DISAIN ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT DENGAN SISTEM GANDA; SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) DAN SISTEM DINDING STRUKTUR KHUSUS (SDSK)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISAIN ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT DENGAN SISTEM GANDA; SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) DAN SISTEM DINDING STRUKTUR KHUSUS (SDSK)"

Transkripsi

1 DISAIN ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT DENGAN SISTEM GANDA; SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) DAN SISTEM DINDING STRUKTUR KHUSUS (SDSK) TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Strata-1 pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang Oleh: RUSDI ANSYORI Pembimbing : Dr. RUDDY KURNIAWAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017

2

3

4

5 ABSTRAK Kota Padang terletak didaerah rawan gempa. Untuk membangun gedung didaerah gempa kuat harus menggunakan sistem disain struktur rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Tugas akhir ini bertujuan untuk mendisain gedung 8 lantai dengan menggunakan dinding geser. Sistem yang digunakan adalah sistem ganda yaitu Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Dinding Struktur Khusus (SDSK) yang berlokasi di daerah Kota Padang dengan kondisi tanah sedang. Pendisainan meliputi elemen struktur balok, kolom, plat lantai, sambungan balok-kolom dan dinding geser. Pendisainan ini menggunakan peraturan SNI , beban yang diperhitungkan adalah beban mati, beban hidup dan beban gempa. Sedangkan peraturan gempa yang dipakai adalah SNI Proses analisis struktur menggunakan software ETABS.9.71 dengan permodelan 3 dimensi. Disain elemen struktur menggunakan konsep disain kapasitas. Keruntuhan pada penampang harus ditentukan oleh keruntuhan tulangan atau kondisi underreinforced. Kapasitas tulangan geser harus lebih besar 1,25fy dari kapasitas tulangan geser. Keruntuhan kolom tidak boleh terjadi sebelum keruntuhan balok, dimana kapasitas disain kolom lebih besar 1,2 kali dari kapasitas disain balok. Dari hasil pendisainan yang dilakukan, didapatkan penampang balok, kolom maupun tebal plat lantai dan tebal dinding geser yang digunakan sesuai dengan preliminary design. Tidak ada perubahan penampang karena rasio tulangan yang didapatkan telah memenuhi syarat yang diatur didalam SNI dan untuk syarat kapasitas juga telah memenuhi. Kata kunci : Struktur, gedung perkantoran 8 lantai, SRPMK, SDSK, rasio tulangan. i

6 DAFTAR ISI ABSTRAK... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...viii KATA PENGANTAR... xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Masalah Sistematika penulisan... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Filosofi Klasifkasi Sistem Rangka Pemikul Momen Klasifkasi Sistem Dinding Struktur Sistem Ganda Struktur Beton Bertulang Kolom ii

7 2.5.2 Balok Plat Dinding geser Perencanaan Kapasitas Daktilitas Ketentuan Perencanaan Pembebanan Analisa Pembebanan Kombinasi Pembebanan Wilayah Gempa Bumi di Indonesia Respon Struktur Persyaratan Untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Komponen Struktur Lentur pada SRPMK (SNI 2847:2013 pasal 21.5) Lingkup Tulangan Longitudinal Tulangan Transversal Persyaratan Kekuatan Geser iii

8 Komponen Struktur Rangka Momen Khusus yang Dikenai Beban Lentur dan Aksial (SNI 2847:2013 pasal 21.6) Lingkup Kekuatan Lentur Minimum Kolom Tulangan Memanjang Tulangan Transversal Persyaratan Kekuatan Geser Joint Rangka Momen Khusus (SNI 2847:2013 pasal 21.7) Lingkup Persyaratan umum Tulangan Transversal Kekuatan Geser Panjang Penyaluran Batang Tulangan dalam Kondisi Tarik Persyaratan untuk Sistem Dinding Struktur Khusus Kekuatan geser untuk Sistem Dinding Struktur Khusus BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Pelaksanaan dalam Tugas Akhir Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir iv

9 3.3 Data Bangunan Layout dan Model Geometri Bangunan Spesifikasi Material Jenis Struktur Preliminary Design Balok Plat Kolom Dinding Geser Permodelan Struktur Pemebebanan Beban Mati Beban Hidup Beban Gempa Dinamik Respon Spektrum Kombinasi Pembebanan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Gaya Dalam Pada Balok v

10 4.1.2 Gaya Dalam Pada Kolom Gaya Dalam Pada Dinding Geser Kontrol Sistem Ganda Perencanaan Tulangan Balok Kolom Plat lantai Cek Geser Join Balok Kolom Dinding Geser Pehitungan Berat Baja Tulangan dalam 1 m 3 beton BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN vi

11 Tabel 2.1 Batasan Selimut Beton DAFTAR TABEL Tabel 2.2 Perencanaan tebal minimum dari balok. Tabel 2.3 Tebal minimum pelat tanpa balok interior Tabel 2.4 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk beban gempa Tabel 2.5 Faktor Keutamaan Gempa Tabel 2.6 Klasifikasi Situs Tabel 2.7 Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung Tabel 2.8 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x Tabel 3.1 Beban mati yang bekerja pada struktur bangunan Tabel 3.2 Beban hidup yang bekerja pada struktur bangunan Tabel 3.3 Data Respon Spektrum Tanah Sedang Tabel 4.1 Rekap gaya dalam balok Tabel 4.2 Rekap gaya dalam momen terbesar dari balok utama Tabel 4.3 Rekap gaya dalam momen terbesar dari balok anak Tabel 4.4 Rekap gaya dalam kolom Tabel 4.5 Rekap gaya dalam dinding geser Tabel 4.6 Kontrol sistem ganda Tabel 4.7 Perhitungan berat baja tulangan terhadap volume beton vii

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Mekanisme keruntuhan ideal suatu struktur gedung dengan sendi plastis terbentuk pada ujung-ujung balok, kaki kolom Gambar 2.2 Spektrum Respon Desain Gambar 2.3 Peta wilayah gempa menurut SNI berdasarkan parameter Ss Gambar 2.4 Peta wilayah gempa menurut SNI berdasarkan parameter Sl Gambar 2.5 Contoh Sengkang Tertutup yang saling tumpuk dan ilustrasi batasan pada spasi horizontal maksimum batang tulangan longitudinal yang dtumpu (Sumber SNI 2847:2013 Pasal ) Gambar 2.6 Geser desain untuk balok dan kolom Gambar 2.7 Contoh tulangan transversal pada kolom Gambar 2.8 Luas joint efektif Gambar 3.1 Layout Bangunan Gambar 3.2 Geometri Bangunan Gambar 3.3 Layout Fungsi Ruangan lantai 1 Gambar 3.4 Layout Fungsi Ruangan lantai 2, 3, 4 dan 5 Gambar 3.5 Layout Fungsi Ruangan lantai 6 dan 7 Gambar 3.6 Layout Fungsi Ruangan lantai 8 Gambar 3.7 Layout Lantai Atap Gambar 3.8 Tampilan awal situs web Puskim PU Gambar 3.9 Grafik respon spektrum tanah sedang viii

13 Gambar 3.10 Gambar Balok Tengah Gambar 3.11 Gambar Balok Tepi Gambar 3.12 Input data mutu material Gambar 3.13 Input dimensi balok Gambar 3.14 Input dimensi kolom Gambar 3.15 Input tebal plat Gambar 3.16 Input tebal dinding geser Gambar 3.17 Permodelan struktur gedung Gambar 3.18 Input beban mati struktur gedung Gambar 3.19 Input beban hidup struktur gedung Gambar 3.20 Grafik respon spektrum tanah sedang Gambar 3.21 Input Beban Gempa Respon Spektrum di ETABS 9.71 Gambar 4.1 Permodelan setelah di Run di ETABS 9.71 Gambar 4.2 Moment struktur setelah di Run di ETABS 9.71 Gambar 4.3 Gaya geser struktur setelah di Run di ETABS 9.71 Gambar 4.4 Gaya normal struktur setelah di Run di ETABS 9.71 Gambar 4.5 Envelopment gaya dalam moment 7 kombinasi balok utama Gambar 4.6 Bidang moment terluar balok utama Gambar 4.7 Envelopment gaya dalam moment 7 kombinasi balok anak Gambar 4.8 Bidang moment terluar balok anak ix

14 Gambar 4.9 Penampang balok T Gambar 4.10 Gambar 4.24 Zonasi Penulangan Geser Gambar 4.11 Tulangan balok utama Gambar 4.12 Tulangan balok anak Gambar 4.13 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 1,2 dan 3 Eksterior (600x600) mm Gambar 4.14 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 1,2 dan 3 Interior (600x600) mm Gambar 4.15 Tulangan kolom lantai 1,2 dan 3 eksterior dan interior (600x600) mm Gambar 4.16 Diagram Interaksi PvsM Kolom Lantai 4,5 dan 6 Eksterior (500x500) mm Gambar 4.17 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 4,5 dan 6 Interior (500x500) mm Gambar 4.18 Tulangan kolom lantai 4,5 dan 6 eksterior dan interior (500x500) mm Gambar 4.19 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 7 dan 8 Eksterior (400x400) mm Gambar 4.20 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 7 dan 8 Interior (400x400) mm Gambar 4.21 Tulangan kolom lantai 7 dan 8 eksterior dan interior (400x400) mm Gambar 4.22 Sistem penulangan pelat lantai Gambar 4.23 Potongan penulangan pelat lantai Gambar 4.24 Detail penulangan pelat lantai Gambar 4.25 Gaya geser yang bekerja di join balok kolom Gambar 4.26 Potongan penulangan dinding geser Gambar 4.27 Detail penulangan dinding geser x

15 KATA PENGANTAR Puji beserta syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir yang berjudul Disain Elemen Struktur Bangunan Bertingkat dengan Sistem Ganda; Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Dinding Struktur Khusus (SDSK) ini disusun untuk memenuhi persyaratan akademis untuk penyelesaian Program S1 Teknik Sipil Universitas Andalas. Pada kesempatan ini ucapan terima kasih dan perhargaan diaturkan kepada: 1. Orang tua dan keluarga atas doa, kasih sayang, nasihat, pengertian, perhatian baik moril maupun materil, dan dorongan yang telah diberikan. 2. Bapak Dr. Ruddy Kurniawan, selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pembelajaran, dan motivasi yang telah diberikan. 3. Seluruh dosen, staf pengajar dan karyawan/ti, serta rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Fakultas Teknik khususnya Jurusan Teknik Sipil angkatan 2013 Universitas Andalas. 4. Keluarga besar Engineering Bridge Club (EBC) yang telah menjadi tempat untuk dapat mengasah kemampuan soft skill dan pembelajaran lainnya yang tidak dipelajari di bangku perkuliahan. xi

16 Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan menjadi nilai pahala di sisi Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu penulis mengaharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Mudah-mudahan Allah SWT merahmati segala yang perbuatan baik yang kita kerjakan. Padang, Oktober 2017 Penulis xii

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangunan adalah wujud fisik berupa struktur yang dibuat oleh manusia yang terdiri dari mulai pondasi, dinding sampai atap secara permanen dan dibuat pada satu tempat. Bangunan juga bisa disebut gedung, yaitu segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam kebudayan manusia dalam membangun peradaban. Bangunan yang didirikan diatas tanah tentulah terkena oleh getaran tanah itu sendiri. Ini artinya bangunan sudah pasti terkena getaran, baik itu gempa bumi ataupun getaran lainnya. Kota Padang terletak di daerah rawan gempa. Untuk membangun gedung di daerah rawan gempa banyak masyarakat untuk memilih membangun gedung menjauhi pusat gempa tersebut, kita bisa membangun gedung di daerah rawan gempa tanpa harus mengkhawatirkan ketahanan gedung tersebut terhadap bencana, seperti yang diutarakan oleh Teddy Bone, penggerak World Seismic Safety Initiative di Indonesia Perkuatan secara vertikal lebih baik dilakukan daripada perkuatan horizontal. Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko akibat bencana gempa tersebut perlu direncanakan struktur bangunan tahan gempa. 1

18 Perencanaan tahan gempa pada umumnya didasarkan pada analisa elastik yang diberi faktor beban untuk simulasi kondisi ultimit (batas). Kenyataannya, perilaku runtuh struktur bangunan pada saat gempa adalah pada saat kondisi inelastis. Dengan merencanakan suatu struktur dengan beban gempa, banyak aspek yang mempengaruhinya diantaranya adalah periode bangunan. Periode bangunan itu sangat dipengaruhi oleh massa struktur serta kekakuan struktur tersebut. Kekakuan struktur sendiri dipengaruhi oleh kondisi struktur, bahan yang digunakan serta dimensi struktur yang digunakan. Evaluasi untuk memperkirakan kondisi inelastik struktur bangunan pada saat gempa perlu untuk mendapatkan jaminan bahwa kinerjanya memuaskan pada saat terjadinya gempa. Bila terjadi gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non struktural maupun pada komponen strukturalnya. Bila terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non strukturalnya, akan tetapi komponen strukturalnya tidak boleh mengalami kerusakan. Bila terjadi gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi penghuni bangunan dapat menyelamatkan diri. (Dian Fauziah Rambe,2009) Untuk itu pada tugas akhir ini akan didesain/direncanakan sebuah bangunan gedung dengan Sistem Ganda; Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Dinding Struktur Khusus direncanakan dengan konsep Strong Colomn and Weak Beam (kolom kuat dan balok lemah). Dengan konsep perencanaan 2

19 ini diharapkan struktur akan memberikan respon inelastis terhadap beban gempa kuat yang bekerja pada struktur dan mampu menjamin mekanisme sendi plastis pada elemen-elemen struktur sehingga struktur tetap berdiri walaupun sudah berada diambang keruntuhan. Dalam Tugas Akhir ini perhitungan untuk bangunan perkantoran 8 lantai menggunakan Softwere ETABS9.7.1 dan perhitungan gaya/beban gempa yang bekerja dengan metode Analisis dinamik Ekuivalen. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Merencanakan komponen struktur gedung beton bertulang tahan gempa dengan sistem ganda; Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Dinding Struktur Khusus (SDSK) berdasarkan peraturan SNI Elemen struktur yang direncanakan meliputi balok, kolom, plat lantai sambungan balok-kolom, dan dinding geser. 1.3 Manfaat Penelitian 1. Diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi secara lebih detail dalam tata-cara perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa. 3

20 2. Diharapkan dapat memahami proses perencanaan struktur bangunan gedung khususnya dengan konsep Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Dinding Struktur Khusus (SDSK) Batasan Penelitian 1. Fungsi bangunan berupa gedung perkantoran. 2. Sistem sruktur gedung beton bertulang berupa Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Dinding Struktur Khusus (SDSK). 3. Perhitungan dan analisa struktur dilakukan dengan tiga dimensi. Beban-beban yang diperhitungkan meliputi : a. Beban mati/berat sendiri bangunan (dead load) b. Beban hidup (live load) c. Beban gempa (earthquake load) berupa respon spektrum untuk kota Padang. 4. Data pembebanan gempa diambil dari situs Puskim PU. 5. Analisa pembebanan dan gaya dalam dilakukan dengan menggunakan software ETABS Elemen struktur yang didisain adalah bagian struktur atas yaitu, balok, kolom, plat lantai, sambungan balok kolom, dan dinding 4

21 geser. 7. Penyusunan tugas ini berpedoman pada peraturan-peraturan sebagai berikut: a. SNI tentang Tata cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. b. SNI tentang Tata Cara Perencanan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung. c. SNI tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan Non Gedung. d. SNI tentangan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung e. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIUG 1983) 1.5 Sistematika Penulisan Untuk dapat memperoleh penulisan yang sistematis dan terarah, maka alur penulisan tugas akhir ini akan dibagi dalam lima bab dengan perincian sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN 5

22 Berisikan tentang latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan dalam penulisan tugas akhir ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisikan tentang teori-teori dasar mengenai gempa bumi, struktur beton bertulang, perencanaan struktur gedung berdasarkan SNI, analisa pembebanan, analisa respon spektrum dan respon struktur. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Berisikan langkah-langkah dalam menganalisis struktur gedung beton bertulang sesuai peraturan yang berlaku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Terdiri dari hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil penelitian tersebut. BAB V PENUTUP Berisikan kesimpulan penelitian dan saran. 6

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filosofi Filosofi dasar dari perencanaan bangunan tahan gempa adalah terdapatnya komponen struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelehan. Komponen struktur yang leleh tersebut merupakan komponen yang menyerap energi gempa selama bencana gempa terjadi. Agar memenuhi konsep perencanaan struktur bangunan tahan gempa tersebut, maka pada saat gempa kelelehan yang terjadi hanya pada balok. Oleh karena itu kolom dan sambungan harus dirancang sedemikian rupa agar kedua komponen struktur tidak mengalami kelelehan ketika gempa terjadi. 2.2 Klasifkasi Sistem Rangka Pemikul Momen Pada sistem rangka pemikul momen, beban gravitasi mampu dipikul oleh rangka struktur. Pada sistem ini beban lateral dipikul dengan cara aksi lentur pada setiap elemennya. Terdapat beberapa ciri pada sistem struktur ini: 1. Beban ditransfer oleh geser di kolom sehingga menghasilkan momen pada balok dan kolom. 7

24 2. Hubungan balok-kolom harus didesain dengan baik sebab hubungan balok kolom merupakan bagian yang penting agar sistem bekerja dengan baik. 3. Momen dan geser dari beban lateral harus ditambahkan pada struktur dari beban gravitasi. Menurut (Iswandi dan Fajar, 2014), Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) adalah sistem rangka ruang dimana komponen-komponen struktur balok, kolom dan join-joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sistem Rangka Pemikul momen dapat dibagi menjadi: a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) Suatu sistem rangka yang memenuhi ketentuan-ketentuan harus memenuhi pasal 21.2 SNI Sistem rangka ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas terbatas dan hanya cocok digunakan di daerah dengan risiko gempa yang rendah. b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) Suatu sistem rangka yang memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan detailing pasal 21.3 SNI Sistem rangka ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas sedang. 8

25 c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Suatu sistem rangka yang selain memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan pasal 21.5 sampai dengan pasal 21.8 SNI Sistem ini memiliki daktilitas penuh dan wajib digunakan di daerah dengan risiko gempa yang tinggi. 2.3 Klasifkasi Sistem Dinding Struktur Sistem dinding struktur adalah dinding yang diproporsikan untuk menahan kombinasi gaya geser, momen, dan gaya aksial yang ditimbulkan gempa. (Iswandi dan Fajar, 2014) Dinding struktural dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Dinding Struktural Biasa (SDSB). Suatu dinding struktural yang memenuhi ketentuan-ketentuan SNI beton pasal 1 hingga pasal 20 serta pasal 22. Sistem dinding ini memiliki tingkat daktilitas terbatas dan hanya boleh digunakan untuk struktur bangunan yang dikenakan maksimal KDS C. 2. Dinding Struktural Khusus (SDSK). Suatu dinding struktural yang selain memenuhi ketentuan untuk dinding biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan pasal Sistem dinding ini pada prinsipnya memiliki tingkat daktilitas penuh dan harus digunakan untuk struktur bangunan yang dikenakan KDS D, E dan F. 9

26 2.4 Sistem Ganda Sistem ganda merupakan gabungan dari sistem pemikul beban lateral berupa dinding geser atau bresing dengan system rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral yang bekerja. (Syahidah, 2017) Kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral gempa, dengan memperhatikan interaksi keduanya. Nilai R yang direkomendasikan untuk sistem ganda yang terdiri atas dinding geser dengan SRPMK adalah Struktur Beton Bertulang Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan: beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tarik yang rendah dan batang-batang baja yang ditanamkan didalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Struktur beton bertulang banyak digunakan untuk struktur bangunan tingkat rendah, tingkat menengah sampai bangunan tingkat tinggi. Struktur beton bertulang merupakan struktur yang paling banyak digunakan atau dibangun orang dibandingkan dengan jenis struktur yang lainya. Struktur beton bertulang lebih murah dan lebih monolit dibandingkan dengan struktur baja maupun struktur 10

27 komposit. Karena elemen-elemen dari struktur beton bersifat monolit, maka struktur ini mempunyai perilaku yang baik dalam memikul beban gempa. Di dalam perancangan struktur beton bertulang tahan gempa, perlu diperhatikan adanya detail penulangan yang baik dan benar. Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul didalam sistem. Banyak kelebihan dari beton sebagai struktur bangunan diantaranya adalah: 1. Beton memiliki kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan bahan lain; 2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhan dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang-batang struktur dengan ketebalan penutup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada permukaanya saja tanpa mengalami keruntuhan; 3. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi; 11

28 4. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi telapak, dinding basement, dan tiang tumpuan jembatan; 5. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuanya untuk dicetak menjadi bentuk yang beragam, mulai dari pelat, balok, kolom yang sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar; 6. Di bagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah (pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain. kekurangan dari penggunaan beton sebagai suatu bahan struktur yaitu: 1. Beton memiliki kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan penggunaan tulangan tarik; 2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap ditempatnya sampai beton tersebut mengeras; 3. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur bentang panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan sangat mempengaruhi momen lentur; 4. Rendahnya kekuatan per satuan volume mengakibatkan beton akan berukuran relatif besar, hal penting yang harus 12

29 dipertimbangkan untuk bangunan-bangunan tinggi dan struktur-struktur berbentang panjang; 5. Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi campuran dan pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bisa ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain seperti baja dan kayu lapis. Dalam perencanaan struktur beton bertulang, beton diasumsikan tidak memiliki kekuatan tarik sehingga diperlukan material lain untuk menanggung gaya tarik yang bekerja. Material yang digunakan umumnya berupa batang-batang baja yang disebut tulangan. Untuk meningkatkan kekuatan lekat antara tulangan dengan beton di sekelilingnya telah dikembangkan jenis tulangan uliran pada permukaan tulangan, yang selanjutnya disebut sebagai baja tulangan deform atau ulir. Berdasarkan SNI , untuk melindungi tulangan terhadap bahaya korosi maka di sebelah tulangan luar harus diberi selimut beton. Untuk beton bertulang, tebal selimut beton minimum yang harus disediakan untuk tulangan harus memenuhi ketentuan berikut: 13

30 Tabel 2.1 Batasan Selimut Beton Kriteria Selimut beton,mm a. Beton yang dicor di atas dan selalu berhubungan dengan tanah 75 b. Beton yang tidak berhubungan dengan tanah dan cuaca: Batang tulangan D-19 hingga D-57 Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil c. Beton yang berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah: Slab, dinding, balok usuk: Batang tulangan D-44 dan D-57 Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil Balok, kolom: Tulangan utama, pengikat, sengkang, spiral Komponen struktur cangkang, plat lipat: Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar Batang tulangan D-16, Kawat M-16 ulir atau polos, dan yang kebih kcil Untuk gedung bertingkat tinggi dengan menggunakan struktur beton bertulang, struktur atas yang utama terdiri dari balok, kolom dan plat lantai. Menurut struktur, urutan pelaksanaan ketiganya adalah : 1. Kolom 2. Balok (dapat bersamaan dengan plat/slab) 3. Pelat / slab (termasuk tangga) 14

31 4. Dinding geser Kolom Kolom adalah elemen vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok. Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, posisi beban pada penampang dan panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi lateral. Menurut SNI 2847:2013, kolom merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melampaui 3 yang digunakan terutama untuk menumpu beban tekan aksial. Kegagalan kolom akan berakibat langsung runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan. Oleh karena itu dalam perencanaan struktur kolom diberikan cadangan kekuatan lebih tinggi dari komponen struktur yang lain. Pada prakteknya, kolom tidak hanya menahan beban aksial vertikal, tetapi juga menahan kombinasi beban aksial dan momen lentur. Atau dengan kata lain, kolom harus diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu Balok Balok adalah elemen struktur yang menahan beban lentur dan menyalurkan beban-beban dari slab lantai ke kolom penyangga yang vertikal. Pada umumnya elemen balok dicor secara monolit dengan slab dan secara struktural ditulangi di bagian bawah atau di bagian atas. Balok juga berfungsi sebagai pengekang dari struktur kolom. 15

32 Pada balok berlaku pula panjang bentang teoritis l harus dianggap sama dengan bentang bersih L ditambah dengan setengah panjang perletakan yang telah ditetapkan. Tata cara untuk perencanaan penampang minimum balok non prategang telah diatur berdasarkan SNI 2847:2013, tabel 9.5(a). Halaman 70, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung seperti pada tabel 2.1 yaitu untuk perencanaan tebal minimum dari balok. Tabel 2.2 Perencanaan tebal minimum dari balok. Tebal minimum, h Komponen struktur Tertumpu sederhana Satu ujung menerus Kedua ujung menerus Kantilever Komponen struktur tidak menumpu atau tidak dihubungkan dengan partisi atau konstruksi lainnya yang mungkin rusak dan lendutan yang besar Pelat masif satu arah l/20 l/24 l/28 l/10 Balok atau plat rusuk satu arah l/16 l/18,5 l/21 l/ Plat Pelat lantai merupakan salah satu komponen struktur konstruksi baik pada gedung maupun jembatan dan biasanya dibangun dengan konstruksi beton bertulang. Pelat lantai sangat dipengaruhi oleh momen lentur dan gaya geser yang terjadi. Sisi tarik pada pelat terlentur ditahan oleh tulangan baja, sedangkan gaya geser pada pelat lantai ditahan oleh beton yang menyusun pelat 16

