1.1 LATAR BELAKANG MAKSUD, TUJUAN & SASARAN LINGKUP KEGIATAN METODA PENDEKATAN SISTIMATIKA PENULISAN LAPORAN...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1.1 LATAR BELAKANG MAKSUD, TUJUAN & SASARAN LINGKUP KEGIATAN METODA PENDEKATAN SISTIMATIKA PENULISAN LAPORAN..."

Transkripsi

1 JANUARI 2010

2 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAKSUD, TUJUAN & SASARAN LINGKUP KEGIATAN METODA PENDEKATAN SISTIMATIKA PENULISAN LAPORAN... 3 Bab 2 NILAI STRATEGIS, PERAN PENTING & DELINIASI KAWASAN HOB 2.1 NILAI STRATEGIS, PERAN PENTING KAWASAN HOB Nilai Strategik dan Fungsi Penting Kawasan HoB Proses Kerjasama Pengelolaan Kawasan HoB Rencana Aksi DELINIASI KAWASAN HOB Dasar Penetapan Deliniasi Alternatif Deliniasi Kawasan... 9 Bab 3 KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN HOB 3.1 ARAHAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN HOB Arahan RTRWN A. Posisi Kawasan HoB dalam Rencana Pola Ruang RTRWN 12 B. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang RTRWN Arahan RTR Pulau Kalimantan Arahan RTRW Propinsi A. RTRW Propinsi Kalimantan Barat B. RTRW Propinsi Kalimantan Timur C. RTRW Propinsi Kalimantan Tengah KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SEKTORAL DAN ANTAR NEGARA Kajian kebijakan Sektoral A. Kebijakan Lingkungan Hidup B. Kebijakan Kehutanan C. Kebijakan ESDM D. Kebijakan Perekonomian E. Kebijakan Sosial Budaya F. Kebijakan Pariwisata i

3 3.2.2 Inventarisasi Ketentuan Pemanfaatan Ruang Antar Negara 44 A. Ketentuan Terkait Pengaturan Perbatasan B. Ketentuan Terkait Pengelolaan Kawasan DAS C. Ketentuan Terkait Infrastruktur Jalan D. Ketentuan Terkait Kawasan Lindung E. Ketentuan Terkait Kawasan Budidaya Bab 4 PROFIL KAWASAN HOB 4.1 PROFIL FISIK & EKOSISTEM KAWASAN Wilayah Administrasi Kondisi Geografis HoB Ekosistem Kawasan PROFIL SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA, PERTAHANAN & KEAMANAN PROFIL PEMANFAATAN RUANG & PERIJINAN PEMANFAATAN RUANG PROFIL PENGELOLAAN KAWASAN Bab 5 ANALISIS PENGELOLAAN KAWASAN HOB 5.1 ANALISIS KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI (KBKT/HCV) ANALISIS JARINGAN EKOSISTEM & KORIDOR ANALISIS KESESUAIAN LAHAN ANALISIS SOSIAL BUDAYA.. 83 Bab 6 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN HOB 6.1 KONSEP DASAR KEBIJAKAN & STRATEGI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KEBIJAKAN & STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN POLA PENGEMBANGAN KAWASAN BUDIDAYA KONSEPSI KERJA SAMA ANTAR NEGARA & WILAYAH ii

4 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan jantung Kalimantan (Heart of Borneo/ HoB) telah dideklarasikan oleh tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei, sebagai kawasan penting untuk konservasi keanekaragaman hayati dan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan. Ada lima program utama yang telah dibahas oleh tiga Negara dalam rangka pengelolaan kawasan HoB yaitu program kerjasama konservasi lintas batas Negara. Program ini difokuskan untuk melihat pengelolaan sumber daya alam lintas Negara dan kesejahteraan masyarakat yang hidup dikawasan perbatasan. Program kedua difokuskan pada pengelolaan kawasan konservasi yang lebih efektif. Dimana dalam program ini konektivitas kawasan konservasi dan pengelolaan kawasan tersebut dapat dilakukan secara efektif dan partisipatif bersama masyarkat setempat. Program ketiga lebih difokuskan kepada pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Telah disadari bahwa dalam kawasan HoB terdapat kawasan budidaya yang juga memerlukan panduan sesuai dengan prinsip dan kriteria penggunaan lahan secara berkelanjutan termasuk teknik-teknik harvesting yang lebih ramah lingkungan. Beberapa contoh seperti penerapan system sertifikasi pada kawasan konsesi hak pengelolaan hutan (HPH) dengan memperhatikan aspek social, ekologi dan produksi secara berimbang. Begitupula di bidang pertanian dengan mengembangkan budidaya pertanian yang berkelanjutan. Termasuk kegiatan pertambangan yang dilakukan secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan social. Program keempat difokuskan untuk pengembangan ekotorurism dimana kawasan HoB dapat mengembangkan infrastruktur yang mengarah kepada pengembangan ekowisata sebagai salah satu kegiatan ekonomi dari jasa lingkungan. Program kelima adalah pengembangan kapasitas staf dalam rangka mencapai perwujudkan program-program yang telah ditetapkan. Berbagai program tersebut diatas perlu dijabarkan dalam konteks keruangan dimana rencana tata ruang Nasional, Propinsi dan Kabupaten/ Kota semestinya dapat sejalan dengan program-program utama yang didorong dikawasan HoB, sekaligus sebagai kawasan kerjasama tiga Negara. Untuk mencapai hal tersebut, kawasan jantung Kalimantan (HoB), telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Kawasan Strategis Nasional Perbatasan dan jantung Kalimantan (HoB) yang telah ditetapkan dalam PP No 26 tahun 2008, tentang Tata Ruang Nasional. Dimana KSN HoB lebih ditekankan sebagai kawasan yang perlu dikelola dengan mengedepankan aspek konservasi dan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam KSN HoB terdapat kawasan-kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya termasuk arahan pengembangan struktur ruang. Untuk itu perlu dikaji lebih mendalam baik dari aspek kebijakan ruang, draft rencana RTRW propinsi yang mencakup kawasan HoB (Kalimantan Barat, Kalimatan Timur dan Kalimantan Tengah), Rencana Aksi tiga negara yang telah disusun dalam rencana aksi nasional HoB, kajian biology, hidrologi, dan fisik. 1

5 Dengan demikian kajian ini dapat sebagai input guna menyusun arahan peruntukan dan penggunaan lahan di kawasan KSN HoB. Kajian ruang KSN HoB dapat sebagai kajian fakta dan analisis untuk memberikan masukkan dalam penyusunan rencana penataan ruang KSN HoB. 1.2 MAKSUD, TUJUAN dan SASARAN Maksud dari penyusunan laporan ini adalah untuk menyiapkan dokumen kajian ruang kawasan strategis nasional HoB bagi kepentingan kerjasama antar negara dalam pengelolaan kawasan HoB. Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan ini adalah : 1. Melakukan kajian ruang KSN HOB berdasarkan rencana aksi nasional HoB, kondisi bio-fisik, kebijakan ruang propinsi di Kalbar, Kalteng dan Kaltim dan aspek pendukung lainnya. 2. Melihat peluang kerjasama pengelolaan ruang dari aspek hukum internasional 3. Menyiapkan dokumen kajian Ruang KSN HOB Sedangkan sasarannya adalah : 1. Adanya laporan yang mencakup hasil analisis keruangan KSN HoB sebagai kebijakan nasional dan juga kebijakan kerjasama internasional serta rumusan dari hasil diskusi dengan tim tata ruang HoB 2. Adanya peta tematik ruang HoB dan arahan tentang pola ruang KSN HoB 3. Adanya arahan penggunaan lahan sesuai dengan peruntukkan yang telah diintegrasikan dalam dalam dokumen poin LINGKUP KEGIATAN Untuk mencapai tujuan dari pekerjaan penyusunan Kajian Ruang Kawasan Strategi Nasional HoB, maka ruang lingkup yang dicakup dalam kegiatan ini meliputi : 1. Menginventarisasi dan menelaah data, informasi, kebijakan terkait kawasan HoB. 2. Menyusun kajian penetapan kawasan dan pemanfaatan dan pola ruang dan pengembangan kawasan HoB. 3. Menyusun program pemanfaatan ruang kawasan serta pengelolaan kawasan HoB. 4. Melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk memperoleh masukan terhadap hasil kajian ruang kawasan strategi nasional HoB. 1.4 METODA PENDEKATAN Penyusunan kajian ruang kawasan strategis nasional HoB merupakan upaya mengimplementasikan RTRWN yang merekomendasikan kawasan ini dalam beberapa fungsi diantaranya : sebagai kawasan perbatasan darat antar negara RI Malaysia, kawasan taman nasional, kawasan lindung lainnya, kawasan pengembangan ekonomi terpadu, serta kawasan andalan. Berbagai fungsi kawasan tersebut memerlukan landasan yang tepat dalam pengkajian ruangnya. 2

6 Beberapa pola pikir yang dapat dipergunakan sebagai landasan dalam menyusun kajian ini, yaitu : 1. Menempatkan pengembangan kawasan HoB sebagai bagian dari pengembangan dunia. 2. Menempatkan kawasan HoB sebagai satu kesatuan wilayah berupa ekosistem HoB yang harus terintegrasi antar wilayah ekosistem hutan, danau, sungai dan budidaya. Dalam pola pikir ini HoB sebagai suatu kawasan membutuhkan penanganan satu kesatuan ekosistem. 3. Menempatkan HoB sebagai sebuah kawasan yang memiliki nilai ekologis baik secara nasional dan internasional, yang harus di konservasi dan dikelola dengan prinsip-prinsip pengembangan berkelanjutan. 4. Menempatkan HoB sebagai kawasan yang rentan terhadap eksploitasi dan rawan mengalami kerusakan lingkungan. 5. Menempatkan HoB sebagai bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berada di kawasan perbatasan yang berfungsi sebagai kawasan pertahanan dan keamanan. Berlandaskan pada pola pikir diatas, pendekatan yang dipergunakan dalam menyusun kajian ruang KSN HoB adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan strategis yang menyangkut penentuan struktur ruang kawasan, pola ruang kawasan, arahan pemanfaatan dan arahan pengendalian kawasan secara tersistem dan koordinatif. 2. Pendekatan Ekologis, yang menyangkut upaya optimasi pemanfaatan ruang kawasan berpijak pada aspek-aspek ekologis. 3. Pendekatan Pengelolaan yang menyangkut aspek pengelolaan kawasan, aspek hukum, administrasi, keuangan dan perundangan agar rencana pemanfaatan ruang yang disusun dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang berkepentingan dan berkekuatan hukum. 4. Pendekatan Integrasi dan sinergi dengan kearifan lokal masyarakat adat Kalimantan, sehingga menjamin terwujudnya harmoni dan keseimbangan yang mendukung konservasi. 5. Pendekatan Hubungan Internasional yang menyangkut aspek pengelolaan kawasan antar negara berdasarkan hukum internasional dengan dilandasi kesetaraan dan saling menghormati, bagi terciptanya tujuan pelestarian kawasan HoB lintas negara. Pendekatan-pendekatan tersebut mendasari langkah penganalisaan yang diharapkan akan menghasilkan program dan tindak lanjut yang tepat bagi tercapainya tujuan penetapan KSN HoB. 1.5 SISTIMATIKA PENULISAN LAPORAN Susunan sistematika pelaporan adalah sebagai berikut : Bab 1. Pendahuluan Dalam bab ini secara umum diuraikan latar belakang, maksud, tujuan, dan sasaran, lingkup kegiatan, serta sistematika pelaporan. 3

7 Bab 2. Nilai Strategis, Peran Penting & Delineasi Kawasan HoB Berisikan uraian tentang tinjauan nilai strategis dan peran penting kawasan yang mencakup pemahaman kawasan HoB, nilai strategis dan fungsi penting kawasan HoB, proses kerjasama pengelolaan kawasan dan rencana aksi. Disamping itu juga meninjau tentang delineasi kawasan yang mencakup dasar penetapan delineasi dan alternatif penetapan kawasan. Bab 3. Kajian Kebijakan Pengembangan Kawasan HoB Bab ini menguraikan arahan-arahan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang baik tingkat nasional, pulau dan propinsi dimana kawasan HoB secara administratif mencakup wilayah 3 propinsi yaitu : Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Kajian ini juga memuat bahasan tentang Kajian Kebijakan Sektoral meliputi Kebijakan Lingkungan Hidup, Kebijakan Kehutanan, Kebijakan ESDM, Kebijakan Perekonomian, Kebijakan Sosial Budaya dan Kebijakan Pariwisata. Didamping itu dilakukan Inventarisasi Ketentuan Pemanfaatan Ruang Antar Negara yang mengulas : Ketentuan Terkait Pengaturan Perbatasan, Ketentuan Terkait Pengelolaan Kawasan DAS, Ketentuan Terkait Infrastruktur Jalan, Ketentuan Terkait Kawasan Lindung, Ketentuan Terkait Kawasan Budidaya, Ketentuan Terkait Kota Bab 4. Profil Kawasan HoB Bab ini menguraikan potret kawasan yang terbagi dalam beberapa sub bab berikut : profil fisik meliputi profil wilayah, iklim, topografi, geologi, hidrografi dan ekosistem kawasan meliputi ekosistem hutan, danau, sungai, pertanian & perkebunan. Sub bab profil sosial-ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. Sub bab profil pemanfaatan ruang dan perijinan pemanfatan ruang, serta profil pengelolaan kawasan. Bab 5. Analisis Pengelolaan Kawasan HOB Menguraikan analisis berlandaskan pada data-data yang telah disampaikan pada profil kawasan HoB. Sehingga bab ini memuat beberapa sub bab berikut : analisis pengembangan fisik dan lingkungan. Sub bab analisis pengembangan sosialekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. Sub bab analisis pemanfaatan ruang yang berisi analisis kesesuaian lahan dan analisis pola dan kecenderungan pemanfaatan lahan, serta analisis pengelolaan kawasan. Bab 6. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan HoB Bab menampilkan arahan pemanfaatan ruang, kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan dan konsepsi kerja sama antar negara. 4

8 2.1 NILAI STRATEGIS, PERAN PENTING KAWASAN HOB Heart of Borneo (HoB) atau Jantung Borneo merupakan suatu kawasan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan serta mencakup sebagian wilayah Brunei Darussalam yang telah disepakati bersama antara ketiga negara tersebut untuk dikelola berdasarkan prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan (conservation and sustainable development). Kawasan ini memiliki arti penting tidak saja bagi pulau Kalimantan (Borneo) tetapi juga bagi bumi secara menyeluruh. Untuk itu diperlukan suatu upaya bagi peningkatan kualitas kawasan yang dideteksi terus mengalami penurunan kualitas. Dalam menetapkan konsep bagi upaya pengelolaan kawasan yang tepat diperlukan pemahaman terhadap rencana-rencana pengelolaan kawasan HoB yang telah disusun. Pemahaman ini diharapkan dapat memberikan landasan bagi ketetapan kawasan yang dapat disepakati bersama Nilai strategis dan Peran Penting Kawasan HoB HoB merupakan satu dari tiga kawasan hutan hujan tropis terbesar didunia dengan nilai konservasi sangat tinggi dan penting bagi penanganan pemanasan global, sehingga memiliki nilai penting bagi masyarakat dunia. Kawasan HoB dengan luas total sekitar 22 juta Ha yang mempunyai arti penting baik dalam lingkup lokal, nasional, trilateral maupun global. Arti penting yang dimaksud mencakup kepentingan ekonomi, sosial-budaya, maupun jasa lingkungan. Kepentingan ekonomi yang ada pada kawasan HoB diantaranya kegiatan budidaya seperti perkebunan, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan alam, serta eksploitasi sumberdaya alam seperti pertambangan serta kekayaan keanekaragaman hayati yang selain ekonomi terdapat kepentingan iptek. Kepentingan sosial-budaya pada kawasan HoB mencakup fungsi kawasan sebagai ruang hidup masyarakat adat yang masih memegang teguh budayanya. Sedangkan kepentingan jasa lingkungan kawasan ini diantaranya sebagai sumber keanekaragaman hayati, berfungsi sebagai reservoar bagi supply kebutuhan air dan oksigen Proses Kerjasama Pengelolaan Kawasan HoB Diawali pada pertemuan para pihak di Brunei Darussalam pada 5-6 April 2005, HoB dan tema Three Countries One Conservation Vision disepakati dan diusulkan untuk diluncurkan pada pertemuan COP 8 CBD, Maret 2006 di Brazil. Sebagai tindak lanjut oleh Indonesia, pada Agustus- September 2005 dilakukan lokakarya tingkat Provinsi. Kemudian, pada 6 5

9 8 Desember 2005, dilakukan lokakarya nasional HoB di Jakarta dan menghasilkan draft deklarasi HoB. Pada 24 November 2006, dilaksanakan pertemuan Pokja HoB antar negara di kota Cebu, Filipina (dalam rangka pertemuan Senior Official Meeting/SOM Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Phillipines East Asia Growth Area/BIMP-EAGA) Pada 12 Februari 2007, dilaksanakan penandatanganan Deklarasi HoB di Nusa Dua, Bali oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Minister of Natural Resources and Environment, Malaysia, dan Minister of Industry and Primary Resources, Brunei Darussalam. Pada tanggal 4-5 April 2008 pertemuan HoB trilateral kedua diselenggarakan di Pontianak, Indonesia. Pertemuan ini menghasilkan Strategic Plan of Action (SPA) tiga negara, dan menyepakati untuk membahas lebih lanjut institusi dan pengaturan finansial HoB di tingkat tiga negara pada pertemuan ketiga di Malaysia Rencana Aksi Rencana aksi yang telah disusun dan disepakati bersama meliputi 5 program yang di uraikan dalam rencana kegiatan sebagai berikut : 1. Pengelolaan Lintas Batas Program ini bertujuan untuk menangani isu-isu pengelolaan sumber daya alam dan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat setempat di sekitar kawasan perbatasan. Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah : a. Mengembangkan dan mengkaji master plan HoB dengan mempertimbangkan inisiatif HoB sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan masing-masing negara. b. Menyiapkan rekomendasi kebijakan mengenai usaha konservasi dan pembangunan berkelanjutan di wilayah HoB. c. Membangun mekanisme pertukaran informasi yang efektif dan koheren. d. Menyelenggarakan riset dan studi bersama dan atau terkoordinasi, utamanya dalam bidang keanekaragaman hayati dan sosial ekonomi, termasuk dalam rangka penilaian sosial dan demografis e. Melaksanakan koordinasi perencanaan penataan ruang bersama pada area HoB. 2. Pengelolaan Kawasan Lindung Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan mempromosikan pengelolaan kawasan lindung di dalam kawasan HoB yang efektif, dengan penekanan pada kawasan bersama di perbatasan, untuk melestarikan dan memelihara keanekaragamanhayati hutan dan keterkaitan ekologi. 6

10 Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah : a. Mengidentifikasi, menilai dan menetapkan zona-zona konservasi lintas batas dalam rangka memperkuat pengelolaan kawasan konservasi di daerah tersebut yang didasarkan pada nilai-nilai warisan budaya dan alam, kapasitas daerah tangkapan air dan kekayaan keanekaragaman hayati b. Menggembangkan dan meningkatkan standard operating procedures dan sistem pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi lintas batas, serta bila diperlukan, menyelenggarakan kegiatan pemantauan dan evaluasi bersama c. Mengembangkan sistem dan melaksanakan program pengelolaan kolaboratif kawasan konservasi lintas batas yang mengakomodasikan peran serta masyarakat lokal dan pemangku pihak lainnya. d. Mengembangkan dan meningkatkan pendekatan-pendekatan yang mengarah pada perbaikan pengolahan lahan dan pengelolaan vegetasi masyarakat lokal di dalam atau di sekitar kawasan lindung. e. Mengembangkan daftar induk (master list) kawasan konservasi di dalam areal HoB dengan memasukkan juga informasi mengenai tujuan pengelolaan, fitur-fitur khusus, dan lembaga yang relevan dan personil yang terkait, serta bentuk kategori kawasan berdasar ketentuan masing-masing Negara. f. Membangun hubungan kelembagaan antar kawasan konservasi di dalam kawasan HoB. 3. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Program ini bertujuan untuk mengelola sumber daya alam diluar jejaring kawasan konservasi melalui pengembangan dan pelaksanaan penggunaan tanah berkelanjutan. Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah : a. Membangun, meningkatkan dan memperkuat mekanisme dan pedoman yang ada yang menjamin pelaksanaan praktek-praktek terbaik (best practices) pengelolaan sumberdaya alam, penerapan prinsip pemanfaatan berkelanjutan dan penerapan pendekatan ekosistem (ecosystem approach) pada setiap pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk kehutanan, perkebunan dan pertambangan di dalam kawasan HoB. b. Membangun skema program rehabilitasi dan restorasi areal hutan yang terdegradasi (rusak) dikawasan HoB. c. Membanggun area HoB sebagai situs potensial untuk penyelengggaraan proyek Reduction of Emission from Deforestation and Degradation (REDD). 4. Pengembangan Ekowisata Program ini bertujuan mengenali dan melindungi nilai tempat-tempat atau situs-situs khusus alami dan budaya di kawasan HoB Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah : a. Mengidentifikasi, mengembangkan dan mempromosikan programprogram ekowisata (ecotourism) 7

11 b. Membangun jejaring pengelolaan ekowisata dalam kerangka pengelolaan sistem kawasan konservasi. c. Membangun jejaring pengelolaan ekowisata dalam kerangka pengelolaan sistem kawasan konservasi d. Mengembangkan dan meningkatkan kegiatan ekowisata berbasis masyarakat di area HoB 5. Pengembangan Kapasitas Program ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan inisiatif HoB di semua tingkat berlangsung secara efektif, baik sektor publik maupun swasta, dan masyarakat setempat. Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah : a. Melaksanakan peningkatan kapasitas di tingkat nasional dalam biidang keanekaragaman hayati, pengelolaan air tawar, penatagunaan lahan, GIS, pengelolaan kawasan lindung, wisata alam, penggelolaan ekoturisme, dan penegakan hukum dalam penangggulanggan peredaran internasional secara illegal hasil hutan seperti kayu, hidupan liar dan sumberdaya hayati lainnya b. Memantapkan hubungan kerja sama antar lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan dan mendorong kerjasama seperti tukar menukar (magang) peneliti untuk bekerja dalam bidang konservasi dan pembangunan berkelanjutan di wilayah HoB c. Membangun program penyadaran masyarakat tentang pencegahan kehilangan lebih lanjut keanekaragaman hayati hutan, termasuk hasil kayu dan kehidupan liar d. Meningkatkan pendidikan dan penyadaran tentang programprogram HoB. 2.2 DELINEASI KAWASAN HOB Penetapan batas kawasan HoB yang akan dikelola secara bersama didasarkan pada berbagai pertimbangan diantaranya aspek ekologis, aspek perkembangan kondisi kawasan serta aspek kebijakan pembangunan masing-masing negara. Aspek ekologis yang didasarkan pada faktor utama pendukung kehidupan yaitu tata air. Pada wilayah Pulau Kalimantan terdapat beberapa wilayah tata air yang dapat diidentifikasi melalui daerah tangkapan air. Pembagian daerah tangkapan air telah teridentifikasi sebagai wilayah sungai, yang dapat dilihat pada peta dimana terdapat 18 wilayah sungai di Pulau Kalimantan yang merupakan bagian negara Indonesia Dasar Penetapan Delineasi Penetapan delineasi melalui rangkaian proses yang bertahap dengan berbagai pertimbangan. Terdapat beberapa alternatif pertimbangan bagi ditetapkannya kawasan HoB sebagai berikut : 1. Penetapan pertama delineasi didasarkan pola sebaran kawasan konservasi di dataran tinggi HoB. 2. Melalui rangkaian diskusi dicetuskan untuk mengembalikan kawasan hutan lindung semaksimal yang dapat dilakukan. Didasarkan pada 8

12 pertimbangan ekologis dan upaya memperoleh manfaat yang optimal dari kawasan HoB, maka diusulkan area yang berbeda dengan penetapan yang didasarkan pada kondisi saat ini. Berdasarkan pertimbangan ekologis maka data yang dipergunakan bagi penetapan kawasan HoB di wilayah Indonesia adalah : kondisi topografi, hidrologi, morfologi dan ekosistem yang berada pada kawasan ini. Penentuan batasan kawasan didasarkan pada 5 kondisi sebagai berikut : a. Pola sebaran kawasan konservasi di kawasan dataran tinggi dan perbatasan negara di pulau Borneo. b. Memperhatikan aspek-aspek hidrologi, c. Status kawasan hutan (Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, Hutan Produksi Konversi), d. Tutupan hutan (forest cover), e. Habitat penting satwa Alternatif Delineasi Kawasan Alternative delineasi yang didasarkan pada pertimbangan laju deforestasi dan pertimbangan 5 kondisi tersebut menghasilkan 2 alternatif, seperti tergambar pada peta berikut ini. Peta alternative 1 : peta dengan luas HoB di Wilayah Indonesia yang tidak seluas 13 juta Ha. 9

13 Peta alternative 2 : peta dengan luas HoB di Wilayah Indonesia yang seluas 13 juta Ha (sesuai delineasi Jogjakarta) 10

14 11

15 3.1 Arahan Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kawasan HOB Arahan RTRWN Kawasan Heart of Borneo (HoB) merupakan kawasan yang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. (Pasal 1 ayat 17). Dengan ditetapkan kawasan ini sebagai KSN maka diperlukan penataan ruang yang dapat mendukung tercapainya fungsi kawasan. Apalagi dengan telah ditandatanganinya kesepakatan bersama antara 3 (tiga) negara, Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam dalam pengelolaan HoB, maka sebagai tindak lanjut kesepakatan tersebut Indonesia perlu segera menyusun rencana tindak lanjut pengelolaan HoB ini. A. Posisi Kawasan HoB dalam Rencana Pola Ruang RTRWN. Di dalam PP No. 26 tentang RTRWN, kawasan HoB merupakan kawasan yang menjadi bagian dari KSN Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) yang melintasi wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. KSN Kawasan Perbatasan Darat RI dan HoB ditetapkan sebagai KSN dari sudut pandang pertahanan dan keamanan dimana dalam penataannya diprioritaskan berfokus pada pengembangan/peningkatan kualitas kawasan, serta dikembangkan pada Tahap Pengembangan I (Lampiran X PP No. 26 Tahun 2008, butir 45). Kawasan HoB yang melintasi 3(tiga) provinsi di dalamnya juga terdapat kawasan-kawasan yang pada PP No. 26 tentang RTRWN ditetapkan sebagai kawasan yang berfungsi tertentu, yaitu : 1. KSN Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (Provinsi Kalimantan Barat). Kawasan strategis ini merupakan KSN dengan sudut kepentingan lingkungan hidup dan akan dikembangkan pada Tahap Pengembangan I dengan prioritas program rehabilitasi/revitalisasi kawasan (Butir 44 Lampiran X); 2. KSN Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan, Kapuas, dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah). Kawasan strategis ini merupakan KSN dengan sudut kepentingan ekonomi dan akan dikembangkan pada Tahap Pengembangan I dengan prioritas program pengembangan/peningkatan kualitas kawasan (Butir 46 Lampiran X); 3. Kawasan Lindung Nasional Taman Nasional Danau Sentarum (Provinsi Kalimantan Barat). Pengembangan tahap I dengan prioritas program rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan; 12

16 4. Kawasan Lindung Nasional Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah). Pengembangan tahap I dengan prioritas program rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan; 5. Kawasan Lindung Nasional Taman Wisata Alam Bukit Kelam Komplek (Kalimantan Barat). Pengembangkan tahap II dengan prioritas pengembangan pengelolaan kawasan. 6. Kawasan Lindung Nasional Cagar Alam Sapat Hawung (Provinsi Kalimantan Tengah). Pengembangkan tahap II dengan prioritas pengembangan pengelolaan kawasan; 7. Kawasan Lindung Taman Nasional Kayan Mentarang (Provinsi Kalimantan Timur). Pengembangan tahap I dengan prioritas program rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan; 8. Kawasan Andalan Kapuas Hulu dan sekitarnya, dengan sektor unggulan pertanian, kehutanan, dan perkebunan. Pengembangan bertahap dengan prioritas program pengembangan kawasan. Disamping itu, kawasan HoB juga menaungi kawasan dengan kegiatan khusus yang perlu diperhatikan dalam penataan dan pengelolaan HoB, yaitu : 1. Kawasan perkotaan Putussibau dengan fungsi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); 2. Kawasan perbatasan negara (darat) RI - Malaysia dengan bentangan garis batas total sepanjang km yang berada di wilayah administratif Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kapuas Hulu; 3. Kawasan kehidupan kelompok-kelompok masyarakat adat yang menyebar berkelompok. B. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang RTRWN Apabila melihat kegiatan kawasan-kawasan yang ada di dalam KSN Kawasan Perbatasan Darat RI dan HoB, dapat dilihat bahwa kegiatan kawasan tersebut merupakan kegiatan dengan sudut kepentingan banyak hal, yaitu kepentingan kedaulatan RI dan pertahanan keamanan, kepentingan lingkungan hidup dan konservasi, kepentingan ekonomi, kepentingan sosial-budaya, dan kepentingan budi daya. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang dalam RTRWN bagi kegiatankegiatan dengan sudut kepentingan tersebut menjadi sangat penting dalam rangka penataan dan pengelolaan HoB. Sesuai RTRWN maka arahan pengendalian pemanfaatan ruang nasional yang akan digunakan dalam rangka penataan dan pengelolaan kawasan HoB, dilakukan melalui indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perijinan, arahan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. 1. Arahan Peraturan Zonasi a. Kawasan Lindung Nasional Hutan Lindung, dengan arahan zonasi : - pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam; 13

17 - ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi, dan - pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya hanya diijinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat. Taman Nasional, dengan arahan zonasi : - pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam; - pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diijinkan bagi penduduk asli di zona penyangga dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat; - ketentuan pelarangan kegiatan budi daya di zona inti; dan - ketentuan pelarangan kegiatan budidaya yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi. Cagar Alam, dengan arahan zonasi : - pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam; - ketentuan pelarangan kegiatan selain untuk penelitian, pendidikan, wisata alam; - pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan dimaksud di atas; - ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain bangunan untuk penunjang kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata alam; dan - ketentuan pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan satwa yang bukan merupakan flora dan satwa endemik kawasan. Taman Wisata Alam, dengan arahan zonasi : - pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam - ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud di atas; - pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan wisata alam; - ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk menunjang kegiatan wisata alam. b. Kawasan Budi Daya KSN Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan, Kapuas, dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah). - Kawasan strategis ini merupakan KSN dengan sudut kepentingan ekonomi dan akan dikembangkan pada Tahap Pengembangan I dengan prioritas program pengembangan/ peningkatan kualitas kawasan; - Sesuai dengan sifat strategisnya, kawasan ini akan diprioritaskan penataan ruangnya dalam dokumen sendiri. 14

18 Kawasan Andalan Kapuas Hulu dan sekitarnya, dengan sektor unggulan pertanian, kehutanan, dan perkebunan. Sesuai dominasinya, arahan zonasi untuk kawasan ini lebih banyak memperhatikan dan merujuk pada : Hutan produksi dan hutan rakyat, dengan arahan zonasi : - pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga neraca sumber daya kehutanan; - pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan - ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk menunjang pemanfaatan hasil hutan. Pertanian, dengan arahan zonasi : - pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah; dan - ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budi daya non pertanian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama. c. Lain-lain - Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Pertahanan dan Keamanan akan ditetapkan sendiri dengan peraturan pemerintah; - Penataan ruang Kawasan perkotaan Putussibau sebagai Pusat Kegiatan Wilayah dilaksanakan sesuai dengan fungsinya dan berdasar peraturan perundangan. 2. Arahan Perijinan Sebagai salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, perijinan sangat penting untuk dilakukan secara konsisten. Perijinan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku didasarkan pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pemberian ijin bagi pemanfaatan yang berdampak besar dan penting dilakukan oleh Menteri. 3. Arahan Insentif dan Disinsentif Pemberian insentif dan disinsentif dilakukan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat. Insentif diberikan terhadap pelaku kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan RTRWN, dan pemberian disinsentif dilakukan terhadap pelaku kegiatan pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasar RTRWN. 4. Arahan Sanksi dikenakan terhadap : - pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang nasional; - pelanggaran ketentuan arahan zonasi sistem nasional; - pemanfaatan ruang tanpa ijin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasar RTRWN; 15

19 - pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan ijin pemanfaatan ruang yang dikelurakan berdasarkan RTRWN; - pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan ijin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasar RTRWN; - pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau - pemanfaatan ruang dengan ijin yang diperoleh dengan prosedur tidak benar Arahan RTR Pulau Kalimantan Kawasan HoB tidak bisa terlepas dengan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Kalimantan. RTR Pulau Kalimantan disusun melalui penyusunan strategi opersionalisasi sebagai upaya perwujudan RTRWN. Strategi operasionalisasi RTR Pulau Kalimantan yang terkait langsung dengan kawasan-kawasan yang berada dalam kawasan HoB dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan Heart of Borneo dilakukan dengan : a. menetapkan luas dan delineasi wilayah yang termasuk dalam kawasan Heart of Borneo; b. mempertahankan luas, tutupan lahan, dan vegetasi hutan tropis yang terdapat di dalam Heart of Borneo; c. melarang alih fungsi lahan kawasan hutan lindung dan hutan budi daya yang terdapat di dalam Heart of Borneo; d. melindungi hulu DAS Berau (Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur), DAS Kahayan (Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Katingan, Kabupaten Kapuas), DAS Kapuas (Kabupaten Kapuas), DAS Katingan (Kabupaten Katingan), DAS Kayan (Kabupaten Malinau, Kutai Barat), DAS Sembakung (Kabupaten Nunukan), DAS Seruyan (Kabupaten Seruyan), DAS Sesayap (Kabupaten Malinau, Nunukan), serta sub DAS Kapuas Hulu (Kabupaten Kapuas Hulu), sub DAS Kedang Pahu (Kabupaten Kutai Barat), sub DAS Melawi (Kabupaten Sintang), sub DAS Ketungau (Kabupaten Kapuas Hulu), sub DAS Barito Hulu (Kabupaten Murung Raya), sub DAS Mahakam hulu (Kabupaten Kutai Barat), sub DAS Belayan (Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat), dan sub DAS Kedang Kapala (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara); e. mengidentifikasi jaringan koridor flora dan fauna yang selanjutnya menjadi bahan masukan (analisis potensi dan masalah) dalam penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota khususnya Kabupaten Kapuas Hulu, Murung Raya, Sintang, Melawi, Gunung Mas, Nunukan, Malinau dan Kutai Barat; f. merehabilitasi kawasan hutan yang mengalami penurunan fungsi (terdegradasi); dan g. memberdayaan suku Dayak asli di pedalaman untuk berpartisipasi dalam ekowisata (community based tourism). 16

20 2. KSN Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (Provinsi Kalimantan Barat). Strategi operasionalisasi perwujudan KSN Betung Kerihun akan disusun dengan rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang diatur dengan Peraturan Presiden. Namun demikian, strategi operasionalisasi beberapa kegiatan yang tertuang dalam RTR Pulau Kalimantan (draft) perlu menjadi perhatian karena berdampak pada penataan dan pengelolaan kawasan HoB, yaitu : a. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan) di TN Betung Kerihun dan TN Danau Sentarum; b. mengembangkan kegiatan ekowisata berbasis ekosistem kehidupan orang utan di Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Betung Kerihun; c. mengembangkan fasilitas dan prasarana jalur/trek wisata di Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Betung Kerihun; d. mengendalikan dengan ketat pengembangan lahan (hanya untuk konservasi) sebagai area/zona inti kehidupan orang utan, zona penyangga (Buffer), dan zona pengembangan dengan prinsipprinsip berkelanjutan di Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Betung; e. mengembangkan bandar udara untuk melayani PKN Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan sebagai pintu gerbang internasional untuk melayani kegiatan ekowisata di Taman Nasional Danau Sentarum, Taman Nasional Kayan Mentaran, Taman Nasional Betung Kerihun; f. mengembangkan jaringan prasarana dan sarana bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan sekunder Supadio untuk melayani PKN Pontianak sebagai pusat pengembangan kegiatan ekowisata di TN Danau Sentarum dan TN Kayan Mentarang; g. mengembangkan keterkaitan antar kawasan wisata dalam kesatuan tujuan ekowisata dengan pusat pengembangan utama di TN Danau Sentarum; h. mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan TN, serta melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna endemik. 3. KSN Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan, Kapuas, dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah). Strategi operasionalisasi perwujudan KSN Pengembangan Ekonomi Terpadu DAS Kahayan, Kapuas, dan Barito akan disusun dengan rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang diatur dengan Peraturan Presiden. Namun demikian, strategi operasionalisasi beberapa kegiatan yang tertuang dalam RTR Pulau Kalimantan (draft) perlu menjadi perhatian karena berdampak pada penataan dan pengelolaan kawasan HoB, yaitu : a. melakukan penghutanan kembali pada hulu sungai-sungai, khususnya hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu Sungai Kapuas, dan hulu Sungai Mahakam; 17

21 b. melakukan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air pada Wilayah Sungai Lintas Provinsi Barito-Kapuas. 4. Kawasan Lindung Nasional Taman Nasional Danau Sentarum (Provinsi Kalimantan Barat). a. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan) dan kegiatan ekowisata berbasis ekosistem kehidupan orang utan; b. mengembangkan fasilitas dan prasarana jalur/trek; c. mengendalikan dengan ketat pengembangan lahan (hanya untuk konservasi) sebagai area/zona inti kehidupan orang utan, zona penyangga (Buffer), dan zona pengembangan dengan prinsipprinsip berkelanjutan; d. mengembangkan keterkaitan antar kawasan wisata dalam kesatuan tujuan ekowisata dengan pusat pengembangan utama di TN Danau Sentarum. 5. Kawasan Lindung Nasional Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah). a. mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan TN, serta melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna endemik; b. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan); 6. Kawasan Lindung Nasional Taman Wisata Alam Bukit Kelam Komplek (Kalimantan Barat). a. mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan, serta melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna endemik; b. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan); 7. Kawasan Lindung Nasional Cagar Alam Sapat Hawung (Provinsi Kalimantan Tengah). mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan CA, serta melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna endemik; 8. Kawasan Lindung Taman Nasional Kayan Mentarang (Provinsi Kalimantan Timur). a. mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan CA, serta melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna endemik; b. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan). 9. Kawasan Andalan Kapuas Hulu dan sekitarnya, dengan sektor unggulan pertanian, kehutanan, dan perkebunan. Pengembangan bertahap dengan prioritas program pengembangan kawasan. 18

22 a. mengembangkan sentra pertanian dengan memberikan alokasi ruang untuk lahan pertanian, industri pengolahan, permukiman petani, irigasi, waduk dan prasarana pertanian lainnya; b. mengembangkan sentra perkebunan kelapa sawit dengan memberikan alokasi ruang untuk lahan perkebunan, industri pengolahan, permukiman petani, irigasi, waduk, dan prasarana perkebunan lainnya; c. mengalokasikan ruang untuk kegiatan budi daya kehutanan pada kawasan yang menjadi sentra produksi kehutanan; d. meningkatkan fungsi pelabuhan dan bandar udara untuk mendukung kegiatan distribusi dan pemasaran produk unggulan kegiatan kehutanan dari kawasan andalan ke pasar internasional/nasional; dan e. mengendalikan pengembangan kawasan kehutanan yang berpotensi merusak fungsi lindung/konservasi. Disamping itu, kawasan HoB juga menaungi kawasan lainnya dengan kegiatan khusus yang perlu diperhatikan dalam penataan dan pengelolaan HoB, yaitu : 1. Kawasan perkotaan Putussibau dengan fungsi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); a. mengembangkan PKN Pontianak, Palangkaraya, Samarinda, Balikpapan sebagai pusat pengembangan kegiatan ekowisata di Taman Nasional Danau Sentarum, Taman Nasional Kayan Mentaran, Taman Nasional Betung Kerihun; b. Membangun pusat promosi untuk mendukung pengembangan Taman Nasional Danau Sentarum sebagai pusat kegiatan ekowisata danau air tawar; c. Mengembangkan fasilitas akomodasi untuk mendukung wisata alam Danau Sentarum dan TN Betung Karihun; d. Membangun pusat riset lingkungan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo). 2. Kawasan perbatasan negara (darat) RI - Malaysia dengan bentangan garis batas total sepanjang km yang berada di wilayah administratif Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kapuas Hulu; Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan perbatasan negara disusun dengan rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang diatur sendiri dengan Peraturan Presiden. 3. Kawasan kehidupan kelompok-kelompok masyarakat adat yang menyebar berkelompok. a. mengatur kembali (konsolidasi) lokasi permukiman masyarakat adat di dalam kawasan hutan lindung dan mendorong peran masyarakat untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari jasa lingkungan (environmental services) sebagai upaya pelestarian kawasan hutan lindung; 19

23 b. menerapkan kegiatan ekowisata berbasis budaya dan kehidupan suku Dayak asli (cultural tourist attraction) Arahan RTRW Propinsi Kawasan HoB yang merupakan bagian dari Pulau Kalimantan, secara administrasi merupakan bagian wilayah 3 propinsi, yaitu : Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Arahan RTR Pulau Kalimantan terhadap kawasan HoB telah ditetapkan dengan jelas. Sehubungan implementasi dari rencana pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten maka selanjutnya akan dilihat arahan-arahan yang ditetapkan oleh RTRW Propinsi. A. Arahan RTRW Propinsi Kalimantan Barat Kawasan Heart of Borneo meliputi sebagian dari wilayah Propinsi Kalimantan Barat, yaitu pada Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang dan Kabupaten Melawi. Berikut arahan struktur pola dan pemanfaatan ruang menurut draft RTRW Propinsi Kalimantan Barat (2004) terkait dengan Kawasan Heart of Borneo. Konsep Struktur Tata Ruang Konsep pengembangan wilayah Kalimantan Barat terkait dengan Kawasan Heart of Borneo sebagai berikut : 1) Pengembangan wilayah pedalaman (resource frontier region), yaitu Kabupaten Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu. Kegiatan di wilayah ini didominasi oleh kegiatan pertanian. Dalam pengembangannya lebih ditekankan pada aspek pemerataan (keefektifan) pelayanan sosial dan ekonomi. Pengembangan wilayah ini ditujukan untuk meningkatkan pemanfaatan secara optimal sumber daya yang ada serta meningkatkan kelancaran pemasaran hasil produksi penduduk setempat. 2) Pengembangan kawasan tertentu, baik menyangkut pemanfaatan sumber daya alam (tambang, hutan, dan potensi pariwisata), untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan antar sektor, maupun menjaga kelestarian alam pada perbatasan wilayah (antarpropinsi maupun antar negara). Kawasan tertentu yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut : Kawasan perbatasan dengan Negeri Serawak (Malaysia): Paloh Sajingan Besar Jagoi Babang Entikong Sekayam Ketungau Hulu Ketungau Tengah Empanang Puring Kencana Badau Batang Lupar Embaloh Hulu Putussibau. Kawasan kritis lingkungan Taman Nasional Gunung Palung, Betung Kerihun, Danau Sentarum, dan kawasan yang direncanakan menjadi taman nasional yaitu Gunung Niut Penrissen (sekarang masih berstatus cagar alam). Arahan pemanfaatan ruang Kawasan Heart of Borneo diarahkan menjadi 2 jenis pemanfaatan, yaitu kawasan lindung, dan kawasan budidaya. Bentuk pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung meliputi: Taman Nasional, 20

24 Taman Wisata Alam, Cagar Alam, Suaka Alam Darat, Hutan LIndung dan Hutan Lindung Gambut. Adapun untuk bentuk pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya meliputi: Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, Hutan Produksi Konversi yang dapat dikonversi dan area penggunaan lain. Berikut strategi pengelolaan termasuk sarana dan prasarana untuk pemanfaatan ruang tersebut di atas dalam RTRW Propinsi Kalimantan Barat. Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung Penetapan kawasan lindung di Kalimantan Barat didasarkan pada kriteria kriteria sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Strategi pengelolaannya mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) Pemeliharaan kelestarian lingkungan; Penanganan kegiatan budidaya (termasuk kawasan permukiman) yang telah ada di dalam kawasan lindung; dan 2) Pengaturan prasarana dasar di kawasan lindung. Untuk memelihara kelestarian lingkungan, ditetapkan strategi sebagai berikut: melarang semua kegiatan budidaya dalam kawasang lindung, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; seperti diatur dalam Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (pada pasal 17), dan Keppres No.32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (pada pasal 37 dan pasal 38). mengembalikan fungsi kawasan lindung yang telah terganggu secara bertahap. mengupayakan agar kawasan lindung yang berada di daerah perbatasan wilayah kabupaten/kota membentuk suatu kesatuan yang serasi dan terpadu. melaksanakan berbagai kegiatan untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan (diantaranya berupa menipisnya kawasan penambat air, rusaknya kawasan hutan lindung, berkurangnya luas hutan lindung bakau) terutama yang dapat mengakibatkan bencana alam (longsor, banjir, dan abrasi pantai). Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan pada setiap wilayah kabupaten minimal 30 % dari luas daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. pada setiap wilayah kota, dialokasikan ruang terbuka hijau (RTH) berupa hutan kota, jalur hijau, taman kota, rekreasi, lapangan olahraga, pemakaman umum, dan pertanian dengan luas keseluruhan minimal 30% dari luas wilayah kota yang bersangkutan, dengan sebaran yang proporsional. Pengembangan kerjasama regional penanganan dampak lingkungan. Terhadap kegiatan budidaya yang telah ada di dalam kawasan lindung, ditetapkan strategi sebagai berikut: a. mengeluarkan kegiatan budidaya dari kawasan lindung secara bertahap melalui program pembangunan terpadu. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan yang berlaku 21

25 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, bersamaan dengan diundangkannya Peraturan Daerah ini. b. membatasi perkembangan kegiatan budidaya yang telah ada di dalam kawasan lindung dengan memperkenankan pengimplementasian konsep-konsep ekonomi lingkungan; c. Menata batas kawasan permukiman perdesaan yang berada dalam kawasan lindung untuk dikeluarkan (enclave) dari kawasan lindung, jika kawasan permukiman perdesaan tersebut tidak memungkinkan untuk dipindahkan secara terpadu dengan program transmigrasi. Untuk pengaturan keberadaan prasarana dasar di kawasan lindung, ditetapkan strategi sebagai berikut: a. Apabila dibutuhkan, jaringan prasarana dasar seperti jaringan transportasi, jaringan kelistrikan, jaringan telekomunikasi, prasarana dan sarana distribusi air bersih, pos keamanan (termasuk pos jagawana), serta bangunan pengendali bencana alam dapat dibangun di kawasan lindung dengan tetap mempertahankan fungsi kawasan lindung; b. Untuk pembangunan prasarana tersebut di atas di kawasan lindung, diperbolehkan melakukan penelitian pendahuluan dengan tetap mempertahankan fungsi kawasan lindung. c. Terhadap bangunan prasarana umum yang telah dibangun pemerintah di dalam kawasang lindung, dapat dipertahankan tanpa mengubah fungsi kawasan lindung tersebut. Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya Untuk memantapkan keterkaitan potensi wilayah, daya dukung wilayah dan keterpaduan pengembangan kawasan budidaya, maka strategi pengembangan kawasan budidaya adalah : a. Pengembangan kegiatan pertambangan melalui eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral untuk memacu tumbuhnya industri yang berorientasi ekspor dan substitusi impor dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. b. Pembangunan kehutanan dilakukan melalui pendekatan pemanfaatan sumberdaya hutan dalam tiga sisi manfaat secara berimbang, meliputi aspek ekonomi, sosial, dan ekologi dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi, keseimbangan lingkungan hidup dan pembangunan yang berkelanjutan. c. Pengembangan pembangunan hutan tanaman pada kawasan hutan produksi yang tidak berhutan atau merupakan lahan kritis. d. Pengembangan kegiatan perkebunan dan agroindustri sesuai dengan potensi wilayah dan prospek pemasaran, melalui intensifikasi, ekstensifikasi, peremajaan, rehabilitasi, dan optimalisasi lahan bagi lahan lahan yang telah diarahkan Strategi Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah Berikut strategi penngembangan system prasarana wilayah Kalimantan Barat dalam deliniasi Kawasan Heart of Borneo: 22

