BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Manajemen Konflik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Manajemen Konflik"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Manajemen Konflik 1. Pengertian Gaya Manajemen Konflik Gaya manajemen konflik, menurut Rahim (2002), adalah suatu upaya untuk mendiagnosis dan mengintervensi sekaligus mengatasi konflik afektif dan substantif dalam tingkatan interpersonal, intragrup, dan antarkelompok. Intervensi yang dimaksud adalah untuk menekan perkembangan konflik substantif dan mengurangi konflik afektif dalam berbagai tingkatan. Thomas (Hendel, Fish, & Galon, 2005) menambahkan bahwa gaya manajemen konflik dideskripsikan sebagai suatu usaha untuk mengatasi konflik dengan melibatkan sikap asertif dan kooperatif dalam berbagai tingkatan. Hendel, Fish, dan Galon (2005) mengemukakan bahwa pemilihan gaya manajemen konflik berhubungan dengan efektivitas pengelolaan konflik itu sendiri. Gaya manajemen konflik, selain merupakan upaya penyelesaian konflik, juga adalah upaya untuk meminimalisir, mengeliminasi, atau membatasi durasi dari konflik tersebut (Spaho, 2013). Rahim (Safitri, Burhan, & Zulkarnain, 2013) menerangkan pula bahwa gaya manajemen konflik merupakan usaha untuk mengelola konflik yang tidak hanya berfokus pada menghindari, mengurangi, atau menghilangkan konflik, 10

2 namun juga melibatkan perancangan strategi yang dapat membuat konflik justru mendapat perolehan insight dalam pengembangan personal. Prause dan Mujtaba (2015) juga menyatakan bahwa tujuan utama dari gaya manajemen konflik adalah untuk menciptakan suasana positif dan bebas konflik, menemukan solusi yang lebih baik untuk suatu masalah, dan mempertahankan hubungan kekeluargaan dengan orang lain. Karena konflik tidak selalu berakibat negatif, dipastikan ada suatu gaya manajemen konflik untuk menstimulasi konflik tersebut menjadi konflik yang konstruktif (Spaho, 2013). Pada intinya, gaya manajemen konflik dalam bentuk apapun adalah upaya untuk menyelesaikan dan meminimalisir konflik yang terjadi. Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai manajemen konflik yang sudah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik adalah upaya untuk meredakan konflik yang terjadi dengan sikap asertif dan kooperatif. 2. Bentuk-bentuk Gaya Manajemen Konflik Thomas dan Kilmann (2007) menjabarkan beberapa gaya manajemen konflik yang banyak dilakukan orang-orang, di antaranya sebagai berikut: a. Kompetisi Kompetisi cenderung asertif dan tidak kooperatif, dan berbasis kekuasaan. Ketika berkompetisi, seseorang mengejar sesuatu yang ia pedulikan saja dengan biaya atau pengorbanan dari orang lain, menggunakan kekuasaan apapun yang sekiranya dibutuhkan untuk memenangkan posisinya. 11

3 Kompetisi dapat berarti mempertahankan hak-hak dan posisi yang diyakini benar, atau hanya sekedar mencoba untuk menang. b. Akomodasi Akomodasi cenderung tidak asertif tetapi kooperatif, hal yang berkebalikan dengan kompetisi. Ketika berakomodasi, seseorang mengabaikan kebutuhannya sendiri untuk memuaskan kebutuhan orang lain; dengan kata lain seseorang mengorbankan diri dalam gaya manajemen konflik ini. c. Kompromi Kompromi berada di tengah-tengah baik asertif maupun kooperatif. Ketika berkompromi, seseorang memiliki tujuan untuk menemukan solusi yang bijaksana dan dapat diterima yang sebagian dapat memuaskan kedua belah pihak. d. Penghindaran Gaya ini tidak asertif dan tidak kooperatif. Ketika menghindari suatu masalah, seseorang tidak segera menyelesaikan urusannya maupun urusan orang lain. Ia cenderung tidak memedulikan konflik yang terjadi. e. Kolaborasi Kolaborasi mencakup asertif dan kooperatif. Ketika berkolaborasi, kedua belah pihak mengusahakan agar kepentingan sendiri dan orang lain dapat terpenuhi sehingga ditemukan solusi yang memuaskan bagi keduanya. Hal ini juga termasuk menggali suatu masalah untuk mengidentifikasi 12

4 kebutuhan pokok kedua belah pihak untuk menemukan alternatif yang mencukupi bagi keduanya. Rahim (Safitri, Burhan, & Zulkarnain, 2013) menjabarkan lima gaya manajemen konflik, yaitu: a. Integrating Seseorang berfokus pada keuntungan maksimum dan seimbang bagi pihak-pihak yang terlibat pertikaian. Orang dengan gaya ini berfokus agar pihak-pihak yang terlibat dapat berpartisipasi aktif dalam pemecahan masalah, sehingga kedua belah pihak dapat mendapatkan hasil yang saling menguntungkan. b. Obliging Seseorang cenderung mengalah dengan pihak lainnya, sehingga orang tersebut merelakan kepentingannya, sedangkan pihak yang lain dapat memperoleh keuntungan maksimum. c. Dominating Seseorang sangat menekankan kekuatannya di atas pihak lainnya dan sangat fokus terhadap kepentingannya sendiri, serta tidak menghiraukan kepentingan pihak lainnya. 13

