ANALISIS POTENSI SEKTORAL KABUPATEN/KOTA. DI WIlAYAH III CIREBON TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS POTENSI SEKTORAL KABUPATEN/KOTA. DI WIlAYAH III CIREBON TAHUN"

Transkripsi

1 ANALISIS POTENSI SEKTORAL KABUPATEN/KOTA DI WIlAYAH III CIREBON TAHUN Oleh : Asep Fathurrohman NIM: JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M

2

3

4

5

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama Lengkap : Asep Fathurrohman 2. Tempat, Tanggal Lahir : Cirebon, 04 Oktober Alamat : Jl. Poncol Jaya No:26 006/005 Kuningan Barat,Jakarta 4. acefathurrahman@yahoo.co.id II. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah : Edi Suhaedi 2. Ibu : Nining Suningsih 3. Alamat : Ds.Kebon Dalem No:41, Cirebon 4. Telepon : Anak : 1(satu) dari 3 (tiga) bersaudara III. PENDIDIKAN FORMAL 1. RA Al-Falahiyyah, Kebayoran Baru ( ) 2. MI Al-Falahiyyah, Kebayoran Baru ( ) 3. MTsN 1 Jakarta ( ) 4. SMAN 3 Jakarta ( ) 5. SMAN 1 Karangwareng, Kabupaten Cirebon ( ) 6. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ( ) IV. PENDIDIKAN NON FORMAL a. PECC Cirebon ( ) b. LP2K Satya Mandala (2007) c. Ganesha Operation ( ) i

7 V. LATAR BELAKANG ORGANISASI : Rohis SMA N 3 Jakarta : English Debating Club SMA N 1 Karangwareng, Kabupaten Cirebon 2009-Sekarang : Humas Ikatan Alumni MI Al-Falahiyyah 2003 VI. PENGALAMAN KERJA : Staff Administrasi dan Koordinator Lapangan A Creatify Production 2012 : Staff Administrasi Simpanan Koperasi Sejahtera Bersama, Cabang Bintaro VII. SEMINAR/PELATIHAN 2011 : Pelatihan Alat Analisis Perencanaan Pembangunan ii

8 ABSTRACT This research aims to discover the potential of the economic sectors in the Districts/Cities in Region III Cirebon, West Java Province. The data used are time series data are sourced from the Central Statistic Agent (Badan Pusat Statistik), the data is Gross Domestic Product (GDP) of West Java and district/cities on Region III Cirebon based on constant price 2000 in business field without oil and gas. This research uses data analysis method that takes Location Quotients (LQ), Shift Share approach model Esteban Marquillas, Typology of Sectoral and Regional Typology. Result of this research show that on the LQ analysis that manufacturing sector is non base sector on Region III Cirebon. Sectors that have competitive and speacialities on Region III Cirebon are mining and quarrying sector except on Cirebon City because this sector doesnt exsist there. Based on typology of sectoral, sectors that need to be developed for spur economic growth are building/construction; manufacturing; and electricity, gas, and water sector on Indramayu, Kuningan and Majalengka district. Meanwhile, based on Regional Typology only Cirebon City classified on fast forward area and other four district classified as the relative left behind area because economic growth and income in this area relative slowly than reference are is West Java Province. Keywords: Economic sectors GDRP of West Java and districts/cities on Region III Cirebon, Location Quotient (LQ), Shift-Share Esteban Marquillas, Typology of Sectoral, and the Regional Typology. iii

9 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari sektor-sektor ekonomi Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan data time series yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, yaitu data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat dan lima Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tanpa minyak dan gas bumi. Penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan alat analisis Location Quatient (LQ), Shift Share model pendekatan Esteban Marquillas, Tipologi Sektoral, dan Tipologi Daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan berdasarkan analisis LQ bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor non basis di Wilayah III Cirebon. Sektor yang memiliki dominasi keunggulan kompetitif dan spealisasi di Wilayah III Cirebon adalah sektor pertambangan dan penggalian kecuali pada Kota Cirebon karena sektor ini tidak terdapat didalam wilayahnya. Berdasarkan tipologi sektoral, sektor yang perlu untuk dikembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi adalah sektor bangunan/konstruksi, sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas, dan air bersih yang terdapat pada kabupaten Indramayu, kabupaten Kuningan dan kabupaten majalengka. Sedangkan menurut tipologi daerah hanya Kota Cirebon yang berada dalam kategori daerah maju tapi tapi tertekan yang lainnya berada dalam kategori daerah relatif tertinggal karena laju pertumbuhan ekonomi dan pendapataan perkapitanya relatif lambat dari daerah acuan yaitu provinsi Jawa Barat. Kata Kunci : PDRB sektor-sektor ekonomi Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon, Location Quotient (LQ), Shift- Share Esteban Marquillas, Tipologi Sektoral dan Tipologi Daerah. iv

10 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada: 1. Ayah Edi Suhaedi dan Ibu Nining Suningsih, atas doa dan kasih sayang yang tidak terbatas kepada peneliti hingga saat ini, semoga Allah selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing I yang telah membantu penulis hingga skripsi ini selesai. 3. Ibu Fitri Amalia, S.Pd, M.Si. Selaku dosen pembimbing II yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan SE. MSc, selaku Ketua program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen penasehat akademik peneliti dari awal masa perkuliahan. v

11 5. Bapak Zaenal Muttaqin, selaku Sekertaris program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 6. Bapak Dr. Lukman dan Ibu Utami Baroroh M.Si selaku mantan Ketua dan Sekretaris program studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan khususnya program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, yang telah memberikan motivasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis selama penulisan skripsi dan masa perkuliahan. 8. Bilkisti Aulia dan Rafli Alfian selaku adik tersayang dari peneliti. 9. Keluarga besar H. Sujaya, terima kasih untuk support dan doanya yang tidak pernah henti kepada penulis. 10. Aldo Susanto selaku pimpinan dan sahabat serta team lainnya yang telah banyak membantu dan bekerja sama selama ini. 11. Annisa, Citra, Dimas P, Gunawan, Ichsan, dan Ratna P, terima kasih atas persahabatan dari awal kuliah hingga saat ini yang telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu memberikan semangat. 12. Aditya N.P, Dimas A.S, Rhomdon, teman-teman kelas B, rekan-rekan konsentrasi pembangunan dan seluruh angkatan IESP 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga tali silaturahmi kita tidak terputus. 13. Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah membalas semua kebaikan-kebaikan kalian. Penulis berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Jakarta, Juli 2014 Asep Fathurrohman vi

12 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH DAFTAR RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Konsep Pembangunan Ekonomi Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah a. Model Basis Ekspor (Export-base Model) b. Teori Pertumbuhan Cepat Yang Disinergikan c. Model Pertumbuhan Interrgional vii

13 d. Teori Tempat Sentral B. Penelitian Terdahulu C. Kerangka Pemikiran Teoritis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian B. Metode Penentuan Sampel C. Metode Pengumpulan Data D. Metode Analisis Data LQ (Location Quotient) Shift Share Tipologi Sektoral E. Definisi Operasional Variabel Penelitian BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian Pembentukan Wilayah III Cirebon Letak Geografis Demografi Kondisi Perekonomian Wilayah III Cirebon B. Pembahasan Analisis Location Quotient (LQ) a. Sektor Pertanian b. Sektor Pertambangan dan Penggalian c. Sektor Industri Pengolahan d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih e. Sektor Bangunan/Konstruksi f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi viii

14 h. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan i. Sektor Jasa-jasa Lainnya Analisis Shift-Share Tipologi Sektoral Tipologi Daerah BAB V KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

15 DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Halaman 1.1 Perbandingan luas wilayah dan jumlah penduduk Provinsi se-jawa 4 Tahun Kontribusi rata-rata kabupaten/kota dalam pembentukan ekonomi 7 Jawa Barat tahun tanpa minyak dan gas bumi 1.3 PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Wilayah 8 III Cirebon Provinsi Jawa Barat atas dasar harga konstan PDRB atas dasar harga konstan rata-rata Wilaya III Cirebon 10 Menurut lapangan usaha tahun Penelitian terdahulu Makna Tipologi Sektor Ekonomi Tabel operasional variabel Luas wilayah (Km 2 ) kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon Jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk Wilayah III 60 Cirebon tahun Distribusi Persentase PDRB Wilayah III Cirebon menurut sektor atas 61 Dasar Harga Konstan Tahun 2000 tahun (dalam persen) 4.4 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor pertanian 63 Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor pertambangan dan 64 penggalian Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor industri pengolahan 65 Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor listrik, gas, dan air 66 bersih Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor bangunan/ 66 konstruksi Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor perdagangan, hotel, 67 Dan restoran Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor pengangkutan dan 67 Komunikasi Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor keuangan, persewaan 71 dan jasa perusahaan Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun x

16 4.12 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) sektor jasa-jasa 68 lainnya Kabupaten/kota Wilayah III Cirebon tahun Hasil perhitungan rata-rata analisis Location Quetiont (LQ) Kabupaten/ 68 Kota di Wilayah III Cirebon tahun Komponen Pertumbuhan Propotional Shift (Pj) rata-rata kabupaten/ 69 Kota di Wilayah III Cirebon tahun Komponen Pertumbuhan Differential Shift (Dj) rata-rata kabupaten/ 73 Kota di Wilayah III Cirebon tahun Hasil perhitungan Shift-Share model Esteban Marquillas identifikasi 74 keunggulan spealisasi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon tahun Hasil perhitungan Shift-Share model Esteban Marquillas identifikasi 75 keunggulan kompetitif kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon tahun Makna tipologi sektoral Pembagian sektor ekonomi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon 81 Berdasarkan tipologinya 4.20 Pertumbuhan PDRB dan pendapatan PDRB per kapita kabupaten/ 85 Kota di Wilayah III Cirebon tahun xi

17 DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 1.1 Struktur perekonomian Jawa Barat tahun Kerangka berpikir analisis potensi pertumbuhan ekonomi 39 Sektoral kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon 4.1 Peta Wilayah III Cirebon (Ciayumajakuning) 58 xii