26 a. Peningkatan kapasitas pelayanan Bandara Supadio sebagai bandara pusat penyebaran dengan skala pelayanan primer dan bandara pendukungnya di Ketapang, Sintang, Putussibau, Nanga Pinoh, dan Paloh. b. Peningkatan kerjasama regional untuk peningkatan interaksi antar wilayah, yaitu : dengan Sarawak melalui pemantapan kondisi jalan dan jembatan di sepanjang daerah perbatasan. dengan Propinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur dalam rangka pengembangan lintas batas propinsi disertai dengan pemantapan kondisi jalan dan jembatan. Pemantapan jaringan jalan PKN-PKW, antar-pkw, jalan trans- Kalimantan serta jalan antar negara untuk terciptanya keterkaitan internal yang kuat antar pusat pengembangan utama dengan subpusat pengembangannya. Strategi Penatagunaan Tanah, Penatagunaan Air, Penatagunaan Udara, dan Penatagunaan Sumberdaya Alam Lainnya a. Penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan arahan fungsi ruang berdasarkan rencana tata ruang wilayah propinsi (RTRWP) tidak dapat diperluas dan atau dikembangkan penggunaannya. b. Memprioritaskan pemantapan kawasan lindung, dan pengembangan kegiatan pariwisata dan pertambangan. c. Untuk kawasan permukiman perdesaan yang terletak dalam kawasan hutan, secara bertahap harus dikeluarkan atau apabila tidak memungkinkan harus dienclave. d. Perluasan kawasan permukiman perkotaan dapat dilakukan dengan mengkonversi lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan pertanian lahan kering (PLK) dan sedapat mungkin tidak mengkonversi kawasan pertanian yang telah beririgasi teknis serta tidak mengkonversi kawasan lindung. e. Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang melakukan kegiatan budi daya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami yang ada. f. Kegiatan budi daya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (sebagai pengganti PP No. 29/86 tentang AMDAL; terlebih dahulu diganti dengan PP No. 51/93 tentang AMDAL). g. Apabila menurut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan budi daya mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangan-nya, dan fungsi sebagai kawasan lindung dikembalikan secara bertahap. h. Sementara itu, pada Pasal 38 Kepres No. 32/1990 disebutkan bahwa: Dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang bersang-kutan, di kawasan lindung dapat dilakukan penelitian eksplorasi mineral dan air tanah, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan bencana alam. 23

27 Apabila ternyata di kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat indikasi adanya deposit mineral atau air tanah atau kekayaan alam lainnya yang bila diusahakan dinilai amat berharga bagi Negara, maka kegiatan budi daya di kawasan lindung tersebut dapat diizinkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengelolaan kegiatan budi daya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memelihara fungsi lindung kawasan yang bersangkutan. Apabila penambangan bahan galian dilakukan, penambang bahan galian tersebut wajib melaksanakan upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup dan melaksanakan rehabilitasi daerah bekas penambangannya, sehingga kawasan lindung dapat berfungsi kembali. Pola pemanfaatan ruang Terkait dengan pemanfaatan ruang di Kawasan Heart of Borneo, arahan pengelolaan ruang menurut RTRW Pulau Kalimantan sebagai berikut: a. Arahan pengelolaan kawasan lindung Kawasan lindung dalam kawasan Heart of Borneo yang ditetapkan dalam RTRWP Kalimantan Barat terdiri dari : Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri dari kawasan hutan lindung (HL) dan hutan lindung gambut (HLG). Kawasan hutan lindung tersebar di seluruh wilayah kabupaten, sedangkan kawasan hutan lindung gambut tersebar di Kabupaten Pontianak, Ketapang, Kapuas Hulu, dan Landak. Kawasan suaka alam dan cagar budaya Kawasan suaka alam dan cagar budaya mencakup : - Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, di Kabupaten Sintang dan Kabupaten Melawi, - Taman Nasional Betung Kerihun, di Kabupaten Kapuas Hulu, - Taman Nasional Danau Sentarum, di Kabupaten Kapuas Hul b. Arahan pengelolaan kawasan budidaya kehutanan Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsinya berdasarkan pada ketentuan yang disebutkan dalam PP No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Pemerintah propinsi turut serta secara aktif bersama pemerintah dalam menetapkan kawasan, serta perubahan fungsi dan status hutan dalam rangka perencanaan tata ruang propinsi berdasarkan kesepakatan antara propinsi dan kabupaten/kota. Kawasan budidaya kehutanan di Propinsi Kalimantan Barat mencakup sekitar 4,62 Juta hektar (+ 31,5 % dari luas wilayah propinsi), terdiri atas kawasan hutan produksi terbatas (HPT) 2,3 juta hektar, kawasan hutan produksi biasa (HPB) 2 juta hektar, dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) hektar. 24

28 c. Arahan pengelolaan kawasan budidaya non-kehutanan Kawasan Budidaya Non-Kehutanan dalam RTRWP hanya ditetapkan sebagai Pertanian Lahan Kering (PLK) yang sifatnya dapat dikonversi ke budidaya lainnya sesuai dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Luas kawasan tersebut ditetapkan sekitar 41,54 % dari luas wilayah propinsi atau sekitar 6 juta hektar d. Arahan pengembangan kawasan prioritas: Kawasan permukiman perdesaan yang diprioritaskan pengembangannya adalah: Kawasan permukiman perdesaan di sepanjang perbatasan. Kawasan permukiman perdesaan yang termasuk dalam Kawasan Pulau Temajo. Kawasan permukiman perdesaan yang terisolir, yaitu di Kecamatan Pulau Maya Karimata, Batuampar, Teluk Pakedai, Kubu, Terentang, serta pulau-pulau di Kecamatan Sungai Raya. Kawasan perkotaan yang dalam masa rencana perlu diprioritaskan pengembangannya dalam lingkup propinsi adalah: PKN beserta empat PKW PKL yang merupakan ibukota kabupaten, Mempawah, Putussibau, Sambas, Bengkayang, Ngabang, Sekadau, dan Nanga Pinoh. Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. Kawasan yang diarahkan menjadi Kawasan Tertentu dalam masa rencana adalah : Kawasan Perbatasan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kawasan Taman Nasional Bukit Baka Kawasan Taman Nasional Gunung Niut Kawasan Prioritas adalah kawasan yang diprioritaskan pengembangannya, dengan kriteria sebagai berikut : Kawasan yang terpencil, terisolir, dan atau terbelakang, karena keterbatasan sumberdaya; Kawasan yang berpotensi tumbuh cepat dengan sasaran agar dapat segera berperan sebagai pendorong pemerataan atau memacu pertumbuhan wilayah sekitarnya; Kawasan yang berperan menunjang perkembangan sektor-sektor strategis; Kawasan kritis terutama pada kawasan berfungsi lindung. Kawasan yang diprioritaskan pengembangan/pengelolaannya adalah : Kawasan lintas batas Negara, yaitu Temaju, Aruk, Jagoi Babang, Entikong, Jasa, dan Nanga Badau; Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun; Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum; Kawasan Taman Nasional Bukit Baka; Kawasan Taman Nasional Gunung Niut; 25

29 B. Arahan RTRW Propinsi Kalimantan Timur Arahan pemanfaatan ruang Kawasan Heart of Borneo di propinsi ini diarahkan menjadi 2 jenis pemanfaatan, yaitu kawasan lindung, dan kawasan budidaya. Berikut kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan termasuk sarana dan prasarana untuk pemanfaatan ruang tersebut di atas dalam RTRW Propinsi Kalimantan Barat. Kawasan Lindung Untuk mewujudkan pola ruang kawasan lindung kebijakan yang ditetapkan adalah : a) mempertahankan wilayah Provinsi Kalimantan Timur sebagai bagian dari ekosistem hutan tropis basah. b) mempertahankan tingkat keanekaragaman hayati yang meliputi spesies flora dan fauna dan biota perairan langka yang dilindungi di Provinsi Kalimantan Timur. c) memulihkan dan mempertahankan ekosistem perairan umum pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Timur. d) menjaga peninggalan sejarah dan budaya khas Provinsi kalimantan Timur. e) menghindarkan bencana alam dan dampaknya terhadap penduduk dan kegiatan yang berada pada kawasan rawan bencana. Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan lindung adalah : a) mengendalikan alih fungsi lahan dan perambahan pada hutan lindung untuk menghindarkan dampak kerusakan ekosistem dan habitat spesies flora dan fauna. b) mengendalikan kegiatan perambahan dan budidaya yang mengubah tutupan lahan untuk meningkatkan efektifitas siklus hidrologis pada daerah aliran sungai untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya sungai bagi berbagai kepentingan masyarakat luas, seperti transportasi sungai, kebutuhan domestik, pengairan, pematusan, dan pengendalian bahaya banjir, termasuk invasi kegiatan fisik pada sempadan sungai. c) mengendalikan alih fungsi dan invasi kegiatan fisik pada hutan mangrove, kawasan bergambut, rawa, terumbu karang, dan sempadan pantai terutama di sepanjang pantai Timur dan gugus pulau kecil di lepas pantai Timur Kalimantan Timur. d) melestarikan cagar budaya dan sejarah yang terdapat di seluruh Provinsi Kalimantan Timur. e) mengendalikan pembangunan fisik dan perkembangan aktifitas binaan pada kawasan yang rawan terhadap bencana alam dan berpotensi mengalami gerakan tanah / pergeseran lempeng bumi. Arahan pengelolaan ruang kawasan lindung di Kalimantan Barat menurut RTRW Propinsi adalah: a) Pada kawasan hutan lindung hanya diperbolehkan pemanfaatan hasil hutan non kayu secara tradisional dan jasa lingkungan; penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. b) Pada kawasan lindung lainnya diperbolehkan pemanfaatan untuk kepentingan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya, budaya dan wisata alam; 26

30 c) Pada kawasan lindung tidak diperbolehkan penambangan dalam bentuk apapun. d) Kegiatan budidaya pada kawasan lindung di luar kawasan hutan yang mengganggu fungsi lindung, maka fungsinya dikembalikan secara bertahap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan kawasan hutan berfungsi lindung dilakukan melalui kegiatan : penetapan status kawasan hutan berfungsi lindung ; pengendalian aktifvitas budidaya pada hutan berfungsi lindung. Pengelolaan kawasan cagar alam dilakukan melalui kegiatan : pengendalian alih fungsi lahan pada areal cagar alam; pengawasan terhadap pemanfaatan cagar alam oleh kegiatan budidaya. Pengelolaan kawasan bergambut dilakukan melalui kegiatan : penelitian kawasan bergambut menurut fungsi ekologis; pengendalian pembangunan dan aktivitas budidaya pada lahan bergambut; penetapan delineasi ruang lahan bergambut yang dilindungi pada RTRW Kabupaten/Kota. Pengelolaan kawasan resapan air tanah dilakukan melalui kegiatan : pemetaan kawasan resapan air tanah pengendalian pembangunan dan aktivitas budidaya pada kawasan resapan air tanah; pengawasan terhadap pemanfaatan kawasan resapan air tanah oleh kegiatan budidaya. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat dilakukan melalui kegiatan : delineasi areal perlindungan setempat pada RTRW Kabupaten/Kota dan rencana rinci; pengendalian pembangunan pada kawasan perlindungan setempat dengan memperhatikan tradisi masyarakat lokal dalam memanfaatkan kawasan tersebut. Strategi pengelolaan kawasan lindung di Kalimantan Timur adalah sebagai berikut : a) mempertahankan secara ketat kawasan hutan berfungsi lindung yang belum mengalami perambahan atau alih fungsi. b) menetapkan status kawasan hutan berfungsi lindung yang telah dirambah atau beralih fungsi pada RTRW yang lebih rinci dan mekanisme pengendalian pembangunan lainnya. c) mempertahankan ekosistem mangrove sebagai penahan abrasi, tempat pengendapan lumpur (mudflat), tempat asuhan post larva, tempat bertelur, tempat memijah, dan tempat mencari makan biota perairan. d) mengendalikan alih fungsi lahan pada kawasan yang berfungsi sebagai cagar alam, suaka margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, cagar biosfer, serta cagar budaya dan sejarah untuk kegiatan budidaya. e) mengendalikan kawasan bergambut dan berawa dari alih fungsi lahan untuk mempertahankan fungsinya sebagai habitat biota dan vegetasi akuatik serta sebagai tempat retensi aliran permukaan menuju ke laut. 27

31 f) delineasi kawasan berstatus rawan bencana alam menurut zonasi kerawanan yang lazim berlaku pada RTRW yang lebih rinci, terutama dikaitkan dengan disaster management dan mitigasi bencana secara struktural dan non struktural. g) delineasi kawasan perlindungan setempat sesuai dengan peraturanperundangan yang berlaku dalam RTRW Kabupaten/Kota, dan Rencana Rinci Tata Ruang. Dalam rangka menjamin terselenggaranya pemanfaatan ruang di kawasan lindung secara seimbang dan berkeadilan didukung oleh pembagian peran antar pelaku dan pembiayaan yang bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Hutan Lindung meliputi : a) Arahan pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan kawasan (budidaya jamur, penangkaran satwa, budidaya tanaman obat dan tanaman hias, budidaya perlebahan dan budidaya sarang burung walet), pemanfaatan jasa lingkungan (wisata alam, pemanfaatan air, keindahan dan kenyamanan, usaha olahraga tantangan), dan pemungutan hasil hutan non kayu (rotan, madu, buah-buahan dan perburuan satwa liar yang tidak dilindungi dan dilaksanakan secara tradisional) serta pendidikan dan penelitian; b) Arahan pembatasan dalam kawasan hutan lindung hanya untuk pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian dan wisata alam secara terbatas; c) Arahan pemanfaatan dalam kawasan hutan lindung untuk rehabilitasi lahan, pembinaan habitat dan pembinaan kawasan serta pengurangan dan penambahan jumlah populasi suatu jenis, baik asli atau bukan asli ke dalam kawasan. d) Arahan pelarangan dalam kawasan hutan lindung untuk kegiatan yang bersifat merubah bentang alam. Arahan peraturan zonasi Kawasan Cagar Alam meliputi : a) Arahan pemanfaatan ruang hanya untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, serta kegiatan lain yang menunjang budidaya kawasan cagar alam; b) Arahan pelarangan untuk melakukan kegiatan perusakan terhadap kawasan dan ekosistemnya; c) Arahan pelarangan untuk melakukan perburuan satwa yang berada didalam kawasan dan memasukan/menambah jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli setempat; Arahan peraturan zonasi Kawasan Taman Nasional meliputi : a) Arahan pemanfaatan ruang hanya untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan menunjang budidaya kawasan cagar alam, budaya dan wisata alam; b) Arahan pelarangan untuk melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti, meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan zona inti; c) Arahan pelarangan memasukan/menambah jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli setempat. 28

32 d) Arahan pelarangan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain Taman Nasional. e) Arahan pemanfaatan didalam zona pemanfaatan Taman Nasional, untuk pembangunan sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan. f) Arahan pemanfaatan untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, dengan memberikan hak pengusahban atas zona pemanfaatan Taman Nasional serta mengikutsertakan masyarakat. Arahan peraturan zonasi Kawasan Taman Hutan Raya meliputi : a) Arahan pemanfaatan ruang hanya untuk kepentingan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya kawasan cagar alam, budaya dan wisata alam; b) Arahan pelarangan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain Taman Hutan Raya. c) Arahan pembatasan didalam zona pemanfaatan Taman Hutan Raya, untuk pembangunan sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan. d) Arahan pemanfaatan untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, dengan memberikan hak pengusahan atas zona pemanfaatan Taman Hutan Raya serta mengikutsertakan masyarakat. e) Arahan peraturan zonasi Hutan Wisata Alam meliputi : f) Arahan pemanfaatan ruang hanya untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan menunjang budidaya kawasan cagar alam, budaya dan wisata alam; g) Arahan pelarangan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfatan dan zona lain Hutan Wisata Alam. h) Arahan pemanfaatan didalam zona pemanfaatan Taman Hutan Wisata Alam, untuk pembangunan sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan. i) Arahan pemanfaatan untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, dengan memberikan hak pengusahan atas zona pemanfaatan Hutan Wisata Alam serta mengikutsertakan masyarakat. j) Arahan peraturan zonasi Kawasan Hutan Penelitian dan Pendidikan meliputi : k) Arahan pemanfaatan ruang untuk penelitian dan pendidikan. l) Arahan pelarangan melakukan kegiatan dan pembangunan sarana prasarana yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan. Kawasan Budidaya Kebijakan pola ruang kawasan budidaya diarahkan berdasarkan sifat-sifat kegiatan yang akan ditampung, potensi pengembangan, dan kesesuaian lahan. Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya d Kalimantan Barat direncanakan meliputi: Kawasan budidaya terdiri dari kawasan budidaya kehutanan dan kawasan Budidaya Non Kehutanan. Kawasan budidaya kehutanan adalah untuk budidaya hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas, seluas Ha. Kawasan budidaya non kehutanan terdiri dari kawasan permukiman, kawasan perkebunan, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan budidaya lainnya di luar sektor kehutanan, seluas Ha. 1. Kawasan Budidaya Kehutanan 29

33 Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya kehutanan sebagaimana dimaksud dalam terdistribusi di Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Pasir. Dimana 6 dari 9 kabupaten tersebut termasuk dalam deliniasi Kawasan Heart of Borneo. Adapun rencana pengelolaan kawasan budidaya kehutanan adalah : a) pengendalian penebangan kayu ilegal dan perambahan hutan di Provinsi Kalimantan Timur; b) pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pengelolaan hutan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota terhadap pihak yang diberi hak pengusahaan hutan; c) reboisasi dan rehabilitasi hutan dan lahan di kawasan kehutanan menuju keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya kehutanan; d) mengendalikan kebakaran hutan dan lahan; e) menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian hutan atau pengembangan hutan kemasyarakatan. Pengembangan kawasan budidaya kehutanan dilaksanakan berdasarkan strategi : a) melakukan pemetaan dan inventarisasi lahan hutan menurut jenisnya dan inventarisasi permasalahan di lapangan. b) melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap IUPHHK pada hutan alam dan hutan tanaman yang telah diterbitkan. c) melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap IPK pada kawasan hutan d) menyelesaikan masalah tumpang tindih pemanfaatan ruang antara budidaya kehutanan dengan budidaya lainnya. e) melakukan kemitraan dengan masyarakat untuk mengelola lahan budidaya kehutanan. f) melakukan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dengan Kabupaten/Kota di bidang kehutanan dan mengkoordinir UPT kehutanan pusat yang ada di daerah. Pengelolaan kawasan budidaya kehutanan dilaksanakan melalui : a) Penetapan status kawasan budidaya kehutanan; b) Pengendalian kegiatan non-kehutanan pada kawasan budidaya kehutanan; c) Reboisasi dan pemulihan fungsi kawasan; d) Pengendalian kebakaran hutan Pengelolaan kawasan budidaya kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Peraturan Daerah ini dilakukan secara bertahap, yaitu : a) Penetapan status kawasan budidaya kehutanan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir periode PJM pertama; b) Pengendalian kegiatan non-kehutanan pada kawasan budidaya kehutanan dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir PJM ke dua; c) Reboisasi dan pemulihan fungsi kawasan dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan; d) Pengendalian kebakaran hutan dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan; 30

34 Pengembangan kawasan budidaya kehutanan didukung oleh pembiayaan yang bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan. Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan akan diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya Kehutanan meliputi : a) Arahan pemanfaatan ruang untuk Ijin Usaha Pemanfaatan Kawasan (IUPK), Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL), Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK), Ijin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) dan Ijin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK). b) Arahan pembatasan/pengendalian pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan untuk menjaga kelestarian dan kestabilan neraca sumber daya hutan. c) Arahan pembangunan sarana dan prasarana dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan kawasan dan pemungutan hasil hutan. 2. Kawasan Budidaya Non Kehutanan Selain kawasan budidaya kehutanan pada beberapa kawasan di dalam kawasan Heart of Borneo diarahkan sebagai kawasan budidaya non kehutanan yang terdistribusi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau. Rencana pengelolaan kawasan budidaya non kehutanan diarahkan untuk pengembangan prasarana wilayah, kawasan permukiman, kawasan perkebunan, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan budidaya lainnya di luar sektor kehutanan. Adapun distribusi pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya non kehutanan sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut secara rinci dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota bersangkutan. Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya pertanian tanaman pangan terdistribusi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten Nunukan. Rencana pengelolaan kawasan budidaya pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud adalah : meningkatkan produksi pertanian padi sebagai komoditi utama untuk memenuhi kebutuhan Provinsi Kalimantan Timur. mengembangkan lahan pertanian pada areal yang sesuai bagi pertanian tanaman pangan. meningkatkan nilai tambah produk pertanian tanaman pangan melalui pengembangan agroindustri dan agribisnis. meningkatkan luas lahan pertanian sawah teknis melalui pembangunan prasarana irigasi. Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya perkebunan terdistribusi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan. Rencana pengelolaan kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud adalah : 31

35 meningkatkan produksi perkebunan terutama kelapa sawit, karet, kakao, lada dan kelapa sebagai komoditi utama. mengembangkan lahan perkebunan pada areal yang sesuai bagi perkebunan. meningkatkan nilai tambah produk perkebunan melalui pengembangan agroindustri dan agribisnis. Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan pertambangan terdistribusi di wilayah Kabupaten. Rencana pengelolaan kawasan pertambangan sebagaimana di maksud adalah : pengendalian kegiatan pertambangan ilegal di Provinsi Kalimantan Timur. pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pertambangan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota terhadap pihak yang diberi hak untuk melakukan usaha pertambangan. reklamasi dan revegetasi hutan dan lahan di kawasan bekas pertambangan. Rencana pola pemanfaatan kawasan pariwisata terdistribusi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat. Rencana pengelolaan kawasan pariwisata sebagaimana di maksud ayat 16 pasal ini adalah : mendorong pengembangan obyek dan daya tarik wisata unggulan di Provinsi Kalimantan Timur melalui penetapan zona-zona wisata. meningkatkan investasi di bidang pariwisata. menetapkan kawasan cagar budaya dalam RTRW Kabupaten/kota bersangkutan. Pengembangan kawasan pariwisata dilaksanakan berdasarkan strategi : Meningkatkan aksesibilitas dan infrastruktur menuju obyek wisata unggulan di Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur. Meningkatkan pengelolaan dan melestarikan obyek wisata taman budaya dan cagar alam serta permuseuman. Melakukan kemitraan dengan masyarakat untuk mengelola obyek dan daya tarik wisata yang ada di daerahnya. Melakukan kerjasama antara sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Timur dengan Kabupaten/Kota. Pengelolaan kawasan pariwisata dilaksanakan melalui : Pengembangan kawasan bagi kegiatan eko-wisata, terutama Wisata Bahari, Wana Wisata, dan Agro Wisata. Pengembangan kegiatan wisata budaya Pengembangan jasa pendukung pariwisata Pengembangan prasarana transportasi darat, laut, sungai, dan udara secara terintegrasi untuk mendukung aksesibilitas kegiatan pariwisata Peningkatan kualitas dan daya tarik obyek dan atraksi wisata Pengembangan kegiatan promosi pariwisata terpadu Pengembangan pusat informasi pariwisata Peningkatan kualitas operator wisata 32

36 Pengembangan kawasan pariwisata didukung oleh pembiayaan yang bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan. Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan akan diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Pariwisata meliputi : Arahan pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan. Arahan perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau. Arahan pendirian bangunan dan Sarana Prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Pengembangan kawasan pertambangan dilaksanakan berdasarkan strategi : Melakukan delineasi dan inventarisasi sebaran dan potensi sumberdaya mineral menurut jenisnya dan inventarisasi permasalahan di lapangan. Mengatur mekanisme pemberian izin kuasa pertambangan (KP) dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Timur. Pemberian rekomendasi untuk tahapan PKP2B oleh Pemerintah Provinsi melalui koordinasi dengan instansi teknis terkait. Melakukan evaluasi dan menertibkan surat izin usaha pertambangan yang telah diterbitkan. Menyelesaikan masalah tumpang tindih pemanfaatan ruang antara kawasan pertambangan dengan kawasan lainnya. Melakukan kerjasama antara pemegang kuasa pertambangan di Provinsi Kalimantan Timur dalam rehabilitasi kawasan bekas pertambangan dan pengalihan aset. Pengelolaan kawasan pertambangan dilaksanakan melalui : Peningkatan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi pertambangan umum dan migas yang potensial Pengembangan kegiatan eksploitasi pertambangan umum dan migas yang terbukti layak ditambang Pengembangan kegiatan pertambangan rakyat yang berkelanjutan Penanggulangan kegiatan penambangan yang menggunakan fasilitas umum Penanggulangan penambangan tanpa ijin Pengawasan kegiatan reklamasi lahan bekas penambangan dan pengintegrasian ke dalam RTRW Kabupaten/Kota Penyiapan peraturan dan pengaturan penutupan tambang (mine closure) secara terintegrasi dengan RTRW Kabupaten/Kota Pengelolaan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dilakukan secara bertahap, yaitu : Peningkatan kegiatan eksplorasi pertambangan umum dan migas yang potensial dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan; Pengembangan kegiatan eksploitasi pertambangan umum dan migas yang terbukti layak ditambang dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan; 33

37 Penetapan status kawasan pertambangan yang berada pada kawasan berfungsi lindung dilaksanakan pada periode PJM pertama; Penanggulangan kegiatan penambangan tanpa izin dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir periode PJM kedua; Pengembangan kegiatan pertambangan rakyat yang berkelanjutan dilaksanakan mulai tahun kedua perencanaan hingga akhir tahun perencanaan; Pengawasan kegiatan reklamasi lahan bekas penambangan dan pengintegrasian ke dalam RTRW Kabupaten/Kota dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan; Penyiapan peraturan dan pengaturan penutupan tambang (mine closure) secara terintegrasi dengan RTRW Kabupaten/Kota dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan; Pengembangan kawasan pertambangan didukung oleh pembiayaan yang bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan. Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan akan diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Pertambangan meliputi : Arahan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usaha pertambangan umum dan migas. Arahan pengaturan pendirian bangunan tambang lepas pantai agar tidak mengganggu fungsi alur pelayaran. Arahan pengaturan kawasan tambang dengan memperhatikan keterdapatan dan potensi sumber daya mineral dan energi. Arahan pengaturan bangunan lain di sekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan daerah. Rencana Pengembangan Prasarana Wilayah Rencana pengembangan prasarana wilayah terdiri dari pengembangan prasarana transportasi darat, laut, udara, prasarana sumber daya air dan irigasi, energi, serta telekomunikasi. Rencana pengembangan prasarana transportasi darat, laut, dan udara meliputi : Pengembangan jaringan jalan arteri yaitu jalan Lintas Kalimantan yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Timur dengan Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Kalimantan Tengah serta dengan Malaysia meliputi : a) Jaringan jalan Lintas Kalimantan Poros Selatan yang menghubungkan Kota Tanjung di Provinsi Kalimantan Selatan Batu Aji Kuaro Penajam Balikpapan Samarinda Bontang Sangatta Simpang Perdau - Muarawahau Tanjung Redeb Tanjung Selor Malinau. b) Jaringan Jalan Raya (highway) Balikpapan Samarinda - Bontang. c) Jaringan jalan Lintas Kalimantan Poros Tengah yang menghubungkan Samarinda - Tenggarong Kota Bangun - Simpang Blusuh Tukuq - Batas Provinsi Kalimantan Tengah. d) Jaringan Jalan Lintas Kalimantan Poros Utara yang menghubungkan Pulau Nunukan Simanggaris Mensalong Malinau Long Pujungan Data Dian - Long Nawang Long Pahangai - Tiong Ohang - Long Apari 34

38 Putusibau Kalimantan Barat, dan Jaringan jalan yang menghubungkan Long Pahangai Lasan Tuyan - Batas Negara, jaringan jalan yang menghubungkan Malinau Long Semamu Long Midang Batas Negara, jaringan jalan yang menghubungkan Mansalong Labang - Tau Lumbis Batas Negara, serta Simanggaris - Batas Negara. C. Arahan RTRW Propinsi Kalimantan Tengah Arahan pemanfaatan ruang Kawasan Heart of Borneo di propinsi ini diarahkan menjadi 2 jenis pemanfaatan, yaitu kawasan lindung, dan kawasan budidaya. Berikut kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan termasuk sarana dan prasarana untuk pemanfaatan ruang tersebut di atas dalam RTRW Propinsi Kalimantan Tengah. Peruntukan Ruang Kawasan Lindung Kawasan Lindung ialah kawasan yang diperuntukkan berfungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya binaan, nilai sejarah, dan budaya bangsa, untuk kepentingan pembagunan yang berkelanjutan. Ada delapan jenis peruntukan ruang yang tergolong kawasan lindung. Jenisnya meliputi Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Hutan Konservasi Airhitam, Hutan Penelitian Dan Pendidikan, Hutan Taman Wisata Alam, Hutan Manggrove, dan Hutan Lindung. Dimana yang merupakan bagian kawasan HoB adalah : No Kawasan Lokasi Fungsi Luas 1 Cagar Alam a. CA Sumber Kabupaten perlindungan ha Barito Murungraya ekosistem. b. CA. Pararawen kabupaten Barito Utara, diapit oleh S. Penreh dan S. Lemo perlindungan ekosistem ha 2 Taman Nasional TN. Bukit Raya 3 Hutan Lindung Pada kawasan mulai ketinggian 500 dpl dan kelerengan 40 %. Hulu S. Katingan pada perbatasan Kabupaten Katingan dengan Kalimantan Barat Lokasi berbentuk memanjang dan menerus, pada bagian terhulu dari rangkaian pegunungan Schwaner, Muller, dan Meratus. konotasi konservasi fungsi paru-paru dunia hektar 35

39 Peruntukan Kawasan Budidaya Kehutanan Jenis-jenis peruntukan yang termasuk dalam kelompok ini meliputi Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, Hutan Tanaman Industri, Hutan Kawasan Tertentu Untuk Kepentingan Militer, dan Hutan Kawasan Tertentu Dalam Kawasan Pengembangan Lahan Gambut. Tabel Peruntukan Kawasan Budidaya Kehutanan No Kawasan Lokasi Fungsi Luas 1 Hutan Tersebar di produksi kayu hutan Produksi seluruh alam dengan hektar. Terbatas wilayah pembatasan (HPT) Kalimantan penebangan yang ketat agar Tengah meminimalkan 2 Hutan Produksi (HP) 3 Hutan Kawasan Tertentu Dalam Kawasan PLG (HKT- PLG) kabupaten Gunungmas berdasarkan ketetapan pemerintah. kerusakan lingkungan produksi kayu hutan alam dengan yang penebangannya dapat dilakukan lebih leluasa Bagian areal dari kawasan tertentu Pengembangan Lahan Gambut yang diperuntukkan bagi kegiatan perhutanan yang statusnya akan diarahkan sebagai hutan rakyat hektar Peruntukan Ruang Kawasan Budidaya Kawasan Budidaya ialah kawasan yang diperuntukkan bagi fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya binaan, dan sumberdaya manusia. Terbagi dalam dua jenis peruntukan yakni Budidaya Kehutanan dan Non-Kehutanan. Dimana kawasan budidaya kehutanan dapat meliputi : Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, Hutan Tanaman Industri, Hutan Kawasan Tertentu Untuk Kepentingan Militer, dan Hutan Kawasan Tertentu Dalam Kawasan Pengembangan Lahan Gambut. Tabel Peruntukan Ruang Kawasan Budidaya No Kawasan Lokasi Fungsi Luas 1 Kawasan Pengembangan Produksi (KPP) hektar. Areal yang sudah sebagai perkebunan, (Perkebunan Besar Swasta berstatus HGU maupun Pekebunan Rakyat dan Perkebunan Plasma), serta areal yang sudah dengan Izin Lokasi untuk perkebunan. pengembangan produksi, khususnya pertanian dan perkebunan skala besar. 36

40 2 Kawasan Pengembangan Pemukiman Dan Penggunaan Lain (KPPPL) 3 KPP Dan KPPPL Dalam Kawasan Tertentu PLG pemukiman pedesaan & pemukiman perkotaan, pengembangan sarana dan prasarana umum, baik yang berfungsi sosial maupun komersial, baik yang bersifat tradisional maupun moderen, pengembangan industri, bahkan untuk usaha pertanian rencana tata ruang detail yang disiapkan untuk keseluruhan Kawasan PLG penyediaan ruang gerak bagi perkembangan kegiatan budidaya nonkehutanan secara umum. penyediaan ruang gerak perkembangan kegiatan budidaya nonkehutanan. Keseluruhan luasnya hektar ha KPP dan ha KPPL 3.2 Kajian Kebijakan Pengelolaan Sektoral dan Antar Negara Kajian kebijakan Sektoral Pemanfaatan ruang kawasan HoB telah diatur dalam RTRWN dan RTRW Pulau Kalimantan serta RTRW Propinsi Kalimantan Barat, Tengah dan Timur. Penetapan berdasarkan rencana tata ruang telah jelas pemanfaatan yang diijinkan bagi kawasan tersebut. Diantaranya terdapat pemanfaatan hutan baik lindung maupun budidaya serta fungsi-fungsi lain yang memiliki keterkaitan dengan berbagai sektor diantaranya lingkungan hidup, kehutanan, ESDM, perekonomian, sosial dan budaya, serta pariwisata. Berbagai kebijakan terkait sektor-sektor tersebut di Indonesia dituangkan dalam perundang-undangan serta rencana strategis setiap sektor yang menjadi pijakan semua pihak bagi penyusunan rencana program dan kegiatan. A. Kebijakan Lingkungan Hidup Kebijakan lingkungan hidup terkait kawasan HoB, tidak secara khusus kebijakan ini ditetapkan bagi kawasan HoB namun bagi pengelolaan linkungan hidup secara meyeluruh di Indonesia yang dapat diterapkan pula di kawasan HoB. Ada 7 butir kebijakan nasional lingkungan hidup yang menjadi pedoman dalam pengelolaan lingkungan hidup yaitu : a. Pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasarkan konsep pembangunan berkjelanjutan. b. Fungsi lingkungan perlu dilestarikan demi kepentingan manusia baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. 37

41 c. Pemanfaatan sumber daya alam tak terpulihkan perlu memperhatikan kebutuhan antar generasi dan mempertahankan daya pemulihannya. d. Setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat dan berkewajiban untuk melestarikan lingkungan. e. Dalam pelestarian lingkungan usaha pencegahan lebih diutamakan daripada usaha penanggulangan dan pemulihan. f. Kualitas lingkungan ditetapkan berdasarkan fungsinya. g. Pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasar prinsip-prinsip pelestarian melalui pendekatan manajemen yang layak dengan sistem pertanggungjawaban. B. Kebijakan Kehutanan Kebijakan kehutanan diatur berdasarkan PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Peratutran ini mengatur tentang pemanfaatan hutan, hutan hak, industri primer hasil hutan, peredaran dan pemasaran hasil hutan, pembinaan dan pengendalian, serta sanksi administratif. Dilandasi prinsip good governance dan pengelolaan hutan lestari ini diatur tentang pengelolaan hutan berdasarkan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) dengan wilayah pengelolaan yang sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukan hutan yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPH yang ada meliputi KPH Konservasi, KPH Lindung dan KPH Produksi. Diatur pula tentang pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan lestari. Pemanfaatan hutan meliputi pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Pemanfaatan hutan dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan kecuali pada cagar alam, dan zona rimba, serta zona inti pada taman nasional. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dapat dilakukan melaiui kegiatan: pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, serta penyerapan/penyimpanan karbon. Untuk meningkatkan nilai tambah hasil hutan, pemerintah mengatur, membina dan mengembangkan industri primer hasil hutan yang meliputi kayu bulat dan bahan baku bukan kayu yang langsung dipungut dari hutan. Pengaturan ini dimaksudkan juga untuk menciptakan lapangan kerja, penggunaan bahan baku secara efisien, mewujudkan industri yang efisien dan produktif serta berdaya saing tinggi. Selain itu dimaksudkan pula untuk mencegah timbulnya kerusakan sumberdaya hutan dan pencemaran lingkungan hidup, disamping untuk mengamankan sumber bahan baku dalam rangka pengelolaan hutan lestari. Disamping itu Departemen Kehutanan telah menetapkan kebijakan prioritas pembangunan kehutanan, sebagai berikut : 38

42 a. Kebijakan Pemberantasan Pencurian Kayu di Hutan Negara dan Perdagangan Kayu Illegal Kebijakan ini dimaksudkan untuk membangun persepsi yang sama dari seluruh pemangku kepentingan bahwa pencurian kayu dan peredaran kayu illegal yang telah berkembang sangat memprihatinkan dan mengakibatkan penurunan fungsi kawasan konservasi, fragmentasi habitat, masalah sosial, ekonomi, dan budaya. b. Kebijakan Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi dan memelihara proses ekologis esensial dan sistem penyangga kehidupan, mengawetkan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, memanfaatkan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan prinsip kelestarian serta mempercepat pulihnya kawasan konservasi yang rusak sehingga kembali berfungsi normal. c. Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memfasilitasi serta mengakomodir kegiatan masyarakat sekitar kawasan konservasi. Dampak yang diharapkan dari kebijakan tersebut adalah berkembangnya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan konservasi melalui perolehan manfaat secara langsung atau tidak langsung bagi pelaku usaha maupun mitra. 1). Memperkuat kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat/para pemangku kepentingan dalam kegiatan konservasi dan rehabilitasi SDA. 2). Penguatan usaha produktif masyarakat sekitar kawasan konservasi. d. Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mempercepat pemantapan penataan kawasan konservasi. Dalam rangka peningkatan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi akan sangat ditentukan oleh kepastian status suatu kawasan. C. Kebijakan ESDM Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara; mengatur dan melakukan pengawasan keteknikan dalam kegiatan usaha migas; memberikan jaminan kepada investor nasional dan asing berupa security of tenure selama 30 tahun pada pengusahaan pertambangan mineral, batu bara dan panas bumi; melakukan upaya simplifikasi, transparansi dan otomatisasi pelayanan perizinan investasi; serta optimalisasi teknologi dan pemanfaatan mineral dan batu bara. Sebagaimana Visi Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral yakni : Terwujudnya sektor energi dan sumberdaya mineral yang menghasilkan nilai tambah sebagai salah satu sumber kemakmuran rakyat melalui pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan, adil, transparan, bertanggungjawab, efisien serta sesuai standart etika yang tinggi. 39

43 D. Kebijakan Perekonomian Kebijakan perekonomian dikawasan hutan lindung dengan memanfaatkan hutan yang dilandasi oleh asas pengelolaan hutan lestari dan disesuaikan dengan fungsi hutannya (konservasi, lindung dan produksi). Melalui konsep tersebut maka hutan akan dapat memberi sumbangan dalam menanggulangi kemiskinan melalui terbukanya kesempatan kerja dan berusaha dengan memanfaatkan hasil hutan kayu maupun non kayu (rotan, gaharu, madu dll) maupun mengisi kesempatan kerja pada kegiatan-kegiatan pengusahaan hutan, industri kehutanan. Kebijakan terkait perekonomian di kawasan HoB sebagai KSN yang tertuang dalam RTRWN menetapkan : pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional. Kemudian dituangkan dalam strategi sebagai berikut : a. mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam dan kegiatan budi daya unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah; b. menciptakan iklim investasi yang kondusif; c. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; d. mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan; e. mengintensifkan promosi peluang investasi; dan f. meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi. E. Kebijakan Sosial Budaya Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional terkait dengan sektor sosial budaya diantaranya : pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa, serta pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan, dimana dituangkan dalam berbagai strategi. Untuk kebijakan pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa strategi yang ditempuh adalah : a. meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya yang mencerminkan jati diri bangsa yang berbudi luhur; b. mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan masyarakat; dan c. melestarikan situs warisan budaya bangsa. Sedang bagi kebijakan pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan strategi yang ditempuh adalah : a. memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan; b. membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah; c. mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat; d. meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan; dan 40

44 e. meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan kegiatan ekonomi. F. Kebijakan Pariwisata Kebijakan pariwisata bagi pengelolaan kawasan secara berkelanjutan tercermin dalam konsep pengelolaan ekowisata. Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat. Dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahtraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan. Terdapat 8 prinsip dalam pelaksanaan ekowisata yang disampaikan dalam The Ecotourism Society (Eplerwood/1999), adalah sebagai berikut : 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat. 2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam. 3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. 4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. 5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. 6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat. 7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi. 8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat. 41

45 Garis Besar Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia yang merupakan draft dari Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya,1999 mencakup berbagai hal : Visi Ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya), melibatkan dan menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara komersial. Tujuan Ekowisata Indonesia adalah untuk : (1) Mewujudkan penyelenggaraan wisata yang bertanggung jawab, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam, peninggalan sejarah dan budaya; (2) Meningkatkan partisipasi masyararakat dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat; (3) Menjadi model bagi pengembangan pariwisata lainnya, melalui penerapan kaidah-kaidah ekowisata. Tabel Prinsip dan Kriteria Ekowisata NO PRINSIP KRITERIA 1 Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidahkaidah usaha yang bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan. 2 Pengembangan harus mengikuti kaidahkaidah ekologis dan atas dasar musyawarah dan pemufakatan masyarakat setempat. Memperhatikan kualitas daya dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui pelaksanaan sistem pemintakatan (zonasi). Mengelola jumlah pengunjung, sarana dan fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan daerah tujuan. Meningkatkan kesadaran dan apresiasi para pelaku terhadap lingkungan alam dan budaya. Memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata. Meminimumkan dampak negatif yang ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan. Mengelola usaha secara sehat. Menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-renahnya. Meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Melakukan penelitian dan perencanaan terpadu dalam pengembangan ekowisata. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekowisata. Memberi kebebasan kepada masyarakat untuk bisa menerima atau menolak 42

46 3 Memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. 4 Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. 5 Memperhatikan perjanjian, peraturan, perundang-undangan baik ditingkat nasional maupun internasional. pengembangan ekowisata. Menginformasikan secara jelas dan benar konsep dan tujuan pengembangan kawasan tersebut kepada masyarakat setempat. Membuka kesempatan untuk melakukan dialog dengan seluruh pihak yang terlibat (multi-stakeholders) dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Membuka kesempatan keapda masyarakat setempat untuk membuka usaha ekowisata dan menjadi pelakupelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik secara aktif maupun pasif. Memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan usaha ekowisata untuk meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat. Meningkatkan ketrampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata. Menekan tingkat kebocoran pendapatan (leakage) serendah-rendahnya. Menetapkan kode etik ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata. Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak lainya (multi-stakeholders) dalam penyusunan kode etik wisatawan, pengelola dan pelaku usaha ekowisata. Melakukan pendekatan, meminta saransaran dan mencari masukan dari tokoh/pemuka masyarakat setempat pada tingkat paling awal sebelum memulai langkah-langkah dalam proses pengembangan ekowisata. Melakukan penelitian dan pengenalan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat sebagai bagian terpadu dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Memperhatikan dan melaksanakan secara konsisten: Dokumen-dokumen Internasional yang mengikat (Agenda 21, Habitat Agenda, Sustainable Tourism, Bali Declaration dsb.). GBHN Pariwisata Berkelanjutan, Undangundang dan peraturan-peraturan yang berlaku. Menyusun peraturan-peraturan baru yang diperlukan dan memperbaiki dan menyempurnakan peraturan-peraturan lainnya yang telah ada sehingga secara keseluruhan membentuk sistem per-uuan dan sistem hukum yang konsisten. 43

47 Memberlakukan peraturan yang berlaku dan memberikan sangsi atas pelanggarannya secara konsekuen sesuai dengan ketentuan yang berlaku (law enforcement). Membentuk kerja sama dengan masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dilanggarnya peraturan yang berlaku Inventarisasi Ketentuan Pemanfaatan Ruang Antar Negara Kawasan HoB ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional dengan berbagai fungsi yang diemban, diantaranya dengan fungsi pertahanan dan keamanan dan fungsi ekologis. Sementara itu kawasan HoB juga merupakan kawasan yang mencakup beberapa negara. Hal tersebut memberikan konsekuensi dalam pengelolaan kawasan akan melibatkan kepentingan negara-negara tersebut. Untuk itu diperlukan berbagai ketentuan yang akan dikelolabersama, diantaranya : pengaturan perbatasan, daerah aliran sungai (DAS), kawasan lindung, kawasan budidaya, infrastruktur dan perkotaan. A. Ketentuan Terkait Pengaturan Perbatasan Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJP dan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang RPJM, yang menegaskan adanya 5 fungsi yang menjadi dasar kebijakan pembangunan kawasan perbatasan, yaitu: 1. kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu gerbang internasional ke negara tetangga, 2. kawasan perbatasan menerapkan keserasian prinsip pembangunan kesejahteraan dan pertahanan keamanan, 3. pembangunan kawasan memberikan perlindungan terhadap kawasan konservasi dunia dan kawasan lindung nasional, 4. pengembangan ekonomi secara selektif sesuai potensi eksternal dan internal kawasan, 5. sebagai kerja sama ekonomi yang menguntungkan antar negara dengan melibatkan pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha. B. Ketentuan Terkait Pengelolaan Kawasan DAS Ketentuan pengelolaan kawasan DAS dalam pemanfaatan ruang antar negara merupakan issu penting dalam pengelolaan kawasan HoB ini, mengingat kawasan ini memiliki banyak DAS. Contoh sukses dalam pengelolaan DAS antar negara dapat dilihat pada pengelolaan sungai Rhine. Sungai Rhine merupakan sungai yang melintasi beberapa negara dengan hulu di wilayah negara Switzerland melintasi negara Austria, Perancis, Jerman dan berhilir di Belanda. Pengelolaan Sungai Rhine menetapkan integrasi, strategi dan target yang harus dicapai, sebagai berikut : Integrasi Monitoring kualitas air Pendekatan pengurangan polusi (end of pipe) 44

48 Pengurangan polusi di sumbernya Pengurangan polusi yang tersebar Pendekatan ekosistem Sektor Pertanian Keterlibatan NGO dan stakeholders lain Pencegahan banjir Perencanaan tata ruang Pembangunan (ekonomi) berkelanjutan Strategi/Prinsip Air adalah bagian dari seluruh kehidupan dan perlu dipertimbangkan bagi seluruh kebijakan sektor Simpan air di DAS dan sepanjang sungai Biarkan sungai tumbuh dan kurangi run-off Perhatikan terjadinya bahaya, belajarlah hidup dengan resiko Integrasikan dan harmoniskan kegiatan, kerjasama untuk seluruh pihak dalam DAS Target yang harus dicapai Kurangi resiko kerusakan (25% di th 2020) Kurangi tingkat banjir (70 cm di th 2020) Tingkatkan perhatian di wilayah beresiko (petakan seluruh area beresiko di th 2005) Tingkatkan perkiraan banjir dan tanda terjadinya banjir (th 2005 sudah siap) Gambaran lintasan sungai Rhine dan kondisi yang telah dicapai berkat kerja sama pengelolaan tersebut. Diskripsi Sungai Rhine Panjang sungai km Cakupan kawasan km2 Mempengaruhi 50 juta jiwa Melintasi 9 negara Memiliki fungsi yang memberikan Ketergantungan ekonomi Memiliki fungsi yang memberikan Ketergantungan ekologi Multiguna 45

49 Gambar Sungai Rhine Gambar Kondisi S. Rhine C. Ketentuan Terkait Infrastruktur Jalan Ketentuan pengelolaan infrastruktur jalan dalam pemanfaatan ruang antar negara merupakan faktor penting bagi keberhasilan kerjasama. Kajian ini sedang dalam penyususnan. D. Ketentuan Terkait Kawasan Lindung Ketentuan kawasan lindung dalam pemanfaatan ruang antar negara diatur melalui konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati Convention On Biological Divesity (konservasi, pemanfaatan berkelanjutan dan pembagian yang adil dari komponen-komponen keanekaragaman hayati). Disahkan dengan : Undang Undang No. 5 Tahun 1994 Tentang : Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati). Bertujuan menggalang kerjasama regional dan internasional mengenai pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup, dan peran serta dalam pengembangan kebijaksanaan internasional serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lingkungan hidup yang harus terus ditingkatkan bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan. Manfaat Konvensi diantaranya : Pengembangan kerjasama internasional untuk peningkatan kemampuan dalam konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, meliputi: a. Penetapan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati baik in-situ maupun ex-situ; b. Pengembangan pola-pola insentif baik secara sosial budaya maupun ekonomi untuk upaya perlindungan dan pemanfaatan secara lestari; c. Pertukaran informasi; d. Pengembangan pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan peningkatan peran serta masyarakat. Selain konvensi keanekaragaman hayati, Indonesia juga meratifikasi konvensi Lahan Basah Dipandang dari Kepentingan Internasional 46

50 Khususnya Sebagai Habitat Burung Air (Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat). Bertujuan melestarikan lahan basah berikut flora dan faunanya yang pelaksanaannya memerlukan keterpaduan antar kebijaksanaan internasional; yang disahkan dengan : Keputusan Presiden RI Nomor 48 Tahun E. Ketentuan Terkait Kawasan Budidaya Ketentuan kawasan budidaya dalam pemanfaatan ruang antar negara diatur melalui Kerangka Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim, terutama dalam rangka pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reduction of Emission from Deforestation and Degradation/REDD). Dengan konservasi dan pembangunan berkelanjutan di wilayah HoB dimana deforestasi akan ditekan sekecilkecilnya, wilayah yang tercakup dalam HoB akan diuntungkan dengan mekanisme perdagangan karbon yang tercakup dalam mekanisme REDD. Disamping itu terdapat konvensi mengenai perlindungan lapisan ozon (Protection of the Ozone Layer dan Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer) yang disahkan melalui : Keputusan Presiden No. 23 Tahun Konvensi ini bertujuan menggalang kesepakatan dan kerjasama internasional guna mencegah perusakan dan penipisan lapisan ozon; dengan pertimbangan : perusakan dan penipisan lapisan ozon yang disebabkan oleh zatzat perusak ozon (ozone depleting substances) akan sangat membahayakan kelestarian kehidupan di bumi; Indonesia sebagai anggota masyarakat international memandang perlu ikut aktif di dalam kegiatan bersama yang bertujuan mencegah perusakan dan penipisan lapisan ozon tersebut; 47

51 4.1 PROFIL FISIK & EKOSISTEM KAWASAN Wilayah Administrasi HoB Berdasarkan kesepakatan Juni 2009 Area HoB untuk wilayah Indonesia mencakup 10 kabupaten di tiga provinsi di Kalimantan, yaitu: 1) Kalimantan Timur, terdiri dari : a. Kabupaten Nunukan, b. Kabupaten Malinau, c. Kabupaten Kutai Barat 2) Kalimantan Barat a. Kabupaten Kapuas Hulu, b. Kabupaten Melawi, c. Kabupaten Sintang, 3) Kalimantan Tengah a. Kabupaten Katingan, b. Kabupaten Gunung Mas, c. Kabupaten Murung Raya, d. Kabupaten Barito Utara Jika dilihat di Peta penetapan kawasan (WWF) maka kawasan HoB untuk wilayah Indonesia mencakup 16 kabupaten, dengan perbedaan sebagai berikut : No Propinsi 1 Kalimantan Timur Tertulis a. Nunukan, b. Malinau, c. Kutai Barat 2 Kalimantan Barat a. Kapuas Hulu, b. Melawi, c. Sintang, 3 Kalimantan Tengah a. Katingan, b. Gunung Mas, c. Murung Raya, d. Barito Utara Kabupaten Pemetaan a. Nunukan b. Malinau c. Kutai Barat d. Kutai e. Kutai Timur f. Berau g. Bulongan a. Kapuas Hulu b. Melawi c. Sintang a. Katingan, b. Gunung Mas, c. Murung Raya, d. Barito Utara e. Kapuas f. Seruyan Terdapat perbedaan wilayah administrasi yang tercakup dalam kawasan HoB. Sedangkan luasan yang tercantum dalam dokumen Rencana Strategis 48

52 dan Aksi Nasional HoB, menyebutkan luasan HoB Indonesia sebagai berikut : Propinsi Luasan (Hektar) Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Total Indonesia Perbedaan tersebut disebabkan adanya dua sudut pandang dalam penetapan kawasan HoB, yaitu : 1. Penetapan kawasan HoB dengan sudut pandang ekosistem menghasilkan wilayah yang seharusnya di konservasi untuk mendukung suksesnya visi yang ditetapkan. Dengan pendekatan ekosistem maka luasan yang harus dikonservasi meliputi 16 (enam belas) kabupaten. 2. Penetapan kawasan HoB dengan sudut pandang kondisi perkembangan kawasan HoB, hingga tahun 2005 area yang masih terjaga meliputi luasan pada 10 kabupaten. Disamping itu juga terdapat pertimbangan kesetaraan dalam konsep pengelolaan bersama antar negara, dimana luasan yang dikonservasi antara Indonesia dan Malaysia terdapat keseimbangan peran atau secara proporsional. Berdasarkan dua pertimbangan tersebut terdapat dua alternatif luasan kawasan HoB. Secara lebih jelas kawasan ini dapat dilihat pada peta administrasi kawasan HoB Kondisi Geografis HoB Iklim merupakan salah satu unsur alam yang dapat mempengaruhi kondisi suatu kawasan. Iklim kawasan HoB dipengaruhi oleh berbagai kondisi diantaranya curah hujan yang maksimum dan minimumnya menunjukkan kisaran antara : 681,0 mm (bulan Mei) dan 66,6 mm (bulan Februari). Temperatur rata-rata berkisar antara : 33.1ºC (terjadi pada bulan April) dan 22,2ºC (terjadi pada bulan Pebruari). Sedang kelembaban udara berkisar 85-88%. Topografi dan Morfologi Kawasan HoB merupakan bagian wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Kawasan ini didominasi oleh daerah pegunungan yang berbukit terdapat setidaknya 13 gunung. Pengunungan Iban antara Kalimantan Timur dan Malaysia Timur menjulang sampai m di G. Harun (Harden), dekat perbatasan dengan Sabah. Ujung bagian Barat rangkaian pegunungan Iran tengah membentuk jajaran Kapuas Hulu di sepanjang perbatasan Serawak dengan Kalimantan Barat. Menjulang di G. Lawit (1.767 m) dan G. Cemaru (1.681 m). Dari pegunungan tengah sekitar G. Cemaru, Pegunungan Muller (puncak tertingginya G. Liangpran m) dan Pegunungan Schwaner (Bukit Raya m) melintang kebarat daya di sepanjang perbatasan Kalimantan 49

53 Tengah dan Barat. Kearah tenggara melintang pengunungan Meratus yang rendah (puncak tertingginya G. Besar m), memisahkan Kalimantan Selatan dan Timur dan memanjang ke arah Selatan sepanjang pesisir. Seluruh rangkaian pegunungan ini merupakan pegunungan sekunder dengan ketinggian rata-rata dan dengan puncak kadangkadang hanya mencapai Gunung Makita (2.987 m) yang berada dekat Longnawan dan G. Giho (2.550 m) di dekat Longsaan, keduanya berada di perbatasan dengan Serawak merupakan puncak tertinggi Borneo yang berada di Kalimantan, diikuti dengan G. Mantam (2.467 m) di sebelah Barat Tanjung Redep, Kalimantan Timur. Danau yang ada berjumlah sekitar 17 buah, keseluruhannya berada di Kabupaten Kutai dengan danau yang paling luas yaitu Danau Jempang, Danau Semayang, dan Danau Melintang dengan luas masing masing hektar, hektar, dan hektar. Kondisi Batuan Kawasan HoB memiliki penyebaran formasi batuan dimana di wilayah HoB bagian Tengah di bangun oleh tiga (3) satuan batuan,yaitu batuan sedimen (65%),batuan beku (25%) dan batuan metafor (10%). Dan terdapat tiga (3) buah cekungan dan 2 tinggian yaitu, Cekungan barito (dibagian selatan dan timur), Cekungan malawi (bagian barat dan selatan) dan Cekungan Kutai (di bagian Timur). Keberadaan cekungan ini menjadikan wilayah HoB kaya akan sumber daya alam batubara. Sedangkan untuk wilayah ketinggian yaitu, pegunungan Schwaner dan pegunungan Muller. Selain batuan sedimen yang mempunyai kemampuan sebagai lapisan akuifer, juga batuan beku yang ada di wilayah HoB paling Timur mempunyai kandungan sumberdaya mineral yang potensial yaitu endapan emas letakan (placer gold) yang terdapat di daerah aliran dekat tubuh batuan Granodiorit dan endapan gunungapi formasi Jelai. Selain itu sumberdaya energi terdiri dari minyak dan gas bumi dihasilkan dari formasi batuan sedimen yang ada di wilayah ini yaitu di daerah Tarakan dan Bunyu. Lignit dan batubara yang merupakan bahan bakar fosil di temukan dalam Formasi Sajau dan Tabul di Tarakan, serta formasi Mandul dan Bunyu. Kahadiran batubara di Formasi Sajau lebih tebal dari Formasi Tabul yang umumnya berada di bawah permukaan air. Indikasi sumberdaya alam dan energy yang tedapat di wilayah Malinau kaitannya dengan kondisi batuan yang ada yaitu adanya mataair garam yang terdapat di daerah Longbawan pada formasi batuan Longbawan, sedangkan mataair panas terdapat pada formasi Mentarang (P3G / Badan Geologi, 1995). Bahan bangunan berupa pasir kuarsa dan lempung terdapat berlimpah di daerah Teluk Bayur dan Labanan. Batugamping yang terdapat di Tanjung Selor mempunyai mutu yang cukup baik untuk bahan bangunan tetapi jumlahnya sangat terbatas. Kondisi Tanah Kondisi tanah di kawasan HoB wilayah daratan perbatasan Kalimantan Timur sebagian besar didominasi tanah Ultisol, Entisol, Inceptisol. Tanah yang dominan adalah Ultisol, dengan tingkat kesuburan kimiawi relatif rendah. Pada dasarnya jenis tanah di perbatasan Kalimantan Timur hampir sama dengan jenis tanah di Kalimantan Timur pada umumnya yang terdiri 50

54 dari Hapludults, Plinthudults, Dystropepts, Fluvaquents, Haplaquents. Sebagian besar tanah di Kalimantan Barat berkembang pada dataran bergelombang dan pegunungan yang tertoreh di atas batuan sedimen dan batuan beku tua. Tanah-tanah ini berkisar dari ultisol masam yang sangat lapuk dan inceptisa muda. Di daerah tropis yang lembab, pelapukan berlangsung sangat cepat, hal ini disebabkan karena oleh panas dan kelembaban Selain itu juga dikarenakan curah hujan yang tinggi, tanah selalu basah dan unsur-unsur pokoknya yang dapat larut hilang, proses ini disebut dengan pelindingan. Sedangkan kondisi tanah di kawasan Pegunungan Schwaner jenis tanahnya didominasi oleh Podsolik merah kuning, latosol dan litosol dengan bahan induk batuan beku endapan dan metamorf; fraksi tanah umumnya kasar, permiabel muda tererosi dengan lapisan atas granular warna gelap yang kaya akan bahan organic; lapisan bawah berwarna merah hingga kuning miskin akan bahan organic anya ada oksida-oksida hemafit (besi) atau Goethite. Pada dataran berbukit kecil di Barat daya, Tenggara, Timur laut, tengah kawasan Taman Nasional di dominasi oleh Tropudolts dengan tekstur tanah kasar hingga sedang, kandungan bahan organic sedang dan kadar kapur rendah hingga sedang dengan ph 5-5,5. Bagian Selatan, Timur, Barat laut Taman Nasional tanah di dominasi Dystropepts dengan tekstur tanah sedang hingga halus, bahan organic tinggi tinggi & kandungan kapur rendah dengan ph 4 5. Pada kuesta di bagian Utara, tanah terdiri atas asosiasi (Tropodults, Dystropepts, Troporthods) dengan tekstur tanah halus, bahan organic tinggi dengan kadar kapur rendah ph 5. Lereng structural memanjang di dominasi Tropudults, tekstur tanah sedang hingga halus, bahan organic tinggi dan kadar kampur rendah ph 5. Punggung pegunungan di Timur kawasan terdiri asosiasi (Tropudults, Dystropepts), tekstur tanah halus dengan kandungan organic tinggi, kadar kapur rendah ph 5 5,5. Punggung pegunungan berbukit kecil di Selatan, Utara, Timur laut, Barat laut, tengah kawasan di dominasi Dystropepts, tekstur tanah sedang hingga halus, kandungan organic tinggi dengan kadar kapur rendah ph 4-5. Bagian di Kalimantan Barat yang tanahnya paling subur, ialah tanah yang dalam, tersalir dengan baik dan tekstur agak halus dengan kandungan zat hara yang seimbang (alfisols, vertisols, hapludolls, haplustolls) yang semuanya dapat terjadi dengan tanah yang terjadi longsor. Sehingga permukaan atas tanah terus turun ke bawah dan permukaan bawak tanah naik kepermukaan. Jenis tanah yang subur ini sudah diolah secara intensif untuk budidaya tanpa tanaman dan tanpa irigasi. Hidrogeologi dan Hidrologi Kondisi Hidrogeologi di wilayah HoB sangat berkaitan erat dengan siklus hidrologi yaitu masuk dan meresapnya air ke bawah permukaan. Secara garis besar ada tiga system hidrologi di alam yaitu air di atmosfer dalam bentuk air hujan, air dipermukaan bumi dan air di bawah permukaan bumi. Air tanah berada di bawah permukaan bumi, mengalir dalam akuifer yang secara bersistem membentuk cekungan Hidrogeologi atau cekungan air tanah (CAT). Untuk wilayah HoB sendiri terdapat 8 Cekungan Air Tanah (CAT), dua diantaranya merupakan CAT lintas Negara yaitu Cekungan Air Tanah (CAT) Paloh dan CAT Tanjung Selor. Didalam proses pengelolaannya harus 51

55 memperhatikan kebijakan antar Negara, kebijakan nasional dan kepentingan provinsi sekitarnya. Fungsi hidrologi kawasan HoB merupakan kawasan yang berfungsi sebagai menara air bagi seluruh Pulau Borneo. Dari area ini mengalir sumber air bagi 14 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo. Sungai Kapuas, Katingan, Barito dan Mahakam adalah beberapa sungai besar yang hulunya berada dan airnya berasal dari kawasan dataran tinggi di area HoB. Pada kawasan HoB di Indonesia mengalir sungai-sungai yang terbagi dalam daerah aliran sungai (DAS) dan sub DAS dimana terdapat 9 DAS dan 8 Sub-DAS, sebagai berikut : Tabel DAS dan Sub-DAS di Kawasan HoB 1 Sub DAS Mahakam Hulu 2 Sub DAS Kedang Pahu 3 DAS Sesayap 4 DAS Berau 5 Sub DAS Belayan 6 DAS Kedang Kepala 7 Sub DAS Ketungau 8 DAS Seruyan 9 Sub DAS Kapuas Hulu 10 Sub DAS Kapuas Tengah 11 DAS Sembakung 12 SuB DAS Melawi 13 DAS Katingan 14 Sub DAS Barito Hulu 15 DAS Kahayan 16 DAS Kapuas 17 DAS Kayan EKOSISTEM KAWASAN hubungan antara satu kesatuan biologi dengan lingkungan fisik yang melingkupinya merupakan suatu ekositem. Lingkungan fisik berpengaruh terhadap struktur dan karakteristik komunitas biologi, namun sebaliknya komunitas biologi juga dapat mempengaruhi karakter fisik dari ekosistem. Ekosistem suatu kawasan terbentuk dari hasil interaksi proses dinamis dari lingkungan fisik dan proses biologi. Kondisi kawasan HoB yang merupakan gabungan dataran tinggi dan rendah memiliki beberapa ekosistem diantaranya : 1. Ekosistem Hutan Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, dimana yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan merupakan satu ekosistem yang sangat 52

56 penting dimuka bumi ini, dan sangat mempengaruhi proses alam yang berlangsung di suatu kawasan. Ada 7 (tujuh) fungsi hutan yang sangat membantu kebutuhan dasar ( basic needs ) kehidupan manusia, yaitu : 1. Hidrologis, hutan 2. Penahan longsor 3. Pensupply hara 4. Pengatur iklim 5. Produsen embrio-embrio flora dan fauna 6. Produsen hasil alam baik kayu maupun non kayu 7. Pemberi jasa lingkungan bagi ilmu pengetahuan, pariwisata serta penambah estetika alam bagi bentang alam wilayah. Pemanfaatan lahan Kawasan HoB sampai saat ini (2009) masih didominasi kawasan hutan lindung. Ekosistem hutan yang ada di kawasan ini diantaranya kawasan yang ditetapkan sebagai Taman Nasional dan Cagar Alam, disamping terdapat kawasan budidaya. Ekosistem hutan di kawasan HoB yang memberikan manfaat dan peran penting bagi dunia, yang berupa : 80 % spesies di dunia dapat ditemukan pada hutan hujan tropis seperti Kawasan Heart of Borneo Sumber keanekaragaman hayati dan biodiversitas yang penting bagi keberlangsungan alam Menyediakan sumber daya alam yang penting, mulai dari kayu hingga untuk kepentingan kesehatan Paru-paru dunia Keberadaannya dapat membantu peningkatan kualitas dan kuantitas ketersediaan air Menstabilkan tanah dari erosi Banyak fauna yang langka dan unik dunia bergantung hidupnya pada keberadaan hutan Peranan yang penting dalam mencegah Global Warming Berdasarkan Peta Ecoregion di kawasan HoB terdapat berbagai ekosistem hutan diantaranya : Ekosistem Hutan Dataran Rendah (LowlandForest Dipterocarp Forest), Hutan Rawa Air Tawar (Freshwater Swamp Forest), Hutan Lembab (Mountainous Forest), Hutan Rawa Gambut (Peat Swamp Forest), Hutan Kerangas (Heath Forest), dan Ekosistem Karst. a. Ekosistem Hutan Dataran Rendah (LowlandForest Dipterocarp Forest) Kawasan ekosistem hutan dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 500 m dpl memiliki nilai penting untuk biodiversity. Ketinggian ini (0-500 dpl) merupakan habitat penting dari burung dan mamalia (terutama m). Hutan hujan dataran rendah tropis mempunyai spesies terbanyak di antara kelompok hutan hujan dunia. Selain tingginya kenaekaragaman spesies pohon, mencapai 240 jenis tanaman perhektar dalam berbagai ukuran, yang dapat mencapai ketinggian 45 m. Keistimewaan lainnya adalah tanam-tanamannya sangat jarang berbunga (5-9 tahun sekali). Hutan ini menjadi hunian 53

57 tanaman parasit Rafflesia, yang dikenal memiliki bunga terbesar di dunia dengan diameter hingga 1 meter. Hutan jenis ini juga memiliki kekayaan yang berlimpah dari bentuk-bentuk kehidupan lainnya. b. Hutan Lembab (Mountainous Forest) Hutan lembab (Mountainous Forest) terbentang pada ketinggian m merupakan hutan-hutan pegunungan Kalimantan (kadang dijumpai pada ketinggian 3300 m). Hutan ini memiliki kanopi lebih rendah (<10 m). Dibandingkan dengan hutan hujan dataran rendah yang mengitarinya. Jumlah spesies tumbuhan dan hewan lebih sedikit namun menyimpan kumpulan spesies yang unik yang berasal dari keluarga baik Asia maupun Australia dan tergolong habitat pegunungan paling beragam di bumi. Pada tahun 2002, hutan pegunungan yang awalnya mencapai luas Ha hanya tersisa 1,6 juta Ha atau 70% dari luas sebelumnya. c. Hutan Rawa Gambut (Peat Swamp Forest) Kawasan hutan rawa gambut dikategorikan sebagai kawasan lindung (konservasi) karena fungsinya sebagai habitat ramin (Appendix II CITES), ekosistem unik yang harus dilindungi (Keppres 32 Tahun 1990 pasal 9 dan 10) dan fungsi hidrologi sebagai penyimpan air. Kawasan rawa gambut dikatakan sebagai ekosistem kritis karena pembukaan lahan dan konversi kawasan dapat mengakibatkan hilang atau terfragmentasinya habitat yang dapat merusak system hidrologi kawasan serta meningkatkan bahaya kebakaran d. Hutan Kerangas (Heath Forest) Ekosistem Hutan Kerangas merupakan salah satu ekosistem hutan yang unik dimana di dunia sangat sedikit penyebarannya. Ekosistem hutan kerangas merupakan ekosistem hutan dataran rendah yang paling berbeda dan mudah dikenali. Tanaman tanah di hutan kerangas sangat jarang namun terdapat beberapa jenis luar biasa seperti tanaman berkantung karnivora Nepenthes Droser dan Utricularia. Hutan kerangas disebut sebagai ekosistem yang sangat rentan, mudah terganggu, mudah rusak dan tidak dapat pulih, disebabkan jenis hutan ini regenerasinya setelah ada gangguan akan sangat lambat dan memerlukan waktu sangat lama karena kandungan hara tanah yang sangat rendah. e. Ekosistem Karst Kawasan karst di Indonesia rata-rata mempunyai ciri-ciri yang hampir sama yaitu, tanahnya yang kurang subur untuk pertanian, sensitif terhadap erosi, mudah longsor, bersifat rentan dengan poripori aerasi yang rendah, gaya permeabilitas yang lamban dan didominasi oleh pori-pori mikro. Ekosistem karst mengalami keunikan tersendiri, dengan keragaman aspek biotis yang tidak dijumpai di ekosistem lain. Ekosistem karst di kawasan ini terdapat di Karst Sangkulirang, Kalimantan Timur. 54

58 2. Ekosistem Danau Danau merupakan sebuah ekosistem perairan yang bercirikan komponen air sebagai medium bagi berlangsungnya kehidupan hayati dan proses-proses biofisik-kimia, badan air dan daerah tangkapan sebagai komponen pengaliran air dan penampung air (water reservoir) dan komponen hayati yaitu biota-air. Danau merupakan bagian dari sumber daya alam terutama sebagai reservoir air juga sebagai bagian dari ekosistem secara keseluruhan. Dalam siklus hidrologi, danau mempunyai peran penting sebagai retensi alam, tempat air menetap/tinggal untuk beberapa waktu. Kawasan HoB memiliki kawasan danau yaitu Danau Sentarum yang terletak di wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Taman Nasional Danau Sentarum merupakan perwakilan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik di Kalimantan. Sebagai danau musiman yang terletak pada sebelah cekungan sungai Kapuas, yaitu sekitar 700 km dari muara yang menuju laut Cina Selatan. Dibatasi oleh bukit-bukit dan dataran tinggi yang mengelilinginya, Danau Sentarum merupakan daerah tangkapan air dan sekaligus sebagai pengatur tata air bagi Daerah Aliran Sungai Kapuas. Dengan demikian, daerah-daerah yang terletak di hilir Sungai Kapuas sangat tergantung pada fluktuasi jumlah air yang tertampung di danau tersebut. Disini terdapat tumbuhan khas dan asli yaitu tembesu/tengkawang (Shorea beccariana). Selain itu juga terdapat tumbuhan hutan dataran rendah seperti jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), dan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri). Sistem perairan dari danau air tawar dan hutan tergenang ini menjadikan Danau Sentarum tidak seperti danau-danau lainnya. Airnya bewarna hitam kemerah-merahan karena mengandung tannin yang berasal dari hutan gambut di sekitarnya. Pada saat musim hujan, kedalaman air danau tersebut dapat mencapai 6-8 meter dan menyebabkan tergenangnya hutan sekitarnya. Tetapi, pada saat musim kemarau, dimana tinggi air di Sungai Kapuas berangsur-angsur turun, air dari Danau Sentarum akan mengalir ke Sungai Kapuas sehingga debit air di sungai tersebut relatif stabil. Akhirnya pada saat puncak musim kemarau, keadaan Danau Sentarum dan daerah sekitarnya akan menjadi hamparan tanah yang luas. Ikan-ikan yang tadinya berada di danau, akan terlihat di kolam-kolam kecil. 3. Ekosistem Sungai Kawasan HoB merupakan kawasan dengan banyak sungai yang terbentuk dalam ekosistem DAS dan sub DAS. Terdapat 9 DAS dan 8 sub DAS pada kawasan HoB di wilayah Indonesia. Dari kaki-kaki Pegunungan Muller mengalir sungai-sungai kecil yang membentuk DAS besar seperti DAS Kapuas, DAS Sibau, DAS Mendalam, DAS Bungan dan DAS Embaloh. Berbagai daerah aliran sungai tersebut membentuk ekosistem, yang disebut ekosistem DAS. Ekosistem DAS merupakan satu unit kesatuan ekologis yang paling mantap. Dalam ekosistem DAS berbagai tataguna lahan, bentuk geomorfologi, flora dan fauna, bangunan-bangunan fisik serta manusia dan aktivitasnya bersama- 55

59 sama menyusun kesatuan ekosistem tersebut. Sedangkan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Sungai-sungai pada kawasan HoB memberikan andil bagi pentingnya ekosistem ini. Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah, dan air. 4. Ekosistem Pertanian dan Perkebunan Ekosistem pertanian dan perkebunan di kawasan HoB merupakan ekosistem budidaya. Awalnya seluruh kawasan ini adalah kawasan lindung namun sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia akan hasil hutan dan ruang, maka kawasan lindung dirubah menjadi kawasan budidaya. Diantaranya sebagai kawasan pertanian dan perkebunan. Secara umum kawasan ini memberikan dampak negatif terhadap keseluruhan fungsi kawasan lindung. Diperlukan langkah perbaikan dalam pemanfaatan ruang yang dibudidayakan agar dampak negatif tersebut dapat dikurangi bahkan ditiadakan. 4.2 PROFIL SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA, PERTAHANAN & KEAMANAN Pemanfaatan ruang dalam kawasan HoB meliputi fungsi lindung dan budidaya. Dimana pada setiap fungsi tersebut terdapat berbagai kepentingan baik sosial, ekonomi, budaya maupun pertahanan dan keamanan. Profil sosial, ekonomi dan budaya pada kawasan lindung tercermin dalam kehidupan masyarakat adat, yang hidup berkelompok dalam kantong-kantong permukiman (enclave). Profil enclave tersebut diantaranya : yang terdapat di Taman Nasional Betung Karihun, Taman Nasional Kayan Mentarang dan Taman Nasional Danau Sentarum, serta berbagai lokasi masyarakat pedesaan di luar taman nasional. Sebagian besar masyarakat pedesaan (terutama masyarakat tradisional) dan bahkan di wilayah sub urban masih bergantung perekonomiannya pada sumber-sumber primer dan berbasis lahan (agraris). Hutan sudah menjadi ruang hidup sejak beratus tahun yang lalu sehingga fungsi dalam pemenuhan kebutuhan hidup tidak disangsikan lagi. Secara garis besar fungsi hutan bagi masyarakat lokal dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Kawasan hutan yang sangat penting bagi kebutuhan dasar untuk makan dan obat-obatan 2. Kawasan hutan yang sangat penting bagi kebutuhan dasar untuk ramuan rumah dan bahan bakar 3. Kawasan hutan yang sangat penting bagi kebutuhan dasar untuk memperleh pendapatan/langsung 4. Kawasan hutan yang sangat penting bagi kebutuhan dasar untuk identitas budaya tradisional masyarakat lokal 56

60 Selain gambaran tersebut terdapat kondisi-kondisi khusus yang terdapat didalam kawasan konservasi diantaranya : Taman Nasional Kayan Mentarang dihuni oleh berbagai suku adat, sehingga kawasan ini secara terbagi menjadi 9 wilayah adat, meliputi : 1. Wilayah Adat Kayan Hulu dan Kayan Hilir 2. Wilayah Adat Pujungan 3. Wilayah Adat Hulu Bahau 4. Wilayah Adat Tubu 5. Wilayah Adat Krayan Hulu 6. Wilayah Adat Krayan Hilir dan Krayan Darat 7. Wilayah Adat Krayan Tengah 8. Wilayah Adat Mentarang dan 9. Wilayah Adat Lumbis Sudah sejak ratusan tahun yang lalu masyarakat suku Dayak dengan beranekaragam kelompok etnis bahasa menghuni kawasan ini dan menggantungkan hidupnya pada kawasan hutan di Taman Nasional. Oleh karena itu diperlukan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi TN Kayan Mentarang ini. WWF bersama mitra-mitranya telah melaksanakan sistem pengelolaan partisipatif, dimana masyarakat lokal terlibat secara aktif dalam pengelolaan taman. Taman Nasional Danau Sentarum. Kehidupan masyarakat yang berada di sekitar taman nasional Danau Sentarum yaitu suku Dayak Iban, Sebaruk, Sontas, Kenyah dan Punan masih tradisional. Rumah panjang (Betang) yang dihuni oleh suku tersebut beragam besarnya, ada yang dihuni lima sampai delapan kepala keluarga dan ada yang dihuni 15 sampai 30 kepala keluarga. Rumah panjang yang dihuni kepala keluarga, mempunyai panjang rata-rata 186 meter dan lebar 6 meter. Kehidupan di rumah betang memperlihatkan suatu kerukunan, kepolosan dan keramahtamahan suku tersebut, dan biasanya wisatawan akan disuguhi tarian dayak. Masyarakat berbagai suku ini juga menggantungkan hidupnya pada hasil yang dapat diperoleh dari kawasan ini. Kondisi spesifik lainnya pada wilayah pedalaman dan terutama perbatasan yang sebagian besar terpencil dengan kendala fisik alam dan keterbatasan infrastruktur secara umum masih tertinggal. Profil yang dapat diperoleh pada wilayah perbatasan adalah bahwa pelaku ekonomi dan sistem produksi di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia memiliki karakteristik antara lain : a) Perekonomian masyarakat sebagian besar petani lahan berpindah dan mencari/mengumpulkan hasil hutan atau hasil alam lainnya; b) Transaksi perdagangan dilakukan dengan cara jual-beli hasil bumi secara langsung dengan penduduk tetangga di Malaysia, terkadang dilakukan dalam bentuk barter; c) Hasil usaha yang diperoleh langsung dikonsumsi keluarga (subsisten); dan d) Nilai tukar yang diandalkan masyarakat dan sangat tinggi permintaannya adalah nilai tukar negara Malaysia. Secara demografis, penyebaran penduduk di wilayah perbatasan Kalimantan tidak merata dan sangat rendah (kepadatan 4-10 jiwa per km 2 ). Pada umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif rendah dan angka kematian cukup tinggi akan tetapi arus mobilitas tenaga kerja dan penduduk keluar-masuk cukup tinggi terkait kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya,. Secara etnis, mayoritas penduduk di wilayah perbatasan 57

61 yang berasal dari Suku Dayak banyak yang memiliki hubungan keluarga dengan warga di negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam. Karena lokasinya yang terpencil dengan jumlah penduduk yang sedikit dan penyebaran tidak merata, area ini rawan dari sisi keamanan, penyelundupan dan tindak kriminal lainnya. Pertahanan dan keamanan yang merupakan fungsi dari kawasan di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia dilaksanakan oleh TNI. 4.3 PROFIL PEMANFAATAN RUANG & PERIJINAN PEMANFAATAN RUANG Pemanfaatan ruang kawasan HoB yang sebagian besar masih berupa hutan dengan fungsi lindung dan budidaya. Peningkaan pemanfaatan budidaya seperti tanaman industri dan pertambangan adalah potensi yang terus mengancam meskipun telah ada kebijakan maupun tindakan aksi dalam menjaga hutan Pemanfatan Ruang Kawasan Pemanfaatan ruang kawasan HoB saat ini tergambar sebagai berikut : dengan total luas kawasan hutan di wilayah HoB yang mencapai ,392 hektar (Dephut, 2007), komposisi terbesar adalah peruntukan untuk hutan produksi terbatas sebesar 29%. Alokasi fungsi terbesar lainnya untuk hutan produksi (14,39%) serta hutan yang bisa dikonversi (11,78%). Tabel Fungsi Hutan dalam Kawasan HoB No. Jenis Hutan Luas (Ha.) % 1. Hutan Lindung 3,569, Taman Nasional 2,336, Taman Wisata Air 1, Suaka Alam Wisata 360, Perairan 17, Hutan Produksi 4,359, Hutan Produksi Terbatas 8,786, Hutan Yang Bisa Dikonversi 3,569, Areal Penggunaan Lain 7,291, Sumber: Departemen Kehutanan Total Jumlah 30,294, Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa kurang lebih 72,73% areal hutan di wilayah HoB adalah fungsi hutan yang dapat dialihkan menjadi fungsi lainnya, misalnya sebagai areal tanaman industri, atau dikonversi menjadi fungsi lainnya misalnya sebagai kawasan budidaya. Kondisi 58

62 tersebut diatas bertolak-belakang dengan fungsi lindung atau konservasi yang hanya dialokasikan sebesar 27,27% dari total wilayah hutan yang ada. Status wilayah konservasi atau lindung tersebut meliputi hutan lindung, taman nasional, taman wisata air, dan suaka wisata alam Perijinan Pemanfatan Ruang Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan budidaya di kawasan HoB diatur melalui mekanisme perijinan. Berlandaskan pada fungsi kawasan sebagai kawasan lindung maka perijinan dibawah kendali Departemen Kehutanan, yang dapat dirangkum sebagai berikut : 1. Perijinan untuk HPH tercatat 57 perusahaan, dengan status aktif. 2. Perijinan untuk HTI tercatat 10 perusahaan. 3. Perijinan untuk Perkebunan Sawit tercatat 47 perusahaan. 4. Perijinan untuk Kuasa Pertambangan (KP) tercatat 56 perusahaan, yang menambang emas, logam, intan, radioaktif serta batubara. 5. Perijinan untuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tercatat 11 perusahaan, dengan kegiatan menambangan batubara Permasalahan Pemanfatan Ruang Permasalahan pemanfaatan ruang yang dimaksud disini adalah tumpang tindih antara kawasan budidaya dan kawasan lindung. Dalam pemanfaatan ruang di kawasan HoB terlihat adanya indikasi tumpang tindih antara kawasan lindung dengan budidaya eksisting. Permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan yang menimbulkan terjadinya tumpang tindih ini perlu segera diatasi untuk menghindari terjadinya penurunan daya dukung lingkungan. Tumpang tindih ini terjadi pada beberapa jenis peruntukan lahan budidaya, seperti diuraikan berikut ini. (a) Tumpang tindih antara HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dengan kawasan lindung. (b) Tumpang tindih antara kawasan yang berpotensi bahan tambang dengan kawasan lindung. Tumpang tindih antara kedua kawasan ini belum dapat dikatakan sebagai permasalahan bila pemanfaatan lahan potensi pertambangan tersebut dapat meghindari kawasan yang juga termasuk kawasan lindung. Walaupun demikian daerah tumpang tindih antara kedua jenis pemanfaatan lahan ini, potensial menimbulkan permasalahan, mengingat aspek ekonomis sering sekali mengalahkan aspek ekologis. (c) Tumpang tindih antara Hutan Tanaman Industri dengan kawasan lindung. 4.4 PROFIL PENGELOLAAN KAWASAN Kawasan HoB dikelola oleh Departemen Kehutanan, dimana pola pengelolaannya dibedakan dalam pengelolaan kawasan lindung dan pengelolaan kawasan budidaya Pengelolaan Kawasan Lindung 59

63 Kawasan HoB mempunyai beberapa taman nasional yang cukup penting dalam menjaga ekosistem HoB maupun Pulau Kalimantan secara keseluruhan. Terdapat 2 (dua) taman nasional penting yaitu Danau Sentarum dan Betung Kerihun. Fungsi dan strategi pengembangan kedua taman nasional sesuai dengan RTR Nasional Tahun 2008 tersebut diuraikan sebagai berikut : Taman Nasional Danau Sentarum : Berlokasi di Kabupaten Kapuas Hulu, dengan perkiraan luas area kurang lebih , 8 Ha Membangun prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan ekowisata. Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna khas danau air tawar sebagai bagian dari ekosistem kawasan Heart of Borneo, antara lain meliputi tumbuhan khas tembesu/tengkawang, jelutung, ramin, meranti, keruing, dan kayu ulin serta fauna ikan endemik air tawar Kalimantan seperti ikan arwana dan arwana merah Menjaga keberadaan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik. Mempertahankan luasan Taman Nasional Danau Sentarum dengan mengendalikan kegiatan perambahan lahan untuk ladang dan permukiman dan melarang kegiatan penebangan liar dan perambahan lahan. Taman Nasional Betung Kerihun : Berlokasi di Kabupaten Kapuas Hulu, dengan estimasi luas ± ,8 Hektar. Membangun prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan ekowisata. Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna khas danau air tawar sebagai bagian dari ekosistem kawasan Heart of Borneo. Menjaga keberadaan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik. Mempertahankan luasan Taman Nasional Betung Kerihun dengan mengendalikan kegiatan perambahan lahan untuk ladang dan permukiman dan melarang kegiatan penebangan liar dan perambahan lahan Sedangkan di Kalimantan Timur terdapat 1 (satu) taman nasional yang masuk dalam Kawasan HoB yakni Taman Nasional Kayan Mentarang. Sebagaimana yang diamanatkan dalam RTR Nasional Tahun 2008, Taman Nasional Kayan Mentarang mempunyai fungsi sebagai berikut : Berlokasi di Kabupaten Malinau, dengan estimasi luas ± ,4 Hektar. Membangun prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan ekowisata. Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna khas danau air tawar sebagai bagian dari ekosistem kawasan Heart of Borneo, antara lain meliputi fauna khas banteng, beruang madu, 60

64 trenggiling, macan dahan, landak, dan rusa sambar. Menjaga keberadaan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik. Mempertahankan luasan Taman Nasional Kayan Mentarang dengan mengendalikan kegiatan perambahan lahan untuk ladang dan permukiman dan melarang kegiatan penebangan liar dan perambahan lahan Pengelolaan Kawasan Budidaya Kawasan budidaya di HoB di dikelola dengan pola penetapan kawasan sebagai HPH, HTI, Kuasa Pertambangan, dan lain-lain yang dibagi dalam kawasan DAS, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel Perusahaan HPH Aktif berdasarkan Lokasi DAS DAS Berau DAS Kahayan Nama DAS Nama perusahaan HPH Aktif PT. Aditya Kirana Mandiri (Seb Eks PT. Alas Helau) PT. Amindo Wana Persada (Seb Eks PT. Alas Helau) PT. ITCI Kayan Hutani Lestari (PT Ikani) PT. Karya Lestari (Seb Eks PT. Alas Helau) PT. Mardika Insan Mulia (Seb Eks PT. Alas Helau) PT. Narkata rimba PT. Wana Bhakti Persada Utama (Eks PT. Alas Helau) PT. Barito Putera PT. Kahayan Terang Abadi Nama DAS Sub DAS Barito Hulu Nama perusahaan HPH Aktif PT. Amprah Mitra Perdana PT. Barito Putera PT. Daya Sakti Krida Unggul PT. Hasnur Jaya Utama PT. Indexim Utama Corporation PT. Kahayan Terang Abadi PT. Kayu Raya Jaya Ara Ltd PT. Maraga Daya WWI PT. Ratu Miri PT. Sindo Lumber PT. Wana Agung Asa Utama DAS Kapuas DAS Katingan PT. Kayu Raya Jaya Ara Ltd PT. Barito Putera PT. Carusindo PT. Gaung Satya Graha Agrindo PT. Meranti Mustika PT. Prabanugraha Technology PT. Sikatan Wana Raya PT. Yakin Timber Jaya Sub DAS Belayan Sub DAS Kapuas Hulu KUD Beringin Mulya (seb eks PT. Bengen Timber) PT. Belayan River Timber PT. Hitayaq Alan Medang PT. Jaya Timber Trading PT. Limbang Ganeca PT. Wana Rimba Kencana (PT. Siwani Jaya S) PT. Rimba Agung Utama PT. Sari Bumi Kusuma PT. Wana Kayu Batu Putih PT. Wanasokan Hasilindo DAS Kayan PT. Civika Wana Lestari PT. ITCI Kayan Hutani Lestari (PT Ikani) PT. Meranti Sakti Indonesia II PT. Rangga Kesuma (Bahau) PT. Rangga Kesuma (S. Boh) PT. Sarana Trirasa Bhakti (DH YYSN Dharma Sarana) PT. Sumalindo Lestari Jaya (Unit II) Sub DAS Kapuas Tengah Sub DAS Kedang Pahu Sub DAS Ketungau PT. Wanasokan Hasilindo DAS Kedang Kepala DAS Sembakung DAS Seruyan PT. Belayan River Timber PT. Intertropic Aditama (Seb PT. OTP) PT. Narkata rimba PT. Pematang Abaditama PT. Yakin Timber Jaya Sub DAS Mahakam Hulu PT. Belayan River Timber PT. Hitayaq Alan Medang PT. Jaya Timber Trading PT. Kemakmuran Berkah Timber PT. Maraga Daya WWI PT. Rangga Kesuma (S. Boh) PT. Ratah Timber Company PT. Rodamas Timber Kalimantan PT. Sumalindo Lestari Jaya (Unit II) PT. Sumalindo Lestari Jaya V PT. Triwira Asta Bharata DAS Sesayap PT. ITCI Kayan Hutani Lestari (PT Ikani) PT. Meranti Sakti Indonesia II PT. Sarana Trirasa Bhakti (DH YYSN Dharma Sarana) SuB DAS Melawi PT. Sari Bumi Kusuma PT. Suka Jaya Makmur Sumber : Departemen Kehutanan 61

65 Tabel Perusahaan HTI berdasarkan Lokasi DAS DAS Berau Nama DAS Nama Perusahaan HTI PT. TANJUNG REDEP HUTANI DAS Kahayan PT. PUSPA WANA CEMERLANG PT. RIMBA DWI PANTARA DAS Kapuas PT. RIMBA DWI PANTARA DAS Katingan DAS Kayan PT. ESTETIKA RIMBA DAS Kedang Kepala DAS Sembakung DAS Seruyan DAS Sesayap PT INHUTANI I/PT BHAKTI BARITO Sub DAS Barito Hulu Sub DAS Belayan PT. GENTA WANA SEMESTA Sub DAS Kapuas Hulu PT. LAHAN MAHKOTA PT. LEMBAH JATI MUTIARA Sub DAS Kapuas Tengah Sub DAS Kedang Pahu Sub DAS Ketungau PT. MAYANG ADIWANA Sub DAS Mahakam Hulu PT. ANANGGA PUNDI NUSA I PT. ANANGGA PUNDI NUSA II SuB DAS Melawi PT. LAHAN CAKRAWALA PT. MERANTI LAKSANA Sumber : Departemen Kehutanan 62

66 Tabel Perusahaan Kuasa Pertambangan (KP) berdasarkan Lokasi DAS Nama DAS DAS Berau DAS Kahayan DAS Kapuas Nama Perusahaan SWARNA BHUMI HAPSARI INDAH, PT GUNGUNG TIMANG ABADI,PT PENUGASAN SDM DH BARRICK GOLD, CAN - ANEKA TAMBANG PT GUNUNG MAS MEKAR P. PT. DAYAK MEMBANGUN PRATAM GUNGUNG TIMANG ABADI,PT PENUGASAN SDM DH BARRICK GOLD, CAN - ANEKA TAMBANG PINANG BARA ADI PRATAMA,PT PT GUNUNG MAS MEKAR P. PUNAKAWAN SUMATERA INTERNATIONAL, PT DAS Katingan DAS Kayan DAS Kedang Kepala DAS Sembakung PT. PRIMA BARA NUSANTARA DAS Seruyan DAS Sesayap Sub DAS Barito Hulu Sub DAS Belayan Sub DAS Kapuas Hulu BORNEO BARA PRIMA,PT CIPTA JAYA PRIMA,PT DAYA BUMINDO KARUNIA,PT INTAN BORNEO INTERNATIONAL, PT LAUNG TUHUP COAL,PT MURUNG RAYA COAL,PT PENUGASAN SDM DH BARRICK GOLD, CAN - ANEKA TAMBANG PRIMA ANDALAN MANDIRI,PT PT BARA INTERNATIONAL PT BUMI BARITO MINERAL PT. BORNEO PRIMA PT. JONAVIN BARITO ABADI PT. KUDA PERDANA PERTIWI PT. PACIFIC SAMUDRA PERKAS PT. PACIFIC SAMUDRA PERKASA PT. POLYGON INTI UTAMA PT. Q-TUJUH BELAS Q-TUJUH BELAS,PT PERTIWI KENCANA ABADI, PT ANUGERAH ALAM JAYA SAKTI, PT Sub DAS Kapuas Tengah Sub DAS Kedang Pahu Sub DAS Ketungau Sub DAS Mahakam Hulu SuB DAS Melawi PT. POLYGON INTI UTAMA PT. Q-TUJUH BELAS PT. BUMI KALIMANTAN PT. K SAMAN PT. KAPUAS PRATAMA MANDIRI BORNEO BARA PRIMA,PT PERTIWI KENCANA ABADI, PT PT PROTECH SAMANTA BORNEO PT PROTECH SAMANTAKA DAMAI PT PROTECH SAMANTAKA MININ PT SINAR SURYA DAMAI MANDI PT SINAR SURYA MINING MANDIRI PT. Q-TUJUH BELAS BATAN PT CHARISMA METCO PT. MELAWI RIMBA MINERAL Sumber : Departemen Kehutanan 63

67 Tabel Perusahaan PKP2B berdasarkan Lokasi DAS Nama DAS DAS Berau DAS Kahayan DAS Kapuas DAS Katingan DAS Kayan DAS Kedang Kepala DAS Sembakung DAS Seruyan DAS Sesayap Sub DAS Barito Hulu Nama Perusahaan ASMIN KOALINDO TUHUP,PT JULOI COAL,PT KALTENG COAL,PT LAHAI COAL, PT MARUNDA GRAHA MINERAL,PT MARUWAI COAL, PT PARI COAL, PT RATAH COAL,PT SUMBER BARITO COAL,PT Sub DAS Belayan Sub DAS Kapuas Hulu Sub DAS Kapuas Tengah Sub DAS Kedang Pahu LAHAI COAL, PT Sub DAS Ketungau Sub DAS Mahakam Hulu ASMIN KOALINDO TUHUP,PT LAHAI COAL, PT MARUWAI COAL, PT PARI COAL, PT RATAH COAL,PT SUMBER BARITO COAL,PT SuB DAS Melawi Sumber : Departemen Kehutanan 64

68 Tabel Perusahaan Perkebunan berdasarkan Lokasi DAS Nama DAS DAS Berau DAS Kahayan DAS Kapuas DAS Katingan Nama Perusahaan PT. Agrotimur Karyagraha PT. Berau Bukit Gemilang PT. Repenas Andalan Kaltim PT. Teras Cakra Perdana PT. Agro Pratama Subur Lestari PT. Batang Sanggalang PT. Nama DAS Sub DAS Kapuas Hulu Nama Perusahaan Kud. Mitra Kenepai Kurnia PT. Anugrah Makmur Sejati PT. Borneo Estate Sejahtera PT. Borneo International Anugr PT. BSA PT. Bukit Prima Platindo PT. Bumi Tani Jaya PT. Duta Nusa Lestari PT. Grand Mandiri Utama PT. Grand Mitra Borneo PT. HPHM PT. Kapuasindo Flam PT. Kirana Kapuas PT. Ladias Enko PT. Mega Sawindo Perkasa PT. Pembangunan Sintang Jaya PT. Persada Graha Mandiri PT. Primanusa Mitraserasi PT. Puri Kencana Permai PT. RAP PT. Rimba Utama PT. Wahana Hamparan Hijau DAS Kayan PT. Agrotimur Karyagraha PT. Repenas Andalan Kaltim Sub DAS Kapuas Tengah PT. Bonti Permai Jayaraya PT. Bukit Prima Platindo PT. Grand Mandiri Utama PT. Grand Mitra Borneo PT. Kirana Kapuas DAS Kedang Kepala DAS Sembakung PT. Karangjoang Hijau Lestari PT. Marsam Citra Adiperkasa PT. Nadia Humaira PT. Nazla Amanda PT. Nunukan Jaya Lestari PT. Tirta Madu Sawit Jaya Sub DAS Kedang Pahu Sub DAS Ketungau Kud. Mitra Kenepai Kurnia PT. Buana Tunas Sejahtera PT. Bukit Prima Platindo PT. Bumi Tani Jaya PT. HPHM PT. Kapuas Bio Agro PT. Kapuasindo Flam PT. Khatulistiwa Agro Abadi PT. Ladias Enko PT. Pembangunan Sintang Jaya PT. Persada Graha Mandiri PT. Rimba Utama PT. Sawit Kapuas Kencana PT. Sentra Karya Mandiri PT. Sintang Sawit Lestari DAS Seruyan DAS Sesayap PT. Indona Sawit Permai PT. Witkaltimdo Prima Sub DAS Mahakam Hulu PT. KSU Daya Kaltim Abadi PT. Mandu Palma Lestari PT. Pratama Selaras Perkasa PT. Sawit Mas Kutai Perdana PT. Teras Nusantara Sub DAS Barito Hulu Sub DAS Belayan PT. Agro Pratama Subur Lestari PT. Madana Sawit PT. Sawit Mas Kutai Perdana SuB DAS Melawi PT. Bintara Tani Nusantara PT. Bumi Kita Utama PT. Grand Mandiri Utama PT. Grand Mitra Borneo PT. Inhutani III PT. Kelini Raya Utama PT. Mega Sawindo Perkasa PT. Primanusa Mitraserasi PT. Sumatra Makmur Lestari PT. Tanjung Berkah Mulia PTP. XIII Sumber : Departemen Kehutanan 65

69 Pengembangan kawasan HoB ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, baik pertimbangan yang dipengaruhi oleh faktor fisik dan lingkungan, maupun faktor non fisik kawasan. Berbagai kondisi yang ada di kawasan ini perlu dianalisis untuk mendapatkan kemungkinan-kemungkinan terbaik dan tepat bagi upaya pencapaian tujuan ditetapkannya kawasan HoB. Analisis tersebut antara lain : 5.1. ANALISIS KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI (KBKT/HCV) Penetapan fungsi lahan pada kawasan konservasi diawali dengan ditetapkan berdasarkan analisis perangkat penilaian dan pengelolaan hutan bernilai konservasi tinggi atau high conservation value forest (HCVF). Dilandasi dengan sangat pentingnya peran kawasan HoB karena nilai lingkungan, sosial ekonomi, dan keanekaragaman hayatinya. HCVF dikelompokkan dalam enam komponen yaitu : 1. HCV 1 (keanekaragaman hayati) meliputi : HCV1.1. kawasan lindung; HCV1.2. spesies genting dan terancam, HCV1.3. konsentrasi spesies terancam dan endemik, HCV1.4. konsentrasi spesies sesaat sehubungan dengan siklus hidupnya. 2. HCV 2 (Lanskap hutan luas) meliputi : HCV 2.1. unit yang dikelola (UD) berupa hamparan hutan luas (landscape forest), HCV 2.2. unit yang dikelola (UD) bagian tidak terpisahkan dari hamparan hutan luas (lansdcape forest), HCV 2.3. unit yang dikelola (UD) mempertahankan populasi variabel dari sebagian besar spesies yang ada. 3. HCV 3 (ekosistem terancam, langka) terdiri dari, hutan berkabut, hutan di bagian atas gunung, hutan dibagian bawah gunung, hutan dataran rendah, hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan belukar, padang rumput, hutan bukit kapur, bakau. 4. HCV 4 (jasa lingkungan) meliputi : HCV 4.1. sumber air untuk kebutuhan sehari-hari; HCV 4.2. hutan yang diperlukan untuk penyerapan air atau untuk mencegah erosi; HCV 4.3. hutan berfungsi sebagai penghambat meluasnya kebakaran; HCV 4.4. hutan mempunyai pengaruh kritis terhadap pertanian atau akuakultur. 5. HCV 5 (sosio-ekonomi) yaitu, kawasan hutan yang merupakan sumber penghidupan atau pendapatan yang sangat penting dan tidak tergantikan oleh penduduk setempat. 6. HCV 6 (budaya) antara lain, kawasan yang mengandung atau memberikan nilai atau benda tertentu (penduduk setempat akan mengalami perubahan kultur yang drastis jika nilai dan benda tersebut tidak ada). 66

70 Unit analisis yang dipakai dalam penilaian HCVF ini adalah catcment area (daerah tangkapan air), dimana terdapat 17 DAS dan Sub-DAS pada kawasan HoB ini. Penetapan unit analisis tersebut didasarkan pada pertimbangan pentingnya fungsi DAS bagi lingkungan. Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Fungsi penting DAS juga tertuang dalam UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang menetapkan penyelenggaraan kehutanan yang bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat adalah dengan meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 % dari luas DAS dengan sebaran proporsional. Berlandaskan hal tersebut maka sangat relevan penetapan DAS sebagai unit analisis pada kajian ruang KSN Hob ini. Hal ini juga sejalan dengan arah kerangka kerja nasional pengelolaan DAS dimana prinsip pengelolaan DAS yang mengacu pada kaidah satu DAS, satu rencana, & satu sistem pengelolaan terpadu. 17 DAS dan Sub-DAS tersebut adalah : Tabel 5.1. Nama DAS dan Luasan dalam Kawasan HoB. No Nama DAS Luas (Ha) % 1 Sub DAS Mahakam Hulu 2,472, Sub DAS Kedang Pahu 20, DAS Sesayap bagian hulu 1,243, DAS Berau 682, Sub DAS Belayan 599, DAS Kedang Kepala 543, Sub DAS Ketungau 415, DAS Seruyan 78, Sub DAS Kapuas Hulu 2,789, Sub DAS Kapuas Tengah 29, DAS Sembakung 515, SuB DAS Melawi 1,649, DAS Katingan 482, Sub DAS Barito Hulu 2,060, DAS Kahayan 227, DAS Kapuas 151, DAS Kayan 2,832, Total Area 16,795, DAS adalah perairan sungai dari hulu sampai hilir Sub DAS adalah bagian dari DAS. Penerapan analisis ini memberikan hasil yang dapat digambarkan, dalam peta berikut : 67

71 Gambar 5.1. Peta DAS dan HCVF Kawasan HoB 68

72 Tabel 5.2. Prosentase HCVF dan Non HCVF pada Kawasan HoB VISI KAWASAN HCVF % NON HCV % TOTAL % Kawasan Lindung 6,974, , ,814, Hutan Produksi Terbatas 3,474, , ,781, Koridor Dataran Tinggi dan Kawasan Konservasi 1,812, , ,868, Kawasan Peruntukan Lain 91, , , Kawasan Konservasi 2,634, , ,723, Total Area 14,987, ,960, ,947, Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pada kawasan HoB terdapat area HCV dan non HCV yang meliputi ke lima visi dengan prosentase terbesar pada kawasan lindung (mencakup 46,11% dari luasan HoB dimana area HCV 41,15% dan Non HCV 4,96%), kemudian kawasan produksi terbatas dengan 22,31%, kawasan konservasi dengan 16,07%, koridor 11,03% dan kawasan peruntukan lain 4,48 %. Untuk lebih detainya dapat dilihat pada tabel 5.2. Dari pantauan lapangan pemanfaatan lahan pada masing-masing DAS dapat dirinci sebagai berikut : 69

73 Tabel 5.3. Pemanfaatan Lahan Berdasarkan DAS pada Wilayah Kalimantan Barat NAMA_DAS KETERANGAN Total % Per DAS % Total Sub DAS Ketungau Awan 3, Belukar Rawa 17, Hutan Lahan Kering Primer 11, Hutan Lahan Kering Sekunder 65, Hutan Rawa Sekunder 110, Permukiman Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering + Semak 128, Rawa 64, Semak Belukar 2, Tanah Terbuka 11, (blank) 1, Sub DAS Ketungau Total 415, Sub DAS Kapuas Hulu Awan 4, Belukar Rawa 112, Hutan Lahan Kering Primer 1,313, Hutan Lahan Kering Sekunder 542, Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder 278, Perkebunan 10, Permukiman 3, Pertambangan 2, Pertanian Lahan Kering 7, Pertanian Lahan Kering + Semak 422, Rawa 20, Semak Belukar 29, Tanah Terbuka 23, (blank) 18, Sub DAS Kapuas Hulu Total 2,789, Sub DAS Kapuas Tengah Belukar Rawa 1, Hutan Rawa Sekunder Perkebunan 6, Permukiman Pertambangan Pertanian Lahan Kering + Semak 17, Semak Belukar 2, Tanah Terbuka (blank) Sub DAS Kapuas Tengah Total 29, SuB DAS Melawi Awan 4, Belukar Rawa Hutan Lahan Kering Primer 422, Hutan Lahan Kering Sekunder 489, Hutan Rawa Sekunder Perkebunan 1, Permukiman Pertambangan 1, Pertanian Lahan Kering + Semak 624, Semak Belukar 34, Tanah Terbuka 63, (blank) 7, SuB DAS Melawi Total 1,649,

74 Tabel 5.4. Pemanfaatan Lahan Berdasarkan DAS pada Wilayah Kalimantan Tengah NAMA_DAS KETERANGAN Total % Per DAS % Total DAS Seruyan Hutan Lahan Kering Primer 20, Hutan Lahan Kering Sekunder 52, Pertanian Lahan Kering + Semak 2, Semak Belukar 3, Tanah Terbuka DAS Seruyan Total 78, DAS Katingan Awan Hutan Lahan Kering Primer 244, Hutan Lahan Kering Sekunder 194, Permukiman Pertanian Lahan Kering + Semak Savana Semak Belukar 41, (blank) DAS Katingan Total 482, Sub DAS Barito Hulu Awan 3, Hutan Lahan Kering Primer 866, Hutan Lahan Kering Sekunder 1,103, Permukiman Pertambangan Pertanian Lahan Kering + Semak 55, Savana Semak Belukar 24, Tanah Terbuka 2, (blank) 5, Sub DAS Barito Hulu Total 2,060, DAS Kapuas Hutan Lahan Kering Primer 10, Hutan Lahan Kering Sekunder 118, Hutan Tanaman 1, Permukiman Pertambangan Pertanian Lahan Kering + Semak 10, Semak Belukar 10, Tanah Terbuka DAS Kapuas Total 151, DAS Kahayan Hutan Lahan Kering Primer 59, Hutan Lahan Kering Sekunder 141, Hutan Tanaman 2, Pertambangan Pertanian Lahan Kering + Semak Semak Belukar 23, Tanah Terbuka (blank) DAS Kahayan Total 227,

75 Tabel 5.5. Pemanfaatan Lahan Berdasarkan DAS pada Wilayah Kalimantan Timur. NAMA_DAS KETERANGAN Total % Per DAS % Total DAS Sembakung Awan 88, Hutan Lahan Kering Primer 251, Hutan Lahan Kering Sekunder 164, Hutan Mangrove Sekunder Perkebunan 2, Pertanian Lahan Kering + Semak 6, Semak Belukar 1, (blank) DAS Sembakung Total 515, DAS Sesayap Awan 235, Belukar Rawa 1, Hutan Lahan Kering Primer 822, Hutan Lahan Kering Sekunder 308, Permukiman Pertanian Lahan Kering + Semak 18, Rawa 1, Sawah Semak Belukar 14, Tanah Terbuka (blank) 3, DAS Sesayap Total 1,406, DAS Kayan Awan 149, Belukar Rawa Hutan Lahan Kering Primer 2,209, Hutan Lahan Kering Sekunder 408, Perkebunan 2, Permukiman Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering + Semak 9, Rawa Semak Belukar 37, Tanah Terbuka 1, (blank) 13, DAS Kayan Total 2,832, DAS Berau Awan 1, Hutan Lahan Kering Primer 426, Hutan Lahan Kering Sekunder 241, Pertanian Lahan Kering + Semak 1, Semak Belukar 7, Tanah Terbuka 4, (blank) DAS Berau Total 682, DAS Kedang Kepala Awan 126, Hutan Lahan Kering Primer 223, Hutan Lahan Kering Sekunder 148, Pertanian Lahan Kering + Semak Semak Belukar 43, (blank) 1, DAS Kedang Kepala Total 543, Sub DAS Belayan Awan 113, Hutan Lahan Kering Primer 179, Hutan Lahan Kering Sekunder 266, Hutan Rawa Primer 8, Hutan Rawa Sekunder Hutan Tanaman Semak Belukar 29, Tanah Terbuka 1, (blank) Sub DAS Belayan Total 599, Sub DAS Mahakam Hulu Awan 489, Belukar Rawa Hutan Lahan Kering Primer 1,252, Hutan Lahan Kering Sekunder 582, Hutan Rawa Primer 2, Hutan Rawa Sekunder 1, Perkebunan Permukiman Pertambangan Pertanian Lahan Kering Pertanian Lahan Kering + Semak 1, Savana

76 Gambar 5.2. Peta DAS Pada Kawasan HoB 73

77 5.2. ANALISIS JARINGAN EKOSISTEM & KORIDOR Analisis jaringan ekosistem dan koridor dimaksudkan untuk melihat potensi konektivitas atau hubungan antara satu kawasan konservasi dengan kawasan lainnya yang telah ditetapkan. Pendekatan yang dipergunakan dalam analisis ini adalah penilaian secara ekoregional. Ekoregion didefinisikan sebagai unit air dan tanah yang menyimpan sejumlah species, komunitas alam, dan kondisi lingkungan yang signifikan secara geografis. (WWF 2006). Sehingga penilaian ekoregional adalah penilaian terhadap ekosistem perairan dan daratan yang merupakan habitat bagi sejumlah spesies, komunitas alam dan kondisi lingkungan yang signifikan secara geografis bagi upaya-upaya koservasi. Pelaksanaan penilaian diawali dengan pengumpulan data terkait unit air dan kondisi tanah pada kawasan HoB. Data tersebut meliputi : Landcover kawasan. Sejarah dan existing tutupan vegetasi berdasarkan topografi. Unit tata air. Daerah konservasi yang ditetapkan. Daerah-daerah ekosistem habitat satwa tertentu. Wilayah pertumbuhan permukiman. Ancaman yang timbul yang dapat mempengaruhi ekosistem seperti pembalakan, alih fungsi lahan, pembukaan lahan dan berbagai pembangunan. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan Analisis Marxan, yang mengoverlay berbagai data hingga menghasilkan suatu kawasan konservasi utama. Gambar 5.3. Peta Hasil Penilaian Secara Ekoregional 74

78 Hasil tersebut memberikan gambaran area-area yang harus dikonservasi di wilayah pulau Kalimantan. Tergambar bahwa kawasan HoB merupakan kawasan hutan yang utuh dan mengkoneksikan kawasan-kawasan lindung yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai taman nasional, cagar alam, taman wisata alam dan suaka margasatwa. Hal tersebut memperkuat konsep network and connectivity yang harus diterapkan dalam mengembangkan kawasan konservasi seperti kawasan HoB. Gambar 5.4. PETA ARAHAN PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI Kawasan Konservasi yang telah ditetapkan Pemerintah Penghubung Kawasan Konservasi Pemerintah Republik Indonesia dalam rencana tata ruang telah menetapkan kawasan-kawasan yang harus dikonservasi. Untuk mewujudkan keberlanjutan kawasan konservasi tersebut diperlukan pengaturan kawasan disekitarnya. Diantaranya harus adanya faktor konektivitas antar kawasan konservasi tersebut, untuk itu perlu ditetapkan penghubung kawasan konservasi yang disebut koridor. 75

79 Penghubung kawasan konservasi merupakan kawasan yang mendukung fungsi lindung bagi kawasan konservasi. Gambar 5.5. PETA ARAHAN PENETAPAN KORIDOR KAWASAN KONSERVASI Kawasan Konservasi Kawasan Penghubung (Koridor Konservasi) Masih terdapat Kawasan Konservasi yang belum terkoneksi melalui koridor, maka akan dipertimbangkan penghubungnya berupa kawasan produksi terbatas dengan persyaratan khusus. Pemahaman bahwa keterkaitan antar kawasan konservasi melalui pembentukan keterhubungan sangatlah penting bagi kelangsungan fungsi konservasi kawasan HoB. Untuk itu kebijakan dan strategi yang disusun haruslah mendukung arah tersebut. Berdasarkan pemahaman tersebut analisis terhadap pemanfaatan lahan kedepan dengan berbagai pertimbangan menghasilkan peta sebagai berikut : 76

80 Gambar 5.6. Peta Visi Status Kawasan HoB 77

81 5.3. ANALISIS KESESUAIAN LAHAN Analisis kesesuaian lahan merupakan analisis bagi penetapan pemanfaatan lahan yang mempertimbangkan aspek fisik di kawasan HoB, dengan kriteria kesesuaian untuk tiap fungsi yang kemudian digunakan sebagai dasar dalam menetapkan fungsi kawasan serta pertimbangan tingkat penilaian dan pengelolaan hutan bernilai konservasi tinggi atau high conservation value forest (HCVF) dan jaringan ekosistem & koridor. Analisis kesesuaian lahan bagi kawasan HoB dilakukan dalam unit analisis DAS. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang sangat sesuai untuk tipe penggunaan lahan tertentu pada suatu area. Analisis ini meliputi overlaying map (tumpang susun) dari berbagai kondisi lahan. Kawasan HoB didalam RTRW ditetapkan memiliki fungsi lindung dengan berbagai jenis diantaranya : hutan lindung, taman nasional, taman wisata alam, cagar alam dll. Proses pengolahan peta dalam analisis kesesuaian lahan ini adalah dengan menumpang susunkan peta HCVF dengan jaringan ekosistem dan koridor, yang kemudian hasilnya ditumpang susunkan dengan peta existing konsesi dalam unit analisis setiap DAS. Melalui proses ini diharapkan akan diperoleh status kawasan yang sesuai dengan arahan fungsi konserfasi dan diperoleh gambaran nyata bagi pengambilan langkah-langkah kebijakan dan strategi yang mendukung konservasi kawasan HoB. Penetapan unit analisis berdasarkan unit DAS diharapkan akan mempertegas dan memperjelas penetapan konsep pengelolaan yang mungkin diterapkan dalam masing-masing unit DAS tersebut. Penguatan konsep one river one management diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kawasan konservasi yang lestari. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka diperoleh status kawasan untuk kawasan HoB : Tabel 5.6. Luasan Visi Status Kawasan HoB. NO KAWASAN LUAS (HA) % 1 Kawasan Lindung 7,814, Hutan Produksi Terbatas 3,781, Koridor Dataran Tinggi dan Kawasan Konservasi 1,868, Kawasan Peruntukan Lain 759, Kawasan Konservasi 2,723, Total Area 16,947, Hasil pengklasifikasian yang tertuang dalam tabel tersebut menggambarkan bahwa penetapan visi pemanfaatan lahan di kawasan HoB prosentase tertinggi ditetapkan sebagai Kawasan Lindung yang mencapai 46,11%, kemudian fungsi Hutan Produksi Terbatas sebesar 22,31%, Kawasan Konservasi seluas 16.07%, Koridor Dataran Tinggi dan Kawasan Konservasi seluas 11,06%, serta fungsi Kawasan Peruntukan Lain seluas 4.48%. Dari hasil yang lebih rinci kawasan HoB juga termanfaatkan dalam berbagai konsesi, yang secara detail dapat dilihat pada tabel. 78

82 Tabel 5.7. Luasan Pemanfaatan Lahan berdasarkan status kawasan dan dalam unit DAS. NO NAMA DAS FUNGSI EXISTING DAS Berau DAS Kahayan Bagian Hulu DAS Kapuas Bagian Hulu DAS Katingan Bagian Hulu DAS Kayan 6 DAS Kedang Kepala 7 DAS Sembakung Bagian Tengah 8 DAS Seruyan Bagian Hulu HUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI TERBATAS LUASAN STATUS KAWASAN KORIDOR DATARAN KAWASAN TINGGI & KONSERVASI KAWASAN KAWASAN PERUNTUKAN LAIN FUNGSI EXISTING LUAS Fungsi Sesuai (Blank) , Fungsi Sesuai 0.00 HCV 436, , HCV 0.00 HPH HCV 156, , HPH 0.00 HPH KP HCV HPH HTI 0.00 HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV HPH Sawit 0.00 KP HCV 3, KP 0.00 KP HTI HCV KP HTI 0.00 KP Sawit HCV KP Sawit 0.00 HTI HCV 3, HTI 0.00 HTI Sawit HCV HPH HCV 0.00 Sawit HCV 13, KP HCV 0.00 Fungsi Sesuai (Blank) , Fungsi Sesuai 3, HCV 10, , , HCV HPH HCV 12, , , HPH HPH KP HCV HPH HTI HPH HTI HCV , HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV HPH Sawit 0.00 KP HCV , KP 10, KP HTI HCV KP HTI 2, KP Sawit HCV KP Sawit 0.00 HTI HCV HTI 0.92 HTI Sawit HCV HPH HCV Sawit HCV KP HCV 1, Fungsi Sesuai (Blank) , Fungsi Sesuai 0.00 HCV 3, , HCV 0.00 HPH HCV , HPH 0.00 HPH KP HCV , HPH HTI 0.00 HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV HPH Sawit 0.00 KP HCV , KP 11, KP HTI HCV , KP HTI KP Sawit HCV KP HTI HCV 0.00 HTI HCV , HTI Sawit 0.00 HTI Sawit HCV HPH HCV Sawit HCV , KP HCV 1, Fungsi Sesuai (Blank) 18, , , HCV 125, , , HPH HCV 131, , , HPH KP HCV HPH HTI HCV HPH Sawit HCV KP HCV KP HTI HCV KP Sawit HCV HTI HCV HTI Sawit HCV Sawit HCV 5, Fungsi Sesuai (Blank) 12, , , Fungsi Sesuai 2, HCV 721, , , , HCV HPH HCV 195, , , , HPH HPH KP HCV HTI 0.05 HPH HTI HCV HTI HCV 0.54 HPH Sawit HCV , HTI Sawit HCV 0.62 KP HCV Sawit 3, KP HTI HCV Sawit HCV 1, KP Sawit HCV KP Sawit 0.00 HTI HCV HTI Sawit 2.88 HTI Sawit HCV HPH HCV 9.73 Sawit HCV 4, , KP HCV 0.00 Fungsi Sesuai (Blank) , Fungsi Sesuai 49, HCV 297, , HCV 5, HPH HCV 48, , HPH HPH KP HCV HPH HTI 0.00 HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV HPH Sawit 0.00 KP HCV KP 0.00 KP HTI HCV KP HTI 0.00 KP Sawit HCV KP Sawit 0.00 HTI HCV HTI Sawit 0.00 HTI Sawit HCV HPH HCV Sawit HCV KP HCV 0.00 Fungsi Sesuai (Blank) 6, Fungsi Sesuai 8, HCV 302, , HCV HPH HCV HPH 0.00 HPH KP HCV HPH HTI 0.00 HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV Sawit 2, KP HCV KP 0.00 KP HTI HCV KP HTI 0.00 KP Sawit HCV KP Sawit 0.00 HTI HCV HTI Sawit 0.00 HTI Sawit HCV Sawit HCV Sawit HCV 116, , KP HCV 0.00 Fungsi Sesuai (Blank) , HCV 3, , HPH HCV , HPH KP HCV HPH HTI HCV HPH Sawit HCV KP HCV KP HTI HCV KP Sawit HCV HTI HCV HTI Sawit HCV Sawit HCV

83 NO NAMA DAS FUNGSI EXISTING 9 DAS Sesayap Bagian Hulu 10 Sub DAS Barito Hulu 11 Sub DAS Belayan Bagian Hulu 12 DAS Kapuas Hulu 13 DAS Kapuas Tengah Bagian Hulu 14 Sub DAS Kedang Pahu Bagian Hulu 15 Sub DAS Ketungau 16 Sub DAS Mahakam Hulu 17 DAS Melawi Bagian Hulu HUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI TERBATAS LUASAN STATUS KAWASAN KORIDOR KAWASAN PERUNTUKAN LAIN DATARAN KAWASAN TINGGI & FUNGSI KONSERVASI KAWASAN LUAS EXISTING KONSERVASI Fungsi Sesuai (Blank) 13, , , Fungsi Sesuai 6, HCV 660, , , HCV 3, HPH HCV 33, HPH 0.00 HPH KP HCV HTI 1, HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV HPH Sawit 0.00 KP HCV KP 0.00 KP HTI HCV HTI HCV KP Sawit HCV KP Sawit 0.00 HTI HCV , HTI Sawit 0.00 HTI Sawit HCV HPH HCV 0.00 Sawit HCV KP HCV 0.00 Fungsi Sesuai (Blank) 19, , , , Fungsi Sesuai 5, HCV 506, , , , HCV 0.00 HPH HCV 184, , , , HPH HPH KP HCV 91, , , HPH HTI 0.00 HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV HPH Sawit 0.00 KP HCV 208, , , KP 398, KP HTI HCV KP HTI 0.00 KP Sawit HCV KP Sawit 0.00 HTI HCV HTI Sawit 0.00 HTI Sawit HCV HPH KP HCV 10, Sawit HCV , KP HCV 70, Fungsi Sesuai (Blank) , Fungsi Sesuai 12, HCV 270, , HCV 2, HPH HCV 37, , HPH 4, HPH KP HCV HTI 1, HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV HPH Sawit 0.00 KP HCV , KP 0.00 KP HTI HCV KP HTI 0.00 KP Sawit HCV KP Sawit 0.00 HTI HCV HTI HVC HTI Sawit HCV HPH HCV Sawit HCV KP HCV 0.00 Fungsi Sesuai (Blank) 162, , , , Fungsi Sesuai 82, HCV 787, , , , HCV 37, HPH HCV 14, , HPH 0.00 HPH KP HCV HPH HTI 0.00 HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV 6, Sawit 65, KP HCV 1, KP 0.00 KP HTI HCV KP HTI 0.00 KP Sawit HCV Sawit HVC 3, HTI HCV 27, HTI Sawit 0.00 HTI Sawit HCV 1, HPH HCV 0.00 Sawit HCV 217, , KP HCV 0.00 Fungsi Sesuai (Blank) 6, Fungsi Sesuai 1, HCV HCV HPH HCV HPH 0.00 HPH KP HCV HPH HTI 0.00 HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV Sawit 12, KP HCV KP 0.00 KP HTI HCV KP HTI 0.00 KP Sawit HCV Sawit HVC HTI HCV HTI Sawit 0.00 HTI Sawit HCV HPH HCV 0.00 Sawit HCV 7, KP HCV 0.00 Fungsi Sesuai (Blank) , HCV 17, , HPH HCV HPH KP HCV HPH HTI HCV HPH Sawit HCV KP HCV 2, KP HTI HCV KP Sawit HCV HTI HCV HTI Sawit HCV Sawit HCV Fungsi Sesuai (Blank) 29, , , , Fungsi Sesuai 3, HCV 30, , , , HCV 9, HPH HCV , HPH 0.00 HPH KP HCV HPH HTI 0.00 HPH HTI HCV HPH KP 0.00 HPH Sawit HCV Sawit KP HCV KP 1, KP HTI HCV KP HTI 0.00 KP Sawit HCV 28, , Sawit HVC HTI HCV 4, HTI Sawit 0.00 HTI Sawit HCV HPH HCV 0.00 Sawit HCV 73, , , KP HCV 0.00 Fungsi Sesuai (Blank) 21, , , HCV 735, , , , HPH HCV 352, , , HPH KP HCV 38, , HPH HTI HCV 1, HPH Sawit HCV 7, , KP HCV 80, , KP HTI HCV KP Sawit HCV 15, , HTI HCV 4, , HTI Sawit HCV Sawit HCV 67, , Fungsi Sesuai (Blank) 184, , , , Fungsi Sesuai 261, HCV 107, , , , HCV 16, HPH HCV 50, , , HPH 0.00 HPH KP HCV 3, HTI 6, HPH HTI HCV Sawit 71, HPH Sawit HCV Sawit HVC KP HCV 30, , , KP 26, KP HTI HCV HTI HVC KP Sawit HCV KP Sawit 0.00 HTI HCV , HTI Sawit HVC HTI Sawit HCV HPH HCV 0.00 Sawit HCV 30, KP HCV

84 Pada setiap DAS terdapat berbagai fungsi penggunaan diantaranya HPH, KP, HTI dan Sawit yang merupakan area dengan berbagai status HCV. Lahan dengan HCV seharusnya merupakan area yang dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Kondisi ini menimbulkan konflik kepentingan yang berpotensi menimbulkan masalah dalam mewujudkan kawasan HoB sebagai kawasan yang dikelola bagi pencapaian hutan lestari. Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel 5.7 DAS Berau pada kolom status kawasan hutan lindung, dimana seharusnya kawasan ini sepenuhnya difungsikan sebagai hutan. Namun lenyataannya terdapat fungsi-fungsi lain yang berkembang diantaranya fungsi : a. HPH (Hak Pengelolaan Hutan) yang memiliki status HCV. Hal ini semestinya tidak boleh terjadi. b. KP (Kuasa Pertambangan) juga memiliki status HCV. Padahal berdasarkan undang-undang kehutanan pada kawasan lindung tidak diperkenankan adanya kegiatan pertambangan. c. HTI (Hutan Tanaman Industri) dimana pemanfaatan ini akan membuka peluang kerusakan kawasan lindung. d. Perkebunan Sawit yang berstataus HCV, kondisi ini akan memicu degradasi pada kawasan lindung ini. Kondisi tersebut terjadi pada semua DAS yang terdapat dalam kawasan HoB. Analisis terhadap fungsi kawasan yang diperbandingkan antara existing dengan rencana dimaksudkan untuk memberikan gambaran kenyataan di lapangan, agar penetapan langkah bagi pemulihan fungsi kawasan dapat dipersiapkan dengan lebih matang bagi upaya mewujudkan rencana pemanfaatan dan sistem pengelolaan kawasan yang tepat. Hal tersebut dimaksudkan bagi pencapaian tujuan konservasi terhadap kawasan HoB yang harus maksimal, agar fungsi kawasan sebagai paru-paru dunia terus terjaga. Gambaran lebih detai tentang visi status kawasan dengan fungsi pemanfaatan existing dapat dilihat pada peta berikut. 81

85 Gambar 5.4. Peta Visi Status Kawasan 82

86 5.4. ANALISIS SOSIAL BUDAYA Keberhasilan sebuah kegiatan pelestarian alam akan sangat tergantung pada pelaku-pelaku kegiatannya, demikian juga dengan pengelolaan kawasan HoB. Menyadari peran pentingnya pelaku kegiatan tersebut dalam penetapan pola pengelolaan yang tepat bagi kawasan HoB diperlukan kajian terhadap sosial dan budaya masyarakat yang berada didalam kawasan tersebut. Berbagai kondisi sosial dan budaya masyarakat kawasan HoB dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara demografis, penyebaran penduduk di wilayah perbatasan Kalimantan tidak merata dan sangat rendah (kepadatan 4-10 jiwa per km 2 ). Pada umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif rendah dan angka kematian cukup tinggi akan tetapi arus mobilitas tenaga kerja dan penduduk keluar-masuk cukup tinggi terkait kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya. Secara etnis, mayoritas penduduk di wilayah perbatasan yang berasal dari Suku Dayak banyak yang memiliki hubungan keluarga dengan warga di negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam. Karena lokasinya yang terpencil dengan jumlah penduduk yang sedikit dan penyebaran tidak merata, area ini rawan dari sisi keamanan, penyelundupan dan tindak kriminal lainnya. Analisis sosial budaya dilakukan guna melihat pergerakan dan penyebaran penduduk yang ada di kawasan HoB, yang berpengaruh pada kebijakan dan strategi dalam pengelolaan kawasan lindung. Di Kalimantan, penduduk asli bermata pencaharian sebagai petani disebut Dayak. Suku Dayak sendiri terdiri dari beragam kelompok dengan ciri khas tersendiri. Tujuh kelompok terbesar yaitu Iban (sebelumnya dikenal sebagai Dayak Laut), Bidayuh (Dayak Darat), Kayan Kenyah, Maloh, Barito, Kelabit-Lun Bawang dan Dusun Kadazan Murut. Pada umumnya mereka tinggal di pedalaman dan sebagian lagi berkelompokdi daerah pesisir. Sebaga masyarakat agraris suku Dayak hingga sekarang memakai sistem ladang berpindah atau tebang bakar. Metode bercocok tanam ini mencerminkan pandangan masyarakat Dayak tentang kemakmuran, yakni segenap sungai, tanah, dan hutan sangat berharga untuk jati diri suku Dayak. Pandangan tersebut juga tampak pada bidang-bidang lahan berpindah yang membentuk mosaik yang mereka ciptakan di dalam berbagai ekosistem hutan setempat. Biasanya dalam mosaik tata guna lahan masyarakat Dayak, kepingankepingannya terdiri dari hutan alam, hutan tanaman, ladang berpindah/ladang tidur serta ladang permanen yang sesuai dengan kondisi ekologis pegunungan, lahan gambut atau lembah sungai yang ada di wilayah masyarakat tertentu. Hanya sawah basah permanen saja yang bukan merupakan kawasan hutan. Kawasan Heart of Borneo selain merupakan warisan dunia dengan segala keanekaragaman hayati dan budaya di dalamnya juga tempat bernaung dari suku-suku dayak yang hidup di pedalaman. Analisis dilakukan dengan melihat penyebaran masyarakat adat pada kawasan HoB dan memperbandingkan dengan rencana pemanfaatan lahan untuk memperoleh gambaran penyebaran masyarakat adat, berdasarkan fungsi kawasan. Untuk kemudian ditetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan kawasan terkait dengan kondisi persebaran masyarakat adat. Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh konsep kegiatan pelestarian yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat. 83

87 Pada peta spot penyebaran permukiman kawasan HoB terlihat bahwa penyebaran penduduk terkonsentrasi pada wilayah HoB di Kalimantan Barat, sementara untuk wilayah Kalimantan Tengah dan Timur penyebaran penduduk di kawasan HoB tidak sepadat wilayah barat. Namun lokasi penyebaran di tengah dan timur berada pada fungsi kawasan konservasi (taman nasional) dan kawasan lindung. Spot permukiman yang terdeteksi diantaranya berada pada lokasi-lokasi pemanfaatan lahan sebagai berikut : Tabel 5.8. Pengaruh Kawasan Permukiman terhadap Status Kawasan NO STATUS KAWASAN PENGARUH KEBERADAAN PERMUKIMAN 1 Kawasan Ekosistem Penting 2 Penyangga Jaringan Ekosistem 3 Koridor Taman Nasional 4 Kawasan Pembangunan Beberapa spot permukiman terdapat pada kawasan ini, dimana kegiatan pemanfaatan ruangnya terbatas bagi kepentingan penelitian dan pengembanan ilmu pengetahuan & pendidikan. Disini permukiman tidak diperkenankan. Beberapa spot permukiman terdapat pada kawasan ini, dimana kegiatan pemanfaatan ruangnya terbatas bagi kepentingan penelitian dan pengembanan ilmu pengetahuan & pendidikan. Disini permukiman harus dibatasi perkembangannya. Beberapa spot permukiman terdapat pada kawasan ini, dimana kegiatan pemanfaatan ruangnya tidak diperkenankan bagi kegiatan budidaya. Jika mengacu peraturan maka permukiman pada kawasan ini tidak diperkenankan bahkan dilarang adanya permukiman. Beberapa spot permukiman terdapat pada kawasan ini, dimana kegiatan pemanfaatan ruangnya memperkenankan adanya kawasan permukiman. Adanya permukiman pada kawasan ini menimbulkan pengaruh yang baik dan memberikan kemungkinan perkembangan positif. 5 Kawasan Lindung Beberapa spot permukiman terdapat pada kawasan ini, dimana kegiatan pemanfaatan ruangnya tidak diperkenankan bagi kegiatan budidaya. Jika mengacu peraturan maka permukiman dilarang pada kawasan ini. Hal tersebut mengharuskan dilakukan langkah-langkah bagi upaya pembatasan perkembangan pemanfaatan lahan bagi pemenuhan kebutuhan kawasan permukiman yang menyebabkan kerusakan kawasan lindung, dengan tetap mengutamakan jaminan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Berbagai kondisi diatas akan menjadi pertimbangan dalam menetapkan kebijakan dan strategi pelestarian dan peningkatan sosial budaya, peningkatan nilai kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Berikut adala Peta Lokasi Sebaran Permukiman di Kawasan HoB. 84

88 PETA SPOT PERMUKIMAN KAWASAN HoB Gambar 5.5. Peta Spot Permukiman Kawasan HoB 85

89 6.1 KONSEP DASAR KEBIJAKAN & STRATEGI Kawasan HoB yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan keanekaragaman hayati yang tinggi memerlukan pola pengelolaan yang dapat mendukung kegiatan pelestarian tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut dan dilandasi pemahaman bahwa alam semesta merupakan sebuah sistem yang setiap elemen penyusunnya saling berhubungan. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam penataan ruang KSN HoB, yaitu pendekatan yang mampu memadukan fungsi lindung dan fungsi budidaya secara harmonis. Pendekatan tersebut adalah Infrastruktur Hijau. Infrastruktur Hijau didefinisikan sebagai jaringan kawasan-kawasan alami dan kawasan terbuka hijau yang terhubung satu dengan lainnya yang memelihara kesehatan dan nilai-nilai ekosistem, memberikan udara bersih, menjaga sistem tata air dan memberikan manfaat yang luas kepada manusia dan makluk lainnya. Infrastruktur Hijau merupakan kerangka ekologis sebagai daya dukung untuk kesehatan lingkungan, sosial dan ekonomi baik saat ini dan kedepan dalam sistem penyangga kehidupan alami. Konsep infrastruktur hijau dapat diwujudkan dalam pola interaksi kawasan sebagai berikut : Inti Spot Inti Spot Inti Koridor Inti Koridor Gambar 6.1. Pola Interaksi Kawasan dalam Konsep Infrastruktur Hijau Inti : dalam kebijakan ruang bisa berupa taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman buru, cagar budaya, tempat sakral dan termasuk kawasan budidaya kehutanan dan pertanian dsb Koridor : menghubungi kawasan yang memiliki level ketinggian yang sama (horisontal) bisa hutan lindung, koridor satwa, bisa juga menghubungi dari ketinggian dan daerah rendah (hutan riparian), 86

90 kawasan penyangga pantai, danau (vegetasi sepadan panatai dan danau), vegetasi sepanjang jalan setapak, permukiman dsb Spot : bisa desa, permukiman, kota dsb (penghijauan kota, taman kota, kawasan terbuka hijau dsb). Implementasi pendekatan ini dapat dilakukan pada tingkat nasional, pulau, provinsi, kabupaten dan bahkan pada tingkat unit desa. Kedetilan dan cakupan ruang bersifat fleksibel dan tidak terbatas hanya pada satu unit administrasi bisa lintas negara, propinsi dan kabupaten. Pendekatan ini memiliki 10 (sepuluh) prinsip yang memberikan ciri utama nilainilai yang ada didalamnya. 10 Prinsip tersebut adalah : 1. Keterhubungan adalah kunci, layaknya anatomi dalam mahluk hidup yang saling terhubung untuk menjalankan fungsinya demikian juga dalam prinsip ekologi selalu berkaitan dengan hubungan antara satu dengan lainnya. Maka keterhubungan dalam suatu kawasan/wilayah menjadi kunci dalam optimalisasi peran dan fungsi setiap komponen. 2. Memahami konteks, melalui pendekatan terpadu pada tingkat landscape. Untuk mendapat gambaran yang luas tentang situasi kawasan sehingga memiliki pemahaman yang komphrehensif. Tidak melihat hanya dari satu sisi tetapi secara penuh ikut mempertimbangkan bagimana pengaruh aspek sosial, ekonomi dan lingkungan terhadap ekosistem kawasan tersebut. 3. Berdasarkan ilmiah pada teori dan praktek dari perencanaan ruang. Dimana pada prinsip ini keterlibatan ahli dari berbagai disiplin ilmu sangat penting seperti regional dan urban planning, landscape arsitektur, teknik sipil, geografi, biologi konservasi, landcsape ekology, antropology dan ekonomi SDA. 4. Berfungsi sebagai kerangka untuk kawasan budidaya dan lindung dalam penataan ruang. Dalam kebijakan ruang dapat memberikan arahan dimana kawasan-kwasan yang akan dikembangkan dan akan dipertahankan sebagai cadangan SDA dan sekaligus sebagi kawasan lindung. 5. Infrastruktur Hijau Seharusnya direncakan dan dilindungi sebelum pembangunan. Perencanaan wilayah 6. Infrastruktur Hijau adalah investasi publik yang semestinya didanai diawal dari berbagai sumber penadaan. Perencanaan ruang sebagai dokumen publik, yang merencanakan pembangunan grey infrastrutktur seperti jalan, jembatan, perumahan dsb, sama seperti infrastruktur hijau yang perencanaannya semestinya mendapat pendanaan yang proporsional. 7. Infrastruktur Hijau membawa manfaat kepada alam dan manusia. Sebagai salah satu upaya mitigasi bencana dimana kawasan-kawasan rawan bencana semestinya tidak untuk pengembangan permukiman atau urban area tetapi sebagai kawasan yang dijaga secara alami untuk buffer terhadap kawasan urban sebagai tempat genangan banjir, tanah longsor, kawasan rawan kebakaran dan aspek bencana lainnya. 87

91 8. Infrastruktur Hijau menghormati, keinginan dan harapan pemilik lahan dan para pihak lainnya. Sebagai media dari proses perencanaan ruang secara partisipatif pengembangan Infrastruktur Hijau harus dapat mengakomodasi harapan dan keinginan pemilik lahan dan juga pemilik konsesi dalam pemanfaatan lahannya secara produktif, bertanggung jawab dan sekaligus memelihara kesehatan ekosistem. 9. Infrastruktur Hijau memerlukan hubungan kerja sama kegiatan baik bagi masyarakat didalam dan diluar dari wilayah administrasi Membangun inisitif kerjasama pengelolaan DAS terpadu antar wilayah, pengembangan mekanisme pembayaran jasa air untuk membayar perlindungan kawasan hulu, sebagai baseline untuk karbon trading dsb. 10. Infrastruktur Hijau membutuhkan komitmen jangka panjang Untuk mendapatkan hasil yang dapat dirasakan dari generasi saat ini dan akan datang, maka diperlukan komitmen yang muncul dari generasi saat ini dan penerusnya. Gambar 6.2. Contoh Penerapan Infrastruktur Hijau di Papua Contoh penerapan infrastruktur hijau pada tata ruang permukiman salah satu suku di Papua dan lapangan golf yang tetap mempertahankan hutan disekitar, dengan tidak melakukan land clearing dalam proses pembangunannya. Penerapan konsep ini di kawasan HoB dapat dilakukan dengan pendekatan unit perencanaan adalah DAS. Konsep ini akan diterapkan dalam penetapan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan HoB. Dimana arahan bagi pemanfaatan ruang serta kebijakan kerjasama baik antar negara maupun antar wilayah akan didasari pada pendekatan infrastruktur hijau. 6.2 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat ditetapkan arahan pemanfaatan ruang kawasan HoB yang terbagi dalam beberapa fungsi kawasan, meliputi : kawasan lindung, kawasan budidaya (hutan produksi, kawasan andalan 88

Profil Wilayah Heart Of Borneo

Profil Wilayah Heart Of Borneo Profil Wilayah Heart Of Borneo Dewasa ini kesadaran pentingnya aspek lingkungan dirasakan semakin meningkat, bahkan menjadi topik yang sering dibicarakan seiring dengan terjadinya berbagai gejala perubahan

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB 4 POLA PEMANFAATAN RUANG

BAB 4 POLA PEMANFAATAN RUANG BAB 4 POLA PEMANFAATAN RUANG Pola pemanfaatan ruang berisikan materi rencana mengenai: a. Arahan pengelolaan kawasan lindung b. Arahan pengelolaan kawasan budidaya kehutanan c. Arahan pengelolaan kawasan

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1873, 2016 KEMEN-ATR/BPN. RTRW. KSP. KSK. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. (Firdaus, 2012). Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diartikan sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

TATA RUANG LAHAN GAMBUT

TATA RUANG LAHAN GAMBUT TATA RUANG LAHAN GAMBUT STUDI KASUS : PERATURAN PRESIDEN TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU KALIMANTAN (Per pres No.3 Tahun 2012) Jakarta, 13 Februari 2012 Kementerian Pekerjaan Umum Bersama Menata 1 Ruang

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029 BAB V RENCANA KAWASAN STRATEGIS PROVINSI 5.1. Lokasi dan Jenis Kawasan Strategis Provinsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) memuat penetapan Kawasan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

Tantangan Implementasi Peraturan Presiden No. 13/2012 tentang. RTR Pulau Sumatera dalam Upaya Penyelamatan Ekosistem Sumatera

Tantangan Implementasi Peraturan Presiden No. 13/2012 tentang. RTR Pulau Sumatera dalam Upaya Penyelamatan Ekosistem Sumatera Tantangan Implementasi Peraturan Presiden No. 13/2012 tentang RTR Pulau Sumatera dalam Upaya Penyelamatan Ekosistem Sumatera Lahirnya Peraturan Presiden No. 13/2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

VISI KALTIM BANGKIT 2013

VISI KALTIM BANGKIT 2013 VISI KALTIM BANGKIT 2013 Mewujudkan Kaltim Sebagai Pusat Agroindustri Dan EnergiTerkemuka Menuju Masyarakat Adil Dan Sejahtera MENCIPTAKAN KALTIM YANG AMAN, DEMOKRATIS, DAN DAMAI DIDUKUNG PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH 2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Overlay. Scoring. Classification

Overlay. Scoring. Classification Contributor : Doni Prihatna Tanggal : Oktober 2009 Posting : Title : Kajian Ekosistem Pulau Kalimantan Peta-peta thematic pembentuk ekosistem Pulau Kalimantan : 1. Peta Ekosistem Region (Ecoregion) 2.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang- Undang

Lebih terperinci

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci