan untuk menanam tomat (fraksi tomat:fraksi cabai merah = 40:60).

49 VIII. GAMBARAN UMUM 8.1 Karakteristik Wilayah Penelitian Kondisi Geografis dan Potensi Wilayah Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat terletak 3 Km (0,25 jam) dari pemerintah kecamatan, 60 km (2 jam) dari ibu kota kabupaten, dan 65 (2,5 jam) km dari Pusat Bakorwil Bogor. Tinggi pusat pemerintahan Desa Perbawati yaitu 900 m dpl dengan suhu udara antara 18 0 C sampai 25 0 C. Jumlah hari dengan curah hujan terbanyak yaitu 171 hari dan curah hujan yaitu 2496 mm/tahun. Sumber air yang digunakan oleh masyarakat Desa Perbawati sehari-harinya yaitu berasal dari sungai dan mata air diantaranya sumber air Cipelang dan Cikarawang. Desa Perbawati mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Undrusbinangun, Kecamatan Kadudampit Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi Sebelah Utara berbatasan dengan desa Taman Nasional Gede Pangrango Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi Potensi Pertanian dan Komoditas Unggulan Luas wilayah Desa Perbawati secara keseluruhan yaitu ,5 Ha. Jenis tanah di Desa Perbawati pada umumnya adalah tanah latosol dan andosol dengan bentuk wilayah 20 persen datar bergelombang dan 80 persen berupa bergelombang berbukit sehingga sebagian besar lahannya digunakan untuk kegiatan usaha tani. Gambar 12 menunjukka bahwa potensi lahan di Desa Perbawati sebesar 74 persen untuk tanaman sayuran terutama tomat dan cabai merah. Hal ini terkait dengan bentuk wilayahnya yang sebagian besar berbukit dan kondisi geografisnya yang mendukung. Selanjutnya sebanyak 7 persen lahannya berpotensi untuk ditanami tanaman palawija seperti jagung, buahbuahan seperti pisang ambon, dan kebun kopi. Selain itu, sebanyak 5 persen lahannya berpotensi untuk pengembangan teh rakyat dan tanaman hias seperti

50 daun suji dan bunga sedap malam. Potensi usaha tani di Desa Perbawati dapat dilihat pada Gambar 12. Sayuran Palawija Buah-buahan Kopi Lain-lain* 7% 7% 7% 5% 74% Keterangan: * : Tanaman hias dan teh rakyat Gambar 12. Potensi Usaha Tani di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi Sumber : Buku Profil Desa Perbawati (2011) Sosial dan Ekonomi Kependudukan Jumlah penduduk Desa Perbawati yaitu orang, dimana jumlah laki-laki sebanyak orang sedangkan jumlah perempuannya sebanyak orang dengan kepala keluarga. Selain itu mayoritas penduduknya beragama Islam. Keadaan penduduk berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada Gambar > 56 13% 4% 16% 48% 10% 9% Gambar 13. Distribusi Penduduk Desa Perbawati BerdasarkanUsia Tahun 2011 Sumber : Buku Profil Desa Perbawati (2011) Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa ditribusi penduduk pada usia di Desa Perbawati memiliki persentase terbanyak yaitu sebesar 48 persen,

51 diikuti oleh kelompok usia 6-12 sebesar 16 persen, sedangkan kelompok usia 0-5 memiliki presentasi terkecil yaitu sebesar 4 persen. Dengan demikian, banyaknya penduduk usia produktif dan didukung pula oleh kondisi lahannya yang berbukit, sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Perbawati bergerak pada sektor pertanian. Komposisi penduduk Desa Perbawati berdasarkan mata pencaharian, dapat dilihat pada Gambar % 5% 14% 4% 10% PNS/TNI/POLRI/pensiunan Pengrajin dan Pengusaha 34% Petani Buruh Perkebunan 10% Pedagang Jasa Angkut/Sopir Peternak Gambar 14. Distribusi Penduduk Desa Perbawati Berdasarkan Mata Pencaharian Sumber : Buku Profil Desa Perbawati (2011) Gambar 14 menunjukkan bahwa sebanyak 34 persen dari jumlah penduduk secara keseluruhan bekerja sebagai petani, baik sebagai pengelola usaha tani maupun sebagai buruh tani. Kemudian disusul oleh pedagang sebesar 23 persen, sopir sebesar 14 persen, dan sebagian kecil penduduknya bermatapencaharian sebagai peternak, seperti beternak sapi perah, domba, dan ayam buras Sarana dan Prasarana di Desa Perbawati Sarana dan prasarana di Desa Perbawati cukup memadai sehingga memudahkan para petani terutama kegiatan transportasi karena desa ini dapat ditempuh oleh kendaraan beroda empat. Dengan demikian petani tidak mengalami kesulitan baik dalam memperoleh sarana produksi maupun dalam memasarkan hasil panennya. Secara keseluruhan, sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 8.

52 Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Desa Perbawati Tahun 2011 Jenis Fasilitas Jumlah (Unit) A. Sosial Budaya TK/RA 4 SD Negeri 3 MI Swasta 1 SLTP Swasta 2 SMA Negeri 1 SMA Swasta 1 MA Swasta 1 Perguruan Tinggi Swasta 1 B. Tempat Ibadah Masjid 12 Mushola 29 C. Jembatan Beton 6 Besi 2 Kayu 2 D. Taman rekreasi - Taman 1 - Alam/Sejarah 1 E. Kesehatan - PUSKESMAS 1 - Prakter dokter 1 - Dukun beranak 4 F. Rumah Penduduk 1560 Sumber : Buku Profil Desa Perbawati (2011) 8.2 Karakteristik Responden Karakteristik petani responden dalam penelitian ini dapat dijelaskam berdasarkan umur, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, lama bertani, dan jumlah tanggungan Umur Responden Petani tomat dan cabai merah yang menjadi responden penelitian berada pada kisaran dua puluh tahun hingga tujuh puluh tahun. Dari 25 petani yang disensus, sebagian besar petani berada dalam rentang umur tahun yang merupakan usia produktif bagi seseorang untuk bekerja yaitu sebesar 48 persen. Sedangkan, jika melihat komposisi penduduk usia tahun hanya sebagian kecil saja yang bekerja di bidang pertanian yaitu hanya sekitar 8 persen. Hal ini menunjukkan

53 bahwa kurangnya minat generasi muda di Desa Perbawati untuk mengelola lahan pertanian. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Umur Petani Responden Tomat dan Cabai merah di Desa Perbawati Tahun 2011 Umur (Tahun) Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%) > Total Tingkat Pendidikan Responden Pada umumnya petani yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari presentasi tingkat pendidikan petani responden seperti yang dijelaskan pada Tabel 10. Sebagian besar petani responden tomat dan cabai merah di Desa Perbawati yaitu sebesar 52 persen mengenyam pendidikan hanya sampai pada jenjang SD. Sementara itu, tingkat pendidikan menengah ke atas sebesar 40 persen dari total petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. Namun, hal tersebut bukan satu-satunya ukuran bagi keberhasilan usaha budidaya tomat dan cabai merah. Para petani di Desa Perbawati bekerja berdasarkan pengalaman selama usaha tani dan juga mereka berpartisipasi ketika diadakan penyuluhan pertanian sehingga hal tersebut dapat meningkatkan para petani tomat dan cabai merah untuk membudidayakan tanamannya dengan produksi yang seoptimal mungkin. Tabel 10. Tingkat Pendidikan Petani Responden Tomat dan Cabai merah di Desa Perbawati Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%) SD SMP 1 4 SMA/SMK PT 1 4 Total

54 8.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu ukuran yang menggambarkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh petani responden. Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, sebanyak 76 persen petani responden memiliki tanggungan keluarga sekitar 3 hingga 5 orang. Hal ini menunjukkan bahwa para petani responden tomat dan cabai merah di Desa Perbawati cukup menyadari bahwa dengan ukuran keluarga yang kecil akan mengurangi beban ekonomi bagi petani responden. Namun, ada pula petani responden yang memiliki tanggungan keluarga sebanyak 6 hingga 8 anggota keluarga tapi hanya sekitar 16 persen saja dari petani responden secara keseluruhan. Jumlah tanggungan petani responden yang menjadi sumber penelitian dijelaskan pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah Tanggungan Petani Responden Tomat dan Cabai merah di Desa Perbawati Tahun 2011 Jumlah Tanggungan Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%) Total Pengalaman Bertani Petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati yang dijadikan responden dalam penelitian ini merupakan para petani yang sudah lama. Sebagian besar petani responden sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun yaitu sebesar 48 persen dari petani responden tomat dan cabai merah secara keseluruhan. Pengalaman bertani mereka, dimulai dari bawah yaitu diawali dari hanya sebagai buruh tani saja hingga memiliki lahan secara pribadi walaupun berupa lahan sewa. Dengan demikian, pengetahuan mereka tentang cara pembudidayaan tomat dan cabai merah sudah cukup tinggi. Hal ini karena selain mereka pernah mengikuti penyuluhan tanaman pertanian, mereka juga telah lama menjadi buruh tani sebelum mereka mengelola lahannya secara pribadi. Lama pengalaman bertani para petani responden dapat dilihat pada Tabel 12.

55 Tabel 12. Pengalaman Bertani Tomat dan Cabai merah oleh Petani Responden Tahun 2011 Umur Usahatani (Tahun) Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%) < > Total Kepemilikan Luas Lahan Kepemilikan lahan pertanian di Desa Perbawati pada umumnya merupakan lahan sewa sehingga mereka harus membayar setiap tahunnya dan beberapa dari petani responden kepemilikan lahannya berupa milik dan sewa. Luas lahan yag digarap oleh para petani di Desa Perbawati sebagian besar lebih dari satu hektar yaitu sekitar 56 persen dari seluruh petani responden sedangkan presentasi terendah adalah petani responden yang mengusahakan lahan antara 0,25 ha hingga 0,5 ha yaitu hanya sekitar 4 persen. Hal ini terkait dengan orientasi petani responden dalam menjalankan usahanya tersebut dimana beberapa diantara mereka bertani hanya sebagai usaha sampingan saja bukan sebagai usaha yang utama sehingga kepemilikan lahannya kurang dari 0,25 ha. Berdasarkan data pada Tabel 13 maka dapat dikatakan bahwa skala usahatani yang dilakukan oleh para petani responden sudah cukup besar. Tabel 13. Luas Lahan yang Dimiliki Petani Responden di Desa Perbawati Luas Lahan (ha) Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%) <0, ,25-0, , > Total Status Kepemilikan Lahan Kepemilikan lahan oleh petani di Desa Perbawati sebagian besar merupakan lahan sewa yang dibayar setiap satu tahun sekali. Sebanyak 92 persen petani

56 responden memilih untuk menyewa lahan tanamnya karena adanya keterbatasan modal untuk memiliki lahan sendiri. Namun, ada juga petani yang status kepemilikan lahannya milik sendiri dan menyewa yaitu sebesar 8 persen. Hal ini karena petani responden tersebut sudah memiliki kurva pengalaman yang panjang sehingga dapat dikatakan sebagai petani sukses di Desa Perbawati. Tabel 14. Karakteritik Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun 2011 Status Kepemilikan Lahan Jumlah Petani Responden (Orang) Persentase (%) Menyewa Milik sendiri dan menyewa 2 8 Total Disamping itu, sebagian besar petani responden tomat dan cabai merah menjadikan budidaya tomat dan cabai merah sebagai pekerjaan utama. Sebanyak 72 persen diantara petani responden tomat dan cabai merah memanfaatkan pendapatan dari usaha ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga untuk perputaran modal pada musim selanjutnya. Sedangkan sebanyak 28 persen petani responden menjadikan usaha budidaya tonat dan cabai merah sebagai pekerjaan sampingan saja karena mereka memiliki pekerjaan utama seperti, buruh perkebunan teh, buruh bangunan, dan pedagang. Tabel 15. Status Usahatani Petani Responden di Desa Perbawati Tahun 2011 Status Usahatani Jumlah Petani responden (Orang) Persentase (%) Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan 7 28 Total Pola Tanam Sayuran Pola tanam yang dilakukan oleh petani responden berbeda-beda setiap musim tanamnya. Setelah melihat kondisi di lapang, para petani responden mengusahakan lebih dari satu jenis tanaman pada setiap musim tanam tetapi tomat dan cabai merah merupakan sayuran yang paling diutamakan. Dimana luas tanam tomat 54 persen lebih luas dibandingkan cabai merah yang hanya sekitar 46 persen. Pada umumnya petani yang memiliki lahan lebih dari satu hektar, usahatani cabai merah dan tomat diusahakan secara monokultur oleh para petani

57 responden sedangkan bagi para petani yang memiliki luasan lahan kurang dari satu hektar, usahatani tomat dan cabai merah diusahakan secara bersamaan dengan tanaman lain seperti mentimun, kacang panjang, kacang buncis, dan daun bawang. Adapun pola tanam yang umum diusahakan oleh petani responden dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Pada umumnya petani responden tomat dan cabai merah memiliki lahan lebih dari satu patok (satu patok sama dengan 400 m 2 ) sehingga mereka mengusahakan tomat dan cabai merah pada waktu yang hampir bersamaan namun pada lahan yang berbeda. Menurut Fariyanti 2008, cara penanaman yang seperti ini termasuk usaha diversifikasi. Hal ini dilakukan oleh para petani responden untuk mengatasi adanya penurunan atau kegagalan produksi. Komoditas sayuran seperti bawang daun, pakcoy, kubis, mentimun, kacang buncis, dan kacang panjang ditanam petani hanya sebagai tanaman seling setelah menanam tomat atau cabai merah. Pemilihan tanaman tersebut karena kondisi lingkungan yang mendukung. Menurut Sunarjono (2010), tanaman kubis, bawang daun, dan pakcoy hanya mampu berproduksi secara optimal di wilayah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 m dpl, sedangkan mentimun, kacang buncis, dan kacang panjang bisa tumbuh di daerah manapun. Lampiran 6 dan 7 menunjukkan bahwa terdapat empat musim tanam cabai merah dan lima musim tanam tomat. Namun, untuk musim tanam tomat hanya diambil empat musim saja, hal ini dikarenakan agar ada kesesuaian dalam pengambilan data. Musim tanam tomat dilakukan pada Bulan Mei-September tahun 2010, Bulan November tahun 2010 Bulan Februari tahun 2011, Bulan April-Agustus tahun 2011, dan Bulan Oktober tahun Januari 2012, sedangkan musim tanam cabai merah dilakukan pada Bulan September tahun 2009 Februari tahun 2010, Bulan April-Oktober tahun 2010, Bulan Desember tahun 2010 Juni tahun 2011, dan Bulan September tahun 2011 Februari tahun Penggunaan Input Usahatani Tomat dan Cabai Merah Usahatani tomat dan cabai merah memerlukan input sebagai faktor utama untuk mencapai produktivitas semaksimal mungkin dan biasanya penggunaan input ini dilakukan pada saat pembukaan lahan baru. Pembukaan lahan baru ini

58 dilakukan untuk tiga kali tanam komoditas sayuran yang diusahakan. Yang termasuk input disini adalah benih, pupuk kandang, pupuk kimia (ponsca), kapur pertanian, obat-obatan, mulsa, dan tenaga kerja. Tabel 16. Rata-rata Penggunaan Input pada Usahatani Tomat Menurut Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun 2010/2011 Uraian Tomat Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim 4 Benih (pack) Pupuk Kandang (krg) Pupuk Ponsca (kg) Kapur (krg) Mulsa (Roll) Tenaga Kerja (orang) Obat (Rp) Data pada Tabel 16 dan Tabel 17 menunjukkan rata-rata penggunaan input pada usahatani tomat dan cabai merah yang dilakukan oleh para petani responden. Pada setiap musim, penggunaan input berebeda-beda tergantung masa tanamnya. Penggunaan pupuk dan kapur setiap musimnya itu hampir sama karena dilakukan pada saat pembukaan lahan baru saja namun penghitungannya hanya dilakukan pada saat petani responden menanam tomat atau cabai merah. Sedangkan obatobatan sangat berbeda penggunaannya karena dipengaruhi oleh curah hujan. Selain itu penggunaan benih rata-rata sama setiap musimnya karena memang standarnya seperti itu dalam ukuran satu hektarnya. Sebagain besar, petani di Desa Perbawati mengusahakan sayuran tomat dan cabai merah jenis hibrida. Namun, ada juga yang mengusahakan jenis tomat lokal dan untuk cabai ada juga yang mengusahakan cabai keriting, cabai korea, dan cabe rawit. Jenis tomat hibrida (marta) dan cabai merah hibrida (inko hot) lebih banyak diusahakan karena masa tanamnya yang lebih cepat dan produksi perpohoonya yang tinngi. Pada kondisi optimal tomat hibrida marta bisa berproduksi hingga 3 kg/pohon/musim, sedangkan cabai merah inko hot bisa berproduksi hingga 1 kg/pohon/musim.

59 Tabel 17. Rata-rata penggunaan Input pada Usahatani Cabai Merah Menurut Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun 2010/2011 Uraian Cabai Merah Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim 4 Benih (pack) Pupuk Kandang (krg) Pupuk Ponsca (kg) Kapur (krg) Mulsa (Roll) Tenaga Kerja (orang) Obat (Rp) Pada umumnya para petani menggunakan pupuk majemuk ponsca sebagai pupuk kimianya karena pupuk jenis ini memiliki unsur yang sudah lengkap seperti nitrogen, fosfat, kalium, dan sulfur sehingga petani tidak perlu menggunakan pupuk tunggal lainnya. Pemupukan khususnya pupuk kandang dilakukan hanya satu kali saja ketika pembukaan lahan baru dilakukan sekaligus dengan pemberian kaptan (kapur pertanian), sedangkan pemberian pupuk kimia ponsca dilakukan ada yang saat pembukaan lahan baru saja ada pula yang dua kali yaitu pada saat pembukaan lahan baru dan setelah tanaman dipindahkan ke bedengan. Namun sebagian besar dari para petani responden melakukan pemupukan pada saat pembukaan lahan baru saja karena dengan menggunakan mulsa maka pemupukan yang dilakukan pada saat pembukaan lahan baru masih terjaga. Pengobatan dilakukan oleh petani tomat dan cabai merah setelah tanaman dipindahkan ke dalam bedengan. Biasanya pada musim kemarau, penyemprotan tomat dilakukan lima hari sekali, namun ketika musim hujan yang ekstrim bisa sampai dua hari sekali. Sedangkan cabai merah, pada musim kemarau pemyemprotan dilakukan enam hingga tujuh hari sekali dan musim hujan yang ekstrim bisa mencapai tiga hari sekali. Obat yang digunakan oleh petani responden ketika melakukan penyemprotan antara lain insectisida, fungisida, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), dan perekat. Obat yang banyak digunakan oleh petani responden bersifat sistemik artinya ketika obat-obatan tersebut disemprotkan pada tanaman tomat ataupun cabai merah, maka akan langsung didistribusikan ke seluruh sistem pembuluh pada tanaman.

60 Para petani di Desa Perbawati sebagian besar menggunakan mulsa karena menurut mereka hal ini dapat mengurangi pencucian unsur-unsur pupuk kandang, ponsca, dan kapur oleh air ketika terjadi hujan sehingga penggunaan pupuk dan kapur sama, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Selain itu juga dapat menjaga kelembaban suhu tanah dan dapat mengurangi pertumbuhan gulma seperti rumput-rumput akibatnya mengurangi kegiatan penyiangan yang dilakukan oleh para pekerja. Pada umumnya, para petani dapat menggunakan mulsa untuk lebih dari satu kali tanam. Tenaga kerja di Perbawati berasal dari Desa Perbawati itu sendiri dan juga berasal dari desa tetangga seperti Desa Karawang. Tenaga kerja tersebut bersifat tetap artinya mereka akan bekerja pada satu pengelola lahan ataupun mandor sehingga tidak bisa pindah ke pengelola lahan atau mandor yang lainnya. Baik tenaga kerja laki-laki maupun tenaga kerja perempuan bekerja lima jam dalam sehari dengan upah Rp ,00 untuk tenaga kerja perempuan dan Rp ,00 untuk tenaga kerja laki-laki. Besarnya upah yang diterima oleh pekera peremuan dan laki-laki berbeda, hal ini terjadi karena jenis pekeraan yang dilakukan oleh pekera laki-laki cenderung lebih berat dibandingkan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja perempuan. 8.5 Struktur Pendapatan Usahatani Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati Biaya Produksi Tomat dan Cabai Merah Pendapatan yang diperoleh petani merupakan hasil penerimaan petani dikurangi dengan biaya produksi yang dikeluarkan petani selama budidaya berlangsung. Penerimaan itu sendiri berasal dari jumlah produksi dikalikan dengan harga jual yang berlaku pada saat itu. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya produksi yaitu biaya untuk membeli benih, pupuk kandang, pupuk ponsca, kaptan, mulsa, dan pemabayaran lainnya seperti tenaga kerja, sewa lahan, dan irigasi. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani responden akan berbeda-beda pada setiap musimnya (Lampiran 8 hingga Lampiran 15). Namun, rata-rata pengeluaran petani tomat dan cabai merah selama beberapa musim dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19 serta Gambar 15 dan Gambar 16.

61 Gambar 15. menunjukkan bahwa kontribusi rata-rata biaya produksi usahatani tomat permusim dalam satu hektar lahan tanam berbeda-beda. Dapat dilihat bahwa input yang menyumbang biaya terbesar dari musim ke musim yaitu obat-obatan. Secara umum, obat-obata menyumbang sebesar 41,8 persen, dimana biaya yang dikeluarkan oleh petani bervariasi setiap musimnya. Pada musim pertama biaya obat-obatan yang dikeluarkan oleh petani sebesar 39,2 persen dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh petani. Pada musim kedua meningkat menjadi 43,2 persen karena pada musim ini sudah memasuki musim hujan. Kemudian pada musim ketiga turun kembali menjadi 31,6 persen dan musim keempat meningkat lagi menjadi 53,1 persen. Hal ini disebabkan karena musim panen pada akhir Bulan Desember hingga awal januari 2012 yang merupakan awal musim hujan, maka biaya pemyemprotan yang dikeluarkan oleh petani meningkat. 50 Kontribusi (%) Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Jenis Biaya Tunai Sewa Lahan irigasi Gambar 15. Kontribusi Rata-Rata Biaya Input terhadap Biaya Tunai Usahatani Tomat Per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun Penyumbang biaya terbesar selanjutnya yaitu biaya untuk tenaga kerja/musimnya yaitu sebesar 32,8 persen, 17,4 persen, 36,8 persen, dan pada musim keempat yaitu sebesar 24,8 persen. Hal ini dikarenakan sistem pertanian di desa Perbawati masih terbilang pertanian tradisional, sehingga kegiatan usahatani di Desa Perbawati masih bersifat padat karya. Sebagian besar para pengelola usaha sayuran dalam satu hektarnya mempekerjakan 6-7 orang tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja perempuan yaitu 4 orang dan tenaga kerja laki-laki yaitu 3 orang.

62 Disamping obat dan tenaga kerja, pupuk kandang berkontribusi cukup besar dalam budidaya sayuran tomat yaitu sekitar 10,7 persen dari keseluruha biaya yang dikeluarkan petani lalu diikuti oleh benih (5,2 persen), mulsa (5,1 persen), sewa lahan (3,1 persen), irigasi (3,1 persen), pupuk ponsca (1,8 persen), dan kaptan (0,8 persen). Dapat dijelaskan pula bahwa dibanding penggunaan pupuk kimia ponsca, para petani lebih banyak menggunakan pupuk kandang dalam mengalola lahannya. Dalam satu hektar, banyaknya pupuk kandang yang digunakan petani yaitu sekitar karung pada saat pembukaan lahan baru. Sedangkan pupuk ponsca sekitar 16 karung atau sekitar 800 kg. Kegiatan pemupukan dilakukan bersamaan dengan pemberian kaptan untuk mengembalikan kandungan yang ada di dalam tanah. Penggunaan kaptan dalam satu hektar lahan yaitu 2000 karung. Selanjutnya setelah pengolahan lahan, maka dilakukan pemasangan mulsa. Dalam satu hektar, mulsa yang digunakan yaitu sebanyak 12 roll dimana satu roll itu sama dengan 800 m 2, dengan kata lain dalam 1 hektar lahan diperlukan m 2 mulsa. Benih tomat yang banyak digunakan yaitu jenis hibrida atau tomat besar marta. Dalam satu hektar biasanya para petani responden menebar 10 pack dimana 1 pack berisi kurarng lebih benih tomat. Namun, biasanya benih yang benar-benar dapat tumbuh bagus hingga berbuah hanya sekitar pohon tomat besar. Dengan kata lain dari 10 pack benih tomat yang ditebar, sekitar 66,67 persen saja benih yang dapat tumbuh hingga berbuah. Berdasarkan penuturan para petani, bahwa mereka pantang terhadap penggunaan benih dari indukan tomat yang mereka tanam karena hasilnya akan berkurang. Para petani lebih baik membeli benih tomat yang baru dan biasanya mereka memperoleh informasi mengenai benih dan input pertanian lainnya dari dinas ataupun dari penyuluh Kecamatan Sukabumi. Para petani di Desa Perbawati sebagian besar penggunaan lahannya masih bersifat lahan sewaan. Hal ini disebabkan karena, dibandingkan membeli lahan sebaiknya modal yang ada digunakan kembali untuk memeperluas lahan tanamnya. Dimana untuk satu hektar lahan dihargai sekitar Rp ,00 per tahunnya. Selain itu, sistem pengairannya berasal dari mata air yang dialirkan ke lahan para petani melalui teralon yang mereka miliki sehingga mereka harus membayar sebesar Rp ,00/bulannya. Besarnya rata-rata biaya produksi

63 yang dikeluarkan oleh petani responden untuk mengusahakan tomat pada setiap musim tanamnya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Tomat Per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun (Rp/Ha) Uraian Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim 4 (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan irigasi Penyusutan TK Keluarga Biaya tunai Biaya Total Tabel 18 menunjukkan bahwa biaya tertinggi yang dikeluarkan oleh petani yaitu pada musim keempat karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada musim keempat yaitu Bulan Oktober tahun 2011 hingga Januari tahun 2012 terjadi perubahan cuaca yang ekstrim sehingga biaya pengobatan yang harus dikeluarkan petani lebih besar. Hal ini terjadi karena adanya kegiatan penyemprotan yang dilakukan secara intensif akibatnya biaya yang harus dikeluarkan yaitu sebesar Rp ,00. Normalnya, biaya yang harus dikeluarkan oleh petani untuk usaha budidaya tomat yaitu Rp ,00 per hektarnya dengan kata lain modal untuk menanam pohon tomat sekitar Rp 2.000,00 per pohonnya. Biaya terendah yang dikeluarkan petani terjadi pada musim kedua yaitu sekitar Bulan November tahun 2010 hingga Februari tahun Hal ini terjadi karena kegiatan panen dilakukan hanya sampai enam hingga tujuh kali panen saja. Harga yang sangat rendah menyebabkan petani melakukan hal tersebut untuk mengurangi kerugian yang diterima oleh petani. Sama halnya yang terjadi pada pengusahaan tomat bahwa pada cabai merah kontribusi biaya obat-obatan biaya total berada pada posisi tertinggi dengan

64 rata-rata 48 persen permusim tanam. Pada musim pertama 45 persen, meningkat pada musim kedua menjadi 68 persen, menurun pada musim ketiga menjadi persen, dan pada musim keempat meningkat kembali menjadi 49 persen Kontribusi (%) Benih Pupuk Ponsca Pupuk Kandang Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Jenis Biaya Tunai Sewa Lahan irigasi Gambar 16. Kontribusi Biaya Input terhadap Biaya Keseluruhan Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun Pada musim kedua yaitu sekitar Bulan April-Oktober 2010 terjadi perubahan cuaca sehingga para petani cabai merah butuh biaya pengobatan yang tinggi untuk mengurangi penurunan produktivitas yang terlalu tinggi. Selanjutnya kontribusi biaya tenaga kerja terhadap total biaya yang dikeluarkan petani dari musim 1 hingga musim ke 4 rata-rata sebesar 33 persen diikuti oleh biaya pupuk kandang, mulsa, benih, sewa lahan, pupuk ponsca, kaptan, dan pembayaran pengairan lahan dengan masing-masing berkontribusi sebesar 10 persen, 7 persen, 5 persen, 4 persen, 3 persen, 0,7 persen, dan 0,3 persen. Para petani responden di Desa Perbawati sebagian besar menggunakan benih cabai hibrida atau cabai besar inko hot. Dalam satu hektar, benih yang ditebarkan sebelum dimasukan ke bedegan yaitu sebanyak 16 pack jenis benih cabai hibrida inko hot. Dimana dalam 1 pack berisi benih cabai merah hibrida. Namun, cabai merah yang mampu tumbuh baik hingga berbuah hanya pohon dalam satu hektarnya. Dengan kata lain dari setiap 16 pack benih cabai merah, maka kemungkinan benih yang akan tumbuh hingga berbuah yaitu sekitar 75 persen. Besarnya rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani responden untuk mengusahakan cabai merah pada setiap musim tanamnya dapat dilihat pada Tabel 16.