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Keterangan Halaman I II III IV V VI VII VIII IX Produk Regional Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Provinsi Jawa Barat Tahun Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten Cirebon Tahun Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten Indramayu Tahun Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten Kuningan Tahun Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten Majalengka Tahun Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kota Cirebon Tahun Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota di Wilayah III Cirebon dan Provinsi Jawa Barat Tahun Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Cirebon Tahun Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Cirebon Tahun Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten Cirebon Tahun xiii

19 X XI Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Indramayu Tahun Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Indramayu Tahun Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten Cirebon Tahun XII XIII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Kuningan Tahun Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Kuningan Tahun Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten Kuningan Tahun XIV XV Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Majalengka Tahun Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Majalengka Tahun Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten Majalengka Tahun XVI XVII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Cirebon Tahun Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Cirebon Tahun Location Quotient (LQ) Rata-rata Kota Cirebon Tahun XVIII Hasil Perhitungan Location Quotient (LQ) Rata-rata Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Tahun XIX Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Cirebon Tahun dan Tahun XX Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Cirebon Tahun dan Tahun xiv

20 XXI Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Cirebon Tahun dan Tahun XXII Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif Kabupaten Cirebon Tahun XXIII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Indramayu Tahun dan Tahun XXIV Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Indramayu Tahun dan Tahun XXV Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Indramayu Tahun dan Tahun XXVI Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif Kabupaten Indramayu Tahun XXVII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Kuningan Tahun dan Tahun XXVIII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Kuningan Tahun dan Tahun XXIX Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Kuningan Tahun dan Tahun XXX Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif Kabupaten Kuningan Tahun XXXI Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di xv

21 Kabupaten Majalengka Tahun dan Tahun XXXII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Majalengka Tahun dan Tahun XXXIII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kabupaten Majalengka Tahun dan Tahun XXXIV Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif Kabupaten Majalengka Tahun XXXV Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kota Cirebon Tahun dan Tahun XXXVI Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kota Cirebon Tahun dan Tahun XXXVII Perhitungan Shift-Share Tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Menurut Sektor di Kota Cirebon Tahun dan Tahun XXXVIII Hasil Perhitungan Shift-Share Model Esteban Marquillas Identifikasi Spealisasi dan Kompetitif Kota Cirebon Tahun XXXIX Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kabupaten Cirebon [Eij*(rin-rn)] Tahun XL Perhitungan Differential Shift (Dj) Kabupaten Cirebon [E ij*(rin-rin)] Tahun XLI Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kabupaten Cirebon Tahun Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kabupaten Cirebon Tahun XLII Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kabupaten Indramayu [Eij*(rin-rn)] Tahun XLIII Perhitungan Differential Shift (Dj) Kabupaten Indramayu [E ij*(rin-rin)] Tahun xvi

22 XLIV Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kabupaten Indramayu Tahun Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kabupaten Indramayu Tahun XLV Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kabupaten Kuningan [Eij*(rin-rn)] Tahun XLVI Perhitungan Differential Shift (Dj) Kabupaten Kuningan [E ij*(rin-rin)] Tahun XLVII Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kabupaten Kuningan Tahun Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kabupaten Kuningan Tahun XLVII Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kabupaten Majalngke [Eij*(rin-rn)] Tahun XLIII Perhitungan Differential Shift (Dj) Kabupaten Majalengka [E ij*(rin-rin)] Tahun XLIV Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kabupaten Majalengka Tahun Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kabupaten Majalengka Tahun XLV Perhitungan Propotional Shift (Pj) Kota Cirebon [Eij*(rin-rn)] Tahun XLVI Perhitungan Differential Shift (Dj) Kota Cirebon [E ij*(rin-rin)] Tahun XLVII Hasil Rata-rata Propotional Shift (Pj) Kota Cirebon Tahun Hasil Rata-rata Differential Shift (Dj) Kota Cirebon Tahun XLVIII Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak dan Gas Bumi Kabupaten dan Kota di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat Tahun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak dan Gas xvii

23 Bumi Per Kapita Kabupaten dan Kota di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat Tahun xviii

24 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2003). Lahirnya Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional merupakan landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan agar tujuan pembangunan dapat tercapai melalui perencanaan yang strategis berdasarkan permasalahan yang ada. Peraturan ini merupakan suatu kesatuan tata cara pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggaraan pemerintahan di Pusat dan Daerah dengan melibatkan masyarakat. Pembangunan nasional tidak terlepas dari pembangunan daerah-daerah yang ada di dalamnya, memasuki era otonomi telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk menentukan arah pembangunan daerahnya sesuai landasan hukum UU. No.22 Tahun 1999 (sekarang UU tersebut diganti dengan UU. No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintah Daerah dan UU. No.25 Tahun 1999 (sekarang diganti dengan 1

25 UU No.33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Pembangunan biasanya terfokus pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan produksi barang atau jasa yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto (PDB) untuk skala nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk skala Provinsi, Kabupaten atau Kota.Dengan kekuasaan yang dimiliki, daerah dapat mengelola dan memecahkan masalah pembangunan di daerah, terbukanya peluang usaha untuk menggali potensi daerah dan pengembangan ekonomi daerah untuk membangun daya saing, sehingga secara nasional dan global Indonesia dapat berkiprah dengan kemampuan daya saing yang kokoh dengan negara-negara lain. Dalam memasuki era otonomi daerah, kerjasama ekonomi antar daerah menjadi semakin penting. Melalui kerjasama ini, kelebihan suatu daerah akan dapat dimanfaatkan oleh daerah lainnya. dengan demikian, pemanfaatan sumber daya yang tersedia akan menjadi lebih baik dan efisien sehingga pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dimasing-masing daerah akan dapat pula ditingkatkan. Peran masyarakat dan pemerintah dalam membangun daerah dapat terlaksana dengan kondusif melalui otonomi daerah demi tercapainya kemakmuran penduduk, dengan mempertimbangkan segenap potensi, sumber daya, serta faktor-faktor lainnya, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. (Dyah,dkk:2011) Indonesia telah sejak lama menerapkan konsep wilayah pembangunan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang terpadu dan seimbang. Pada 2

26 tingkat nasional, wilayah pembangunan tersebut dinamakan Wilayah Pembangunan Utama (WPU) yang menggabungkan beberapa propinsi yang mempunyai kondisi yang relatif sama dan kegiatan ekonomi dan sosialnya saling berkaitan erat. Pada tingkat propinsi dinamakan Wilayah Pembangunan (WP) yang menggabungkan beberapa kabupaten dan kota yang saling terkait. Sedangkan pada tingkat kabupaten dan kota juga terdapat pula Sub Wilayah Pembangunan (SWP) yang menggabungkan beberapa kecamatan yang potensinya relatif sama dan kegiatan sosial-ekonominya saling terkait satu sama lainnya (Sjafrizal, 2008:244) Arsyad (2002) mengatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan indurti-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan lapangan kerja. Jika dilihat dari kemakmuran daerah suatu daerah, maka daerah satu dengan daerah lainnya tidak akan sama walaupun berada dalam satu provinsi. Kontribusi Produk Domsetik Bruto (PDB) Nasional masih didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa yaitu sebesar 57,62% dengan kontribusri terbesar dari DKI Jakarta 16,40%, Jawa Timur 14,88%, dan Jawa Barat 14,07% dengan kata lain jika ketiga provinsi ini diakumulasikan maka telah membentuk PDB Indonesia sebesar 45,35% atau PDRB Pulau Jawa sebesar 78,7% (BPS 2012). Besarnya PDRB ketiga provinsi tersebut tentunya tidak terlepas dari peran pemerintah, partisipasi masyarakat serta potensi daerahnya. Dalam tabel 1.1 3

27 menunjukan Jawa Barat sebagai provinsi yang paling banyak penduduknya di Pulau Jawa sekaligus Indonesia yaitu sebanyak jiwa dengan luas wilayah yang cukup besar seluas ,76 Km 2 seperti dalam Tabel 1.1 berikut : Tabel 1.1 Perbandingan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Provinsi se-jawa Tahun 2010 No Wilayah Luas Wilayah (Km 2 ) Jumlah Penduduk (Jiwa) 1 Banten 9.662, DI Yogyakarta 3.185, DKI Jakarta 664, Jawa Barat , Jawa Tengah , Jawa Timur , Sumber data : BPS-Statistik Indonesia 2011 Selain itu, wilayah Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Indonesia yakni DKI Jakarta juga memberi kontribusi terhadap beberapa daerah di Jawa Barat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat dalam rentang periode 2007 sampai 2012 setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 PDRB Jawa Barat Sebesar Milyar Rupiah dan pada tahun 2012 menjadi Milyar Rupiah, hal ini berarti PDRB Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 32,9% dalam kurun waktu 6 tahun. Secara sektoral, tiga sektor yang paling banyak berperan dalam pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2012 adalah sektor industri pengolahan (35,79%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (23,90%) dan sektor pertanian (11,52%). Kontribusi ketiga sektor tersebut mencapai 71,21% dari total pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun Dalam gambar 1.1 memperlihatkan kontribusi masing-masing sektor terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat tahun 2012 : 4

28 Gambar 1.1 Struktur Perkonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 (Persen) Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan : 2,95% 3% Pengangkutan & Komunikasi : 7,79% 8% Sumber : Badan Pusat Statisik Secara kewilayahan penduduk Jawa Barat terkonsentrasi pada daerahdaerah industri seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukan bahwa daerah industri masih memiliki daya tarik bagi penduduk dari desa untuk mencari pekerjaan. Jawa Barat yang memiliki luas yang cukup besar serta kuantitas penduduk yang banyak dan terdiri dari 21 Kabupaten dan 6 Kota ini mengutamakan aspek kewilayahan sehingga visi Jawa Barat yaitu Jawa Barat Maju dan Sejahtera untuk Semua dapat tercapai. Hal ini tercermin dengan pembagian Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) dan Wilayah Pengembangan (WP) berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Konstruksi : 4,29% 4% Jasa-jasa : 9,4% 9% Perdagangan, Hotel, & Restoran : 23,9% 24% Pertani an : 11,52% 12% Industri Pengolahan : 35,79% 36% Pertambangan & Penggalian : 1,86% 2% Listrik, Gas, & Air Bersih : 2,51% 2% 5

