GAMBARAN FAKTOR RESIKO PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS DI KABUPATEN BANYUMAS

Transkripsi

1 GAMBARAN FAKTOR RESIKO PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS DI KABUPATEN BANYUMAS Wiwiek Fatchurohmah 1, Octavia Permata Sari 1 1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ABSTRACT Tuberculosis (TB) is a major public health problem. It is estimated that the total number of patient of TB in Indonesia about 10% of TB world s patients. The department of health and social Banyumas shows that there were 3.9 cases every people. In all public health centers in Banyumas district from the year was still found cases TB lung BTA (+) as source of infection. This research was conducted to determine characteristic of risk factors of tuberculosis in The research is a descriptive study. Location or will be done in 15 Health Centers in Banyumas District Central Java. The population is patients with tuberculosis BTA (+) that noted in medical records Public Health Center. Number of sample that taken was 15 people who suffer from tuberculosis BTA (+) using purposive sampling techniques. Data taken with an interview using structured questionnare. Result shows that the majority of respondents live in eligible healthy house including on density, type of floor and walls. Ventilations are eligible but turn out to be still rarely open that enable increasing humidity, and lower lighting. Risk factors that dominant in respondents are factors smoking and history of contact with the sufferers TB. Key Words: Tuberculosis, Risk factor, Banyumas 556

2 PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun ,6 juta penduduk terkena TB dan 1,3 juta di antaranya meninggal karena TB (termasuk kematian dengan kasus HIV-positif). Meskipun angka kejadian dan kematian karena TB lebih tinggi pada laki-laki, tetapi beban yang diakibatkan TB lebih tinggi pada wanita. Sekitar 95% kematian karena TB pada Negara berkembang menduduki peringkat 1 sampai 3dari seluruh penyebab kematian pada wanita usia tahun. (WHO, 2013) Di Indonesia, TB termasuk salah satu masalah utama kesehatan masyarakat. Menurut data WHO tahun 2013, ditemukan kasus baru TB dengan BTA (+) sejumlah orang. Total kasus baru untuk semua kategori ditemukan sejumlah orang. Di Jawa Tengah berdasarkan laporan evaluasi program pemberantasan penyakit menular berdasarkan indikator nasional program pemberantasan TB paru tahun 2005 angka kasus penderita TB paru penderita. Angka prevalensi sebesar 56,95 per , dengan angka Case DetectionRate (CDR) sebesar 56,95% penduduk. Tahun 2008 angka kasus penderita TB paru penderita, angka prevalensi sebesar per dengan angka CDR 46,88%. Data kasus TB Paru per di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas menunjukkan pada tahun 2005 sebesar 3,9. Di semua puskesmas di Kabupaten Banyumas dari tahun masih ditemukan kasus TB paru BTA (+) sebagai sumber penularan. Penelitian yang dilakukan Sarwani SR, Dwi (2010) rata-rata Case Detection Rate (CDR) di Kabupaten Banyumas berkisar 40-50% yang menunjukkan masih dibawah target CDR program penanggulangan TB paru nasional yang minimal 70% dan Angka Cure Rate sudah cukup bagus berkisar 85%. Meningkatnya jumlah kasus TB paru BTA positif ini disebabkan oleh adanya faktor risiko yang memicunya seperti faktor risiko lingkungan, demografi, sosial ekonomi, dan perilaku. Tinggal di rumah yang kondisinya tidak sehat akan mempercepat terjadinya penularan penyakit TB (Satria EB, 2012) Ventilasi yang tidak memenuhi, padatnya penghuni rumah, dan kontak serumah dengan penderita TB paru merupakan faktor risiko terinfeksi kuman M. tuberculosis (Lin H, dkk 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor resiko lingkungan, demografi, sosial ekonomi dan perilaku pada penderita paru BTA (+) yang ada di wilayah kerja puskesmas di kabupaten 557

3 METODE Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif. Lokasi penelitian dilakukan di 15 Puskesmas di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Populasi yang diambil adalah penderita tuberculosis BTA (+) yang tercatat dalam rekam medis Puskesmas. Jumlah sampel yang diambil adalah 15 orang penderita tuberculosis BTA (+) menggunakan teknik purposive sampling. Data diambil dengan wawancara, menggunakan kuisoner terstruktur. > ,67 Jenis Kelamin Perempuan 7 46,67 Laki-laki 8 53,33 Pekerjaan Buruh 2 13,33 bekerja 7 46,67 Petani 2 13,33 Baby sitter 1 6,67 Karyawan swasta 3 20 HASIL 1. Karakteristik Subjek Sebanyak 15 penderita tuberculosis BTA (+) telah diwawancara. Karakterisitk responden berdasarkan umur didominasi oleh kelompok umur tahun sebanyak 6 responden (40%). Jenis kelamin didominasi oleh laki-laki sebanyak 8 responden (53,33%). Jenis pekerjaan terbanyak adalah tidak bekerja yaitu 44,5%. Hasil karakteristik subjek dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1. Karakteristik subjek Karakteristik subjek N % Umur (tahun) , ,33 2. Faktor resiko tuberkulosis 2.1 Kepadatan hunian Kepadatan hunian ditentukan dengan menghitung luas bangunan rumah dengan jumlah penghuni rumah. Hasil memenuhi apabila 10 m 2 /orang dan tidak memenuhi apabila <10 m 2 /orang. Hasil didapatkan sebanyak 87,67% responden memenuhi kepadatan rumah,dan sisanya 13,33% tidak memenuhi. Memenuhi memenuhi Gambar 1. Kepadatan hunian penderita 558

4 2.2 Ventilasi Ventilasi diukur berdasarkan luas dan jumlah ventilasi dibandingkan dengan luas bangunan, meliputi ventilasi tetap dan ventilasi insidentil. Kriteria yang digunakan adalah memenuhi apabila 10% dan tidak memenuhi apabila < 10%. Terdapat 5 responden yang yang memenuhi, sementara sisanya 10 responden tidak memenuhi. Hasil dapat dilihat pada gambar 2. Memenuhi memenuhi Gambar 2. Luas Ventilasi penderita 2.3 Pencahayaan Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalaui jendela, celah-celah atau bagian ruangan yang terbuka. Sebanyak 12 responden (80%) mengatakan bahwa cahaya matahari dapat masuk ke rumahnya dan sisanya 3 responden (20%) Hasil dapat dilihat pada gambar 3. tidak. cukup sinar tidak cukup sinar Gambar 3. Pencahayaan rumah penderita 2.4 Lantai Bahan untuk lantai biasanya digunakan ubin,kayu, plesteran, atau bambu dengan - tidak licin, stabil tidak lentur waktu diinjak, tidak mudah aus, permukaan lantai harus rata dan mudah dibersihkan Sebanyak 15 responden (100%) memiliki lantai yang memenuhi lantai rumah sehat, tidak ada responden (0%) yang tidak memenuhi. Hasil dapat dilihat pada gambar 5. Memenuhi memenuhi Gambar 4. Lantai rumah penderita 559

5 2.5 Dinding Dinding harus terbuat dari bahan lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah dan lembab Sebanyak 13 responden (86,67%) memiliki dinding yang memenuhi,dan 2 responden (13,33%) tidak memenuhi. 2.7 Merokok Sebanyak 9 responden (60%) mempunyai kebiasaan merokok dan 6 responden (40%) tidak merokok. Hasil dapat dilihat pada gambar 7. Memenuhi memenuhi ambar 5. Dinding rumah penderita G Merokok merokok Gambar 7. Kebiasaan Merokok penderita 2.6 Penggunaan tungku kayu bakar Sebanyak 7 responden menggunakan tungku kayu bakar untuk memasak dan sisanya 8 responden menggunakan kompor gas. Hasil dapat dilihat pada gambar 6. Tungku kayu bakar 2.7 Riwayat Kontak Sebanyak 8 responden (53,33%) mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB yang ada di sekitar lingkungannya, sedangkan sisanya 8 responden (46,67%) tidak mempunyai riwayat kontak. Hasil dapat dilihat pada gambar.8 Kompor Gambar 6. Penggunaan alat masak penderita 560

6 Gambar 8. Riwayat kontak PEMBAHASAN Karakteristik responden Karakteristik Sumber kontak (+) Sumber kontak (-) responden berdasarkan umur didominasi oleh kelompok umur tahun sebanyak 6 responden (40%). Usia ini merupakan usia produktif bekerja sehingga lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan di luar dan kemungkinan terpapar agen penyakit lebih besar. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 8 responden dan jenis kelamin perempuan 7 responden (53,33%). Menurut Ahmadi (2005), mayoritas penderita TB adalah perempuan. Perbedaan ini mungkin dikarenakan proses seleksi sampling dimana responden laki- laki lebih banyak dari responden perempuan. Jenis pekerjaan terbanyak adalah tidak bekerja yaitu 44,5%. Menurut Kayanja HK et al, pekerjaan yang beresiko terkena TB adalah petugas kesehatan dimana mereka beresiko terpapar sumber kontak TB. Bagi orang yang tidak bekerja juga mungkin beresiko, jika sumber kontaknya ada di sekitar lingkungan rumah mereka. Pekerjaan juga berkaitan dengan status ekonomi, yang berpengaruh terhadap penyediaan makanan sehat, rumah sehat dan pelayanan kesehatan yang memadai. Faktor Resiko TB Kepadatan rumah merupakan faktor resiko untuk TB. Depkes RI menkan kepadatan minimal adalah 10 m 2 /orang. Penelitian yang dilakukan oleh Ngapiyem R, 2006, menyebutkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB anak pada anak yang kontak dengan penderita BTA (+). Ventilasi berperan dalam menurunkan konsentrasi kuman TB, membuang kuman keluar ataupun membunuh kuman karena cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.(ahmadi, 2005). Ventilasi yang baik sekurang-kurangnya 10% luas lantai.(depkes RI, 2005). Mayoritas responden telah memiliki ventilasi yang memenuhi, namun jarang dibuka sehingga mempengaruhi pertukaran udara, kelembaban dan perkembangbiakan kuman. Sebuah rumah yang sehat memerlukan pencahayaan yang cukup baik pencahayaan alami maupun buatan.(depkes, 2005) Pencahayaan alam mengandung ultraviolet yang dapat mematikan kuman TB. Mayoritas responden memiliki pencahayaan alami yang dapat masuk rumah, tetapi tidak diukur lamanya cahaya matahari dapat masuk rumah. Kuman TB akan mati jika 561

7 terpapar sinar matahari selama 2 jam, tapi sputum dapat bertahan menit. (Ahmadi, 2005). Lantai rumah harus terbuat dari bahan ubin,kayu, plesteran, atau bambu dengan - tidak licin, stabil tidak lentur waktu diinjak, tidak mudah aus, permukaan lantai harus rata dan mudah dibersihkan. (Depkes, 2005). Halim RD, 2011 menyebutkan bahwa tipe lantai tidak berhubungan dengan insidensi TB anak. Dinding rumah harus terbuat dari bahan lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah dan lembab.(depkes,2005). Penelitian di Russia menyebutkan bahwa TB berkorelasi dengan kelembaban, temperature ruangan dan polusi udara yang berat. (Shilova MV, et al). Meskipun mayoritas responden memiliki dinding yang memenuhi, jika tidak diimbangi kebiasaan membuka jendela maka dapat mempengaruhi kelembaban dalam rumah. Sebanyak 46,67% responden menggunakan tungku kayu untuk memasak dan 53,33% menggunakan kompor. Penggunaan kompor minyak maupun tungku kayu bakar di dalam rumah dapat mengakibatkan polusi udara dalam rumah. Tungku kayu bakar akan menghasilkan asap dalam jumlah banyak, dimana asap dapat merusak pertahanan paru (Unicef, 2006) sehingga lebih mudah terkena TB. Mayoritas responden (60%) mempunyai kebiasaan merokok. Merokok dapat mempengaruhi sistem imun dan TB.(Huttunen R, et al, 2010). Perokok memiliki peluang 2 kali lebih besar untuk terkena TB dibanding bukan perokok.( Van Zyl Smit RN et al, 2010) Sebanyak 53,33% responden mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB. Penularan TB dapat terjadi jika ada kontak dengan penderita BTA (+), melalui droplet saat batuk dan bersin. (Depkes, 2008). Penularan dapat terjadi antar individu dalam 1 rumah ataupun dari luar rumah. Keseluruhan responden yang mempunyai riwayat kontak memiliki sumber kontak dari tetangga di sekitar rumah. KESIMPULAN Dari penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa mayoritas responden memenuhi rumah sehat untuk faktor resiko TB, meliputi kepadatan, lantai dan dinding. Ventilasi memenuhi dilihat dari luas jendela, namun ternyata masih jarang dibuka sehingga memungkinkan kelembaban yang tinggi dan pencahayaan yang kurang. Faktor resiko yang dominan pada responden adalah faktor merokok dan adanya riwayat kontak dengan penderita TB. DAFTAR PUSTAKA 1. Ahmadi. U.F. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Buku Kompas. Jakarta Depkes RI Pedoman Teknis Penyehatan Perumahan. Dirjend P2M dan PL. Jakarta Depkes RI. Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang 562

8 Peran Kesehatan Perumahan. Jakarta Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.cetakan.2 Jakarta. 5. Halim RD, Risk factors for Insidence of Tuberculosis in Children aged 1-5 years old in Kebumen District, UGM,Yogyakarta Huttunen.R., Heikkinen.T., Syrjanen.J. Smoking and the outcome of infection. Journal of Internal Medicine. 2010;269. pp Lestari, P,Sustini F, et al. Home humidity increased risk of tuberculosis in children living with adult active tuberculosis cases, universa medicina, vol 30 No 3, Ngapiyem.R. Faktor resiko TB pada anak yang kontak serumah dengan penderita TB paru BTA Positif di Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah. Tesis. Universitas Gadjah Mada Sarwani R, Dwi, Gambaran Kejadian Tuberkulosis Paru di kabupaten Banyumas Tahun , Banyumas, Unicef Pneumonia the forgotten killer of children. Unicef Van Zyl Smit RN, Pai M, Yewe WW, et al. Global Lung Health: The Colliding Epidemics of Tuberculosis, Tobacco Smoking, HIV and COPD. European Respiratory Journal 010;35 (1): WHO, Global Tuberculosis Report 2013, WHO, World Lung Foundation, vol 2 No 2, Maret