65 Tabel 19. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun (Rp/Ha) No. Responden Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim 4 Benih Pupuk Ponsca Pupuk Kandang Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan irigasi Penyusutan TK tdk diperhitungkan Biaya tunai Total Biaya Dari input-input yang digunakan dalam usaha budidaya sayuran cabai, dapat dilihat pada Tabel 19 bahwa biaya total tertinggi yang dikeluarkan oleh petani yaitu pada musim kedua karena biaya pengobatan yang harus dikeluarkan oleh petani lebih tinggi dari musim lainnya yaitu sebesar Rp ,00, sedangkan biaya terendah yang dikeluarkan petani untuk budidaya cabai merah dalam satu hektarnya yaitu sekitar Rp ,00 yang terjadi pada musim pertama (September 2009-Februari 2011). Hal ini disebabkan karena, proses penanaman hingga proses pemanenan dilakukan pada musim hujan sehingga umur hidup cabai merah hanya enam bulan saja sehingga biaya yang dikeluarkan oleh petani pun lebih rendah Penerimaan Usahatani Tomat dan Cabai Merah Penerimaan usahatani yang merupakan jumlah hasil panen yang diperoleh petani pada musim tertentu dikali dengan tingkat harga yang diterima petani, dimana harga tersebut sesuai dengan harga pasar. Penerimaan rata-rata yang dperoleh petani dapat dilihat pada Gambar 17. Penerimaan rata-rata tertinggi petani tomat diperoleh pada musim ketiga (April 2011-Agustus 2011) yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini disebabkan karena panen ketiga ini dilaksanakan pada Bulan April hingga Bulan Agustus tahun Dimana pada saat itu produktivitas tomat di Desa Perbawati mencapai

66 puncaknya yaitu dengan rata-rata produksi perpohonnya sebesar 1,9 kg/pohonnya. Peningkatan ini disebabkan karena kondisi cuaca yang lebih baik daripada musim tanam sebelumnya dimana pada musim tanam ini terjadi musim kemarau namun masih terbilang normal. Dengan kata lain walaupun kemarau namun masih diselingi dengan hujan. Produksi yang terbilang bagus ini didukung dengan harga yang lumayan bagus yaitu dengan harga rata-rata Rp 2.325,00/kg. Penerimaan Rata-Rata (Juta Rp) Cabe Merah Tomat 0 Gambar 17. Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim 4 Penerimaan Rata-Rata Petani Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati, Tahun Di samping itu, penerimaan terendahnya diperoleh pada musim kedua yaitu pada musim tanam Bulan November hingga Februari Hal ini disebabkan karena terjadinya panen raya tomat pada Bulan Januari dan Februari sehingga menyebabkan harga tomat jatuh hingga Rp 470,00/kg nya. Panen raya ini disebabkan karena tingginya harga tomat pada musim pertama sehingga pada saat itu banyak petani yang meraup keuntungan tinggi sehingga pada musim tanam berikutnya hampir seluruh petani menanam tomat dengan harapan yang sama. Harga tomat yang murah pada musim ini menyebabkan petani enggan untuk memanen tomatnya hingga habis. Rata-rata petani hanya memanen hingga enam kali panenan saja karena biaya produksi yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penerimaannya. Maka untuk mengurangi ingkat kerugian, para petani melakukan hal seperti itu. Kemudian, penerimaan petani untuk cabai merah paling tertinggi dicapai pada musim ketiga yaitu sekitar Bulan Desember hinga Juni tahun Hal ini karena terjadinya peningkatan produktivitas sebesar 25 persen dari produktivitas sebelumnya yaitu musim kedua (Bulan April 2010-Oktober 2010). Produktivitas

67 yang meningkat ini disebabkan karena petani menanam cabai pada musim hujan dan waktu panen terjadi pada musim kemarau. Harga yang diterima petani pada musim ini yaitu mencapai Rp ,00/kg nya, sedangkan penerimaan terendah terjadi pada musim pertama Bulan September 2009 hingga Bulan Februari 2010 dan keempat yaitu sekitar Bulan September 2011 hingga Bulan Februari Pada musim pertama dan keempat ini merupakan musim hujan dimana terjadi penurunan produktivitas pada musim keempat hingga 60 persen dari panen musim sebelumnya dengan harga rata-rata yang diterima petani sekitar Rp ,00/kg nya. Penurunan produksi ini disebabkan karena dari awal menanam cabai merah hingga panen cabai merah dilakukan pada musim hujan sehingga tanaman cabai merah sangat rentan busuk akibatnya waktu panen cabai menjadi lebih singkat dari normalnya. Biasnya petani dapat memanen cabai hingga 30 kali panenan tetapi pada musim keempat ini petani hanya mampu memanen 10 hingga 20 kali panen saja Pendapatan Usahatani Tomat dan Cabai Merah Berdasarkan data penerimaan rata-rata para petani dan biaya produksi ratarata yang dikeluarkan oleh para petani pada setiap musimnya maka diperoleh pendapatan yang diterima petani dan penerimaan bersih yang benar-benar diterima petani. Biaya produksi rata-rata tunai, biaya produksi rata-rata total, penerimaan rata-rata, pendapatan atas biaya tunai, dan pendapatan atas biaya total tomat dan cabai merah dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19. Berdasarkan Gambar 18 bahwa pendapatan atas biaya total dan pendapatan atas biaya tunai bervariasi setiap musimnya. Pendapatan atas biaya total tertinggi pada tomat terjadi pada musim ketiga yaitu pada bulan April hingga bulan Agustus tahun 2011 yaitu sebesrar Rp ,00. Hal ini dikarenakan pada bulan ini produktivitas tomat meningkat dan merupakan produksi tertinggi sepanjang musim serta diikuti oleh harga tomat/kgnya yang cukup stabil. Selanjutnya diikuti musim pertama (Mei 2010-September 2010) yaitu sebesar Rp ,00 lalu disusul musim keempat (Oktober 2011-Januari 2012) sebesar Rp ,00 dan pendapatan atas biaya total terkecil yang pernah diterima petani tomat yaitu pada musim kedua (November 2010-Februari 2011) yaitu Rp ,00.

68 Sama halnya dengan pendapatan atas biaya total, pendapatan atas biaya tunai tertinggi yang pernah diperoleh petani tomat yaitu pada musim ketiga (April 2011-Agustus 2011) yaitu sebesar Rp ,00 diikuti musim pertama yaitu pada bulan Mei hingga September 2010 sebesar Rp ,00, kemudian musim keempat (September 2011-Februari 2012) yaitu sebesar Rp ,00 dan pendapatan atas biaya tunai yang paling rendah diperoleh petani pada musim kedua (November 2010-Februari 2011) yaitu sebesra Rp ,00. Kerugian ini disebabkan karena harga tomat pada saat musim ini sangat rendah hingga tidak mampu menutupi biaya modal perpohonnya akibatnya petani tidak memanen hingga habis tapi hanya sampai enam kali panen saja. 120 Juta Rp Musim1 Musim2 Musim3 Musim Penerimaan Rata-Rata Biaya Produksi Total Biaya Produksi Tunai Pendapatan atas Biaya Total Pendapatan atas BiayaTunai Gambar 18. Biaya Produksi Rata-Rata, Penerimaan Rata-Rata, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Pendapatan atas Biaya Total Tomat di Desa Perbawati, Tahun Pada cabai merah (Gambar 19) pendapatan atas biaya tunai yang teringgi diperoleh pada musim ketiga yaitu terjadi pada Bulan Desember 2010 hingga Bulan Juni 2011 yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini disebabkan karena cuaca yang terjadi saat musim ini sangat mendukung bagi pertumbuhan cabai merah, sehingga produksi yang dihasilkannya pun lebih tinggi dari musim sebelumnya. Kemudian diikuti oleh musim kedua (April 2010-Oktober 2010) yaitu sebesar Rp ,00 lalu disusul oleh musim pertama (September 2009-Februari 2010) yaitu sebesar Rp ,00. Pendapatan atas biaya tunai terkecil yang pernah diterima petani cabai merah yaitu sebesar Rp ,00 yang terjadi pada musim keempat (September

69 2011-Februari 2012). Hal ini disebabkan karena produksi cabai merah pada saat musim ini sangat rendah. Rendahnya produksi cabai merah karena curah hujan yang sangat tinggi sehingga banyak cabai merah yang cacat dan juga busuk sehingga tidak layak untuk dijual. Selain itu, pendapatan atas biaya total tertinggi yang pernah diterima petani cabai merah sama yaitu terjadi pada musim ketiga yaitu terjadi pada Bulan Desember 2010 hingga Bulan Juni 2011 yaitu sebesar Rp ,00. Kemudian diikuti oleh musim kedua (April 2010-Oktober 2010) yaitu sebesar Rp ,00 lalu disusul oleh musim pertama (September 2009-Februari 2010) yaitu sebesar Rp ,00. Sedangkan pendapatan atas biaya total terkecil yang pernah diterima petani cabai merah yaitu sebesar Rp ,00 yang terjadi pada musim keempat (September 2011-Februari 2012). Juta Rp Gambar 19. Biaya Produksi Rata-Rata, Penerimaan Rata-Rata, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Pendapatan atas Biaya Total Cabai Merah di Desa Perbawati, Tahun Berdasarkan Gambar 18 dan Gambar 19 disimpulkan bahwa baik pendapatan atas biaya total maupun pendapatan atas biaya tunai pada tomat dan cabai merah dapat dikatakan berfluktuasi setiap musimnya. Dimana petani tomat mengalami kerugian pada musim kedua (November 2010-Februari 2011) dimana pendapatan yang diperoleh petani tidak mampu menutupi biaya produksi yang sudah dikeluarkannya, sedangkan petani cabai merah mengalami kerugian pada musim keempat (September 2011-Februari 2012). Hal tersebut mengindikasikan adanya risiko pada usaha budidaya tomat dan cabai merah yang dialami para petani di Desa Perbawati. Penerimaan Rata Biaya Produksi Total Biaya Produksi Tunai Pendapatan Bersih atas Biaya Total Pendapatan Bersih atas BiayaTunai Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim 4

70 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Risiko Produksi dan Sumber Risiko Pada Petani Desa Perbawati Risiko produksi ditandai dengan adanya varian pada produktivitas sayuran tomat dan cabai merah dalam setiap musim panennya. Varian tersebut dapat pula berupa fluktuasi produktivitas yang menyebabkan sulitnya bagi para petani yang mengusahakan tomat dan cabai merah untuk memprediksi keuntungan dan kerugian dari setiap musim panennya. Hal ini pun menjadi salah satu alasan bagi para petani di Desa Perbawati untuk melakukan pergantian tanaman setiap musimnya. Gambaran mengenai produktivitas tomat dan cabai merah yang merupakan komoditas unggulan bagi petani di Desa Perbawati dapat dilihat pada Gambar 20. Produktivitas (kg/ha) 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 Cabe Merah Tomat - Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim 4 Musim Gambar 20. Rata-Rata Tingkat Produktivitas Tomat dan Cabai Merah Per Musim di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Tahun Produktivitas tomat dan cabai merah yang dihasilkan petani responden berbeda-beda (Lampiran 16 hingga Lampiran 17). Namun, gambaran mengenai tingkat produktivitas tomat dan cabai merah di Desa Perbawati pada Gambar 20 memperkuat bahwa terjadinya fluktuasi pada kedua komoditas pertanian tersebut sangat tinggi khususnya yang terjadi pada tomat. Pada musim 1 (Mei September 2010) hingga musim ke 4 (Oktober 2011-Januari 2012), tomat mengalami fluktuasi produktivitas yang sangat signifikan dimana pada musim kedua menurun sebesar 55 persen, pada musim ketiga meningkat hingga empat kali lipat dari produktivitas sebelumnya, kemudian setelah itu karena memasuki

71 musim hujan terjadi penurunan sebesar 78 persen. Pada musim kedua (November 2010-Februari 2011), penurunan terjadi karena produksi tomat yang diperoleh petani di Desa Perbawati karena adanya penurunan harga yang sangat drastis menyebabkan para petani tidak memanen hingga habis. Rata-rata mereka memanen tomat hanya sampai enam kali panen saja akibatnya produksi tomat mereka pada musim kedua ini menurun dari musim sebelumnya. Sedangkan peningkatan produksi tomat pada musim ketiga (Bulan April 2011-Agustus 2011) terjadi karena kondisi cuaca yang sangat mendukung bagi para petani tomat dimana pada musim tanam hingga musim panen dilakukan pada musim kemarau dengan intensitas hujan yang cukup sehingga produksi tomat menjadi optimal. Sama halnya tingkat produktivitas pada cabai merah, pada musim kedua (April 2010-Oktober 2010) meningkat secara drastis hingga 6 kali lipatnya dari musim ke 1 (September 2009-Februari 2010) dan puncak produksinya terjadi pada musim ke 3 (Desember 2010-Juni 2011) yaitu sebesar ton dan peningkatan ini terjadi sebesar 25 persen. Namun, setelah itu mengalami penurunan secara drastis pada musim ke 4 (September 2011-Februari 2012) dengan rata-rata penurunannya sebesar 70 persen. Penurunan produksi pada musim tanam keempat disebabkan karena kondisi curah hujan yang tinggi sehingga tanaman cabai merah sangat mudah terkena penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan cendawan, diantaranya busuk buah dan layu pada tanaman cabai merah yang masih muda. Sedangkan peningkatan pada produksi cabai merah terjadi karena kondisi curah hujan yang mendukung bagi perkembangan cabai merah. Kondisi tersebut merupakan implikasi dari adanya risiko dimana faktor-faktor yang menyebabkan munculnya risiko yang sering dialami oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati adalah sebagai berikut: a. Cuaca dan Iklim Cuaca merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas sayuran khususnya pada tomat dan cabai merah. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan penyakit busuk pada sayuran tomat dan cabai merah sehingga akan mengurangi produktivitasnya. Curah hujan yang rendah juga akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tomat dan cabai merah. Selain itu, baik tomat maupun cabai merah rentan terhadap hama dan penyakit.

72 Kondisi curah hujan yang ekstrim dirasakan oleh petani responden selama dua tahun terakhir ini yaitu tahun 2010 hingga Menurut Surmaini et al (2008) bahwa perubahan cuaca yang ekstrim tersbut disebabkan oleh peningkatan suhu udara secara global. Peningkatan suhu ini dapat menurunkan produktivitas tanaman termasuk di dalamnya yaitu sayuran. Berdasarkan hasil simulasi tanaman, kenaikan suhu hingga 2 0 C di dataran tinggi akan menurunkan produksi tanaman sekitar 20 persen. Berdasarkan kondisi di lapangan bahwa cabai merah akan menghasilkan produksi terbaik ketika cabai merah ditanam pada musim hujan dan dipanen pada musim kemarau karena penyakit yang disebabkan oleh hama lebih mudah dikendalikan dibandingkan dengan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus karena curah hujan yang tinggi. Pada tomat karena jenis sayuran ini mampu menyimpan cadangan air pada bagian batangnya sendiri maka dengan pengairan yang cukup yakni tanpa kekurangan dan tanpa kelebihan, sayuran ini akan tetap berproduksi dengan optimal. Curah Hujan (mm/bulan) Bulan Gambar 21. Grafik Curah Hujan Kecamatan Sukabumi Periode September 2009-September 2011 Sumber : BP3K, 2012 Pengaruh perbedaan cuaca dan iklim yang terjadi pada usaha budidaya tomat dan cabai merah dapat dilihat pada Gambar 21, dimana produktivitas tertinggi baik pada tomat maupun pada cabai merah terjadi pada musim kemarau yaitu musim ketiga dimana besarnya produktivitas masing-masing yaitu kg/ha dan kg/ha dari mulai panen awal hingga panen akhir yaitu panen penghabisan. Produktivitas tomat yang tinggi ini terjadi pada Bulan April hingga

73 Bulan Agustus Menurut para petani, walaupun pada musim ini terjadi musim kemarau namun pasokan air masih tetap ada sehingga tidak akan menghambat proses pertumbuhan dan produksi tomatnya sendiri. Disamping itu pada cabai merah, musim ketiga ini terjadi pada Bulan Desember hingga Juni 2011 dimana para petani menanam cabai merah pada musim hujan dan pemanenan dilakukan pada musim kemarau sehingga produksi cabai merah pada saat ini cukup tinggi. Dengan demikin, baik produksi tomat maupun cabai merah dapat berproduksi lebih tinggi pada pertengahan tahun karena kondisi curah hujan yang tidak terlalu tinggi. b. Serangan Hama dan Penyakit Selain cuaca dan iklim, hama dan penyakit merupakan faktor lain yang menciptakan ancaman bagi petani tomat dan cabai merah. Kondisi tersebut dikarenakan sayuran tomat dan cabai merah rentan terhadap hama dan penyakit. Hal ini mengakibatkan produksi tomat dan cabai merah yang dihasilkan oleh para petani tidak seperti yang diharapkan. Hama dan penyakit ini baik yang menyerang tomat maupun cabai merah dapat menyerang bagian tanaman manapun mulai dari akar, batang, daun, bunga, hingga buahnya. Kemunculan hama dan penyakit ini seringkali muncul pada waktu yang tidak bisa diprediksi sebelumnya karena keberadaannya dipengaruhi pula oleh kondisi cuaca dan iklim yang juga tidak bisa diprediksi sebelumnya oleh para petani termasuk oleh para petani yang berada di Desa Perbawati. Menurut BP4K (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan) Kabupaten Sukabumi, pada umumnya jenis hama yang sering menyerang tanaman tomat dapat dilihat pada Tabel 20. Biasanya jenis hama masih bisa dilihat oleh mata karena jenis hama ini berasal dari golongan serangga dan ulat. Selain itu, hama cendrung merusak bagian tertentu saja pada tanaman tomat tetapi terjadi kontak langsung sehingga tanaman mati atau tetap hidup namun tidak banyak memberikan hasil.

74 Tabel 20. Jenis Hama yang Menyerang Tanaman Tomat Jenis Hama Ciri-Ciri Serangan Ulat Buah Sepanjang ± 4 cm Tomat (Heliothis armigera Hubner.) dan pada tubuhnya terdapat banyak kutil serta berbulu. Kutu Daun Apish Hijau panjang kutu bersayap 2-2,5 mm dan yang tidak bersayap 1,8-2,3 mm Lalat Putih Jika berhamburan akan seperti kepul putih. badannya seperti sisik pada daun Thrips Panjangnya 1-1,2 mm, berwarna hitam, bersayap, dan berambut berumbairumbai Lalat Buah Seperti belatung tetapi memiliki sayap transparan. Nematoda Bengkar Akar Bentuknya seperti cacing sepanjang mm Sumber : BP4K Kabupaten Sukabumi (2012) Menyerang daun, bunga, dan buah. Membuat lubang-lubang pada buah sehingga buah terinveksi dan akhirnya buah tomat menjadi busuk. Menyerang daun sehingga keriting, kerdil, melengkung ke bawah, dan daun menjadi rapuh. Daun seperti diselimuti tepung putih sehingga pertumbuhannya lambat bahkan daun menggulung. Mengisap cairan di dalam daun sehingga daun menjadi putih hingga layu, kering dan mati. Menyerang daging buah sehingga buah menjadi bususk. Menyerang akar. akar membengkak memanjang atau bulat akibatnya akar kesulitan menyerap air sehingga warna daun tidak normal, menghambat pertumbuhan, layu, buah kecil, dan cepat tua. Selain hama, tanaman tomat pun rentan terhadap penyakit. Penyakit ini sebagian besar disebabkan oleh bakteri dan cendawan. Dimana jenis cendawan biasanya berupa mikroorganisme seperti jamur. Selain itu, tanaman tomat yang terserang cendawan akan mengikuti warna sporanya. Biasanya jenis cendawan dan bakteri ini tidak terjadi kontak secara langsung tetapi dimulai dari bagian tanaman tertentu lalu menyebar ke bagian tanaman yang lainnya sehingga tanaman mati secara perlahan. Menurut BP4K (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan) Kabupaten Sukabumi, pada umumnya jenis penyakit yang sering menyerang tanaman tomat dapat dilihat pada Tabel 21.

75 Tabel 21. Jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Tomat Jenis Penyakit Penyebab Serangan A. Cendawan Layu Fusarium Cendawan Fusarium Menyerang akar kemudian pembuluh oxysporium f.sp.capsici xylem sehingga menghambat aliran air Schlecht ke daun akibatnya daun layu dan menguning. Bercak Daun Cendawan Septoria Muncul bercak bulat kecil berair pada Septoria lycopersici Speg daun sehingga daun menggulung, mengering, dan akhirnya rontok Bercak Cokelat Alternaria solani Sor Menyerang pangkal buah dan daun yang berbentuk bercak dari cokelat hingga menghitam. Bercak membesar, daun menguning, layu, akhirnya mati Buah yang terifeksi akan mudah gugur. Busuk Daun Busuk Buah Rhizoctonia Busuk Buah Antraknosa B. Bakteri Penyakit Layu cendawan Phytophthora infestans (Mont.) de bary cendawan Thanatephorus cucumeris (Frank) Donk cendawan Colletotrichum coccodes (Wallr.) Hughes Pseudomonas solanacearum (E.F. E.F.Sm Sumber : BP4K Kabupaten Sukabumi (2012) Sm) Menyerang daun berbentuk bercak pada ujung atau sisinya sehingga meluas dan menyerang pangkal buah. Bercak pada buah hingga membentuk lingkaran dan akhirnya buah pun retak. Menyerang buah, batang, dan akar tanaman tomat yang berbentuk bercak kemudian melebar menyebabkan daun menjadi layu. Menyerang daun dan bagian jaringan tubuh tomat. Tanaman layu walaupun daunnya masih hijau kemudiam roboh dan mati Namun, menurut para petani di Desa Perbawati hama dan penyakit yang sering menyerang tomat antara lain busuk buah dan daun, sifut, layu bakteri, dan kutu kebul. Hama dan penyakit ini menyerang tomat pada waktu tertentu yaitu ada yang menyerang ketika musim hujan dan ada juga yang musim kemarau. Selain itu, serangan hama dan penyakitpun dapat menyebabkan penurunan produksi tomat. Tabel 22 menunjukkan bahwa serangan hama dan penyakit sangat berpengaruh pada hasil produksi tanaman tomat. Penurunan produksi yang paling tinggi yaitu ketika tanaman tomat diserang busuk buah dan daun. Penyakit ini terjadi pada musim hujan sehingga jika tidak ditanggulangi lebih lanjut lagi maka kerugian yang akan ditimbulkan oleh para petani tomat sebesar 65 persen.

76 Tabel 22. Jenis Serangan Hama dan Penyakit pada Sayuran Tomat di Desa Perbawati Jenis hama dan penyakit Waktu serangan Kerugian yang ditimbulkan (%) Siput Musim hujan Bercak daun Musim hujan Layu fusarium Musim hujan 40 Busuk buah dan daun Musim hujan 65 Kutu kebul Musim kemarau Ulat buah Musim kemarau Sama halnya dengan tomat, cabai pun dapat terserang hama dan penyakit. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 23 dan Tabel 24. Berbeda dengan tomat yang lebih rentan terhadap fungi, tanaman cabai merah lebih rentan terhadap serangan insect. Tabel 23. Jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Penyakit Serangan Layu Bakteri (Pseudomonas solana-cearum Melalui benh, bibit, irigasi, serangga, E.F. Smith) dan alat pertanian. Menyerang akar tanaman sehingga terjadi kelayuan mulai dari pucuk hingga seluruh bagian tanaman. Layu Fusarium (Fusarium oxysporum Sulz.) Terjadi pemucatan pada warna tulang daun sehingga seluruh tangkai daun menunduk akibatnya layu dan mati begitu saja. Bercak Daun dan Buah/Antraknose/Patek (cendawan Gloesporium piperatum Ell. et. Ev dan Colletotrichum capsici) Bercak Daun (cendawan Cercospora capsici) Bercak Alternaria (Alternaria solani Ell & Marf) Busuk Daun dan Buah (Phytophthora spp) Sumber : BP4K Kabupaten Sukabumi (2012) Menyerang buah muda dan menyebabkan mati ujung yang diawali bintik-bintik kecil hitam dan berlekuk. Menyebabkan buah cabai membusuk yang diawali bercak cokelat kehitaman lalu meluas dan menjadi busuk lunak. Diawali dengan bercak kecil kebasahbasahan lalu meluas. Pusatnya berwarna putih dan tepinya berwarna tua kemudian menguning dan berguguran. Diawali dengan bercak cokelat tua hingga hitam lalu meluas ke seluruh bagian daun Menyerang daun berupa bercak di tepinya kemudian menyerang buah dan seluruh bagian tanaman

77 Tabel 24. Jenis Hama yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Hama Ciri-Ciri Serangan Ulat Grayak Kupu-kupu berwarna gelap. Bertelur secara berkoloni, lalu menyebar ke seluruh bagian tanaman Kutu Daun Lalat Buah Panjangnya cm, berwarna cokelat tua. Thrips (Thrips sp.) Tungau Menyerang daun dalam jumlah besar akibatnya daun berlubang. Menghambat proses fotosintesis sehingga produksi cabai menurun Mengisap cairan daun,pucuk, tangkai bunga,. Daun menjadi keriting, melengkung, kekuningan, dan rontok. Menyerang buah dengan meneteskan telurnya lalu buah busuk. Panjangnya + 1 mm Menyerang daun berupa strip-strip berwarna keperakan sehingga daun menjadi kering. Panjangnya + 1 mm dan bentuknya mirip laba-laba Sumber : BP4K Kabupaten Sukabumi (2012) Menghisap cairan daun/pucuk sehingga muncul bintik keputihan, akhirnya daunnya menjadi kriting. Hama dan penyakit yang sering menyerang cabai di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 25. Kerugian terbesar yang dialmi petani cabai merah disebabkan oleh insect thrips yang menyebabkan kerugian hingga 50 persen. Jenis hama dan penyakit yang menyerang tomat dan cabe merah yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19. Tabel 25. Jenis Serangan Hama dan Penyakit pada Sayuran Cabai Merah di Desa Perbawati Jenis hama dan penyakit Waktu serangan Kerugian yang ditimbulkan (%) Lalat buah (Dacus ferrugineus) Musim kemarau Thrips (Thrips sp) Musim kemarau Tungau Musim kemarau 5-15 Layu bakteri Musim hujan 40 Bercak daun dan buah Musim hujan 5-30 Busuk daun dan buah Musim hujan 5-30 c. Tingkat Kesuburan Lahan Kondisi lahan merupakan salah satu faktor pendukung untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat dan cabai merah. Pada awal mulanya, lahan yang digunakan para petani di Desa Perbawati merupakan lahan perkebunan teh. Selain itu lahan di Desa Perbawati merupakan daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas gunung merapi dimana jenis tanahnya yaitu berupa tanah latosol dan andosol. Sebagian besar daerah yang berbentuk perkebunan tanpa adanya aktivitas industri menyebabkan kondisi lingkungannya belum mengalami pencemaran tingkat tinggi.

78 Lahan yang subur dapat menentukan produktivitas hasil tanaman dengan kata lain ketika tanaman dibudidayakan pada lahan yang subur maka akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan ketika petani membudidayakannya pada lahan yang kurang subur. Hal ini disebabkan karena selain dipengaruhi oleh penggunaan input yang tepat, kondisi cuaca dan iklim, serta kemunculan hama dan penyakit, produksi tanaman tomat dan cabai merah juga dipengaruhu oleh struktur dan tekstur tanah yang menjadi media tanamnya. Menurut Suwandi (1982), bagi tanaman tomat dan cabai merah di dataran tinggi, kekurangan unsur unsur hara akan menurunkan hasil produksi tomat dan cabai merah antara 5-30 persen. Terjadinya perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu merupakan pemicu terjadinya ledakan hama dan penyakit. Menurut para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, membeludaknya hama dan penyakit ini menyebabkan petani tomat dan cabai merah semakin intensif untuk melakukan penyemprotan tentunya dilakukan dengan menggunakan obat kimia seperti insektisida dan fungisida. Hal inilah yang dapat meningkatkan residu bahan kimia yang terkontaminasi di dalam tanah. Residu bahan kimia ini dapat bertahan lama di dalam tanah tergantung intensitas dan jenis insektisida maupun fungisida yang digunakannya. Hasilnya kondisi tersebut akan merusak kehidupan organisme dan mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat dan cabai merah yang dibudidayakan sehingga tingkat kesuburan tanah di lahan perkebunan Desa Perbawati berkurang. Dengan begitu dapat berisiko terjadinya penurunan produksi tomat dan cabai merah. Disamping faktor residu bahan kimia, intensitas pemanfaatan lahan juga berkontribusi dalam mengurangi tingkat kesuburan lahan. Berdasarkan pemaparan para petani responden di Desa Perbawati bahwa mereka memanfaatkan lahannya untuk tiga kali tanam dalam satu tahun. Mereka menetapkan masa bera pada lahannya, namun masa beranya tersebut dimanfaatkannya untuk menanam tanaman berusia pendek, seperti kubis dan pakcoy. Hal ini merupakan salah satu bentuk eksploitasi lahan sehingga apabila para petani tersebut tidak melakukan perbaikan pada saat pembukaan lahan baru maka tingkat kesuburan tanah akan

79 semakin menurun akibatnya kondisi tersebut berpeluang dalam penurunan hasil produksi tomat ataupun cabai merah. 6.2 Penilaian Risiko Produksi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa usaha budidaya tomat dan cabai merah merupakan jenis usaha yang penuh risiko. Petani yang membudidayakan usaha ini seringkali dihadapkan pada suatu kondisi yang sangat merugikan dan kondisi ini bisa terjadi kapan saja. Risiko yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah risiko produksi yang terdapat pada tanaman tomat dan cabai merah yang ada dihadapi oleh para petani di Desa Perbawati. Risiko produktivitas yang terjadi dapat ditunjukan dengan adanya flutuasi produksi pada setiap musimnya. Fluktuasi produksi ini menunjukkan adanya nilai produktivitas yang tertinggi, terendah, dan produktivitas normal sehingga dapat ditentukan besarnya peluang para petani tomat dan cabai merah untuk menghasilkan produktivitas tertinggi, normal, dan produktivitas terendah dengan mempertimbangkan periode waktu tomat dan cabai merah tersebut dibudidayakan oleh para petani. Produktivitas tertinggi diperoleh dari tingkat produktivitas tomat atupun cabai merah yang paling tinggi yang pernah diperoleh oleh para petani responden selama mengusahakan tomat ataupun cabai merah. Selain itu, produktivitas normal diperoleh dari produktivitas yang sering dihasilkan petani responden selama pengusahaan tomat ataupun cabai merah sedangkan produktivitas terendah diperoleh berasal dari produktiviitas tomat atau cabai merah yang laing rendah selama petani responden mengusahakan tomat atau cabai merah. Produktivitas tomat ataupun cabai merah diperoleh dari seluruh hasil panen dalam satu musim tanam dan data produktivitas yang diambil berasal dari tahun 2010 hingga Dengan kata lain terdapat empat musim tanam untuk tomat dan empat musim tanam untuk cabai merah. Penentuan risiko pada penelitian ini didasarkan pada penilaian varian, standar deviasi, dan koefisien variasi yang diperoleh dari hasil peluang terjadinya suatu kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian dapat dilihat dari kondisi tertinggi, normal, terendah dari rata-rata produktivitas yang dihasilkan oleh tanaman tomat dan cabai merah yang dapat dilihat pada Tabel 26.

80 Tabel 26. Rata-Rata Produktivitas, Pendapatan, dan Peluang Tomat dan Cabai Merah yang Dihadapi Petani Desa Perbawati, Tahun Uraian Tertinggi Normal Terendah Peluang 0,25 0,25 0,5 Tomat Produktivitas (kg/ha) Pendapatan (Rp) Cabai Merah Produktivitas (kg/ha) Pendapatan (Rp) Tabel 26 menunjukkan peluang yang terjadi pada setiap kondisi pada tanaman tomat dan cabai merah. Peluang tertinggi, normal, dan terendah diukur berdasarkan berapa kali para petani pernah mencapai produktivitas tertinggi, normal, dan terendah selama siklus produksi berlangsung. Tabel 26 juga menunjukkan kondisi produktivitas dan pendapatan tanaman tomat dan cabai merah pada kondisi terendah, normal, dan tertinggi. Dengan adanya produktivitas dan pendapatan yang fluktuatif maka peluang para petani untuk memperoleh produkstivitas dan pendapatan pada kondisi tertinggi, normal, dan terendah dapat diamati dengan mempertimbangkan periode waktu selama waktu produksi berlangsung. Dari masing-masing komoditas dapat dilihat bahwa keduanya memiliki produktivitas dan pendapatan dengan range yang berbeda-beda yakni tomat antara kg sampai kg dan cabai merah antara kg sampai kg, sedangkan range pendapatan pada tomat antara Rp ,00 sampai Rp ,00 dan pada cabai merah antara Rp ,00 sampai Rp ,00. Yang dimaksud produktivitas dan pendapatan tertinggi yaitu tingkat produktivitas dan pendapatan yang paling tinggi yang pernah diterima petani selama mengusahakan komoditas tersebut khususnya dalam dua tahun terkhir yaitu musim panen pada Tahun 2010 sampai Tahun Yang dimaksud dengan produktivitas dan pendapatan terendah yaitu peroduktivitas dan pendapatan yang pernah diterima petani selama mengusahakan kedua komoditi tersebut. Sementara itu, yang dimaksud dengan produktivitas dan pendapatan normal yaitu produktivitas dan pendapatan yang diterima petani yang sering diperoleh petani selama mengusahakan kedua komoditi tersebut. Produktivitas

81 dan pendapatan yang diharapkan oleh petani merupakan produktivitas dan pendapatan tertinggi. Jika melihat peluangnya maka produktivitas dan pendapatan yang sering diterima para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati yaitu produktivitas dan pendapatan terendah. Hal ini disebabkan karena waktu tanam tomat dan cabai merah selama empat kali tanam hanya terdapat satu kali musim tanam dengan curah hujan yang rendah dan satu kali musim tanam dengan curah hujan yang sedang sedangkan musim tanam dengan curah hujan yang tinggi bahkan terbilang ekstrim terjadi sebanyak dua kali musim tanam. Pengukuran peluang terhadap suatu kejadian dimaksudkan untuk membantu pengambil keputusan dalam mengambil keputusan yang mengandung risiko dengan menggunakan expected return, standard variation, dan coefficient variation. Expected return merupakan nilai harapan yang dihasilkan setelah memperhitungkan risiko yang ada. Penghitungannya dilakukan berdasarkan penjumlahan antara masing-masing peluang terjadinya suatu kejadian dengan nilainya (Lampiran 20). Tabel 27. Penilaian Expected Return Berdasarkan Produktivitas dan Pendapatan pada Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun Komoditas Expected Return Produktivitas (kg/ha) Pendapatan (Rp) Tomat Cabai Merah Berdasarkan Tabel 27 dapat dikatakan bahwa expected return berdasarkan produktivitas tertinggi diperoleh pada tomat yaitu dengan nilai expected return sebesar jika dibandingkan dengan produktivitas cabai merah. Hal ini disebabkan karena dalam satu pohon tomat bisa menghasilkan 0,4 kg hingga 2 kg dalam satu kali panen bahkan jika kondisinya bagus bisa mencapai 3 kg per pohonnya sedangkan pada cabai merah hanya mampu berproduksi hingga 1 kg saja, sehingga harapan petani terhadap produktivitas tomat lebih tinggi dibandingkan harapan petani terhadap produktivitas cabai merah.berbeda dengan harapan petani terhada pendapatan. Harapan petani terhadap pendapatan cabai merah lebih tinggi dibandingkan dengan harapan petani terhadap pendapatan

82 tomat. Hal ini disebabkan karena harga cabai merah memiliki ukuran harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran harga pada tomat. Kegiatan usaha pertanian yang dilakukan secara tunggal mengandung risiko yang lebih tinggi dibandingkan usaha pertanian yang dilakukan secara bersamaan dengan tanaman lainnya. Alasannya karena ketika petani hanya mengusahakan satu tanaman saja maka apabila terjadi gagal panen, petani akan menghadapi kerugian atas tanaman yang gagal tersebut secara keseluruhan. Berbeda dengan jika petani menanam lebih dari satu tanaman, jika satu tanamana mengalami gagal panen maka akan ditutupi oleh yang lainnya Penilaian Risiko Produksi Spesialisasi Penilaian risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dapat dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan yang diperoleh dari tomat dan cabai merah. Penilaian risiko spesialisasi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Penilaian risiko produksi berdasarkan produktivitas yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 28 dan Tabel 29. Tabel 28. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas Pada Tomat dan Cabai Merah pada Petani Desa Perbawati Tahun Komoditas Variance Standard Deviation Coefficient Variation Tomat ,687 Cabai Merah ,629 Berdasarkan Tabel 28 dapat dilihat bahwa penilaian risiko berdasarkan produktivitas diperoleh nilai variance yang berbanding lurus dengan standard deviation. Dimana semakin tinggi nilai variance maka semakin tinggi pula nilai standard deviation yang diperoleh dan sebaliknya semakin rendah nilai variance maka semakin rendah pula nilai standard deviation. Hal ini dapat dilihat dari nilai variance dan standard deviation yang paling tinggi yaitu tomat sebesar dan , sedangkan nilai variance dan standard deviation cabai merah hanya sebesar dan Namun untuk mengukur risiko yang paling akurat yaitu dengan menggunakan koefisien variasi karena penghitungannya dengan mempertimbangkan ratio standard deviation dengan expected return. Koefisien variasi yang paling tinggi yaitu terdapat pada tomat

83 sebesar 0,687 yang artinya jika petani menghasilkan tanaman tomat sebanyak 1 kg maka risiko yang dihadapi yaitu sebesar 0,687 kg sehingga tomat yang ditanam petani hasilnya hanya dapat menghasilkan 0,313 kg, sedangkan koefisien variasi cabai merah hanya sebsar 0,629 yang artinya jika petani menghasilkan tanaman cabai merah sebesar 1 kg maka risiko produksi yang dihadapi yaitu sebesar 0,629 kg akibatnya hasil yang dapat diperoleh hanya sebanyak 0,371kg. Informasi tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan risiko produksi cabai merah. Hal ini disebabkan karena tomat lebih rentan terhadap cuaca, hama, dan penyakit. Selain itu secara fisik, tomat lebih cepat busuk pada kondisi yang lembab terutama pada musim hujan yang ekstrim seperti saat ini. Akibatnya koefisien variasi lebih besar daripada cabai merah yang menandakan risiko produksi tomat yang tinggi. Selain itu penilaian risiko produksi dapat juga di hasilakan berdasarkan pendapatan dari masing-masing komiditas pada setiap musimnya. Penilaian risiko produksi berdasarkan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 29 dan penghitungannnya pada Lampiran 21. Tabel 29. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Pada Tomat dan Cabai Merah pada Petani Desa Perbawati Tahun Komoditas Variance Standard Deviation Coefficient Variation Tomat 5,76E ,749 Cabai Merah 1,83E ,650 Sama halnya dengan tingkat risiko produksi berdasarkan produktivitasnya, berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 29 di atas maka penilaian risiko produksi berdasarkan pendapatan diperoleh nilai variance dan standard deviation tertinggi yaitu terdapat pada cabai merah. Namun, jika dilihat dari koefisien vaiasinya dapat diketahui bahwa risiko produksi berdasarkan pendapatan, maka risiko tomat yang lebih tinggi yaitu sebesar 0,749 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,749 rupiah. Semakin besar nilai koefisien variasi maka semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi. Berdasarkan informasi tersebut maka dapat dikatakan bahwa risiko produksi tomat lebih besar dibandingkan risiko produksi cabai merah. Hal ini dikarenakan produksi tomat yang tinggi, namun harga yang harus dikenakan sangat rendah

84 dimana paling tinggi hanya berkisar Rp 8000,00/kg saja dan ketika panen raya bisa jatuh hingga Rp 475,00/kg sehingga penerimaan yang diperoleh petani lebih kecil dari menanam cabai merah. Tingkat risiko produksi yang dihadapi para petani responden tomat dan cabai merah di Desa Perbawati lebih tinggi dibandingkan dengan risiko produksi yang dihadapi oleh Perusahaan Permata Hati Organic Farm (Tarigan 2009), The Pinewood Organic Farm (Sembiring 2010), dan risiko produksi cabai merah keriting pada Kelompok Tani Pondok Menteng di Desa Citapen (Situmeang 2011). Tingkat risiko tomat di Perusahaan Permata Hati Organic Farm sebesar 5,5 persen sedangkan di The Pinewood Organic Farm sebesar 30 persen. Risiko cabai di Perusahaan Permata Hati Organic Farm sebesar 4,8 persen sedangkan di Kelompok Tani Pondok Menteng sebesar 50 persen. Baik Desa Perbawati di Sukabumi, Desa Ciburial di Cisarua-Bogor, Desa Citapen di Bogor, maupun Desa Tugu Selatan di Cisarua-Bogor merupakan daerah dataran tinggi. Masing-masing daerah berada pada ketinggian 900 m dpl, 1000 mdpl, mdpl, dan m dpl. Perbedaan dari ketiganya yaitu luasan lahan yang mereka tanami, dimana petani di Desa Perbawati menanam tomat dan cabai merah pada hamparan luas lahan yang bergelombang hingga berbukit dengan luasan kurang lebih 136 ha. Sedangkan Perusahaan Permata Hati Organic Farm menanam sayuran di atas lahan sekitar 1,5 ha dan The Pinewood Organic Farm menanam sayuran di atas lahan sekitar 2 ha. Menurut para petani di Desa Perbawati bahwa, ketika sayuran ditanam pada hamparan lahan yang sangat luas lebih rentan terhadap hama dan penyakit. Baik serangga, bakteri, maupun cendawan memiliki sifat mudah berpindah jadi ketika satu hektar lahan terkena hama dan penyakit maka akan menularkan pada sayuran di lahan terdekatnya terutama jika dilakukan penanaman jenis sayuran yang serempak. Dengan demikian risiko produksi pada sayuran yang ditanam pada hamparan lahan yang sangat luas akan lebih besar dibandingkan pada sayuran yang hanya ditanam pada lahan yang lebih sempit. Selain itu, Permata Hati Organic Farm dan The Pinewood Organic Farm sudah berbentuk perusahaan sehingga manajemennya lebih bagus dibandingkan yang dilakukan oleh para petani di Desa Perbawati. Sama halnya manajemen yang baik

85 sudah dilakukan pada Kelompok Tani Podok Menteng, dengan terbentuknya kelompok tani maka memudahkan para petani untuk memperoleh informasi melalui penyuluhan mengenai budidaya pertanian sehingga produksi pertaniannya bisa ditingkatkan Penilaian Risiko Produksi Diversifikasi Tingkat Risiko Produksi Diversifikasi Aktual Uraian sebelumnya menjelaskan tentang risiko produksi yang dihadapi oleh para petani jika hanya mengusahakan satu jenis tanaman saja yaitu tomat atau cabai merah. Para Petani di Desa Perbawati sudah melakukan diversifikasi dalam menjalankan kegiatan usahataninya. Hal tersebut dapat dilihat dalam waktu yang hampir bersamaan, para petani melakukan pola tanam baik secara monokultur maupun secara tumpangsari. Dengan melakukan sistem penanaman secara diversifikasi maka risiko yang dihadapi oleh para petani di Desa Perbawati dinamakan risiko portofolio. Pola tanam yang dilakukan oleh petani di Desa Perbawati dalam menanam tomat dan cabai merah dilakukan pada waktu yang hampir sama namun pada lahan yang berbeda. Dimana proporsi petani untuk mengusahakan tanaman tomat lebih tinggi dibandingkan tanaman cabai merah yaitu 54 persen untuk menanam tomat dan 46 persen digunakan petani untuk menanam cabai merah (Lampiran 22). Dengan melihat ciri khas dari kedua jenis tanaman ini sama yaitu rentan terhadap penyakit dan produkstivitasnya sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim maka dapat digunakan nilai koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif (+1). Dimana hubungan antara usaha petani untuk menanam tomat bergerak bersamaan dengan cabai. Misalnya ketika curah hujan tinggi, baik tomat ataupun cabai merah yang ditanam secara bersamaan akan berproduksi dalam jumlah yang sedikit karena rentannya terhadap penyakit bususk buah dan busuk daun. Dalam penilaian risiko produksi pada masing-masing komoditi, maka ukuran risiko seperti variance, standard deviation, ataupun coefficient variation digunakan hanya untuk satu jenis tanaman saja yaitu tomat dan cabai merah. Namun, ketika akan melakukan perbandingan antara risiko produksi spesialisasi

86 dan risiko produksi portofolio maka ukuran risiko yang digunakan yaitu dengan menghitung variance gabungan dari usaha tanaman tomat dan tanaman cabai merah. Analisis perbandingan risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio sama halnya dengan menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variation. Perbandingan terhadap risiko produksi spesialisasi dan risiko produksi portofolio antara tomat dan cabai merah berdasarkan produktivitasnya dapat dilihat pada Tabel 30 dan penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 23. Tabel 30. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas pada Tomat, Cabai Merah, dan Portofolio pada Petani Desa Perbawati Tahun Uraian Tomat Cabai Merah Portofolio Expected Return Variance Standard Deviation Coefficient Variation 0,687 0,629 0,596 Berdasarkan Tabel 30, maka dapat dilihat perbandingan antara risiko produksi jika perusahaan hanya mengusahakan tomat atau cabai merah dan risiko produksi jika petani mengusahakan tomat dan cabai merah. Nilai koefisien korelasi menunjukkan bahwa untuk setiap produktivitas yang dihasilkan oleh setiap petani, ternyata risiko produksinya akan lebih kecil jika para petani mengusahakan tomat dan cabai merah secara bersamaan dibandingkan dengan mengusahakan tomat atau cabai merah. Hal ini membuktikan bahwa ketika petani melakukan kegiatan diversifikasi walaupun tidak dapat menghilangkan terjadinya risiko produksi tetapi diversifikasi dapat mengurangi beban para petani untuk menghadapi risiko produksi yang sering mereka alami. Dengan demikian, petani masih tetap mengais keuntungan ketika salah satu dari komoditas tersebut mengalami kegagalan yang lebih tinggi daripada komoditi yang lainnya. Sama halnya dengan perbandingan risiko produksi yang dinalisis dengan menggunakan produktivitas, perbandingan risiko produksi dengan menggunakan pendapatan pun dapat meminimalisir tingkat risiko yang terjadi walaupun tidak bisa menghilangkan risiko secara keseluruhan. Perbandingan risiko produksi

87 berdasarkan analisis pendapatn bersih dapat dilihat pada Tabel 31 dan penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 23. Tabel 31. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan pada Tomat, Cabai Merah, dan Portofolio pada Petani Desa Perbawati Tahun Uraian Tomat Cabai Merah Portofolio Expected Return Variance 5,76E+14 1,83E+15 9,07E+15 Standard Deviation Coefficient Variation 0,749 0,650 0,633 Dari Tabel 31, dengan melihat koefisien variasinya maka dapat diketahui bahwa perbandingan risiko produksi berdasarkan pendapatan yang diperoleh petani jika mengusahakan tomat dan cabai merah pada waktu yang bersamaan akan lebih rendah dibandingkan jika petani mengusahakan tomat atau cabai merah saja. Dengan melakukan usaha pertanian dengan sistem diversifikasi maka risiko produksi akan berkurang menjadi 0,633. Walaupun, pada dasarnya tomat dan cabai merah termasuk ke dalam keluarga yang sama yaitu keluarga solonaceae yang memungkinkan adanya hama dan penyakit yang sama. Namun, serangan hama dan penyakit pada tomat dan cabai merah mengalami kerugian penurunan produksi yang berbeda dimana kerugian serangan hama dan penyakit pada tomat lebih tinggi dibandingkan pada cabai merah. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan bagi tomat dan cabai merah untuk dilakukan diversifikasi pada pengusahaannya. Hubungan antara risiko dan pendapatan menyatakan bahwa keduanya bergerak secara bersamaan. Dengan kata lain, semakin tinggi risiko yang dihadapi oleh petani maka akan semakin tinggi pula pendapatan yang dihasilkan oleh petani (high risk, high return). Namun, teori tersebut tidak berlaku bagi risiko produksi tomat dan cabai merah yang dihadapi ole para petani di Desa Perbawati. Jika dilihat dari risiko produksi, maka risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan risiko produksi cabai merah. Namun, jika dilihat dari tingkat pendapatan, maka tingkat pendapatan cabai merah lebih tinggi dibandingkan tingkat pendapatan tomat. Hal ini disebabkan oleh produktivitas tomat jauh lebih tinggi dibandingkan produktivitas cabai merah dan fluktuasi produktivitas tomat

88 lebih bervariasi dibandingkan fluktuasi produktivitas cabai merah sehingga risiko produksi tomat lebih tinggi. Pendapatan secara tidak langsung dipengaruhi oleh harga komoditai tersebut, dimana setinggi-tingginya harga tomat, tidak akan melebihi tingginya harga cabai merah. Dengan kata lain, harga tomat jauh lebih rendah dibandingkan harga yang belaku pada cabai merah. Dengan demikin, risiko produksi tomat yang tinggi tidak diikuti oleh pendapatan yang tinggi pula. Perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dapat dilihat dari expected return dan tingkat kepuasan petani tomat dan cabai merah itu sendiri. Dalam hal ini, perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dapat diukur dengan menggunakan pendapatan yang diterima petani. Pertimbangan mengenai pendapatan yang dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan expected return dan tingkat kepuasan yaitu karena pendapatan merupakan salah satu hal yang menjadi tolak ukur untuk menentukan besar kecilnya keuntungan yang petani dapatkan. Perilaku petani tomat dan cabai merah dalam menghadapi risiko yaitu mereka cenderung kepada perilaku risk taker. Hal ini dapat dilihat ketika mereka mengalami kerugian dalam mengusahakan tomat, pada musim selanjutnya mereka tetap mengusahakannya. Kondisi ini pun dapat dilihat dari ekspected return pada usahatani tomat. Koefisien korelasi menunjukkan bahwa risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan risiko produksi cabai merah. Namun, petani tomat bersedia untuk menerima pendapatan yang diharapkannya yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan cabai merah. hal ini diperkuat dengan presentase luas tanam tomat yang lebih tinggi dibandingkan dengan luas lahan cabai merah, padahal risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan dengan risiko produksi cabai merah Tingkat Risiko Produksi Diversifikasi dengan Skenario Tingkat risiko produksi diversifikasi yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati dapat dikatakan cukup tinggi karena sebagian besar petani menanam tomat dengan luas tanam yang lebih tinggi dibandingkan luas tanam cabai merah. Karakteristik tomat yang cenderung lebih rentan terhadap risiko merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat risiko produksi tersebut. Melihat kondisi seperti ini, maka diperlukan suatu kemungkinan jika petani menanam tomat dan cabai merah pada kondisi aktul. Dengan kata lain diperlukan

89 suatu kondisi di luar kondisi aktual untuk mendapatkan kondisi lain yang lebih baik dari kondisi awal. Hal ini dilakukan dengan menggunakan skenario, dimana terdapat dua skenario yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat risiko produksi diversifikasi. Skenario yang digunakan yaitu berdasarkan pada presentasi penggunaan luas lahan yang digunakan oleh petani untuk menanam tomat dan cabai merah (fraksi). Skenario pertama yaitu jika petani menggunakan luas tanam yang sama untuk menanam tomat dan cabai merah dengan kata lain dengan perbandingan fraksi 50:50. Kondisi ini terjadi ketika petani menanam tomat dan cabai merah dengan luas tanam yang sama sehingga diperoleh fraksi luas tanam 50:50 dan variabel yang lainnya seperti produktivitas, pendapatan, peluang, dan koefisien korelasi dianggap tetap yaitu tidak berubah. Skenario yang kedua yaitu jika petani menggunakan luas tanam cabai merah yang lebih tinggi dibandingkan dengan luas tanam tomat dimana perbandingan fraksi yang digunakan yaitu 40:60. Kondisi ini terjadi ketika petani menanam tomat dan cabai merah dengan luas tanam yang sama sehingga diperoleh fraksi luas tanam 40:60 dan variabel yang lainnya seperti produktivitas, pendapatan, peluang, dan koefisien korelasi dianggap tetap yaitu tidak berubah. Tabel 32. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas Tomat dan Cabai Merah pada Berbagai Kondisi di Petani Desa Perbawati Tahun Kondisi Variance Standard Deviation Koefficient Variation Aktual (54:46) ,596 Skenario 1 (50:50) ,587 Skenario 2 (40:60) ,507 Berdasarkan Tabel 32 dilihat dari perbandingan risiko produksi berdasarkan produktivitas menunjukkan bahwa koefisien variasi tertinggi dihadapi oleh kondisi aktual. Kondisi aktual yang merupakan kondisi nyata yang dihadapi oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati memiliki risiko produksi tertinggi dibandingkan dua skenario yang telah ditetapkan. Kondisi yang memiliki koefisien variasi terendah dihadapi oleh kondisi pada skenario dua. Dengan luas tanam cabai merah yang lebih luas dari luas tanam tomat dan cabai merah yang

90 dilakukan oleh petani maka risiko roduksi yang mereka hadapi akan lebih rendah yaitu menjadi 0,507. Dimana untuk setiap satu kilogram tomat dan cabai merah yang dihasilkan, akan mengalami risiko sebesar 0,507 kg pada saat terjadi risiko produksi. Berbeda dengan risiko produksi berdasarkan pendapatannya yang dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Tomat dan Cabai Merah pada Berbagai Kondisi di Petani Desa Perbawati Tahun Kondisi Variance Standard Koefficient Deviation Variation Aktual (54:46) 9,07E ,633 Skenario 1 (50:50) 9,55E ,631 Skenario 2 (40:60) 1,10E ,633 Koefisien variasi diversifikasi tomat dan cabai merah terendah dihadapi oleh kondisi pada skenario pertama. Berdasarkan pendapatan, ketika petani mengusahakan tomat dan cabai merah secara bersamaan pada luasan lahan yang sama maka risiko produksi dapat berkurang menjadi 0,631. Namun, jika dilihat dari perubahan terhadap kondisi aktualnya, penurunannya tidak terlalu signifikan seperti penurunan yang terjadi pada risiko produksi berdasarkan produktivitasnya. Dengan adanya tiga kondisi yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah yaitu kondisi actual yang benar-benar dihadapi oleh petani, kondisi pada scenario satu dengan luas tanam tomat dan cabai merah yang sama, dan kondisi pada scenario dua dengan luas tanam cabai merah yang lebih tinggi dibandingkan luas tanam tomat maka ketiga kondisi ini akan mempengaruhi pada tingkat risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. Dari informasi tersebut maka dapat dikatakan bahwa dari ketiga kondisi yang ada, sebaiknya petani melakukan usaha tomat dan cabai merah pada kondisi scenario kedua karena memiliki tingkat risiko produksi yang lebih rendah dibandingkan kondisi aktualnya dan kondisi pada skenario pertama. Dengan demikian kegiatan diversifikasi usahatani dapat mengurangi risiko produksi yang ada terutama jika petani mampu mengurangi kegiatan yang memiliki risiko yang lebih tinggi. Namun, dengan melakukan kegiatan diversifikasi usahtani tidak akan menghilangkan risiko produksi dengan kata lain tidak ada risiko sama sekali. Hal

91 ini dapat dilihat pada nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation pada kegiatan portofolio tidak ada yang bernilai sama dengan nol. Diversifikasi usahatani hanya untuk mengurangi risiko produksi yang sudah ada saja sehingga jika salah satu komoditasnya mengalami kegagalan maka akan ditutupi oleh keberadaan komoditas lainnya. Oleh karena itu, diversifikasi usahatani dapat menjadi salah satu alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko produksi akibat adanya fluktuasi produksi. 6.3 Alternatif untuk Mengurangi Risiko Produksi Risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat dan cebe merah di Desa Perbawati sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim. Selain melakukan diversifikasi usahatani, para petani belum melakukan kegiatan pencegahan untuk mengurangi timbulnya risiko. Sebagian besar dari mereka, melakukan sesuatu ketika risiko itu sedang terjadi sehingga tingkat risiko yang mereka alami kemungkinan akan lebih tinggi dan perlakuan mereka terhadap risiko tersebut berdasarkan pengalaman saja. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko dapat berasal dari hasil evaluasi risiko-risiko yang sudah ada sebelumnya kemudia melakukan suatu tindakan untuk meminimalisir risiko yang ada. 1. Perbaikan pola tanam Pada umumnya para petani di Desa Perbawati masih ada yang tidak memperhatikan teknik penanaman yang baik. Kenyataannya dalam satu kali pembukaan lahan yang digunakan untuk tiga kali masa tanam beberapa responden petani tidak memperhatikan jenis tanaman yang mereka tanam yang sebenarnya sangat berpengaruh terhadap keberadaan hama dan penyakit. Hal ini biasanya banyak dilakukan oleh petani responden dengan kepemilikan lahannya kurang dari 1 ha. Misalnya dalam satu kali pembukaan lahan, para petani mengawali dengan menanam tomat selanjutnya cabai merah dan yang terakhir ditanami tomat kembali yang ditumpangsari dengan berbagai jenis tanaman penyela lainnya. Padahal tanpa mereka sadari hal itu yang menyebabkan tingginya serangan hama dan penyakit.

92 Maka dari itu, perlu adanya perbaikan pola tanam yang mereka lakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengganti tanaman pada musim selanjutnya dengan menanam sayuran yang bukan berasal dari family yang sama. Seperti ketika pada awal pembukaan lahan para petani biasanya menanam tomat, maka musim selanjutnya sebaiknya petani tidak menanan cabai merah yang termasuk family yang sama yaitu solonaceae tetapi menanamnya dengan jenis tanaman yang lain seperti kubis ataupun pakcoy. Perlakuan tersebut secara berturut-turut pada setiap musim tanam akan memutus siklus hidup hama dan penyakit tanaman sehingga akan mengurangi biaya produksi terutama biaya penyemprotan yang dikeluarkan setiap musimnya oleh para petani. Oleh karena itu, perlunya dilakukan penerapan pola tanam dengan menanam komoditas lain pada musim berikutnya. 2. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit tidak bisa hanya bergantung pada pestisida saja. Namun, kenyataannya hampir semua petani di Desa Perbawati mengandalkan pestisida untuk mengurangi serangan hama dan penyakit dan penggunaannya terkadang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga akan berbahaya baik bagi ekosistem maupun bagi manusianya sendiri. Perlu diketahui bahwa penyemprotan yang dilakukan secara terus menerus dan meningkatkan dosis pestisida justru akan menyebabkan organisme yang menjadi hama dan penyakit akan kebal terhadap pestisida. Selain itu, biaya yang akan dikeluarkan oleh petani tersebut akan lebih tinggi dan juga akan terjadi peningkatan residu pestisida di dalam tanah. Akibatnya, tingkat serangan hama dan penyakit akan semakin tinggi sehingga dapat menyebabkan penurunan produktivitas baik pada tomat maupun pada cabai merah. Dengan adanya informasi seperti itu, maka diperlukan suatu upaya untuk mengurangi serangan dan hama dan penyakit yang bersifat alami. Hal ini dapat dilakukan dengan perbaikan pola tanam seperti yang sudah dijelaskan pada point 1. Selain itu dapat dilakukan dengan cara mencabut inang yang sudah terinfeksi dan tidak membiarkan inang tersebut di lahan pertanian tetapi harus dibakar. Dapat pula dilakukan pada benih sebelum dijadikan bibit yaitu dengan merendam benih tersebut di dalam air bersuhu 50 0 C untuk membunuh pathogen penyebab munculnya hama dan penyakit, mengatur jarak tanam perpohonnya agar antara

93 pohon yang satu dengan pohon yang lainnya tidak terlalu dekat sehingga semua tanaman dan buah dapat terkena sinar matahari secara merata. Kemudian, perlakuan untuk mengurangi serangan hama dan penyakit dapat pula dilakukan pada media tanamnya. Dimana lahan yang akan ditanami harus diperlakukan dengan sebaik mungkin agar hama yang menyerang tanaman lewat akar dapat dikurangi. Hal ini dapat dilakukan ketika pembukaan lahan baru, lahan yang sudah diolah, diberi kapur tanaman, pupuk kandang, dan pupuk kimia tidak langsung ditutup dengan mulsa tetapi terlebih dahulu harus didiamkan beberapa hari agar terkena sinar matahari sehingga kondisi tanah tidak terlalu lembab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindakan untuk mengurangi serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan tingkat produktivitas tomat dan cabai merah dengan cara lain selain penggunaan pestisida dapat lebih efektif untuk memutus siklus hidup organisme hama dan penyakit tersebut dan juga efisien terhadap biaya penyemprotan yang dikeluarkan oleh para petani tomat dan cabai merah dapat ditekan dibandingkan ketika petani meningkatkan frekuensi dan dosis penyemprotan. 3. Pengelolaan lahan yang baik Pada umumnya para petani di Desa Perbawati memanfaatkan lahannya secara intensif. Intensitas pemanfaatan lahan yang tinggi semakin lama akan menurunkan tingkat kesuburan lahan yang dikelola oleh para petani. Hal ini pun ditambah tingkat residu pestisida yang terus meningkat setiap musimnya. Eksploitasi lahan secara terus menerus tanpa ada perbaikan yang mendukung akan merusak kehidupan organisme di dalam tanah dan unsur hara lainnya yang bermanfaat bagi tumbuh kembang tanaman tomat dan cabai merah akibatnya akan berpengaruh pada produksi sayuran yang ditanam. Untuk mengendalikan penurunan produksi tanaman akibat berkurang unsur hara dalam tanah maka para petani perlu pengolahan lahan yang lebih baik dengan memberikannya kaptan (kapur pertanian). Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa kondisi asam basa tanah karena baik tomat maupun cabai merah dapat berproduksi tinggi pada lahan denga kondisi tanah yang netral. Pada kondisi lahan dengan PH netral maka dapat memperbaiki struktur tanah, mendorong aktivitas mikroorganisme dalam tanah dalam membantu proses penguraian bahan organik

94 tanah dan menurunkan zat yang bersifat racun tanpa menghilangkan zat-zat penting yang lain. Selain itu, penggunaan pupuk organic seperti pupuk kandang harus lebih banyak penggunaannya dibandingkan pupuk kimia karena selain dapat meningkatkan unsur hara secara alami juga agar tidak merusak kehidupan mikrorganisme lain yang bermanfaat. Mengurangi penggunaan obat kimia juga dapat berperan untuk mengurangi residu pestisida di dalam tanah dan juga lahan harus ditanamai dengan tanaman selingan yang dapat meningkatkan unsur hara tanah seperti menyelingi tanaman tomat dan cabai merah dengan tanaman kacangkacangan. 4. Pembukuan Proses pencatatan yang baik yang dilakukan oleh para petani pada setiap panen permusimnya dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat risiko produksi. Dengan begitu maka mereka dapat mengetahui hal apa saja yang dapat dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan hasil produksi setiap musimnya. Selain itu, adanya pencatatan yang terstruktur dapat membantu para petani untuk melihat bulan apa saja cuaca ekstrim yang dapat menurunkan produksi sayuran mereka. Akibatnya hal ini cukup efektif untuk melakukan perencanaan produksi bagi para petani, mulai dari musim tanam hingga musim panen dilakukan. Artinya, dengan adanya data tahunan dapat diketahui perolehan hasil panen yang dilakukan pada bulan-bulan tertentu dan juga pada bulan apa saja terjadinya panen raya. Misalnya produktivitas turun atau meningkat pada bulan-bulan tertentu. Dengan begitu para petani akan tahu, ketika mereka mengalami panen pada musim yang biasanya terjadi penurunan produktivitas upaya apa yang harus dilakukan agar produksinya tidak turun seperti musim panen sebelumnya. 5. Pengembangan dan Peningkatan kreativitas Alternatif terakhir yang bisa dilakukan oleh para petani ketika risiko tersebut sudah terjadi yaitu kegiatan pengembangan kreativitas para ibu rumah tangga. Ketika terjadi musim panen, pada umumnyatidak semua tomat dan cabai yang dihasilkan mulus sesuai dengan permintaan pasar. Biasanya ada saja tomat ataupun cabai yang mengalami busuk buah secara keseluruhan, sebagian, atau hanya cacat akibat hama dan penyakit sehingga tidak bisa dimasukan ke dalam

95 peti untuk dijual. Tomat atau cabai merah yang busuk secara keseluruhan memang tidak bisa dimanfaatkan lagi, namun tomat atau cabai merah yang hanya sedikit tingkat kebusukannya ataupun hanya cacat kadang dibawa pulang oleh para pekerjanya tapi ketika musim panen yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan tomat atau cabai merah tersebut dibuang begitu saja baik di dalam lahan pertanian mereka maupun di luar area lahan mereka seperti di jalanan. Kondisi tersebut menyebabkan terganggunya ekosistem lingkungan karena tomat atau cabai merah yang dibuang begitu saja merupakan limbah dan juga sebagai sumber bagi munculnya hama dan penyakit baik bagi tanaman tomat maupun bagi cabai merah. Berdasarkan penuturan para Ibu Rumah Tangga yang berada di Desa Perbawati bahwa desa tersebut sudah diberikan inventaris berupa peralatan lengkap untuk mengolah buah tomat ataupun cabai merah yang tidak layak jual untuk menambah pemasukan bagi rumah tangga di Desa Perbawati karena kerugian yang telah terjadi. Dalam hal ini, tomat atau cabai merah yang tidak layak jual dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut lagi sehingga bisa dikonsumsi oleh masyarakat seperti membuat saus tomat atau saus cabai dan manisan. Selain itu, hal ini juga dapat mengurangi besarnyakerugian setelah kejadian risiko produksi tersebut terjadi.

96 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Petani mengalami risiko produksi dalam mengusahakan tomat dan cabai merah. Hasil produksi yang diperoleh pada setiap panennya berfluktuasi, hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi, adanya serangan hama dan penyakit, dan kondisi kesuburan lahannya. Risiko produksi yang terjadi menyebabkan kerugian bagi petani hingga tidak dapat menutupi biaya produksi yang dikeluarkan pada musim tersebut. 2. Pada saat petani menanam tomat dan cabai merah secara spesialisasi, risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat lebih besar dibandingkan risiko produksi pada petani cabai. Namun, pada saat petani mangusahakan tomat dan cabai merah secara bersamaan maka risiko produksi yang terjadi lebih rendah dibandingkan ketika petani hanya menanam tomat atau cabai merah saja. Dengan demikian maka menanam lebih dari satu tanaman dapat mengurangi terjadinya tingkat risiko produksi yang tinggi. 3. Alternatif yang dapat mengurangi tingkat risiko produksi selain diversifikasi yaitu dengan melakukan pencegahan melalui perbaikan sistem pola tanam, pengendalian hama dan penyakit yang bersifat alami, pengelolaan lahan yang baik, dan melakukan pembukuan untuk melakukan perencanaan produksi. Selain itu, diperlukan upaya pengembangan dan peningkatan kreativitas para ibu rumah tangga sebagai upaya untuk mengurangi kerugian akibat risiko produksi yang sudah terjadi. 7.2 Saran 1. Pada kondisi aktual, diversifikasi tomat dan cabai merah masih cukup tinggi, sehingga sebaiknya petani melakukan diversifikasi pada kondisi skenario dua dimana petani mengurangi luas tanam tomat yang memiliki risiko produksi lebih tinggi. 2. Sumber risiko produksi terbesar yaitu serangan penyakit busuk buah pada tomat dan layu bakteri pada cabai merah yang terjadi ketika curah hujan yang tinggi. Kondisi seperti ini membutuhkan perhatian khusus, salah satunya yaitu dengan pengaktifan kembali kelompok tani di Desa Perbawati

97 karena secara tidak langsung dapat memperbaiki dan meningkatkan SDM para petani melalui program-program yang diadakan oleh penyuluh. 3. Ketika harga tomat jatuh dan tidak memiliki harga jual untuk menutupi biaya produduksinya. Biasanya petani menghentikan masa panen dan membiarkannya begitu saja sehingga tidak memberikan manfaat sama sekali bagi petani. Kondisi seperti ini dapat dimanfaatkan bagi petani untuk membuka usaha baru yaitu dengan membuat produk turunan dari tomat sehingga dapat memberikan manfaat di luar usahatani petani.

98 DAFTAR PUSTAKA Basyaib F Manajemen Risisko. Jakarta: Grasindo. [BPS] Badan Pusat Statistik Sensus Pertanian Tahun Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011a. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), Jakarta: Badan Pusat Statistik [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011b. Produksi sayuran di Indonseia Tahun Jakarta: Badan Pusat Statistik [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi dalam Angka. Sukabumi: BPS Kabupeten Sukabumi. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi dalam Angka. Sukabumi: BPS Kabupeten Sukabumi. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi dalam Angka. Sukabumi: BPS Kabupeten Sukabumi. [BP3K] Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Sukabumi. 2012a. Curah Hujan Curah Hujan Kecamatan Sukabumi Periode September 2009-September Sukabumi: Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Sukabumi. [B4PK] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi. 2012b. Penyakit dan Hama Tanaman Cabai. Sukabumi: Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi. [B4PK] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi. 2012c.Penyakit dan Hama Tanaman Tomat. Sukabumi: Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi. [BP4K] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi BP3K Sukabumi. Sukabumi: Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Buku Profil Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi tahun Debertin DL Agricultural Production Economics. New York: Macmillan Publishing Company.

99 Departemen Pertanian. 2012a. Produktivitas Sayuran di Indonesia Tahun Jakarta: Departemen Pertanian. Departemen Pertanian. 2012b. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Hortikultura di Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian Departemen Pertanian. 2012c. Produktivitas Cabai Merah menurut Provinsi Tahun *. Jakarta: Departemen Pertanian Departemen Pertanian. 2012d. Produktivitas Tomat menurut Provinsi Tahun *. Jakarta: Departemen Pertanian Dewa Teknik Budidaya Tomat. [ 26 Januari 2012]. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2012a. Produksi Sayuran Tahun Jawa Barat: Diperta Jawa Barat. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2012b. Luas Panen Sayuran Tahun Jawa Barat: Diperta Jawa Barat. Direktorat Jendral Hortikultura Gambaran Kinerja Makro Hortikultura Jakarta: Direktorat Jendral Hortikultura. Direktorat Jendral Hortikultura Produk Domestik Bruto Hortikultura Jakarta: Direktorat Jendral Hortikultura. Fariyanti A Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Panagalengan Kabupaten Bandung [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ginting LE Risiko Produksi Jamur Tiram pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hanafi Risiko. Jakarta : Universitas Terbuka. Harwood J, Heifner R, Coble K, Perry J, Somwaru A Managing Risk in Farming: Concepts, Research and Analysis. Agriculutural Economic Report No.774. US Department of Agriculture. Jamilah M Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kountur, R Manajemen Risiko Operasional (Memahami Cara Mengelola Risiko Operasional Perusahaan). PPM. Jakarta Kurnia U et al Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Piay S et al Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsium annuum L.). Jawa Tengah: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jawa Tengah.

100 Purnaningsih N, Sugihen BG Manfaat Keterlibatan Petani dalam Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran di Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan 2 (4): Purwati E Daya Hasil Tomat Hibrida (F1) di Dataran Medium. Jurnla Hortikultura. 19(2): Rahardi, F Agribisnis Tanaman Sayuran. PT Penebar Swadaya. Depok. Sembiring L Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. SIPUK-Bank Sentral Republik Indonesia. Budidaya Sayuran Bernilai Tinggi. [09 Oktober 2011]. Situmeang H Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Kecamatan Ciawi Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Surmaini E et al Upaya Sektor Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Jurnal Litbang Pertanian 30 (1): 4. Suwandi Menakar Kebutuhan Hara Tanaman dalam Pengembangan Inovasi Daya Sayuran Berkelanjutan. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 2(2): 136. Syngenta Strategi Pengendalian Gulma, Hama, dan Penyakit pada Tanaman Sayuran (Cabai). [04 Februari 2012] Syngenta Strategi Pengendalian Gulma, Hama, dan Penyakit pada Tanaman Sayuran (Tomat). [04 Februari 2012] Tarigan PES Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Tim Penulis PS Agribisnis Tanaman Sayur. Depok: Penebar swadaya. Utami AD Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Wardani N, Purwanta J Teknologi Budidaya Cabai Merah. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

101 LAMPIRAN

102 Lampiran 1. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Tahun Produksi/Tahun ( Ribu Ton) Bawang Merah Kentang Kubis Cabai Mustard Green Wortel Bawang Putih Daun Bawang Kembang Kol Lobak Kacang Merah Kacang Panjang Tomat Terong Buncis Ketimun Sumber: BPS (2011)

103 Lampiran 2. Tahun Laju Pertumbuhan Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Pertumbuhan (%) Pertumbuhan Rata-Rata (%) Bawang Merah 8,50 1,00 6,30 13,10 8,70 7,52 Kentang 0,20-0,80 6,80 9,80-9,80 1,24 Kubis -2,00 1,70 2,70 2,60 1,90 1,38 Cabai 12,00-4,70 2,10 19,60-3,60 5,08 Mustard Green 7,60-4,30 0,10-0,50 3,70 1,32 Wortel -11,10-10,50 4,80-2,50 12,80-1,30 Bawang Putih 1,50-17,80-28,70 25,00-20,30-8,06 Daun Bawang 13,90-16,00 14,10 0,30-1,50 2,16 Kembang Kol 6,40-8,30-11,90-12,30 5,40-4,14 Lobak -9,00-14,70 15,00-38,50 8,80-7,68 Kacang Merah -5,30-10,40 3,20-5,00 5,80-2,34 Kacang Panjang -1,10 5,90-6,80 6,20 1,00 1,04 Tomat -2,70 0,90 14,20 17,50 4,50 6,88 Terong 7,40 9,10 9,30 5,70 6,80 7,66 Buncis -5,00-1,00-0,10 9,20 15,60 3,74 Ketimun 8,30-3,00-7,10 8,00-6,20 0,00 Sumber: BPS (2011)

104 Lampiran 3. Produktivitas Cabai Merah di Provinsi Jawa Barat Tahun Kabupaten Produktivitas/Tahun (ton/ha) Rata-Rata (ton/ha) Bogor 6,40 7,70 9,00 7,00 5,90 7,20 Sukabumi 10,50 10,40 8,00 6,40 6,40 8,34 Cianjur 12,20 14,40 4,80 12,10 11,00 10,90 Bandung 13,90 13,60 18,70 19,20 15,30 16,14 Garut 16,20 13,90 13,60 16,20 10,30 14,04 Tasikmalaya 20,40 16,60 17,90 18,40 13,90 17,44 Ciamis 7,60 5,70 9,90 20,80 13,10 11,42 Kuningan 9,00 7,80 9,90 6,40 8,20 8,26 Cirebon 7,30 7,70 8,50 7,90 9,50 8,18 Majalengka 6,30 7,10 10,00 6,20 2,80 6,48 Sumedang 8,20 9,00 6,50 7,40 7,40 7,70 Indramayu 5,30 8,60 6,10 7,00 2,90 5,98 Subang 10,40 10,30 9,70 14,30 7,60 10,46 Purwakarta 7,50 11,00 6,20 6,10 8,20 7,80 Karawang 2,00 8,10 10,90 21,20 2,40 8,92 Bekasi 3,20 2,40 2,50 1,70 1,70 2,30 Depok 4,60 8,40 4,10 7,00 3,60 5,54 Cimahi 9,00 63,30 31,00 16,10 4,40 24,76 Banjar 8,10 24,30 12,50 4,20 1,30 10,08 Rata-Rata 8,80 13,20 10,50 10,80 7,10 10,08 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012)

105 Lampiran 4. Produktivitas Tomat di Provinsi Jawa Barat Tahun Kabupaten Produktivitas/Tahun (ton/ha) Rata-Rata (ton/ha) Bogor 13,10 14,40 14,80 15,40 11,60 13,86 Sukabumi 14,70 17,80 20,40 21,80 20,60 19,06 Cianjur 29,50 29,70 13,50 46,80 15,90 27,08 Bandung 30,00 27,70 46,50 63,40 31,10 39,74 Garut 16,50 25,40 25,30 41,60 26,80 27,12 Tasikmalaya 17,10 16,00 17,10 21,30 16,60 17,62 Ciamis 14,50 7,90 10,00 24,30 10,70 13,48 Kuningan 12,60 15,80 13,40 17,70 13,70 14,64 Cirebon 4,50-10,80 7,80 6,70 7,45 Majalengka 28,50 38,50 24,50 29,10 18,60 27,84 Sumedang 7,10 15,40 12,30 23,10 13,70 14,32 Indramayu 12,30 18,50 13,90 13,10 9,10 13,38 Subang 6,20 24,70 21,90 31,00 18,20 20,40 Purwakarta 12,40 12,10 11,00 18,50 12,70 13,34 Karawang Bekasi Depok Cimahi 7,50 42,30 87,50 27,30 13,90 35,70 Banjar - 3,00 3,60 7,30 1,00 3,73 Rata-Rata 11,90 16,30 18,20 21,60 12,70 16,14 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012)

106 Lampiran 5. Produksi Tomat dan Cabe Merah di Kabupaten Sukabumi Tahun No Kecamatan Tomat (Kuintal) Cabe Merah (Kuintal) Ciemas Ciracap Waluran Surade Cibitung Jampang kulon Cimanggu Kalibunder Tegalbuleud Cidolong Sagaranten Cidadap Curug Kembar Pabuaran Lengkong Pelabuhan ratu Simpenan Warungkiara Bantargadung Jampang Tengah Purabaya Cikembar Nyalindung Gegerbitung Sukaraja Kebon Pedes Cireunghas Sukalarang Sukabumi Kadudampit Cisaat Gunung Guruh Cibadak Cicantayan Caringin Nagrak Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi (2012)

107 Lanjutan Lampiran 5. Produksi Tomat dan Cabe Merah di Kabupaten Sukabumi Tahun Tomat (Kuintal) Cabe Merah (Kuintal) No Kecamatan Ciambar Cicurug Cidahu Parankan Salak Parung Kuda Bojong Genteng Kalapa Nunggul Cikidang Cisolok Cikakak Kabandungan Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi (2012)

108 Lampiran 6. Pola Tanam Komoditas Sayuran Pada Lahan 1 yang Diusahakan Petani Responden di Desa Perbawati, Tahun 2011/2012 Luas Cabai merah Pakcoy Tomat Pembukaan Cabai merah Kubis lahan baru Tomat Sept 09 Mar 10 Mei 10 Okt 10 Des 10 Juli 11 Okt 11 Jan 12 Bulan

109 Lampiran 7. Pola Tanam Komoditas Sayuran Pada Lahan II yang Diusahakan Petani Responden di Desa Perbawati, Tahun 2011/2012 Luas Tomat Cabai merah + B.Daun Tomat+ Mentimun/B. Daun/Kacang Panjang/Buncis Pembukaan lahan baru Tomat Cabai merah Des 09 Apr 10 Nov 10 Mar 11 April 11 Sep 11 Feb 12 Bulan

110 Lampiran 8. No. Resp. Benih Analisis Pendapatan Tomat Musim Pertama Per Hektar Lahan (Rp) Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

111 Lanjutan Lampiran 8. Analisis Pendapatan Tomat Musim Pertama Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

112 Lampiran 9. No. Resp. Benih Analisis Pendapatan Tomat Musim Kedua Per Hektar Lahan (Rp) Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

113 Lanjutan Lampiran 9. Analisis Pendapatan Tomat Musim Kedua Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

114 Lampiran 10. Analisis Pendapatan Tomat Musim Ketiga Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

115 Lanjutan Lampiran 10. Analisis Pendapatan Tomat Musim Ketiga Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

116 Lampiran 11. Analisis Pendapatan Tomat Musim Keempat Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

117 Lanjutan Lampiran 11. Analisis Pendapatan Tomat Musim Keempat Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

118 Lampiran 12. Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Pertama Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

119 Lanjutan Lampiran 12. Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Pertama Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

120 Lampiran 13. Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Kedua Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

121 Lanjutan Lampiran 13. Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Kedua Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyu-sutan TK tidak diperhitungkan

122 Lampiran 14. Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Ketiga Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyu-sutan TK tidak diperhitungkan

123 Lanjutan Lampiran 14. Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Ketiga Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyusutan TK tidak diperhitungkan

124 Lampiran 15. Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Keempat Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyu-sutan TK tidak diperhitungkan

125 Lanjutan Lampiran 15. Analisis Pendapatan Cabai Merah Musim Keempat Per Hektar Lahan (Rp) No. Resp. Benih Pupuk Kandang Pupuk Ponsca Kapur Obat Mulsa Tenaga Kerja Sewa Lahan Irigasi Penyu-sutan TK tidak diperhitungkan

126 Lampiran 16. Data Produktivitas Tomat pada Petani Tomat di Desa Perbawati Tahun (kg/ha) No. Responden Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim Rata-Rata

127 Lampiran 17. Data Produktivitas Cabai Merah pada Petani Tomat di Desa Perbawati Tahun (kg/ha) No. Responden Musim 1 Musim 2 Musim 3 Musim Rata-Rata

128 Lampiran 18. Hama dan Penyakit yang Menyerang Tomat Hama Siput Penyakit Layu Fusarium Penyakit Bercak Daun Penyakit Busuk Buah

129 Lampiran 19. Hama dan Penyakit yang Menyerang Cabai Merah Penyakit Busuk Buah Penyakit Bercak buah Penyakit Layu Bakteri Penyakit Bercak Daun

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI IRIANA WAHYUNINGSIH H34080045 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian Pada dasarnya kegiatan produksi pada pertanian mengandung berbagai risiko dan ketidakpastian dalam pengusahaannya. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang petani dan usahatani, terutama dari aspek budidaya sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia. Namun, kajian dan penelitian dalam hal pemilihan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

30% Pertanian 0% TAHUN

30% Pertanian 0% TAHUN PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR SKRIPSI HELENTINA SITUMEANG H34096040 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 No. 76/12/33 Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI USAHA TANAMAN CABAI MERAH PER

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi wortel dan bawang daun dilakukan di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH

1. PENDAHULUAN 2. STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH Lampiran 1.b. BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 71/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, DAN JERUK TAHUN 2014 PROVINSI SULAWESI SELATAN TOTAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara pertanian dengan daratannya yang subur dan didukung oleh iklim yang menguntungkan. Usaha pertanian, budidaya tanaman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

TINJAUAN PUSTAKA. 4  Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain memiliki masa panen yang cukup pendek, permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian memiki arti penting dalam pembangunan perekonomian bangsa. Pemerintah telah menetapkan pertanian sebagai prioritas utama pembangunan di masa mendatang. Sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI

ANALISIS RISIKO PRODUKSI VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI 6.1. Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Usaha pengurangan risiko melalui diversifikasi tanaman hias adenium tidak sepenuhnya mampu menghilangkan risiko. Adanya risiko dalam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Risiko Suatu bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha pasti dihadapkan pada risiko dalam usahanya. Selain risiko, pebisnis dalam melakukan aktivitas bisnisnya dihadapkan

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia, pemenuhan kecukupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar mata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah bertani. Adapun pertanian di Indonesia adalah berjenis pertanian tropika,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Komoditas hortikultura dapat menjadi sumber pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor unggulan dalam sektor pertanian di Indonesia. Perkembangan hortikultura di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan produksi

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, DAN JERUK TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, DAN JERUK TAHUN 2014 No. 79/12/19/Th.II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, DAN JERUK TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI USAHA TANAMAN CABAI MERAH PER SATU HEKTAR UNTUK SEKALI MUSIM TANAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Tipe Data dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Tipe Data dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perusahaan Natalia Nursery. Perusahaan ini merupakan perusahaan pribadi yang memiliki dua lahan budidaya yaitu di Desa Tapos,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Adapun

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR JAWA BARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR JAWA BARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIANJUR JAWA BARAT SKRIPSI MILA JAMILAH H34061520 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN*

POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN* POTENSI PERTANIAN PEKARANGAN* Muhammad Fauzan, S.P., M.Sc Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) I. PENDAHULUAN Pertanian pekarangan (atau budidaya tanaman

Lebih terperinci