BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Moral 1. Pengertian Perilaku Moral Moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istidat atau kebiasaan (Gunarsa, 2003). Tidak hanya itu, moral menurut Shaffer (dalam Ali, 2006) memiliki beberapa istilah yang lain diantaranya moral diartikan juga sebagai rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Selain itu, moral menurut Rogers (dalam Ali, 2006) diartikan sebagai standar baik dan buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial. Sedangkan, Perkembangan moral seseorang terus mengalami perubahan sesuai dengan usia atau masa kehidupan orang tersebut. Perkembangan moral pada anak-anak dan remaja mengiringi kematangan kognisi, anak muda mencapai kemajuan dalam penilaian moral ketika mereka menekan egosentrisme dan menjadi cakap dalam pemikiran abstrak (Papalia,Old dan Feldmen, 2008). Sedangkan Santrock (2003) menuturkan bahwa perkembangan moral adalah berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral (moral development) sendiri menurut Santrock (2007) adalah 21

2 22 perubahan penalaran, perasaan dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Menurut Mischel (dalam Santrock, 2003) perkembangan moral dalam pandangan pembelajaran sosial kognitif memberikan penekanan pada adanya perbedaan antara kompetensi moral remaja (kemampuan untuk melakukan tingkah laku moral) dan performa moral remaja (tingkah laku yang dimunculkan pada situasi yang spesifik. Pandangan ini menyatakan bahwa perkembangan moral dilihat dari perilaku remaja mengenai standar yang dianggap benar atau salah, sehingga hal ini mengacu bahwa perkembangan moral dilihat dalam perilaku moral dimana hal ini menurut Kurtines (1992) perilaku moral sendiri diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan sosial atau masyarakat. Selain itu, perilaku moral mengimplikasikan adanya komponen pengenalan (kognisi) moral atau pertimbangan moral yang hendak dinilai secara langsung (Kurtines, 1992), sedangkan menurut Coles (dalam Azizah, 2006) perilaku moral diungkap dalam tingkat orang harus berperilaku dan bersikap kepada orang lain. Perilaku moral di definisikan juga sebagai perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial (Hurlock, 2006). Selain itu, Magdalena (2014) menjelaskan bahwa perilaku moral seseorang adalah hasil dari pengetahuan dan perasaan individual tentang moral. Menurut Gunarsa (2003) perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial.

3 23 Sedangkan menurut Giligan (dalam Sarlito, 2003) menyatakan bahwa perilaku moral adalah perilaku menghindari rasa malu (shame) atau rasa bersaalah (guilt). Sedangkan menurut Hurlock (dalam Daradjat, 1976) perilaku moral yang sungguh-sungguh adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran masyarakat, yang timbul dari hati sendiri dengan rasa tanggung jawab atas tindakan tersebut juga mendahulukan kepentingan umum daripada keinginan atau kepentingan pribadi. Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial yang timbul dari hati dengan rasa tanggung jawab atas tindakan tersebut. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Moral Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku moral pada remaja yaitu sebagai berikut : 1. Modeling Menurut Santrock (2003) Ketika remaja dihadapkan pada model yang bertingkah laku secara moral, para remaja pun cenderung menir tingkah laku model tersebut. Ketika remaja dihukum karena tingkah laku yang tidak bermoral atau tidak dapat diterima, tingkah laku ini bisa dihilangkan, namun memberikan sanksi berupa hukuman dapat mengakibatkan efek samping emosional pada remaja. Selain itu, efektivitas meniru model tergantung pada karakteristik model itu sendiri (misalnya

4 24 kekuasaan, kehangatan, keunikan dan lain-lain) dan kehadiran proses kognitif, seperti kode simbolik dan perumpamaan untuk meningkatkan ingatan mengenai tingkah laku moral 2. Situasional Sebagai tambahan, menurut Santrock (2003) peranan faktor lingkungan dan kesenjangan antara pemikiran moral dan tindakan moral, para ahli teori pembelajaran sosial juga menekankan bahwa tingkah laku tergantung pada situasinya. Mereka mengatakan bahwa remaja cenderung tidak menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam situasi sosial yang berbeda-beda. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Reed dkk (2009) menyatakan bahwa faktor situasi mempengaruhi perilaku moral seseorang. 3. Lingkungan Menurut Gunarsa (2003) kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang, demikian pula halnya dengan moral dimana nilai-nilai moral yang dimiliki seorang remaja merupakan sesuatu yang diperoleh dari luar dirinya. Anak belajar dan diajar oleh lingkungannya mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang tidak baik atau salah. Lingkungan ini dapat berarti orang tua, saudara, teman-teman, guru dan sebagainya.

