BAB I PENDAHULUAN. merk yang berbeda-beda. Semuanya saling berkompetisi untuk dapat menembus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. merk yang berbeda-beda. Semuanya saling berkompetisi untuk dapat menembus"

Transkripsi

1 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia perdagangan dan peridustrian di Indonesia saat ini telah berkembang dengan pesat. Berbagai barang industri telah beredar di pasaran bahkan tidak jarang ditemui untuk satu jenis barang yang dihasilkan oleh beberapa perusahaan dengan merk yang berbeda-beda. Semuanya saling berkompetisi untuk dapat menembus pasaran. Pada kenyataannya dewasa ini, perkembangan masyarakat yang ditunjang oleh kemampuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi modern telah menimbulkan lembaga hukum baru yang sebelumnya tidak pernah dikenal di dalam hukum tertulis Indonesia. Timbulnya lembaga hukum baru itu sebagai suatu perwujudan nyata akibat dari adanya perkembangan tersebut. Diantara berbagai macam lembaga hukum yang erat kaitannya dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi suatu masyarakat dan merupakan perkembangan dari bentuk perjanjian yang cukup banyak digunakan dalam praktek, adalah apa yang dinamakan dengan perjanjian sewa beli atau dalam bahasa Belanda disebut juga dengan huurkoop dan dalam bahasa Inggris disebut dengan hire purchase. Untuk menghindari timbulnya penafsiran yang keliru terhadap judul yang digunakan, maka di bawah ini diberikan pengertian terhadap beberapa istilah yang dipergunakan sebagai berikut : 1

2 14 Perjanjian menurut Subekti, adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau di mana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 1 Perjanjian menurut Projodikoro, mengartikan perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta kekayaan antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji akan melakukan sesuatu hal sedang pihak yang lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji tersebut. 2 Perjanjian menurut Abdulkadir Muhammad, mengartikan perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 3 Perjanjian atau verbintenis, mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 4 Jadi, perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta kekayaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih atas kesepakatan bersama sehingga melahirkan hak dan kewajiban. Di dalam pengertian tentang perjanjian yang telah dikemukakan, ternyata terdapat kesepakatan antara para pihak yang setuju untuk melaksanakan perjanjian yang telah dimaksud, kemudian yang akan dilaksanakan itu terletak dalam lapangan harta kekayaan serta dapat dinilai dengan uang, jadi tidak termasuk bidang moral seperti kewajiban alimentasi (memberi nafkah) itu sendiri bisa berupa sejumlah uang. 1 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. 2, PT. Intermasa, Jakarta, 1979, hal Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan- Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Bandung, 1991, hal Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hal M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal 6.

3 15 Sewa beli adalah jual beli dimana penjual menyerahkan barang yang dijual secara nyata feitelijk kepada pembeli. Tetapi penyerahan nyata tidak diikuti penyerahan hak milik. Hak milik baru diserahkan pada saat pembayaran termijn terakhir yang dilakukan oleh pembeli. 5 Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 pada Pasal 1.a. menyebutkan bahwa, sewa beli (hire purchase) adalah jual beli barang di mana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual. 6 Jenis perjanjian Sewa Beli ini, termasuk baru bagi masyarakat, dan timbulnya perjanjian baru seperti ini, dimungkinkan sekali karena adanya sistem terbuka dan adanya asas kebebasan berkontrak yang dianut oleh hukum perjanjian dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata di Indonesia, artinya pada prinsipnya setiap orang diperkenankan untuk membuat perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur dalam Undang- Undang maupun yang sama sekali belum diatur di dalam Undang-Undang. 5 Ibid, hal Departemen Perdagangan dan Koperasi, Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire Purchase), Jual Beli dengan Angsuran dan Sewa (Renting), nomor: 34/KP/II/80. Ps. 1.a.