33 lantai itu sendiri. Berdasarkan perilaku pelat lantai dalam menahan beban yang bekerja, pelat lantai dibagi menjadi dua yaitu pelat satu arah (one-way slab) dan pelat dua arah (twoway slab). Tabel 2.3 Tebal minimum pelat tanpa balok interior Tegangan Tanpa penebalan Dengan penebalan leleh, fy MPa Panel eksterior Panel interior Panel eksterior Panel interior Tanpa balok pinggir Dengan balok pinggir Tanpa balok pinggir Dengan balok pinggir 280 Ln/33 Ln/36 Ln/36 Ln/36 Ln/40 Ln/ Ln/30 Ln/33 Ln/33 Ln/33 Ln/36 Ln/ Ln/28 Ln/31 Ln/31 Ln/31 Ln/34 Ln/34 Untuk 0.2 < αm hmin = 12,5 cm Dan h tidak boleh kurang dari : ln [0,8 + fy 1400 ] h = β(αm 0,2) (2.1) Untuk αm > 2, hmin = 9 cm Dan h tidak boleh kurang dari : ln [0,8 + fy 1400 ] h = β (2.2) 17

34 2.5.4 Dinding geser Bangunan tinggi tahan gempa umumnya menggunakan elemen-elemen struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya geser, momen dan gaya aksial yang timbul akibat beban gempa. Dengan adanya dinding geser yang kaku pada bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut. 2.6 Perencanaan Kapasitas Prinsip perencanaan kapasitas adalah pengendalian energi beban lateral gempa yang masuk dalam struktur agar struktur dapat berperilaku memuaskan dan tidak terjadi keruntuhan pada saat terjadi gempa kuat. Prinsip perancangan kapasitas merupakan konsep kolom kuat balok lemah (strong coulumn-weak beam), dimana kolom-kolom dirancang lebih kuat daripada baloknya untuk menjamin kolom tetap elastis dan ujung balok menjadi plastis bila mengalami gempa, artinya ketika struktur gedung memikul pengaruh Gempa Rencana, sendi-sendi plastis di dalam struktur gedung tersebut hanya boleh terjadi pada ujung-ujung balok dan pada kaki kolom dan atau pada kaki dinding geser saja. 18

35 (Iswandi dan fajar,2014) mengemukakan hierarki keruntuhan yang perlu diperhatikan meliputi: 1. Hierarki keruntuhan antar bahan-bahan yang membentuk penampang beton bertulang. 2. Hierarki keruntuhan antar mekanisme gaya pada elemen struktur. 3. Hierarki keruntuhan antar elemen yang yang membentuk struktur. 4. Hierarki keruntuhan antar mekanisme batas pada struktur portal. Gambar 2.1 Mekanisme keruntuhan ideal suatu struktur gedung dengan sendi plastis terbentuk pada ujung-ujung balok, kaki kolom 2.7 Daktilitas Dalam perencanaan dan desain konstruksi dikenal adanya beberapa istilah penting yang perlu diperhatikan oleh setiap perencana sipil yang berkecimpung dalam dunia konstruksi. Antara 19

36 lain daktilitas, faktor daktilitas, daktilitas (daktail) penuh, daktail parsial dan elastik penuh. 1. Daktilitas Daktilitas yaitu kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. 2. Faktor Daktilitas Faktor daktilitas Cd adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelahan pertama di dalam struktur gedung. 3. Daktail Penuh Daktail penuh adalah suatu tingkat daktilitas struktur gedung, di mana strukturnya mampu mengalami simpangan pasca-elastik pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan yang paling besar, yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,3. 4. Daktail parsial Selain definisi daktail penuh di atas, masih ada istilah penting lainnya yang perlu diperhatikan yaitu daktail parsial. Daktail parsial 20

37 yaitu seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilitas di antara untuk struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1,0 dan untuk struktur gedung yang daktail penuh sebesar 5,3. 5. Elastik penuh Elastik penuh adalah suatu tungkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilitas sebesar Ketentuan Perencanaan Pembebanan Perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa acuan standar sebagai berikut: 1. Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung (SNI 2847:2013); 2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI ); 3. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung Analisa Pembebanan Beban dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta faktor-faktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan struktur. 21

38 Jenis-jenis beban yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan struktur bangunan gedung adalah sebagai berikut: 1. Beban mati (dead load/dl) Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. Beban mati merupakan beban yang bekerja akibat gravitasi yang bekerja tetap pada posisinya secara terus menerus dengan arah ke bumi tempat struktur didirikan. Jenis beban mati adalah sebagai berikut : a. Berat jenis beton : 2400 kg/m3 b. Adukan semen (per-cm tebal) : 21 kg/m2 c. Plafond/ langit-langit : 11 kg/m2 d. Penggantung langit-langit dari kayu : 7 kg/m2 e. Tembok batu bata (1/2 batu) : 250 kg/m2 2. Beban hidup (live load/ll) Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, 22

39 seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir dan beban mati. Jenis beban hidup adalah sebagai berikut : a. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama dan rumah sakit : 250 kg/m2 b. Tangga, bordes tangga dari lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toserba, restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit, toko : 300 kg/m2 c. Lantai untuk : pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan sendiri terhadap beban hidup yang ditentukan minimum : 400 kg/m2 3. Beban Gempa (Earthquake Load/EL) Beban gempa apabila ditinjau dari desain gempa, maka harus diperhatikan mengenai strategi bagaimanakah yang terbaik untuk desain gedung pada daerah yang mempunyai potensi gempa. a. Perhitungan Berat Bangunan (Wt) Berat dari bangunan dapat berupa beban mati yang terdiri dari berat sendiri material-material konstruksi dan elemen-elemen struktur, serta beban hidup yang diakibatkan oleh hunian atau penggunaan bangunan. Berdasarkan standar pembebanan yang berlaku di Indonesia, untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa pada struktur 23

40 bangunan gedung, beban hidup yang bekerja dapat dikalikan dengan faktor reduksi sebesar 0,3. b. Perioda Getar Fundamental Struktur (T) Karena besarnya beban gempa belum diketahui, maka waktu getar dari struktur belum dapat ditentukan secara pasti. Untuk perencanaan awal, waktu getar dari bangunan gedung pada arah X (Tx) dan arah Y (Ty) dihitung dengan menggunakan rumus empiris: Tx = Ty = 0,06. H 0,75 (dalam detik).. (2.3) c. Faktor Keutamaan Struktur (I) Menurut SNI Gempa 2012, pengaruh Gempa Rencana harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan (I). 24

41 Tabel 2.4 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk beban gempa Jenis pemanfaatan Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: 1. Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan 2. Fasilitas sementara 3. Gedung penyimpanan 4. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV termasuk tapi tidak dibatasi untuk: 1. Perumahan 2. Rumah toko dan rumah kantor 3. Pasar 4. Gedung perkantoran 5. Gedung apartemen/rumah susun 6. Pusat perbelanjaan/mall 7. Bangunan industri 8. Fasilitas manufaktur 9. Pabrik Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: 1. Bioskop 2. Gedung pertemuan 3. Stadion 4. Fasilitas kesehatanyang tidak memiliki unit bedah Gedung non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: 1. Pusat pembangkit listrik biasa 2. Fasilitas penanganan air Katgori resiko I II III 25

42 Tabel 2.5 Faktor Keutamaan Gempa Kategori Risiko Faktor keutamaan gempa, Ie I atau II 1,0 III 1,25 IV 1,50 d. Klasifikasi Situs Menurut SNI Gempa 2012, tipe kelas situs harus ditetapkan sesuai definisi dari tabel 2.5 sebagai berikut : Tabel 2.6 Klasifikasi Situs Kelas situs Vs (m/detik) N atau Nch Su (kpa) SA (batuan keras) >1500 N/A N/A SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A SC (tanah keras, sangat padat dan 350 sampai 750 > batuan lunak) SD (tanah sedang) 175 sampai sampai sampai 100 e. Spektrum Respon Desain (S) Setelah dihitung waktu getar dari struktur bangunan pada arah-x (Tx) dan arah-y (Ty), maka harga dari Faktor Respon Gempa C dapat ditentukan dari Diagram Spektrum Respon Gempa Rencana. 26

43 Gambar 2.2 Spektrum Respon Desain f. Beban Geser Dasar Nominal Akibat Gempa Beban geser dasar nominal horisontal akibat gempa yang bekerja pada struktur bangunan gedung, dapat ditentukan dari rumus : C. I v. Wt R.. (2.4) Dimana : V adalah gaya geser dasar rencana total, N R adalah faktor modifikasi respons Wt adalah berat total struktur, N I C adalah Faktor keutamaan gedung adalah Nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa 27

44 Rencana untuk waktu getar alami fundamental dari struktur gedung. Beban Geser Dasar Nominal (V) harus didistribusikan di sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa statik ekuivalen yang bekerja pada pusat massa lantai-lantai tingkat. Besarnya beban statik ekuivalen Fi pada lantai tingkat ke-i dari bangunan dihitung dengan rumus : Fi = Wizi n V. (2.5) Wizi Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai (direduksi), zi adalah ketinggian lantai tingkat kei diukur dari taraf penjepitan lateral struktur bangunan, dan n adalah nomor lantai tingkat paling atas. g. Periode fundamental pendekatan Periode fundamental struktur T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan property struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Periode fundamental struktur T, tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada periode yang dihitung (Cu) dari tabel 2.7 dan periode fundamental pendekatan Ta. Sebagai alternative pada pelaksanaan analisis untuk menentukan peride i=1 28

45 fundamental struktur T, diijinkan secara langsung menggunakan periode bangunan pendekatan Ta. Periode fundamental pendekatan (Ta) dalam detik harus ditentukan dari persamaan berikut : Ta = Ct. h n x.. (2.5) Hn adalah ketinggian struktur dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur dan koefisien Ct dan x ditentukan dari tabel 2.8 Tabel 2.7 Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung Parameter percepatan respons Koefisien Cu spectral desain pada 1 detik, S D1 0,4 1,4 0,3 1,4 0,2 1,5 0,15 1,6 0,1 1,7 29

46 Tabel 2.8 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x Tipe Struktur Ct x Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa: Rangka baja pemikul momen 0,0724 a 0,8 Rangka beton pemikul momen 0,0466 a 0,9 Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 a 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 a 0,75 Semua sistem struktur lainnya 0,0488 a 0, Kombinasi Pembebanan Berdasarkan SNI 1727:2013 pasal 2.3.2, mengatur tentang kombinasi pembebanan yang akan dipakai untuk perencanaan gedung. 1. 1,4D 2. 1,2D + 1,6L+ 0,5 (L atua S atau R) 3. 1,2D + 1,6(L atua S atau R)+(L atau 0,5W) 4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (L atua S atau R) 5. 1,2D + 1,0E + L + 0,2S 6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D + 1,0E 30

47 Dimana : D = Beban Mati L = Beban Hidup E = Beban Gempa 2.9 Wilayah Gempa Bumi di Indonesia Pada SNI , peta wilayah gempa ditetapkan berdasarkan parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek 0,2 detik) dan parameter S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) seperti yang terlihat pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 berikut ini: Gambar 2.3 Peta wilayah gempa menurut SNI berdasarkan parameter Ss 31

48 Gambar 2.4 Peta wilayah gempa menurut SNI berdasarkan parameter Sl 2.10 Respon Struktur Respon struktur merupakan respon yang diberikan oleh struktur sebagai akibat adanya beban yang diberikan pada struktur. Respon struktur mencakup akibat secara langsung pada struktur seperti deformasi serta reaksi terhadap gaya dalam struktur. Untuk itu, elemen-elemen struktur harus direncanakan dengan sebaik mungkin agar tidak mengalami keruntuhan. Gaya dalam merupakan suatu respon yang diberikan oleh struktur terhadap gaya luar atau pembebanan yang terjadi. Gaya dalam ini sendiri dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni : 1. Gaya Aksial Jika respon yang diberikan sejajar dengan sumbu lokal utama suatu elemen struktur. 32

49 2. Gaya Geser Jika respon yang diberikan tegak lurus dengan sumbu lokal utama suatu elemen struktur. 3. Momen Jika respon yang diberikan berupa rotasi yang arahnya tegak lurus dengan sumbu lokal utama suatu elemen struktur Persyaratan Untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Komponen Struktur Lentur pada SRPMK (SNI 2847:2013 pasal 21.5) Lingkup Komponen struktur lentur pada SRPMK harus memenuhi syarat-syarat dibawah ini: 1. Gaya tekan aksial terfaktor pada komponen struktur, Pu tidak boleh melebihi Agf c/ Bentang bersih komponen struktur, ln tidak boleh kurang dari empat kali tinggi efektifnya. 3. Lebar komponen bw tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari 0,3h dan 250 mm 33

50 4. Lebar komponen struktur bw, tidak boleh melebihi lebar komponen struktur penumpu, c2, ditambah suatu jarak pada masing-masing sisi komponen struktur penumpu yang am dengan yang lebih kecil dari a) dan b) a) Lebar komponen struktur penumpu c2 b) 0.75 kali dimensi keseluruhan komponen struktur penumpu c Tulangan Longitudinal 1. Pada setiap irisan penampang komponen struktur lentur: a. Jumlah tulangan tidak boleh kurang dari Asmin = 0,25 fc bw. d fy.. (2.6) b. Tidak boleh kurang dari 1,4bwd/fy c. Rasio tulangan ρ tidak boleh melebihi 0,025. d. Paling sedikit dua batang tulangan harus disediakan menerus pada kedua sisi atas dan bawah. 2. Kekuatan momen positif pada muka joint harus tidak kurang dari setengah kekuatan momen negatif yang disediakan pada muka joint tersebut. Baik kekuatan momen negatif atau positif pada sebarang penempang 34

51 sepanjang-panjang komponen struktur tidak boleh kurang dari seperempat kekuatan momen maksimum yang disediakan pada muka salah satu dari joint tersebut. 3. Sambungan lewatan tulangan lentur diizinkan hanya jika tulangan sengkang atau spiral disediakan sepanjang panjang sambungan. Spasi tulangan transversal yang melengkupi batang tulangan yang disambung lewatkan tidak boleh melebihi yang lebih kecil dari d/4 dan 100 mm. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan: 1) Dalam joint. 2) Dalam jarak dua kali tinggi komponen struktur dari muka joint. 3) Bila analisi menunjukkan pelelehan lentur diakibatkan oleh perpindahan lateral inelastis rangka Tulangan Tansversal 1. Sengkang harus dipasang pada daerah komponen struktur rangka berikut: 35

52 Gambar 2.5 Contoh Sengkang Tertutup yang saling tumpuk dan ilustrasi batasan pada spasi horizontal maksimum batang tulangan longitudinal yang dtumpu (Sumber SNI 2847:2013 Pasal ) a. Sepanjang suatu panjang yang sama dengan dua kali tinggi komponen struktur yang diukur dari muka komponen struktur penumpu kearah tengah bentang, dikedua ujung komponen struktur lentur b. Sepanjang panjang-panjang yang sama dengan dua kali tinggi komponen struktur pada kedua sisi suatu penampang dimana pelelehan lentur sepertinya terjadi dalam hubungan dengan perpindahan lateral inelastis rangka. 2. Sengkang tertutup pertama harus ditempatkan tidak lebih dari 50 mm dari muka komponen struktur penumpu. Spasi sengkang tertutup tidak boleh melebihi yang terkecil dari : 1) d/4 36

53 2) Enam kali diameter terkecil batang tulangan lentur utama tidak termasuk tulangan kulit longitudinal 3) 150 mm 3. Bila sengkang tertutup diperlukan, batang tulangan lentur utama yang terdekat kemuka tarik dan tekan harus mempunyai tumpuan lateral. Spasi tulanga lentur yang tertumpu secara transversal tidak boleh melebihi 350 mm. 4. Bila sengkang tetrutup tidak diperlukan, sengkang dengan kait gempa pada kedua ujung harus dispasikan dengan jarak tidak lebih dari d/2 sepanjang panjang komponen struktur 5. Sengkang atau pengikat yang diperlukan untuk menahan geser harus berupa sengakang sepanjang panajng komponen struktur dalam point Persyaratan Kekuatan Geser 1. Gaya Desain Gaya desain Ve harus ditentukan dari peninjauan gaya statis pada bagian komponen struktur antara muka-muka joint. Harus diasumsikan bahwa momen-momen dengan tanda berlawanan yang berhubungan dengan kekuatan momen lentur yang mungkin Mpr, bekerja pada muka-muka joint dan bahwa komponen struktur dibebani dengan beban gravitasi tributari terfaktor sepanjang bentangnya. 37

54 2. Tulangan Transversal Tulangan transversal sepanjang panjang yang didefinisikan harus diproposisikan untuk menahan geser yang mengasumsikan Vc = 0 bila mana keduanya terjadi: a. Gaya geser yang ditimbulkan gempa yang dihitung sesuai dengan gaya rencana mewakili setengah atau lebih dari kekuatan geser perlu maksimum dala panjang tersebut. b. Gaya tekan aksial terfaktor Pu termasuk pengaruh gempa kurang dari Agfc / Komponen Struktur Rangka Momen Khusus yang Dikenai Beban Lentur dan Aksial (SNI 2847:2013 pasal 21.6) Lingkup Persyaratan ini belaku untuk komponen struktur rangka meomen khusus yang membentuk bagian sistem penahan gaya gempa dan yang menahan gaya tekan aksial terfaktor Pu akibat sebarang kombinasi beban yang melebihi Agfc / Dimensi penampang terpendek, diukur pada garis lurus yang melalui pusat geometri, tidak boleh kurang dari 300 mm, 38

55 2. Rasio dimensi penampang terpendek terhadap dimensi tegak lueus tidak boleh kurang dari Kekuatan Lentur Minimum Kolom 1. Kekuatan lentur kolom harus memenuhi sebagai berikut : a. Arah gaya geser Ve tergantung pada besaran relatif beban gravitasi dan geser dihasilkan oleh momen-momen ujung. b. Momen-momen ujung Mpr berdasarkan pada tegangan tarik baja sebesar 1,25 fy adalah kekeuatan leleh yang ditetapkan (kedua momen ujung harus ditinjau dalam dua arah, searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam). c. Momen ujung Mpr untuk kolom tidak perlu lebih besar dari momen-momen yang dihasilkan oleh Mpr balok-balok yang merangka ke dalam join balok-kolom. Ve tidak boleh kurang dari yang disyaratkan oleh analisis struktur. 39

56 Gambar 2.6 Geser desain untuk balok dan kolom ƩMnc (1, 2)Mnb ƩMnc : jumlah kekuatan lentur nominal kolom yang merangka ke dalam joint, yang dievaluasi dimuka-muka joint. Kekuatan lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor, konsisten dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang mengahasilkan kekuatan lentur terendah. ƩMnb : jumlah kekuatan lentur nominal balok yang merangka ke dalam joint, yang dievaluasi dimuka-muka 40

57 joint. Pada konstruksi balok-t, bilamana slab dislaurkan pada penampang krisi untuk lentur. Kekuatan lentur harus dijumlahkan sedmikian hingga momen-momen kolom yang berlawanan dengan momen-momen balok Tulangan Memanjang 1. Luas tulangan memanjang Ast tidak boleh kurang dari 0.01Ag atau lebih dari 0.06Ag. 2. Pada kolom dengan sengkang tertutup bulat, jumlah batang tulangan longitudinal minimun harus 6 3. Sambungan lewatan diizinkan hanya dalam setengah pusat panjang komponen strukur, harus didesain sebagai sambungan lewatan tarik dan harus dilingkupi dalam tulangan transversal Tulangan Transversal 1. Tulangan transversal harus dipasang sepanjang panjang lo dari setiap muka joint dan pada kedua sisi sebarang penampang dimana pelelehan lentur sepertinya terjadi sebagai akibat dari perpindahan lateral inelastis rangka. Panjang lo tidak boleh kurang dari yang terbesar dari : 41

58 a. Tinggi komponen struktur pada muka atau pada penampang dimana pelelehan lentur sepertinya terjadi b. Seperenam bentang bersih komponen strutur c. 450 mm 2. Tulangan transversal harus disediakan dengan salah satu dari spiral tunggal atau saling tumpuk, sengkang bulat atau sengkang persegi dengan atau tanpa pengikat silang. Pengikat silang dengan ukuran bentang tulangan yang sama atau yang lebih kecil seperti begelnya diizinkan. Setiap ujung pengikat silang harus memegang batang tulangan longitudinal terluar. Pengikat silang yang berurutan harus diseling ujung-ujungnya sepanjang tulangan longitudinal. Spasi pengikat silang atau kaki-kaki sengkang persegi hx, dalam penampang komponen struktur tidak oleh melebihi 350 mm kepusat. 3. Spasi tulangan transversal sepanjang panjang lo komponen struktur tidak boleh melebihi yang terkecil dari a. Seperempat dimensi komponen struktur minimum b. Enam kali diameter batang tulangan longitudinal yang terkecil c. So seperti persamaan dibawah : 42

59 So = [ 35 3 hx 3 ]. (2.7) Nilai So tidak boleh melebihi 150 mm dan tidal perlu diambil kurang dari 100 mm Gambar 2.7 Contoh tulangan transversal pada kolom 4. Jumlah tulangan transversal yang disyartakan harus disediakan kecuali bila jumlah yang lebih besar. Syarat tersebut: a. Rasio volume tulangan spiral atau sengkang bulat ρs tidak boleh kurang dari : ρs = 0,12( fc fyt ).. (2.8) dan tidak boleh kurang dari: ρs = 0,45 [ Ag fc 1]... (2.9) Ach fyt 43

60 b. Luas penampang total tulangan sengkang persegi Ash tidak boleh kurang dari yang disyaratkan: Ash = 0,3sbcfc [( Ag fyt Ach ) 1].. (2.10) Ash = 0,09sbcfc fyt..... (2.11) 5. Diluar panjang lo. Kolom harus mengandung tulangan spiral atau sengkang dengan spasi pusat ke pusat s tidak melebihi yang lebih kecil dari enam kali diameter batang tulangan kolom longitudinal terkecil dan 150 mm. 6. Kolom menumpu reaksi dari komponen strukrtur kaku yang tak menerus seperti dinding, harus memenuhi : a. Tulangan transversal harus disediakan sepanjan tinggi keseluruhan pada ssemua tingkat di bawah diskontinuitas jika gaya tekan aksial terfaktor pada komponen struktur ini berhubungan dengan pengaruh gempa, melebihi Agfc /10. Bilamana gaya desain telah diperbesar untuk memperhitungkan kekuatan lebih elemen vertikal sistem penahanan gaya gempa, batasan Agfc /10 harus ditingkatkan menjadi Agfc /4. b. Tulangan transversal harus menerus ke dalam komponen struktur tank menerus paling sedikit sejarak sama dengan ld, dimana ld untuk batang 44

61 tulangan kolom longitudinal terbesar. Bilamana ujung bawah kolom berhenti pada suatu dinding, tulangan transversal perlu harus menenrus ke dalam dinding paling sedikit ld dari batang tulangan kolom longitudinal terbesar di titik pemutusan. Bilamana kolom berhenti pada pondasi tapak (footing), setempat, atau penutup tiang pondasi, tulangan transversal perlu harus menerus paling sedikit 300 mm ke dalam fondasi tapak, setempat atau penutup tiang fondasi. 7. Bila selimut beton di luar tulangan transversal pengekang melebihi 100 mm, tulangan transversal tambahan harus disediakan. Selimut beton untuk tulangan transversal tambahan tidak boleh melebihi 300 mm Persyaratan Kekuatan Geser 1. Gaya geser desain, Ve harus ditentukan dari peninjauan terhadap gaya-gaya maksimum yang dapat dihasilkan di muka-muka joint disetiap ujung komponen struktur. Gaya-gaya joint ini harus ditentukan menggunakan kekuatan momen maksimum yang mungkin Mpr disetiap ujung komponen struktur yang berhubungan dengan rentang dari beban aksial terfaktor Pu yang bekerja pada momen struktur. Geser kompnen struktur tidak perlu melebihi yang ditentukan dari kekuatan joint berdasarkan pada Mpr komponen struktur tramsversal yang merangka 45

62 kedalam joint. Dalam semua kasus Ve tidak boleh kurang dari geser terfaktor yang ditentukan oleh analisis struktur. 2. Tulangan Transversal Tulangan transversal sepanjang panjang lo yang diidentifikasi harus diproposisikan untuk menahan geser dengan mengasumsikan Vc = 0 bilamana terjadi : a. Gaya geser ditimbulkan gempa, yang dihitung mewakili setengah atau lebih dari kekuatan geser perlu maksimum dalam lo b. Gaya tekan aksial terfaktor Pu termasuk pengaruh gempa kurang dari Agfc / Joint Rangka Momen Khusus (SNI 2847:2013 pasal 21.7) Lingkup Berlaku untuk joint balok-kolom rangka momen khusus yang membentuk bagian sistem penahan gaya gempa Persyaratan Umum 1. Gaya-gaya pada tulangan balok longitudinal di muka joint harus ditentukan dengan mengasumsikan bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah 1,25fy 46

63 2. Tulangan longitudinal balok yang dihentikan dalam suatu kolom harus diteruskan ke muka jauh inti kolom terkekang dan siangkur dalam kondisi tarik dan kondisi tekan. 3. Bila tulangan balok longitudinal menerus melalui joint balok-kolom, dimensi kolom yang sejajar terhadap tulangan balok longitudinal terbesar untuk beton normal. Untuk beton ringan, dimesinya tidak boleh kurang dari 26 kali diameter batang tulangan Tulangan Transversal 1. Bilaman komponen-komponen struktur merangka kedalam semua empat sisi joint dan apabila setiap lebar komponen struktur adalah paling sedikit tiga perempat lebar kolom, jumlah tulangan diizinkan untuk direduksi dengan setengahnya, dan spasi yang disyaratkan diizinkan untuk ditingkatkan sampai 150 mm dalam tinggi keseluruhan h komponen struktur rangka yang terpendek. 2. Tulangan balok lungitudinal di luar inti kolom harus dikekang dengan tulangan transversal yang melewati kolom yang memenuhi persyaratan spasi, jika pengekang tersebut tidak disediakan oleh suatu balok yang merangka ke dalam joint. 47

64 Kekuatan Geser 1. Untuk beton berat normal, Vn joint tidak boleh diambil sebagai yang lebih besar dari nilai yang ditetapkan. a. Untuk joint yang terkekang oleh balok-balok pada semua empat muka 1,7 fc. Aj.. (2.12) b. Untuk joint yang terkekang oleh balok-balok pada tiga muka atau pada dua muka yang berlawanan 1,2 fc. Aj c. Untuk kasus-kasus lain 1,0 fc. Aj.. (2.13 ).. (2.14) Suatu balok yang merangka ke dalam suatu muka dianggap memberikan pengekangan pada joint bila balok tersebut menutupi paling sedikit tiga perempat joint. Perpanjangan balok paling sedikit satu kali tinggi balok keseluruhan h melewati muka joint yang diizinkan untuk dianggap mencukupi untuk mengekang muka joint tersebut. 48

65 Gambar 2.8 Luas joint efektif Aj adalah luas penampang efektif dalam suatu joint yang dihitung dari tinggi joint kali lebar joint efektif. Tinggi joint harus merupakan tinggi keseluruhan kolom, h. Lebar joint efektif harus merupakan lebar keseluruhan kolom, kecuali bilamana suatu balok merangka ke dalam suatu kolom yang lebih besar, lebar joint efektif tidak boleh melebihi yang lebih kecil dari: a. Lebar balok ditambah tinggi joint b. Dua kali tegak lurus yang lebih kecil dari sumbu longitudinal balok kesisi kolom 2. Untuk beton ringan, kekuatan geser nominal joint tidak boleh melebihi tiga perempat batasan yang diberikan. 49

66 Panjang Penyaluran Batang Tulangan dalam Kondisi Tarik 1. Untuk ukuran tulangan Ø-10 sampai D-36, panjang penyaluran ldh untuk batang tulangan dengan kait 90 derajat standar pada beton normal tidak boleh kurang dari yang terbesar dari 8db, 150 mm dan panjang yang disyaratkan oleh persamaan : ldh = fydb 5,4 fc.. (2.15) Untuk beton ringan,ldh untuk suatu batang tulangan dengan kait 90 derjat standar tidak boleh kurang dari yang terbesar dari 10db, 190 mm dan 1,25 kali panjang yang disyaratkan. Kait 90 derajat harus ditempatkan dalam inti terkekang dari suatu kolom atau dari satu elemen pembatas. 2. Untuk ukuran batang tulangan Ø-10 sampai D-36, ld panjang penyaluran dalam kondisi tarik untuk batang tulangan lurus, tidak boleh kurang dari yang lebih besar dari : a. 2,5 kali panjang yang disyaratkan bila tinggi beton yang dicetak dalam satu kali angkat di bawah batang tulangan melebihi 300 mm 50

67 b. 3,25 kali panjang yang disyaratkan bila tinggi beton yang dicetak dalam satu kali angkat di bawah batang tulangan melebihi 300 mm. 3. Batang tulangan lurus yang berhenti pada suatu joint harus melewati inti terkekang dari suatu kolom atau dari suatu elemen pembatas. Sebarang bagian ld tidak dalam inti terkekang harus ditingkatkan dengan faktor sebebsar 1,6 kali 4. Bila tulangan berlapis epoksi atau berlapis ganda bahan seng epoksi digunkan, panjang penyaluran harus dikalikan dengan faktor-faktor yang sesuai Persyaratan Untuk Sistem Dinding Struktur Khusus Kekuatan geser untuk Sistem Dinding Struktur Khusus Vn dinding struktur tidak boleh melebihi Vn = Acv(αcλ fc + ρtfy).. (2.16) 1. Dimana koefisien α c adalah 0,25 untuk h w/l w 1,5 adalah 0,17 h w/l w 2,0 dan bervariasi secara linier antara 0,25 dan 0,17 h w/l w antara 1,5 dan 2,0. 2. Jika h w/l w tidak melebihi 2,0, rasio tulangan ρ l tidak boleh kurang dari rasio tulangan ρ t. 51

68 3. Untuk semua segmen dinding vertikal yang menahan gaya lateral yang sama, kombinasi Vn tidak boleh diambil lebih besar dari 0,66 Acv fc dimana A cv adalah luas kombinasi bruto dari semua segmen dinding vertical. Untuk salah satu dari segmen dinding vertical individu, Vn tidak boleh diambil lebih besar dari 0,83 Acw fc dimana A cw adalah luas penampang beton dari segmen dinding vertical individu yang ditinjau. 4. Untuk segmen dinding horizontal, Vn tidak boleh diambil lebih besar dari 0,83 Acw fc dimana A cw adalah luas penamapang beton suatu segmen dinding horizontal. 52

69 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Pelaksanaan dalam Tugas Akhir Berikut tahapan yang dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini : 1. Persiapan Literatur Pada tahap ini dilakukan pengumpulan informasi atau referensi yang berkaitan dan mengacu kepada tugas akhir yang akan dikerjakan. Literatur ini yang akan digunakan sebagai acuan dan panduan dalam pengerjaan. Hal ini dilakukan agar hasil akhir dari pngerjaan tugas akhir ini mengasilkan disain yang memiliki dasar yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. 2. Preliminary Design Preliminary Design adalah disain awal dimensi serta material yang akan digunakan untuk membentuk struktur. Preliminary Design merupakan spesifikasi struktur yang akan dimodelkan dalam software. 53

70 3. Permodelan Struktur Memodelkan struktur gedung perkantoran dengan menggunkan software ETABS Data struktur yang digunakan berdasarkan dengan Preliminary Design. 4. Analisis Pembebanan Pembebaban yang dilakukan yaitu beban mati, beban hidup dan beban gempa. Beban hidup diperhitungkan berdasarkan fungsi ruangan sedangkan beban gempa diperhitungan berdasarkan fungsi gedung, daerah gempa serta kondisi tanah. 5. Hasil dan Pembahasan Setalah dilakukan pembebanan terhadap model struktur tadi, maka dilakukan analisis pada software tersebut untuk mengetahui gaya-gaya dalam yang bekerja pada struktur tersebut. Setelah itu dilakukan perhitungan tulangan struktur atas yaitu balok, kolom. plat lantai dan dinding geser. 6. Kesimpulan Berupa hasil yang didapatkan dari analisis dan disain yang dilakukan. 54

71 3.2 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir Mulai Studi Literatur Buku Peraturan yang berlaku, dan Penelitian yang telah ada Preliminary Design Permodelan Struktur Analisis Pembebanan - Beban mati - Baban hidup - Beban gempa - Kombinasi Pembebanan Analisis Disain Tulangan Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Selesai 55

72 3.3 Data Bangunan Data bangunan yang akan didesain bukan data yang rill, karena tugas ini dibuat untuk akademik saja. Data bangunan ditentukan oleh penulis berdasarkan saran dari pembimbing. Data tersebut adalah: 1. Fungsi bangunan : Gedung Perkantoran 2. Jenis struktur : Struktur beton bertulang 3. Jumlah lantai : 8 lantai 4. Tinggi lantai 4 meter 5. Penutup atap : Dak beton 6. Lokasi : Padang 7. Jenis tanah : Tanah sedang 56

73 3.4 Layout dan Model Geometri Bangunan Gambar 3.1 Layout Bangunan Gambar 3.2 Geometri Bangunan 57

74 Gambar 3.3 Layout Fungsi Ruangan lantai 1 Gambar 3.4 Layout Fungsi Ruangan lantai 2, 3, 4 dan 5 58

75 Gambar 3.5 Layout Fungsi Ruangan lantai 6 dan 7 Gambar 3.6 Layout Fungsi Ruangan lantai 8 59

76 Gambar 3.7 Layout Lantai Atap 3.5 Spesifikasi Material Kekuatan tekan beton (fc ) Modulus Elastisitas Beton (Ec) Kekuatan leleh baja (fy) Tulangan utama Tulangan geser Modulus Elastisitas Baja (Es) : 30 MPa : MPa : 390 Mpa : 390 MPa : 240 MPa : MPa 60

77 3.6 Jenis Struktur Dalam suatu perencanaan struktur gedung, hal yang pertama dilakukan yaitu penentuan jenis struktur yang akan kita gunakan, karena ini akan berpengaruh kepada beban gempa dan dimensi struktur yang akan kita dapatkan nanti. Untuk pemilihan jenis struktur, maka terlebih dahulu harus diketahui kategori desain seismik tempat yang akan direncanakan. Langkah awal yang harus dilakukan yaitu kita harus mengetahui jenis tanah yang berada di lokasi yang akan kita rencanakan. Setelah itu kita perlu data SDS dan SD1 yang didapat dari situs Puskim PU. Gambar 3.8 Tampilan awal situs web Puskim PU Masukkan nama kota ataupun koordinat tempat yang kita rencanakan. Maka didapat nilai SDS = 0,932 g pada perioda 0,2 detik dan nilai SD1 = 0,4 g pada perioda 1 detik. Berdasarkan SNI 1726:2012 tabel 1, fungsi gedung perkantoran memiliki kategori resiko II. Dan berdasarkan Berdasarkan SNI 1726:2012 tabel 6 dan 7, untuk SDS > 0,5, SD1 > 0,2 dan kategori risiko bangunan II maka 61

78 didapat kategori desain seismik adalah KDS D. Berdasarkan SNI 2847:2013, Tabel untuk KDS D maka tipe struktur yang akan digunakan adalah sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Gambar 3.9 Grafik respon spektrum tanah sedang 3.7 Preliminary Design Dalam suatu perencanaan struktur gedung, kita harus melakukan preliminary design terlebih dahulu. Preliminary design adalah suatu tahapan perhitungan dimana kita merencanakan dimensi awal dari suatu elemen struktur. Untuk SRPMK telah ditetapkan oleh SNI 2847:2013 tentang batasan dimensi balok dan kolom yang digunakan dan juga material yang digunakan berupa mutu beton dan juga mutu baja yang digunakan Balok Dalam mendesain balok untuk SRPMK nilai lebar balok (b) dibatasi oleh SNI 2847:2013 yaitu tidak boleh kurang dari 0,3h 62

79 dan 250 mm. Penentuan tinggi balok minimum ( hmin ) dihitung berdasarkan SNI 2847:2013 Tabel 9.5(a) untuk mutu fy = 420 Mpa: h 1 min.l 18.5 (3.1) Sedangkan untuk lebarnya : 1 2 h bw h 2 3 (3.2) Dimana : bw = lebar balok h = tinggi balok L = panjang balok fy = mutu tulangan baja Dimensi balok utama dengan bentang L = 5 m h = 500 mm b = 300 mm Dimensi balok anak dengan bentang L = 5 m h = 350 mm b = 200 mm 63

80 Untuk perhitungan dapat dilihat di Lampiran Plat Perencanaan tebal pelat minimum untuk satu arah dan dua arah menggunakan persyaratan SNI 2847:2013. Perencanaan pelat dua arah dapat dilakukan dengan mengikuti SNI 2837:2013 pasal a. Untuk αm yang sama atau lebih kecil dari 0,2 harus menggunakan pasal b. Untuk αm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, h tidak boleh kurang dari : (0.8 + fy hf = Ln ) β(αm 0,2) (3.3) dan tidak boleh kurang dari 125 mm; c. Untuk αm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari : hf = Ln. (0.8 + fy 1400 ) (3.4) β dan tidak boleh kurang dari 90 mm. Dimana : Ln = panjang bentang bersih dalam arah memanjang pelat 64

81 β = rasio bentang bersih dalam arah panjang terhadap pendek balok αm = rasio kekakuan pelat Selain itu SNI 2847:2013 juga mengatur lebar flens pada balok, lihat pasal dan pasal : d. Balok Tengah e. Balok Tepi Gambar 3.10 Gambar Balok Tengah Gambar 3.11 Gambar Balok Tepi Berdasarkan perhitungan kekakuan pelat didapatkan nilai kekakuan pelat αm = 4,82, berarti tebal pelat harus lebih tebal dari rumus SNI 2847:2013 pasal (c) dan lebih tebal dari 90 mm. Setelah semua syarat lebar flens berdasarkan SNI 65

82 2847:2013 pasal dan pasal terpenuhi maka diambil tebal pelat hf = 150 mm. Untuk perhitungannya dapat dilihat di Lampiran Kolom Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal Penampang kolom harus lebih besar dari 300 mm dan perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4. Dengan menggunakan perencanaan kolom berdasarkan metoda pembebanan, maka didapatkan dimensi kolom : 1. Kolom 1,2 dan 3 : ( 600 x 600 ) mm 2. Kolom 4,5 dan 6 : ( 500 x 500 ) mm 3. Kolom 7 dan 8 : ( 400 x 400 ) mm Untuk perhitungannya dapat dilihat di Lampiran Dinding geser Pada tugas akhir ini tebal dinding geser direncanakan setebal 250 mm. 66

83 3.8 Permodelan Struktur Setelah didapatkan data dimensi berdasarkan preliminary desain diatas, maka selanjutnya kita akan melakukan permodelan struktur 3D dengan menggunakan software Etabs Langkah-langkah permodelan srukturnya yaitu : 1. Input data material berdasarkan mutu yang direncanakan, yaitu fc = 30 MPa dan fy = 390 MPa untuk tulangan utama dan fy = 240 MPa untuk tulangan geser. Gambar 3.12 Input data mutu material 2. Inputkan dimensi kolom, balok dan pelat lantai berdasarkan preliminary design yang telah dilakukan. 67

84 Gambar 3.13 Input dimensi balok Gambar 3.14 Input dimensi kolom 68

85 Gambar 3.15 Input tebal Plat Gambar 3.16 Input tebal dinding geser 69

86 3. Setelah dilakukan pendifinisian dimensi kolom, balok, pelat lantai dan dinding geser maka dilakukan penggambaran berdasarkan grid-grid yang telah dibuat. Gambar 3.17 Permodelan Struktur Gedung 3.9 Pemebebanan Beban Mati Beban mati adalah berat semua bagian dari gedung yang tak terpisahkan dan bersifat tetap. Beban mati diambil dari berat sendiri dari bahan bangunan dan komponen gedung. Beban mati mengacu pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 70

87 1983 (PPIUG 1983) serta Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain (SNI 1727:2013). Beban mati ini yang akan nantinya dimasukkan ke permodelan ETABS 9.71 sebagai fungsi Dead Load. Beban-beban mati yang diperhitungkan adalah : Tabel 3.1 Beban mati yang bekerja pada struktur bangunan Jenis Beban Dinding dari pasangan bata merah ½ bata Plafond ( termasuk rangka plafond dan penggantung ) Instalasi MEP ( Mekanikal, Elektrikal dan Plumbing ) Adukan dari semen ( spesi ), per cm tebal Water Proofing ( lapisan aspal ) Penutup Lantai ( Keramik ), per cm tebal Besar Beban 250 kg/m2 20 kg/m2 25 kg/m2 21 kg/m2 14 kg/m2 24 kg/m2 71

88 Gambar 3.18 Input Beban Mati Struktur Gedung Beban Hidup Beban hidup adalah semua beban akibat penggunaan dan penghunian dari suatu bangunan dan beban pada lantai yang dapat berpindah yang mengakibatkan perubahan pembebanan. Beban hidup pada gedung mengacu pada Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIUG 1983), serta Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain (SNI 1727:2013). Beban hidup ini yang akan nantinya dimasukkan ke permodelan ETABS 9.71 sebagai fungsi Live Load. 72

89 Perincian pembebanan dapat dilihat pada Lampiran 1. Beban-beban hidup yang diperhitungkan adalah : Tabel 3.2 Beban hidup yang bekerja pada struktur bangunan Jenis Beban Ruang Pertemuan Ruang Loker Ruang Staff Toilet Koridor Ruang Arsip Perpustakaan Ruang Multimedia Mushalla Ruang Kontrol Lobby Ruang fotocopy Ruang komputer Besar Beban 479 kg/m2 120 kg/m2 120 kg/m2 200 kg/m2 383 kg/m2 479 kg/m2 718 kg/m2 479 kg/m2 400 kg/m2 479 kg/m2 479 kg/m2 479 kg/m2 479 kg/m2 73

90 Dalam penginputan beban hidup dalam etabs 9.71 yang diambil adalah beban maksimum perlantainya. Gambar 3.19 Input Beban Hidup Struktur Gedung Beban Gempa Dinamik Respon Spektrum Dalam analisis beban gempa dinamik, respon spektrum disusun berdasarkan respons terhadap percepatan tanah hasil rekaman gempa. Desain spektrum merupakan representasi gerakan tanah akibat getaran gempa yang pernah terjadi di suatu lokasi. Pada tugas akhir ini data respon spektrum didapatkan dari situs Puskim PU, berdasarkan kondisi tanah dan wilayah yg akan didesain. 74

91 Lokasi kita berada di Padang dengan Kondisi tanah sedang. Maka didapat data respon sebagai berikut : Gambar 3.20 Grafik Respon Spektrum Tanah Sedang 75

92 Tabel 3.3 Data Respon Spektrum Tanah Sedang T (detik) SA (g) T TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS T(detik) SA(g) Setelah didapat data respon spektrum maka inputkan di permodelan ETABS 9.71 yang telah dibuat. 76

93 Gambar 3.21 Input Beban Gempa Respon Spektrum di ETABS 9.71 Kemudian isi skala faktor pada ETABS dengan rumus : G. I SF R.. (3.5) Dimana : G = Gravitasi I = Faktor Keutamaan Gedung (SNI 1726:2012, Tabel 2) R = Koefisien Modifikasi Respon (SNI 1726:2012,Tabel 9) 77

94 3.9.4 Kombinasi Pembebanan Berdasarkan SNI 1726:2012 halaman 15-16, mengatur tentang kombinasi pembebanan yang akan dipakai untuk perencanaan gedung. Kemudian kombinasi tadi dijabarkan sesuai SNI 1727:2013 pasal sehingga didapatkan kombinasi sebagai berikut : 1. 1,4D 2. 1,2D + 1,6L+ 0,5 (L atua S atau R) 3. 1,2D + 1,6(L atua S atau R)+(L atau 0,5W) 4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (L atua S atau R) 5. 1,2D + 1,0E + L + 0,2S 6. 0,9D + 1,0W 7. 0,9D + 1,0E Dimana : D = Beban Mati L = Beban Hidup E = Beban Gempa 78

95 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Struktur Analisis Struktur dilakukan setelah memasukkan semua beban mati, beban hidup dan beban gempa ke permodelan ETABS 9.71 dan kombinasi pembebanan berdasarkan SNI 1726:2012. Maka didapatkan hasil Analisis Struktur sebagai berikut : Gambar 4.1 Permodelan setelah di Run di ETABS

96 Gambar 4.2 Moment struktur setelah di Run di ETABS 9.71 Gambar 4.3 Gaya geser struktur setelah di Run di ETABS

97 Gambar 4.4 Gaya normal struktur setelah di Run di ETABS Gaya Dalam Pada Balok Gaya dalam yang bekerja di balok ada 3 ( gaya normal, gaya lintang, dan momen ). Dalam perencanaan lentur dibutuhkan nilai momen dan untuk perencanaan geser digunakan nilai gaya lintang. 81

98 Besar Momen (Nmm) Tabel 4.1 Rekap gaya dalam balok Balok Utama N,mm Normal Lintang Moment Max Min Balok Anak N,mm Normal Lintang Moment Max Min Cara pengambilan moment untuk perencanaan lentur dengan menggambarkan bidang moment disetiap kombinasi dan diambil nilai momen terbesar disetiap lokasi yaitu gambar bidang momen yang terluar Balok Utama Momen 7 Combinasi E E+08 comb1 comb2 comb3 comb4 comb5max comb5min comb6 comb7max comb7min -2E+08 Lokasi (m) Gambar 4.5 Envelopment gaya dalam moment 7 kombinasi balok utama 82

99 Besar Moment (Nmm) Moment Terluar Balok Utama Momen (-) Momen (+) Lokasi (m) Gambar 4.6 Bidang moment terluar balok utama Data gaya dalam momen yang diambil untuk perencanaan lentur berdasarkan momen terluar dari envelopment : Tabel 4.2 Rekap gaya dalam momen terbesar dari balok utama Momen (Nmm) Momen Tumpuan Kiri Momen Lapangan Momen Tumpuan Kanan (-) (+)

100 Moment (Nmm) Moment (Nmm) Balok Anak Bidang Momen dari 7 Kombinasi Lokasi Comb1 comb2 comb3 comb4 comb5max comb5min comb6 comb7max comb7min Gambar 4.7 Envelopment gaya dalam moment 7 kombinasi balok anak Momen Terluar Balok Anak Momen (-) Momen (+) Lokasi Gambar 4.8 Bidang moment terluar balok anak Data gaya dalam momen yang diambil untuk perencanaan lentur berdasarkan momen terluar dari envelopment : 84

101 Tabel 4.3 Rekap gaya dalam momen terbesar dari balok anak Momen (Nmm) Momen Tumpuan Kiri Momen Lapangan Momen Tumpuan Kanan (-) (+) Gaya Dalam Pada Kolom Gaya dalam yang bekerja di kolom ada 3 ( gaya normal, gaya lintang, dan momen ), berikut rekap gaya dalam yang bekerja pada masing-masing struktur : 85

102 Tabel 4.4 Rekap gaya dalam kolom Kolom lantai 1,2 dan 3 (600x600) mm N,mm Normal Lintang Momen 1 Momen 2 Max Min Kolom lantai 4,5 dan 6 (500x500) mm N,mm Normal Lintang Momen 1 Momen 2 Max Min Kolom lantai 7 dan 8 (400x400) mm N,mm Normal Lintang Momen 1 Momen 2 Max Min Gaya Dalam Pada Dinding Geser Gaya dalam yang bekerja di kolom ada 3 ( gaya normal, gaya lintang, dan momen ), berikut rekap gaya dalam yang bekerja pada dinding geser : 86

103 Tabel 4.5 Rekap gaya dalam dinding geser Dinding geser Kn, m Normal Lintang Momen Max Min Kontrol Sistem Ganda Sistem ganda merupakan sistem struktur dimana beban lateral gempa dipikul bersama oleh dinding geser dan rangka dengan persyaratan sekurang-kurangnya 25% beban lateral dipikul oleh rangka. Oleh sebab itu, diperlukan pengecekan persentase pada reaksi perletakkan kolom dan dinding geser akibat gaya gempa. Adapun hasil dari reaksi perletakkan dari dinding geser dan kolom dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.6 Kontrol sistem ganda FX FY RP Kolom DG Kolom DG Total Total gaya Persentase

104 4.2 Perencanaan Tulangan Balok Balok terdiri dari tulangan lentur dan tulangan geser, dalam perencanaan tulangan kita mendesain tulangan lentur berdasarkan momen yang bekerja dan tulangan geser berdasarkan gaya geser yang bekerja. Berikut langkah-langkah dalam perhitungan tulangan lentur : 1. Tulangan Lentur 1. Hitung garis netral (c) pada balok T be h hf hw b1 bw b2 Gambar 4.9 Penampang balok T Besar nilai be diambil nilai terkecil dari SNI 2847:2013) : (Pasal a. Seperempat bentang balok b. Delapan kali tebal plat(hf) c. Setengah jarak bersih ke badan disebelahnya 88

105 Mu As. fy.( d 1/ 2. a) As. fy c fc'. be..(4.1).(4.2) Kondisi : 1. c hf : garis netral berada di flange 2. c hf : garis netral berada di web 2. Hitung rasio tulangan (ρ) yang dibutuhkan 2 A B C 0.(4.3) (1 ). fy A fc' d' B 1. fy. fy 1 (4.5) d Mu C..(4.6) 2. be. d Untuk rasio tulangan tarik dan tulangan tekan ( ) pada tumpuan didaerah rawan gempa minimal 0.5. Nilai β direduksi dari 0.85 sebesar 0.05 untuk setiap kenaikan 7 Mpa diatas 28 Mpa (Pasal SNI 2847:2013). Dari persamaan di atas diambil nilai ρ yang terkecil dan positif. 2.(4.4) 89

106 Setelah didapat rasio tulangan (ρ) didapat tulangan tarik dan tulangan tekan. As. be. d As'.. be. d Kemudian hitung kembali rasio tulangan tarik (ρ) dan tulangan tekan (ρ ) yang aktual. Rasio tulangan tekan harus memenuhi : maks jika tidak, maka penampang harus diperbesar diperkecil.(4.7).(4.8) ' min jika tidak, maka penampang harus As b. d As' ' b. d.(4.9).(4.10) fc'. 600 fs' b. '.( ).(4.11) fy 600 fy fy maks b...(4.12) 1.4 min fy.....(4.13) 90

107 Setelah didapat jumlah tulangan tarik dan tekan kemudian cek analisis kembali moment nominal tulangan tekan terhadap moment tekan ultimate. 2. Tulangan Geser Mpr1 Mpr2 Wu. Ln Ve ln 2 apr Mpr 1,25. fy. As( d ) 2 1,25. fy. As apr fc'. b...(4.14)...(4.15)...(4.16) Setelah didapat nilai Ve kemudian dibandingkan dengan Vu analisis di software ETABS.9.71, maka diambil nilai yang terbesar yang akan digunakan dalam perencanaan tulangan geser. Vn Vu Vn ( Vc Vs) Vc 1/16. fc'. b. d Av. fy. d Vs s 1 Av 2(.. d 4 2 )...(4.17)...(4.18)...(4.19)...(4.20)...(4.21) 91

108 Terdapat kondisi dimana Vc = 0 biasanya terletak pada bagian sendi plastis balok yaitu jika memenuhi kedua persyaratan (Pasal SNI 2847:2013) : a. Ve 1/2 Vu maks b. Pu 1/20 Ag.fc Jarak sengkang pada tumpuan atau sendi plastis balok tidak melebihi dari (Pasal SNI 2847:2013) : a. d/4 b. 6 kali diameter terkecil tulangan lentur utama c. 150 mm Jarak sengkang pada daerah lapangan sesuai dengan zonasi penulangan geser berdasarkan nilai Vu/Ø. 92

109 Gambar 4.10 Zonasi Penulangan Geser Untuk perhitungan tulangan pada balok utama dan balok anak dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan gambar penulangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 4.11 Tulangan balok utama 93

110 Gambar 4.12 Tulangan balok anak Kolom 1. Tulangan Lentur Dalam perencanaan tulangan lentur pada kolom menggunakan diagram interaksi P Vs M. Nilai dari respon struktur hasil dari software ETABS 9.71 yaitu gaya aksial, momen 1 dan momen 2 harus masuk dalam kurva interaksi ØMn Vs ØPn. Itu menandakan kapasitas lentur kolom dapat memikul gaya aksial dan momen. Selain itu sama halnya dengan balok, kita juga harus mencek rasio tulangan tarik harus memasuk rentang ρ maks dan ρ min. Karena bentuk kolom yang persegi jadi jumlah tulangan setiap sisi kolom sama. Sehingga besar rasio tulangan tarik dan tekannya bernilai sama. Jadi rasio tulangan tarik maupun rasio tulangan tekannya harus berada di antara ρ maks dan ρ min. 94

111 Jika kecil dari ρ min kita haru perkecil penampang sedangkan jika besar dari ρ maks maka kita harus perbesar penampang. min maks Setelah didapatkan hasil disain kolom, maka kita harus memastikan kolom lebih kuat dari baloknya yaitu strong colomn weak beam sesuai dengan persyaratan Pasal SNI 2847:2013. Dimana : M nc 1,2( M nb) Σ Mnc = Jumlah Mn dua kolom yang bertemu di joint Σ Mnb = Jumlah Mn dua balok yang bertemu di joint 2. Tulangan Geser Mpr1 Mpr2 Ve...(4.22) ln apr Mpr 1,25. fy. As( d )...( ) 1,25. fy. As apr...(4.24) fc'. b Setelah didapat nilai Ve kemudian dibandingkan dengan Vu analisis di software ETABS.9.71, maka 95

112 diambil nilai yang terbesar yang akan digunakan dalam perencanaan tulangan geser. Vn Vu...(4.25) Vn ( Vc Vs)......(4.26) Disepanjang kolom terdapat 2 bagian penulangan geser yaitu daerah bentang lo dan diluar lo. Daerah bentang lo terdapat disepangjang lo dimuka joint. Sesuai Pasal SNI 2847:2013 panjang lo diambil terbesar dari nilai: a. Tinggi komponen struktur di muka joint b. Seperenam bentang bersih komponen sytuktur c. 450 mm Ketentuan tulangan geser dalam bentang lo: 1. Memenuhi luas tulangan minimum confinement: s. bc. fc' Ag Ash (4.27) fyt Ach s. bc. fc' Ash...(4.28) fyt 2. Formula Vc dalam bentang lo : 1 Vc. fc'. b. d 6...(4.29) 96

113 3. Jarak sengkang pada daerah lo tidak melebihi dari (Pasal SNI 2847:2013) : a. h/4 b. 6 kali diameter terkecil tulangan lentur utama 350 hx c. So (4.30 Ketentuan tulangan geser kolom diluar bentang lo: 1. Formula Vc dalam lo : Nu Vc 0.17.(1 ). fc'. b. d 14Ag...(4.31) 2. Jarak sengkang pada daerah lo tidak melebihi dari (Pasal SNI 2847:2013) : a. 6 kali diameter tulangan longitudinal yang terkecil b. 150 mm Dari hasil pengecekan, rasio tulangan semua kolom berada di antara ρ maks dan ρ min. Sehingga penulis tidak memperbesar ataupun memperkecil dimensi kolom. Berdasarkan Tabel 4.4 gaya dalam yang didapat digunakan sebagai beban ultimate yang bekerja pada struktur sehingga 97

114 didapat jumlah tulangan sebagai berikut. Untuk perhitungan yang lebih rinci lihat di Lampiran 2. Gambar 4.13 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 1,2 dan 3 Eksterior (600x600) mm Gambar 4.14 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 1,2 dan 3 Interior (600x600) mm 98

115 Gambar 4.15 Tulangan kolom lantai 1,2 dan 3 eksterior dan interior (600x600) mm Kuat kontrol kolom : Mnk (1,2) Mnb ( ) 1.2( ) Gambar 4.16 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 4,5 dan 6 Eksterior (500x500) mm 99

116 Gambar 4.17 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 4,5 dan 6 Interior (500x500) mm Gambar 4.18 Tulangan kolom lantai 4,5 dan 6 eksterior dan interior (500x500) mm Kuat kontrol kolom : Mnk (1,2) Mnb ( ) 1.2( )

117 Gambar 4.19 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 7 dan 8 Eksterior (400x400) mm Gambar 4.20 Diagram Interaksi P vs M Kolom Lantai 7 dan 8 Interior (400x400) mm 101

118 Gambar 4.21 Tulangan kolom lantai 7 dan 8 eksterior dan interior (400x400) mm Kuat kontrol kolom : Mnk (1,2) Mnb ( ) 1.2( ) Pelat Lantai Pada desain tulangan pelat lantai tidak digunakan gaya dalam yang berasal dari analisis struktur, gaya dalam untuk desain didapatkan dari pembebanan beban mati dan beban hidup yang bekerja, kemudian dihitung menggunakan Metoda Desain Langsung yang berasal dari SNI 2847: 2013 pasal Qu. l.ln Mo...(4.32) 8 102

119 Setelah dapat nilai Mo maka pendistribusian bebannya dapat dilihat di SNI 2847:2013 pasal dan pasal Setelah dapat pendistribusian Mo maka kita dapat menghitung tulangan dengan rumus. a Mn As. fy. d 2...(4.33) Setelah semua selesai dihitung maka didapatkan tulangan yang akan dipakai untuk pelat lantai. Untuk perhitungan yang lebih rinci lihat di Lampiran 2. Gambar 4.22 Sistem penulangan pelat lantai 103

120 Gambar 4.23 Potongan penulangan pelat lantai Gambar 4.24 Detail penulangan pelat lantai Cek Geser Join Balok Kolom Gambar 4.25 Gaya geser yang bekerja di join balok kolom 104

121 Pada join balok kolom akibat beban gempa maka tulangan lentur balok akan mengalami tarikkan ( T1 dan T2 ) dan mengalami dorongan ( C1 dan C2 ) sehingga untuk mencegah bergeraknya tulangan lentur balok maka diperlukan gaya geser yang besarnya senilai dengan tarikan dan dorongan tadi. Gaya yang befungsi menahannya yaitu V sway dan ØVn. T1 1,25. As. fy...(4.34) C1 T1 T 2 1,25. As. fy...(4.35) C2 T 2 Mpr1 Mpr2 VSWAY...(4.36) ln Vn 0,8.1,7. fc'. Aj...(4.37) Dimana : V sway = gaya geser akibat momen balok ØVn T1 dan T2 C1 dan C2 = gaya geser yang dihasilkan beton = gaya tarik gempa =gaya dorong gempa 105

122 Join Kolom 400x400 mm 2 V sway T1 C1 T2 C2 Vu = 142,66 KN = 691,10 KN = 691,10 KN = 414,66 KN = 414,66 KN = V SWAY-T1-C2 = 963,42 KN Ø Vn = 1191,84 KN Ø Vn > Vu... OK Dilihat dari data diatas maka beton mampu menahan gaya geser yang terjadi di join balok kolom. Untuk perhitungan yang lebih rinci lihat di Lampiran Dinding Geser Dinding geser adalah jenis struktur dinding yang berbentuk beton bertulang yang biasanya dirancang untuk menahan geser, gaya lateral akibat gempa bumi. Langkah-langkah perhitungan tulangan pada dinding geser adalah: 1. Tentukan baja tulangan horizontal dan transversal minimum yang diperlukan. Periksa apakah dibutuhkan 106

123 dua layer tulangan. Jika gaya geser terfaktor (Vu) melebihi kuat dinding geser beton yang ada maka harus digunakan dua layer. Rasio distribusi tulangan minimum ρ = dan spasi maksimum 45 cm...(4.38) 0,17. Acv. λ. fc 2. Tentukan baja tulangan yang diperlukan untuk menahan geser. Kuat geser dinding geser yang direncanakan dihitung dengan menggunakan rumus : Vn = Acv (αc. λ. fc' + ρt. fy)...(4.39) Dimana : Acv adalah luas penampang total dinding struktural αc = 1/4 untuk hw/lw 1,5 1/6 untuk hw/lw 2 ρt = rasio tulangan transversal Dari perhitungan yang dilakukan, didapatkan: ϕvn = 3354,54 kn Vu = 1993,89 kn ϕvn Vu. Ok Untuk perhitungan lebuh rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari hasil disain tulangan pada dinding geser didapatkan tulangan sebagai berikut: 107

124 Gambar 4.26 Potongan penulangan dinding geser Gambar 4.27 Detail penulangan dinding geser 4.3 Perhitungan berat baja tulangan dalam 1 m 3 beton Perhitungan berat baja tulangan pada struktur dilakukan untuk mengetahui berat baja tulangan dalam 1 m 3 beton pada masing-masing struktur. Untuk perhitungan lebih rinci dapat dilihat pada lampiran 3 108

125 Tabel 4.7 Perhitungan berat baja tulangan terhadap volume beton SRPMK dan SDSK Elemen Struktur Volume beton (m 3 ) Nominal kg kg/m 3 (%) Kolom 1. Tul. lentur Tul. geser Sub total Balok 1. Tul. lentur Tul. geser Sub total Plat lantai 1. Tul. utama Sub total Dinding geser 1. Tul. utama Sub total Total

126 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil perencanaan yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Perencanaan gedung bertingkat harus memperhatikan tingkat kerawanan gempa pada daerah tersebut sehingga dapat menentukan sistem apa yang harus digunakan. 2) Ukuran kolom, balok, tebal pelat, dan tebal dinding geser yang didapatkan: Kolom lt 1, 2, dan 3 : (600x600) mm Kolom lt 4,5, dan 6 : (500x500) mm Kolom lt 7 dan 8 : (400x400) mm Balok utama : (500x300) mm Balok anak : (350x200) mm Tebal pelat lantai : 120 mm Tebal dinding geser : 250 mm 110

127 3) Tulangan yang didapatkan dari masing-masing elemen struktur telah sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam SNI 2847:2013 Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. 4) Hasil perhitungan berat baja tulangan dalam 1 m 3 volume beton yang didapatkan adalah sebesar: Kolom : 2,4 % Balok : 1,5 % Plat lantai : 1,3 % Dinding geser : 1,7 % 5.2 Saran Dalam tugas akhir pendisainan diharapkan untuk dapat mencari banyak referensi yang berhubungan dengan pendisainan tersebut, sehingga pendisainan dapat dilakukan sebaik mungkin dan mendapatkan hasil yang lebih akurat. 111

128 DAFTAR KEPUSTAKAAN Badan Standarisasi Nasional Beban minimum untuk perencanaan bangunan gedung dan struktur lain, SNI 1727:2013. Jakarta: BSN Badan Standarisasi Nasional Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung, SNI 2847:2013. Jakarta: BSN Badan Standarisasi Nasional Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI 1726:2012. Jakarta : BSN Dian Fauziah Rambe, Soffi Perancangan Struktur Gedung Beton Bertulang Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) dan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM). Medan : Universitas Sumatera Utara Imran, Iswandi dan Fajar Hendrik Perencanaan Lanjut Struktur Beton Bertulang. Bandung: Penerbit ITB Izzah, Nurul Disain Elemen Struktur Bangunan Bertingkat dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Padang : Universitas Andalas Syahidah, Faizah Studi Perbandingan Desain Struktur Menggunakan Sistem Rangka Gedung dengan Sistem Ganda Sesuai SNI 1726:2012 dan SNI 2847:2013. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November

129 LAMPIRAN

130 [Type here] PRELIMINARY DESIGN

131 [Type here]

132 [Type here]

133 [Type here]

134 [Type here]

135 [Type here]

136 [Type here]

137 [Type here]

138 [Type here]

139 [Type here]

140 [Type here]

141 [Type here]

142 [Type here]

143 [Type here] PEMBEBANAN

144 [Type here]

145 [Type here]

146 PERENCANAAN TULANGAN 1. BALOK [Type here]

147 [Type here]

148 [Type here]

149 [Type here]

150 [Type here]

151 [Type here]

152 [Type here]

153 [Type here]

154 [Type here]

155 [Type here]

156 [Type here]

157 [Type here]

158 [Type here]

159 [Type here]

160 [Type here]

161 [Type here]

162 [Type here]

163 [Type here]

164 [Type here]

165 [Type here]

166 [Type here]

167 [Type here]

168 [Type here]

169 [Type here]

170 [Type here]

171 [Type here]

172 [Type here]

173 2. KOLOM [Type here]

174 [Type here]

175 [Type here]

176 [Type here]

177 Rasio Tulangan Kolom 600x600 Eksterior lt 1,2 dan 3 b = 600 mm h = 600 mm D = 19 mm (Diameter Tulangan) d = 560 mm d' = 40 mm n.tul = 16 bh ( Jumlah Tulangan ) ρ = As b. h = = % ρmin < ρ < ρmaks 1% < < 8% [Type here]

178 [Type here]

179 [Type here]

180 [Type here]

181 [Type here]

182 Rasio Tulangan Kolom 500x500 Eksterior lt 4,5 dan 6 b = 500 mm h = 500 mm D = 19 mm (Diameter Tulangan) d = 460 mm d' = 40 mm n.tul = 16 bh ( Jumlah Tulangan ) ρ = As b. h = = % [Type here] ρmin < ρ < ρmaks 1% < 1.81% < 8%

183 [Type here]

184 [Type here]

185 [Type here]

186 [Type here]

187 Rasio Tulangan Kolom 400x400 Eksterior lt 7 dan 8 b = 400 mm h = 400 mm D = 20 mm (Diameter Tulangan) d = 360 mm d' = 40 mm n.tul = 16 bh ( Jumlah Tulangan ) ρ = As b. h = = % ρmin < ρ < ρmaks 1% < 3.14% < 8% [Type here]

188 3. Hubungan balok-kolom (joint) [Type here]

189 4. Plat lantai [Type here]

190 [Type here]

191 [Type here]

192 [Type here]

193 [Type here]

194 [Type here]

195 [Type here]

196 [Type here]

197 [Type here]

198 [Type here]

199 [Type here]

200 [Type here]

201 [Type here]

202 [Type here]

203 5. Dinding geser [Type here]

204 [Type here]

205 RASIO TULANGAN TERHADAP VOLUME BETON STRUKTUR BETON [Type here]

206 [Type here]

207 [Type here]

208 [Type here]

209 [Type here]

210 [Type here]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangunan adalah wujud fisik berupa struktur yang dibuat oleh manusia yang terdiri dari mulai pondasi, dinding sampai atap secara permanen dan dibuat pada satu tempat.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2) 8 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Elemen Struktur 3.1.1. Kuat Perlu Kuat yang diperlukan untuk beban-beban terfaktor sesuai pasal 4.2.2. dan pasal 7.4.2 SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kombinasi Beban Terfaktor Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen fondasi harus dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh bebanbeban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Struktur bangunan yang aman adalah struktur bangunan yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Dalam suatu perancangan struktur harus memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Elemen Struktur 3.1.1. Kuat Perlu Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI 2847:2013 dan SNI 1726:2012, berikut kombinasi kuat perlu yang digunakan:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Bangunan Suatu sistem struktur kerangka terdiri dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur konstruksi beton bertulang, elemen balok, kolom, atau dinding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan komponen struktur terutama struktur beton bertulang harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Dalam perencanaan bangunan tinggi, struktur gedung harus direncanakan agar kuat menahan semua beban yang bekerja padanya. Berdasarkan Arah kerja

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG HOTEL JALAN MARTADINATA MANADO

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG HOTEL JALAN MARTADINATA MANADO PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG HOTEL JALAN MARTADINATA MANADO Claudia Maria Palit Jorry D. Pangouw, Ronny Pandaleke Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email:clauuumaria@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS 2.1 Tinjauan Umum Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang biasanya di atas permukaan tanah yang berfungsi menerima dan menyalurkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Pembebanan merupakan faktor penting dalam merancang stuktur bangunan. Oleh karena itu, dalam merancang perlu diperhatikan beban-bean yang bekerja pada struktur agar

Lebih terperinci

T I N J A U A N P U S T A K A

T I N J A U A N P U S T A K A B A B II T I N J A U A N P U S T A K A 2.1. Pembebanan Struktur Besarnya beban rencana struktur mengikuti ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara yang didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tata Cara Perencanaan Gempa menurut (SNI 1726:2012) 3.1.1 Gempa Rencana, Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : KEVIN IMMANUEL

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) 1 PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL Oleh : Fajar Nugroho Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut Teknologi Padang fajar_nugroho17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Struktur Pada suatu struktur bangunan, terdapat beberapa jenis beban yang bekerja. Struktur bangunan yang direncanakan harus mampu menahan beban-beban yang bekerja pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai 8 BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Pada Pelat Lantai Dalam penelitian ini pelat lantai merupakan pelat persegi yang diberi pembebanan secara merata pada seluruh bagian permukaannya. Material yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai kejadian gempa dalam

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI Raden Ezra Theodores NRP : 0121029 Pembimbing : Ir. DAUD R. WIYONO, M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM. PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan suatu kombinasi antara beton dan baja tulangan. Beton bertulang merupakan material yang kuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencaaan struktur bangunan harus mengikuti peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan struktur bangunan yang aman. Pengertian beban adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman terhadap dari segala kemungkinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Jakarta adalah ibukota negara republik Indonesia yang memiliki luas sekitar 661,52 km 2 (Anonim, 2011). Semakin banyaknya jumlah penduduk maka

Lebih terperinci

DISAIN ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT DENGAN SISTEM STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN BIASA (SRPMB)

DISAIN ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT DENGAN SISTEM STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN BIASA (SRPMB) DISAIN ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT DENGAN SISTEM STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN BIASA (SRPMB) SKRIPSI Oleh: SHINTA LES TARI 1310921018 JURUS AN TEKNIK S IPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERS ITAS ANDALAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemilihan Struktur Desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya : Aspek Struktural ( kekuatan dan kekakuan struktur) Aspek ini merupakan aspek yang

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

3. BAB III LANDASAN TEORI

3. BAB III LANDASAN TEORI 3. BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan 1. Super Imposed Dead Load (SIDL) Beban mati adalah beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi yang sama setiap saat. Beban ini terdiri dari berat sendiri

Lebih terperinci

Yogyakarta, Juni Penyusun

Yogyakarta, Juni Penyusun KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, dengan segala kerendahan hati serta puji syukur, kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala kasih sayang-nya sehingga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc STRUKTUR BETON 2 SYARAT PENDETAILAN

GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc STRUKTUR BETON 2 SYARAT PENDETAILAN GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc STRUKTUR BETON 2 SYARAT PENDETAILAN SISTEM STRUKTUR SRPMB (Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa) Sistem untuk WG 1 dan 2 (Risiko gempa rendah) SRPMM (Sistem Rangka Pemikul Momen

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S 1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH David Bambang H NRP : 0321059 Pembimbing : Daud Rachmat W., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR BAB IV PEMODELAN STRUKTUR Pada bagian ini akan dilakukan proses pemodelan struktur bangunan balok kolom dan flat slab dengan menggunakan acuan Peraturan SNI 03-2847-2002 dan dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT 2.1 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAN GEMPA Pada umumnya struktur gedung berlantai banyak harus kuat dan stabil terhadap berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Pada penelitian ini, perencanaan struktur gedung bangunan bertingkat dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan perhitungan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir DAFTAR ISTILAH A0 = Luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser (mm 2 ) A0h = Luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi terluar (mm 2 ) Ac = Luas inti komponen struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Padang merupakan kota yang rawan terjadi gempa. Seperti yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 yang banyak menimbulkan korban jiwa serta merusak infrastruktur,

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG

ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG TUGAS AKHIR Oleh: Riskiawan Ertanto NIM: 1104105018 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Abstrak Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... vi Daftar Notasi... vii Daftar Lampiran... x Kata Pengantar... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS BAB III STUDI KASUS Pada bagian ini dilakukan 2 pemodelan yakni : pemodelan struktur dan juga pemodelan beban lateral sebagai beban gempa yang bekerja. Pada dasarnya struktur yang ditinjau adalah struktur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dan SNI 1726, berikut kombinasi kuat perlu yang digunakan:

BAB III LANDASAN TEORI. dan SNI 1726, berikut kombinasi kuat perlu yang digunakan: BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang digunakan dalam peranangan adalah kombinasi dari beban hidup, beban mati, dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR DAN KONTROL KEKUATAN BALOK DAN KOLOM PORTAL AS L1-L4 PADA GEDUNG S POLITEKNIK NEGERI MEDAN

ANALISA STRUKTUR DAN KONTROL KEKUATAN BALOK DAN KOLOM PORTAL AS L1-L4 PADA GEDUNG S POLITEKNIK NEGERI MEDAN ANALISA STRUKTUR DAN KONTROL KEKUATAN BALOK DAN KOLOM PORTAL AS L1-L4 PADA GEDUNG S POLITEKNIK NEGERI MEDAN LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR BETON BERTULANG GEDUNG BERTINGKAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (Studi Kasus : Gedung Laboratorium Bersama Universitas Udayana) Naratama 1, I Nyoman Sutarja 2 dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : GO, DERMAWAN

Lebih terperinci

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Pertemuan 13, 14 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM Tahap awal adalah pemodelan struktur berupa desain awal model, yaitu menentukan denah struktur. Kemudian menentukan dimensi-dimensi elemen struktur yaitu balok, kolom dan dinding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Berdasarkan Pasal 3.25 SNI 03 2847 2002 elemen struktural kolom merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melebihi tiga,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Prosedur Penelitian Untuk mengetahui penelitian mengenai pengaruh tingkat redundansi pada sendi plastis perlu dipersiapkan tahapan-tahapan untuk memulai proses perancangan,

Lebih terperinci

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM BAB VI KONSTRUKSI KOLOM 6.1. KOLOM SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA Oleh: Agus 1), Syafril 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Pembebanan Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri adalah

Lebih terperinci

PERANCANGAN HOTEL 7 LANTAI DAN 1 BASEMENT YOGYAKARTA (SNI 1726:2012 & SNI 2847:2013)

PERANCANGAN HOTEL 7 LANTAI DAN 1 BASEMENT YOGYAKARTA (SNI 1726:2012 & SNI 2847:2013) PERANCANGAN HOTEL 7 LANTAI DAN 1 BASEMENT YOGYAKARTA (SNI 1726:2012 & SNI 2847:2013) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriteria Desain Di dalam merencanakan dan mendesain suatu struktur beton bertulang, harus diperhatikan kriteria-kriteria yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP) ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP) TUGAS AKHIR Oleh : I Putu Edi Wiriyawan NIM: 1004105101 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN 4.1 EKSENTRISITAS STRUKTUR Pada Tugas Akhir ini, semua model mempunyai bentuk yang simetris sehingga pusat kekakuan dan pusat massa yang ada berhimpit pada satu titik. Akan

Lebih terperinci

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA Oleh : ELVAN GIRIWANA 3107100026 1 Dosen Pembimbing : TAVIO, ST. MT. Ph.D Ir. IMAN WIMBADI, MS 2 I. PENDAHULUAN I.1 LATAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength ) BAB I PENDAHULUAN 1. Data Teknis Bangunan Data teknis dari bangunan yang akan direncanakan adalah sebagai berikut: a. Bangunan gedung lantai tiga berbentuk T b. Tinggi bangunan 12 m c. Panjang bangunan

Lebih terperinci

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON I. Kriteria & Jadwal Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk: Memberi gambaran tahapan dalam mengerjakan tugas Perancangan Struktur Beton agar prosedur desain

Lebih terperinci

BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03

BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan-Peraturan yang Dugunakan 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 2847 2002), 2. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Bangunan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA YOGYAKARTA PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG HOTEL GRAND SETURAN YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: Boni Sitanggang NPM.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA PEMBESARAN MOMEN PADA KOLOM (SRPMK) TERHADAP PENGARUH DRIFT GEDUNG ASRAMA MAHASISWI UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

TUGAS AKHIR ANALISA PEMBESARAN MOMEN PADA KOLOM (SRPMK) TERHADAP PENGARUH DRIFT GEDUNG ASRAMA MAHASISWI UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA TUGAS AKHIR ANALISA PEMBESARAN MOMEN PADA KOLOM (SRPMK) TERHADAP PENGARUH DRIFT GEDUNG ASRAMA MAHASISWI UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana (

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL

TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL TUGAS AKHIR PERENCANAAN GEDUNG DUAL SYSTEM 22 LANTAI DENGAN OPTIMASI KETINGGIAN SHEAR WALL Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S 1) Disusun oleh : Nama : Lenna Hindriyati

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD )

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD ) PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD ) TUGAS AKHIR (TNR, capital, font 14, bold) Oleh : Sholihin Hidayat 0919151058

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA Disusun oleh : HERDI SUTANTO (NIM : 41110120016) JELITA RATNA WIJAYANTI (NIM : 41110120017)

Lebih terperinci