RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya berkesinambungan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa guna mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pelaksanaan tugas bank sentral harus dititikberatkan pada upaya untuk mencapai dan memelihara stabilitas harga serta ikut mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan; c. bahwa sejalan dengan tantangan perkembangan ekonomi yang semakin kompleks serta sistem keuangan nasional dan internasional yang semakin terintegrasi, tujuan pelaksanaan tugas bank sentral terwujud apabila didukung oleh stabilitas moneter, sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah yang lancar, efisien, aman, dan andal, serta stabilitas sistem keuangan; d. bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat dalam menghadapi tuntutanperkembangan serta dinamika perekonomian nasional dan internasional; 1

2 e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Bank Indonesia; Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23D, dan Pasal 33Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG BANK INDONESIA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Indonesia adalah bank sentral Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dewan Gubernur adalah pimpinan Bank Indonesia. 3. Gubernur adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur. 4. Deputi Gubernur Senior adalah wakil pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur. 5. Deputi Gubernur adalah anggota Dewan Gubernur. 6. Rapat Dewan Gubernur adalah forum pengambilan keputusan tertinggi di Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia yang bersifat prinsipil dan strategis. 7. Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenaiperbankan. 8. Sistem Pembayaran adalah suatu sistem yang mencakup aspek kebijakan, kelembagaan, mekanisme, instrumen, dan infrastruktur yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana dari satu pihak ke pihak lain. 2

3 9. Pengelolaan Uang Rupiah adalah suatu kegiatan yang mencakup perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan, dan penarikan, serta pemusnahan uang rupiah yang dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. 10. Peraturan Bank Indonesia adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh Bank Indonesia dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 11. Peraturan Dewan Gubernur adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara internal dan dibentuk atau ditetapkan oleh Dewan Gubernur. 12. Sistem Keuangan adalah suatu sistem yang terdiri atas lembaga, pasar dan infrastruktur keuangan, serta perusahaan non keuangan dan rumah tangga, yang saling berinteraksi dalam pendanaan dan/atau penyediaan pembiayaan perekonomian. 13. Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi yang memungkinkan Sistem Keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 14. Risiko Sistemik adalah potensi instabilitas sebagai akibat terjadinya gangguan yang menular (contagion) pada sebagian atau seluruh Sistem Keuangan karena interaksi faktor ukuran (size), kompleksitas usaha (complexity) dan keterkaitan (interconnectedness) antar institusi dan/atau pasar keuangan serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku/institusi keuangan untuk mengikuti siklus ekonomi (procyclicality). 15. Makroprudensial adalah kehati-hatian secara makro melalui pengaturan dan pengawasan untuk mencegah dan mengurangi Risiko Sistemik, meningkatkan fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan efisiensi Sistem Keuangan dan akses keuangan. 16. Kondisi tidak normal adalah kondisi Sistem Keuangan yang gagal menjalankan fungsi dan perannya secara efektif dan efisien, yang ditunjukkan dengan memburuknya berbagai indikator ekonomi dan keuangan. 17. Dampak sistemik adalah kondisi sulit yang diakibatkan oleh lembaga keuangan yang mengalami masalah keuangan, yang apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan kegagalan lembaga keuangan lain, pasar 3

4 keuangan, dan/atau infrastruktur keuangan sehingga mengakibatkan merosotnya kepercayaan publik terhadap Sistem Keuangan dan penurunan kinerja perekonomian. 18. Cadangan Umum adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia. 19. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan harta tetap dan perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia serta untuk penyertaan. 20. Rupiah adalah mata uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai mata uang. 21. Uang Rupiah adalah alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas uang rupiah kertas dan uang rupiah logam sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai mata uang. 22. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 23. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 24. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yangmemegang kekuasaan pemerintahan negara RepublikIndonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menterisebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun BAB II STATUS, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN MODAL Bagian Kesatu Status Pasal 2 (1) Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. 4

5 (2) Bank Indonesia merupakan badan hukum berdasarkan Undang-Undang ini. Bagian Kedua Tempat Kedudukan Pasal 3 (1) BankIndonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. (2) Bank Indonesia dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Bagian Ketiga Modal Pasal 4 (1) Modal Bank Indonesia ditetapkan sebesar modal yang tercatat dalam laporan keuangan Bank Indonesia yang telah diaudit pada saat Undang- Undang ini mulai berlaku. (2) Modal Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. BAB III TUJUAN DAN TUGAS Bagian Kesatu Umum Pasal 5 Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara stabilitas harga serta ikut mendorong terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan. Pasal 6 Bank Indonesia mempunyai tugas: a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b. menetapkan dan melaksanakan kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah; dan c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan di bidang Stabilitas Sistem Keuangan termasuk Makroprudensial. 5