4 16 Perjanjian sewa beli ini sebenarnya merupakan bentuk khusus dari koop en verkoop op afbetaling, 7 dimana selama pembayaran atas barang itu belum dilunasi, maka selama itu hak atas kekuasaan pemilikan tetap berada pada pihak penjual. Bentuk kekhususan itu terletak pada objek jual beli. Yang mana objek jual beli tersebut ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan objek harta benda atau harta kekayaan, kedalamnya termasuk perusahaan dagang, porsi warisan, dan sebagainya. Bukan hanya benda yang dapat dilihat wujudnya, tapi semua benda yang dapat bernilai harta kekayaan, baik yang nyata maupun yang tidak berwujud. 8 Perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia dapat berfungsi sebagai sarana produktif keluarga pembangunan manusia seutuhnya. Dengan pertumbuhan penduduk yang cepat dewasa ini, masalah perumahan ini sangat penting untuk diperhatikan. Perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah perumahan sangat berbeda, oleh karena itu harus mendapat perhatian yang sangat penting dari pemerintahan. Permasalahan-permasalahan yang terjadi saat ini dalam hal perumahan terbagi atas dua masalah yaitu : 9 1. Permasalahan perumahan yang terjadi oleh sebab adanya defisit penyediaan dibandingkan permintaan (supply and demand). 7 Hartono Soerjopratiknyo, Aneka Perjanjian Jual Beli, Cet. 1, (Yogyakarta : seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1982, hal M. Yahya Harahap, op. cit hal Departemen Perumahan Rakyat, Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat tentang Pedoman Perencanaan dan Pengembangan Sektor Perumahan, Kepmen Negara Perumahan Rakyat nomor 06/KPTS/1994, Pasal 1 ayat 1

5 17 2. Permasalahan perumahan yang terjadi oleh sebab sebagian besar masyarakat tinggal di unit-unit sub standar di pemukiman yang tidak layak karena harga-harga rumah yang semakin mahal. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah telah melaksanakan programnya dengan menempuh dua jalur penyelesaian sebagai berikut: Jalur daur ulang dimana warga masyarakat yang menerima pelayanan perumahan melalui pola ini harus mampu mengembalikannya dalam bentuk pembayaran atau angsuran. Perumahan dengan pola seperti ini dikenal dengan nama Perumnas. 2. Jalur subsidi silang yaitu dengan membangun perumahan mewah dan bangunan komersial untuk menutup defisit biaya penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah dalam hal ini sebagai pihak yang menguasai rumah tidak selalu berhadapan dengan calon pembeli yaitu Pegawai Negeri Sipil yang tidak mampu membeli dengan harga kontan, dikarenakan keterbatasan kemampuan melakukan pembelian. Padahal pegawai negeri sipil sangat menginginkan pemilikan rumah yang sesuai dengan kemampuannya. Untuk itu pemerintah memberikan fasilitas berupa rumah disamping gaji dan tunjangan lainnya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah telah banyak membangun rumah-rumah yang dikenal dengan Rumah Negara. 10 Keputusan Menteri Nomor 06/KPTS/1994, Ibid, Pasal 1 ayat 3

6 18 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994, Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri Sipil. Rumah-rumah negara tersebut dibangun dan diberikan pemerintah untuk tempat tinggal pegawai negeri sipil maupun militer bersama dengan keluarganya dengan status sewa dan diwajibkan untuk membayar uang sewa setiap bulannya. Sewa menyewa tersebut berlangsung tanpa batas waktu. Status rumah tersebut juga dapat disebut sebagai rumah dinas atau rumah instansi. Oleh karena itu segala biaya yang berkaitan dengan pemeliharaan rumah tersebut ditanggung oleh pemerintah. Pegawai negeri sipil dapat memiliki rumah negara tersebut dengan proses jual beli yang dilakukan dengan cara angsuran dimana jangka waktunya ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara pemerintah dengan pegawai negeri sipil, melalui suatu lembaga yang tidak merugikan pemerintah. Suatu sarana yang tepat apabila lembaga sewa beli yang diterapkan dalam hal ini. Selama pegawai negeri sipil sebagai pembeli masih membayar angsuran dan belum melunasi maka selama itu pula pemiliknya masih tetap dipihak pemerintah. Bagi pemerintah juga untuk mengurangi anggaran negara terutama untuk memelihara rumah negara tersebut. Lembaga sewa beli ini merupakan salah satu dari hasil perkembangan sosial dalam masyarakat yang memerlukan saluran hukum dalam