5 25 4. Diri Menurut Blasi (dalam Kurtines,1992) landasan motivasional bagi perilaku moral berada pada tuntutan internal untuk perealisasian konsistensi diri secara psikologis. Self adalah pengorganisasian mengenai informasi keterhubungan diri dimana terdapat banyak elemen yang tergabung di dalamnya dan membentuk beberapa konsistensi psikologis (Cernove & Trioathi, 2009). Self yang memiliki inti atau pokok yang menjadi sentral diri disebut sebagai esensi dari inti self yang disebut sebagai identitas (identity). Menurut Blasi (dalam Carvone & Tripathi, 2009) juga menjelaskan bahwa identitas (identity) adalah pertimbangan yang menyesuaikan pada inti diri (self).menurut Colby & Damon (2004) menguatkan bahwa ketika identitas sudah menyatu dengan moralitas seseorang maka penalaran moral seseorang akan mendorong mewujudkan perilaku moral. Menurut Panuju dan Umami (1999) Perkembangan moral bertalian dengan proses kemampuan menentukan suatu peran dalam pergaulan dan menjalankan peran tersebut. Kemampuan berperan memungkinkan individu menilai berbagai situasi sosial dari berbagai sudut pandangan. Dengan perkembangan moral cara berperan pun bertambah luas. sementara bertambah banyaknya peran yang dipegang, semakin banyak pengalaman yang merangsang perkembangan moral.

6 26 Salah satu syarat untuk menjalankan suatu peran adalah kesempatan berpartisipasi dengan suatu kelompok. Partisipasi pergaulan dengan kelompok dimana remaja menurut Panut dan Umami (1995) harus menjalankan peran sosialnya adalah : a. Kelompok keluarga, anak sebagai anggota keluarga harus menjalankan peran sosial sebagai anak terhadap orangtua dan sesama saudara. Kelompok keluarga dapat mempengaruhi perkembangan moral dengan cara mengikutsertakan anak dalam beberapa pembicaraan dan dalam pengambilan keputusan keluarga. b. Kelompok teman sebaya, dalam kelompok ini ia harus menjalankan peran sosial sebagai salah satu anggota kelompok. Kelompok teman sebaya mempengaruhi perkembangan moral jika remaja ikut serta secara aktif dalam tanggung jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok. c. Kelompok yang bertalian dengan status sosial-ekonomis. Beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku moral adalah Modeling, Situasional, lingkungan dan diri. 3. Proses Pembentukkan Perilaku Moral Menurut Kurtines dan Gerwitz (1992) terdapat empat komponen yang menyusun perilaku moral, yaitu :

7 27 a. Menginterpretasi situasi dan mengidentifikasi permasalahan moral b. Memperkirakan apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang c. Memillih diantara nilai-nilai moral untuk memutuskan apa yang secara aktual akan dilakukan d. Melaksanakan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai moral Sedangkan menurut Gunarsa (2003) proses pembentukan perilaku moral adalah : a. Melalui pengajaran langsung atau melalui instruksi-instruksi Pembentukan perilaku moral disini melalui penanaman pengertian tentang apa yang betul dan apa yang salah oleh orang tua atau beberapa orang yang ada di sekitarnya. b. Melalui identifikasi Seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan orang atau model, maka orang tersebut cenderung untuk mencontoh pola-pola perilaku moral dari model tersebut. c. Melalui proses coba dan salah Seorang anak ataupun remaja belajar mengembangkan perilaku moralnya dengan mencoba-coba suatu perilaku. Anak atau remaja melihat apakah dengan ia berperilaku tertentu, lingkungan akan menerimanya atau menolaknya. 4. Aspek aspek Perilaku Moral

8 28 Menurut Daradjat (1976) untuk menentukan moral seseorang, tentu ada patokan dan ketentuan minimal. Misal, suatu perbuatan, tindakan atau perkataan tertentu pada suatu masyarakat merupakan gejala dari kemerosotan moral tapi di kalangan lain, mungkin sebagai penghargaan dan justru merupakan nilai kebaikan. Menurut Daradjat (1976) untuk mengukur perilaku moral yang ada di Indonesia maka aspek yang diambil adalah landasan hidup dari setiap warga negara indonesia adalah pancasila dimana aspek-aspek perilaku moral menurut Daradjat (1976) adalah sebagai berikut : a. Berkata jujur, yaitu perkataan yang sesuai dengan kejadian aslinya b. Berbuat benar, yaitu perbuatan yang tidak menentang peraturan yang berlaku c. Berlaku adil, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya. d. Berani, yaitu kesiapan fisik dan mental untuk menghadapi suatu peristiwa. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perilaku moral adalah berkata jujur, berbuat benar, berlaku adil dan berani. B. Identitas Moral 1. Pengertian Identitas Moral Identitas moral Mnurut Colby & Damon (dalam Hardy & Carlo, 2010) merupakan kesatuan dari diri (self) dan sistem moral.

9 29 Menurut Blasi, Self adalah pengorganisasian mengenai informasi keterhubungan diri dimana terdapat banyak elemen yang tergabung di dalamnya dan membentuk beberapa konsistensi psikologis (Carnove & Tripathi, 2009). Self yang memiliki inti atau pokok yang menjadi sentral diri disebut sebagai esensi dari inti self yang disebut sebagai identitas (identity). Menurut Blasi (dalam Carvone & Tripathi, 2009) juga menjelaskan bahwa identitas (identity) adalah pertimbangan yang menyesuaikan pada inti diri (self). Identitas moral menurut Blasi (dalam Hardy & Carlo, 2005) adalah dimensi yang berbeda pada setiap pribadi, berkenaan dengan kepribadian dimana kepribadian moral seseorang berdasar pada sebab moral yang jelas. Setiap orang memiliki nilai dan norma pribadi yang berbeda, nilai dan norma tersebut akan berkaitan dengan perilaku individu. Menurut Hardy & Carlo (2011) nilai-niai dan norma pribadi yang diidentifikasikan ke dalam diri seseorang akan membentuk identitas moral tertentu. Menurut Blasi (dalam Kurtines, 1992) untuk mendapatkan pemahaman moral perlu adanya penghubungan yaitu konsistensi dan tanggung jawab. Menurut Colby & Damon (2004) menguatkan bahwa ketika identitas sudah menyatu dengan moralitas seseorang maka penalaran moral seseorang akan mendorong mewujudkan perilaku moral. Selain itu, menurut Redd & Aquino (2002) identitas moral adalah bagaimana seseorang melihat dan menggambarkan dirinya

10 30 dalam hal etika, jujur, peduli, menentang kecurangan, berkomitmen untuk melakukan hal yang benar. Individu yang memiliki identitas moral kuat akan memiliki komitmen moral yang tinggi untuk melakukan perilaku moral (Bergman, 2004). Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan yaitu identitas moral adalah bagaimana seseorang menggambarkan dirinya dalam hal etika, jujur, peduli, menentang kecurangan, berkomitmen untuk melakukan hal yang benar. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Identitas Moral Menurut Blasi (dalam Santrok, 2007) menjelaskan tiga faktor yang mempengaruhi identitas moral, yaitu : a. Kekuasaan kehendak (will power) Kekuatan kehendak (will power) meibatkan strategistrategi dan keterampilan-keterampilan metakognisi yang melibatkan analisis masalah, menetapkan tujuan, memfokuskan atensi, menunda kepuasaan, menghindari distraksi dan menolak godaan. b. Integritas (integrity) Integritas mengandung penghayatan mengenai tanggung jawab yang muncul apabila individu bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari tindakan-tindakannya. c. Hasrat moral (moral desire)

11 31 Hasrat moral adalah motivasi dan intensi untuk mengerjar kehidupan bermoral. Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tiga faktor yang mempengaruhi identitas moral yakni kekuasaan kehendak, integritas dan hasrat moral. 3. Aspek-aspek Identitas Moral Menurut Reed dkk (2010) aspek-aspek dalam identitas moral yaitu : a. Internalisasi, yaitu sejauhmana sifat moral itu penting bagi konsep diri seseorang b. Simbolisasi, yaitu sejauhmana seseorang menampilkan identitas sosial berdasarkan sifat moral. C. Remaja 1. Pengertian remaja Istilah remaja menurut Hurlock (1980) di ambil dari bahasa latin (adolosence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Remaja diartikan pula puberty (inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa latin (pubertas). Pubescere berarti mendapat pubes atau rambut kemaluan yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual. Remaja merupakan masa dimana seorang individu dalam pertumbuhan dan mengalami puncaknya di dewasa awal. Dalam buku-buku angelsaksis (dalam Monks, 2006) istilah youth memiliki arti yaitu suatu peralihan antara masa anak dengan masa dewasa. Sedangkan menurut Monks (2006) menyatakan

12 32 bahwa remaja ada di antara anak dan orang dewsa sehingga tidak memiliki tempat yang jelas. Hal ini dikarenakan remaja masih belum untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. Sedangkan piaget (dalam Hurlock, 1980) mengatakan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan msyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa lebih rendah dengan orang yang sudah lebih tua darinya namun anak berada pada tingkatan yang sama. Dari beberapa definisi mengenai remaja diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa dimana seorang individu dalam pertumbuhan dengan ditandai perubahan sekunder pada alat kelamin juga remaja dikatakan sebagai peralihan dari masa kanan-kanak menuju dewasa. Menurut Monks (2006) masa remaja berada pada rentan tahun dengan pembagian tahun masa remaja awal, tahun masa remaja pertengahan dan tahun masa remaja akhir. Sedangkan menurut Mappiare (dalam Panuju dan Umami, 1999) masa pubertas berada dalam usia antara tahun dan masa adolescence (masa remaja) dalam usia antara tahun. Jersild (dalam Panuju dan Umami, 1999) tidak memberikan batasan pasti rentangan usia masa remaja. Sedangkan Gunarsa (1981) menyatakan bahwa menentukan batasan remaja di indonesia ditetapkan usia antara tahun.

13 33 Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja rata-rata di Indonesia terjadi pada rentan usia 12 tahun sampai dengan 22 tahun. 2. Ciri-Ciri Perkembangan Remaja Pada masa perkembangan manusia, setiap masa memiliki perkembangan yang berbeda dengan melihat ciri-cirinya. Menurut Hurlock (1980) pada masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda dengan masa-masa lainnya. Ciri-ciri tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : a. Periode yang penting Periode penting pada masa remaja ini terkait dengan perkembangan fisik yang cepat disertai perkembangan mental yang cepat juga sehingga berdampak pada penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat baru baik dampak yang langsung terhadap sikap dan perilakunya maupun dampak jangka panjang. b. Peiode peralihan Periode peralihan menjadikan status individu tidak jelas dan terdapat keraguan yang harus dilakukan. Pada masa ini remaja tidak bisa dikatakan sebagai anak-anak karena perilaku dan sikap mereka tidak mau disamakan dengan anak-anak dan tidak bisa dikatakan juga sebagai orang dewasa karena belum mampu mencapai tugas-tugas orang dewasa c. Periode perubahan

14 34 Ada empat perubahan yang hampir sama bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada perubahan fisik dan psikis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Kelima, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. d. Usia bermasalah Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bisa dikatakan masalah yang sulit yaitu pertama, sepanjang masa kanak-kanak masalah sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena merasa dirinya sudah mandiri sehingga menginginkan mengatasi masalahnya sendiri. e. Masa mencari identitas Pada tahun-tahun awal masa remaja persepsi penerimaan teman sebaya dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal. f. Usia yang menimbulkan ketakutan

15 35 Stereotip yang mengatakan bahwa usia remaja adalah anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan perilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. stereotip ini mempengaruhi terhadap konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Menerima stereotip ini dan adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan buruk tentang remaja. Hal ini menimbulkan banyak pertentangan dengan orang tua dan dan antara orang tua dan anak terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orangtua untuk mengatasi berbagai masalahnya. g. Masa yang tidak realistik Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan. Cita-cita yang tidak realistik menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri-ciri dari awal masa remaja. Dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan sosial, meningkatnya kemampuan untuk berfikir rasional, remaja yang lebih besar memandang dirinya lebih realistik. Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya individu sering terganggu idealisnya yang berlebihan bahwa mereka harus segera melepaskan kehidupan mereka sebelumnya bila telah mencapai status dewasa. Bila telah mencapai usia dewasa ia merasa bahwa periode remaja lebih bahagia daripada periode masa dewasa. Bersama dengan tuntutan

16 36 dan tanggung jawab orang dewasa terdapat kecenderungan untuk mengagungkan masa remaja. h. Ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minumminuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang. Beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri masa remaja adalah masa peralihan, periode yang sangat penting, periode perubahan juga usia yang bermasalah, masa yang menimbulkan ketakutan, masa mencari identitas, masa tidak realistik serta ambang masa dewasa. 3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Monks, 2006) bagi usia tahun tugas perkembangannya adalah : a. Perkembangan aspek-aspek biologis b. Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan / atau orang dewasa lain d. Mendapatkan pandangan hidup sendiri

17 37 e. Merealisasikan suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1980) yaitu sebagai berikut : a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b. Mencapai peran sosial pria dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orangorang dewasa lainnya f. Mempersiapkan karier ekonomi g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku- mengembangkan ideologi. Sedangkan menurut Havighurst (dalam Panuju dan Umami, 1999) diambil dari buku Human Development and Education menyebutkan tugas-tugas remaja sebagai berikut :

18 38 a. Mencapai hubungan sosial yang matang dengan teman-teman sebayanya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin lain b. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing artinya mempelajari dan menerima peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau norma-norma masyarakat. c. Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif nya dengan perasaan puas. d. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakan lagi, yang selalu terikat pada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orangtua atau orang lain e. Mencapai kebebasan ekonomi. Ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usaha sendiri. Ini terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan tetapi, dewasa ini bagi kaum wanita pun tugas ini berangsur-angsur menjadi tambah penting. f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut. g. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan anak. Bagi wanita hal ini harus

19 39 dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan bagaimana mengurus rumah tangga (home management) dan mendidik anak h. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat, maksudnya untuk menjadi warganegara yang baik perlu memiliki pengetahuan tentang hukum, pemerintah, ekonomi, politik geografi, tentang hakikat manusia dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. i. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan. Artinya, ia ikut serta dalam kegiatankegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab, menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya baik regional maupun nasional. j. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidup. Normanorma tersebut secara sadar dikembangkan dan direalisasikan dalam menetapkan kedudukan manusia dalam hubungan dengan sang pencipta, alam semesta dan dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain; membentuk suatu gambaran dunia dan memelihara harmoni antara nilai-nilai pribadi yang lain.

20 40 Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tugastugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, Mencapai peran sosial pria dan wanita, Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, Mempersiapkan karier ekonomi, Mempersiapkan perkawinan dan keluarga, Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku- mengembangkan ideologi. D. Hubungan antara Identitas Moral dengan Perilaku Moral pada Remaja Hardy & Carlo (2011) identitas moral adalah nilai-nilai dan norma pribadi yang diidentifikasikan ke dalam diri seseorang. Sedangkan menurut Redd & Aquino (2002) identitas moral adalah bagaimana seseorang menggambarkan dirinya dalam hal etika, jujur, peduli, menentang kecurangan, berkomitmen untuk melakukan hal yang benar. Menurut Reynolds & Ceranic (2007) menyatakan adanya faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan perilaku moral yaitu cara berpikir seseorang terhadap nilai-nilai moral yang diterima oleh seseorang, situasi tertentu seseorang melakukan perilaku moral dan identitas seseorang mengenai moral itu sendiri.

21 41 Selain itu, Reed & Aquino (2009) menyatakan bahwa perilaku moral dipengaruhi oleh faktor situasi, pemikiran sosial dan moral identitas. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa identitas moral yang menyebabkan munculnya perilaku moral. ini berarti ada hubungan antara identitas moral dengan perilaku moral, dimana beberapa penelitian telah membuktikannya seperti beberapa penelitian berikut : Penelitian lain dilakukan oleh Hardy & Carlo (2011) mengenai identitas moral dimana dalam hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara identitas moral dengan tindakan moral yang dalam hal ini akan memunculkan perilaku moral. Penelitian yang mendukung selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hertz & Krettenauer (2016) penelitian meta analisis berdasarkan pada 111 penelitian dari berbagai keilmuwan baik bisnis, perkembangan psikologi dan pendidikan, marketing, sosial maupun keilmuwan dalam olahraga mengenai apakah identitas moral secara efektif memprediksi perilaku moral. Hasil menunjukkan bahwa identitas moral secara signifikan berhubungan dengan perilaku moral. Penelitian yang dilakukan oleh Hardy & Walker (2013) meneliti mengenai identitas moral sebagai diri ideal moral. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan antara identitas moral dan secara moral bersangkutan dengan perilaku moral.

22 42 E. Landasan Teori Perilaku moral sendiri menurut Kurtines (1992) diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan aturan-aturan sosial atau masyarakat. Perilaku moral di definisikan juga sebagai perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial (Hurlock, 2006). Menurut Gunarsa (2003) perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial. Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku moral diantaranya identitas moral yang ikut mempengaruhi seseorang berperilaku moral (Reynolds & Ceranic, 2007; Reed & Aquino, 2009). Beberapa penelitian menyatakan bahwa identitas moral adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku moral. seseorang tetap melakukan perilaku moral dalam situasi yang berbeda dikarenakan kuatnya nilai-nilai moral yang telah tertanam dalam diri seseorang tersebut sehingga dia tetap melakukan perilaku sesuai moral yang ada di masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dinyatakan oleh Colby & Damon (dalam Hardy & Carlo, 2010) Identitas moral merupakan kesatuan dari diri (self) dan sistem moral. Self yang memiliki inti atau pokok yang menjadi sentral diri disebut sebagai esensi dari inti self yang disebut sebagai identitas (identity). Maka perilaku moral ini dikarenakan ada faktor dalam diri individu yang telah tertanam yang sudah menjadi identitas moral. Menurut Redd & Aquino (2002) identitas moral adalah bagaimana seseorang melihat dan menggambarkan dirinya dalam hal

23 43 etika, jujur, peduli, menentang kecurangan, berkometmen untuk melakukan hal yang benar. Orang yang memiliki identitas moral yang tinggi dimana dalam identitas tersebut diperkuat dengan komitmen dan motivasi terhadap nilainilai moral yang telah tertanam, sehingga orang tersebut akan melakukan perilakunya sesuai moral yang berada di masyarakat yang disebut perilaku moral. Sedangkan apabila orang tersebut memiliki identitas moral rendah hal ini karena komitmen yang tidak kuat terhadap moral juga kurangnya motivasi terhadap tindakan moral sehingga orang tersebut melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral atau berperilaku amoral. Dari penjelasan ini maka jelas identitas moral dengan aspek-aspek di dalamnya yaitu internalisasi dan simbolisasi berhubungan dengan perilaku moral dimana aspek-aspek di dalamnya adalah berkata jujur, berlaku adil, berbuat benar dan berani. skemanya adalah sebagai berikut : Identitas Moral Perilaku Moral 1. Internalisasi 2. Simbolisasi 1. Berkata Jujur 2. Berlaku Adil 3. Berbuat Benar 4. Berani Gambar 1. skema hubungan identitas moral dengan perilaku moral

24 44 Baru-baru ini penelitian dilakukan di Amerika mengenai hubungan identitas moral dengan perilaku moral (Hertz & Krettaneur, 2016). Studi menunjukkan bahwa penelitian meta analisis dimana dilihat dari 111 studi di bidang perkembangan psikologi dan pendidikan, bisnis, dan marketing menyatakan bahwa terdapat hubungan antara identitas moral dengan perilaku moral. selain itu, penelitian yang dilakukan oleh dilakukan oleh Hardy & Carlo (2011) mengenai identitas moral, apa dan bagaimana perkembangannya juga apa berhubungan dengan perilaku moral. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara identitas moral dengan tindakan moral dimana hal ini akan memunculkan perilaku moral. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki identitas moral yang tinggi, maka orang tersebut berperilaku moral yang tinggi pula. Sedangkan orang yang memiliki identitas moral yang rendah, maka perilaku moral yang dimunculkan rendah pula. F. Hipotesis Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha : terdapat hubungan antara identitas moral dengan perilaku moral pada remaja

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. kematangan mental, emosional dan sosial. remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. kematangan mental, emosional dan sosial. remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Masa Remaja Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Saat ini istilah remaja mempunyai arti yang lebih luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Namun saat ini adolescence memiliki arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesadaran Diri 1. Pengertian Kesadaran Diri Menurut Goleman (1999) kesadaran diri yaitu perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd Pertumbuhan : Perubahan fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berjalan normal pada anak yang sehat dalam perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata;

Sahabat. Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Assalamu alaikum Wr. Wb Orang bijak berkata; Barang siapa yang tidak mau merasakan sakitnya belajar, maka dia tidak akan merasakan nikmatnya ilmu. Sahabat Waktu hanya memberikan kita kesempatan satu kali,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia disebut juga sebagai makhluk holistik, yaitu bisa berfungsi sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan juga makhluk religi. Manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN KECENDERUNGAN BODY DISSATISFACTION

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN KECENDERUNGAN BODY DISSATISFACTION HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DAN KECENDERUNGAN BODY DISSATISFACTION PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

cxü~xåutçztç exåt}t Setiawati PPB FIP UPI

cxü~xåutçztç exåt}t Setiawati PPB FIP UPI cxü~xåutçztç exåt}t Oleh : Setiawati PPB FIP UPI Tugas Perkembangan Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Diri Responden Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas responden siswa laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Perubahan pada masa remaja mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosial. Perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata Latin adolensence (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia merupakan individu ciptaan Tuhan Yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia merupakan individu ciptaan Tuhan Yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan individu ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki potensi diri serta perilaku yang berbeda satu dengan yang lainnya. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu tahap kehidupan yang penuh tantangan dan terkadang sulit dihadapi, karena pada masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prilaku Moral. mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prilaku Moral. mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, BAB II LANDASAN TEORI A. Prilaku Moral 1. Pengertian Prilaku Moral Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder 1. Citra Diri a. Pengertian Penilaian tentang fisik atau tubuh sendiri oleh beberapa ahli dinamakan citra diri (Tilaar,

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL

FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual 1. Definisi Perilaku Seksual Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II PERKEMBANGAN MORAL PADA REMAJA oleh: Triana Noor Edwina D.S, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN REMAJA DAN PERMASALAHANNYA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PERKEMBANGAN REMAJA DAN PERMASALAHANNYA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PERKEMBANGAN REMAJA DAN PERMASALAHANNYA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA APA DAN SIAPA REMAJA? Individu yang berada pada periode perkembangan yang terentang sejak berakhirnya masa anak sampai datangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan tarap perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas

BAB 1 PENDAHULUAN. kepribadian siswa, yakni saat remaja menguasai pola-pola perilaku yang khas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah bukanlah sekedar tempat untuk meraih keterampilan kognitif dan sikap saja, sekolah juga merupakan tempat berlangsungnya perkembangan kepribadian siswa,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 RUSTAM ROSIDI F100 040 101 Diajukan oleh: FAKULTAS

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

KERANGKA TEORI. dilarang. 1 Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan

KERANGKA TEORI. dilarang. 1 Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan I. DESKRIPSI MASALAH Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi PSIKOLOGI REMAJA Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi Masa yang paling indah adalah masa remaja. Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci