LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010"

Transkripsi

1 LAPORAN KEGIATAN LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA WORKSHOP PENGEMBANGAN KUALITAS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN SDM PERENCANA ((MOTIVASI BERPRESTASI)) TAHUN 2010 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2011

2 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Perindustrian ini disusun sebagai pertanggungjawaban kinerja Kementerian Pertindustrian pada tahun Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dimana pimpinan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya, diminta untuk membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada pimpinan yang lebih tinggi. Dalam Rencana Stratejik Kementerian Perindustrian , telah dijabarkan Visi jangka menengah Kementerian, yakni Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan. Visi dimaksud telah dituangkan pada Misi, Tujuan, dan Sasaran yang akan dicapai pada tahun Secara umum gambaran pencapaian kinerja makro sektor industri pada tahun 2010, adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan sektor industri non migas tahun 2010 mencapai 5,09 persen; 2. Kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto untuk industri pengolahan tahun 2010 sebesar 24,82 persen dan industri pengolahan non migas sebesar 21,55 persen. 3. Pertumbuhan Investasi PMDN hingga triwulan III Tahun 2010 di sektor industri mencapai Rp. 16,58 triliun dengan jumlah proyek sebanyak 365 proyek dan PMA sebesar US$ 2,513 miliar dengan jumlah proyek sebanyak 829 proyek. 4. Ekspor hasil industri non migas tahun 2010 mencapai US$ 98,02 milyar, dan impor tahun 2010 mencapai US$ 101,12 miliar. Pada tahun 2010 cabang industri yang hampir semua mengalami pertumbuhan positif, antara lain: Alat Angkut, Mesin & Peralatannya tumbuh sebesar 10,35 persen; Pupuk, Kimia & Barang dari karet tumbuh sebesar 4,67 i

3 Ringkasan Eksekutif persen; Barang lainnya tumbuh sebesar 2,98 persen; Makanan, Minuman dan Tembakau tumbuh sebesar 2,73 persen; Logam Dasar Besi & Baja tumbuh sebesar 2,56 persen; Semen & Brg. Galian bukan logam tumbuh sebesar 2,16 persen; Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki tumbuh sebesar 1,74 persen; Kertas dan Barang cetakan tumbuh sebesar 1,64 persen; dan hanya industri Brg. kayu & Hasil hutan lainnya yang mengalami penurunan sebesar -3,50 persen. Kontribusi sektor industri terhadap pembentukan PDB industri non migas mencapai 21,55 persen dengan urutan distribusi per cabang industri sebagai berikut: industri makanan, minuman dan tembakau (33,60 persen); industri alat angkut, mesin dan peralatan (28,14 persen); industri pupuk, kimia dan barang dari karet (12,73 persen), industri tekstil, barang kulit dan alas kaki (8,97 persen), industri barang kayu dan hasil hutan (5,82 persen) industri kertas dan barang cetakan (4,75 persen), industri semen dan barang galian non logam (3,29 persen), industri logam dasar, besi dan baja (1,95 persen), dan industri barang lain hanya (0,76 persen). Pertumbuhan industri pada tahun 2010 telah jauh lebih baik dibanding tahun 2009 pada saat industria terkena dampak krisis global. Tahun 2010 sektor industri dapat melampaui target pertumbuhan industri sebesar 4,99 persen. Hal ini terlihat bahwa sektor-sektor industri telah mulai pulih dari krisis global tahun Tentunya kita berharap bahwa tahun mendatang menjadi tahun titik balik bagi dunia industri untuk dapat lebih maju lagi. Langkah-langkah operasional yang telah ditempuh dalam pencapaian sasaran 2010 meliputi melalui: perumusan kebijakan; pelayanan dan fasilitasi; serta pengawasan, pengendalian dan evaluasi yang dilakukan lewat. Dimana langkah-langkah operasional tersebut di laksanakan melalui Sembilan program, diantaranya (i) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Manufaktur yang bertujuan untuk memulihkan kinerja industri yang terdampak krisis finansial global, khususnya industri yang melakukan ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat; (ii) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro yang bertujuan untuk memulihkan kinerja industri-industri yang terkena dampak krisis finansial global yang mengimbas pada industri-industri yang melakukan ekspor ke ii

4 Ringkasan Eksekutif berbagai negara di Eropa dan Amerika Serikat; (iii) Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi yang bertujuan untuk menumbuhkan industri yang utamanya diarahkan pada penguasaan pasar ekspor; (iv) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kecil dan Menengah yang bertujuan untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengembangan IKM, meningkatkan nilai tambah produk, menumbuhkan populasi IKM, memanfaatkan sumber daya termasuk SDA daerah secara optimal, mengembangkan OVOP, menyebarkan industri ke berbagai daerah, meningkatkan daya saing industri di daerah, meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai komoditi, prioritas, membangun keunikan yang dimiliki daerah, melakukan kerjasama antar daerah, serta membangun kerjasama yang harmonis antar daerah dan pengembangan Klaster Industri Kecil dan Menengah; (v) Program Pengembangan Perwilayahan Industri yang bertujuan untuk mendorong pelaksanaan public-private partnership dan pengembangan kawasan industri serta mempersiapkan peta panduan industri unggulan provinsi dan kompetensi inti industri kabupaten/kota; (vi) Program Kerjasama Industri Internasional yang bertujuan untuk menciptakan penyelenggaraan kerjasama industri internasional secara optimal; (vii) Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri yang bertujuan untuk mewujudkan iklim usaha dan kebijakan yang kondusif melalui perumusan dan analisa kebijakan dan iklim di sektor industri, pelaksanaan kebijakan dan iklim di bidang penelitian dan pengembangan industri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta untuk meningkatkan kemampuan industri dalam menciptakan, mengembangkan, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam uji komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan, rancangan produk baru, proses produksi, energi terbarukan, lingkungan hidup, dan tenaga kerja serta sarana dan prasarana industri sebagai faktor pendukung berhasilnya pembangunan industri; (viii) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Negara Kementerian Perindustrian yang bertujuan untuk menjamin agar pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan, mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, trasnparan, akuntabel, bersih dan bebas dari KKN, serta iii

5 Ringkasan Eksekutif mewujudkan Good Governance dan Clean Government; (ix) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perindustrian yang bertujuan untuk memberikan dukungan manajemen terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian dalam hal persiapan internal; (x) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perindustrian yang bertujuan untuk memberikan dukungan dalam bidang penyediaan maupun pemeliharaan sarana dan prasarana yang diperlukan Kementerian Perindustrian dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan nyaman bagi para pemangku kepentingan. Hasil lebih rinci secara keseluruhan tergambar dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja 2010 ini. Secara garis besar Kementerian Perindustrian telah berhasil melaksanakan tugas pokok, fungsi dan misi yang diembannya dalam pencapaian kinerja Kementerian Perindustrian tahun 2010 dengan capaian rata-rata sasaran strategis perspektif pelaksanaan tugas pokok sebesar persen. Sedangkan capaia ratarata sasaran strategis perspektif pemangku kepentingan (stakeholders) mencapai persen. Seluruh sasaran yang ditetapkan dapat dicapai, meskipun belum semuanya menunjukkan hasil sebagaimana yang ditargetkan. Keberhasilan pencapaian sasaran Kementerian Perindustrian disamping ditentukan oleh kinerja faktor internal juga ditentukan oleh dukungan eksternal, seperti kerjasama dengan institusi terkait. iv

6 KATA PENGANTAR Untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) dengan tingkat kinerja yang selalu meningkat bentuk perwujudannya dapat dilakukan melalui pertanggungjawaban. Seperti yang telah diamanatkan dalam Tap. MPR RI No. XI/MPR/1998 dan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dibutuhkan suatu bentuk pertanggungjawaban terkait pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata secara periodik. Pemerintah, melalui Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) sebagai tindak lanjut Tap MPR RI dan Undang-Undang tersebut, mewajibkan tiap pimpinan Departemen/ Lembaga Pemerintahan Non Departemen, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja di dalamnya, membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada atasannya. Serta sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah bahwa peraturan tersebut sebagai acuan setiap instansi dalam menyusun dokumen Penetapan Kinerja dan LAKIP. Sebagai gambaran keberhasilan dan ketidaktercapaian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi selama periode tahun 2010, Kementerian Perindustrian menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja. Diharapkan laporan ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemangku kepentingan dan umpan balik bagi jajaran Kementerian Perindustrian untuk meningkatkan kinerja masing-masing satuan unit di masa yang akan datang, khususnya untuk tahun 2011 yang sedang berjalan ini. Jakarta, 15 Maret 2011 MENTERI PERINDUSTRIAN MOHAMAD S. HIDAYAT v

7 DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman i v vi BAB I : PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi I - 1 B. Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian I - 1 C. Peran Stratejik Kementerian Perindustrian I - 6 BAB II : PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. Rencana Strategis II - 1 B. Rencana Kinerja Tahun 2010 II - 13 C. Penetapan Kinerja Tahun 2010 II 19 D. Rencana Anggaran II - 23 BAB III : AKUNTABILITAS KINERJA PERINDUSTRIAN A. Gambaran Umum Akuntabilitas Kinerja Tahun III - 1 B. Analisis Capaian Kinerja Makro Sektor Industri III - 10 C. Analisis Capaian Kinerja Sasaran Strategis Perspektif III - 22 Stakeholders Tahun D. Analisis Capaian Kinerja Sasaran Strategis Perspektif III - 40 Pelaksanaan Tugas Pokok Tahun 2010 E. Analisis Capaian Kinerja Pengembangan Klaster Industri III - 57 F. Akuntabilitas Keuangan III 92 BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan IV - 1 B. Permasalahan dan Kendala IV - 2 C. Rekomendasi IV - 4 L A M P I R A N vi

8 BAB I PENDAHULUAN A. TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, Kementerian Perindustrian berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Perindustrian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang perindustrian dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Perindustrian dipimpin oleh Menteri Perindustrian dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Wakil Menteri Perindustrian. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Perindustrian menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang perindustrian; 2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian; 3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Perindustrian; 4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Perindustrian di daerah; dan 5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. B. PERAN STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional tersebut tercermin dari dampak kegiatan ekonomi sektor riil bidang industri dalam komponen konsumsi maupun investasi. Dari hal ini sektor industri berperan sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor jasa keteknikan, penyediaan bahan baku, transportasi, distribusi atau perdagangan, pariwisata dan sebagainya. Pembangunan sektor industri menjadi sangat penting I - 1

9 P e n d a h u l u a n karena kontribusinya terhadap pencapaian sasaran pembangunan ekonomi nasional, terutama dalam pembentukan PDB sangat besar dan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (prime mover) karena kemampuannya dalam peningkatan nilai tambah yang tinggi. Selain itu industri juga dapat membuka peluang untuk menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, yang berarti meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi kemiskinan. Walau telah dicapai berbagai perkembangan yang cukup penting dalam pengembangan industri, namun dirasakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan. Permasalahan Pembangunan Nasional yang sedang dihadapi bangsa Indonesia dan memerlukan upaya penanganan yang terstruktur dan berkelanjutan, di antaranya meliputi: 1. Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. 2. Rendahnya pertumbuhan ekonomi. 3. Melambatnya perkembangan ekspor Indonesia. 4. Lemahnya sektor infrastruktur. 5. Tertinggalnya kemampuan nasional di bidang teknologi. Sementara itu, terdapat berbagai permasalahan pokok yang sedang dihadapi dalam mengembangkan sektor industri, yaitu: Pertama, ketergantungan yang tinggi terhadap impor baik berupa bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi maupun komponen. Kedua, keterkaitan antara sektor industri dengan ekonomi lainnya relatif masih lemah. Ketiga, struktur industri hanya didominasi oleh beberapa cabang industri yang tahapan proses industrinya pendek. Keempat, lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi. Kelima, lebih dari 60 persen sektor industri terletak di Pulau Jawa. Keenam, masih lemahnya kemampuan kelompok industri kecil dan menengah. Dalam mengatasi permasalahan dalam mengembangkan sektor industri, isu-isu strategis lima tahun yang akan datang hasil temu nasional di bidang perekonomian sebagai prioritas Kabinet Indonesia Bersatu II adalah sebagai berikut: 1. Pembangunan Infrastruktur; 2. Ketahanan Pangan; 3. Ketahanan Energi; I - 2

10 P e n d a h u l u a n 4. Pengembangan UMKM; 5. Revitalisasi Industri dan Jasa; 6. Pembangunan Transportasi. Sebagai bagian dari pembangunan nasional, pembangunan sektor industri dituntut untuk mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi maupun sosial politik. Oleh karenanya, dalam penentuan tujuan pembangunan industri di masa depan, baik jangka menengah maupun jangka panjang, bukan hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri, tetapi juga harus mampu mengatasi permasalahan nasional. Dengan memperhatikan masalah nasional dan masalah yang sedang dihadapi oleh sektor industri, serta untuk mendukung keberhasilan prioritas Kabinet Indonesia Bersatu, maka telah ditetapkan proses yang harus dilakukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian dan yang dikelompokkan ke dalam: (1) perumusan kebijakan; (2) pelayanan dan fasilitasi; serta (3) pengawasan, pengendalian, dan evaluasi yang secara langsung menunjang pencapaian sasaran-sasaran strategis yang telah ditetapkan, disamping dukungan kapasitas kelembagaan guna mendukung semua proses yang akan dilaksanakan. Pada dasarnya pembangunan sektor industri diserahkan kepada peran aktif sektor swasta, sementara pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi aktivitasaktivitas sektor swasta. Intervensi langsung Pemerintah dalam bentuk investasi dan layanan publik hanya dilakukan bila mekanisme pasar tidak dapat berlangsung secara sempurna. Arah kebijakan dalam Rencana Strategis mencakup beberapa hal pokok sebagai berikut: 1. Merevitalisasi sektor industri dan meningkatkan peran sektor industri dalam perekonomian nasional. 2. Membangun struktur industri dalam negeri yang sesuai dengan prioritas nasional dan kompetensi daerah. 3. Meningkatkan kemampuan industri kecil dan menengah agar terkait dan lebih seimbang dengan kemampuan industri skala besar. I - 3

11 P e n d a h u l u a n 4. Mendorong pertumbuhan industri di luar pulau Jawa. 5. Mendorong sinergi kebijakan dari sektor-sektor pembangunan yang lain dalam mendukung pembangunan industri nasional. C. STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 105/M-IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Kementerian Perindustrian terdiri atas Wakil Menteri Perindustrian, 9 (sembilan) unit eselon I dan 3 (tiga) Staf Ahli Menteri sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1. Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian Tugas Pokok masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut: 1. Wakil Menteri Perindustrian Mempunyai tugas membantu Menteri Perindustrian dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian. Wakil Menteri diangkat pada tanggal 10 November 2009 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111/M Tahun 2009 guna memperlancar pelaksanaan tugas Menteri yang memerlukan penanganan khusus sesuai ketentuan pasal 10 Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. I - 4

12 P e n d a h u l u a n 2. Sekretariat Jenderal Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di Iingkungan Kementerian Perindustrian. Sekretariat Jenderal terdiri dari 5 (lima) biro, yaitu Biro Perencanaan, Biro Kepegawaian, Biro Keuangan, Biro Hukum dan Organisasi, serta Biro Umum. 3. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang basis industri manufaktur. Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Material Dasar Logam; Direktorat Industri Kimia Dasar; Direktorat Industri Kimia Hilir; dan Direktorat Industri Tekstil dan Aneka. 4. Direktorat Jenderal Industri Agro Mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri agro. Direktorat Jenderal Industri Agro terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan; Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan; dan Direktorat Industri Minuman dan Tembakau. 5. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri unggulan berbasis teknologi tinggi. Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Alat Transportasi Darat; Direktorat Industri Maritim, Kedirgantaraan, dan Alat Pertahanan; Direktorat Industri Elektronika dan Telematika; dan Direktorat Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian. I - 5

13 P e n d a h u l u a n 6. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang industri kecil dan menengah. Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah I; Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah II; dan Direktorat Industri Kecil dan Menengah Wilayah III. 7. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengembangan perwilayahan industri. Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah I; Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah II; dan Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III. 8. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kerja sama industri internasional. Direktorat Jenderal Kerja Sama Industri Internasional terdiri atas 4 (empat) unit eselon II, yaitu Sekretariat Direktorat Jenderal; Direktorat Kerja Sama Industri Internasional Wilayah I dan Multilateral; Direktorat Kerja Sama Industri Internasional Wilayah II dan Regional; dan Direktorat Ketahanan Industri. 9. Inspektorat Jenderal Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di Iingkungan Kementerian Perindustrian. Inspektorat Jenderal terdiri atas 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Inspektorat Jenderal; Inspektorat I; Inspektorat II; Inspektorat III; dan Inspektorat IV. I - 6

14 P e n d a h u l u a n 10. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, Dan Mutu Industri Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengkajian serta penyusunan rencana kebijakan makro pengembangan industri jangka menengah dan panjang, kebijakan pengembangan klaster industri prioritas serta iklim dan mutu industri. Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, Dan Mutu Industri terdiri dari 5 (lima) unit eselon II, yaitu Sekretariat Badan; Pusat Standardisasi; Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri; Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup; dan Pusat Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual. 11. Staf Ahli Menteri Adalah unsur pembantu Menteri di bidang keahlian tertentu, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Staf Ahli Menteri mempunyai tugas memberi telaahan kepada Menteri mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya, yang tidak menjadi bidang tugas Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal, Badan dan Inspektorat Jenderal. Staf Ahli Menteri terdiri atas Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri; Staf Ahli Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri; dan Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri dan Teknologi. Di samping itu, untuk menunjang pelaksanaan tugas Kementerian, terdapat 3 (tiga) unit eselon II (Pusat) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal, yaitu: 1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri (Pusdiklat Industri) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri yang selanjutnya disebut Pusdiklat Industri adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian melalui Sekretaris Jenderal. Pusdiklat Industri dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia aparatur dan sumber daya manusia industri. I - 7

15 P e n d a h u l u a n 2. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Pusat Data dan Informasi yang selanjutnya disebut Pusdatin adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal. Pusdatin dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengelolaan sistem informasi, manajemen data, serta pelayanan data dan informasi industri. 3. Pusat Komunikasi Publik Pusat Komunikasi Publik adalah unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian melalui Sekretaris Jenderal. Pusat Komunikasi Publik dipimpin oleh Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan hubungan antar lembaga, pemberitaan, publikasi, dan informasi pelayanan publik. Dalam menunjang pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian untuk membangun dan memajukan sektor industri, dengan tercapainya sasaran strategis perspektif pelaksanaan tugas pokok dan perspektif Stakeholders dibutuhkan SDM. Untuk mewujudkan SDM Industri dan aparatur yang professional maka langkahlangkah yang dilakukan adalah meningkatkan penerapan kode etik dan peningkatan disiplin dan budaya kerja pegawai, melakukan pengembangan sistem rekruitmen pegawai,peningkatan kualitas kemampuan dan pengetahuan SDM Industri (kuantitas dan kualitas). Dengan jumlah pegawai sebanyak 6271 pegawai, diharapkan dapat mencapai target yang telah di tetapkan oleh Kementerian Perindustrian. Untuk lebih jelas jumlah dan kualifikasi pegawai Kementerian Perindustrian dapat dilihat pada Lampiran1. I - 8

16 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS VISI Visi Pembangunan Industri Nasional Jangka Panjang (2025) adalah Membawa Indonesia pada tahun 2025 untuk menjadi Negara Industri Tangguh Dunia yang bercirikan: 1. Industri kelas dunia; 2. PDB sektor Industri yang seimbang antara Pulau Jawa dan Luar Jawa; 3. Teknologi menjadi ujung tombak pengembangan produk dan penciptaan pasar. Untuk menuju Visi tersebut, dirumuskan Visi tahun 2020 yakni Tercapainya Negara Industri Maju Baru sesuai dengan Deklarasi Bogor tahun 1995 antar para kepala Negara APEC. Sebagai Negara Industri Maju Baru, Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain: 1. Kemampuan tinggi untuk bersaing dengan Negara industri lainnya; 2. Peranan dan kontribusi sektor industri tinggi bagi perekonomian nasional; 3. Kemampuan seimbang antara Industri Kecil Menengah dengan Industri Besar; 4. Struktur industri yang kuat (pohon industri dalam dan lengkap, hulu dan hilir kuat, keterkaitan antar skala usaha industri kuat); 5. Jasa industri yang tangguh. Berdasarkan Visi tahun 2020, kemampuan Industri Nasional diharapkan mendapat pengakuan dunia internasional, dan mampu menjadi basis kekuatan ekonomi modern secara struktural, sekaligus wahana tumbuh-suburnya ekonomi yang berciri kerakyatan. II - 1

17 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a Visi tersebut di atas kemudian dijabarkan dalam visi lima tahun sampai dengan 2014 yakni: Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan 2. MISI Dalam rangka mewujudkan visi 2025 di atas, Kementerian Perindustrian sebagai institusi pembina Industri Nasional mengemban misi sebagai berikut: 1. Menjadi wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat; 2. Menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional; 3. Menjadi pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat; 4. Menjadi wahana (medium) untuk memajukan kemampuan teknologi nasional; 5. Menjadi wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan budaya masyarakat; 6. Menjadi salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan penciptaan rasa aman masyarakat; 7. Menjadi andalan pembangunan industri yang berkelanjutan melalui pengembangan dan pengelolaan sumber bahan baku terbarukan, pengelolaan lingkungan yang baik, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, misi tersebut dijabarkan dalam misi lima tahun sampai dengan 2014 sebagai berikut: 1. Mendorong peningkatan nilai tambah industri; 2. Mendorong peningkatan penguasaan pasar domestik dan internasional; 3. Mendorong peningkatan industri jasa pendukung; 4. Memfasilitasi penguasaan teknologi industri; II - 2

18 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a 5. Memfasilitasi penguatan struktur industri; 6. Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa; 7. Mendorong peningkatan peran IKM terhadap PDB. 3. TUJUAN Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, oleh sebab itu pembangunan industri harus diarahkan untuk menjadikan industri mampu memberikan sumbangan berarti bagi pembangunan ekonomi, sosial dan politik Indonesia. Pembangunan sektor industri, tidak hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri yang disebabkan oleh melemahnya daya saing dan krisis global yang melanda dunia saat ini saja, melainkan juga harus mampu turut mengatasi permasalahan nasional, serta meletakkan dasar-dasar membangun industri andalan masa depan. Secara kuantitatif peran industri ini harus tampak pada kontribusi sektor industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB), baik kontribusi sektor industri secara keseluruhan maupun kontribusi setiap cabang industri. Maka dijabarkan tujuannya adalah kokohnya basis industri manufaktur dan industri andalan masa depan menjadi tulang punggung perekonomian nasional. 4. SASARAN Untuk mewujudkan pencapaian tujuan di atas, maka perlu dirumuskan sasaran-sasaran yang sifatnya kuantitatif sehingga mudah untuk diukur keberhasilan pencapaiannya. Kondisi sektor industri pada lima tahun yang akan datang tidak bisa dilepaskan dari keadaan perekonomian dalam negeri saat ini dan proyeksinya untuk lima tahun mendatang. Seperti telah dijelaskan, ada keinginan kuat untuk lebih meningkatkan peran Industri Kecil dan Industri Menengah di II - 3

19 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a semua cabang industri. Untuk itu diharapkan terjadi peningkatan peran Industri Kecil dan Menengah mulai dari tahun 2009 sampai ke tahun Target pertumbuhan setiap cabang industri yang ingin dicapai dalam peningkatan daya saing industri manufaktur pada periode adalah sebagai berikut: 1. Cabang Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau Target pertumbuhan untuk cabang industri makanan, minuman, dan tembakau rata-rata mulai tahun diharapkan dapat mencapai sebesar 8,41 persen. Dengan nilai target pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 sebesar 6,64 persen hingga target pertumbuhan terbesar pada tahun 2014 yaitu sebesar 10,40 persen. Nilai tersebut diharapkan dapat disumbang dari Industri kecil, industri menengah dan industri besar dengan presentasi kontribusi di harapkan bisa berimbang, yaitu: IK ditambah IM sebesar 50% dan IB sebesar 50%. 2. Cabang Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki Target pertumbuhan untuk cabang industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki rata-rata mulai tahun diharapkan dapat mencapai sebesar 3,84 persen. Dengan nilai target pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 sebesar 2,15 persen hingga target pertumbuhan terbesar pada tahun 2014 yaitu sebesar 5,60 persen. Nilai tersebut diharapkan dapat disumbang dari Industri kecil, industri menengah dan industri besar dengan presentasi kontribusi di harapkan bisa berimbang, yaitu: IK ditambah IM sebesar 50% dan IB sebesar 50%. 3. Cabang Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya Target pertumbuhan untuk cabang industri makanan, minuman, dan tembakau rata-rata mulai tahun diharapkan dapat mencapai sebesar 2,94 persen. Dengan nilai target pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 sebesar 1,75 persen hingga target pertumbuhan terbesar pada tahun 2014 yaitu sebesar 3,90 persen. Nilai tersebut diharapkan dapat disumbang dari Industri kecil, industri menengah dan industri besar dengan presentasi II - 4

20 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a kontribusi di harapkan bisa berimbang, yaitu: IK ditambah IM sebesar 50% dan IB sebesar 50%. 4. Cabang Industri Kertas dan Barang Cetakan Target pertumbuhan untuk cabang industri makanan, minuman, dan tembakau rata-rata mulai tahun diharapkan dapat mencapai sebesar 5,04 persen. Dengan nilai target pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 sebesar 4,60 persen hingga target pertumbuhan terbesar pada tahun 2014 yaitu sebesar 5,58 persen. Nilai tersebut diharapkan dapat disumbang dari Industri kecil, industri menengah dan industri besar dengan presentasi kontribusi di harapkan bisa berimbang, yaitu: IK ditambah IM sebesar 50% dan IB sebesar 50%. 5. Cabang Industri Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet Target pertumbuhan untuk cabang industri makanan, minuman, dan tembakau rata-rata mulai tahun diharapkan dapat mencapai sebesar 6,30 persen. Dengan nilai target pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 sebesar 5,00 persen hingga target pertumbuhan terbesar pada tahun 2014 yaitu sebesar 8,30 persen. Nilai tersebut diharapkan dapat disumbang dari Industri kecil, industri menengah dan industri besar dengan presentasi kontribusi di harapkan bisa berimbang, yaitu: IK ditambah IM sebesar 50% dan IB sebesar 50%. 6. Cabang Industri Semen dan Barang Galian bukan Logam Target pertumbuhan untuk cabang industri makanan, minuman, dan tembakau rata-rata mulai tahun diharapkan dapat mencapai sebesar 4,19 persen. Dengan nilai target pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 sebesar 3,25 persen hingga target pertumbuhan terbesar pada tahun 2014 yaitu sebesar 5,30 persen. Nilai tersebut diharapkan dapat disumbang dari Industri kecil, industri menengah dan industri besar dengan presentasi kontribusi di harapkan bisa berimbang, yaitu: IK ditambah IM sebesar 50% dan IB sebesar 50%. II - 5

21 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a 7. Cabang Industri Logam Dasar, Besi dan Baja Target pertumbuhan untuk cabang industri makanan, minuman, dan tembakau rata-rata mulai tahun diharapkan dapat mencapai sebesar 4,03 persen. Dengan nilai target pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 sebesar 2,75 persen hingga target pertumbuhan terbesar pada tahun 2014 yaitu sebesar 5,50 persen. Nilai tersebut diharapkan dapat disumbang dari Industri kecil, industri menengah dan industri besar dengan presentasi kontribusi diharapkan bisa berimbang, yaitu: IK ditambah IM sebesar 50% dan IB sebesar 50%. 8. Cabang Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya Target pertumbuhan untuk cabang industri makanan, minuman, dan tembakau rata-rata mulai tahun diharapkan dapat mencapai sebesar 7,34 persen. Dengan nilai target pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 sebesar 4,00 persen hingga target pertumbuhan terbesar pada tahun 2014 yaitu sebesar 10,20 persen. Nilai tersebut diharapkan dapat disumbang dari Industri kecil, industri menengah dan industri besar dengan presentasi kontribusi di harapkan bisa berimbang, yaitu: IK ditambah IM sebesar 50% dan IB sebesar 50%. 9. Cabang Industri Barang Lainnya Target pertumbuhan untuk cabang industri makanan, minuman, dan tembakau rata-rata mulai tahun diharapkan dapat mencapai sebesar 6,00 persen. Dengan nilai target pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 sebesar 5,18 persen hingga target pertumbuhan terbesar pada tahun 2014 yaitu sebesar 6,80 persen. Nilai tersebut diharapkan dapat disumbang dari Industri kecil, industri menengah dan industri besar dengan presentasi kontribusi di harapkan bisa berimbang, yaitu: IK ditambah IM sebesar 50% dan IB sebesar 50%. Untuk lebih jelasnya, target laju pertumbuhan setiap cabang industri selama periode dapat dilihat pada Tabel 2.1. II - 6

22 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a Tabel 2.1. Target Pertumbuhan setiap Cabang Industri tahun (%) Cabang Industri Rata-rata Makanan, Minuman dan Tembakau 6,64 7,92 8,15 8,94 10,40 8,41 Tekstil, barang Kulit & Alas kaki 2,15 3,40 3,75 4,30 5,60 3,84 Barang Kayu & Hasil Hutan lainnya 1,75 2,75 2,90 3,40 3,90 2,94 Kertas & barang Cetakan 4,60 4,80 4,90 5,30 5,58 5,04 Pupuk, Kimia & barang dari Karet 5,00 5,46 5,75 7,00 8,30 6,30 Semen & Barang Galian bukan Logam 3,25 3,74 4,05 4,60 5,30 4,19 Logam Dasar, Besi & Baja 2,75 3,40 4,00 4,50 5,50 4,03 Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 4,00 6,40 7,78 8,30 10,20 7,34 Barang lainnya 5,18 5,60 6,00 6,40 6,80 6,00 Total Industri 4,65 6,10 6,75 7,47 8,95 6,78 5. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI Dalam rangka mewujudkan pencapaian sasaran-sasaran industri tahun , telah dibangun Peta Strategi Kementerian Perindustrian yang menguraikan peta-jalan yang akan ditempuh untuk mewujudkan visi 2014 sebagaimana disebutkan di atas. Peta Strategi Kementerian Perindustrian tersaji pada Gambar 2.1 di bawah ini. II - 7

23 na gni t ne pe K ukgna me P fi t ke psr e P Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri Tingginya Nilai tam bah industri nai r et ne me K k ok o PsaguT naa naskal e P ses or Pfi t ke psr e P Inf ormasi Membangun sistem inf ormasi ind ustri yang terinteg rasi & hand al Org anisasi & Ketatalaksanaan Membang un org anisasi yang Pro f esio nal d an Probisnis Mengembang kan kemamp uan SD M yang kompeten 6 Dana Mening katkan Sistem Tata Kelo la Keuangan dan BMN yang pro f esional Perencanaan Meningkatkan kualitas perencanaan dan p elap oran Mengo ptimalkan evaluasi p elaksanaan kebijakan d an ef ektif itas pencap aian kinerja industri Meng op timalkan b udaya peng awasan p ada unsur pimp inan d an staf Pengawasan, Pengendalian & Evaluasi Tersebarnya pem bangunan industri Meningkatnya peran industri kecil dan 7 m enengah terhadap PDB Kuat, lengkap dan 5 dalam nya Struktur industri Meng koo rdinasikan peningkatan kualitas lembag a pend idikan dan pelatihan serta kewirausahaan Mening katkan kualitas pelayanan p ublik Memf asilitasi p enerapan stand ard isasi Memf asilitasi promo si ind ustri Memf asilitasi peng embang an ind ustri Memf asilitasi penerap an, pengemb angan dan peng gunaan Kekayaan intelektual SDM Meng usulkan insentif yang mend ukung p engemb angan industri Menetapkan peta pand uan p engemb angan industri Menetapkan rencana strategis d an/atau p engemb angan ind ustri prio ritas dan industri and alan masa d epan Mempersiap kan d an/atau Menetapkan Kebijakan d an p roduk hukum Ind ustri Pelayanan & Fasilitasi Tingginya kem am puan 4 inovasi dan penguasaan teknologi industri Meng embang kan R&D di instansi d an industri Kokohnya faktor-faktor 3 penunjang pengem bangan industri Perumusan Kebijakan 2 1 Kokohnya basis industri manufaktur dan industri andalan masa depan menjadi tulang punggung perekonomian nasional Visi : Indonesia m ampu m enjadi negara industri tangguh pada tahun 2025 Misi : Membangun industri manufaktur untuk menjadi tulang punggung perekonomian Perencanaan dan Perjanjian Kinerja naa ga b mel e K sati sa pa K nat ak gni ne P fi t ke psr e P II - 8

24 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a Sebagaimana telah disebutkan bahwa visi pembangunan industri Indonesia pada tahun 2014 adalah memantapkan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan (suistainable) serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan, maka perlu dijabarkan indikator terwujudnya visi tersebut antara lain: 1. Tercapainya persebaran industri dengan rasio densitas yang lebih tinggi 2. Terselesaikan penguatan kompetensi inti industri daerah dengan produk hilir bernilai tambah 3. Penguatan struktur industri dengan kompetensi pelaku hubungan industri kecil, industri menengah, dan industri besar 4. Tercapai peningkatan industri penunjang komponen 5. Terbangun pilar industri masa depan (agro, telematika, transportasi) Dalam mewujudkan Visi tersebut, diperlukan upaya-upaya sistemik yang dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran strategis yang mengakomodasi perspektif pemangku kepentingan (stakeholder), perspektif pelaksanaan tugas pokok, dan perspektif peningkatan kapasitas kelembagaan yang dapat dirinci sebagai berikut: Perspektif Pemangku Kepentingan (Stakeholder) Sasaran Strategis I: Tingginya nilai tambah industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Laju pertumbuhan industri yang memberikan nilai tambah; 2. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional. Sasaran Strategis II: Tingginya penguasaan pasar dalam dan luar negeri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Meningkatnya pangsa pasar ekspor produk dan jasa industri nasional. 2. Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri. Sasaran Strategis III: Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tingkat produktivitas dan kemampuan SDM industri; II - 9

25 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a 2. Indeks iklim industri nasional. Sasaran Strategis IV: Tingginya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan teknologi industri terapan inovatif; 2. Pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan oleh sektor industri. Sasaran Strategis V: Kuat, lengkap dan dalamnya struktur industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tumbuhnya Industri Dasar Hulu (Logam dan Kimia); 2. Tumbuhnya Industri Komponen automotive, elektronika dan permesinan; 3. Tumbuhnya Industri lainnya yang belum ada pada pohon industri. Sasaran Strategis VI: Tersebarnya pembangunan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Meningkatkan kontribusi manufaktur diluar pulau Jawa terhadap PDB nasional; 2. Jumlah investasi baru industri jasa pendukung dan komponen industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Sasaran Strategis VII: Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tumbuhnya industri kecil diatas pertumbuhan eknomi nasional; 2. Tumbuhnya industri menengah dua kali diatas industri kecil; 3. Meningkatnya jumlah output IKM yang menjadi Out-Source Industri Besar. Perspektif Pelaksanaan Tugas Pokok Sasaran Strategis I: Mempersiapkan dan/atau menetapkan kebijakan produk hukum industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Konsep kebijakan dan produk hukum (RUU, RPP, R.Perpres/R.Keppres); 2. Kebijakan dan produk hukum yang ditetapkan Menteri. II - 10

26 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a Sasaran Strategis II: Menetapkan rencana strategis dan/atau pengembangan industri prioritas dan industri andalan masa depan, dengan Indikator Kinerja Utama: Renstra dan Renja. Sasaran Strategis III: Menetapkan peta panduan pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Prioritas; 2. Peta Panduan Industri Unggulan Provinsi; 3. Peta Panduan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota. Sasaran Strategis IV: Mengusulkan insentif yang mendukung pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Rekomendasi usulan insentif; 2. Perusahaan industri yang memperoleh insentif. Sasaran Strategis V: Mengembangkan R&D di instansi dan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: Kerjasama instansi R&D dengan industri. Sasaran Strategis VI: Memfasilitasi penerapan, pengembangan dan penggunaan kekayaan intelektual, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Perusahaan yang mendapatkan HKI; 2. Produk HKI yang dikomersialkan (paten). Sasaran Strategis VII: Memfasilitasi pengembangan industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tingkat utilisasi kapasitas produksi; 2. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber pembiayaan; 3. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber bahan baku; 4. Perjanjian kerjasama internasional. Sasaran Strategis VIII: Memfasilitasi promosi industri, dengan Indikator Kinerja Utama: Perusahaan mengikuti seminar/konferensi, pameran, misi dagang/investasi. Sasaran Strategis IX: Memfasilitasi penerapan standardisasi, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Rancangan SNI yang diusulkan; II - 11

27 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a 2. Penambahan SNI wajib yang diterapkan; 3. Perusahaan yang menerapkan Sistem Manajemen Mutu/ISO 9001:2008 (Pedoman BSN 10 dan GKM). Sasaran Strategis X: Meningkatkan kualitas pelayanan publik, dengan Indikator Kinerja Utama: Tingkat kepuasan pelanggan. Sasaran Strategis XI: Mengkoordinasikan peningkatan kualitas lembaga pendidikan dan pelatihan serta kewirausahaan, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Instruktur yang bersertifikat; 2. Jurusan pada lembaga pendidikan dan lembaga diklat yang terakreditasi. Sasaran Strategis XII: Mengoptimalkan budaya pengawasan pada unsur pimpinan dan staf, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tingkat penurunan penyimpangan minimal; 2. Terbangunnya Sistem Pengendalian Internal di unit kerja. Sasaran Strategis XIII: Mengoptimalkan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan efektifitas pencapaian kinerja industri, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Laporan evaluasi pelaksanaan kebijakan; 2. Tingkat penurunan penyimpangan pelaksanaan kebijakan industri. Perspektif Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Sasaran Strategis I: Mengembangkan kemampuan SDM aparatur yang kompeten, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Standar kompetensi SDM aparatur; 2. SDM aparatur yang kompeten. Sasaran Strategis II: Membangun organisasi yang professional dan probisnis, dengan Indikator Kinerja Utama: Penerapan sistem manajemen mutu. Sasaran Strategis III: Membangun sistem informasi yang terintegrasi dan handal, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tersedianya sistem informasi online; II - 12

28 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a 2. Pengguna yang mengakses. Sasaran Strategis IV: Meningkatkan kualitas perencanaan dan pelaporan, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Kesesuaian program dengan Kebijakan Industri Nasional (KIN); 2. Tingkat persetujuan rencana kegiatan (zero stars); 3. Tingkat ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan. Sasaran Strategis V: Meningkatkan sistem tata kelola keuangan dan BMN yang profesional, dengan Indikator Kinerja Utama: 1. Tingkat penyerapan anggaran; 2. Tingkat kualitas laporan keuangan (WTP). B. RENCANA KINERJA TAHUN 2010 Dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam RENSTRA Kementerian Perindustrian Tahun , maka telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) dari masingmasing Program yang terinci sebagai berikut: a. Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Manufaktur Program ini bertujuan untuk memulihkan kinerja industri yang terdampak krisis finansial global, khususnya industri yang melakukan ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat. Program ini tidak hanya dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan aktual industri, melainkan juga untuk menghasilkan rumusan dalam pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang basis industri manufaktur serta menumbuhkembangkan klaster termasuk dalam penyusunan peta panduan pengembangan klaster basis industri manufaktur melalui pelaksanaan rencana aksi yang tercantum pada Peraturan Menteri Perindustrian tentang peta panduan klaster industri prioritas. Keberhasilan program ini diukur melalui 2 (dua) indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut: II - 13

29 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a IKU pertama: Persentase industri yang berhasil pulih; dengan target 100 persen industri yang terkena dampak krisis pulih ke kondisi sebelum terkena krisis. Target ini diharapkan tercapai paling lambat pada akhir tahun IKU kedua: Persentase utilisasi kapasitas produksi pada industri; dengan target pencapaian sebesar 80 persen. Target ini diharapkan tercapai paling lambat pada akhir tahun b. Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro Program ini bertujuan untuk memulihkan kinerja industri-industri yang terkena dampak krisis finansial global yang mengimbas pada industri-industri yang melakukan ekspor ke berbagai negara di Eropa dan Amerika Serikat. Program ini tidak saja dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan aktual industri melainkan juga untuk menumbuh-kembangkan klaster industri Agro melalui pelaksanaan rencana aksi yang tercantum pada Peraturan Menteri Perindustrian tentang peta panduan klaster industri prioritas khususnya. Keberhasilan program ini diukur melalui 2 (dua) indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut: IKU pertama: Jumlah persentase industri yang berhasil pulih; dengan target 100 persen industri yang terkena dampak krisis pulih ke kondisi sebelum terkena krisis. Target ini diharapkan tercapai paling lambat pada akhir tahun IKU kedua: Besarnya persentase utilisasi kapasitas produksi dalam industri; dengan target pencapaian sebesar 80 persen. Target ini diharapkan tercapai paling lambat pada akhir tahun c. Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Program ini bertujuan untuk menumbuhkan industri yang utamanya diarahkan pada penguasaan pasar ekspor. Program ini tidak saja dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan aktual industri melainkan juga untuk menumbuhkembangkan klaster industri unggulan berbasis teknologi tinggi melalui II - 14

30 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a pelaksanaan rencana aksi yang tercantum pada Peraturan Menteri Perindustrian tentang peta panduan klaster industri prioritas. Keberhasilan program ini diukur melalui dua indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut: IKU pertama: Besarnya persentase utilisasi kapasitas produksi dalam industri; dengan target pencapaian sebesar 80 persen yang diharapkan tercapai paling lambat pada akhir tahun d. Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kecil dan Menengah Program ini bertujuan untuk merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengembangan IKM, meningkatkan nilai tambah produk, menumbuhkan populasi IKM, memanfaatkan sumber daya termasuk SDA daerah secara optimal, mengembangkan OVOP, menyebarkan industri ke berbagai daerah, meningkatkan daya saing industri di daerah, meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai komoditi, prioritas, membangun keunikan yang dimiliki daerah, melakukan kerjasama antar daerah, serta membangun kerjasama yang harmonis antar daerah dan pengembangan Klaster Industri Kecil dan Menengah. Keberhasilan program ini diukur melalui dua indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut: IKU pertama: Rasio Industri Jawa dan luar Jawa dengan target rasio industri di pulau Jawa dan luar Jawa mencapai posisi 60:40. IKU Kedua: Kontribusi PDB IKM sebesar 34 % pada tahun e. Program Pengembangan Perwilayahan Industri Program ini bertujuan untuk mendorong pelaksanaan public-private partnership dan pengembangan kawasan industri serta mempersiapkan peta panduan industri unggulan provinsi dan kompetensi inti industri kabupaten/kota. Program ini juga bertujuan untuk menangani segala permasalahan aktual dalam pengembangan public-private partnership dan penyiapan penetapan peta panduan pengembangan industri unggulan provinsi dan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota serta II - 15

31 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a pengembangan kawasan industri. Selain hal tersebut juga melakukan monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan peta panduan pengembangan industri unggulan dan kompetensi inti industri kabupaten/kota. Keberhasilan program ini diukur melalui dua indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut: IKU pertama: Meningkatnya jumlah investasi industri didaerah melalui pembangunan kawasan industri dengan target pertumbuhan sebesar 10% pertahun. IKU kedua: Tersusunnya kebijakan operasional pengembangan industri didaerah melalui pendekatan pengembangan kompetensi inti industri daerah. f. Program Kerjasama Industri Internasional Program ini bertujuan untuk menciptakan penyelenggaraan kerjasama industri internasional secara optimal, sehingga diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan penguasaan pasar dalam dan luar negeri, menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kerjasama industri internasional, melaksanakan peningkatan kerjasama akses industri, kerjasama teknik serta promosi industri internasional baik secara bilateral, regional maupun multilateral sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melaksanakan penanganan hambatan kerjasama industri internasional, melaksanakan pengamanan industri dalam negeri sebagai dampak pemberlakukan perjanjian perdagangan bebas, melaksanakan pedoman, kriteria dan prosedur bantuan luar negeri serta melaksanakan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kerjasama industri internasional. Program ini akan diukur dengan indikator pencapaian yaitu meningkatnya ekspor produk dan jasa industri ke manca negara dengan konstribusi sektor industri melalui peningkatan akses pasar, teknologi dan kerjasama internasional. II - 16

32 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a g. Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri Program ini bertujuan untuk mewujudkan iklim usaha dan kebijakan yang kondusif melalui perumusan dan analisa kebijakan dan iklim di sektor industri, pelaksanaan kebijakan dan iklim di bidang penelitian dan pengembangan industri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta untuk meningkatkan kemampuan industri dalam menciptakan, mengembangkan, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam uji komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan, rancangan produk baru, proses produksi, energi terbarukan, lingkungan hidup, dan tenaga kerja serta sarana dan prasarana industri sebagai faktor pendukung berhasilnya pembangunan industri. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi sektor industri, perumusan kebijakan dan iklim serta analisa, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang penelitian dan pengembangan industri, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penelitian dan pengembangan industri. Pada dasarnya program ini memanfaatkan hasil litbang yang telah dilakukan oleh Balai-balai Penelitian dan Pengembangan dalam rangka mendukung daya saing maupun melindungi konsumen, seperti menetapkan standardisasi bagi produk hasil industri. Dengan indikator pencapaian tersusunnya rumusan dan analisis kebijakan dari iklim di sektor industri serta analisa, standar, dan prosedur di bidang industri serta terhasilkannya kuantitas, kualitas hasil litbang dan kebijakan pendukungnya yang mampu diaplikasikan hingga skala pabrik. h. Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Negara Kementerian Perindustrian Program ini bertujuan untuk menjamin agar pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan, mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, trasnparan, akuntabel, bersih dan bebas dari KKN, serta mewujudkan Good Governance dan Clean Government. II - 17

33 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a Sebagai alat ukur atau indikator keberhasilannya telah ditetapkan, yaitu: (a) tersusunnya norma, standar, kriteria dan prosedur pengawasan yang efektif, (b) tersedianya hasil pengawasan yang berkualitas, (c) tercapainya peningkatan akuntabilitas, transparansi, efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program dan kegiatan. i. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Perindustrian Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan manajemen terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Perindustrian dalam hal persiapan internal, dengan indikator pencapaian: (a) terkoordinasinya pelaksanaan tugas unit-unit organisasi di lingkungan Kementerian Perindustrian, (b) terbinanya pelaksanaan tugas Kementerian yang meliputi perencanaan, pengorganisasian dan ketatalaksanaan, pendayagunaan sumber daya serta penghubung antar lembaga dan masyarakat, (c) terlaksananya pemberian dukungan administrasi dan teknis kepada unit-unit organisasi di lingkungan Kementerian. j. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Perindustrian Program ini bertujuan untuk memberikan dukungan dalam bidang penyediaan maupun pemeliharaan sarana dan prasarana yang diperlukan Kementerian Perindustrian dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan nyaman bagi para pemangku kepentingan. Sebagai indikator pencapaiannya tersedianya sarana dan prasarana kerja sesuai kebutuhan. II - 18

34 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a C. PENETAPAN KINERJA TAHUN 2010 Berdasarkan rencana kinerja yang telah disusun, dengan dukungan pembiayaan yang telah disetujui dalam bentuk DIPA, maka ditetapkanlah kinerja yang akan dicapai. Dengan telah diterbitkannya Inpres No. 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Surat Edaran Menteri Negara PAN Nomor: SE/31/M.PAN/12/2004 tentang Penetapan Kinerja, Kementerian Perindustrian telah membuat Penetapan Kinerja tahun 2010 secara berjenjang sesuai dengan kedudukan, tugas dan fungsi yang ada. Penetapan Kinerja ini merupakan tolok ukur akuntabilitas kinerja pada akhir tahun 2010 yang disusun dengan berdasarkan pada Rencana Kinerja Tahun 2010 yang telah ditetapkan, sehingga secara substansial Penetapan Kinerja Tahun 2010 tidak ada perbedaan dengan Rencana Kinerja Tahun Ringkasan Penetapan Kinerja Tahun 2010 selengkapnya terdapat pada Lampiran 2. Pada Bab III dokumen LAKIP Kementerian Perindustrian ini, penjelasan mengenai Analisis Capaian Kinerja bukan diukur dari ketercapaian indikator Penetapan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2010, akan tetapi diukur dari ketercapaian indikator Sasaran Strategis Kementerian Perindustrian Tahun Perbedaan keduanya adalah indikator kinerja utama (IKU) yang diperoleh dari dokumen Penetapan Kinerja merupakan IKU dari masing-masing Program yang juga merupakan IKU dari masing-masing unit Eselon I Kementerian Perindustrian (sebagaimana dimaklumi bahwa satu program hanya dimiliki oleh satu unit Eselon I). Sedangkan IKU yang diperoleh dari Sasaran Strategis merupakan penjabaran langsung dari Visi, Misi, dan Tujuan Kementerian Perindustrian yang tergambar pada Peta Strategi untuk periode tahun , dimana target dari setiap IKU yang diukur pada Bab III merupakan target untuk tahun 2010 saja. Pada sub bab Rencana Strategis di atas, dipaparkan Sasaransasaran Strategis yang merupakan penjabaran dari Peta Strategi Kementerian Perindustrian yang kemudian dikelompokkan ke dalam 3 perspektif, yakni perspektif pemangku kepentingan (stakeholder), perspektif pelaksanaan tugas pokok, dan perspektif peningkatan kapasitas kelembagaan. Dikarenakan II - 19

35 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a keterbatasan data yang diperoleh, Sasaran Strategis yang diukur ketercapaiannya pada Bab III hanya pada perspektif stakeholders (pemangku kepentingan) serta perspektif pelaksanaan tugas pokok Kementerian Perindustrian. Sasaran strategis berdasarkan perspektif stakeholders (pemangku kepentingan) terdiri dari 7 (tujuh) sasaran strategis dengan 15 indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut: Tabel 2.2 Sasaran Strategis Perspektif Stakeholders Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target I. Tingginya Nilai Tambah Industri II. III. IV. Tingginya Penguasaan Pasar Dalam dan Luar Negeri Kokohnya Faktor-Faktor Penunjang Pengembangan Industri Tingginya Kemampuan Inovasi dan Penguasaan Teknologi Industri V. Kuat, Lengkap dan Dalamnya Struktur Industri VI. Tersebarnya pembangunan industri 1. Laju pertumbuhan industri yang memberikan nilai tambah 2. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional 1. Meningkatnya pangsa pasar ekspor produk dan jasa industri nasional 2. Pangsa pasar produk industri nasional terhadap total permintaan di pasar dalam negeri 1. Tingkat produktivitas dan kemampuan SDM industri 2. Indeks Iklim Industri Nasional 1. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan teknologi industri terapan inovatif 2. Pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan oleh sektor industri 1. Tumbuhnya Industri Dasar Hulu (Logam dan Kimia) 2. Tumbuhnya Industri Komponen automotive, elektronika dan permesinan 1. Meningkatkan kontribusi manufaktur diluar pulau Jawa terhadap PDB nasional 2. Jumlah Investasi baru industri jasa pendukung dan komponen industri yang menyerap banyak tenaga kerja Persentase 4.99 Persentase Persentase 35 Persentase 60 Rupiah/Tenaga 250,000 Kerja Indeks 4 Penelitian 250 Penelitian 50 Persentase 2.75 Persentase 4 Persentase 27,19 Jumlah Investasi ,4 II - 20

36 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target VII. Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB 1. Tumbuhnya industri kecil diatas pertumbuhan ekonomi nasional 2. Tumbuhnya industri menengah dua kali diatas industri kecil 3. Meningkatnya jumlah output IKM yang menjadi Out- Source Industri Besar Presentase 6,5 Persentase 13 Perusahaan 20 Sedangkan sasaran strategis berdasarkan perspektif pelaksanaan tugas pokok Kementerian Perindustrian yang terdiri dari 13 sasaran strategis dan 26 indikator kinerja utama (IKU) sebagai berikut: Tabel 2.3 Sasaran Strategis Perspektif Pelaksanaan Tugas Pokok Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target I. Mempersiapkan dan/atau Menetapkan Rencana dan Kebijakan Industri 1. Konsep kebijakan dan produk hukum (RUU, RPP, R.Perpres/R.Keppres) 2. Kebijakan dan produk hukum yang ditetapkan Menteri Konsep 2 Peraturan 40 II. III. IV. Menetapkan rencana strategis dan/atau pengembangan industri prioritas dan industri andalan masa depan Menetapkan peta panduan pengembangan industri Mengusulkan insentif yang mendukung pengembangan industri V. Mengembangkan R & D di instansi dan industri VI. Memfasilitasi penerapan, pengembangan dan penggunaan Kekayaan intelektual 1. Renstra & RENJA Paket 1 1. Peta Panduan Pengembangan Klaster 32 klaster Industri prioritas 2. Peta panduan industri Provinsi 15 unggulan provinsi 3. Peta panduan kompetensi inti industri Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Rekomendasi usulan insentif Jenis Perusahaan industri yang memperoleh insentif 1. Kerjasama R&D instansi dengan industri 1. Perusahaan yang mendapatkan HKI 2. Produk HKI yang dikomersialkan (Paten) Perusahaan 300 Kerjasama 18 Perusahaan 1100 Produk 50 II - 21

37 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target VII. Memfasilitasi pengembangan industri 1. Tingkat utilisasi kapasitas produksi 2. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber pembiayaan 3. Perusahaan yang mendapat akses ke sumber bahan baku 4. Perjanjian kerjasama Internasional VIII. Memfasilitasi promosi industri 1. Perusahaan mengikuti seminar/konfrensi, pameran, misi dagang/investasi IX. Memfasilitasi penerapan standardisasi X. Meningkatkan kualitas pelayanan publik XI. Mengkoordinasikan peningkatan kualitas lembaga pendidikan dan pelatihan serta kewirausahaan XII. Mengoptimalkan budaya pengawasan pada unsur pimpinan dan staf XIII. Mengoptimalkan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan efektifitas pencapaian kinerja industri Presentase 80 Perusahaan 600 Perusahaan 40 MoU 5 Perusahaan Rancangan SNI yang RSNI 600 diusulkan 2. Penambahan SNI wajib yang SNI 50 diterapkan 3. Perusahaan yang menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO (Pedoman BSN10 dan GKM) Perusahaan Tingkat kepuasan pelanggan Index 4 1. Instruktur yang bersertifikat Jumlah Jurusan pada lembaga pendidikan dan lembaga diklat yang terakreditasi Jumlah 4 1. Tingkat Penurunan Presentase 60 penyimpangan minimal 2. Terbangunnya Sistem Satuan kerja 57 Pengendalian Intern di unit kerja 1. Laporan evaluasi pelaksanaan Laporan 10 kebijakan 2. Tingkat penurunan Presentase 40 penyimpangan pelaksanaan kebijakan industri II - 22

38 P e r e n c a n a a n d a n P e r j a n j i a n K i n e r j a D. RENCANA ANGGARAN Dalam upaya mewujudkan kinerja yang telah ditetapkan untuk tahun 2010, Kementerian Perindustrian didukung oleh dana APBN sebesar Rp ,-. Anggaran tersebut dirinci berdasarkan Unit Kerja Eselon I. Secara lengkap anggaran tersebut disajikan dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4 Pagu Anggaran Kementerian Perindustrian Tahun 2010 Menurut Unit Kerja Eselon I (dalam Rupiah) NO. Unit Kerja Eselon 1 Pagu Anggaran 1 Sekretariat Jenderal Ditjen. Industri Agro dan Kimia Ditjen. Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Ditjen. Industri Alat Transportasi dan Telematika Ditjen. Industri Kecil dan Menengah Inspektorat Jenderal Badan Penelitian dan Pengembangan Industri TOTAL II - 23

39 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Penyusunan capaian kinerja Tahun Anggaran 2010 ini merupakan awal pelaksanaan Rencana Strategis Tahun Secara umum, uraian berikut adalah gambaran capaian Kementerian Perindustrian dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) yang telah ditetapkan dalam tahun Akuntabilitas ini mencakup akuntabilitas kinerja, kinerja makro sektor industri, capaian kinerja sasaran strategis, kinerja pengembangan klaster industri, dan kinerja keuangan. A. GAMBARAN UMUM AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2010 Selama tahun 2010, tiga sektor utama yaitu sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Perdagangan bersama-sama memberikan kontribusi sekitar 53,88 persen terhadap PDB total, sementara pada tahun 2009 ketiga sektor utama tersebut menyumbang sedikit lebih besar yaitu sebesar 54,94 persen. Masing-masing sektor utama tersebut memberi sumbangan dengan rincian: sektor Industri Pengolahan memberi sumbangan sebesar 26,37 persen pada tahun 2009 dan 24,82 persen pada tahun 2010; sektor Pertanian sebesar 15,30 persen pada tahun 2009 dan 15,34 persen pada tahun 2010; dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 13,28 persen pada tahun 2009 dan 13,72 persen pada tahun Dari ketiga sektor utama di atas yang merupakan penyumbang utama bagi perekonomian nasional adalah sektor Industri Pengolahan karena merupakan penyumbang tertinggi. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, semua sektor ekonomi yang membentuk PDB mengalami pertumbuhan, dan yang mencapai nilai terbesar adalah dari tahun 2000 hingga tahun 2010 adalah dari sektor Industri Pengolahan yaitu sebesar ,50 (dalam Milyar Rupiah). Sedangkan industri yang mengalami pertumbuhan tertinggi dari tahun 2000 hingga tahun 2010 adalah dari sektor Bangunan yaitu sebesar 763,18 persen dari tahun 2000 sampai tahun Sementara untuk kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap total nilai PDB selama periode selalu menempati posisi III - 1

40 teratas dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,53 persen kemudian sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 15,33 persen, dan yang terendah pada sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih yaitu sebesar 0,84 persen. Industri telah cukup berkembang walaupun masih banyak sektor industri di Indonesi a yang masih bisa dikembangkan. Menurut catatan World Economic Forum (WEF) pada tahun 2000 posisi daya saing Indonesia masih berada pada urutan ke-47 dari 58 negara, sedangkan pada tahun 2009 posisi daya saing Indonesia berada pada posisi 54 dari 133 negara dan tahun 2010 posisi daya saing Indonesia mengalami peningkatan yaitu berada pada posisi 44 dari 139 negara. Daya saing Indonesia sudah sedikit mengalami kemajuan walaupun belum begitu signifikan. Kurang maksimalnya daya saing diakibatkan oleh berbagai pihak. Menurut tolak ukur WEF, diidentifikasi 5 faktor penting yang menonjol. Pada tataran makro terdapat tiga faktor, yaitu: 1. Kondisi ekonomi makro yang tidak kondusif; 2. Kualitas kelembagaan publik yang buruk dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan 3. Lemahnya kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan peningkatan produktivitas. Sementara itu, pada tataran mikro atau tataran bisnis, dua faktor yang menonjol adalah: 1. Rendahnya efisiensi usaha pada tingkat operasionalisasi perusahaan; dan 2. Lemahnya iklim persaingan usaha. Pada tahun 2010 Kabinet Indonesia Bersatu II periode di bidang perekonomian menargetkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen serta tingkat pengangguran menjadi berkisar 5% 6%. Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Negara industri yang tangguh pada tahun 2025, menghadapi tantangan dan kendala yang ada serta merevitalisasi industri nasional telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. III - 2

41 Guna mendukung Kebijakan Industri Nasional, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah menyusun 35 klaster industri prioritas yang terbagi dalam 6 kelompok klaster industri, diantaranya: I. Kelompok Klaster Industri Basis Industri Manufaktur: 1. Klaster Industri Baja; 2. Klaster Industri Semen; 3. Klaster Industri Petrokimia; 4. Klaster Industri Keramik; 5. Klaster Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik; 6. Klaster Industri Mesin Peralatan Umum; 7. Klaster Industri Tekstil dan Produk Tekstil; 8. Klaster Industri Alas Kaki. II. Kelompok Klaster Industri Berbasis Agro: 1. Klaster Industri Pengolahan Kelapa Sawit; 2. Klaster Industri Karet dan Barang Karet; 3. Klaster Industri Kakao; 4. Klaster Industri Pengolahan Kelapa; 5. Klaster Industri Pengolahan Kopi; 6. Klaster Industri Gula; 7. Klaster Industri Hasil tembakau; 8. Klaster Industri Pengolahan Buah; 9. Klaster Industri Furniture; 10. Klaster Industri Pengolahan Ikan; 11. Klaster Industri Kertas; 12. Klaster Industri Pengolahan Susu. III. Kelompok Klaster Industri Alat Angkut: 1. Klaster Industri Kendaraan Bermotor; 2. Klaster Industri Perkapalan; 3. Klaster Industri Kedirgantaraan; 4. Klaster Industri Perkeretaapian. III - 3

42 IV. Kelompok Klaster Industri Elektronika dan Telematika: 1. Klaster Industri Elektronika; 2. Klaster Industri Telekomunikasi; 3. Klaster Industri Komputer dan Peralatannya. V. Kelompok Klaster Industri Penunjang Industri Kreatif dan Kreatif Tertentu: 1. Klaster Industri Perangkat Lunak dan Konten Multimedia; 2. Klaster Industri Fashion; 3. Klaster Industri Kerajinan dan Barang Seni. VI. Kelompok Klaster Industri Kecil dan Menengah Tertentu: 1. Klaster Industri Batu Mulia dan Perhiasan. 2. Klaster Industri Garam 3. Klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias; 4. Klaster Industri Minyak Atsiri; 5. Klaster Industri Makanan Ringan. Pengembangan klaster industri prioritas diatas telah dilaksanakan melalui beberapa hal, diantaranya: 1. Sosialisasi pembangunan Klaster Industri. 2. Diagnosis dan penyusunan Peta Jalan Pengembangan Klaster-klaster yang ditargetkan. 3. Pembentukan working group serta forum komunikasi kerjasama industri pada masing-masing klaster industri. 4. Perbaikan iklim usaha dan dukungan program kelembagaan. 5. Pengembangan kerjasama antara industri inti. 6. Industri terkait dan industri penunjang. Pada bidang Pengembangan Iklim Industri telah dilaksanakan berbagai langkah untuk mendukung peningkatan usaha, investasi dan produksi. Beberapa langkah penting antara lain: 1. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri dalam rangka lebih menertibkan dan mengatur sebaran industri sesuai kaidah efisiensi dan pengelolaan lingkungan yang baik. III - 4

43 2. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 35/M-IND/PER/3/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri. 3. Penyusunan Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM Kementerian Perindustrian tentang Peningkatan Efektivitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product - OVOP) dengan terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M.IND/PER/9/ Pengakomodasian usulan beberapa sektor industri (Perkapalan, Komponen Otomotif, Elektronika) untuk mendapatkan fasilitas PPh (PP No 1 Tahun 2007 dan PP No. 62 Tahun 2008). 5. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian tentang industri unggulan propinsi untuk 18 propinsi serta Peraturan Menteri Perindustrian tentang kompetensi inti industri daerah di 5 Kabupaten/Kota. 6. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian penting lainnya dalam upaya memfasilitasi iklim usaha yang lebih baik yang dapat memberikan kepastian berusaha, khususnya yang terkait dengan perbaikan infrastruktur, teknologi, permodalan dan penanganan lingkungan. Pada bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/4/2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri serta Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 48/M-IND/PER/4/2010 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, yang telah disosialisasikan untuk diterapkan di Instansi Pemerintah Pusat maupun di Daerah. Pada sektor-sektor penting tertentu tengah dilaksanakan usaha-usaha untuk: 1) Memaksimalkan pemanfaatan kemampuan industri strategis dalam pengadaan Alutsista sektor Pertahanan; 2) Memberdayakan industri Perkapalan Nasional sesuai Inpres No 5 Tahun 2005; 3) Mendorong BUMN-BUMN memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dalam rangka Program Percepatan Pembagunan PLTU Batubara dan Program Konversi Minyak Tanah ke LPG; 4) Memprakarsai penyusunan RUU Peningkatan Penggunaan produksi Dalam Negeri. III - 5

44 Pada bidang Peningkatan Kemampuan Teknologi, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan beberapa langkah penting seperti: 1) Penetapan hasil-hasil riset unggulan untuk IKM yang diseleksi dari hasil-hasil Litbang pada 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri; 2) Proyek Percontohan Coco-diesel; 3) Program Restrukturisasi Industri TPT; 4) Bantuan Mesin/Peralatan (untuk pengelasan, alsintan, fasilitas Pusat Desain Optik, fasilitas UPT Kulit Magetan, pembuatan bahan bakar nabati dari biji jarak, pabrik Biodiesel; 5) Bimbingan Teknis untuk pengelolaan limbah; 6) Penghargaan Rintisan Teknologi; 7) Penghargaan Indonesia Good Design Selection dan 8) Pembangunan Pusat Desain Industri Perkapalan. Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan diklat untuk Peningkatan Kemampuan SDM Industri antara lain: 1) Dalam rangka peningkatan daya saing (HACCP, Corporate Social Responsibility, CEFE, Marketing, Manajemen Lingkungan, TQM) dsb; 2) Pengelasan Sertifikasi Internasional; 3) Konservasi dan Audit Energi; 4) Teknologi Produksi & Design; 5) Penanganan Zat-zat Kimia Berbahaya; dan 6) Pelatihan Asesor terintegrasi ISO Sedangkan pada Bidang Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur, pemerintah telah melaksanakan kegiatan antara lain: 1) Diklat Sistem Industri (I, II, III, dan IV) untuk meningkatkan kapasitas aparatur Dinas Perindustrian di Propinsi/Kabupaten/Kota dengan total peserta sebanyak orang; 2) Diklatdiklat Struktural; 3) Diklat Teknis, Diklat Jabatan Fungsional; 4) Program beasiswa S2 dan S3; 5) Program Bea Siswa D3 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri dengan ikatan dinas di Unit Pendidikan Tinggi di Lingkungan Kementerian Perindustrian dan 6) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di pabrik ( PPSP) sebanyak 8 angkatan dengan peserta sebanyak 175 orang. Industri pengolahan diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional yang telah memberikan kontribusi PDB sebesar 24,82 persen pada tahun Industri Kecil Menengah (IKM) yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional pada akhir RPJMN telah memberikan kontribusi PDB Sektor Industri sebesar 24,95 persen. Pada tahun 2010 cabang industri non migas mengalami pertumbuhan mencapai 5,09 persen, III - 6

45 sedangkan pada tahun 2009 hanya berkisar 2,56 persen. Selama periode triwulan III terjadi peningkatan sebanyak unit usaha, dan menyerap tenaga kerja sebesar orang. Program Pengembangan IKM dalam pelaksanaan program utama dan pelaksanaan program pendukung meliputi: Pengembangan 6 Klaster IKM; Pengembangan IKM penunjang klaster industri; Pengembangan IKM Unggulan Daerah; Pengembangan IKM di daerah tertinggal, perbatasan, pasca konflik & pasca bencana; Pengembangan Promosi dan Informasi; Peningkatan SDM IKM; Peningkatan Kerjasama Industri dan Peningkatan Standardisasi dan Teknologi. Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor Industri Pengolahan, secara kumulatif dari tahun mengalami peningkatan sebesar orang atau rata-rata per tahun sekitar orang (5,28 persen), yang berarti di atas yang ditargetkan pada RPJMN sebesar 500 ribu per tahun. Pada periode yang sama pula penanaman modal di sektor Industri Pengolahan terealisasi rata-rata per tahun senilai 19,14 triliun rupiah untuk Proyek Penanaman Modal Dalam Negeri dan US $ 4,33 miliar untuk Proyek Penanaman Modal Asing. Dengan asumsi kurs rata-rata US $ rupiah, maka PMA yang diserap sektor Industri Pengolahan sekitar 43,29 triliun rupiah per tahun. Bila dijumlahkan, total investasi PMA dan PMDN yang tertanam di sektor Industri Pengolahan rata-rata sebesar 62,43 triliun rupiah per tahun. Angka tersebut melebih sasaran investasi sektor Industri Pengolahan pada RPJMN yaitu antara triliun rupiah. Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Non Migas selama 5 (lima) tahun terakhir boleh dikatakan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun 2005, laju pertumbuhan sektor industri sebesar 5,86 persen sedikit diatas pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,69 persen. Pada tahun 2006, 2007 dan 2008 laju pertumbuhan sektor industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009 ekonomi tumbuh 4,58 persen, pertumbuhan sektor industri non migas tumbuh sebesar 2,56 persen. Sedangkan pada tahun 2010 pertumbuhan industri mencapai 5,09 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,10 persen. Penurunan yang terjadi pada tahun-tahun terakhir disebabkan terjadinya pertumbuhan negatif pada beberapa cabang industri, seperti Brg. kayu & Hasil III - 7

46 hutan lainnya yaitu turun mencapai 3,50 persen. Walau demikian pada tahun 2010 terdapat kelompok industri yang pertumbuhannya cukup tinggi yaitu Alat Angkut, Mesin & Peralatannya yang memberikan sumbangan pertumbuhan paling besar yaitu mencapai 10,35 persen, walau pada tahun 2009 mengalami penurunan. Menurun serta negatifnya pertumbuhan sektor-sektor industri tersebut disebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti: keterbatasan infrastruktur dan listrik, kurangnya pasokan bahan baku untuk Industri Pengolahan Kayu dan Hasil Hutan lainnya, serta maraknya illegal loging dan illegal trade, kurangnya pasokan gas bumi sebagai bahan baku dan energi untuk industri pupuk, serta beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan masyarakat. Dari semua cabang industri, terdapat dua cabang industri yang mendominasi, yaitu industri makanan, minuman dan tembakau dan industri alat angkut, mesin dan peralatan. Peran Industri makanan, minuman dan tembakau relatif konstan sekitar persen, tetapi industri alat angkut, mesin dan peralatan pada 15 tahun yang lalu perannya masih sekitar 12 persen, pada periode meningkat secara signifikan menjadi sekitar persen. Sedangkan pada tahun 2010 industri yang mengalami pertumbuhan terbesar yaitu industri alat angkut, mesin & peralatannya sebesar 10,35 persendan industri pupuk, kimia & barang dari karet sebesar 4,67 persen. Dengan kontribusi terhadap industri non migas terbesar disumbangkan oleh dua cabang industri, yaitu industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 33,60 persen dan industri alat angkut, mesin & Peralatannya sebesar 28,14 persen. Dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pendalaman dan penguatan struktur industri ke arah produksi produk-produk yang bernilai tambah tinggi dan memiliki kandungan teknologi yang lebih tinggi bila dibandingkan periode 10 tahun yang lalu. Utilisasi industri juga menjadi isu penting karena baru sektiar 47 sub sektor industri di Indonesia yang utilisasinya di atas 80 persen, sementara 96 sub sektor dan 83 sub sektor industri utilisasinya masing-masing baru mencapai antara 61 dan 79 persen dan bahkan di bawah 60 persen. Sub sektor yang memiliki III - 8

47 utilitas di atas 80 persen didominasi oleh sub sektor Industri Kimia Hulu, dimana sektor hilir industri yang nilai tambahnya lebih tinggi, utilisasi kapasitas terpasangnya lebih rendah. Kelompok industri yang memiliki nilai tambah yang tinggi dibandingkan dengan Industri Kimia seperti Industri Permesinan dan Elektronika, ternyata utilitasnya berkisar antara 61 sampai dengan 79 persen, bahkan beberapa diantaranya di bawah 60 persen seperti Industri Radio/Radio Cassette, Industri Mesin Proses Minyak Kelapa Sawit, Industri Mesin Proses Pengolahan Gula dan Mesin Proses Pengerjaan Logam. Penguatan struktur industri selama kurun waktu telah terjadi pada Industri Baja, Industri Semen, Industri Petrokimia, Industri Keramik, Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik, Industri Mesin Peralatan Umum, Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Industri Alas Kaki, Industri Pengolahan Kelapa Sawit, Industri Pengolahan Karet dan Barang Karet, Industri Kakao dan Coklat, Industri Pengolahan Kopi, Industri Gula, Industri Pengolahan Tembakau, Industri Pengolahan Buah, Industri Furniture, Industri Kertas, Industri Kendaraan Bermotor, Industri Perkapalan, Industri Kedirgantaraan, Industri Elektronika, Industri Telematika (Telekomunikasi, Komputer dan Peralatannya). Namun perkembangan tersebut dirasakan masih belum memenuhi sebagaimana yang diharapkan. Dari sisi pandang lain diharapkan struktur baru dapat segera berfungsi maksimal dan dapat segera muncul industri yang belum ada dalam struktur industri di tanah air, hal ini menunjukkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri tertentu, baik berupa pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah ada maupun membuka perusahaan pada industri yang belum ada. Sebaran industri di Indonesia masih terkonsentrasi secara geografis di Pulau Jawa dan Sumatera. Pada tahun 2008 persebaran Industri Manufaktur masih terfokus di Pulau Jawa dan Sumatera menyerap 79,83 persen. Adapun tahun 2006 kedua pulau tersebut menyerap 79,5 persen unit usaha yang ada di Indonesia, sementara pada tahun 2004 serapannya 77,5 persen. Realisasi Investasi PMDN menunjukkan perkembangan yang makin membaik walau masih tetap di bawah periode sebelum krisis tahun Sektor III - 9

48 industri merupakan sektor utama yang paling banyak diminati oleh perusahaanperusahaan PMDN. Realisasi Investasi PMDN di sektor industri dari mencapai Rp. 95,72 triliun dari Rp. 144,28 triliun PMDN secara keseluruhan. Investasi sektor industri paling besar terdapat pada industri Kertas dan Percetakan yaitu Rp. 32,15 triliun dengan 59 proyek. Sedangkan realisasi investasi PMA di sektor industri mencapai US$ ,6 Juta dengan Jumlah proyek sebanyak Sedangkan hingga semester I tahun 2010 investasi PMDN sebesar Rp ,5 miliar dengan jumlah proyek sebanyak 267 dan untuk investasi PMA sebesar US$ 1.189,7 dengan jumlah proyek sebanyak 507 proyek. Tahun 2010 hingga Triwulan III penyerapan tenaga kerja di sektor industri besar sedang sebanyak orang, unit usaha, Nilai Produksi sebesar Rp , Nilai Output sebesar Rp , Biaya Input sebesar Rp , dengan Nilai Tambah Bruto sebesar Rp Industri pengolahan telah meningkat rata-rata 6,34 persen pada periode tahun , dengan rincian pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing meningkat 14,82 persen; 20,527 persen, 22,36 persen, dan 27,49 persen dibanding tahun B. ANALISIS CAPAIAN KINERJA MAKRO SEKTOR INDUSTRI Secara kumulatif Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 2010 berada pada angka 6,10 persen (Tabel 3.1), lebih tinggi dari target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen. Bila kita melihat Pertumbuhan PDB berdasar Lapangan Usaha maka pertumbuhan tertinggi terdapat pada sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 13,45 persen disusul dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8,69 persen; sektor bangunan atau konstruksi sebesar 6,98 persen; sektor jasa-jasa sebesar 6,01 persen; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 5,65 persen; sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 5,31 persen; sektor industri pengolahan sebesar 4,48 persen; dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 3,48 persen; sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 2,86 persen. III - 10

49 Tabel 3.1 Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi (tahun dasar 2000, persen) LAPANGAN USAHA PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri Non Migas LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH B A N G U N A N PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH JASA - JASA PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS Sumber : BPS diolah Kemenperin No Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi Sampai dengan tahun 2010, sektor Industri Pengolahan masih menjadi penyumbang tertinggi terhadap perekonomian nasional (Produk Domestik Bruto-PDB). Sektor industri pengolahan pada tahun 2010 menyumbang sekitar 24,82 persen Tabel 3.2 Nilai PDB Sektoral dan kontribusinya terhadap PDB Nasional LAPANGAN USAHA PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % 433, , , , , , , , , , INDUSTRI PENGOLAHAN 919, ,068, ,376, ,477, ,594, a. Migas 172, , , , , b. Non Migas 747, , ,138, ,267, ,384, LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 30, , , , , KONSTRUKSI 251, , , , , PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERSH. 501, , , , , , , , , , , , , , , JASA - JASA 336, , , , , PRODUK DOMESTIK BRUTO 3,339, ,950, ,948, ,603, ,422, PRODUK DOMESTIK BRUTO 2,967, ,534, ,427, ,138, ,924, TANPA MIGAS Sumber : BPS diolah Kemenperin III - 11

50 Setelah terjadinya krisis finansial global tahun 2009 dan dampaknya sangat dirasakan oleh beberapa industri terutama yang melakukan ekspor dengan tujuan pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang akibat melemahnya pasar di negara tersebut. Produk yang terkena dampak cukup berarti antara lain : TPT, produk karet, produk kayu, serta pulp dan kertas, minyak sawit dan produk-produk logam. industri barang kayu dan hasil hutan, mengalami pertumbuhan negatif karena sulitnya pasokan bahan baku dan menurunnya pasar ekspor. Kondisi yang sama juga terjadi pada industri kertas & barang cetakan. industri makanan, minuman & tembakau mengalami penurunan permintaan akibat penurunan daya beli masyarakat. Kondisi melemahnya pasar global tersebut, berakibat terganggunya rencana perluasan investasi. Pada tahun 2010 telah terjadi peningkatan ekspor di 5 (lima) negara besar tujuan ekspor, dimana nilai ekspor di Negara tersebut selama 5 (lima) tahun selalu naik. Sampai dengan tahun 2010, sektor Industri Pengolahan masih menjadi penyumbang tertinggi terhadap perekonomian nasional (Produk Domestik Bruto-PDB). Sektor industri pengolahan pada tahun 2010 menyumbang sekitar 24,82 persen, diikuti oleh sektor pertanian 15,34 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 13,72 persen, seperti terlihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Kontribusi 9 (sembilan) Sektor Ekonomi Terhadap PDB Tahun 2010 III - 12

51 Secara umum semua cabang industri pengolahan non migas mengalami peningkatan, hal ini dapat kita lihat dari nilai pertumbuhan non migas yang mencapai 5,09 yaitu dua kali lebih besar dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya. Dari sembilan cabang industri yang mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2010 sebanyak 8 (delapan) cabang industri dan hanya satu cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu cabang industri Barang kayu & Hasil hutan lainnya. Sedangkan pertumbuhan terbesar disumbangkan dari cabang industri Alat Angkut, Mesin & Peralatannya sebesar 10,35 persen. Kemudian diikuti dengan cabang industri Pupuk, Kimia & Barang dari karet sebesar 4,67 persen, barang lainnya 2,98 persen, Makanan. Minuman dan Tembakau sebesar 2,73 persen, dan Logam Dasar Besi & Baja 2,56 persen, Semen & Brg. Galian bukan logam sebesar 2,16 persen, Tekstil, Barang kulit & Alas kaki sebesar 1,74 persen, Kertas dan Barang cetakan sebesar 1,64 persen. Tabel 3.3 Pertumbuhan PDB: tradables (persen) No LAPANGAN USAHA PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. K e h u t a n a n e. P e r i k a n a n PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN a. Minyak dan gas bumi b. Pertambangan Bukan Migas c. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri M i g a s ). Pengilangan Minyak Bumi ). Gas Alam Cair b. Industri bukan Migas ). Makanan. Minuman dan Tembakau ). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki ). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya ). Kertas dan Barang cetakan III - 13

52 No LAPANGAN USAHA ). Pupuk, Kimia & Barang dari karet ). Semen & Brg. Galian bukan logam ). Logam Dasar Besi & Baja ). Alat Angk., Mesin & Peralatannya ). Barang lainnya LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH a. L i s t r i k b. Gas Kota c. Air bersih KONSTRUKSI PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. H o t e l c. R e s t o r a n PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. P e n g a n g k u t a n ). Angkutan Rel ). Angkutan Jalan raya ). Angkutan laut ). Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan ). Angkutan Udara ). Jasa Penunjang Angkutan b. K o m u n i k a s i KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERSH a. B a n k b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Real Estate e. Jasa Perusahaan JASA JASA a. Pemerintahan Umum ). Adm. Pemerintahan & Pertahanan ). Jasa Pemerintahan lainnya b. S w a s t a ). Sosial Kemasyarakatan ). Hiburan dan Rekreasi ). Perorangan dan Rumah tangga PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS Sumber : BPS, diolah Kemenperin * Angka sementara III - 14

53 Industri Non Migas terus mengalami penurunan sejak tahun 2005 sebagaimana dilihat pada Tabel 3.4. Dari tabel tersebut terdapat empat industri yang mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2010 hanya terdapat satu industri yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu industri barang kayu & hasil hutan lainnya sebesar -3,50 persen. Sedangkan cabang industri yang menunjukkan pertumbuhan positif ada delapan yakni Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 10,35 persen; Pupuk, Kimia & Barang dari karet sebesar 4,67 persen; Barang lainnya sebesar 2,98 persen; Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 2,73 persen; Logam Dasar Besi & Baja sebesar 2,56 persen; Semen & Barang Galian bukan logam 2,16 persen; Tekstil, Barang kulit & Alas kaki sebesar 1,74 persen serta Kertas dan Barang Cetakan sebesar 1,64 persen. Kondisi cabang-cabang industri pada tahun 2010mulai menunjukkan kondisi yang baik dengan naiknya pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas sebesar 5,09 sebesar dimana pada tahun 2009 hanya sebesar 2,56 persen. Terdapat dua industri yang mengalami penurunan dan kenaikan yang cukup tinggi, untuk kenaikan terbesar terjadi pada Industri Alat Angkut, Mesin & Peralatannya sebesar 10,35 persen dan penurunan terbesar terjadi pada Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 2,73 persen. No Tabel 3.4 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas Cabang Industri Pertumbuhan (%) Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki Brg. kayu & Hasil hutan lainnya Kertas dan Barang cetakan Pupuk, Kimia & Barang dari karet Semen & Brg. Galian bukan logam Logam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannya Barang lainnya Total Industri Pengolahan Non Migas Sumber: BPS, diolah Kemenperin Ditinjau dari realisasi investasi dalam negeri (PMDN), total realisasi industri manufaktur mengalami peningkatan pada tahun 2009 dibanding tahun 2008, dengan nilai realisasi tertinggi pada cabang Industri Kimia dan III - 15

54 Farmasi sebesar 5.850,1 miliar rupiah diikuti dengan Industi Makanan, sebesar 5.768, miliar rupiah. Nilai realisasi Industri Kimia dan Farmasi mengalami peningkatan yang sangat besar pada tahun 2009 sebesar lebih dari 10 kali realisasi dibanding tahun sebelumnya (Tabel 3.5). Realisasi tahun 2008 sebesar 503,8 miliar rupiah sedangkan pada tahun 2009 sebesar 5.850,1 miliar rupiah. Apabila ditinjau dari jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan, maka tahun 2009 mengalami penurunan pengajuan izin usaha jika di bandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 triwulan III realisasi investasi mencapai ,92 miliar rupiah dengan jumlah proyek sebanyak 365. Realisasi semester IV atau akhir tahun 2010 belum bisa kita dapatkan dikarenakan belum di publikasikan oleh pihak BKPM. Tabel 3.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) Industri NO. SEKTOR ** P I P I P I P I P I 1 Industri Makanan 19, ,3 27, ,7 49, ,7 34, , ,49 2 Industri Tekstil 7,0 81,7 8,0 228,2 20,0 719,7 23, , ,33 Ind. Barang Dari Kulit & Alas 0 3 1,0 4,0 2,0 58,5 2,0 10,1 1,0 4,0 1 Kaki 4 Industri Kayu 9,0 709,0 3,0 38,8 4,0 306,6 2,0 33, Ind. Kertas dan Percetakan 9, ,2 8, ,2 14, ,7 8, , ,01 6 Ind. Kimia dan Farmasi 10, ,9 14, ,2 23,0 503,8 15, , ,94 7 Ind. Karet dan Plastik 11,0 253,6 10,0 564,5 26,0 794,2 31, , ,63 8 Ind. Mineral Non Logam 4,0 218,2 2,0 124,2 7,0 845,3 4,0 786, ,96 9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 22, ,2 17, ,6 31, ,3 31, , ,63 10 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi 0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,0 7,0 0,0 0,0 & Optik dan Jam 11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat 294,93 4,0 116,6 8,0 609,4 6,0 314,7 3,0 66,5 10 Transportasi Lain 12 Industri Lainnya 0,0 0,0 2,0 36,5 4,0 38,4 6,0 279,5 1 0 Jumlah 96, ,7 101, ,8 188, ,5 158, , ,92 CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga. 2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp. Milyar 4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 30 September 2010 Sumber : BKPM (2010) Ditinjau dari realisasi Nilai investasi PMA pada tahun 2009 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2008 yakni dari sebesar US$ 4.515,3 Juta menjadi US$ 3.831,1 Juta. Dari sejumlah tersebut, kontribusi investasi 3 besar pada tahun 2009 berada pada sub sektor industri kimia dan farmasi dengan nilai US$ III - 16

55 1.183,1 juta, kemudian diikuti industri logam, mesin dan elektronik sebesar US$ 654,9 juta dan industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain sebesar US$ 583,4 juta (Tabel 3.6). Jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan untuk investasi PMA rata-rata mengalami penurunan pada tahun Total izin yang dikeluarkan adalah sejumlah 474 izin pada tahun 2009 dibandingkan 495 izin pada tahun 2008, atau terjadi penurunan sebesar 4,24 persen. Pada tahun 2010 triwulan III realisasi investasi mencapai miliar rupiah dengan jumlah proyek sebanyak 829. Realisasi semester IV atau akhir tahun 2010 belum bisa kita dapatkan dikarenakan belum di publikasikan oleh pihak BKPM. Tabel 3.6 Perkembangan Realisasi Investasi (PMA) SEKTOR ** NO. P I P I P I P I P I 1 Industri Makanan 45,0 354,4 53,0 704,1 42,0 491, ,1 8 27,7 2 Industri Tekstil 61,0 424,0 63,0 131,7 67,0 210, ,4 3 1,4 Ind. Barang Dari Kulit & ,3 3 11,0 51,8 10,0 95,9 20,0 145, ,6 Alas Kaki 4 Industri Kayu 18,0 58,9 17,0 127,9 19,0 119, , ,3 5 Ind. Kertas dan Percetakan 16,0 747,0 11,0 672,5 15,0 294, , ,5 6 Ind. Kimia dan Farmasi 32,0 264,6 32, ,7 42,0 627, , ,2 7 Ind. Karet dan Plastik 33,0 112,7 36,0 157,9 51,0 272, , ,5 8 Ind. Mineral Non Logam 7,0 94,8 6,0 27,8 11,0 266,5 8 19, ,6 9 Ind. Logam, Mesin & 66 73,43 86,0 955,2 99,0 714,1 140, , ,9 Elektronik 10 Ind. Instru. Kedokteran, 30 0,9 1,0 0,2 1,0 10,9 7,0 15,7 5 5,1 Presisi & Optik dan Jam 11 Ind. Kendaraan Bermotor ,0 438,5 38,0 412,3 47,0 756, ,4 & Alat Transportasi Lain 12 Industri Lainnya 25,0 117,1 24,0 30,2 34,0 34, , ,2 Jumlah 363, ,2 390, ,0 495, , , ,513 CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga. 2. P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan 3. I : Nilai Realisasi Investasi dalam US$ Juta 4. Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 30 September 2010 Sumber : BKPM (2010) Ditinjau dari peranan cabang industri, cabang-cabang industri pengolahan non migas yang memberikan kontribusi tinggi terhadap PDB adalah cabang industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 33,60 persen, cabang industri alat angkut, mesin dan peralatannya 28,14 persen, industri pupuk, kimia dan barang dari karet 12,73 persen, serta cabang industri lainnya memiliki peran di bawah 10 persen. III - 17

56 Tabel 3.7 Peranan Cabang Industri terhadap Total Sektor Industri CABANG INDUSTRI ). Makanan, Minuman dan Tembakau 28,58 28,46 29,80 30, ). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 12,40 12,06 10,56 9, ). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 5,67 5,97 6,19 6, ). Kertas dan Barang cetakan 5,45 5,30 5,12 4, ). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 12,25 12,59 12,50 13, ). Semen & Brg. Galian bukan logam 3,95 3,88 3,70 3, ). Logam Dasar Besi & Baja 2,96 2,77 2,58 2, ). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 27,81 28,02 28,69 28, ). Barang lainnya 0,93 0,95 0,85 0, Industri tanpa Migas 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS Diolah Kemenperin 2. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan Perkembangan ekspor total industri nasional selama tahun 2005 hingga tahun 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 84,19 persen. Pertumbuhan ini disumbang oleh 12 industri yang tumbuh selama empat tahun terakhir sebesar 62,12 persen. Total nilai sumbangan ekspor 12 besar sektor industri tahun 2010 sebesar US$ ,77 juta dibandingkan tahun 2005 sebesar US$ ,71 juta. Industri Pengolahan kelapa/kelapa Sawit masih menjadi penyumbang paling tinggi dengan nilai US$ ,8 juta diikuti dengan Industri Tekstil sebesar US$ ,50 juta. Serta Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif sebesar US$ ,00 juta. Adapun penyumbang terkecil adalah industri kulit, barang kulit dan sepatu/alas kaki sebesar US$ 2.665,60 juta. Total ekspor non migas tahun 2010 mencapai US$ ,50 juta serta ekspor migas sebesar US$ ,60 juta (Gambar 3.2). Gambar 3.2 Perkembangan Ekspor Migas dan Non Migas III - 18

57 Tabel 3.8 Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 s/d 2010 (juta US $) No URAIAN Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit 2 Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif Pertumbuhan (%) , , , , , , , , , , , , T e k s t i l 8.584, , , , , , Pengolahan Karet 3.545, , , , , , Elektronika 7.853, , , , , , Pengolahan Tembaga, Timah dll , , , , , , Pulp dan Kertas 3.257, , , , , , Pengolahan Kayu 4.476, , , , , , Kimia Dasar 2.750, , , , , , Makanan dan Minuman 1.647, , , , , , Alat-alat Listrik 1.456, , , , ,58 2, Kulit, Barang Kulit dan Sepatu/Alas Kaki 1.683, , , , , , Total 12 Besar Industri , , , , , , Total Industri Non Migas , , , , , , Non migas , , , , , , Migas , , , , , , Total Ekspor Nasional 85, , , , , , Sumber : BPS, diolah Kemenperin Total nilai impor Nasional tahun 2010 sebesar US$ ,28 juta, nilai tersebut jauh lebih bila dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar US$ ,24 juta (Tabel 3.9). Nilai industri non migas sebesar US$ ,40 juta. Total nilai impor tersebut terserap pada 9 industri sebesar US$ ,80 juta. Industri yang menyerap impor paling tinggi adalah industri besi baja, mesin-mesin dan otomotif sebesar US$ ,60 juta pada tahun Nilai ini naik sebesar 36,41 persen dibandingkan tahun Industri elektronika tahun 2010 menyerap nilai impor sebesar US$ ,20 juta dan industri kimia dasar sebesar US$ ,50 juta. Total impor non migas tahun 2010 mencapai US$ 108,25 Miliar serta ekspor migas sebesar US$ 27,41 Miliar (Gambar 3.3). III - 19

58 Gambar 3.3 Perkembangan Impor Migas dan Non Migas Secara rinci, perkembangan impor per cabang industri selama tahun 2005 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 3.9 di bawah ini. Tabel 3.9 Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2005 s/d 2010 (US $ Juta) No URAIAN Pertumbuhan (%) * 1 Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif , , , ,69 2 Elektronika 2.413, , , ,71 3 Kimia Dasar 5.935, , , ,70 4 T e k s t i l 1.026, , , ,78 5 Makanan dan Minuman 1.914, , , ,97 6 Pulp dan Kertas 1.298, , , ,49 7 Alat-alat Listrik 877,79 852, , ,79 8 P u p u k 518,87 624,65 761, ,64 9 Barang-barang Kimia lainnya 1.167, , , ,64 Total 9 Besar Industri , , , ,42 Total Industri Non Migas , , , ,67 Non Migas , , , ,41 Gas , , , ,90 31, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total Impor Nasional 57, , , , , , Sumber : BPS, diolah Kemenperin III - 20

59 Golongan Barang Barang Konsumsi Bahan Baku Barang Modal Total Impor Berdasarkan penggunaan, impor barang dibagi menurut barang konsumsi, bahan baku dan barang modal. Impor barang konsumsi, impor bahan baku/penolong dan impor barang modal pada periode yang sama juga mengalami peningkatan yang cukup tajam. Peran impor bahan baku mengambil persentase paling besar yakni 72,16 persen diikuti barang modal 19,84 persen dan barang konsumsi 8,00 persen. Pada tahun 2009, impor barang konsumsi mengalami penurunan sebesar 6,52 persen dibanding tahun 2008, bahan baku menurun persen dan barang modal sebesar persen. Tahun 2008 impor barang konsumsi naik 35,46 persen dibandingkan tahun sebelumnya, impor bahan baku sebesar 75,88 persen dan barang modal sebesar 85,39 persen Tabel 3.10 Perkembangan Impor Menurut Golongan Penggunaan Persen Perub Persen Perub Persen Perub Persen Perub. 2010* Peran (%) terhadap total impor 4.752, ,84 11, ,56 33, ,11 35, , , , ,24 4, ,14 19, ,74 75, , , , ,39 10, ,72 25, ,46 85, , , , ,47 5, ,43 21, ,31 73, , , Sumber : BPS, diolah Kemenperin Neraca perdagangan non migas sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 selalu mengalami surplus. Surplus neraca perdagangan non migas tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan surplus sebesar US$ ,71. Secara rinci, neraca perdagangan non migas dapat dilihat pada Gambar 3.3 dibawah ini. Gambar 3.4 Neraca Perdagangan Non Migas III - 21

60 C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA SASARAN STRATEGIS PERSPEKTIF STAKEHOLDERS TAHUN 2010 Penilaian atas pelaksanaan tugas Kementerian Perindustrian dilakukan melalui pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian Perindustrian. Pengukuran kinerja sasaran strategis perspektif stakeholders mempunyai 7 (tujuh) sasaran strategis dengan 13 indikator kinerja utama, yaitu: C.1. Tingginya Nilai Tambah Industri. Seperti tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun , sasaran strategis yang akan dicapai Kementerian Perindustrian dalam rangka pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan adalah tingginya nilai tambah industri yang akan diukur melalui indikator kinerja yaitu: 1. Laju pertumbuhan industri yang memberikan nilai tambah dicari melalui pertumbuhan nilai tambah dihitung dengan melihat tingkat pertumbuhan ratarata sektor industri sesuai data dari BPS. Untuk setiap sektor akan mengikuti dengan mencantumkan nilai pertumbuhan dalam persentase masing-masing jenis industri dan data diperoleh dari BPS dengan target 4,99 persen. 2. Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB Nasional dicari melalui besaran persentase kontribusi industri manufaktur terhadap PDB Nasional dengan target 23,92 persen. Realisasi, target serta capaian dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dapat dilihat pada tabel III - 22

61 Tabel Capaian IKU dari Tingginya Nilai Tambah Industri. Sasaran Strategis IKU Target Realisasi Capaian Tingginya Nilai Tambah Industri Laju pertumbuhan industri yang memberikan nilai tambah Kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional Nilai Capaian Tingginya Nilai Tambah Industri Nilai capaian tingginya nilai tambah industri mencapai 96,05 persen merupakan merupakan salah satu dampak dari sejumlah sasaran yang telah dicapai oleh Kementerian Perindustrian melalui kinerjanya di tahun Upaya yang dilakukan Kementerian Perindustrian guna mencapai target tingginya nilai tambah industri melalui: perumusan kebijakan, pelayanan dan fasilitasi, serta pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Salah satu upaya yang dilakukan guna meningkatkan laju pertumbuhan industri adalah melalui pengembangan Iklim usaha, diantaranya telah dilakukan sosialisasi pengawasan produk, 5 (lima) workshop kebijakan tarif dan non tariff serta 2 (dua) sosialisasi peraturan terbaru; usulan kebijakan harmonisasi tarif, penyempurnaan tata niaga pajak ekspor, Evaluasi Non Tariff Measure (NMT) dan Non tariff Barrier (NTB) dan penetapan Rule of Origin;. Hal ini dilakukan agar dunia usaha baik dalam dan luar negeri tetap mempertahankan investasi industri yang ada dan mengembangkan atau menarik investasi baru untuk ditanam pada industri manufaktur di Indonesia sehinggga terjadi pertumbuhan industri. Penurunan/Penghapusan Tarif dan PPnBM merupakan salah satu cara pemerintah dalam memberikan insentif untuk peningkatan daya saing industri melalui kebijakan fiskal, yang mana kebijakan ini memiliki tujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama dari kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Kebijakan insentif Bea Masuk perlu dilakukan dalam rangka memperkuat daya III - 23

62 saing industri nasional dalam menghadapi persaingan dari luar. Dalam skema CEPT, 80% lebih tarifnya sudah 0% dan tahun 2010 untuk normal tarif bea masuknya semuanya 0%, selain itu untuk di ketahui dibawah payung ASEAN melakukan FTA dengan Korea, China, serta tahun 2008 telah dilakukan bilateral FTA dengan Jepang (IJ-EPA). Diperkirakan tahun 2011 dibawah payung ASEAN melakukan FTA dengan ANZ (Australia New Zealand), India, dan kemungkinan Eropa. Kebijakan BMDTP baru pertama kali dilaksanakan di tahun 2008 dan penerapan kebijakan ini dan sistem anggaran Nasional adalah hybrid antara anggaran dan kepabeanan. Dengan pemberdayaan produk dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri/impor merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengembangan investasi yang sudah ada maupun untuk menumbuhkan investasi baru melalui pelaksaan pameran atau promosi. Laju pertumbuhan Industri Alat Transportasi dan Telematika tahun 2010 terhadap 2009 adalah sebesar 10,35 %. Kontribusi Industri manufaktur untuk tahun 2010 adalah sebesar 28,14 % meningkat dibandingkan tahun 2009 dimana pada tahun tersebut kontribusinya sebesar 27,33%. Pada tahun 2010 dilakukan beberapa restrukturisasi permesinan salah satunya restrukturisasi pabrik gula, restrukturisasi permesinan industri alas kaki dan penyamakan kulit. Bantuan modal investasi bagi pembelian mesin-mesin pabrik tersebut menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan laju pertumbuhan industri mesin nasional menjadi sebesar 7 persen pada tahun 2010, serta tercapainya kontribusi industri mesin terhadap PDB sebesar 4,29 persen dari target sebesar 1,4 persen. Restrukturisasi tersebut dilaksanakan dengan mekanisme bantuan modal investasi dan bantuan tersebut berhasil diserap oleh 24 perusahaan alas kaki dan penyamakan kulit dari 29 perusahaan yang dialokasikan. Restrukturisasi permesinan industri alas kaki dan penyamakan kulit tersebut berhasil menarik investasi barang modal sebesar Rp. 183 Milyar disamping itu, laju pertumbuhan industri aneka meningkat sebesar 5,32 persen dan utilisasi kapasitas produksi sebesar 65,46 persen. Restrukturisasi permesinan industri TPT, pabrik gula, alas kaki dan penyamakan kulit realisasinya melebihi target dari yang telah ditetapkan, dari yang semula target sebanyak 136 perusahaan terealisasi menjadi 174 perusahaan. III - 24

63 Berdasarkan data dari laju pertumbuhan PDB pada tahun 2010 sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 4,48 persen. Hasil tersebut naik jika dibandingkan pada tahun 2009 yang hanya mencapai 2,16 persen. Angka tersebut disumbangkan oleh industri bukan migas sebesar 5,09 persen dan industri migas yang menurun sebesar 2,31 persen seperti terlihat pada tabel Tabel 3.12 Laju Pertumbuhan Industri Pengolahan Komulatif LAPANGAN USAHA 2009* 2010** I II III IV I II III IV INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri M i g a s b. Industri bukan Migas ). Makanan, Minuman dan Tembakau ). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki ). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya ). Kertas dan Barang cetakan ). Pupuk, Kimia & Barang dari karet ). Semen & Brg. Galian bukan logam ). Logam Dasar Besi & Baja ). Alat Angk., Mesin & Peralatannya ). Barang lainnya PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS Sumber: BPS, diolah Depperin. * Angka sementara, ** Angka sangat sementara PDB atas dasar harga berlaku tahun 2010, sektor ekonomi yang menunjukkan nilai tambah terbesar adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp. 1,594,330.4 miliar atau (24.82 persen) terhadap total PDB, kemudian sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar Rp. 985,143.6 milliar (15.34 persen), sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp. 881,108.5 milliar (13.72 persen), sektor pertambangan dan penggalian sebesar 716,391.2 miliar (11.15 persen), sektor konstruksi/bangunan sebesar Rp 660,967.5 miliar (10.29 persen), sektor jasa-jasa sebesar Rp 654,680 miliar (10.19 persen), sektor keuangan-real estate-jasa perusahaan Rp 462,788.8 miliar (7.21 persen), sektor pengangkutan-komunikasi sebesar Rp 417,466 miliar (6.50 persen) dan terakhir paling kecil sektor listrik-gas-air bersih sebesar Rp 50,042.2 miliar (0.78 persen) (Gambar 3.5). Rp III - 25

64 Gambar 3.5 PDB 9 (sembilan) Sektor Ekonomi Tahun 2010 Secara rinci, Produk Domestik Bruto sektor ekonomi mulai dari tahun 2008 berdasarkan jenis lapangan usaha dapat dilihat pada tabel 3.13 dibawah ini. Tabel 3.13 PDB Menurut Sektor Ekonomi/Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Milliar Rupiah) LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN Nilai PDB Harga Berlaku * 2010** 716, , , PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 541, , , INDUSTRI PENGOLAHAN 1,376, ,477, ,594,330.4 a. INDUSTRI MIGAS 237, , ,086.4 b. INDUSTRI NON MIGAS 1,138, ,267, ,384, LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 40, , , B A N G U N A N 419, , , PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 691, , , PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 312, , , KEUANGAN, REAL ESTATE & JASA PERSH. 368, , , JASA - JASA 481, , ,680.0 PDB 4,948, ,603, ,422,918.2 PDB NON MIGAS 4,427, ,138, ,924,008.2 Sumber : BPS * Angka Sementara, ** Angka Sangat Sementara III - 26

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Perindustrian ini disusun

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF i Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan

Ringkasan Eksekutif Pemantapan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan Lakip Kementerian Perindustrian Tahun 2013 Ringkasan Eksekutif Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung jawab semua instansi pemerintah dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 BIRO PERENCANAAN 2016 Ringkasan Eksekutif Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 BIRO PERENCANAAN 2015 Ringkasan Eksekutif Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012

RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 RENCANA KINERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2011 KATA PENGANTAR Tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan penyelenggaraan manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

Organisasi. struktur. Kementerian Perindustrian

Organisasi. struktur. Kementerian Perindustrian Organisasi struktur Kementerian Perindustrian 2 3 Daftar Isi Kata Pengantar 3 4 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Kata Pengantar Struktur Organisasi Kementrian Perindustrian Arah Kebijakan Pembangunan

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Daftar Isi Kata Pengantar Pembentukan struktur organisasi baru Kementerian Perindustrian yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian nomor 105/M-IND/

Lebih terperinci

!"!"!#$%"! & ' ((( ( ( )

!!!#$%! & ' ((( ( ( ) !"!"!#$%"! & ' ((( ( ( ) *(+(, ( -./ *0$" I. Pendahuluan A. Ciri Umum ILMTA B. Lingkup Industri Binaan Ditjen ILMTA C. Gambaran Umum Perkembangan Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Tahun 2005 s/d 2009

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian Kementerian Perindustrian Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Triwulan I Berdasarkan PP No. 39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2012 Laporan Konsolidasi Program Dirinci

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Penjabat Gubernur Sulawesi

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2010 2014 (REVISI II) DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2012 KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN BARAT INDONESIA TAHUN 2008 Surabaya,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KATA PENGANTAR Sebagai salah satu unit Eselon

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah- Nya kami dapat menyusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2016 Dinas Koperasi UKM dan Perindag Kota Bandung Tahun

Lebih terperinci

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN I. VISI No 01 II. MISI No 01 02 03 04 05 06 07 Uraian Visi Visi Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014 RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN JAKARTA, APRIL DAFTAR ISI I. Laporan Rekapitulasi Rencana Kerja Kementerian Perindustrian Tahun Anggaran II. Rekapitulasi Per Program Rincian kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 Kementerian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 BIRO PERENCANAAN 2017 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan 1 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2014

LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2014 BIRO PERENCANAAN 2015 KATA PENGANTAR Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.: 021-5255509

Lebih terperinci

II Tahun Anggaran 2013

II Tahun Anggaran 2013 Tahun Anggaran 2013 II Laporan Konsolidasi Program Dirinci Menurut Kegiatan Laporan Konsolidasi Program Dirinci Menurut Fungsi dan Subfungsi Kendala Yang Dihadapi dan Tindak Lanjut Tahun Anggaran 2013

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2011

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2011 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006 DIISI OLEH KEPALA SKPD/KEPALA BAPPEDA/MENTERI/KEPALA LEMBAGA LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2016

LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006 DIISI OLEH KEPALA SKPD/KEPALA BAPPEDA/MENTERI/KEPALA LEMBAGA LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dapat diselesaikan untuk memenuhi ketentuan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 I PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 250,0 275,0 320,0 360,0 1 Peningkatan Pengelolaan Pelayanan Publik 2 Pengembangan SDM Industri Tersebarnya informasi,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Syarif Hidayat

KATA PENGANTAR. Syarif Hidayat Laporan Kinerja Sekretariat Jenderal Tahun 2015 i KATA PENGANTAR Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung jawab semua instansi pemerintah dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Yth. Para Peserta Seminar serta Saudarasaudara

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Yth. Para Peserta Seminar serta Saudarasaudara POKOK-POKOK PIKIRAN MEN E PE INDUS IAN PA A "SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD" DENGAN TEMA : "MENUJU SWASEMBADA YANG KOMPETITIF DAN BERKELANJUTAN SERTA MENDORONG PRODUK-PRODUK UNGGULAN MENlADI PRIMADONA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI,

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP), melalui Keputusan Direktur Jenderal P2HP Nomor KEP.70/DJ-P2HP/2010 tanggal 17

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO

RENCANA STRATEGIS TAHUN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2015 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO NOMOR : 20.1/IA/PER/3/2015

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.76, 2015 ADMINISTRASI. Pemerintah. Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Penyelenggaraan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB II 2.1. RENCANA STRATEGIS

BAB II 2.1. RENCANA STRATEGIS BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS Agenda pembangunan bidang ekonomi sebagaimana tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2009-2014 adalah meningkatkan percepatan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/M-IND/PER/11/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

Plt. Sekretaris Jenderal Haris Munandar N

Plt. Sekretaris Jenderal Haris Munandar N KATA PENGANTAR Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan tanggung jawab semua instansi pemerintah dalam rangka mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016 SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2017 SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Telp.:

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 22 Januari 2015 Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Ir. Saut P. Hutagalung, M.Sc

KATA PENGANTAR. Jakarta, 22 Januari 2015 Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Ir. Saut P. Hutagalung, M.Sc KATA PENGANTAR Laporan Kinerja merupakan wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders dan memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 yang mengamanatkan setiap instansi pemerintah/lembaga negara yang

Lebih terperinci

Rencana Kinerja Tahunan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Bandung Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rencana Kinerja Tahunan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Bandung Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita- cita bangsa bernegara

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Jakarta, 5-7 Februari 2014 Rapat Kerja dengan tema Undang-Undang Perindustrian Sebagai Landasan Pembangunan Industri Untuk Menjadi Negara

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1996 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1996 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1996 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 1984 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DEPARTEMEN SEBAGAIMANA TELAH DUA PULUH LIMA KALI DIUBAH,

Lebih terperinci

13. Untuk pencapaian kinerja program yang terbagi dalam 2 (dua) program, terlihat nilai pencapaian kinerjanya sebagai berikut :

13. Untuk pencapaian kinerja program yang terbagi dalam 2 (dua) program, terlihat nilai pencapaian kinerjanya sebagai berikut : RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Sekretariat Jenderal Tahun 2011 adalah perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PELANTIKAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 6 MEI 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PELANTIKAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 6 MEI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PELANTIKAN JABATAN PIMPINAN TINGGI MADYA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 6 MEI 2015 Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam Sejahtera dan Selamat Sore, Yang

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN p PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Saudara Rektor Universitas Nusa

Lebih terperinci

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31.1/MIND/PER/3/2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA DIREKTORAT INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH LMEA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Tentang Organisasi 3.1.1 Sejarah Organisasi Sejak terbentuknya Kabinet Republik Indonesia I dengan sistem presidensiil tanggal 19 Agustus 1945, maka wewenang dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M. KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja merupakan wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders dan memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 yang mengamanatkan setiap instansi pemerintah/lembaga

Lebih terperinci

PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS BELANJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 2012

PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS BELANJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 2012 NO KODE UNIT KERJA/PROGRAM PAGU ANGGARAN ESELON I MENURUT PROGRAM DAN JENIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA. 212 BARANG MODAL (Dalam ribuan rupiah) 1 SEKRETARIAT JENDERAL 12,47,993 53,265,361 283,213,727

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016

RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016 RENCANA KINERJA TAHUN ANGGARAN 2016 BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI BESAR TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI Jalan Ki Mangunsarkoro 6 Semarang 50136 Tromol Pos 829 Telp.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif. vii

Ikhtisar Eksekutif. vii Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi

Lebih terperinci

PETA STRATEGI DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DAN UNIT ESELON I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

PETA STRATEGI DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DAN UNIT ESELON I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN PETA STRATEGI DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DAN UNIT ESELON I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41/M-IND/PER/3/2010 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Tahun Anggaran 2013 III

Tahun Anggaran 2013 III Tahun Anggaran 2013 III Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal 29 Nopember 2006 DIISI OLEH KEPALA SKPD/KEPALA BAPPEDA/MENTERI/KEPALA LEMBAGA LAPORAN KONSOLIDASI

Lebih terperinci

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT 2015 SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2014 Nomor : LAP-3/IPT/2/2015 Tanggal :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 7 BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat Dinas Perindustrian Kota Semarang Dinas Perindustrian Kota Semarang terletak di Jalan Pemuda No. 175 Gedung Pandanaran lantai 4 Semarang, sebelum menempati

Lebih terperinci