7 19 pelaksanaannya dan saluran yang tepat adalah hukum perjanjian yang mempunyai asas kebebasan berkontrak. Pada prinsipnya, dalam perjanjian pada umumnya, para subyek sewa beli diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1. Pihak kreditor, yaitu pihak yang berhak atas prestasi 2. Pihak debitor, yaitu pihak yang berkewajiban memberikan prestasi Pihak pembeli selama belum melunasi pembayarannya, belum berstatus sebagai pemilik, dan selama belum ada pelunasan, pembeli tidak berhak untuk menjadikan barang itu sebagai miliknya atau mengalihkan haknya kepada orang lain. Bila diamati lebih lanjut, dapatlah dikatakan bahwa perjanjian sewa beli ini merupakan perjanjian yang mengandung ciri-ciri khusus yang dapat dilihat dari cara pembayarannya. Sebagaimana diketahui bahwa dalam perkembangannya sampai saat ini, belum juga ada suatu ketentuan undang-undang khusus yang mengatur secara terperinci mengenai sewa beli. Di dalam kondisi belum ada ketentuan hukum yang mengatur, sudah tentu dalam praktik sering timbul ketidakpastian hukum, dan keadaan semacam ini pula yang akan menimbulkan suatu ketidakpastian menyangkut hubungan hukum serta kewajiban antara pihak penjual dan pihak pembeli. R. Subekti, menyebutkan bahwa sewa beli sebenarnya adalah suatu macam jual beli setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli dari pada sewa menyewa. 11 Jadi, sewa beli adalah bentuk khusus dari perjanjian jual beli, di mana dijanjikan bahwa uang dapat diangsur dan barangnya dapat diserahkan kepada 11 R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet. 8, PT. Citra Adityta Bakti, Bandung, 1989, hal. 52.

8 20 pembeli namun, hak milik atas barang itu baru berpindah kepada pembeli apabila angsuran terakhir telah dilunasi. Perlu juga dijelaskan di sini bahwa pada kenyataannya penggunaan istilah sewa beli ini dalam berbagai literatur masih belum ada keseragaman, karena masih ada juga sarjana yang memakai istilah beli sewa. Penggunaan kedua istilah pada hakikatnya tidak mempunyai perbedaan yang prinsipil, tetapi ada sebagai akibat menerjemahkan bahasa asing yaitu, hire purchase (bahasa Inggris) atau huurkoop (bahasa Belanda). Indonesia berdasarkan asas korkondansi termasuk negara yang menganut sistem civil law, sistem common law berasal dari Inggris dengan ciri utama menekankan putusan pengadilan (case law) sebagai sumber hukum utama. Sistem ini dianut oleh negara-negara bekas jajahan Inggris seperti Amerika, Australia, Singapura, India dan Sri Lanka. Terdapat perbedaan yang mendasar mengenai perjanjian sewa beli dalam kedua sistem hukum tersebut. Dalam sistem common law, sewa beli tampaknya lebih berat menekankan kepada perjanjian sewa menyewa dengan hak opsi bagi penyewa untuk membeli barang tersebut setelah jangka waktu sewa berakhir. Sebaliknya negara-negara yang menganut sistem civil law, menganggap bahwa perjanjian sewa beli tersebut lebih berat menekankan pada perjanjian jual beli. Perbedaan konsep ini membawa perbedaan dalam melihat masalah-masalah yang timbul dari perjanjian sewa beli seperti masalah saat hak milik atau resiko beralih atas barang yang menjadi objek perjanjian. 12 Sewa beli sebagai perjanjian jual beli, erat kaitannya dengan kredit. Istilah kredit sering pula dihubungkan dengan sewa beli. Kredit merupakan hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu 1999hal Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Alumni, Bandung,

9 21 diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang. Awal berkembangnya pranata sewa beli di Belanda dimulai sebelum tahun 1930 an. Transaksi ini adalah sebagai perjanjian sewa menyewa, dimana dalam syarat atau salah satu klausul perjanjiannya ditentukan bahwa apabila sudah terjadi pembayaran sewa menyewa yang terakhir maka secara serta merta atau otomatis penyewa menjadi milik dari barang yang disewanya. Dalam sistem common law, menganggap sewa beli (hire purchase, lease purchase atau rent to buy) adalah merupakan perjanjian sewa menyewa. Berdasarkan hukum Inggris yaitu Hire Purchase Act 1965 perjanjian sewa beli adalah perjanjian sewa menyewa. Dengan demikian, perjanjian ini tunduk kepada Sale of Goods Act of sampai penyewa menyatakan pilihannya untuk membeli barang yang bersangkutan, perjanjian sewa beli bukanlah perjanjian jual beli atau perjanjian akan perjanjian akan meng-adakan jual beli. Istilah sewa beli sering juga dikaitkan dengan istilah Leasing. Pasal 1 Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perindustrian No. KEP. 122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, dan No. 30/Kpb/I/1974 tertanggal 7 Februari 1974, menyebutkan bahwa leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan tertentu, berdasarkan pembayaranpembayaran secara berkala, disertai hak pilih atau optie bagi perusahaan tersebut

10 22 untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Perjanjian sewa beli juga erat kaitannya dengan jual beli dengan angsuran. Jual beli dengan angsuran menurut Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 34/KP/II/80 merupakan jual beli dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara menerima pelunasan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan oleh penjual kepada pembeli. Adapun persamaan antara perjanjian leasing dengan perjanjian sewa beli dan jual beli dengan angsuran adalah sebagai berikut: 13 No. Perjanjian Leasing Perjanjian Sewa Beli & Jual Beli dengan Angsuran 1. Lessee membayar imbalan jasa Pembeli membayar angsuran kepada lessor dalam waktu tertentu. kepada penjual dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. Di samping itu, terdapat juga perbedaan antara perjanjian leasing dengan perjanjian sewa beli dan jual beli dengan angsuran adalah sebagai berikut: 14 No Perjanjian Leasing Lessor adalah pihak yang menyediakan dana dan membiayai seluruh pembelian barang tersebut. Masa leasing biasanya ditetapkan sesuai dengan perkiraan umur kegunaan barang. Perjanjian Sewa Beli & Jual Beli dengan Angsuran Harga pembelian barang sebagian kadang-kadang dibayar oleh pembeli. Jadi penjual tidak membiayai seluruh harga beli barang yang bersangkutan. Jangka waktu dalam perjanjian sewa beli & jual beli dengan angsuran. Tidak memperhatikan baik pada perkiraan umur kegunaan barang maupun kemampuan pembeli mengangsur harga barang. 13 Drs. Achmad Anwari, Leasing Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987 hal Ibid, hal. 19

11 23 3. Pada akhir masa leasing, lessee dapat menggunakan hak opsinya (hak pilih) untuk membeli barang yang bersangkutan, sehingga hak milik atas barang beralih pada lessee. Pada akhir masa perjanjian sewa beli dan jual beli dengan angsuran, hak milik atas barang dengan sendirinya beralih kepada pembeli. Hak milik atas barang beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan oleh penjual kepada pembeli. Selain itu, terdapat juga suatu keterkaitan antara sewa beli dengan rental, dimana keterkaitan tersebut terdapat juga suatu perbedaan antara sewa beli dengan rental yaitu rental merupakan sewa, dimana sewa ini adalah kegiatan dagang di bidang sewa menyewa atas barang, dimana hak milik atas barang yang disewakan tetap berada pada pemilik barang, salah satu contohnya yaitu rental kendaraan bermotor, sedangkan dalam sewa beli, hak terhadap suatu objek yang di dagangkan tersebut dapat beralih kepada pembeli. Dalam hubungan dengan kenyataan itu maka penelitian ini akan menyoroti salah satu aspek hukum sehubungan dengan terjadinya praktik sewa beli. Untuk itulah maka judul yang dipilih adalah ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI RUMAH NEGARA DI KOTA MEDAN. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan sewa beli rumah negara di kota Medan? 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak pembeli dalam perjanjian sewa beli rumah negara?

12 24 3. Bagaimanakah bentuk kendala atau permasalahan serta upaya penyelesaian dalam permasalahan yang terjadi pada sewa beli rumah negara di Kota Medan? C. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan uraian rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaturan sewa beli rumah negara di kota Medan. 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pihak pembeli dalam perjanjian sewa beli rumah negara. 3. Untuk mengetahui kendala atau permasalahan serta upaya penyelesaian terhadap permasalahan pada sewa beli rumah negara. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Diharapkan dengan adanya pembahasan mengenai bentuk sewa beli rumah negara yang ada pada masyarakat khususnya pegawai negeri sipil dan militer dapat membantu untuk mengetahui bagaimana prosedur kepemilikan rumah negara tersebut. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sumbang saran dalam khasanah guna mengetahui kepentingan serta hak-hak dari pembeli sehingga dapat dilindungi secara hukum dalam ilmu hukum perjanjian sewa beli pada khususnya di kota Medan.

13 25 2. Secara Praktis Pembahasan dalam tesis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi kalangan praktisi penegak hukum dimuka dan diluar pengadilan, dan anggota masyarakat yang terkait dalam melaksanakan ketentuan hukum yang berkaitan dengan perjanjian sewa beli rumah negara. E. Keaslian Penelitian Penulisan tesis ini berjudul Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Sewa Beli Rumah Negara Di Kota Medan yang di ajukan ini adalah dalam rangka memenuhi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan. Penulisan tesis ini mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Akta Sewa Beli Di Kota Medan belum pernah di angkat dan di bahas dalam tesis. Akan tetapi, apabila ada persamaan dengan milik orang lain, bukanlah suatu kesengajaan dan pastilah memiliki isi, permasalahan, data riset yang berbeda pula. Dengan demikian, penulisan tesis ini, tidak sama dengan penulisan tesis yang sudah pernah ada, karena tesis ini dibuat sendiri dengan menggunakan literatur-literatur. Sehingga tesis ini masih asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan akademik. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori M. Solly Lubis mengemukakan: M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Madju, 1994, hal. 80

14 26 Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan tertulis, yang mungkin ia setuju ataupun tidak. Ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca. Bagi Popper, teori hukum (hukum universal) bukan intisari pengamatan, tetapi merupakan penemuan akal manusia, suatu konjektual (doxa) yang diajukan unutk dicoba. 16 Bahwa teori tidak sebagai intisari pengamatan, dimaksudkan untuk menolak sistem induksi yang tidak diperlukan dalam teori. Bahkan diungkapkan oleh Popper, bahwa teori (penjelasan) merupakan dan akan tetap merupakan hipotesis. Pada hakikatnya teori merupakan serangkaian proposisi atau keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan penjelasan atas sesuatu gejala. Bagi semua ahli, teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang di samping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum. Untuk memecahkan permasalahan terhadap perjanjian sewa beli tersebut yang merupakan suatu perjanjian campuran, maka dikenal 3 teori, yaitu: teori akumulasi, teori absorbsi, dan teori sui generis. 17 Menurut teori akumulasi, unsur-unsur perjanjian campuran, dipilah-pilah. Untuk unsur perjanjian jual beli, diberlakukan ketentuan perjanjian jual beli dan 16 Popper, Karl R., Alfons Taryadi, Epistimologi pemecahan masalah. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia, dalam buku Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama, Alumni, Bandung, 1999, Hal Ibid hal. 120

15 27 untuk unsur sewa menyewa diberlakukan ketentuan tentang perjanjian sewa menyewa. Kritik dalam teori ini adalah ada ketentuan yang saling bertentangan antara perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa. Dalam perjanjian jual beli, resiko ditanggung oleh pembeli, walaupun hak milik atas barang belum diserahkan kepada pembeli. Sedangkan resiko dalam perjanjian sewa menyewa, tetap pada pemiliknya, sehingga jika terjadi force majeure, maka perjanjian sewa menyewa gugur. 18 Menurut teori absorbsi, perjanjian campuran diterapkan unsur perjanjian yang paling dominan. Kritik terhadap teori ini tidak mudah untuk menentukan perjanjian mana yang paling dominan, apakah perjanjian jual beli atau perjanjian sewa menyewa. 19 Sedangkan menurut teori sui generis, perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang memiliki ciri tersendiri. Karena itu ketentuan tentang perjanjian khusus yang di atur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diberlakukan secara analogis bagi perjanjian campuran. 20 Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 21 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan 18 Suharnoko, SH, MLI, Hukum Perjanjian : Teori Dan Analisa Kasus, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2004, hal ibid 20 Ibid 21 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 19

16 28 secara khas ilmu hukum, maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami perjanjian sewa beli rumah negara. Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum. Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh di bebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam Undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan. 22 Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak, meskipun dalam manifestasinya bisa berwujud kongkrit. Oleh karenanya pertanyaan tentang apakah hukum itu senantiasa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak mungkin satu. Dengan kata lain, persepsi orang mengenai hukum itu beraneka ragam, tergantung dari sudut mana mereka memandangnya. Kalangan hakim akan memandang hukum itu dari sudut pandang mereka sebagai hakim, kalangan ilmuwan, hukum akan memandang hukum dari sudut profesi keilmuan mereka, rakyat kecil akan memandang hukum dari sudut pandang mereka dan sebagainya. Di dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengandung kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan 2008, hal Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta,

17 29 penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing Kerangka Konsepsi Kerangka konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat keyakinannya akan konsepnya sendiri mengenai sesuatu permasalahan. 24 Maka konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris. 25 Oleh karena itu, untuk menghindarkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, serta agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu: a. Analisis Yuridis Analisis Yuridis adalah mengkaji secara hukum b. Perjanjian hal R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, cet.4, Bina Cipta, Bandung, M. Solly Lubis, Op.cit, hal Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, 1997,

18 30 Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk menunaikan prestasi 26 c. Sewa beli Sewa Beli adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga yang telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual. 27 d. Jual Beli Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. 28 e. Sewa Menyewa Sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang 26 Yahya Harahap, Op.cit, hal 6 27 Salim SH, MS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominatdi Indonesia, sinar grafika, jakarta, 2008, hal. 28 M. Yahya Harahap, Op.cit hal 181

19 31 yang hendak di sewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya (volledige genot). 29 f. Rumah Negara Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri. 30 g. Rumah Negara Golongan I Rumah Negara Golongan I adalah Rumah Negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut, serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut. 31 h. Rumah Negara Golongan II Rumah Negara Golongan II adalah Rumah Negara yang mempunyai hubungan dengan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh Pegawai Negeri dan apabila telah berhenti atau pensiun rumah dikembalikan kepada Negara. 32 i. Rumah Negara Golongan III 29 M. Yahya Harahap, Op.cit hal Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 40 Tahun 1994, Pasal 1 ayat 1 31 Ibid, Pasal 1 ayat 5 32 Ibid, Pasal 1 ayat 6

20 32 Rumah Negara Golongan III adalah Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya. 33 G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan wawancara. Tujuan penulisan ini untuk mengungkapkan suatu kenyataan hukum yang ada memang belum bisa menjawab semua kebutuhan masyarakat. Dengan demikian diperlukan suatu peraturan yang serasi baik secara vertikal maupun horizontal. Implementasinya adalah penelitian akan dapat memberikan suatu pengetahuan dan informasi hukum yang lebih transparan. Dengan pengetahuan tersebut lebih mudah dapat mengadakan unifikasi hukum, penyederhanaan hukum dan kepastian hukum. Penelitian ini besifat eksplanatoris, yang menerangkan dan menguji apakah ada atau tidak hubungan diantara berbagai variabel yang diteliti dengan tujuan untuk mencari dan menemukan pemecahan dari permasalahan yang dihadapi. 2. Sumber Data Sumber data yang dipergunakan di dalam penelitian ini meliputi : 1. Bahan hukum primer yaitu aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian sewa beli yaitu : 33 Ibid, Pasal 1 ayat 7

21 33 - Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 34/KP/II/80 tentang Perijinan Perjanjian Sewa Beli (Hire Purchase), jual beli dengan angsuran dan sewa (Renting). - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara. - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun Bahan hukum sekunder yaitu terdiri berbagai bahan yang diambil dari kepustakaan atau buku buku karangan para sarjana. 3. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus bahasa Indonesia dan kamus hukum maupun berupa majalah atau tulisan tulisan yang berkaitan dengan hukum. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data ini merupakan landasan utama penyusunan tesis, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan penulis membaca literatur berupa buku buku ilmiah, peraturan Perundang undangan dan sumber lain yang berhubungan dengan perjanjian sewa beli. 4. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara studi dokumen. Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum (baik normatif maupun sosiologis), karena penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif.

22 34 Studi dokumen bagi penelitian hukum meliputi studi bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Setiap bahan hukum ini harus diperiksa ulang validitas dan reliabilitasnya, sebab, hal ini sangat menetukan hasil suatu penelitian Analisis Data Analisis data dalam penulisan ini adalah analisis kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan narasumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini. Kemudian ditarik kesimpulannya dengan menggunakan metode deduktif. Penarikan kesimpulan inilah yang diharapkan agar dapat menjawab masalah yang di tuangkan. Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta di evaluasi, kemudian data di kelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis. 34 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengntar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 68

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai.

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat kita dewasa ini, membeli suatu barang dengan pembayaran diangsur beberapa kali bukan hanya dilakukan oleh golongan ekonomi lemah saja, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI Oleh : ANGGA ZIKA PUTRA 07 140 077 PROGRAM KEKHUSUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian sewa-menyewa diatur di bab VII Buku III KUHPerdata yang berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUHPerdata. Defenisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dan diikuti oleh majunya pemikiran masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia otomotif di Indonesia dari tahun-ketahun mengalami peningkatan, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya permintaan akan kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial tidak terlepas dari adanya pembangunan ekonomi bangsa indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat ini sangatlah penting, untuk memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan. Bank sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan memegang peranan penting untuk menyukseskan program pembangunan nasional dalam rangka mencapai pemerataan pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam bab VII Buku III KUH Perdata yang berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600 KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi secara harfiah diartikan sebagai aktifitas atau kegiatan penanaman modal, sedangkan investor adalah orang atau badan hukum yang mempunyai uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB LESSEE TERHADAP MUSNAHNYA BARANG MODAL KARENA KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PERJANJIAN LEASING

TANGGUNG JAWAB LESSEE TERHADAP MUSNAHNYA BARANG MODAL KARENA KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PERJANJIAN LEASING TANGGUNG JAWAB LESSEE TERHADAP MUSNAHNYA BARANG MODAL KARENA KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PERJANJIAN LEASING Oleh I Made Agus Adi Mahardika I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Syarat Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam suatu masyarakat diikuti dengan kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin berkembang dan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini berbagai macam usaha dan kegiatan dapat dilakukan dalam rangka untuk memenuhi pangsa pasar di tengah-tengah masyarakat.permintaa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa

Lebih terperinci

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ). BAB I A. LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi di bidang transportasi yang demikian pesat,memberi dampak terhadap perdagangan otomotif, dibuktikan dengan munculnya berbagai jenis mobil baru dari berbagai merek.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam jaman yang penuh kesibukan sekarang ini, sering kali orang tidak sempat menyelesaikan urusan-urusannya. Dikarenakan kesibukan yang sedemikian rupa, kadangkala

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah penduduk di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang mengalami kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia saling membutuhkan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang pengusaha atau produsen dalam rangka memperkenalkan produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu bekerjasama dengan pihak lokal/nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing, mendorong pelaku bisnis jasa

BAB I PENDAHULUAN. Februari 1974, tentang Perizinan Usaha Leasing, mendorong pelaku bisnis jasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai kemudahan diberikan oleh penyedia jasa keuangan, khususnya dalam hal pemberian kredit kendaraan bermotor yang dewasa ini banyak bermunculan lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan adalah keinginan manusia untuk memiliki dan menikmati kegunaan barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi jasmani dan rohani demi kelangsungan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perjanjian jual beli sangat banyak macam dan ragamnya, salah satunya adalah perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan profesionalisme BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia usaha, kebutuhan pengguna jasa akuntan publik semakin meningkat terutama kebutuhan atas kualitas informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah bergantung pada tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan. kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar

BAB I PENDAHULUAN. banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan. kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya pembangunan ekonomi di zaman sekarang, banyak masyarakat yang melakukan cara untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini dapat dilakukan

Lebih terperinci