6 Pasal 7 (1) Dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalampasal 6, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan. (2) Bank Indonesia wajib menolak segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. (3) Segala bentuk campur tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak termasuk kerja sama yang dilakukan oleh pihak lain atau bantuan teknis yang diberikan pihak lain atas permintaan Bank Indonesia dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Bagian Kedua Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter Pasal 8 (1) Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a,dengan mengacu pada sasaran inflasi. (2) Sasaran inflasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Pasal 9 (1) Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Bank Indonesia berwenang: a. mengelola suku bunga; b. mengelola nilai tukar; c. mengelola likuiditas; d. mengelolalalu lintas devisa; e. mengelola cadangan devisa; f. mengatur dan mengembangkan pasar uangdan pasar valuta asing; g. mengatur kebijakan lainnya; dan h. melakukan pengawasan dan mengenakan sanksi administratif. (2) Dalam menjalankan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia mempertimbangkan kondisi Sistem Keuangan dan kondisi perekonomian. 6

7 Pasal 10 Dalam mengelola suku bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, Bank Indonesia: a. menetapkan suku bunga kebijakan; b. menetapkan suku bunga penempatan dana dan penyediaan dana ke dan dari Bank Indonesia; c. menetapkan suku bunga lainnya; dan d. menjaga pergerakan suku bunga pasar. Pasal 11 (1) Dalam mengelola nilai tukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9ayat (1) huruf b,bank Indonesia melaksanakan kewenangannya berdasarkan sistem nilai tukar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Dalam mengelola nilai tukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan pemerintah negara lain, bank sentral negara lain, dan/atau lembaga internasional. Pasal 12 Dalam mengelola likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c Bank Indonesia memperhatikan kebutuhan perekonomian dalam rangka mendukung pengelolaan suku bunga dan nilai tukar. Pasal 13 (1) Dalam rangka mengelola suku bunga, nilai tukar, dan likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, Bank Indonesia melakukan pengendalian moneter melalui: a. operasi moneter di pasar uang dan pasar valuta asing; b. pengaturan giro wajib minimum; dan c. pengaturan kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. (2) Bank Indonesia melakukan operasi moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melalui: a. penerbitan surat berharga Bank Indonesia; b. pembelian dan penjualan surat berharga negara dan surat-surat berharga berkualitas tinggi lainnya di pasar sekunder; c. penempatan dan penyediaan dana jangka pendek ke dan dari Bank Indonesia; 7

8 d. pembelian dan penjualan valuta asing; dan e. transaksi lainnya di pasar keuangan baik Rupiah maupun valuta asing yang lazim dilakukan oleh bank sentral. (3) Operasi moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan dengan cara yang berdasarkan prinsip syariah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenaipengaturan dan tata carapengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 14 (1) Dalam mengelola lalu lintas devisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9ayat (1) huruf d, Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai perolehan, penggunaan, dan/atau kepemilikan devisa oleh penduduk dan/atau bukan penduduk. (2) Dalam mengelola lalu lintas devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat berkoordinasi dengan otoritas terkait. (3) Pengaturan oleh Bank Indonesia atas kepemilikan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam kondisi tidak normal berdasarkan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perolehan, penggunaan, dan/atau kepemilikan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 15 (1) Dalam mengelola cadangan devisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9ayat (1) huruf e, Bank Indonesia melaksanakan kewenangannya berdasarkan prinsip pengelolaan cadangan devisa. (2) Pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menjaga kecukupan cadangan devisa dalam rangka memenuhi kewajiban internasional dalam valuta asing, mendukung stabilitas nilai tukar, dan menjaga kepercayaan publik. (3) Dalam pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa. (4) Untuk menjaga kecukupan devisa, Bank Indonesia atas nama sendiri dapat menerima pinjaman luar negeri baik secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah. (5) Dalam hal pinjaman luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipersyaratkan oleh lembaga internasional dilakukan oleh negara, 8

9 Pemerintah Pusat bersama Bank Indonesia mewakili negara dalam menerima pinjaman luar negeri. Pasal 16 (1) Dalam mengatur dan mengembangkan pasar uang dan pasar valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f, Bank Indonesia: a. mengatur mekanisme penentuan suku bunga dan nilai tukar; b. mengatur penerbitan produk dan mekanisme transaksi; c. memberikan izin terhadap kelembagaan, pelaku, dan kegiatan transaksi; d. mengembangkan infrastruktur dan kode etik pelaku pasar; dan e. mengatur, memberikan izin, mengembangkan, dan mengawasi kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank; dan f. mengatur hal-hal lain yang terkait dengan pasar uang dan pasar valuta asing. (2) Pengaturan dan pengembangan pasar uang dan pasar valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan pengembangan pasar uang dan pasar valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Pasal 17 (1) Dalam pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf h, Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Setiap Orang yang melakukan kegiatan terkait pelaksanaan kebijakan moneter dan mengenakan sanksi administratif. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui pengawasan tidak langsungdan pemeriksaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Bagian Ketiga Tugas Menetapkan dan Melaksanakan KebijakanSistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah 9

10 Paragraf 1 Umum Pasal 18 (1) Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b untuk mencapai Sistem Pembayaran yang lancar, aman, efisien dan andal dengan memperhatikan perluasan akses, kepentingan nasional, dan perlindungan konsumen. (2) Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan Pengelolaan Uang Rupiahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b untukmemenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang Rupiah dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan berkualitas, denganmemperhatikan perlindungan konsumen. Paragraf 2 Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Sistem Pembayaran Pasal 19 (1) Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), Bank Indonesia berwenang: a. mengatur Sistem Pembayaran; b. mengembangkan Sistem Pembayaran; c. menyelenggarakan jasa Sistem Pembayaran; d. memberikan izin kepada penyelenggara jasa Sistem Pembayaran atau persetujuan penyelenggaraan jasa Sistem Pembayaran, dan e. melakukan pengawasan dan mengenakan sanksi administratif. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 20 (1) Dalam mengatur Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, Bank Indonesia mengatur kelembagaan, instrumen, infrastruktur, dan mekanisme pada Sistem Pembayaran. 10

11 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan, instrumen, infrastruktur, dan mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 21 (1) Bank Indonesia mengembangkan Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf bmeliputi kelembagaan, mekanisme, instrumen, dan/atau infrastruktur. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 22 (1) Bank Indonesia menyelenggarakan kegiatan kliring antar Bank dan/atau penyelenggara jasa Sistem Pembayaran dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. (2) Penyelenggaraan kegiatan kliring antar Bank dan/atau penyelenggara jasa Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain dengan izin atau persetujuan Bank Indonesia. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan kegiatan kliring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 23 (1) Kegiatan penyelesaian akhir dana dari transaksi pembayaran antarbank dan/atau penyelenggara jasa Sistem Pembayaran dalam mata uang rupiah termasuk transaksi dari kegiatan penyelesaian akhir dana dari kegiatan kliring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan transaksi tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia wajib dilakukan di Bank Indonesia. (2) Kegiatan penyelesaian akhir dana dari transaksi pembayaran antar bank dan/atau penyelenggara jasa Sistem Pembayaran dalam valuta asing termasuk transaksi dari kegiatan penyelesaian akhir dana dari kegiatan kliring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22dan transaksi tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia dapat dilakukan di Bank Indonesia atau oleh pihak lain dengan izin atau persetujuan Bank Indonesia. (3) Untuk menjaga kelancaran Sistem Pembayaran, Bank Indonesia dapat menyediakan pendanaan intra hari kepada peserta Sistem Pembayaran. 11

12 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan penyelesaian akhir dana dan penyediaan pendanaan intra hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 24 (1) Dalam penyelenggaraan jasa Sistem Pembayaran, para pihak wajib terlebih dahulu memperoleh izin atau persetujuan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin atau persetujuan penyelenggaraan jasa Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 25 (1) Dalam pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf e, Bank Indonesia melakukan pengawasan dan mengenakan sanksi administratif. (2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsungterhadap penyelenggara jasa Sistem Pembayaran. (3) Dalam melakukan kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat berkoordinasi dengan otoritas pengawas terkait. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap kegiatan jasa Sistem Pembayaran dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 26 (1) Dalam melaksanakan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Bank Indonesia dapat bekerjasama atau menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia (2) Pihak lain yang melaksanakan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan keterangan dan data yang terkait dengan pengawasan langsung yang dilakukan. Paragraf 3 Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Pengelolaan Uang Rupiah 12

13 Pasal 27 (1) Mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Rupiah dengan singkatan Rp. (2) Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Rupiah wajib digunakan dalam: a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau c. transaksi keuangan lainnya, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (4) Kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuktransaksi tunai dan/atau non tunai; (5) Kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku bagi: a. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri; c. transaksi perdagangan internasional; d. simpanan di bank dalam bentuk valuta asing; atau e. transaksi pembiayaan internasional. (6) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga tidak berlaku untuk transaksi dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban penggunaan Rupiahsebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 28 (1) Bank Indonesia berwenang mengatur pembatasan penggunaan Uang Rupiahdalam setiap transaksi secara tunai di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Uang Rupiahsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. 13

14 Pasal 29 (1) Uang Rupiah dalam jumlah tertentu dilarang dibawa keluar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia kecuali dengan izin Bank Indonesia. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembawaan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 30 (1) Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melaksanakan Pengelolaan Uang Rupiah yang mencakup kegiatan merencanakan, mencetak, mengeluarkan, mengedarkan, mencabut dan menarik dari peredaran, serta memusnahkan uang Rupiah. (2) Dalam melaksanakan perencanaan, pencetakan, dan pemusnahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah. (3) Dalam melaksanakan Pengelolaan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia berwenang: a. mengatur Pengelolaan Uang Rupiah; b. melakukan pengawasan dan mengenakan sanksi administratif. (4) Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas Uang Rupiah yang hilang atau musnah karena sebab apapun. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 31 (1) Dalam rangka mengedarkan Uang Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Bank Indonesia berwenang: a. menetapkan kebijakan dan mengatur penyelenggaraan jasa pengolahan Uang Rupiah; b. memberikan dan mencabut izin penyelenggara jasa pengolahan Uang Rupiah; dan c. melakukan pengawasan dan pemeriksaan serta mengenakan sanksi administratif terhadap penyelenggara jasa pengolahan Uang Rupiah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan jasa pengolahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. 14

15 Paragraf 4 Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pasal 32 (1) Untukmenciptakan keseimbangan hubungan antara penyelenggara dan konsumen jasa Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Bank Indonesia berwenang mengatur dan mengawasi penerapan prinsip perlindungan konsumen. (2) Perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan edukasi, konsultasi, dan fasilitasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan konsumen jasa Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Bagian Keempat Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan di Bidang Stabilitas Sistem Keuangan Termasuk Makroprudensial Pasal 33 Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan di bidang Stabilitas Sistem Keuangan termasuk Makroprudensial. Pasal 34 (1) Dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan di bidang Stabilitas Sistem Keuangan termasuk Makroprudensial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Bank Indonesia berwenang melakukan: a. pengaturan Makroprudensial; b. pengawasan Makroprudensial dan pengenaan sanksi administratif c. pengaturan dan pengembanganakses keuangan; d. penyediaan dana dalam rangka menjalankan fungsi lender of the last resort; dan e. koordinasi dengan otoritas terkait. (2) Kebijakan di bidang Stabilitas Sistem Keuangan termasuk Makroprudensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan diterapkanterhadap Sistem Keuangan konvensional dan syariah. 15

16 Pasal 35 (1) Pengaturan Makroprudensialterhadap Sistem Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a dilakukan dengan menggunakan instrumen pengaturan antara lain untuk: a. memperkuat ketahanan permodalan dan mencegah leverage yang berlebihan; b. mengelola intermediasi dan akses keuangan serta mengendalikan risiko kredit, risiko likuiditas, risiko nilai tukar dan risiko suku bunga, dan risiko-risiko lainnya yang berpotensi menjadi Risiko Sistemik; dan c. membatasi konsentrasi eksposur dan memperkuat ketahanan infrastruktur keuangan. (2) Dalam melakukan pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau instansi terkait lainnya. (3) Dalam hal terdapat perbedaan antara pengaturanmakroprudensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) denganmikroprudensial mengenai hal yang sama yang tidak dapat diselesaikan melalui koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan maka akan diputuskan dalam forum koordinasi stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan kewenangan masing-masing lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan Makroprudensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 36 (1) Pengawasan Makroprudensial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34ayat (1) huruf b, dilakukan melalui: a. pengawasan tidak langsungmakroprudensial terhadap Sistem Keuangan yang meliputi aspek kinerja, risiko perilaku pada Sistem Keuangan, dan hal lain yang terkait dengan Makroprudensial; dan b. pemeriksaan terhadap systemically important financial institutionsdan/atau lembaga keuangan lainnya. (2) Dalam pelaksanaan pemeriksaansebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Bank Indonesia: a. melakukan pemeriksaan untuk mendukung pelaksanaan pengawasan tidak langsungdan/ataumemastikan kepatuhan lembaga keuangan 16

17 terhadap kebijakandi bidang Stabilitas Sistem Keuangan termasukmakroprudensial; b. dapat melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan induk, perusahaan afiliasi, perusahaan anak, pihak terkait, debitur, dan pihak lain yang mempunyai hubungan usaha dan/atau keuangan dengan lembaga keuangan. (3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lainnya. (4) Lembaga keuangan dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib memberikan kepada Bank Indonesia: a. keterangan,data,dan informasi yang diminta, baik secara berkala maupun secara sewaktu-waktu; b. kesempatan melihat semua pembukuan, dokumen dan sarana fisik yang berkaitan dengan usahanya; c. akses terhadap sistem informasi; dan d. hal-hal lain yang diperlukan terkait dengan pengawasanmakroprudensial. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Makroprudensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 37 (1) Dalam kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34ayat (1) huruf b, Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu kepada Otoritas Jasa Keuanganatau otoritas terkait lainnya. (2) Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 38 (1) Pengaturan dan pengembangan akses keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34ayat (1) huruf c dilakukan dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi, ketahanan dan efisiensi sistem keuangan, melalui kebijakan keuangan inklusif dan kebijakan yang mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah. (2) Pengaturan dan pengembangan keuangan inklusif dan usaha mikro, kecil dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: 17

18 a. perluasan dan pendalaman infrastruktur keuangan untuk akses keuangan dan usaha mikro, kecil dan menengah; b. fasilitasi intermediasi; c. peningkatan kapasitas; d. peningkatan perlindungan konsumen; e. kegiatan lain terkait. (3) Pengaturan dan pengembangan akses keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan juga untuk sistem keuangan syariah. (4) Apabila diperlukan, dalam melakukan pengaturan dan pengembangan akses keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat berkoordinasi dengan Pemerintah dan/atau instansi terkait. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan pengembangan akses keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 39 (1) Dalam pengembangan sektor keuangan dan mendukung upaya pencapaian stabilitas harga, Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan dan/atau pihak lain. (2) Untuk mendukung efektifitas kegiatan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat memberikan bantuan teknis. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama bantuan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 40 Dalam melakukan koordinasi dengan otoritas terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf e Bank Indonesia dapatmemberikan masukan dan/atau rekomendasi kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam penyusunan peraturan di bidang pengawasan dan pemeriksaan Bank serta lembaga keuangan bukan Bank. BAB IV LENDER OF THE LAST RESORT Pasal 41 (1) Dalam rangka menjalankan fungsi lender of the last resortsebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf d, Bank Indonesia dapat menyediakan likuiditas yang bersifat sementara bagi Bank. 18

19 (2) Penyediaan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa: a. pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah; dan/atau b. pinjaman likuiditas khusus. Pasal 42 (1) Pelaksanaan pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a, wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi. (2) Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Bank yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek yang bersifat sementara, namun masih memenuhi ketentuan solvabilitas dan memiliki kecukupan agunan. (3) Bank Indonesia bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan memutuskan dan melakukan pemantauan terhadap Bank yang memperoleh pinjaman likuiditas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah. (4) Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan atas penggunaan pinjaman likuiditas atau pembiayaan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Dalam hal pada saat jatuh tempo Bank penerima tidak dapat melunasi pinjaman likuiditas atau pembiayaan likuiditas berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia mengeksekusi agunan yang dikuasainya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan likuiditas oleh Bank Indonesia diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 43 (1) Pinjaman likuiditas khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b, diberikan Bank Indonesia kepada systemically important bank yangmengalami kesulitan likuiditas namun masih memenuhi ketentuan solvabilitas. (2) Bank Indonesia memberikan pinjaman likuiditas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (3) Pemerintah memberikan jaminan pelunasan atas pinjaman likuiditas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 19

20 (4) Persyaratan dan tata cara pemberian pinjaman likuiditas khusus, serta pemberian jaminan Pemerintah, diputuskan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian pinjaman likuiditas khusus oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai jaring pengaman sistem keuangan. Pasal 44 Dalam melaksanakan koordinasi penanganan kondisi tidak normal dan/atau penanganan systemically important banksebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf e, Bank Indonesia melakukan langkah-langkah sesuai tugas dan kewenangan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai jaring pengaman sistem keuangan. BABV DATA, INFORMASI, DAN LAPORAN Pasal 45 (1) Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Indonesia berwenang: a. mendapatkan data, informasi, dan/atau laporan dari Setiap Orang secara berkala dan/atau sewaktu-waktu; dan b. menyelenggarakan kegiatan statistik yang terkait dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia. (2) Data, informasi, dan/ataulaporansebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diperoleh dari perusahaan induk, perusahaan anak, dan pihak yang mempunyai hubungan usaha dan/atau hubungan keuangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan Bank Indonesia dan tata cara perolehan data, informasi, dan/atau laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 46 (1) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Bank Indonesia: a. menyelenggarakan survei; b. mewajibkan Setiap Orang untuk menyampaikan data, informasi, dan/atau laporan kepada Bank Indonesia; dan 20

21 c. melakukan kegiatan perolehan data, informasi dan/atau laporan dengan cara lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. (2) Setiap Orang wajib memberikan data, informasi,dan/atau laporanyang diperlukan oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pelaksanaan kegiatan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia. Pasal 47 (1) Bank Indonesia berwenang melakukan penelitian dan/atau pemeriksaanatas kebenaran data, informasi, dan/atau laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46ayat (1). (2) Penelitian dan/atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat dilakukan terhadap perusahaan induk dan/atau perusahaan anak maupun terhadap orang dan/atau badan terkait lainnya. (3) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat berkoordinasi dengan instansi terkait. Pasal 48 (1) Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Indonesia berwenang mengatur dan mengembangkan sistem informasi antara orang dan badan, dan/atau antar badan. (2) Bank Indonesia memberikan izin dan/atau persetujuan dalam hal penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan oleh pihak lain. (3) Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk menyelenggarakan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Bank Indonesia mengawasi penyelenggaraan sistem informasi yang diselenggarakan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3). Pasal 49 Pihak lain yang ditugaskan Bank Indonesia untuk menyelenggarakan survei sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3), serta pihak lain yang ditugaskan Bank Indonesia untuk menyelenggarakan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3), wajib merahasiakan sumber dan data individual. 21

22 BAB VI DEWAN GUBERNUR Bagian Kesatu Struktur Pasal 50 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. (2) Dewan Gubernur terdiri atas: a. seorang Gubernur; b. seorang Deputi Gubernur Senior; dan c. paling sedikit 4 (empat) orang atau paling banyak 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur. (3) Dewan Gubernur dipimpin oleh Gubernur dengan Deputi Gubernur Senior sebagai wakil. (4) Dalam hal Gubernur dan Deputi Gubernur Senior berhalangan, Gubernur atau Deputi Gubernur Senior menunjuk seorang Deputi Gubernur untuk memimpin Dewan Gubernur dengan berita acara serah terima. (5) Dalam hal penunjukan sebagaimana ditetapkan pada ayat (4) karena sesuatu hal tidak dapat dilaksanakan, salah seorang Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya bertindak sebagai pemimpin Dewan Gubernur. Bagian Kedua Pengangkatan dan Pemberhentian Paragraf 1 Pengangkatan Pasal 51 Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur,calon harus memenuhi persyaratan: a. warga negara Indonesia; b. memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik; c. cakap melakukan perbuatan hukum; 22

23 d. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit; e. sehat jasmani dan rohani; f. berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat ditetapkan; g. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, dan/atau hukum; dan h. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih. Pasal 52 (1) Anggota Dewan Gubernur diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama paling banyak 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (2) Penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir masa jabatannya dilakukan secara berkala paling banyak 2 (dua) orang pada tahun yang sama. Pasal 53 (1) Calon Gubernur dan/atau Deputi Gubernur Senior diusulkan oleh Presiden untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Calon Gubernur dan/atau Deputi Gubernur Senior yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Presiden. (3) Dalam hal calon Gubernur dan/atau Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden mengajukan calon baru. (4) Dalam hal calon yang diajukan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk kedua kalinya tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden mengangkat kembali Gubernur dan/atau Deputi Gubernur Senioruntuk jabatan yang sama ataudengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyatmengangkat Deputi Gubernur Senior dan/atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan Gubernur, dengan memperhatikan ketentuan masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52. Pasal 54 (1) Calon Deputi Gubernur diusulkan Presiden atas rekomendasi Gubernur untuk dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat. 23

24 (2) Calon Deputi Gubernur yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Presiden. (3) Dalam hal calon Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden mengajukan calon baru. (4) Dalam hal calon yang diajukan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk kedua kalinya tidak dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden mengangkat kembali Deputi Gubernur untuk jabatan yang sama, dengan memperhatikan ketentuan masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52. Pasal 55 (1) Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut ajaran agamanya di hadapan dan dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung. (2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut ; "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk apapun. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas dan kewajiban Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia dengan sebaik-baiknya dan penuh dengan rasa tanggung jawab. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia terhadap Negara Kesatuan Republik dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". Paragraf 2 Pemberhentian Pasal 56 (1) Anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, kecuali karena yang bersangkutan: 24

25 a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; c. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; d. tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 bulan berturutturut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; e. dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur; atau f. berhalangan tetap. (2) Anggota Dewan Gubernur yang direkomendasikan untuk diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan e berhak didengar keterangannya. (3) Pemberhentian anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 57 (1) Dalam hal anggota Dewan Gubernur patut diduga telah melakukan tindak pidana maka pemanggilan dan permintaan keterangan dalam penyelidikan maupun penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, pemanggilan, dan permintaan keterangan dalam penyelidikan maupun penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota Dewan Gubernur: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus. Pasal 58 (1) Anggota Dewan Gubernur diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. 25

26 (2) Dalam hal anggota Dewan Gubernur dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota Dewan Gubernur yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota Dewan Gubernur. (3) Dalam hal anggota Dewan Gubernur dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota Dewan Gubernur yang bersangkutan berhak mendapatkan rehabilitasi dan diaktifkan kembali menjadi anggota Dewan Gubernur. (4) Anggota Dewan Gubernur yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak keuangan tertentu. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian sementara diatur denganperaturan Bank Indonesia. Bagian Ketiga Penggantian Antar Waktu Pasal 59 (1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan/atau Deputi Gubernur karena hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal56 dan Pasal57, Presiden mengangkat Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan/atau Deputi Gubernur yang baru sesuai dengan tata cara pemilihan anggota Dewan Gubernur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini untuk sisa masa jabatan yang digantikannya. (2) Dalam hal kekosongan jabatan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum diangkat penggantinya, Deputi Gubernur Senior menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai pejabat Gubernur sementara. (3) Dalam hal Deputi Gubernur Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berhalangan, Deputi Gubernur yang paling lama masa jabatannya menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai pejabat Gubernur sementara. Bagian Keempat Tugas dan Wewenang 26

27 Pasal 60 (1) Dewan Gubernur melaksanakan tugas dan wewenang Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian tugas, tata tertib, dan tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Gubernur. Pasal 61 (1) Dewan Gubernur mewakili Bank Indonesia di dalam dan di luar pengadilan. (2) Kewenangan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Gubernur. (3) Gubernur dapat memberikan mandat kepada Deputi Gubernur Senior, dan atau seorang atau beberapa orang Deputi Gubernur, atau seorang atau beberapa orang pegawai Bank Indonesia, dan atau pihak lain yang khusus ditunjuk, untuk mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Pemberian mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dengan hak substitusi. Pasal 62 (1) Dewan Gubernur mengangkat dan memberhentikan pegawai Bank Indonesia. (2) Dewan Gubernur menetapkan peraturan kepegawaian, sistem remunerasi, penghargaan, pensiun, dan tunjangan hari tua bagi pegawai Bank Indonesia. (3) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan peraturan kepegawaian, sistem remunerasi, penghargaan, pensiun, dan tunjangan hari tua bagi pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Gubernur. Pasal 63 Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan/atau pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan sesuai dengan tugas dan wewenangnya berdasarkanundang-undang ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik. Bagian Kelima Larangan 27

28 Pasal 64 (1) Antara sesama anggota Dewan Gubernur dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat kedua dan besan. (2) Jika setelah pengangkatan, antara sesama anggota Dewan Gubernur terbukti mempunyai hubungan atau terjadi hubungan keluarga yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak terbukti mempunyai atau terjadi hubungan keluarga tersebut, salah seorang di antara mereka wajib mengundurkan diri dari jabatannya. (3) Dalam hal salah satu anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak bersedia mundur, Presiden menetapkan kedua anggota Dewan Gubernur tersebut untuk berhenti dari jabatannya. Pasal 65 (1) Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang: a. mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan mana pun juga; b. merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut; dan c. menjadi pengurus dan/atau anggota partai politik. (2) Dalam hal anggota Dewan Gubernur melakukan salah satu atau lebih larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota Dewan Gubernur tersebut wajib mengundurkan diri dari jabatannya. (3) Dalam hal anggota Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak bersedia mengundurkan diri, Presiden menetapkan Anggota Dewan Gubernur tersebut berhenti dari jabatan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Bagian Keenam Rapat dan Pengambilan Keputusan Pasal 66 (1) Rapat Dewan Gubernur diselengarakan : a. paling sedikit 8 (delapan) kali dalam setahun untuk menetapkan kebijakan utama di bidang moneter yang dalam perumusannya dikoordinasikan dengan kebijakan utama di bidang 28

29 makroprudensial, serta bidang sistem pembayaran dan pengelolaan rupiah; dan b. paling sedikit 1 (satu) kali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan/atau menetapkan kebijakan lainnya yang bersifat prinsipil dan strategis. (2) Rapat Dewan Gubernur dinyatakan sah apabila dihadiri sekurangkurangnya oleh lebih dari separuh anggota Dewan Gubernur. (3) Rapat Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dihadiri oleh Menteri atau yang mewakili Pemerintah dan/atau pimpinan lembaga lain dengan hak bicara tanpa hak suara (4) Pengambilan keputusan rapat Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir. (5) Dalam keadaan darurat dan rapat Dewan Gubernur tidak dapat diselenggarakan karena jumlah Anggota Dewan Gubernur yang hadirtidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur atau sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota Dewan Gubernur dapat menetapkan kebijakan dan atau mengambil keputusan. (6) Kebijakan dan/atau keputusan Rapat Dewan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib dilaporkan selambat-lambatnya dalam rapat Dewan Gubernur berikutnya. (7) Tata tertib dan tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Gubernur ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur. Bagian Ketujuh Remunerasi dan Tunjangan Hari Tua Pasal 67 (1) Remunerasi dan tunjangan hari tua bagi Gubenur, Deputi Gubernur Senior dan Deputi Gubernur ditetapkan oleh komite remunerasi. (2) Penetapan remunerasi dan tunjangan hari tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Dewan Gubernur untuk mendapatkan pengesahan. (3) Ketentuan mengenai penetapan remunerasi dan tunjangan hari tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian untuk 29

30 mendapatkan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Dewan Gubernur. BAB VII HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH DAN LEMBAGA LAIN Pasal 68 (1) Bank Indonesia berfungsi sebagai pemegang kas Pemerintah. (2) Dalam melaksanakan fungsi tersebut pada ayat (1), Bank Indonesia memberikan bunga atas saldo kas Pemerintah dan mengenakan biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikansesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsibank Indonesia sebagai pemegang kas Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Pasal 69 Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri. Pasal 70 (1) Bank Indonesia dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,serta lembaga lainnya antara lain dalam pengendalian inflasi,stabilisasi makroekonomi, sertapengembangan ekonomi dan keuangan. (2) Pemerintah Pusat wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan/atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank Indonesia. (3) Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia. 30

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Makroprudensial. Pengaturan. Pengawasan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5546) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.111, 2011 EKONOMI. Otoritas Jasa Keuangan. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1. Berbeda dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1. Berbeda dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1 V. BANK SENTRAL (BANK INDONESIA) A. Tujuan Bank Indonesia Berbeda dengan Undang undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang tidak merumuskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian

Lebih terperinci

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UMUM Kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai bank sentral, Bank

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA. Mulyati, SE., M.T.I.

TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA. Mulyati, SE., M.T.I. TUGAS-TUGAS BANK INDONESIA Mulyati, SE., M.T.I. Pendahuluan Fungsi utama Bank Sentral adalah mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan keuangan di suatu negara secara luas, baik dalam maupun luar

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Ikhtisar Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia PENDAHULUAN

Ikhtisar Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia PENDAHULUAN PENDAHULUAN Keberadaan bank sentral yang independen di merupakan suatu prasyarat untuk dapat dilakukannya pengendalian moneter yang efektif dan efisien. Keinginan tersebut dapat dilihat dari dikeluarkannya

Lebih terperinci

BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 1999 TANGGAL 17 MEI 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 1999 TANGGAL 17 MEI 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 1999 TANGGAL 17 MEI 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memelihara kesinambungan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

Otoritas Moneter di Indonesia

Otoritas Moneter di Indonesia OTORITAS MONETER Otoritas Moneter di Indonesia Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mempunyai tujuan agar otoritas moneter dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 51 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Sistem keuangan adalah suatu sistem yg dibentuk oleh lembaga-2 yg mempunyai kompetensi yg berkaitan dengan seluk-beluk di bidang keuangan. Sistem keuangan (financial system) merupakan satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.296, 2014 KESRA. Haji. Pengelolaan. Keuangan. Dana. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5605) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 22 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 22 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 22 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Uang Rupiah. Pembayaran dan Pengelolaan. Sistem. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5885). PERATURAN BANK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 09/UU/DPM UI/IV/2008 Tentang : BADAN AUDIT KEMAHASISWAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 59 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 59 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 59 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk kepentingan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 60 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 60 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 60 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PT AKBAR INDO MAKMUR STIMEC TBK. PIAGAM DEWAN KOMISARIS

PT AKBAR INDO MAKMUR STIMEC TBK. PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT AKBAR INDO MAKMUR STIMEC TBK. PIAGAM DEWAN KOMISARIS Piagam Dewan Komisaris 1 I. Dasar Pembentukan 1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH AGRO SELAPARANG KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk Page 1 of 11 Daftar Isi 1. Organisasi 2. Independensi 3. Tugas dan Tanggung Jawab 4. Pembentukan Komite-Komite 5. Fungsi

Lebih terperinci

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk Page 1 of 12 Daftar Isi 1. Organisasi 2. Independensi 3. Tugas dan Tanggung Jawab Direksi 4. Fungsi Direktur Utama 5. Direktur Kepatuhan 6. Rapat 7. Benturan Kepentingan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 001/UU/BPMFEUI/VI/2012

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 001/UU/BPMFEUI/VI/2012 UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR : 001/UU/BPMFEUI/VI/2012 Tentang : KOMITE AUDIT BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

Bab 2. Otoritas Moneter dan Kebijakan Moneter

Bab 2. Otoritas Moneter dan Kebijakan Moneter A. OTORITAS MONETER DI INDONESIA Otoritas moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu negara dan memiliki hak untuk menetapkan suku bunga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 58 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS BURSA EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 58 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS BURSA EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 58 /POJK.04/2016 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS BURSA EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci