BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Lanjut usia (lansia) dalam perkembangannya merupakan masa tua dimana seseorang akan mengalami kemunduran secara fisik dan psikis. Namun di masa kemundurannya ini, ditemukan ada lansia yang merasa diasingkan dari kehidupan keluarga meskipun hidup dalam lingkungan yang sama, merasa tidak berdaya dan tidak sejahtera hidupnya. Dengan demikian dalam bab I akan diuraikan mengenai latar belakang penulis ingin melakukan penelitian tentang Subjective Well-Being, Kepribadian (Big Five Personality), dan Kebermaknaan Hidup Pada Lanjut Usia (Lansia) di Kota Salatiga Ditinjau dari Jenis Kelamin. 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi saat ini, setiap bangsa dituntut untuk dapat mengikuti perubahan dan perkembangan agar dapat meningkatkan kemajuan negaranya. Kondisi tersebut menjadi hal yang positif karena dapat mendorong suatu bangsa untuk berjalan ke arah yang lebih baik. Oleh sebab itu, masyarakat diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi, salah satunya dengan menyesuaikan diri. Namun, ketika masyarakat sulit untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan, maka kemungkinan akan tertinggal dalam memperbaiki taraf hidupnya. Kemudian perlu dicermati bahwa ada beberapa bidang yang menjadi indikator kemajuan suatu bangsa yaitu ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, dan bidang medis. Bidang medis merupakan hal utama dari berbagai bidang karena dengan majunya bidang medis suatu negara, maka dapat membantu dalam peningkatan kualitas kesehatan yang tentunya dapat berpengaruh pada meningkatnya umur harapan hidup (UHH) manusia. Peningkatan ini diikuti dengan meningkatnya penduduk lanjut usia (lansia) dan peningkatan tersebut diketahui bertambah dengan cepat (Bandiyah, 2009). Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO, 2013) dan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 menunjukkan diperkirakan tahun 2000 UHH mencapai 67 tahun. Angka ini terus mengalami peningkatan sampai tahun 2015 yaitu menjadi 70 tahun. Sementara tahun menjadi 77 tahun dan 83 tahun pada tahun berdasarkan data dalam World Population Prospects (Department of Economic and Social Affairs, 2015). Data ini sesuai dengan data dalam BPS (2013) yang menunjukkan bahwa UHH terus mengalami 1

2 peningkatan (expanded longevity). Oleh sebab itu, nampak bahwa populasi lanjut usia (lansia) mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pernyataan ini didukung oleh penelitian (Papalia, Olds, & Feldman, 2008) yang mengungkapkan bahwa tahun 2000, populasi lansia dunia telah tumbuh lebih dari setiap bulannya dan diperkirakan akan mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipatnya pada tahun Selain itu, pada tahun 2025 akan ada lebih dari 800 juta orang berusia di atas 65 tahun, dan dua pertiganya tinggal di negara berkembang (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Salah satu negara berkembang dengan jumlah lansia yang tinggi adalah Indonesia. Berdasarkan hasil Laporan Pelaksanaan Home Care Service (2011), Indonesia berada pada peringkat ke-10 dunia untuk populasi lansia. Pada awalnya rasio penduduk lansia di Indonesia termasuk kategori rendah yaitu sekitar 4,5% tahun 1971 (BPS, 1998). Namun, karena jumlahnya semakin meningkat, maka tahun 2012 jumlah penduduk lansia tercatat telah mencapai kurang lebih 18,55 juta orang atau 7,78 % dari total penduduk Indonesia. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang menunjukkan angka rasio ketergantungan penduduk lansia (old age dependency ratio) tahun 2012 sebesar 12,01 (BPS, 2013). Pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia telah mencapai 8,1% dari total populasi (WHO, 2015). Merujuk pada tingginya persentase penduduk lansia dengan angka di atas 8% ini, menunjukkan bahwa negara Indonesia sudah mulai masuk ke kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Data BPS (2014) menunjukkan di beberapa provinsi di Indonesia yang memiliki persentase lansia di atas 7% yaitu di Yogyakarta Tengah (13,05%), Jawa Tengah (10,96 persen), dan Bali (10,05 persen). Hasil Angka Proyeksi BPS (2015) Jawa Tengah menempati posisi terbesar kedua, meningkat menjadi 11,79% pada tahun 2015 dengan jumlah lansia sebesar 3,98 juta jiwa. Berdasarkan data tersebut, nampak bahwa semakin banyak jumlah penduduk lansia setiap tahunnya. Jumlah lansia yang meningkat dapat memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif yang mungkin muncul adalah pemerintah akan berusaha meningkatkan kesejahteraan dengan upaya promotif, preventif, kuratif serta rehabilitatif yang tepat dan optimal (Euis, 2012). Dampak negatif populasi penduduk lansia yang meningkat ini mengakibatkan kelompok risiko dalam masyarakat menjadi lebih tinggi (Kemenkes, 2013) dan meningkatnya jumlah penduduk lansia dapat menimbulkan masalah terutama dari segi kesehatan dan kesejahteraan lansia, karena bila tidak ditangani maka dapat berkembang menjadi 2

3 masalah yang lebih kompleks (Komnas Lansia, 2010). Oleh sebab itu, meningkatnya jumlah lansia merupakan fenomena yang harus diterima dan memerlukan perhatian serta penanganan yang memadai dari berbagai pihak. (Tata Laksana Usia Lanjut di Panti Jompo, 2011). Karena besarnya tingkat jumlah penduduk lansia merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan sekaligus menjadi tantangan dalam pembangunan suatu negara. Sehingga apabila kondisi tersebut tidak segera diantisipasi, maka tidak menutup kemungkinan proses pembangunan akan mengalami berbagai hambatan (Tanaya dkk., 2015). Untuk mengantisipasi adanya kemungkinan buruk yang akan terjadi, maka perlu memberdayakan lanjut usia karena lanjut usia merupakan salah satu aset bangsa. Untuk memberdayakan lanjut usia agar menjadi individu yang sehat, lebih produktif dan mandiri, lansia perlu memenuhi Subjective Well-Being. Quandagno (1980) mengungkapkan pada lansia, kekuasaan dan persentasinya berkurang sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Atas dasar itulah orang lansia perlu untuk melakukan berbagai aktivitas agar mereka merasa tetap dihargai oleh orang-orang di sekitarnya dan dapat memiliki Subjective Well-Being dalam hidupnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan empat lansia di Salatiga yaitu 3 wanita dan 1 pria mengenai Subjective Well-Being (1/8/16) diketahui bahwa masalah terkait rendahnya Subjective Well-Being dialami oleh beberapa lansia tersebut. Sebagian besar subjek mengungkapkan sering merasa kesepian karena jarang ada keluarga yang mau peduli untuk berkomunikasi dengan dirinya. Biasanya ketika di rumah bersama keluarga, keluarganya seperti malas mengobrol dan lebih memilih menonton televisi atau melakukan kegiatan lainnya. Ada juga rasa ketidakberdayaan yang dialami karena merasa tidak produktif, fisik yang menjadi semakin lemah, dan merasa tidak mampu untuk banyak melakukan berbagai hal. Namun dua subjek lainnya merupakan orang yang aktif, dimana agar tidak merasa tidak berdaya, mereka aktif dalam kegiatan di daerah rumah dan kegiatan gereja. Selain itu, 1 dari subjek masih memiliki anak yang usianya masih cukup muda, subjek mengungkapkan bahwa sering merasa khawatir dan cemas dengan kehidupannya karena merasa sudah sangat tua, namun anaknya masih ada yang belum mapan dan tidak pasti arah hidupnya. Sementara, subjek lainnya juga merasa kecemasan yang timbul karena rasa khawatir pada kehidupan anak-anaknya, namun mereka tidak mampu membantu banyak karena anak-anaknya tidak mau membicarakan masalah yang dialami, 3

4 sehingga sebagian besar lansia tersebut merasa tidak dihargai keberadaannya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa ada beberapa lansia yang masih mengalami kekecewaan akan kehidupannya saat ini dan merasa belum tenang akan kehidupannya di masa tua ini. Masalahmasalah yang dirasakan oleh lansia tersebut, apabila tidak segera ditangani tentunya akan berpengaruh pada rendahnya Subjective Well-Being lansia. Atas dasar beberapa fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada masalah terkait dengan Subjective Well-Being lansia. Menurut Diener (dalam Muba, 2009) Subjective Well-Being memiliki 3 komponen yang saling berhubungan yaitu kepuasan hidup, afek positif dan afek negatif. Merujuk pada komponen tersebut, nampak bahwa terdapat masalah kepuasan hidup yang ditunjukan dengan sebagian besar lansia yang diwawancara merasa kondisi hidupnya masih belum sesuai dengan harapannya, dimana lansia tersebut masih sering mengalami kecemasan, belum mendapatkan hal-hal penting dalam hidup yang diinginkannya, merasa tidak puas akan kehidupannya kini namun semua mengungkapkan tetap bersyukur dan menerima kehidupannya ini. Sementara itu, merujuk pada afek positif juga terdapat masalah dimana rendahnya rasa bersemangat untuk aktif, kuat dan mau bergabung dengan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan semangat hidupnya. Sementara merujuk pada afek negatif, semua subjek masih sering merasa gelisah dan sedih akan kehidupannya kini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, Subjective Well-Being penting untuk diteliti mengingat bahwa seseorang yang memiliki penilaian yang lebih tinggi tentang Subjective Well-Being dan kepuasan hidup, maka cenderung bersikap lebih bahagia dan lebih puas (Muba, 2009). Taurista & Sadewo (2015) mengungkapkan peningkatan Subjective Well-Being lanjut usia penting untuk diarahkan agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi, kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia, dan kondisi fisiknya. Sementara itu, Diener (2000) menyatakan jika lansia memiliki Subjective Well-Being yang baik, maka dapat membuat lansia menikmati kehidupannya, karena individu yang memiliki Subjective Well- Being yang tinggi pada umumnya memiliki sejumlah kualitas hidup yang mengagumkan. Dalam suatu kesempatan beberapa ahli menyatakan terdapat dampak positif dan negatif Subjective Well-Being pada lansia. Pavot & Diener (2010) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki Subjective Well- Being yang tinggi cenderung memiliki kepribadian ekstrovert, optimistik, 4

5 sebaliknya individu yang Subjective Well-Being rendah cenderung memiliki kepribadian yang neurotik, pesimistik. Selain itu, dampak negatif lainnya yaitu rendahnya tingkat Subjective Well-Being pada diri lansia tersebut membuat lansia memandang rendah hidupnya dan menganggap peristiwa yang terjadi sebagai hal yang tidak menyenangkan sehingga timbul emosi yang tidak menyenangkan seperti kecemasan, depresi dan kemarahan (Myers & Diener, 1995). Dengan kata lain bahwa, rendahnya Subjective Well-Being dapat menyebabkan meningkatnya risiko terkena penyakit jantung, dan bila sampai mengalami stres maka dapat menghambat penyembuhan penyakit (Davison, Lawson, & Coatsworth, 2010). Kemudian, Cotter & Fouad (2011) menjelaskan bahwa individu yang memiliki Subjective Well-Being yang tinggi akan menunjukkan kepuasan hidup tinggi dan lebih sering merasa bahagia. Sebaliknya, individu yang memiliki Subjective Well-Being yang rendah menunjukkan ketidakpuasan terhadap hidup dan lebih sering merasakan emosi yang negatif. Ada beberapa faktor yang memengaruhi Subjective Well-Being Beberapa ahli menyatakan bahwa ada beragam faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being individu, yaitu: perbedaan jenis kelamin, tujuan, agama dan spiritualitas, kualitas hubungan sosial, dan kepribadian seseorang. Selanjutnya, Diener (Compton, 2005) menyatakan bahwa Subjective Well-Being juga dapat diprediksikan dengan melihat beberapa peubah yang berkaitan dengan kepuasan dalam hidup dan kebahagiaan. Peubah-peubah tersebut adalah self esteem yang positif, memiliki kontrol pribadi (personal control), derajat ekstroversi, optimisme, hubungan sosial yang positif, serta kebermaknaan hidup. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepribadian merupakan salah satu prediktor Subjective Well-Being yang paling konsisten (Diener et al 1999; Lyubomirsky, King, & Diener, 2005). Berdasarkan sejumlah faktor yang telah disebutkan, penulis memilih kebermaknaan hidup dan kepribadian sebagai prediktor Subjective Well-Being ditinjau dari jenis kelamin. Oleh sebab itu, kebermaknaan hidup penting karena keinginan untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama pada manusia (Bastaman, 2007). Keinginan inilah yang mendorong manusia untuk tetap aktif dan produktif. Sementara itu, menurut Frankl (Schultz, 1991), seseorang yang memiliki kebermaknaan hidup akan bertanggungjawab mengarahkan hidupnya, memiliki sikap optimis, tetap eksis, dan mampu mengenali potensi serta kekurangan yang dimiliki. Frank (dalam Bastaman, 2007) mengungkapkan bahwa makna hidup tidak hanya dapat 5

6 ditemukan dalam keadaan yang menyenangkan, namun dalam keadaan yang menderita, selama manusia masih dapat menemukan hikmah dalam kondisi tersebut. Bila individu dapat menemukan dan memenuhi kebermaknaan hidupnya, maka berdampak pada munculnya rasa bahagia dalam diri (Bastaman, 2007) dan dengan adanya kebahagiaan, maka akan mendorong manusia untuk terhindar dari tekanan hidup. Terdapat beberapa hasil penelitian sebelumnya, Morgan & Fastides (2009) menunjukkan bahwa kebermaknaan hidup memiliki hubungan dengan Subjective Well-Being. Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan Magno, Galang, Paterno, & Roldan, (2011) dengan hasil yang menemukan bahwa kebermaknaan hidup berhubungan dan memberikan efek yang signifikan pada Subjective Well-Being. Sementara itu, penelitian lain oleh Doğan, Sapmaz, Telb, Sapmaz, & Temizel, (2012) menemukan bahwa kebermaknaan hidup secara signifikan dapat memprediksi Subjective Well-Being. Penelitian lain oleh Yalçın & Malkoç, (2015) menemukan adanya hubungan kebermaknaan hidup dan Subjective Well-Being dengan moderator harapan dan forgiveness. Adanya hubungan yang signifikan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya lansia yang memiliki perasaan dan arti hidup positif dalam kehidupannya akan merasakan kepuasan dalam kehidupannya. Selain itu akan memandang segala hal yang terjadi dalam kehidupan secara positif, sehingga meningkatkan kebahagiaan dalam dirinya. Namun terdapat hasil penelitian lain yang menunjukkan hasil sebaliknya. Cohen & Cairns, (2012) dalam hasil penelitiannya menemukan kebermaknaan hidup tidak memiliki hubungan dengan Subjective Well-Being. Selain itu, kepribadian sebagai salah satu faktor yang memengaruhi Subjective Well-Being, merupakan hal yang penting untuk diteliti. Hal ini karena kepribadian merupakan pola kognitif, afektif, dan perilaku yang berbeda dan karakteristik yang menentukan gaya personal individu serta mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Sarafino, 2002). Kepribadian juga bisa mempengaruhi secara langsung melalui afektif (Lykken, 1999) atau secara tidak langsung berdampak pada preferensi lingkungan individu dan pola-pola perilaku. Peneliti lain mengungkapkan bahwa kepribadian hal yang unik dan merupakan suatu pola yang relatif stabil, perilaku, pikiran dan emosi yang diperlihatkan oleh seseorang (Baron et al 2000), sehingga penting untuk diteliti. Hal ini didukung oleh Zganec, Ivanovic & Lipovcan, (2011) yang mengungkapkan kepribadian merupakan salah satu faktor yang paling penting karena memiliki efek 6

7 jangka panjang khususnya dalam memprediksi kesejahteraan individu. Teori kepribadian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tipe kepribadian Big Five yaitu Extraversion, Agreeableness, Neuoriticism, Openness, Conscientiousness (Costa & McCrae dalam Feist & Feist, 2009). Ditemukan beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kepribadian (Big Five personality) memiliki keterkaitan dengan Subjective Well-Being. Gutierrez, Jimenez, Hernandez, & Puente, (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepribadian dengan menggunakan Big Five personality memiliki hubungan dengan Subjective Well- Being. Tanksale (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepribadian merupakan prediktor Subjective Well- Being. Hal ini didukung oleh penelitian Darias & Quevedo, (2015) yang menemukan bahwa kepribadian merupakan prediktor Subjective Well- Being Penelitian lain oleh Soto (2015) menemukan kepribadian dan aspek Subjective Well- Being memiliki pengaruh satu sama lain. Sementara itu, dalam penelitian sebelumnya Albuquerque, Matos, & Figueiredo, (2013) dalam penelitiannya menemukan hasil yang lebih spesifik, yaitu dimensi kepribadian openness to experience, agreeableness dan conscientiousness menunjukkan prediktor yang kuat pada semua aspek Subjective Well- Being, dibandingkan aspek extraversion dan neuroriticsm. Adanya keterkaitan antara kepribadian dan Subjective Well- Being disebabkan karena lansia yang jarang cemas, mudah berteman, memiliki kepercayaan pada diri, cenderung memiliki tingkat afek positif yang tinggi yang meningkatkan kebahagiaan dalam dirinya. Selain itu, memiliki pandangan dan bereaksi dengan lebih positif. Ketika seorang lansia memiliki keterbukaan terhadap suatu pengalaman baru, maka lansia tersebut akan cenderung memiliki perasaan yang positif dan mampu mendapatkan kepuasan dalam hidupnya. Hasil penelitian sebelumnya ditemukan penelitian secara simultan oleh Işık. S., & Üzbe. N., (2015) dalam hasil penelitiannya mengungkapkan adanya hubungan antara kebermaknaan hidup dan kepribadian dengan Subjective Well-Being. Reker, Peacock, & Wong (dalam Galang, 2011), menemukan antara kepribadian dan kebermaknaan hidup, hasil menunjukkan kebermaknaan hidup merupakan prediktor yang paling konsisten pada Subjective Well-Being. Diungkapkan bahwa individu yang memiliki kebermaknaan hidup yang tinggi akan memiliki Subjective Well-Being yang tinggi dan kebermaknaan hidup yang rendah cenderung akan memiliki Subjective Well-Being yang rendah. 7

8 Hal lain yang menjadi ketertarikan peneliti adalah jenis kelamin. Penelitian Pavot et al (2010) menunjukkan perbedaan Subjective Well- Being yang signifikan antara laki-laki dan perempuan, perempuan cenderung menghasilkan skor yang sangat tinggi ataupun sangat rendah. Sebaliknya penelitian oleh Bartels & Boomsma (2009) menunjukkan hasil yang bertolak belakang, ditemukan tidak ada perbedaan tingkat Subjective Well-Being antara laki-laki dan perempuan. Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan Subjective Well-Being yang signifikan antara pria dan wanita. Tetapi ditemukan perempuan memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Selain itu, hasil penelitian lain menunjukkan adanya perbedaan kebermaknaan hidup pada laki-laki dan perempuan. Penelitian oleh Grouden & Jose, (2014) menemukan bahwa secara umum perempuan lansia lebih merasakan kebermaknaan hidup dibandingkan dengan lakilaki lansia. Hal ini senada dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Steger & Samman, (2012) yang menemukan bahwa adanya perbedaan tingkat kebermaknaan hidup laki-laki dan perempuan, dengan tingkat kebermaknaan hidup perempuan yang lebih tinggi. Hasil penelitian lain mengenai kepribadian dan jenis kelamin juga telah ditemukan. Chapmana, Dubersteina, Sörensena, & Lyness, (2007) menemukan bahwa adanya perbedaan kepribadian dengan dimensi Big Five Personality pada lansia laki-laki dan perempuan. Magan, Mehta, Sarvottam, Yadav, & Pandey, (2014) dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara kepribadian dan jenis kelamin. Weisberg, DeYoung, & Hirsh, (2011) dalam temuan sebelumnya, melaporkan skor perempuan terkait dengan teori kepribadian Big Five seperti Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism lebih tinggi dari laki-laki. Namun, perbedaan jenis kelamin pada dimensi kepribadian Conscientiousness dan Openness tidak terlalu tinggi perbedaannya. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang di uraikan diatas dan beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki hasil berbeda kepada masing-masing partisipan maka sangat penting untuk mengetahui pengaruh kebermaknaan hidup dan kepribadian secara simultan pada Subjective Well-Being lanjut usia (lansia) di Salatiga dan perbedaan Subjective Well-Being lansia ditinjau dari jenis kelamin. Sampel dan tempat penelitian yang digunakan dalam penelitian inilah yang 8

9 membedakan penelitian ini dengan penelitian lain sebelumnya. Penelitian ini menjadi ketertarikan penulis karena sepengetahuan penulis, pada lansia di Salatiga belum dilakukan penelitian dengan topik yang penulis angkat. Oleh sebab itu, penulis hendak melakukan penelitian dengan judul kebermaknaan hidup dan kepribadian (big five personality) sebagai prediktor Subjective Well-Being lanjut usia (lansia) di salatiga yang ditinjau dari jenis kelamin. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di dalam latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat rumuskan adalah : 1. Apakah Kebermaknaan Hidup Dan Kepribadian (Big Five Personality) merupakan prediktor Subjective Well-Being Lanjut Usia (Lansia) Laki-laki di Kota Salatiga? 2. Apakah Kebermaknaan Hidup Dan Kepribadian (Big Five Personality) merupakan prediktor Subjective Well-Being Lanjut Usia (Lansia) Perempuan di Kota Salatiga? 3. Apakah ada perbedaan Subjective Well-Being lansia ditinjau dari jenis kelamin di Kota Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan pengaruh kebermaknaan hidup dan kepribadian (Big Five Personality), secara simultan terhadap Subjective Well-Being lanjut usia (lansia) Laki-laki di Kota Salatiga. 2. Menentukan pengaruh kebermaknaan hidup dan kepribadian (Big Five Personality), secara simultan terhadap Subjective Well-Being lanjut usia (lansia) Perempuan di Kota Salatiga. 3. Menentukan perbedaan Subjective Well-Being lansia ditinjau dari jenis kelamin di Kota Salatiga. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat menambah informasi dalam ilmu psikologi terutama dalam Subjective Well-Being, kepribadian dan kebermaknaan hidup lansia. Penelitian ini juga diharapkan dapat melihat relevansi antara teori dan kenyataan saat ini. 9

10 2. Manfaat Praktis 1. Bagi informan Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi lansia untuk mengetahui Subjective Well-Being, Kepribadian (Big Five Personality), dan Kebermaknaan Hidupnya. 2. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat yang memiliki orangtua atau keluarga yang sudah lansia agar mempertimbangkan perawatan yang diberikan agar lansia tetap merasa nyaman dan bahagia dalam menjalani kehidupan sehingga menemukan Subjective Well-Being, Kepribadian (Big Five Personality), dan Kebermaknaan Hidupnya. 1.5 Sistematika Penulisan Untuk memeroleh pembahasan yang sistematis, penulis menyusun tulisan ini ke dalam beberapa bab antara lain: 1. Bab I, dalam bab ini penulis menguraikan tentang Pendahuluan yang di dalamnya membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 2. Bab II, dalam bab ini penulis menguraikan tentang Tinjauan Pustaka yang terdiri dari masing-masing peubah, teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori lanjut usia, teori jenis kelamin, teori Subjective Well-Being, teori kepribadian, teori kebermaknaan hidup, aspek, komponen, dimensi, faktor-faktor, hasilhasil penelitian sebelumnya, landasan teori, model penelitian dan hipotesis penelitian. 3. Bab III, dalam bab ini penulis menguraikan tentang Metode Penelitian yang terdiri dari peubah penelitian, definisi operasional, populasi, sampel dan teknik sampling dalam penelitian, kemudian aspek dan indikator sehingga dapat dikembangkan skala penelitian yang dibangun dari teori yang digunakan, bagaimana validitas dan reliabilitas alat ukur, serta teknik analisis data. 4. Bab IV, dalam bab ini penulis menguraikan tentang Hasil dan Pembahasan, yang terdiri dari deskripsi tempat penelitian, karakteristik responden, prosedur penelitian, hasil seleksi aitem dan reliabilitas, deskripsi hasil pengukuran peubah penelitian, hasil uji asumsi klasik, hasil uji hipotesis dan pembahasan. 5. Bab V, dalam bab ini penulis menguraikan tentang Kesimpulan dan Saran yang terdiri dari kesimpulan penelitian, saran kepada lansia dan masyarakat yang berkaitan dengan hasil penelitian, serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. 10

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa hidup yang dijalaninya tidak berarti. Semua hal ini dapat terjadi karena orang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan dan saran dari hasil diskusi yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan dari hasil diskusi yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lanjut Usia (lansia) merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan melalui serangkaian periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia. Semua individu pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. beban penyakit global dan lazim ditemukan pada masyarakat negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. beban penyakit global dan lazim ditemukan pada masyarakat negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang masih menjadi beban kesehatan di masyarakat global. Hipertensi diperkirakan menyumbang 4,5% dari beban penyakit global

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 18.118.699 jiwa (BPS, 2010). Badan Pusat Statistik memprediksikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, pastinya setiap individu akan mengalami sebuah fase kehidupan. Fase kehidupan tersebut berawal sejak dari kandungan, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA Ayu Redhyta Permata Sari 18511127 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA 2015 Latar belakang masalah -Keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia merupakan tahap akhir manusia mengalami penurunan fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang menurun. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan darah tinggi > 140/90 mmhg selama beberapa minggu dan dalam jangka waktu yang lama (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk mencari kebahagiaan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakberdayaan. Menurut UU No.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan tahap terakhir dari tahapan perkembangan manusia. Didalam masyarakat, masa lansia sering diidentikkan dengan masa penurunan

Lebih terperinci

para1). BAB I PENDAHULUAN

para1). BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti

BAB I PENDAHULUAN. lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Panti jompo merupakan rumah tempat memelihara dan merawat orang lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti jompo di tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerugian terjadi ketika dua belah pihak yang terlibat tidak dapat mencapai

BAB I PENDAHULUAN. kerugian terjadi ketika dua belah pihak yang terlibat tidak dapat mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pertikaian sangat sering terjadi di Indonesia, ada yang mengatasnamakan kelompok bahkan personal. Tiga hal utama yang dapat menimbulkan pertikaian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan suatu negara adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian. A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan upaya

Lebih terperinci

vii Universitas Kristen Maranatha

vii Universitas Kristen Maranatha Abstract The purpose of this research is to obtain an overview about the contribution of the five factor of personality/trait (extraversion, neuroticism, agreeableness, openness to experience, and conscientiousness)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam Bab III ini akan dijelaskan tentang uraian dan jumlah peubah yang akan digunakan dalam penelitian, definisi operasional yang akan menjelaskan mengenai bagaimana cara mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, yaitu kepribadian, yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, yaitu kepribadian, yang terdiri dari: 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi. Regresi berguna untuk mencari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan melewati berbagai tahapan perkembangan yang berbeda dalam hidupnya. Tahapan perkembangan yang terakhir dalam hidup manusia adalah masa lansia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subjective well-being merupakan sejauh mana individu mengevaluasi kehidupan yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam keluarga, pria dan wanita sebagai individu dewasa yang telah menikah memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2000 diperoleh data bahwa jumlah lansia (kaum lanjut usia) mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%. Sementara itu populasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH DESA BUMIHARJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI

HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH DESA BUMIHARJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI HUBUNGAN ANTARA TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI WILAYAH DESA BUMIHARJO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pet Attachment II.1.1 Pengertian Pet Attachment Konsep pet attachment diambil langsung dari teori Bowlby (dalam Quinn, 2005) mengenai gaya kelekatan atau attachment. Bowlby menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup penduduknya (life expectancy). Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup penduduknya (life expectancy). Indonesia sebagai salah satu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari angka harapan hidup penduduknya (life expectancy). Indonesia sebagai salah satu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh lanjut usia dalam proses penyesuaian diri tersebut yaitu permasalahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh lanjut usia dalam proses penyesuaian diri tersebut yaitu permasalahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun. Banyaknya penurunan yang terjadi pada lanjut usia, menuntut lansia dapat menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Dikti tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan, baik perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia tua merupakan waktu bagi seseorang untuk bersantai dan menikmati sisa kehidupannya, tetapi tidak di sebagian besar negara berkembang seperti di Indonesia. Mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk, berpengaruh terhadap peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat di Indonesia. Menurut laporan Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif

BAB I PENDAHULUAN. dimana seseorang menilai keseluruhan kehidupannya secara positif BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan pemahaman umum mengenai seberapa senang seseorang akan kehidupannya sendiri atau secara formal merupakan tingkat dimana seseorang menilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Larangan yang berjumlah 138 orang dalam rentang usia tahun. 1) Deskripsi Subjek Berdasarkan Panti Asuhan

BAB IV ANALISIS DATA. Larangan yang berjumlah 138 orang dalam rentang usia tahun. 1) Deskripsi Subjek Berdasarkan Panti Asuhan BAB IV ANALISIS DATA 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian Deskripsi subjek penelitian ini diuraikan berdasarkan panti asuhan, jenis kelamin dan usia. Subjek penelitian ini adalah anak asuh panti asuhan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia yang berusia 60 tahun ke

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. perkembangan pada masa dewasa akhir. Kehidupan pada fase perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. perkembangan pada masa dewasa akhir. Kehidupan pada fase perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Individu akan menghadapi beberapa tahapan dalam proses perkembangannya, yaitu perkembangan pada masa balita, perkembangan pada masa kanak-kanak, perkembangan pada masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi subjek PT. Pusat Bisnis Ponorogo merupakan sebuah perusahaan muda yang berdiri pada tahun 2013. Perusahaan ini berfokus pada pengembangan pusat perbelanjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan ini, tentunya seseorang pasti pernah mengalami beberapa masalah. Sesuatu dirasakan atau dinilai sebagai suatu masalah ketika kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Pinquart & Sorenson (2000) mendefinisikan subjective well-being sebagai evaluasi positif dari kehidupan individu terkait

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor LSM di Indonesia kini tengah menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini termasuk perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode penelitian yang pada penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Creswell (dalam Alsa, 2011, hal. 13), penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbaikan sosio-ekonomi berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup, sehingga jumlah

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai hasil penelitian dan saran yang dapat

Lebih terperinci

SITUASI LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017 STRUKTUR UMUR PENDUDUK INDONESIA TAHUN ,11 GAMBAR III. PRESENTASE PENDUDUK LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017

SITUASI LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017 STRUKTUR UMUR PENDUDUK INDONESIA TAHUN ,11 GAMBAR III. PRESENTASE PENDUDUK LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017 SITUASI LANSIA DI INDONESIA TAHUN 2017 Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan membawa dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia berada dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak berubah dan selalu dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian komparasi atau perbedaan, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi. sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam

BAB I PENDAHULUAN. baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi. sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang. berkaitan dengan penurunan kemampuan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi fisiologis yang. berkaitan dengan penurunan kemampuan untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lansia dikatakan sebagai tahap akhir pada daur kehidupan manusia. Lansia adalah keadaan yang di tandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, ilmu psikologi lebih menekankan kepada aspek pemecahan masalah yang dialami individu dan cenderung lebih memusatkan perhatian kepada sisi negatif perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidup manusia dewasa, pada umumnya akan masuk masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun mulai tumbuh saat orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Terdapat enam variabel dalam penelitian ini, yaitu faktor kepribadian yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah

Lebih terperinci