5 d. Avoiding Seseorang memiliki perilaku acuh, yang tidak menghiraukan kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain. Seseorang dengan gaya manajemen konflik ini cenderung menghindar ketika konflik terjadi. e. Compromising Seseorang berupaya menyelesaikan masalah dengan cara mencari jalan tengah yang memuaskan sebagian kepentingan dirinya dan sebagian kepentingan orang lain. Walaupun mirip, gaya ini berbeda dengan gaya integrating. Compromising lebih menekankan pada jalan tengah yang hanya setengah-setengah yang berarti tidak semua kepentingan kedua belah pihak terpenuhi dan harus merelakan sesuatu untuk ditukarkan satu sama lain demi tercapainya jalan tengah tersebut, sementara integrating fokus pada jalan tengah yang menguntungkan kedua belah pihak secara maksimal. Berdasarkan uraian teoritis di atas, dapat dilihat terdapat berbagai macam aspek dalam gaya manajemen konflik. Adapun aspek-aspek manajemen konflik yang diambil dari pendapat Thomas-Kilmann (2007) antara lain kompetisi, akomodasi, kompromi, penghindaran, dan kolaborasi. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Manajemen Konflik Seperti yang sudah dijabarkan di atas, gaya manajemen konflik ada bermacam-macam dan digunakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda 14

6 tergantung pihak yang berkonflik dan jenis konfliknya. Menurut Rahim (2002), manajemen konflik harus memiliki kriteria sebagai berikut: a) Pembelajaran kelompok dan keefektifan. Kelompok yang dimaksud tergantung pada pihak-pihak yang terlibat konflik. Keefektifan jangka panjang disebabkan oleh pembelajaran kelompok. Untuk mencapai keefektifan itu, gaya manajemen konflik harus dibuat agar menjunjung pemikiran yang kritis dan inovatif sehingga dapat menelaah proses intervensi konflik. b) Kebutuhan akan stakeholder. Gaya manajemen konflik harus dibuat agar memenuhi kebutuhan dan ekspektasi dari lingkungan sekitarnya dan mempertahankan keseimbangan pada mereka. Terkadang pihak yang berkonflik dapat berjumlah lebih dari dua, dan tantangan yang harus dijawab oleh manajemen konflik adalah bagaimana melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses penyelesaian konflik, dengan harapan bahwa proses tersebut akan mengarah pada kepuasan stakeholder. c) Etika Seseorang harus bersikap etis, dan untuk dapat bersikap etis seseorang sebaiknya terbuka dengan informasi baru dan bersedia untuk mengubah pola pikirnya. Wirawan (2010) menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik yang berbeda-beda sebagai berikut: 15

7 a. Asumsi mengenai konflik. Ketika seseorang telah memiliki asumsi tentang konflik, maka ia akan mencari cara untuk mengatasi konflik yang ia hadapi. b. Persepsi mengenai penyebab konflik. Jika seseorang menganggap penting konflik yang dialaminya, mungkin karena konflik itu menyangkut dirinya pribadi, maka ia akan berupaya untuk memenangkan konflik dengan berkompetisi. Namun jika ia tidak beranggapan bahwa konflik itu penting bagi dirinya, besar kemungkinan ia akan menghindari konflik tersebut. c. Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya. Seseorang dapat saja berekspektasi atas reaksi yang akan ditunjukkan oleh lawan konfliknya. Misalnya ia berekspektasi lawannya akan mengaku kalah, memenangkan konflik, atau juga menyepakati bahwa konflik sudah terselesaikan dengan imbang. Apapun ekspektasinya, ia akan mengatur strategi untuk menghadapi lawan konfliknya tersebut agar sesuai dengan ekspektasinya. d. Pola komunikasi dalam interaksi konflik Di dalam konflik akan terdapat komunikasi antarpihak yang terkait. Pesan yang disampaikan oleh kedua belah pihak akan diterima dan saling dimengerti apabila proses komunikasi berjalan dengan lancar. Dalam konteks ini, pola komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi interpersonal karena dianggap paling efektif dalam manajemen konflik. Jenis komunikasi ini 16

8 diyakini dapat memahami pesan dengan benar dan memberikan respon sesuai keinginan. e. Kekuasaan yang dimiliki. Besar kemungkinan salah satu pihak tidak akan mengalah dalam interaksi konflik, terlebih jika ia memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari pihak lainnya. Dengan kata lain, ia akan memanfaatkan kekuasaan tersebut untuk mendapatkan apa yang menjadi kepentingannya. f. Pengalaman menghadapi situasi konflik. Orang-orang yang akrab dan dekat tidak jarang mengalami konflik. Cara mereka menyelesaikan konflik menjadikannya pengalaman, dan pengalaman yang mereka miliki dalam menyelesaikan konflik akan mereka gunakan lagi jika suatu hari mereka terlibat dalam konflik lain yang situasi dan kondisinya mirip. g. Sumber yang dimiliki. Sumber yang dimaksudkan adalah, misalnya, kekuasaan, pengetahuan, pengalaman, dan uang. Sumber-sumber ini dapat mempengaruhi gaya manajemen konflik yang digunakan. h. Jenis kelamin. Menurut stereotype mengenai laki-laki, mereka berpikir menggunakan logika, sedangkan stereotype mengenai perempuan mengatakan bahwa mereka berpikir menggunakan perasaan. Kedua pernyataan tersebut 17

9 mengimplikasikan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi cara berpikir dalam berbagai hal, termasuk memikirkan penyelesaian konflik. i. Kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang mengatasi dan mengelola emosi dalam menghadapi konflik. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dapat menggunakan dan memanfaatkan emosi untuk membantu pikiran dan juga manajemen konflik. j. Kepribadian. Kepribadian jelas mempengaruhi gaya manajemen konflik seseorang. Jika orang tersebut aktif, pemberani, dan ambisius maka ia akan berupaya untuk memenangkan konflik. Sebaliknya, jika ia pasif dan penakut, ia akan memilih untuk menghidari konflik tersebut. k. Budaya organisasi sistem sosial. Di Indonesia, anak lebih diajarkan untuk menjadi pasif dan menghindari konflik, sedangkan di negara-negara Barat, orang tua menanamkan self-esteem kepada anak mereka sehingga mereka dapat berkompetisi. l. Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik. Di dalam organisasi yang sudah mapan, prosedur untuk menyelesaikan konflik yang terjadi sudah ada dan dilakukan oleh pimpinan dan anggota organisasinya. 18

10 m. Situasi konflik dan posisi dalam konflik. Situasi konflik akan menentukan gaya manajemen konflik. Misalnya, jika konflik dirasa alot dan tidak akan mungkin dimenangkan, seseorang akan memikirkan strategi lain agar menang. n. Pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik. Pengalaman seseorang tentang keberhasilan gaya manajemen konflik yang pernah digunakan akan menjadikan referensi baginya untuk menggunakannya lagi jika konflik lain terjadi, apalagi jika situasi, kondisi, dan pihak lawannya adalah orang yang sama. o. Kemampuan berkomunikasi. Seseorang dengan kemampuan komunikasi, atau bersinonim dengan kompetensi komunikasi yang rendah akan mengalami kesulitan jika menggunakan kompetisi, kolaborasi, atau kompromi karena ketiga gaya tersebut memerlukan kemampuan komunikasi yang sangat baik untuk mendisksusikan konflik dengan lawannya. Dengan kata lain, jika ia tidak meningkatkan kemampuan komunikasinya, ia akan kalah dari lawannya. Berdasarkan uraian teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang dapat mempengaruhi manajemen konflik adalah pembelajaran kelompok dan keefektifan, kebutuhan akan stakeholder, etika, asumsi mengenai konflik, persepsi mengenai penyebab konflik, ekspektasi atas reaksi lawan konflik, pola komunikasi, kekuasaan, pengalaman, sumber yang dimiliki, jenis kelamin, kecerdasan emosional, kepribadian, budaya, prosedur pengambilan 19

11 keputusan, situasi konflik dan posisi dalam konflik, pengalaman menggunakan gaya tertentu, dan kemampuan atau kompetensi komunikasi. Dari berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi gaya manajemen konflik, terdapat satu faktor yang bagi penulis menarik untuk dibahas, yaitu kemampuan atau kompetensi komunikasi. Faktor tersebut kemudian dikembangkan menjadi kompetensi komunikasi interpersonal karena merujuk pada salah satu poin, yakni pola komunikasi yang mencakup komunikasi interpersonal seperti penjabaran dari Boardman dan Horowitz (Mardianto, 2000). Faktor ini memaparkan tingkat kompetensi komunikasi yang bersifat interpersonal pada para menantu perempuan. B. Kompetensi Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Komunikasi Interpersonal Kompetensi komunikasi interpersonal, disebutkan oleh Puggina dan Silva (2014), adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengekspresikan pertimbangan nilai mengenai sesuatu hal kepada orang lain. Kemudian Wieman (Singhal & Nagao, 1993) berpendapat bahwa kompetensi komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai kemampuan para pelaku interaksi untuk memilih di antara perilaku komunikasi agar mereka dapat menyelesaikan tujuan interpersonal dengan sukses dalam pertemuan, sambil mempertahankan wajah dan garis sesama pelaku interaksi dalam keterbatasan situasi mereka. Valkonen (Purhonen & Valkonen dalam Kokkonen & Almonkari, 2015) menerangkan 20

12 bahwa kompetensi komunikasi interpersonal adalah pengetahuan tentang keefektifan dan kegunaan komunikasi interpersonal, motivasi untuk membaur dalam interaksi sosial, kemampuan meta-kognitif komunikasi, sebagaimana kemampuan komunikasi interpersonal diperlukan untuk bergerak dalam cara yang dipersepsikan oleh para pelaku interaksi efektif dan berguna. Dengan kata lain, kemampuan berkomunikasi secara interpersonal didapat dari pengetahuan mengenai cara berkomunikasi dan diterapkan. Kompetensi komunikasi interpersonal, menurut Larson dkk (Salleh, 2011), adalah suatu kemampuan seseorang untuk menunjukkan pengetahuan mengenai perilaku komunikasi yang tepat dalam situasi tertentu. Senada dengan Larson dkk, McCroskey dan Beatty (Salleh, 2011) juga mengutarakan bahwa kompetensi komunikasi interpersonal dapat ditunjukkan dengan mengobservasi situasi komunikasi dan mengidentifikasi perilaku yang akan cocok atau tidak cocok dalam situasi tersebut. Cooley dan Roach (Salleh, 2011) pun berpendapat bahwa kompetensi komunikasi interpersonal adalah pengetahuan mengenai pola komunikasi yang tepat dalam situasi tertentu dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan. Seperti pendapat-pendapat sebelumnya, kompetensi komunikasi interpersonal pada seseorang didapat dari pengetahuan mengenai cara berkomunikasi dan diterapkan ketika ia berkomunikasi. Dengan begitu, ia akan lancar berkomunikasi dengan lawan berbicaranya. 21

13 Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa kompetensi komunikasi interpersonal adalah kemampuan atau keterampilan berkomunikasi untuk diterapkan dalam situasi tertentu. 2. Aspek-aspek Kompetensi Komunikasi Interpersonal Menurut Spritzberg dan Cupach (Salleh, 2011), aspek kompetensi komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut: a. Motivasi Motivasi adalah keinginan untuk mendekati atau menghindari perbincangan atau situasi sosial. Jika seseorang memiliki tujuan berkomunikasi dengan orang tertentu, ia akan terdorong untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan tujuannya tersebut. b. Pengetahuan Pengetahuan mencakup tahu bagaimana untuk berlaku. Ketika seseorang memutuskan untuk mengejar tujuan berkomunikasi, ia akan menyusun rencana untuk mendapatkannya. Pengalaman sebelumnya atau hasil observasi seseorang akan menambah pengetahuannya yang dapat digunakan untuk menemukan cara berkomunikasi yang tepat. c. Kemampuan Kemampuan mencakup perilaku yang terlihat. Seseorang mungkin termotivasi atau berpengetahuan, tetapi tanpa didasari dengan kemampuan berkomunikasi, ia akan dinilai kurang. 22

14 Kemudian menurut Puggina dan Silva (2014), aspek-aspek kompetensi komunikasi interpersonal dibagi menjadi: a. Kontrol lingkungan. Kontrol lingkungan merupakan kemampuan seseorang untuk dapat membaur dengan lingkungan di mana ia berada sehingga tujuannya dapat tercapai. Jika ia berhasil, ia akan lebih mudah mengekspresikan diri di hadapan orang lain (dalam lingkungan tersebut). b. Pengungkapan diri. Pengungkapan diri adalah kemampuan seseorang untuk mengeluarkan pendapat, ide, dan perasaannya melalui komunikasi. Hanya melalui pengungkapan diri kita dapat mengukuhkan hubungan interpersonal. c. Sikap asertif. Sikap asertif mencakup kemampuan proaktif untuk mempertahankan hak-hak sendiri tanpa menyangkal hak-hak orang lain, menunjukkan keamanan, keputusan, dan keteguhan dalam sikap dan lisan. d. Manajemen interaksi. Manajemen interaksi mencakup pemberian feedback dari dua arah, baik dalam hal menujukkan pemahaman dan mempersepsi apa yang orang lain rasakan melalui komunikasi nonverbal. Aspek ini bersifat dinamis dan dua arah. 23

15 e. Kesegeraan. Kesegeraan mengindikasikan bahwa orang yang terbuka dapat menunjukkan kepada orang lain bahwa ia dapat didatangi (jika dibutuhkan) dan membuka komunikasi interpersonal. Tingkat kesediaan dari kedua belah pihak akan sangat dibutuhkan untuk memperdalam hubungan. Berdasarkan uraian teoritis di atas, dapat dilihat terdapat berbagai macam aspek dalam kompetensi komunikasi interpersonal. Adapun aspek-aspek komunikasi interpersonal yang diambil dari pendapat Puggina dan Silva (2014) antara lain kontrol lingkungan, pengungkapan diri, sikap asertif, manajemen interaksi, dan kesegeraan. C. Hubungan antara Kompetensi Komunikasi Interpersonal dan Gaya Manajemen Konflik Terdapat beberapa faktor yang mendasari pengelolaan konflik yang baik, salah satunya komunikasi. Sayangnya, Marotz-Baden dan Cowan (Lee, 1992) menemukan bahwa komunikasi tidak banyak digunakan untuk mengelola konflik. Begitu pula dengan konflik yang terjadi dalam hubungan antara menantu perempuan dengan ibu mertuanya. Marotz-Baden dan Cowan (Lee, 1992) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa lebih banyak menantu perempuan melaporkan konflik daripada ibu mertua mereka seiring kebutuhan yang lebih besar untuk penyesuaian dirasakan 24

16 oleh mereka. Selain itu, strategi manajemen konflik yang sering digunakan oleh para menantu perempuan jika terjadi konflik dengan ibu mertuanya adalah dengan menghindari atau membiarkan saja konflik tersebut, diikuti dengan time-out atau menunggu sampai konflik reda seiring berjalannya waktu, dan komunikasi menempati urutan terakhir. Dari penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi tidak banyak digunakan dalam mengelola konflik. Seperti yang telah dijelaskan oleh Grace (Kazimoto, 2013), salah satu penyebab terjadinya konflik adalah komunikasi yang buruk. Jika komunikasi yang dibangun dua pihak buruk, kesalahpahaman dan perselisihan dapat terjadi. Misalnya dalam hubungan menantu perempuan dan ibu mertua, mertua menasihati menantunya mengenai suatu hal, tetapi menantu tidak dapat menjalankan nasihat tersebut. Bisa jadi karena cara penyampaian nasihat tersebut kurang mengena di hati menantu, atau menantu belum paham maksud dari nasihat mertua. Salah menafsirkan nasihat juga dapat menyebabkan pelimpahan kesalahan kepada satu sama lain. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai hubungan antara kompetensi komunikasi interpersonal yang kurang baik dengan gaya kompetisi. Gaya akomodasi adalah gaya yang mengandalkan sikap kooperatif, tetapi tidak asertif, yang artinya seseorang tidak dapat berkomunikasi dengan cara mengutarakan pendapat dan keinginannya kepada orang lain. Artinya, seseorang dengan gaya ini akan mengesampingkan kebutuhannya sendiri untuk memenuhi kebutuhan orang lain sehingga ia akan sering mengalah ketika terjadi konflik (Kazimoto, 2013). Gaya ini dinilai mirip dengan gaya kompromi yang menerapkan 25

17 sistem kalah-kalah, di mana kedua belah pihak tidak benar-benar mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sikap kooperatif dan asertifnya pun masing-masing hanya setengah. Artinya, jika ada dua pihak yang berkonflik memakai gaya kompromi untuk mengelola konflik, kemungkinan besar mereka tidak akan merasa terlalu puas dengan hasil akhirnya (Thomas & Kilmann, 2007). Jika dibandingkan dengan gaya akomodasi, gaya kompromi dinilai sebagai gaya yang dipakai oleh seseorang yang memiliki kompetensi komunikasi interpersonal setidaknya dalam taraf rata-rata. Menurut Maitlo dkk (2012), kompromi dicapai dengan komunikasi yang lebih baik dari seluruh kepedulian di kalangan orang-orang yang terlibat dan melalui pengakuan syarat yang sama. Kompromi akan mengarah pada pencapaian tujuan yang berbeda dibandingkan dengan tujuan yang sesungguhnya. Selanjutnya, kompetensi komunikasi interpersonal yang buruk dapat menyebabkan penggunaan gaya manajemen konflik yang kurang dapat menyelesaikan masalah, seperti gaya penghindaran. Hal ini dibuktikan oleh Marotz- Baden dan Cowan (Lee, 1992) yang menemukan bahwa gaya penghindaran sering digunakan oleh para menantu perempuan jika terjadi konflik dengan ibu mertuanya karena kurangnya intensitas komunikasi di antara keduanya. Para menantu perempuan tersebut akan menunggu sampai konflik reda dengan sendirinya seiring berjalannya waktu tanpa mengusahakan penyelesaian konflik dan tanpa berkomunikasi dengan ibu mertuanya. Gaya penghindaran adalah gaya yang memungkinkan seseorang untuk menghindari masalah. Gaya ini tidak asertif dan juga tidak kooperatif, yang artinya seseorang tidak membantu orang lain meraih 26

18 tujuannya, dan ia juga tidak mengejar tujuannya sendiri. Dengan begitu, ia tidak akan berusaha berkomunikasi dengan lawan konfliknya walaupun hanya sekedar untuk mengutarakan pendapat. Ketika seseorang memiliki kompetensi komunikasi interpersonal yang baik, ia akan banyak membuka diri, seperti mengutarakan pendapat, sekaligus terbuka dengan pemikiran dan perasaan orang lain. Faktor seperti ini memungkinkan seseorang untuk memakai gaya kolaborasi sebagai gaya manajemen konfliknya. Gaya kolaborasi dinilai sebagai gaya yang ideal di antara seluruh gaya manajemen konflik yang dipaparkan oleh Thomas-Kilmann (2007). Gaya ini asertif dan kooperatif seperti kompromi, tetapi dalam gaya kolaborasi kedua sikap tersebut berada dalam tingkat tinggi. Kedua belah pihak akan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sistem gaya kolaborasi adalah menang-menang, sehingga tidak ada pihak yang rugi atau dirugikan. Kolaborasi dapat menjadi efektif untuk skenario yang kompleks ketika seseorang membutuhkan solusi yang baru, dan dapat juga berarti mengkonsepkan kembali tantangan untuk membuat ruang yang lebih besar dan wadah untuk gagasan semua orang. Namun, gaya ini membutuhkan kepercayaan yang dalam pada orang lain dan harus mencapai mufakat. Untuk mencapai mufakat dapat memerlukan banyak waktu dan usaha untuk membuat semua orang ikut serta dan untuk menyatukan gagasan semua orang. Rotter (Anderson & Narus dalam Zeffane, Tipu, & Ryan, 2011) berpendapat bahwa komunikasi erat hubungannya dengan kepercayaan, dan kepercayaan didefinisikan sebagai suatu harapan yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang yang kata-katanya, janjinya, dan 27

19 pernyataannya secara lisan atau tertulis kepada seseorang atau sekelompok orang yang lain dapat dipercaya, sehingga hubungan antara komunikasi tampak kompleks dan sulit untuk mengasumsikan arah yang pasti pada dua hal tersebut. Jika kepercayaan dibangun dengan baik, maka kompetensi komunikasi interpersonal akan terasah dan membuat komunikasi menjadi lancar, dan jika komunikasi dibangun dengan kokoh karena kuatnya kompetensi komunikasi interpersonal, maka kepercayaan akan tumbuh. Adhikari (2015) menuturkan bahwa dinamika hubungan antara menantu perempuan dan ibu mertua sangat signifikan dalam perbincangan sehari-hari dan budaya populer. Beberapa penelitian menemukan bahwa banyak menantu merasakan jarak interpersonal yang besar dan cenderung berperilaku negatif terhadap ibu mertuanya daripada ibu kandungnya sendiri. Tidak banyak evaluasi empiris pada hubungan menantu dengan mertua karena sedikitnya data dan variasi yang ada mengenai hal tersebut dalam konteks yang berbeda. Meskipun begitu, hubungan antara menentu dengan mertua memiliki banyak faktor, seperti kebahagiaan, stabilitas, dan fungsi sosial, budaya, dan ekonomi lainnya di dalam keluarga. D. Hipotesis Dari penjelasan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis yang berupa: 1. Akan ada hubungan negatif antara kompetensi komunikasi interpersonal dengan gaya manajemen konflik kompetisi. 28

20 2. Akan ada hubungan negatif antara kompetensi komunikasi interpersonal dengan gaya manajemen konflik akomodasi. 3. Akan ada hubungan positif antara kompetensi komunikasi interpersonal dengan gaya manajemen konflik kompromi. 4. Akan ada hubungan negatif antara kompetensi komunikasi interpersonal dengan gaya manajemen konflik penghindaran. 5. Akan ada hubungan positif antara kompetensi komunikasi interpersonal dengan gaya manajemen konflik kolaborasi. 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK Resolusi dan Alternatif Resolusi Konflik (3) Dr. Teguh Kismantoroadji Dr. Eko Murdiyanto 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu menentukan alternatif resolusi konflik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih. Konflik terjadi secara alami dan merupakan fenomena yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau lebih. Konflik terjadi secara alami dan merupakan fenomena yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik secara umum didefinisikan sebagai perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua orang atau lebih. Konflik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Proyek Konstruksi Manajemen proyek adalah suatu perencanaan dan pengendalian proyek yang telah ditekankan pada pola kepemimpinan, pembinaan kerja sama, serta mendasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Tergantung : Gaya Manajemen Konflik 2. Variabel Bebas : Kompetensi

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK. Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr.

MANAJEMEN KONFLIK. Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr. MANAJEMEN KONFLIK Disusun: Ida Yustina, Prof. Dr. Konflik: percekcokan; perselisihan; pertentangan (KBBI) Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang berorientasi pada keuntungan finansial maupun organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang berorientasi pada keuntungan finansial maupun organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi yang dibangun memiliki tujuan serta pencapaian. Organisasi yang berorientasi pada keuntungan finansial maupun organisasi yang bergerak dibidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, mahasiswa menempati strata paling tinggi yang diharapkan mampu menjadi sumber daya manusia unggul untuk menjawab persoalanpersolan yang ada,

Lebih terperinci

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat. BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Rahim (2001) manajemen konflik tidak hanya berkaitan dengan menghindari, mengurangi serta menghilangkan konflik, tetapi

Lebih terperinci

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM HP : Lucky B Pangau.

Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI. Lucky B Pangau,SSos MM   HP : Lucky B Pangau. Strategi dan Seni dalam NEGOSIASI Lucky B Pangau,SSos MM E-mail : lucky_pangau@yahoo.com HP : 0877 3940 4649 Lucky B Pangau Seni Negosiasi 1 NEGOSIASI Adalah proses komunikasi yang gunakan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masing-masing individu, dan sudah menjadi hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada Undang-Undang Sistem

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI

MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI MANAJEMEN KONFLIK ENI WIDIASTUTI Definisi: Perselisihan internal maupun eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antar 2 orang atau lebih. (Marquis dan Huston, 2010) Konflik merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

PERTEMUAN 15 KONFLIK

PERTEMUAN 15 KONFLIK PERTEMUAN 15 KONFLIK UNTUK DAPAT MENGELOLA KONFLIK KITA PERLU MENGETAHUI: Dalam berinteraksi dengan orang lain kita tidak dapat menghindar dari terjadinya konflik, untuk itu kemampuan mengelola konflik

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nusantara, bahwasannya konflik ini sudah terjadi sejak lama.

BAB I PENDAHULUAN. Nusantara, bahwasannya konflik ini sudah terjadi sejak lama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Pada saat ini di SMA Terpadu Krida Nusantara sering terjadi perselisihan atau konflik antar angkatan.hal ini diperkuat oleh pernyataan oleh Bapak Rosadi Turjamil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

Modul ke: PENDIDIKAN ETIK. Komunikasi Efektif. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen

Modul ke: PENDIDIKAN ETIK. Komunikasi Efektif. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen Modul ke: PENDIDIKAN ETIK Komunikasi Efektif Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Manajemen Bagian Isi Pendahuluan Menjadi Pendengar Yang Baik Kekuatan Kata-kata

Lebih terperinci

KONFLIK ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

KONFLIK ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012 KONFLIK ORGANISASI Salah satu yang sering muncul dalam upaya melakukan inovasi organisasi adalah terjadinya konflik di dalam organisasi. Sebagaimana lazim diketahui bahwa suatu organisasi secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsisbilities atau CSR)

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsisbilities atau CSR) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan perkembangan zaman, wacana mengenai peran etika dan tanggung jawab sosial perusahaan semakin marak diperbincangkan oleh para pelaku bisnis, organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan. Akan tetapi, apabila kegiatan berkomunikasi terjadi tanpa diawali keterampilan berbicara

Lebih terperinci

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemimpin adalah jabatan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Pemimpin adalah jabatan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemimpin adalah jabatan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Salah satu penentu kemajuan dan kemunduran organisasi adalah pemimpin. Dalam menjalankan

Lebih terperinci

Yogie Afdhal Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UNP. Abstract

Yogie Afdhal Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UNP. Abstract PERSEPSI GURU TENTANG GAYA PENGELOLAAN KONFLIK OLEH KEPALA SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI SE KECAMATAN V KOTO KAMPUNG DALAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN Yogie Afdhal Jurusan Administrasi Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati tercipta dengan sifat yang unik, berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap individu memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik. Selain itu juga, model pembelajaran kooperatif efektif untuk mengembangkan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis merupakan gangguan perkembangan yang menghambat berbagai aspek dalam kehidupan anak dengan gangguan autis. Anak autis rata-rata mengalami gangguan perkembangan

Lebih terperinci

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran A. Pengertian Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau

Lebih terperinci

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

Bab 5 PENUTUP. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi. bersama, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : Bab 5 PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan tentang komunikasi interpersonal menantu dan ibu mertua pada pasangan muda yang tinggal bersama, maka dapat dibuat kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerugian terjadi ketika dua belah pihak yang terlibat tidak dapat mencapai

BAB I PENDAHULUAN. kerugian terjadi ketika dua belah pihak yang terlibat tidak dapat mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pertikaian sangat sering terjadi di Indonesia, ada yang mengatasnamakan kelompok bahkan personal. Tiga hal utama yang dapat menimbulkan pertikaian adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan itu sendiri bisa didapatkan melalui pembelajaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi

TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi 7 TINJAUAN PUSTAKA Teori Komunikasi Keluarga Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu cara untuk memengaruhi individu agar si pemberi pesan (sender) dan si penerima pesan (receiver) saling mengerti

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah. BAB V KESIMPULAN, ILPIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil perhitungan pada Bab IV penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Kepemimpinan kepala sekolah harus didukung oleh nilai-nilai

Lebih terperinci

MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK

MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK Materi pembelajaran 'Motivasi Berprestasi' bertujuan untuk membekali mahasiswa/i akan pengertian, pemahaman terhadap motivasi berprestasi sebagai aspek pendorong untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden. Tabel 1.Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden. Tabel 1.Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Way Seputih Bumi Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden penelitian,

Lebih terperinci

TERMOTIVASI UNTUK MENGELUARKAN IDE-IDENYA DAN MENGUJINYA SERTA MENULARKAN DAN MENGEMBANGKAN POTENSI DIRINYA SECARA MAKSIMAL.

TERMOTIVASI UNTUK MENGELUARKAN IDE-IDENYA DAN MENGUJINYA SERTA MENULARKAN DAN MENGEMBANGKAN POTENSI DIRINYA SECARA MAKSIMAL. 9. TIM DIHARGAI ATAS HASIL YANG SANGAT BAIK, DAN SETIAP Anggota DIPUJI ATAS KONTRIBUSI PRIBADINYA. 10. Anggota KELOMPOK TERMOTIVASI UNTUK MENGELUARKAN IDE-IDENYA DAN MENGUJINYA SERTA MENULARKAN DAN MENGEMBANGKAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

Materi Minggu 1. Komunikasi

Materi Minggu 1. Komunikasi T e o r i O r g a n i s a s i U m u m 2 1 Materi Minggu 1 Komunikasi 1.1. Pengertian dan Arti Penting Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidupnya, apapun bentuk organisasi itu dalam mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilepaskan dari proses belajar mengajar di sekolah, sebab sekolah. Dalam pembelajaran atau proses belajar mengajar di sekolah

BAB I PENDAHULUAN. dilepaskan dari proses belajar mengajar di sekolah, sebab sekolah. Dalam pembelajaran atau proses belajar mengajar di sekolah 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan proses pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses belajar mengajar di sekolah, sebab sekolah merupakan salah satu pelaksana pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA Penyusun Nama : Asteria Agustin NIM : D2C 007 012 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan harapan dapat mewujudkan tujuan tersebut. Tercapai atau tidaknya

Lebih terperinci

KONFLIK DAN NEGOSIASI

KONFLIK DAN NEGOSIASI BAB XI KONFLIK DAN NEGOSIASI Konflik Definisi Konflik Proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain secara negatif mempengaruhi atau akan secara negatif mempengaruhi sesuatu yang menjadi

Lebih terperinci

APLIKASI KOMUNIKASI NON-VERBAL DI DALAM KELAS

APLIKASI KOMUNIKASI NON-VERBAL DI DALAM KELAS APLIKASI KOMUNIKASI NON-VERBAL DI DALAM KELAS Maisarah, S.S., M.Si Inmai5@yahoo.com Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombang Abstrak Artikel ini berisi tentang pentingnya komunikasi non verbal di

Lebih terperinci

KIP dan Perubahan Sikap

KIP dan Perubahan Sikap KIP dan Perubahan Sikap Pertemuan ke 8-9 1 Pengaruh komunikasi interpersonal terhadap perubahan sikap terjadi dalam dua arah. Arah pertama bersifat incongruent, yaitu perubahan sikap yang menuju ke arah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dorongan dalam melakukan pekerjaanya, intensitas dan frekuensi dari waktu ke

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dorongan dalam melakukan pekerjaanya, intensitas dan frekuensi dari waktu ke BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia mempunyai unsur pokok dalam berperilaku yang berupa aktifitas, baik itu aktifitas fisik maupun aktivitas mental, untuk itu perlu diperhatikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI A. GAYA MANAJEMEN KONFLIK. 1. Pengertian Gaya Manajemen Konflik. Konflik menurut Robbins (1996) adalah suatu proses yang mulai

BAB II KAJIAN TEORI A. GAYA MANAJEMEN KONFLIK. 1. Pengertian Gaya Manajemen Konflik. Konflik menurut Robbins (1996) adalah suatu proses yang mulai BAB II KAJIAN TEORI A. GAYA MANAJEMEN KONFLIK 1. Pengertian Gaya Manajemen Konflik Konflik menurut Robbins (1996) adalah suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa suatu pihak lain telah mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti akan menunjukkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia pada era modern seperti saat ini sangat berbeda jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

HP : Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com

HP : Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com e-mail : sitisyamsiar@yahoo.com HP : 081-1286833 Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com Peran Kepemimpinan Peran Pemimpin yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : 1. Servant

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi kerja 1. Pengertian motivasi kerja Menurut Anoraga (2009) motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri dan organisasi. Konflik sendiri diartikan sebagai reaksi psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. industri dan organisasi. Konflik sendiri diartikan sebagai reaksi psikologis dan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak kita jumpai konflik yang terjadi di dalam dunia industri dan organisasi. Konflik sendiri diartikan sebagai reaksi psikologis dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 1 menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTAR-PRIBADI

HUBUNGAN ANTAR-PRIBADI DIKLAT TEKNIS KOMUNIKASI DAN PRESENTASI EFEKTIF HUBUNGAN ANTAR-PRIBADI Disajikan : DR. Muharto Toha, Drs, M.Si Erick Hutrindo, MT Hotel Bukit Indah Ciloto, 17 22 Juli 2006 BIODATA N a m a : DR. Muharto

Lebih terperinci

Team Building & Manajeman Konflik

Team Building & Manajeman Konflik Team Building & Manajeman Konflik www.kahlilpooh.wordpress.com SEMUA TENTANG PASKIBRA, PASKIBRAKA & OSIS KOTA MAGELANG PERSAHABATAN, YANG MERUPAKAN IKATAN SUCI, AKAN LEBIH SAKRAL DENGAN ADANYA KESULITAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan pernikahan, tidak ada pernikahan yang sempurna. Setiap individu yang memiliki pasangan untuk berbagi waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, bahasa merupakan alat menyatakan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, bahasa merupakan alat menyatakan pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, bahasa merupakan alat menyatakan pikiran dan perasaan serta sekaligus sebagai alat komunikasi antar manusia. Pengembangan bahasa di

Lebih terperinci

Negosiasi dengan Hati

Negosiasi dengan Hati Negosiasi Tanpa kita sadari, setiap hari kita sesungguhnya selalu melakukan negosiasi. Negosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita. Selain itu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan waktu perubahan dramatis dalam hubungan personal. Hal tersebut dikarenakan banyaknya perubahan yang terjadi pada individu di masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. data sekunder yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui proses. wawancara dan observasi secara langsung di lokasi penelitian.

BAB IV ANALISA DATA. data sekunder yang telah dikumpulkan oleh peneliti melalui proses. wawancara dan observasi secara langsung di lokasi penelitian. BAB IV ANALISA DATA A. Temuan Penelitian Bab ini adalah bagian dari sebuah tahapan penelitian kualitatif yang akan memberikan pemaparan mengenai beberapa temuan dari semua data yang ada. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan keputusan dengan cepat dan tepat waktu (frinaldi dan embi, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan keputusan dengan cepat dan tepat waktu (frinaldi dan embi, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberanian diartikan sebagai sifat yang berani menanggung resiko dalam pembuatan keputusan dengan cepat dan tepat waktu (frinaldi dan embi, 2011). Sifat keberanian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan

BAB I P E N D A H U L U A N. produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk berbudi, cerdas, kreatif dan produktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sering dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal. Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan bisnis di suatu negara telah tumbuh. berkembang dengan ditandai oleh masuknya para pelaku bisnis baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan bisnis di suatu negara telah tumbuh. berkembang dengan ditandai oleh masuknya para pelaku bisnis baru dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan bisnis di suatu negara telah tumbuh berkembang dengan ditandai oleh masuknya para pelaku bisnis baru dalam kancah persaingan, sehingga menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, bersifat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONFLIK DENGAN KINERJA PEGAWAI BIRO BINA SOsSIAL SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

HUBUNGAN KONFLIK DENGAN KINERJA PEGAWAI BIRO BINA SOsSIAL SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT HUBUNGAN KONFLIK DENGAN KINERJA PEGAWAI BIRO BINA SOsSIAL SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT Mella Aldionita D Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UNP Abstract The goal of this research are to

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS

MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS MANAJEMEN KONFLIK OLEH : PROF. DR. SADU WASISTIONO, MS APA YANG DIMAKSUD DENGAN KONFLIK? BEBERAPA PENGERTIAN : *Konflik adalah perjuangan yang dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau

Lebih terperinci

IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS

IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS Part 6 Edy Prihantoro Universitas Gunadarma Pokok Bahasan Understanding your communication style Building high self esteem (self esteem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan orang lain sebagai wujud interaksi. Interaksi tersebut selalu didukung oleh alat komunikasi vital yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Persepsi keluarga terhadap anak dengan ID Keluarga dapat memiliki persepsi yang benar maupun salah terhadap anak dengan ID, khususnya terkait dengan disabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sekarang dihadapkan pada tantangan-tantangan yang. mengharuskannya mampu melahirkan individu-individu yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sekarang dihadapkan pada tantangan-tantangan yang. mengharuskannya mampu melahirkan individu-individu yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang memiliki sumber daya yang melimpah harus dapat meningkatkan kualitas pendidikan agar tercipta generasi muda yang berkualitas. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kecerdasan Interpersonal 2.1 Kecerdasan Interpersonal BAB II KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Interpersonal Kecerdasan interpersonal bisa dikatakan juga sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat dihindarkan dan sulit untuk diselesaikan. Umat manusia diberikan akal dan pikiran agar dapat memecahkan

Lebih terperinci