29 Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) diatur oleh suatu Badan Koordinasi Wilayah dengan tugas pokok, fungsi memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas Pemerintahan, Perekonomian dan Kesejahtraan Sosial di wilayah kerja yang sama dengan wilayah kerja Pembantu Gubernur sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Daerah nomor 47 tahun 2007 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat agar Eksistensi dan peran lembaga koordinasi antar Kabupaten dan Kota dipertahankan dan ditingkatkan dengan penguatan aspek kewilayahan. (BKPP Wilayah III Cirebon) Wilayah Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan Provinsi Jawa Barat terbagi menjadi 4 wilayah, pembagian wilayah ini diharapkan masing-masing Kabupaten dan Kota yang berada dalam suatu wilayah tersebut dapat memperoleh efektifitas dan efisiensi serta sinergitas pembangunan. Berbeda dengan Wilayah Pengembangan yang terbagi menjadi 6 wilayah dimana klasifikasinya berdasarkan pengembangan potensi wilayah yang ada. Setiap wilayah koordinasi memiliki karakteristik tersendiri dibanding wilayah lain sehingga perlakuan pembangunannya disesuaikan dengan kondisi wilayah tersebut. Perencanaan pembangunan kewilayahan dimaksudkan untuk lebih mendapatkan tujuan dan sasaran pembangunan kepada user atau pemanfaat pembangunan itu sendiri. Secara komulatif pembangunan kewilayahan tersebut menjadi pembangunan Provinsi Jawa Barat. Dalam tabel 1.2 dibawah ini memperlihatkan pembagian kewilayahan koordinasi Provinsi Jawa Barat serta kontribusi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat terhadap pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat. 6

30 Tabel 1.2 Kontribusi Rata-rata Kabupaten/Kota dalam Pembentukan Ekonomi Jawa Barat Tahun (Persen) Tanpa Minyak dan Gas Bumi Wilayah Kabupaten/Kota Kontribusi Jumlah Kab. Bogor 10,93 Kab. Cianjur 2,78 Wilayah I Kab. Sukabumi 2,84 Kota Bogor 1,60 20,97 Kota Depok 2,18 Kota Sukabumi 0,64 Kab. Bekasi 18,17 Kab. Karawang 7,04 Wilayah II Kab. Purwakarta 2,43 35,05 Kab. Subang 2,18 Kota Bekasi 5,22 Kab. Cirebon 2,71 Kab. Indramayu 2,54 Wilayah III Kab. Kuningan 1,33 9,80 Kab. Majalengka 1,45 Kota Cirebon 1,77 Kab. Bandung 7,21 Kab. Bandung Barat 2,69 Kab. Ciamis 2,48 Kab. Garut 3,71 Kab. Pangandaran - Wilayah IV Kab. Sumedang 1,88 34,18 Kab. Tasikmalaya 1,84 Kota Bandung 10,65 Kota Banjar 0,25 Kota Cimahi 2,18 Kota Tasikmalaya 1,30 Jumlah Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah) Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa kabupaten/kota yang terbesar dalam pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun adalah Kabupaten Bekasi (18,17%) yang berada di wilayah II, Kabupaten Bogor (10,93%) di wilayah I dan Kota Bandung (10,65%) di wilayah I. Sedangkan untuk kontribusi kabupaten/kota terendah di Provinsi Jawa Barat adalah Kota Banjar dengan kontribusi 0,25 persen dalam periode tahun

31 Jika ditinjau dari segi pembagian wilayah koordinasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Wilayah III Cirebon yang terdiri Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramyu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, dan Kota Cirebon (Ciayumajakuning) merupakan wilayah dengan kontribusi terendah yaitu sebesar 9,80%. Rendahnya kontirbusi Wilayah III Cirebon terhadap pembentukan ekonomi Jawa Barat dapat disebabkan dari letak geografis wilayah ini yang berada di paling timur Jawa Barat. Berbeda dengan wilayah lain yang memiliki beberapa kabupaten/kota yang secara wilayah memiliki keunggulan komparatif dibanding dengan kabupaten/kota yang terdapat di Wilayah III Cirebon. Kabupaten / Kota Tabel 1.3 PDRB & Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 PDRB Tahun 2006 (Miliar Rp) Persentase (%) kab/kota thdp Wilayah III Prov. Jabar PDRB Tahun 2012 (Miliar Rp) Persentase (%) kab/kota thdp Wilayah III Prov. Jabar Laju Pertumbuhan Ekonomi Rata-rata (%) Kab. Cirebon ,72 2, ,93 27,44 2,51 5,67 Kab. Indramayu 6.132,97 24,61 2, ,01 26,53 2,43 6,84 Kab. Kuningan 3.308,54 13,27 1, ,04 13,43 1,23 5,40 Kab. Majalengka 3.610,23 14,85 1, ,33 14,61 1,34 5,33 Kota Cirebon 5192,35 21,00 2, ,25 17,99 1,65 2,17 Wilayah ,0 III Cirebon , , ,16 5,14 Jawa Barat , ,65 6,18 Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah) 8

32 Berdasarkan tabel 1.3, Kabupaten Cirebon adalah daerah yang memiliki PDRB tertinggi pada tahun 2007 dan tahun 2010, namun laju pertumbuhan ekonomi tertinggi di Wilayah III Cirebon ialah Kabupaten Indramayu sebesar 6,84 persen dan Kota Cirebon adalah daerah dengan laju pertumbuhan ekonomi terendah yaitu sebesar 2,17 persen. Laju pertumbuhan Wilayah III Cirebon pada tahun adalah sebesar 5,14 persen, Namun jika dirata-ratakan, kontribusi Wilayah III Cirebon mengalami penurunan sebesar 1,21 persen bedasarkan PDRB total kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon terhadap pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Wilayah Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan (WKPP) atau Wilayah Pengembangan (WP), Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kota Cirebon (Ciayumajakuning) berada dalam katergori yang sama. Wilayah III Cirebon merupakan fokus pembangunan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dalam pembangunan di kawasan timur Jawa Barat. Secara sektoral Wilayah III Cirebon berdasarkan tabel 1.4, dominasi sektor primer sangat terlihat yaitu pada sektor pertanian. Dari 5 Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon, keempat kabupatennya merupakan wilayah yang kontirbusi sektor pertaninannya paling besar di wilayahnya, kecuali Kota Cirebon yang hanya memiliki kontribusi sektor pertanian sebesar 0,36%. Jika ditinjau dari akumulasi di Wilayah III Cirebon, maka sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memiliki kontribusi paling besar yaitu sebesar 26,97% disusul dengan sektor pertanian 26,72% dan sektor industri pengolahan 14,07%. Dalam RPJMD Jawa 9

33 barat , Wilayah III Cirebon yang juga merupakan Wilayah Pengembangan Ciayumajakuning ini memiliki potensi yang perlu dikembangakan yaitu dalam sektor agribisnis, agroindustri, perikanan, pertambangan dan pariwisata. Tabel 1.4 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Rata-rata Wilayah III Cirebon Menurut Lapangan Usaha Tahun (dalam Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Kab. Cirebon Kab. Indramayu Kab. Kuningan Kab. Majalengk a Kota Cirebon Pertanian 2.307, , , ,49 19,05 Pertambangan dan Penggalian 30,90 19,77 27,33 87,65 0,00 Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan/ Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.122,15 323,83 85,98 721, ,96 167,80 58,55 16,95 29,76 114,90 570,86 225,18 171,80 203,24 258, , ,17 867,88 865, ,95 464,18 493,40 296,14 275,04 756,55 342,17 196,74 242,60 242,25 403,75 Jasa-jasa 983,45 639,99 814,89 574,73 424,11 Total 7.777, , , ,44 Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah) Dari uraian diatas terlihat bahwa sektor yang berkontribusi terhadap pembentukan ekonomi di Wilayah III Cirebon mayoritas pada sektor pertaninan, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu Jawa Barat sebagai provinis juga sektor- 10

34 sektor pembentuk perekonomiannya di dominasi oleh ketiga sektor yang sama seperti Wilayah III Cirebon sebagaimana yang terlihat pada gambar 1.1. Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat tahun 2013 Wilayah III Cirebon merupakan wilayah yang potensial dalam pengembangan sektor agribisnis, agroindustri, perikanan, pertambangan dan pariwisata. Selain itu, Wilayah III Cirebon merupakan salah satu wilayah pengembangan kawasan metropolitan di Jawa Barat untuk percepatan pembangunan ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan pembangunan di Jawa Barat. (RPJMD Jawa Barat 2013, VII-11) Oleh karena itu, maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui potensi serta identifikasi sektor-sektor ekonomi daerah kabupaten dan kota yang berada di wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat sebagai pedoman dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat dalam era otonomi daerah. Peneliti mengambil judul penelitian Analisis Potensi Sektoral Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Tahun B. Perumusan Masalah Pembangunan nasional terbentuk dari kontribusi pembangunan daerahdaerah didalamnya baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Otonomi daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam menentukan arah pembangunan daerahnya agar mampu meningkatkan motivasi daerah untuk memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi. Hal ini apabila dibiarkan akan menyebabkan terjadinya kesenjangan antar daerah karena daerah yang 11

35 memiliki potensi yang melimpah akan semakin kaya sedangkan untuk daerah yang memiliki potensi terbatas akan semakin miskin. (Agata:2013) Salah satu kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu membentuk Badan Koordinasi Pemerintah dan Pembangunan (BKPP) wilayah untuk memimpin wilayah yang telah di tetapkan oleh Pemerintah Jawa Barat sebagai kepanjangan tangan Gubernur dan miniatur dari Provinsi Jawa Barat. Selain itu, Pemerintah Jawa Barat juga membagi beberapa wilayah pengembangan yang berdasarakan potensi wilayah yang ada. Mengacu pada latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang akan dikaji adalah : 1. Sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing bagi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon? 2. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif, spesialisasi bagi masing-masing kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon? 3. Sektor-sektor dan daerah mana saja yang dapat di kembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dasar latar belakang dan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon 12

36 2. Mengetahui sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing spesialisasi dan kompetitif bagi masing-masing kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon. 3. Mengetahui sektor-sektor dan daerah mana saja yang dapat di kembangkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk : 1. Untuk pemerintah a. Mengevaluasi arah kebijakan ekonomi pemerintah daerah, terutama dalam rangka perencanaan ekonomi makro regional dalam menghadapi era otonomi daerah di Wilayah III Cirebon. b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pemerintah daerah untuk penetapan kebijakan yang akan datang yang akan berkaitan dengan pembangunan regional. 2. Untuk akademisi sebagai bahan penelitian berikutnya yang terkait. 3. Untuk penulis sebagai pengembangan dan pelatihan diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh. 13

37 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep Pembangunan Ekonomi Penjelasan tentang definisi atau pengertian pembangunan ekonomi banyak dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi. Menurut Arsyad (2010:6), pembangunan ekonomi adalah proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari pengertian tersebut mengandung arti yaitu (1) suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus (2) usaha untuk menaikan pendapatan per kapita dan (3) kenaikan perndapatan per kapita itu berlangsung dalam jangka panjang (4) perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (mislanya ekonomi, politik, sosial, dan budaya). Menurut Okun dan Richardson dalam Jhingan (2012:7), pembangunan ekonomi adalah perbaikan perbaikan terhadap kesejahteraan material yang terus-menerus dan berjangka panjang yang dilihat dari lancarnya distribusi barang dan jasa. Pembangunan ekonomi dipandang sebagai suatu proses dimana pendapatan nasional nyata per kapita naik dibarengi dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan pemenuhan keinginan masyarkat secara keseluruhan. Menurut Schumpeter dalam Sukirno (2006:251) pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis dan gradual, tetapi 14

38 merupakan proses yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Berdasarkan pengertian tersebut pembangunan ekonomi terjadi secara berkelanjutan dari waktu ke waktu dan selalu mengarah positif untuk perbaikan segala sesuatu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Industri dan perdagangan akan menunjukkan segala kreatifitas dalam pembangunan ekonomi dengan penggunaan teknologi industri serta dengan adanya perdagangan akan tercipta kompetisi ekonomi. Dalam Sukirno (2006:10), pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan. Arti dari pernyataan tersebut adalah pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak hanya diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat. 2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2004:4), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi 15

39 keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan masalah negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal. Menurut Simon Kuznets dalam M.L Jhingan (2004:57) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus-menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya. Pertumbuhan ekonomi dalam Sukirno (2006:9) sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRBpada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB tahun sebelumnya (PDRB t-1). Laju Pertumbuhan Ekonomi = PDRB t PDRB t -1 x100% PDRBt-1 Menurut Arsyad (2010:270) Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut : a. Akumulasi modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan 16

40 diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru dan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada. b. Pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang tergantung kepada kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan memperkerjakan tenaga kerja secara produktif. c. Kemajuan teknologi menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional. 3. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Badan Pusat Statistik (2011:3) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan agregat nilai tambah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh aktivitas ekonomi di suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. PDRB dapat dihitung dengan menggunakan dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menunjukan agregat nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan agregat nilai tambah barang dan jasa yang dihitung 17

41 menggunakan harga pada suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Dalam publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), tahun yang digunakan untuk menghitung PDRB atas dasar harga konstan adalah tahun Dari dua cara perhitungan PDRB tersebut, dapat diperoleh beberapa indikator ekonomi makro yang biasa digunakan oleh berbagai kalangan seperti pemerintah, peneliti, maupun masyarakat baik individu maupun dunia usaha. Indikator ekonomi makro tersebut antara lain adalah Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), struktur perekonomian, dan PDRB per kapita. Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode langsung dan tidak langsung (alokasi) (BPS, 2011:5-6): 1) Metode langsung Metode langsung ini dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Seperti sudah disebutkan diatas, penghitungan PDRB secara langsung bisa dihitung dengan cara: a. Pendekatan produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun. b. Pendekatan pendapatan,adalah pendekatan yang dilakukan dengan menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi: 18

42 1) Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja) 2) Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah) 3) Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal) 4) Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill) c. Pendekatan pengeluaran, adalah model pendekatan dengan caramenjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa, yaitu: 1) Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swastayang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah. 2) Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap bruto. 3) Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto. Dengan menggunakan metode tidak langsung (Metode Alokasi), model pendekatan ini digunakan karena kadang-kadangdengan data yang tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakanpenghitungan pendapatan regional dengan menggunakan metodelangsung seperti tiga cara di atas, sehingga dipakai metode alokasi ataumetode tidak langsung. PDRB disajikan dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan, PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunnya. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada 19

43 suatu tahun tertentu (tahun dasar), dalam penelitian ini, penghitungan yang digunakan adalah tahun 2000 sebagai tahun dasar. Dalam BPS Provinsi Jawa Barat (2012:6) terdapat penghitungan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan, bisa dihitung dengan empat cara, yaitu 1) Revaluasi. Yaitu dengan cara menilai produksi dan biaya antara masingmasing tahun dengan harga pada tahun dasar Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara perhitungan di atas. 2) Ekstrapolasi. Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 2000diperoleh dengan mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 2000 dengan indeks produksi. Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan atau indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap dengan jenis kegiatan yang dihitung. 3) Deflasi. Nilai tambah atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga yang berlaku masing-masing tahundengan indeks harga. Indeks harga yang digunakansebagai deflator biasanya merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar dan sebagainya. 4) Deflasi berganda. Dalam deflasi berganda ini, yang di deflasi adalah output dan biaya antaranya, sedamgkan nilai tambah diperoleh dari 20

44 selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar. 4. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan daerah Menurut Schumpter (The Theory of Economic Development, 1911), perkembangan adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedang pertumbuhan adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. (Rahardjo, 2013:35) Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Arsyad, 2005:108) Menurut Michael E. Porter (1990), strategi pembangunan daerah seharusnya didasarkan pada keunggulan kompetitif (competitive advantage) dimana unsur ini lebih mengutamakan unsur kreatifitas, teknologi dan kualitas manusia yang dikombinasikan menjadi suatu kegiatan usaha yang 21

45 mempunyai daya saing yang tinggi dengan daerah lainnya berbeda dengan unsur keunggulan komparatif yang bersifat tradisional yang hanya didasarkan pada perbedaaan sumber daya alam yang dimiliki. (Sjafrizal, 2008:235) Dalam perencanaan pembangunan suatu wilayah, terdapat dua cara pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan daerah. Pendekatan sektoral yaitu memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut, sedangkan pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. (Tarigan, 2005:33) a. Model Basis Ekspor (Export-base Model) Model ini mula-mula diperkenalkan oleh Douglas C. North pada tahun Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang dimiliki daerah bersangkutan. Bila daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan dapat ditingkatkan. Hal ini terjadi karena peningkatan ekspor tersebut akan memberikan dampak berganda (multiplier effect) kepada perekonomian daerah. (Sjafrizal, 2008:87) Model ini Teori pertumbuhan yang dikembangkan oleh Evsey Domar dan sir Roy F.Harrod. Pada hakikatnya teori Harrod-Domar merupakan pengembangan dari teori makro Keynes. Keynes dianggap tidak lengkap karena tidak mengungkapkan masalah-masalah ekonomi 22

46 dalam jangka panjang. Dengan kata lain teori ini berusaha menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth). Menurut teori Harrod- Dommar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui proses akumulasi tabungan. (Arsyad, 2010:84) Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu: 1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh. 2) Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga daan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada. 3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dengan titik nol. 4) Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS) besarnya tetap, demikian jugarasio antara modal-output (Capital Output Ratio=COR) dan rasio pertambahan modal-output (Incremental Capital-Output Ratio=ICOR). (Arsyad, 2010:84) Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang 23

47 mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = k= n, Dimana : g = Growth (tingkat pertumbuhan output) k = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal output). Tarigan ( 2005:49). b. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat yang Disinergikan Samuelson pada tahun 1955 dalam Tarigan (2007:55) memperkenalkan teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike). Teori ini menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk dikembangkan. Artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian yang cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus dapat menembus dan mampu bersaing pada pasar yang lebih luas. Perkembangan sektor 24

48 tersebut akan mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektorsektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung sehingga pertumbuhan sektor yang satu mendorong pertumbuhan sektor yang lain, begitu juga sebaliknya. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat. Dalam kaitan itu, salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam melihat dan mengidentifikasi lapangan usaha atau sektor ekonomi unggulan serta menganalisis perkembangan sektor-sektor ekonomi daerah, khususnya di kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon terhadap sektor-sektor yang sama pada tingkat Provinsi Jawa Barat. c. Model Pertumbuhan Interregional (perluasan dari teori basis) Model ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu model basis ekspor hanya membahas daerah tersebut tanpa memperhatikan daerah tetangga. Model ini memasukan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat pada sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. (Tarigan, 2007:58). Teori basis merupakan bentuk model pendapatan yang paling sederhana dan dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas struktur daerah yang bersangkutan, selain itu teori ini juga memberikan 25

49 landasan yang kuat bagi studi pendapatan regional dan juga dapat digunakan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah. Terdapat beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah, sebagai berikut: a) Analisis Shift Share (SS) Analisis Shift Share (SS) merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkanya dengan daerah yang lebih besar (region/nasional). Analisis SS, memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yitu: 1) Pertambahan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan. 2) Pergeseran proposional merupakan perbedaan antara pertumbuhan daerah dengan menggunakan pertumbuhan kabupaten/kota sektoral dan pertumbahan daerah dengan menggunakan pertumbuhan provinsi. Kabupaten/kota dapat tumbuh lebih cepat/lebih lambat dari rata-rata provinsi jika mempunyai sektor atau industri yang tumbuh lebih cepat/lambat dari kabupaten/kota. Dengan demikian, perbedaan laju 26

50 pertumbuhan dengan nasional disebabkan oleh komposisi sektor yang berbeda. 3) Pergeseran diferensial, digunakan untuk menentukan seberapa jauh daya asing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. b) Location Quotient (LQ) Dalam Tarigan (2007:60) Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah (Location Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : (1) Sektor Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan. (2) Sektor Non Basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri. Dasar pemikiran analisis ini adalah teori economic base yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang barang danjasajasa untuk pasar di daerah maupun diluar daerah yangbersangkutan, maka penjualan keluar daerah akan menghasilkanpendapatan bagi daerah tersebut.terjadinya arus pendapatan dari luar daerah ini menyebabkanterjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah tersebut, danpada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakankesempatan kerja baru.(tarigan, 2005:60) 27

51 Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya menaikkan permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikan permintaan akan sektor non basis. Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada sektor yang bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor non basis merupakan investasi yang didorong sebagai akibat dari kenaikan sektor basis. d. Teori Tempat Sentral Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota. (Prasetyo Soepono 2000:415). Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaaan. Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerahdaerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah. 28

52 B. Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya dari Lio Andi Prasetia, Neni Widayaningsih, dan Emmy Saraswati (2011) dengan judul keunggulan dan spesialisasi di wialayah kabupaten Wonosobo tahun (pendekatan Esteban Marquillas). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tentang Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Wonosobo tahun yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten Wonosobo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kabupaten Wonosobo terspealisasi pada sektor pertanian; pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Kabupaten wonosobo tidak mempunyai sektor yang memiliki keunggulan kompetitif. Penelitian dari Janaranjana Herath, Tesfa G. Gebremedhin dan Blessing M. Maumbe (2012) dengan judul A Dynamic Shift Share Analysis of Economic Growth in West Virginia. Studi menggunakan data Ketenagakerjaan selama 38 tahun dari 1970 hingga 2007 untuk analisis empiris. Hasil mengindikasikan bahwa pertanian, pertambangan dan manufaktur tidak lagi tulang punggung perekonomian West Virginia. Tiga sektor menunjukkan pekerjaan menurun dalam periode 38 tahun. Layanan dan keuangan asuransi dan real estat adalah sektor yang paling kuat memberikan kontribusi 91 persen pertumbuhan pekerjaan dari 1970 hingga Selain dua sektor, sektor perdagangan besar dan eceran dan konstruksi menunjukkan positif pertumbuhan ekonomi. Identifikasi investasi prioritas 29

53 dalam sektor-sektor ini potensi dan pelaksanaan rencana kebijakan pembangunan daerah komprehensif pasti akan mempercepat pertumbuhan ekonomi West Virginia. Analisis potensi pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan strategis Tangkallangka (2013) yang diteliti oleh Agata Febrina Panjiputri menggunakan alat analisis Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Overlay, Tipologi Klassen, Shift-Share, Gravitasi, dan SWOT dengan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 menurut pembagian kawasan strategis Jawa Tengah tahun , pendapatan perkapita, jumlah penduduk, dan jarak antar wilayah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kabupaten Batang masuk kedalam kategori daerah relatif tertinggal. Kota Pekalongan masuk kedalam kategori daerah maju dan cepat tumbuh. Kabupaten Pemalang dan Kajen masuk kedalam kategori daerah berkembang cepat. Kabupaten Batang tidak memiliki sektor unggulan yang memiliki daya saing kompetitif dan komparatif. Kota Pekalongan memiliki sektor unggulan yang memiliki daya saing kompetitif dan komparatif di sektor bangunan, perdagangan dan keuangan. Kabupaten Pemalang memiliki sektor unggulan yang memiliki daya saing kompetitif dan komparatif di sektor perdagangan. Kajen memiliki sektor unggulan yang memiliki daya saing kompetitif dan komparatif di sektor listrik. Kota Pekalongan adalah daerah yang berpotensi dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kawasan Strategis Tangkallangka karena memenuhi kriteria sebagai pusat pertumbuhan ekonomi: (1) masuk 30

54 kedalam kategori daerah maju dan cepat tumbuh (2) memiliki sektor unggulan yang memiliki daya saing komparatif dan kompetitif terbanyak yaitu sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (3) memiliki interaksi ekonomi yang kuat. Strategi yang digunakan untuk pengembangan Kota Pekalongan adalah strategi agresif. Santi Raya Siahaan (2010) dalam Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antara Pegunungan Daerah di Sumatera Utara menunjukkan Berdasarkan hasil analisis Index Williamson dapat disimpulkan bahwa daerah pegunungan Sumatera Utara pada periode mempunyai tingkat ketimpangan yang sangat rendah. Berdasarkan laju pertumbuhan rata-ratanya, Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai pertumbuhan negatip yaitu -0,6 persen, dimana merupakan pertumbuhan terendah. Pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kabupaten Pakpak Bharat yakni 6,00 persen. Dari hasil analisis tipologi daerah, dapat disimpulkan bahwa tidak ada kabupaten yang masuk dalam kategori daerah maju dan bertumbuh cepat. Ada dua kabupaten masuk dalam kategori daerah maju tetapi tertekan yaitu kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Karo, ada dua kabupaten masuk dalam kategori daerah sedang bertumbuh yaitu Kabupaten Humbang Hasundutan dan Pakpak Bharat. Kabupaten yang masuk dalam kategori daerah relatip tertinggal adalah Kabupaten Dairi, Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir. 31

55 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kampar masih ditopang oleh sektor primer seperti pertanian dan pertambangan. Diharapkan dengan terus meningkatnya kapasitas fiskal daerah dapat meningkatkan kegiatan pembangunan yang dapat mendorong berkembangnya sektor rill yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang terjadi bukan karena eksploitasi sumberdaya alam tetapi didorong oleh peningkatan produktifitas tenaga kerja. Faktor pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kampar yaitu sektor pertanian lebih disebabkan oleh membaiknya struktur ekonomi (53,24%), faktor luar (42,23%), dan kondisi spesifik daerah yang bersifat kompetitif (4,52%). Potensi pengembangan sektor pertanian masih cukup besar yang tercemin dari nilai rata-rata Index Location Qoutient untuk sektor pertanian sebesar 1,53. Potensi tersebut juga didukung oleh baiknya tingkat produktivitas lahan dan tenaga kerja. Produktivitas lahan pada tahun 2006 untuk lahan palawija sebesar 6,294 ton/ha, lahan sayur-sayuran sebesar 9,863 ton/ha, lahan buahbuahan 0,022 ton/ha dan lahan perkebunan sebesar 0,552 ton/ha. Kapasitas fiskal daerah menunjukkan kemampuan keuangan daerah dalam mendukung kegiatan pembangunan daerah. Dalam Analisis Data/Informasi Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kampar (2010) oleh Lapeti Sari. Dalam penelitian Shift-Share Analysis on International Tourism Competitiveness : A Case of Jiangsu Province oleh Shi Chunyun, Zhang Jie, Yang yang and Zhou Zhang (2007) yang menggunakan analisis Shift-Share menunjukkan Industri pariwisata terus mengalami kemajuan di China baik di 32

56 provinsi Jiangsu maupun daerah sekitar yang mempunyai pertumbuhan postif dibandingkan wilayah lainnya di China. Zhejiang merupakan daerah saingan yang penting bagi provinsi Jiangsu karena memiliki banyak kesamaan. Oleh karena itu provinsi Jiangsu perlu melakukan upaya-upaya dalam peningkatan industri pariwisata agar dapat bersaing dengan provinsi Zhejiang. Perbedaan penelitian ini dari jurnal analisis pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan diantara daerah pegunungan di Sumatera Utara oleh Santi Raya Siahaan adalah penelitan tersebut melihat kondisi ketimpangan tujuh kabupaten daerah pegunungan di Sumatera Utara agar dapat mengidentifikasi kondisi ketimpangan di wiayah tersebut sedangkan persamaannya adalah penggunaan tipologi daerah untuk mengklasifikasikan posisi masing-masing tujuh kabupaten tersebut. Aganta Febrina Panjiputri dengan judul Analisis Potensi Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Strategis Tangkallangka memiliki persamaan dalam penggunaan analisis Location Quotient (LQ), Shift-Share dan Tipologi daerah Klassen sedangkan perbedeaannya terletak pada penggunan analisi model rasio pertumbuhan, Overlay, model gravitasi dan analisis SWOT. Pengunaan analisis model rasio pertumbuhan dan overlay adalah untuk menganalisis keunggulan kompetitif dan komparatif dengan wilayah referensi. 33

57 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Peneliti Variabel Alat Analisis Hasil Penelitian 1 Keunggulan dan Spealisasi Ekonomi Wilayah di Kabupaten Wonosobo Tahun (Pendekatan Model Shift-Share Esteban Marquillas) (2011) 2 A Dynamic Shift Share Analysis of Economic Growth in West Virginia (2012) Lio Andi Prasetia, Neni Widayaningsih, dan Emmy Saraswati Janaranjana Herath, Tesfa G. Gebremedhin dan Blessing M. Maumbe Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Wonosobo Tahun Data ketenagakerjaan West Virginia tahun Shift-Share Esteban Marquillas Shift Share Sektor pertanian; pengangkutan dan komunikasi; dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif namun terspesialisasikan. Sedangkan, untuk sektor pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; bangunan/konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor jasa-jasa termasuk sektor yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif dan tidak terspesialisasikan. Sektor yang menjadi sektor unggulan bagi West Virginia dalam periode 38 tahun, yaitu layanan dan keuangan asuransi dan real estat adalah sektor yang paling kuat memberikan kontribusi 91 persen pertumbuhan pekerjaan dari 1970 hingga Selain dua sektor, sektor perdagangan besar dan eceran dan konstruksi menunjukkan positif pertumbuhan ekonomi. Identifikasi investasi 34

58 3 Analisis Potensi Pengembangan Pusat Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Strategis Tangkallangka (2013) 4 Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antara Pegunungan Daerah di Sumatera Utara (2010) Agata Febrina Panjiputri Santi Raya Siahaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 menurut pembagian kawasan strategis Jawa Tengah tahun , pendapatan perkapita, jumlah penduduk, dan jarak antar wilayah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa minyak dan gas atas harga konstan tahun Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Overlay, Tipologi Klassen, Shift-Share, Gravitasi, dan SWOT. Index Willamson, Tipologi Klassen, dan Laju Pertumbuhan Ekonomi. prioritas dalam sektor-sektor ini potensi dan pelaksanaan rencana kebijakan pembangunan daerah komprehensif pasti akan mempercepat pertumbuhan ekonomi West Virginia. Kota Pekalongan adalah daerah yang berpotensi dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kawasan Strategis Tangkallangka karena memenuhi kriteria sebagai pusat pertumbuhan ekonomi: (1) masuk kedalam kategori daerah maju dan cepat tumbuh (2) memiliki sektor unggulan yang memiliki daya saing komparatif dan kompetitif terbanyak yaitu sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (3) memiliki interaksi ekonomi yang kuat. Strategi yang digunakan untuk pengembangan Kota Pekalongan adalah strategi agresif. Ketimpangan di tujuh kabupaten pada daerah pegunungan Sumatera Utara sangat rendah. Berdasarkan tipologi daerah tidak ada kabupaten yang masuk dalam kategori daerah maju dan tumbuh cepat. Laju pertumbuhan 35

59 5 Analisis Data/Informasi Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kampar (2010) 6 Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kota Tegal Tahun (2011) Lapeti Sari Hilal Almulaibari di tujuh kabupaten pada daerah pegunungan Sumatera Utara. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kampar , Statistik Pertanian, dan Realisasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah Kabupaten Kampar tahun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tegal dan Provinsi Jawa Tengah Tahun Kontribusi pertumbuhan ekonomi, Location Quotient (LQ), Shift-Share, Produktivitas Lahan dan Tenaga Kerja, dan Kapasitas Fiskal Daerah. Perkembangan PDRB, Location Quotient (LQ), Shift-Share, dan Tipologi Sektoral rata-ratanya terendah pada kabupaten Tapanuli Utara sebesar 0,6persen dan tertinggi sebesar 6,00persen pada kabupaten Phakpak Barat. Laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Kampar masih didukung sektor primer seperti pertanian dan pertambangan. Kondisi kapasitas fiskal daerah Kabupaten Kampar terus mengalami peningkatan sehingga diharapkan dapat mendorong berkembangnya sektor rill yang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kota Tegal mempunyai lima sektor basis yang berarti sektor tersebut dapat mengekspor ke wilayah lain diantaranya sektor listrik, gas, dan air; pengangkutan dan komunikasi; bangunan; keuangan dan perdagangan. Sektor bangunan dan perdagangan termasuk sektor yang kepotensialannya istimewa. 36

60 7 Shift-Share Analysis on International Tourism Competitiveness : A Case of Jiangsu Province (2007) Shi Chunyun, Zhang Jie, Yang yang and Zhou Zhang. International Tourism receipt in Jiangsu Province. Shift-Share analysis Industri pariwisata terus mengalami kemajuan di China baik di provinsi Jiangsu maupun daerah sekitar yang mempunyai pertumbuhan postif dibandingkan wilayah lainnya di China. Zhejiang merupakan daerah saingan yang penting bagi provinsi Jiangsu karena memiliki banyak kesamaan. Oleh karena itu provinsi Jiangsu perlu melakukan upaya-upaya dalam peningkatan industri pariwisata agar dapat bersaing dengan provinsi Zhejiang. 37

61 C. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dari laju pertumbuhan pendapatan daerah yang bersangkutan sebagai upaya mencapai pembangunan daerah. Salah satu indikator mengetahui pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui perubahan struktur ekonomi daerah. Data dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto suatu daerah untuk mengetahui daerah yang mempunyai kemampuan dalam menciptakan lapangan usaha atau memberikan sumbangan dari sembilan sektor ekonomi Pertumbuhan pendapatan suatu daerah ditentukan dengan bagaimana daerah yang bersangkutan berperan sebagai eksportir bagi daerah sekitarnya. Menurut teori basis ekonomi kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi kegiatan basis dan non basis. Digunakan alat analisis seperti Location Quetiont (LQ), Shift Share model Esteban Marquillas, tipologi sektoral dan tipologi daerah. Dengan penggunaan analisis ini untuk mengetahui potensi kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon untuk memacu pertumbuhan ekonomi. 38

62 Gambar 2.1 Kerangka berpikir Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat PDRB Provinsi Jawa Barat PDRB Kab/Kota Wilayah I PDRB Kab/Kota Wilayah II PDRB Kab/Kota Wilayah III PDRB Kab/Kota Wilayah IV Teori dan Penelitian Terdahulu Analisis Location Quotient (LQ) (PDRB) Analisis Shift Share (PDRB) LQ>1 Sektor Basis LQ<1 Sektor Non basis Di j >0, sektor tumbuh lebih cepat dari Provinsi. D j <0, sektor tumbuh lebih lambat dari Provinsi P j >0, sektor di kab/kota tumbuh cepat P j <0, sektor di kab/kota tumbuh lambat Efek Alokasi Spealisasi Kompetitif Tipologi Sektoral dan Tipologi Daerah Hasil dan Analisa Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon 39

63 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang menggunakan data runtun waktu (time series) pada periode Penelitian dilaksanakan di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi di di Wilayah III Cirebon dengan pertimbangan bahwa Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) ini memiliki kontribusi terendah dalam pembentukan perekonomian Jawa Barat dibandingkan dengan WKKP lain. Dalam pembagian wilayah yang di tetapkan dalam RPJMD Jawa Barat yang ditinjau dari segi WKPP ataupun WP (Wilayah Pengembangan), Kabupaten/Kota yang terdapat di Wilayah III Cirebon juga termasuk dalam klasifikasi yang sama. Ruang lingkup waktu yang dipakai 2007 hingga 2012 yang bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi di Wilayah III Cirebon Provinsi Jawa Barat. B. Metode Penentuan Sampel Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah PDRB Sektoral Kabupaten/Kota di Wilayah III Cirebon dan Provinsi Jawa Barat dihitung berdasarkan harga konstan tahun Dalam penelitian ini tidak diperlukan sampel. Karena keseluruhan objek penelitian dapat dijangkau oleh peneliti. Populasi yang diteliti adalah sektor- 40

64 sektor ekonomi di Provinsi Jawa Barat dan lima Kabupaten/Kota yang ada di Wilayah III Cirebon periode tahun C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data penelitian yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan. Pada penelitian ini data sekunder dipakai untuk mengetahui data PDRB Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kota Cirebon tahun (data terbaru) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), Jumlah penduduk Kabupaten Cirebon, data penduduk Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kota Cirebon yang bersumber dari dokumentasi BPS (Badan Pusat Statistik). Selain data-data laporan tertulis, untuk kepentingan penelitian ini juga digali berbagai data, informasi dan referensi dari berbagai sumber pustaka, media massa dan internet. D. Metode Analisis Data Berdasarkan dengan masalah yang dirumuskan dan tujuan yang telah dijabarkan maka metode yang digunakan penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif, yaitu dimana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau beberapa variabel yang timbul di masyarakat 41

65 yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi, kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut dalam Bungin. Untuk mengetahui sektor-sektor apa yang menjadi basis dan non-basis terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Wilayah III Cirebon (Ciayumajakuning) Provinsi Jawa Barat, menganalisis sektor potensial, menganalisis perubahan struktur ekonomi, menganalisi sektor yang memiliki keunggulan spesialisasi dan kompetitif serta keterkaitan daya tarik potensi antar daerah di Wilayah III Cirebon (Ciayumajakuning) maka digunakan metode Location Quotient, Shift Share Pendekatan Esteban Marquillas, Shift Share Klasik, tipologi sektoral dan tipologi daerah. 1. Location Quotient (LQ) Menurut Badan Arief Daryanto dan Yundy Hafizrianda (2010:20), Location Quotient atau disingkat LQ, yaitu suatu indikator sederhana yang dapat menunjukan kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah di atasnya atau wilayah referensi. Arsyad (2005:140), menjelaskan bahwa dalam teknik LQ ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi ke dalam dua golongan, yaitu : a. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan Industri Basic (sektor basis) 42

66 b. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah tersebut. Jenis ini dinamakan Industry Non Basic (sektor non basis) atau industri lokal. Rumusan LQ dalam penentuan sektor basis dan non basis dalam Arsyad (2005:142), dinyatakan dalam persamaan berikut: LQ = vi / vt V i / Vt Dimana: LQ = Nilai Location Quotient (LQ). vi = Pendapatan dari suatu industri (sektor) di suatu daerah. vt = Pendapatan total daerah tersebut Vi = Pendapatan dari suatu industri (sektor) sejenis secara regional/nasional. Vt = Pendapatan regional/nasional. Sektor basis/spesialisasi mengacu kepada sektor ekonomi disuatu wilayah, dimana suatu wilayah dikatakan memiliki spesialisasi jika wilayah tersebut mengembangkan suatu sektor ekonomi sehingga pertumbuhan maupun andil sektor tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan sektor yang sama pada daerah lainya, spesialisasi juga tercipta akibat potensi sumber daya alam yang besar maupun peranan permintaan pasar yang besar terhadap output-output lokal. Dalam Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat (2011), hasil perhitungan LQ menghasilkan tiga kriteria sebagai berikut: 1) Jika nilai LQ>1 bermakna bahwa sektor I tersebut menjadi sektor basis atau menjadi sektor pertumbuhan. Komoditas di sektor i tersebut 43

67 memiliki keunggulan komparatif, hasilnya tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah bersangkutan tetapi juga dapat diekspor ke luar wilayah. Dengan kata lain, sektor tersebut merupakan sektor yang kuat, sehingga daerah bersangkutan secara potensial merupakan pengekspor produk dari sektor tersebut ke daerah lain atau sektor tersebut memiliki prospek yang menguntungkan untuk dikembangkan. 2) Jika nilai LQ=1 bermakna bahwa sektor i tergolong non basis. Komoditas pada sektor i tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. Produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu untuk diekspor. 3) Jika nilai LQ<1 bermakna bahwa sektor i juga termasuk non basis. Produksi komoditas pada sektor i di suatu wilayah tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri, sehingga perlu pasokan atau impor dari luar. Dengan kata lain, suatu sektor tersebut kurang menguntungkan untuk dikembangkan dan belum mampu memenuhi semua permintaan dari dalam daerah, sehingga harus didatangkan dari daerah lain. Derajat spesialisasi/sektor basis tidak dapat bernilai negatif, ini terlihat dari rumus LQ sendiri yang menunjukan pencarian rasio yaitu mencari perbandingan sektor yang lebih unggul bukan mencari selisih dari sektor tersebut. Beberapa kelemahan Metode LQ dalam Arsyad (2005:143) adalah : 1) Selera atau pola konsumsi dari anggota masyarakat adalah berlainan baik antar daerah maupun dalam suatu daerah. 44

68 2) Tingkat konsumsi rata-rata untuk suatu jenis barang dan bahan keperluan industri setiap daerah berbeda. Ada beberapa keunggulan dari metode LQ, antara lain : 1) Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung. 2) Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend. 2. Shift Share Analisis shift share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional (BAPPENAS). Analisis tersebut dapat digunakan untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural suatu perekonomian daerah ditentukan oleh tiga komponen: 1. Provincial share (Nj), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) dengan melihat nilai PDRB daerah pengamatan pada periode awal yang 45

69 dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian daerah yang lebih tinggi (provinsi). Hasil perhitungan tersebut akan menggambarkan peranan wilayah provinsi yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian daerah kabupaten. Jika pertumbuhan kabupaten sama dengan pertumbuhan provinsi maka peranannya terhadap provinsi tetap. 2. Proportional (Pj) Shift adalah pertumbuhan Nilai Tambah Bruto suatu sektor i dibandingkan total sektor di tingkat provinsi. 3. Differential Shift (Dj), adalah perbedaan antara pertumbuhan ekonomi daerah (kabupaten) dan nilai tambah bruto sektor yang sama di tingkat provinsi. Suatu daerah dapat saja memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya karena lingkungan dapat mendorong sektor tertentu untuk tumbuh lebih cepat. Menurut Glasson (1977), kedua komponen shift yaitu Sp dan Sd memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal: Sp merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (provinsi), sedangkan Sd adalah akibat dari pengaruh faktorfaktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan. Apabila nilai Sd dan Sp positif maka sektor yang bersangkutan dalam perekonomian daerah menempati posisi yang baik untuk daerah yang bersangkutan. Sebaliknya, bila nilainya negatif maka perekonomian daerah sektor tersebut masih dapat diperbaiki, antara lain dengan membandingkannya terhadap struktur perekonomian provinsi. Sektor-sektor yang memiliki differential shift (Dj) positif memiliki 46

70 keunggulan komparatif terhadap sektor yang sama di daerah lain. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki Sd positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di daerah dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila Sd negatif maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. Metode analisis Shift Share yang merupakan alat untuk menghitung, menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah ini diawali dengan formulasi: Gj = Nj + Pj + Dj...(1) Dimana : Gj = Perubahan sektor i di kabupaten/kota. Nj = Pertumbuhan nasional sektor i di kabupaten/kota (komponen share). Pj = Bauran sektor i di kabupaten/kota (proportional shift). Dj = Keunggulan kompetitif sektor i di kabupaten/kota (differential shift). Dalam penelitian ini digunakan analisis shift-share yang dimodifkasi Esteban Marquilas (1972). Model ini dapat menyempurnakan dengan adanya keunggulan kompetitif adanya pengaruh alokasi artinya bila suatu wilayah mempunyai spesialisasi di sektor tertentu maka sektor-sektor tersebut juga mempunyai keunggulan kompetitif yang lebih baik (Hastarini:2004) Variabel daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB yang dinotasikan sebagai (E). Persamaan (1) dapat dengan formula berikut : Gj = E*ij Eij Nj = Eij * rn 47

71 Pj = Eij (rin - rn) Dj = Eij (rij * rin) Dimana : Eij = PDRB sektor i di kabupaten/kota pada tahun dasar. E*ij = PDRB sektor i di kabupaten/kota pada tahun dasar. rij = Laju pertumbuhan sektor i di kabupaten/kota. rin = Laju pertumbuhan sektor i di provinsi. rn = rata-rata pertumbuhan laju pertumbuhan PDRB provinsi. rij, rin, dan rn mewakili laju pertumbuhan wilayah dan laju pertumbuhan wilayah acuan dengan nilai rata-ratanya, yang didapat dari : rij = (E*ij-Eij)/Eij rin = (E in-ein)/ein rn = (E*n-En)/En Dimana : Ein = PDRB sektor i di provinsi pada tahun dasar. E*in = PDRB sektor i di provinsi pada tahun akhir. En = Total PDRB di semua sektor provinsi tahun dasar. E*n = Total PDRB di semua sektor provinsi pada tahun akhir. Shift-share pada model Esteban Marquillas untuk melihat sektor mana saja yang memiliki keunggulan kompetitif yang merupakan penyempurnaan dari komponen differential shift dapat dirumuskan sebagai berikut : Dj = Eij (rij rn) Disempurnakan menjadi : 48

72 D j = E ij (rij rin) Dimana : D ij = Persaingan atau ketidakunggulan kompetitif pada sektor i di perekonomian suatu wilayah berdasarkan analisis shift-share klasik. E ij = Eij yang diharapkan yang berarti pendapatan yang di diharapkan agar struktur perekonomian wilayah analisis sama dengan struktur wilayah acuan. Formula pendapatan yang diharapkan suatu wilayah agar memiliki struktur yang sama dengan wilayah acuan adalah : E ij = Ej (Ein / En) Sedangkan efek alokasi dalam model shift-share Esteban Marquillas merupakan hasil pengkalian dari tingkat spesialisasi dan keunggulan kompetitif, dinotasikan sebagai berikut : Aj = (E ij - Eij) (rij - rin) Penyempurnaan shift-share klasik pada persamaan (1) ke dalam model Esteban Marquillas yaitu : Gj = Nj + Pj + Dj +Aj Gj = Eij (rn) + Eij (rin - rn) + E ij (rij - rin) + (E ij - Eij) (rij - rin) 3. Tipologi Sektoral Analisis ini mengembangkan hasil perhitungan indeks Location Quotient ( LQ > 1 ), komponen differential shift ( Dj > 0 ), dan komponen proportional shift ( Pj > 0 ) untuk ditentukan tipologi sektoral. Tipologi ini mengklasifikasikan sektor basis dan non basis serta komponen pertumbuhan 49

73 internal dan eksternal. Dengan menggabungkan indeks LQ dengan komponen Nij dan Mij dalam analisis Shift Share, tipologi sektoral diharapkan dapat memperjelas dan memperkuat hasil analisis. Tipologi sektoral adalah sebagai berikut: a. Tipologi I: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih cepat dibandingkan Provinsi (Dj rata-rata > 0 ) meskipun di tingkat Provinsi pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0). b. Tipologi II: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih cepat dibandingkan dengan Provinsi (Dj rata-rata > 0) karena ditingkat Provinsi pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0). c. Tipologi III: Sektor tersebut adalah sektor basis dengan LQ rata-rata > 1 dan di Kabupaten/Kota analisis pertumbuhannya lebih lambat dibanding provinsi (Dj rata-rata < 0) karena ditingkat Provinsi pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0). d. Tipologi IV: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih cepat di banding pertumbuhan di tingkat Provinsi (Dj rata-rata > 0) padahal di Provinsi sendiri pertumbuhannya juga cepat (Pj rata-rata > 0). e. Tipologi VI: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih cepat di banding 50

74 pertumbuhan di tingkat Provinsi (Dj rata-rata > 0) meskipun di Provinsi sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0). f. Tipologi VII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ rata-rata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih lambat di banding Provinsi (Dj rata-rata < 0) meskipun di Provinsi sendiri pertumbuhannya cepat (Pj rata-rata > 0). g. Tipologi VIII: Sektor tersebut adalah sektor non basis dengan LQ ratarata < 1 dan pertumbuhan di Kabupaten/Kota analisis lebih lambat di banding Provinsi (Dj rata-rata < 0) dan juga Provinsi sendiri pertumbuhannya lambat (Pj rata-rata < 0). Berdasarkan tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa sektor ekonomi dalam Tipologi I merupakan sektor yang tingkat kepotensialanya istimewa untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan sektor basis (LQ > 1). Selain itu, di Provinsi/Kabupaten/Kota analisis pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan tingkat provinsi (Mij > 0), meskipun ditingkat Provinsi juga tumbuh dengan cepat. (Dij rata-rata positif). Sektor ini akan mendatangkan pendapatan yang tinggi dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan PDRB Provinsi/Kabupaten/Kota analisis. Dengan mempertimbangkan parameter seperti pada tabel 3.1 di bawah (LQ, Dj dan Pj), maka masing-masing tipologi dapat dimaknai bahwa sektor ekonomi yang masuk Tipologi II adalah sektor yang tingkat kepotensialannya baik sekali untuk dikembangkan, Tipologi III baik, Tipologi IV lebih 51

75 dari cukup, Tipologi V cukup, Tipologi VI hampir dari cukup, Tipologi VII kurang, Tipologi VIII kurang sekali. Tabel 3.1 Makna Tipologi Sektor Ekonomi Tipologi LQ Rata-Rata Dj Rata-Rata Pj Rata-Rata Tingkat Kepotensialan I (LQ > 1 ) (Dj > 0) (Pj > 0) Istimewa II (LQ > 1 ) (Dj> 0) (Pj < 0) Baik Sekali III (LQ > 1 ) (Dj < 0) (Pj > 0) Baik IV (LQ > 1) (Dj < 0) (Pj < 0) Lebih dari cukup V (LQ < 1) (Dj > 0) (Pj > 0) Cukup VI (LQ < 1) (Dj > 0) (Pj < 0) Hampir dari Cukup VII (LQ < 1) (Dj < 0) (Pj > 0) Kurang VIII (LQ < 1) (Dj < 0) (Pj < 0) Kurang Sekali Sumber: Saerofi (2005) Analisis potensi pertumbuhan ekonomi Wilayah III Cirebon (Ciayumajakuninh) dapat diketahui dengan menggunakan analisis LQ, Analisis Shift Share dan Tipologi. Seperti yang dijelaskan pada gambar 3.1 dibawah ini. Sehingga dapat diketahui sektor yang potensial untuk dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Wilayah III Cirebon. E. Definisi Operasional Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang digunakan. Variabel adalah atribut dari sekelompok orang atau objek penelitian yang mempunyai kriteria yang sama, penjelasan variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 52

76 1. Laju pertumbuhan ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi berlaku atau tidak. Laju pertumbuhan ekonomi diukur dengan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun yang dinyatakan dalam persen per tahun. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pembangunan daerah dilihat dari besarnya pertumbuhan PDRB setiap tahunnya. 2. Pertumbuhan sektor ekonomi Pertumbuhan sektor ekonomi adalah pertumbuhan nilai barang dan jasa dari setiap sektor ekonomi yang dihitung dari angka PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) tahun 2000 dan dinyatakan dalam persentase. PDRB (ADHK) merupakan nilai produksi barang dan jasa akhir dalam suatu waktu kurun waktu tertentu orang-orang dan perusahaan. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah. Disebut konstan karena harga yang digunakan mengacu pada tahun tertentu (tahun dasar = 2000). 3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (BPS), bila dipandang dari sudut produksi, PDRB merupakan jumlah nilai produksi neto barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam satu region atau wilayah selama jangka waktu tertentu yaitu satu tahun. 53

77 Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok lapangan usaha (sektor). Dalam penyajian ini PDRB dihitung berdasarkan harga tetap (harga konstan), yaitu pada harga-harga barang yang berlaku di tahun dasar yang dipilih, yakni tahun dasar Perhitungan berdasarkan harga konstan ini dilakukan karena sudah dibersihkan dari unsur inflasi. 4. Pengembangan Sektor Ekonomi Potensial Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002:4), Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputusputus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Berdasarkan pengertian di atas yang dimaksud dengan pengembangan sektor potensial dalam penelitian ini adalah upaya untuk mengubah/menaikkan keadaan yang ada (mengganti keseimbangan yang telah ada) pada sektor-sektor ekonomi potensial (unggul, mampu, strategis), guna meningkatkan PDRB Provinsi Jawa Barat secara umum. 5. Komponen Share (Nj) Share (Nj) adalah pertambahan PDRB suatu daerah seandainya pertambahannya sama dengan pertambahan PDRB provinsi selama jangka waktu tertentu. 6. Komponen Net Shift (P+D)j Komponen Net Shift (P+D)j adalah komponen nilai untuk menunjukkan penyimpangan dari Nj dalam ekonomi regional. 54

78 7. Komponen Differential Shift (Dj) Komponen Differential Shift (Dj) adalah komponen untuk mengukur besarnya shift netto yang digunakan oleh sektor tertentu yang lebih cepat atau lebih lambat di tingkat provinsi 8. Komponen Proportional Shift (Pj) Komponen Proportional Shift (Pj) adalah komponen ysng dipakai untuk menghasilkan besarnya shift netto sebagai akibat dari PDRB daerah yang bersangkutan berubah. Komponen bernilai positif apabila daerah tersebut berspesialisasi dalam sektor yang ditingkat provinsi tumbuh dengan cepat, sebaliknya akan bernilai negatif jika berspesialisasi pada sektor yang tumbuh lambat di tingkat provinsi. 55

79 Tabel 3.2 Tabel Operasional Variabel Variabel Pertumbuhan Ekonomi Sektor Basis dan non basis Sektor Potensial Indikator pengukuran Laju pertumbuhan ekonomi LQ (Location Quatient) LQ (Location Quatient) Shift Share: Komponen Share (Nij) Komponen net shift (P+D)j Differential Shift (Dj) Proportional Shift (Pj) BPS Data dan Sumber data PDRB lima kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon serta Provinsi Jawa Barat ADHK 2000 menurut lapangan usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi (BPS) PDRB lima kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon serta Provinsi Jawa Barat ADHK 2000 menurut lapangan usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi (BPS) Data Skala tahun Nominal Nominal Nominal Keunggulan Spealisasi Keunggulan Kompetitif Alokasi Sektoral Klasifikasi Daerah Tipologi Sektoral Tipologi Daerah PDRB lima kabupaten/kota di Wilayah III Cirebon serta Provinsi Jawa Barat ADHK 2000 menurut lapangan usaha Tanpa Minyak dan Gas Bumi (BPS) Nominal Jumlah Penduduk 56

80 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Pembentukan Wilayah III Cirebon Kabupaten/Kota yang terdapat di Wilayah III Cirebon sudah terbentuk sejak masa penjajahan Belanda dimana pada saat itu wilayah ini disebut wilayah Karasidenan Cirebon yang terdiri dari Afdeling Cirebon atau Asisten Residen (Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan) dan Afdeling Indramayu atau Asisten Residen (Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka). Memasuki era otonomi daerah dimana pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengatur daerahnya seperti dalam Peraturan Daerah Jawa Barat No 16 Tahun 2002 Tanggal 12 Desember 2000 tentang Lembaga Teknis daerah Provinsi Jawa Barat dibentuk Badan Koordinasi Wilayah dengan tugas pokok, fungsi memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas pemerintahan, perekonomian, dan kesejahteraan sosial di wilayah kerja Pembantu Gubernur. 2. Letak Geografis Wilayah III Cirebon yang terdiri dari Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah, daerah perbukitan dan daerah pegunungan dengan batas-batas wilayah sebagai beikut : 57

81 Sebelah Utara Sebelah Selatan : Laut Jawa : Kabupaten Ciamis, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Cilacap. Sebelah Barat Sebelah Timur : Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Subang : Kabupaten Brebes Gambar 4.1 Peta Wilayah III Cirebon / Ciayumajakuning Seperti yang terlihat pada gambar 4.1 Wilayah III Cirebon terletak di timur Jawa Barat bagian utara dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan relief dan topografi, daerah utara Wilayah III Cirebon merupakan daerah pantai yakni pantai pesisir utara yang terdapat pada Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu,dan Kota Cirebon. Sedangkan bagian selatan wilayah ini merupakan daerah perbukitan dan daerah pegunungan sebagaiman yang masuk ke dalam Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka dan sebagian daerah bagian selatan Kabupaten Cirebon. 58

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (STUDI KASUS BPS KABUPATEN KENDAL TAHUN 2006-2010) SKRIPSI Disusun oleh : ROSITA WAHYUNINGTYAS J2E 008 051 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008-2013 SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi Syarat syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Lebih terperinci

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di: JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 219-228 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (Studi Kasus BPS Kabupaten Kendal

Lebih terperinci

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA ANALISIS SEKTOR BASIS DAN KONDISI PEREKONOMIAN KABUPATEN DEMAK TAHUN 2006-2012 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS i SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE 2006-2010 KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 ii SKRIPSI ANALISIS

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan. yang dimiliki oleh daerahnya. Pembangunan nasional dilakukan untuk A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi daerah tidak lepas dari pembangunan nasional, karena pembangunan nasional di Indonesia dilakukan agar mampu menciptakan pemerataan pendapatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG CHAPTER XIV REGIONAL INCOME Penjelasan Teknis Catatan Teknis 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi dan kabupaten/kota) menggambarkankemampuansuatu wilayah untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG CHAPTER XIV REGIONAL INCOME Penjelasan Teknis Catatan Teknis 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional (provinsi dan kabupaten/kota) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan

Lebih terperinci

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB)

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB) Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB) Zuhairan Yunmi Yunan 1 1 Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Potensi ekonomi merupakan sesuatu yang dimiliki daerah yang layak untuk dikembangkan. Dengan potensi ekonomi yang dimiliki suatu daerah, rakyat dapat merasakan

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2003-2012 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai

Lebih terperinci

: AJIE HANDOKO F FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

: AJIE HANDOKO F FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Blora (Kawasan Banglor) Tahun 2008-2012 JUDUL Diajukan Guna Memenuhi Syarat Syarat Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan yang dilaksanakan melalui serangkaian program dan kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam melaksanakan kegiatan pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SURAKARTA DAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SURAKARTA DAN KABUPATEN KLATEN TAHUN ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SURAKARTA DAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2008-2012 Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Lebih terperinci

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM.

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM. ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM. 1306105035 Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN SUMENEP DAN KABUPATEN PAMEKASAN

ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN SUMENEP DAN KABUPATEN PAMEKASAN ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN SUMENEP DAN KABUPATEN PAMEKASAN SKRIPSI Oleh : NINDY PETRIYATI 1011010033/ FEB/ EP FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BLITAR TAHUN

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BLITAR TAHUN digilib.uns.ac.id ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BLITAR TAHUN 2007-2011 Skripsi Diajukan Sebagai Kelengkapan dan Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA No.01/10/31/75/Th. V, 1 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 Ekonomi Jakarta Utara Tahun 2013 tumbuh 5,80 persen. Pada tahun 2013, besaran Produk

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN DAYA SAING WILAYAH KOMODITAS DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN DAYA SAING WILAYAH KOMODITAS DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN DAYA SAING WILAYAH KOMODITAS DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2002-2007 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Studi Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA Wiwit Rahayu, Nuning Setyowati 1) 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret email: wiwit_uns@yahoo.com

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang diinginkan dapat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa

KATA PENGANTAR. skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN NGANJUK SEBELUM DAN SELAMA OTONOMI DAERAH SKRIPSI

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN NGANJUK SEBELUM DAN SELAMA OTONOMI DAERAH SKRIPSI IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN NGANJUK SEBELUM DAN SELAMA OTONOMI DAERAH SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 HALAMAN SAMPUL DEPAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1)

TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1) EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008 TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman ABSTRACT Economic potency

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI Oleh : Annisa Nurfatimah NIM: 109084000053 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan adalah suatu proses yang mengalami perkembangan secara cepat dan terus-merenus demi tercapainya kesejahteraan masyarakat sampai

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH KABUPATEN CIREBON

ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH KABUPATEN CIREBON ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH KABUPATEN CIREBON Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Setara Jenjang S1 Jurusan Studi Pembangunan Pada Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 2001-2008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H 14094014 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTORAL KABUPATEN ROKAN HILIR ANALYSIS OF GROWTH AND SECTORAL COMPETITIVENSES ROKAN HILIR

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTORAL KABUPATEN ROKAN HILIR ANALYSIS OF GROWTH AND SECTORAL COMPETITIVENSES ROKAN HILIR ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTORAL KABUPATEN ROKAN HILIR ANALYSIS OF GROWTH AND SECTORAL COMPETITIVENSES ROKAN HILIR Tri Azrul Disyamto 1, Syaiful Hadi 2,Fajar Restuhadi 2 Jurusan Agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional yaitu memajukan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA KABUPATEN/KOTA DI KORIDOR UTARA SELATAN PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA KABUPATEN/KOTA DI KORIDOR UTARA SELATAN PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA KABUPATEN/KOTA DI KORIDOR UTARA SELATAN PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup. per kapita. Tujuan pembangunan ekonomi selain untuk menaikkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI DAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN KUDUS TAHUN

ANALISIS POTENSI DAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANALISIS POTENSI DAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2001-2009 Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator dari kemajuan pembangunan, indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci