BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka digunakan untuk memaparkan karya-karya ilmiahkhususnya yang berkaitan dengan kajian dalam bidang antropolinguistik yang berhubungan dengan penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Dengan metode kualitatif (Koentjaraningrat, 1991) bertujuan menjelaskan secara tepat sifat individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala yang lain dalam masyarakat Tionghoa yang melaksanakan tradisi ritual kong tek( 公德 ). Dengan analisis kualitatif dari Denzin, dkk (2009:6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif dalam tradisi kong tek( 公德 )menekankan sifat realita yang terbangun secara sosial dan memiliki hubungan erat antara peneliti dengan subjek yang diteliti dan tekanan situasi yang membentuk penelitian. 2.1 Konsep Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989:33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Poerwadarminta sebagai editor (1995:456) dikatakan bahwa, konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari objek apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal hal lain

2 Dalam hal ini, defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar. Selain itu adalah untuk menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian Tradisi Kong Tek( 公德 ) Tradisi kong tek ( 公德 )berhubungan dengan religi didasarkan atas emosi keagamaan. Emosi keagamaan yang dialami masyarakat Tionghoa dari negeri leluhurnya. Emosi keagamaan kong tek ( 公德 ) mendorong masyarakat Tionghoa melakukan tindakan-tindakan bersifat religi mempunyai ciri-ciri khusus untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu di antara masyarakat mereka. Unsur-unsur penting dalam tradisikong tek ( 公德 ) dilakukan dengan tiga unsur yang lain yaitu: sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, dan suatu umat yang menganut religi itu. Kong Tek (Hokkian) atau Gong De 公德 (Mandarin) adalah sebuah sinkretisme antara kepercayaan tradisional, persepsi Buddhisme dan konsep Taoisme. Ritual ini dilakukan atas persepsi "pelimpahan jasa kepada yang telah meninggal" dalam agama Buddhis.Kong tek ( 公德 ) dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa merupakan suatu sistem religi, oleh karena selain memiliki emosi keagamaan, juga memiliki unsur-unsur sistem keyakinan, yang memusatkan perhatian kepada konsep tentang roh-roh leluhur; sistem upacara keagamaan, suatu umat yang menganut religi tersebut.

3 Sistem upacara mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus yaitu: (1) tempat upacara keagamaan; (2) saat saat upacara keagamaan dijalankan; (3) benda-benda dan alat upacara; dan (4) pelaku upacara. Keempat unsur upacara ini disusun oleh dua dimensi yaitu waktu (saat upacara) dan ruang (mencakup tempat, benda dan alat, serta pelaku) upacara. Kong tek( 公德 ) merupakan suatu bentuk religi yang menekankan pada pengaruh roh leluhur terhadap kehidupan nyata. Suatu bentuk religi yang merupakan perkembangan dari animisme dimana manusia percaya bahwa mahluk-mahluk halus menempati alam sekeliling manusia. Kong tek( 公德 ) dilakukan untuk mengingat dan menghargai jasa orang/keluarga yang telah meninggal. Kerabat atau keluarga yang masih hidup membakar beberapa persembahan yakni segala macam kebutuhan primer dan sekunder dalam bentuk kertas. Tujuan dilaksanakannya ritual kong tek( 公德 )adalah untuk mensucikan roh leluhur. Kepercayaan terhadap roh leluhur dalam religi suku bangsa Tionghoa sudah sangat tua, dan mungkin merupakan bentuk religi manusia yang tertua, yang kemudian terdesak kebelakang oleh keyakinan kepada mahluk-mahluk halus lain seperti dewa dewa alam, roh nenek moyang, hantu dan lain-lain.kong tek ( 公德 )harus dilakukan pada tempat-tempat tertentu yaitu di kelenteng, vihara, di tepi sungai ataupun pantai. Ritual kong tek ( 公德 ) pada masyarakat etnis Tionghoa dilakukan berdasarkan beberapa tujuan yaitu kelestarian dengan masa lampau, penghormatan terhadap kebijaksanaan orang-orang tua, harapan akan berkat yang diberikan oleh orang-orang yang telah meninggal, dan dapat meredakan kesedihan

4 dengan memberikan persembahan, sesajian dan doa bagi kebahagiaan mereka, serta menghilangkan ketakutan akan kutukan roh jahat dan bernasib sial. Prinsip dasar dari hal-hal tersebut mengacu pada pemahaman masyarakat Tionghoa bahwa roh atau jiwa dari orang yang telah meninggal tetap memperhatikan dan tetap mengasihi orang-orang yang masih hidup Ritual Pemujaan Leluhur Tata kehidupan moral yang berlaku dalam masyarakat Tionghoa didasarkan atas Konfusianisme, yaitu mengajarkan tentang falsafah moral. Konfusius meletakkan dasar berpikir humanistis dalam masyarakat. Sistem etika yang diajarkan Konfusius menyangkut keselarasan hubungan manusia. Di antara segala bentuk hubungan sosial, Konfusius memberikan penekanan pada hubungan moral dalam keluarga, dimana keluarga sebagai kelompok sosial terkecil merupakan inti kesejahteraan dalam masyarakat. Keluarga merupakan inti dari kehidupan tradisional masyarakat. Sikap serta penghormatan terhadap orang tua dan nenek moyang, mendasari praktik ajaran moral keluarga, selanjutnya diterapkan dalam kehidupan masyarakat dan akhirnya menjadi dasar dalam kehidupan di seluruh negara. Oleh karena itu, perwujudan dalam mempraktekan ajaran Konfusius akan tampak nyata dalam upacara-upacara tradisional. Dalam kehidupan keluarga, hubungan antara ayah dan anak laki-laki menduduki tempat tempat terpenting, yang merupakan pusat dari sebuat konsep moral yaitu bakti atau xiao ( 孝 ). Bakti sudah merupakan suatu konsep etika yang penting pada masyarakat Tionghoa dan sudah ada sebelum masa Konfusius. Bakti merupakan prinsip dan

5 ajaran moral yang melibatkan hubungan antara ayah dan anak laki-laki dan juga pada hubungan-hubungan sosial lainnya yang lebih luas. Dalam masyarakat Tionghoa, kewajiban seorang anak terutama anak laki-laki adalah berbakti terhadap orangtuanya. Seorang anak laki-laki tidak boleh berhenti berkorban bagi orangtua dan juga bagi leluhurnya. Seorang anak yang berbakti tidak terbatas pada saat orangtua masih hidup saja tetapi diteruskan ketika mereka telah meninggal. Konfusius menganjurkan sikap bakti ini dan mewujudkannya sebagai sikap perkabungan bagi orang tua dan leluhur dalam jangka waktu yang panjang. Tata ibadah penghormatan bagi leluhur dilakukan untuk mengenang kembali cinta kasih orangtua serta nenek-nenek dan kakek yang telah tiada. Mengenang kembali kebajikan dan jasa yang telah dilakukan para leluhur guna dijadikan suri tauladan bagi perilaku dan tindakan-tindakan anak serta cucu selanjutnya. Kedua hal tersebut tersebut melatar belakangi dasar pemikiran bagi penghormatan leluhur dalam masyarakat Tionghoa. Penghormatan leluhur yang telah menjadi tradisi setelah sekian lama, secara tidak langsung juga turut berperan dalam setiap keluarga Tionghoa Ritual Kematian Masyarakat Tionghoa Masyarakat Tionghoa melakukan ritual kematian karena percaya dengan adanya alam gaib dan ada keyakinan hubungan timbal balik antara yang hidup dan yang mati dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka yang masih di dunia. Proses ritual kematian terdiri dari tahap persiapan, dimana seluruh anggota keluarga menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan saat ritual. Ritual (Muhammad, 2011:1) secara etimologis berarti perayaan yang berhubungan dengan kepercayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Secara

6 etimologis ritual merupakan ikatan kepercayaan antar orang yang diwujudkan dalam bentuk nilai bahkan dalam bentuk tatanan sosial. Ritual merupakan ikatan yang paling penting dalam masyarakat beragama. Kepercayaan masyarakat dan prakteknya tampak dalam ritual yang diadakan oleh masyarakat, ritual yang dilakukan bahkan dapat mendorong masyarakat untuk melakukan dan mentaati nilai dan tatanan sosial yang sudah disepakati bersama. Dengan bahasa lain, ritual memberikan motivasi dan nilai-nilai mendalam bagi seseorang yang mempercayai dan mempraktikkan. Sedangkan ritual menurut Turner (dalam Prasetya, 2008:6) dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu: pertama, ritual krisis hidup, artinya ritual yang berhubungan dengan krisis hidup manusia. Manusia pada dasarnya akan mengalami krisis hidup, ketika dia masuk masa peralihan. Pada masa ini, manusia akan masuk dalam lingkup krisis karena terjadi perubahan tahap hidup. Kedua, ritual gangguan, yaitu ritual sebagai negosiasi dengan roh agar tidak mengganggu hidup manusia. Turner juga menjelaskan bahwa ritual memiliki fungsi penting bagi keberlangsungan hidup. Fungsi ritual tersebut antara lain: (1) ritual akan mampu mengintegrasikan dan menyatukan rakyat dengan memperkuat kunci dan nilai utama kebudayaan melampaui dan di atas individu atau kelompok. Ritual menjadi alat pemersatu atau integritas; (2) ritual juga menjadi sarana pendukungnya untuk mengungkapkan emosi, khususnya nafsu-nafsu negatif, (3) ritual akan mampu melepaskan tekanan-tekanan sosial. Menurut kepercayaan Tionghoa, perjalanan arwah merupakan perjalanan dari hidup setelah mati. Walau seorang meninggal, butuh waktu beberapa jam sampai beberapa hari setelah kematian baru dia mengetahui bahwa dia sudah

7 meninggal. Setelah dia tahu kalau sudah meninggal, dia akan panik, bigung, resah dan takut menghadapi kondisi dan situasi yang begitu asing baginya. Dia tidak tahu harus berbuat apa dan harus bagaimana. Keadaan arwah seperti ini perlu mendapat penghiburan, bimbingan dan perlindungan agar arwah menjadi tenang dan pasrah menerima keadaannya. Untuk itu dibutuhkan beberapa upacara ritual duka yang sudah dikenal, sesuai dengan aliran kepercayaan atau agama yang dianut oleh almarhum atau oleh keluarganya. Bagi masyarakat Tionghoa, arwah orang yang baru meninggal biasanya masih berada dirumah bersama keluarganya atau masih berada di alam kehidupan dunia untuk beberapa lama, ada yang selama beberapa hari sampai beberapa tahun baru dapat "naik" ke alam arwah. Arwah yang belum naik ini memang masih dapat gentayangan kemana saja yang dia mau. Dia dapat gentayangan kemana saja dia berkunjung di alam transisi atau alam peralihan dari alam dunia ke alam arwah, yang juga disebut alam arwah gentayangan. Ada banyak penyebab yang membuat arwah belum dapat naik ke alam arwah, seperti rasa dendam dan penasaran, keterikatan pada keduniawian, ilmu non Ilahi, dan lain lain. Arwah yang belum dapat naik ini perlu ditolong dan dibimbing untuk "dinaikkan" atau "diseberangkan" atau juga disebut "disempurnakan". Upacara ritual untuk arwah hanya bermanfaat untuk arwah yang belum naik atau arwah yang masih berada dalam alam arwah gentayangan. Seperti upacara "pengiriman rumah dan uang(kertas)" untuk arwah, yang dilakukan umat Kong Hu Cu dan Taois. Kiriman rumah, uang dan macam-macam barang duniawi ini hanya bermanfaat atau berguna bagi arwah yang belum naik. Setelah arwah naik ke alam arwah dan mulai menempuh perjalanan arwah, semua kiriman sudah

8 tidak ada gunanya. Semuanya harus ditinggalkan, tidak ada satupun yang dapat dibawa masuk ke alam arwah. Pada umumnya arwah tidak mempermasalahkan jenasahnya dikubur atau dikremasi. Rasa khawatir dan takut kalau mati dikubur atau dikremasi yang muncul pada waktu masih hidup tidak akan ditemukan. Juga rasa khawatir dan takut kalau nanti meninggal arwahnya akan kelaparan karena tidak disembahyangi oleh keluarganya, sebab keluarganya sudah pindah agama, juga tidak akan terjadi. Kesemuanya hanya kekhawatiran manusiawi pada waktu masih hidup.banyak upacara ritual untuk arwah yang masih dilakukan oleh keluarga Tionghoa. Seperti yang masih banyak dilakukan oleh ummat Konghucu dan Taois khususnya ritual kong tek( 公德 ). Berdasarkan dari penjelasan mengenai ritual di atas, dapat dikatakan bahwa ritual merupakan suatu kegiatan yang unik, bersifat khas yang sarat akan makna, memiliki suatu kekuatan tertentu, dan juga mencerminkan identitas diri sebagai fenomena budaya. Dapat dikatakan juga, ritual sering bertolak belakang atau berbeda dalam praktek dan penerapan keyakinan serta agama. Namun demikian, antara ritual dan agama, keduanya sering bertemu dan hal ini sangat sering kita jumpai dalam praktik di kehidupan masyarakat atau individu penganut ritual tersebut Masyarakat Tionghoa Suku bangsa Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan

9 kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya. Masyarakat Tionghoa di Indonesia terdiri dari empat kelompok bahasa utama yaitu Hokkien, Mandarin, Hakka, dan Kanton, sedangkan orang Tiochiu berbicara dengan dialek yang hampir sama dengan bahasa Hokkien. Tercatat sekitar 2 juta penutur asli bahasa dari ragam dialek Tionghoa yang berbeda terdapat di Indonesia pada tahun 1982, yakni penutur rumpun bahasa Min Nan (termasuk didalamnya bahasa Hokkien dan Tiochiu); penutur bahasa Hakka; penutur bahasa Mandarin; penutur bahasa Kanton, dan penutur rumpun bahasa Dong Min (termasuk Xinghua). Sisanya, diperkirakan berbicara dalam bahasa Indonesia (Lewis, 2005: 391). Banyak orang Indonesia, termasuk orang Tionghoa percaya adanya pengaruh dialek bahasa Melayu dalam bahasa Tionghoa di Indonesia, secara lokal dikenal sebagai bahasa Melayu-Tionghoa atau Melayu-Cina. Pertumbuhan karya sastra peranakan di paruh kedua abad ke-19 memunculkan semacam varian dalam bahasa Tionghoa. Karya sastra ini dipopulerkan melalui kisah-kisah silat (seni bela diri) yang diterjemahkan dari bahasa Tionghoa atau ditulis dalam bahasa Melayu dan Indonesia. Adapun kontribusi bahasa Indonesia dalam tradisi kong tek ialah pemakaian bahasa Hokkian seperti kata Hio dan Kong Tek yang tetap dipakai dan tidak berubah bahasa dan maknanya hingga saat ini. Para ahli bahasa yang membahas tentang bahasa Melayu-Tionghoa kemudian mencatat bahwa tidak semua etnik Tionghoa menggunakan dialek

10 Melayu yang sama di setiap daerah di Nusantara (Kahin, 1991:55). Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa meski pemerintah kolonial Belanda merupakan pihak yang pertama kali memperkenalkan ortografi berbahasa Melayu di tahun 1901, namun surat-surat kabar Tionghoa tidak mengikuti standar ini hingga masa setelah kemerdekaan (Kahin, 1991:61).Dilihat dari faktor-faktor ini, etnik Tionghoa dianggap memainkan sebuah peranan penting dalam perkembangan bahasa Indonesia modern(kahin, 1991:65) Sejarah Kedatangan Masyarakat Tionghoa Masyarakat Tionghoa di Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan etnik dan ras lainnya. Namun demikian, di kalangan masyarakat Tionghoa dan etnik-etnik di Indonesia juga setuju bahwa orang Tionghoa memiliki asal-usul tempat budayanya yang kemudian migrasi ke Indonesia beberapa abad yang lalu. Tempat asal atau wilayah budaya awal mereka adalah daratan Cina. Secara umum Etnik Tionghoa di Indonesia membuat lingkungannya sendiri untuk dapat hidup secara ekslusif dengan tetap mempertahankan kebudayaan atau tradisi leluhur. Ong Hok Khan (dalam Ning, 1992) menyatakan bahwa ekslusivisme orang Tionghoa itu disebabkan oleh kehendak mereka sendiri, bukan disebabkan oleh pemisahan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia sebagai kelompok minoritas. Etnik Tionghoa merupakan salah satu kelompok masyarakat nonpribumi yang berimigrasi ke Indonesia. Selain prang Tionghoa, ada juga masyarakat Tamil, Sikh, Hindustan, Arab, dan Eropa, yang datang dengan berbagai kepentingan sosial ke Indonesia ini, baik dari masa sebelum Indonesia merdeka atau sesudahnya.

11 Etnik Tionghoa ini memasuki Indonesia melalui gelombang-gelombang migrasi yang besar baik dari Malaysia (Malaya) ataupun Dataran Cina. Mereka didatangkan ke Medan dan Sumatera Utara, karena tenaganya dibutuhkan di perkebunan-perkebunan tembakau yang telah dibuka oleh pemerintah kolonial Belanda di abad ke-19. Seperti diketahui Sumatera Utara memiliki tembakau Deli yang dikelola oleh pengusaha Belanda yang diketuai oleh Jacobus Nienhuijs. Sebahagian orang Tionghoa ada yang beradaptasi dengan masyarakat setempat. Namun ada pula yang berperilaku eksklusif, yang mengakibatkan kehidupan mereka terpisah dari kelompok masyarakat pribumi. Selain itu masyarakat Tionghoa melakukan akulturasi dan beradaptasi dengan masyarakat Indonesia. Mereka berhasil dalam berbisnis serta mempertahankan identitas budayanya, termasuk bahasa dan keyakinan terhadap agama mereka. Begitu juga tradisi menghormati leluhurnya, yang menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dengan sistem religi mereka. Dalam bukunya yang bertajuk The Overall Survey of the Ocean's Shores ( 瀛涯勝覽 ), Ma Huan mengungkapkan bahwa daerah Haru (Sumatera Timur) dapat dicapai dari Malaka dalam waktu pelayaran empat hari empat malam. Ma Huan menggambarkan keadaan demografi pada saat memasuki negeri itu yakni terdapat teluk air tawar, di sebelah barat ada pegunungan besar, di sebelah timur laut ada laut, sebelah utara berbatasan dengan Samudera Pasai, dan di sebelah selatan negerinya merupakan daratan. Di dalam peta yang digambar oleh Mao K un, Ma Huan menceritakan bahwa kota Haru terletak di Delitua (Fatima, 1991).

12 Sejalan dengan Ma Huan, Anderson pada tahun 1823 pernah memasuki daerah Deli melalui Fresh Water Channel (Terusan Air Tawar), kota Cina saat itu labuhan Deli merupakan pelabuhan bagi Haru hingga abad ke ke-13 dimana pada akhirnya pelabuhan itu hancur. Banyak dugaan yang menjelaskan kehancuran pelabuhan itu, yakni akibat penyerangan Kerajaan Majapahit pada tahun 1350 M, atau diakibatkan oleh meletusnya Gunung Sibayak yang menyebabkan gempa dahsyat dan menimbun semua situs-situs Tionghoa tersebut (Fatima, 1991). Hingga kemudian ketika memasuki masa kolonial Belanda, daerah Deli didatangi oleh orang-orang Tionghoa dikarenakan terdapatnya banyak perkebunan di sana. Meskipun pada saat itu bangsa Tionghoa sebagian besar berprofesi sebagai buruh perkebunan, namun menurut catatan sejarah terdapat orang Tionghoa yang pertama kali diangkat menjadi Mayor oleh pemerintah Belanda, dia adalah Tjong Yong Hian, dan berselang beberapa lama kemudian, Tjong A Fie diangkat sebagai Mayor menggantikan posisi Tjong Yong Hian (Fatima, 1991:67). Selepas proklamasi kemerdekaan Indonesia, setiap keturunan Tionghoa kemudian diintegrasikan serta dibaurkan ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia berdasarkan asas-asas Pancasila. Sejak saat itu juga, bangsa Tionghoa menyebar ke seluruh daerah di Indonesia, termasuk ke daerah Sumatera. Pemerintahan Pantai Timur Sumatera dibagi ke dalam lima wilayah, yaitu Deli dan Serdang, Langkat, Asahan, Bengkalis, Simalungun dan Karo. Pada tahun 1980-an daerah ini dikenal sebagai daerah yang miskin dengan jumlah penduduk yang sangat sedikit. Hingga akhirnya pengusaha Belanda, J. Nienhuis menemukan wilayah Deli dan merintis usaha perkebunan tembakau, sejak saat itulah wilayah

13 Deli semakin dikenal. Akibatnya, banyak pendatang-pendatang Tionghoa yang tertarik untuk bekerja di perkebunan yang ada di Sumatera, khususnya Deli. Adanya perluasan dalam bidang perkebunan tembakau, karet, dan teh, serta dimulainya kegiatan pengeboran minyak di Langkat pada tahun 1920-an menyebabkan ribuan etnik Tionghoa berbondong-bondong dan kemudian bermukim di Pantai Timur Sumatera untuk memulai usaha seperti berdagang dan bertukang. Kebanyakan dari mereka datang dengan kondisi yang melarat, namun sesuai dengan etos kerja mereka yang sangat giat dan gigih, perlahan tapi pasti berubah menjadi pedagang yang sangat makmur. Bahkan sampai saat ini mereka mengukuhkan diri sebagai pedagang yang sukses. Mereka memperluas jenis usaha mereka demi meningkatkan taraf hidup mereka, sehingga dapat terus bertahan hingga kini. Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka pada penelitian ini peneliti akan menggunakan teori etnografi untuk mendeskripsikan paparan etnografi pada masyarakat etnik Tionghoa. Alasan memilih teori di atas bertujuan memperlihatkan mengapa dan bagaimana masyarakat etnik Tionghoa merevitalisasi dan mempergunakan tradisi mereka di tengah perubahan sosial yang terjadi sesuai dengan kondisi masyarakat Kota Medan yang heterogen Kepercayaan Dalam kehidupan orang Tionghoa, ada tiga ajaran yang mereka anut yaitu Taoisme, Konfusianisme, dan Buddha. Ketiga ajaran ini sudah saling menyatu (sinkretisme) dan dikenal dengan nama San Jiao atau Sam Kauw (dialek Hokkian). Dalam kehidupannya, orang Tionghoa memang sangat toleran terhadap soal-soal agama. Setiap agama dianggap baik dan bermanfaat, begitu pula dengan ajaran

14 Taoisme, Konfusianisme, dan Buddha yang mempunyai banyak kesamaankesamaan pandangan dan saling membutuhkan sehingga ketiga ajaran tersebut berpadu menjadi satu. Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao ( 儒教 )yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Meskipun kadang-kadang orang menganggap bahwa Khonghucu merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia. Apabila ingin memahami secara benar dan utuh tentang Ru Jiao ( 儒教 ) atau Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam Khonghucu Ru Jiao ( 儒教 ) juga memiliki ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut ren dao ( 人道 ) dan bagaimana manusia melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta tian dao ( 天道 ) yang disebut dengan istilah "Tian" ( 天 ) atau "Shang Di" ( 上帝 ). Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajarkan supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajarkan bagaimana manusia bertingkah laku. Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disembah, yang diutamakan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.

15 Konfucianis bertujuan untuk mencapai kehidupan sebagai seorang budiman dan lebih memperhatikan sisi moralitas atau kesusilaan, maka para Taois lebih memperhatikan sisi pendalaman diri, yang walaupun secara eksplisit, pada akhirnya dapat diwujudkan kepada suatu keagungan luar dengan mengembalikan sisi kehidupan ke jalan kebenaran melalui cara Tiada Berbuat, pengolahan diri sejati, ataupun pencerminan apresiasi seni yang bernafaskan unsur kejiwaan dan pikiran. Ada lima etika yang merupakan aspek penting dari lima hubungan Konfucius yakni hubungan seseorang dengan atasan, orang tua, suami istri, orang tua dan teman-teman. Etika Konfucius mengandung nilai-nilai seperti toleransi pada sesama manusia, baik antar kawan, atasan bawahan, antar sesama saudara; berlaku bakti kepada orang tua serta saudara yang lebih tua; kesetiaan dan dapat dipercaya kepada negara bangsa, hormat kepada lebih tua dan kasih sayang kepada anak dan saudara yang lebih muda. Pada prinsipnya etika Konfucius mengajarkan akan pentingnya pembinaan diri (self cultivation) serta nilai-nilai moral, baik kepada diri pribadi, keluarga, masyarakat dan negara bahkan dunia. Menurut Po (2009:464) Etika Konfucius terdiri dari Ren 仁, Yi 义, Li 礼 disamping Zhi 智 dan Xin 信 yang merupakan komponen penting dalam sistem moral yang membentuk manusia Junzi. Junzi melambangkan berbudi luhur, siap dan mampu melakukan tindakan bajik tanpa berhenti secara konsisten selama hidupnya. Bahkan semua orang didesak untuk menjadi Junzi dalam pikiran dan perbuatan dan terus mengejar kehidupan yang dicontohkan Junzi. Ciri khas Junzi 君子 dalam analects Konfusius (Lun Gi 论

16 语 )adalah bertindak benar, tekun dalam tindakan, bertindak sebelum bicara, kehati-hatian dalam ucapan, tindakan menyelaraskan kata-kata, menunjukkan bakti kepada orang tua, menampilkan menghormati untuk saudara-saudara, bergaul dengan orang yang memegang prinsip moral, suka belajar, mencintai orang lain, bersopan santun dan tahu aturan, berbuat baik kepada orang lain, akomodatif, berwibawa tapi tidak sombong, berani, tabah, memiliki motivasi, berpikiran adil dan ZhongShu 忠恕 (Tiong Si). Zhong Shu ini disebut Golden Rule dimana Jangan lakukan pada orang lain apa yang Anda tidak ingin orang lain lakukan untuk Anda. Taoisme adalah sebuah aliran filsafat yang berasal dari Cina. Taoisme sudah berumur ribuan tahun, dan akar-akar pemikirannya telah ada sebelum masa Konfusianisme. Tao adalah kekuatan utama didalam alam semesta yang terdapat pada semua benda dan lebih menekankan keserasian hubungan manusia dengan alam. Sifat-sifat keduniawian yang tak terkendali, seperti ambisi, kekayaan, dan kemelekatan terhadap suatu pengetahuan ataupun nafsu keinginan akan mengacaukan dan mengeringkan energi. Seorang Taois harus dapat selalu menyatukan diri atau bersatu dengan Tao dalam suatu tingkat kesadaran diri yang tak tergoyahkan. Menyatukan diri dapat juga berarti senantiasa menjaga keseimbangan Yin dan Yang dalam dirinya dan penyatuan antara roh hun ( 魂 )dan jiwa po ( 魄 ).

17 Taoisme memiliki empat ajaran yaitu: 1. Tao, yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat. Tapi merupakan proses kejadian dari semua benda hidup dan segala benda-benda yang ada di alam semesta 2. Yin dan Yang, Tao melahirkan sesuatu yang disebut dengan Yin (Positif) dan Yang (Negatif), yin dan yang saling melengkapi untuk menghasilkan tenaga dan kekuatan. Tenaga tersebut berasal dari semua benda di dunia yang hidup maupun mati mengandung Ying dan Yang yang saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan. 3. Pandangan tentang manusia, menurut pandangan taoisme manusia yang sombong dan melakukan hal diluar kemampuannya, maka suatu saat dia akan mendapat celaan yang akan membuatnya berduka dan menderita. Maka seseorang yang mengenal Tao dan hukum alam akan mengundurkan diri dan menolak segala penghargaan yang diberikan padanya. Walaupun sebenarnya Tao tidak melarang seseorang untuk menyingkirkan segala harta bendanya. Yang perlu dibuang adalah rasa kemelekatan akan harta tersebut. 4. Etika, dalam menjalani kehidupan yang ada, manusia mengarah pada kehidupan yang alamiah tanpa proses ikut campur. Kehidupan yang alamiah inilah yang menjadikan suatu kebijakan dasar yang memicu munculnya tiga buah kebajikan lain dalam menuntun kehidupan selanjutnya, yaitu lemah lembut, rendah hati, dan menyangkal diri. Para Taois mempercayai bahwa dalam diri seseorang terdapat tiga hun ( 魂 ) dan tujuh po ( 魄 ). Roh seseorang pada umumnya akan keluar (pada

18 waktu mimpi), dan apabila terdapat dorongan keinginan dapat menyebabkan tersesatnya roh tersebut. Untuk menjaga dan menyelaraskan roh seseorang, maka penting dijaga kehidupan fisik maupun penyatuan keseluruhan entitas diri. Seorang Taois yang suci mengolah dirinya dalam suatu tingkat kebatinan yang bersifat kosong tapi berisi, dengan senantiasa menyucikan diri dari segala kemelekatan. Dengan kosong dari segala bentuk kekotoran batin, maka seorang Taois dipenuhi oleh energi murni (yuan chi'). Energi murni ini terdapat dalam setiap manusia yang akan tercemar pada saat dilahirkan di dunia. Buddhism mempercayai adanya suatu proses kelahiran kembali(punabhava). Semua mahluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami proses tumbal lahir selama mahluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian. Alam kelahiran tersebut ditentukan oleh karma mahluk tersebut. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garukha Kamma yg artinya karma pada detik kematiannya. Proses Reinkarnasi dalam Buddhism: pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal, namun raga kasarlah yang rusak sehingga roh harus berpindah ke raga yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki raga yang baru, roh utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang berpengaruh pada baik buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk di masa lampau sebelum mereka bereinkarnasi. Mereka menjalani suatu hasil dahulu di surga atau neraka, tergantung hasil perbuatannya. Dalam filsafat agama yang mengnut paham reinkarnasi, surga dan

19 neraka adalah suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwanya memasuki raga yang baru Landasan Teori Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori antropolinguistik karya Allessandro Duranti. Di dalam buku ini Alessandro Duranti (1977:14) menyebutkan bahwa meskipun pendekatan antropolinguistik terhadap kajian tradisi lisan terkesan tumpang-tindih dengan pendekatan linguistik budaya (cultural linguistics) dan etnolinguistik (ethnolinguistics) (Folley, 1997:16 ). Dengan jabaran penekanan tertentu pada kajian antropolinguistik, yaitu penekanan antropolinguistik dalam menggali makna, fungsi, nilai, norma, dan kearifan lokal suatu tradisi lisan, konsep ketiganya dapat dibedakan. Pendekatan antropolinguistik juga mampu merumuskan model revitalisasi dan pelestarian suatu tradisi lisan. Dalam hal inilah ciri pembeda kajian antropolinguistik dengan pendekatan yang lain terlihat kuat dan menonjol (Sibarani, 2012). Penulis buku tersebut juga menunjukkan bahwa linguistik-antropologi juga terbentang luas bersama kajian Etnografi yang menjadi elemen penting dalam kajian ilmu bahasa. Kajian linguistik-antropologi tersebut juga menggambarkan mengenai inspirasi intelektual (intellectual inspiration) yang berasal dari hubungan interaksional, berdasarkan pada perspektif aktivitas dan pemikiran manusia. Dalam buku tersebut, penulis menjelaskan bahwa aktifitas ujaran manusia berdasarkan pada aktifitas budaya sehari-hari (culture of everyday life) dan bahasa merupakan piranti yang paling kuat (powerful tool) dibandingkan dengan kaca pembanding lain (simbol) yang lebih sederhana dalam kehidupan

20 sosial masyarakat. Bab awal dalam buku tersebut menjelaskan mengenai gagasan budaya atau biasa disebut dengan the notion of culture. Selanjutnya dijelaskan mengenai metodologi dalam etnografi dan transkripsi Teori Antropolinguistik Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan secara menyeluruh. Di satu pihak manusia adalah pencipta kebudayaan, di pihak lain kebudayaan yang menciptakan manusia sesuai dengan lingkungannya. Dengan demikian, terjalin hubungan timbal balik yang sangat erat dan padu antara manusia dan kebudayaan. Dalam kebudayaan, bahasa menduduki tempat yang unik dan terhormat. Selain sebagai unsur kebudayaan, bahasa juga berfungsi sebagai sarana terpenting dalam pewarisan, pengembangan dan penyebarluasan kebudayaan. Cakupan kajian yang berkaitan dengan bahasa sangat luas, karena bahasa mencakup hampir semua aktifitas manusia. Hingga akhirnya linguistik memperlihatkan adanya pergerakan menuju kajian yang bersifat multidisplin, salah satunya adalah antropologi linguistik.antropologi lingustik adalah salah satu cabang linguistik yang menelaah hubungan antara bahasa dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana bahasa itu digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat.(lauder,2005:231) Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarakat seperti peranan bahasa dalam mempelajari bagaimana hubungan keluarga diekspresikan dalam terminologi budaya, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain dalam kegiatan sosial dan budaya tertentu, dan bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang

21 dari budaya lain, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara tepat sesuai dengan konteks budayanya, dan bagaimana bahasa masyarakat dahulu sesuai dengan perkembangan budayanya (Robert Sibarani 2004: 50). Antropologi linguistik biasa juga disebut etnolinguistik menelaah bukan hanya dari strukturnya semata tapi lebih pada fungsi dan pemakaiannya dalam konteks situasi sosial budaya. Melalui antropologi linguistik, kita mencermati apa yang dilakukan orang dengan bahasa dan ujaran-ujaran yang diproduksi; diam dan gestur dihubungkan dengan konteks pemunculannya (Duranti, 2001:1). Di Amerika yang melopori ilmu antropologi linguistik adalah Franz Boas, sedangkan di Eropa di pakai istilah etnolinguistik (Duranti,1997). Melalui pendekatan antropologi linguistik, kita mencermati apa yang dilakukan orang dengan bahasa dan ujaran-ujaran yang diproduksi; diam dan gesture dihubungkan dengan konteks pemunculannya (Duranti,2001:1). Malinowski (dalam Hymes, 1964:4) mengemukakan bahwa melalui etnolinguistik kita dapat menelusuri bagaimana bentuk-bentuk linguistik dipengaruhi oleh aspek budaya, sosial, mental, dan psikologis; apa hakekat sebenarnya dari bentuk dan makna serta bagaimana hubungan keduanya. Penggunaan bahasa dalam berkomunikasi cenderung dipandang sebagai fungsi kontrol atau suatu tindakan untuk saling mempengaruhi partisipan dalam suatu pertuturan. Sebagai bidang interdisipliner, ada tiga bidang kajian antropolinguistik, yakni studi mengenai bahasa, studi mengenai budaya, dan studi mengenai aspek lain dari kehidupan manusia, yang ketiga bidang tersebut dipelajari dari kerangka kerja linguistik dan antropologi. Kerangka kerja linguistik didasarkan pada kajian

22 bahasa dan kerangka kerja antropologi didasarkan pada kajian seluk-beluk kehidupan manusia. Antropolinguistik terhadap tradisi lisan dimulai dari unsur-unsur nonverbal. Struktur dan formula unsur verbal dan non-verbal tradisi lisan dapat dijelaskan melalui pemahaman struktur teks dan konteksnya sehingga pemahaman bentuk juga menjadi pemahaman performansi tradisi lisan. Dengan kata lain, antropolinguistik mempelajari teks dan performansi tradisi lisan dalam kerangka kerja antropologi, mempelajari konteks budaya, konteks ideologi, konteks sosial, dan konteks situasi tradisi lisan dalam kerangka kerja linguistik. Disamping bertujuan menemukan formula yang dirumuskan dari struktur teks dan konteks (bentuk) tradisi lisan, antropolinguistik menggali nilai, norma, dan kearifan lokal (isi) tradisi lisan serta berupaya merumuskan model penghidupan kembali, pengelolaan, dan proses pewarisan (revitalisasi) tradisi lisan. Nilai dan norma budaya tradisi lisan dikristalisasi dan ditemukan makna dan fungsinya. Dari makna dan fungsi bagian-bagian tradisi lisan serta makna dan fungsi keseluruhan tradisi lisan sebagai wacana yang lengkap akan dapat diungkapkan nilai dan norma sebuah tradisi lisan melalui proses interpretasi yang dikaitkan (Sibarani, 2004:25). Dalam pembahasan ritual kong tek( 公德 ) ada tiga pendekatan utama dalam kajian antropolinguistik yaitu performansi (performance), indeksikalitas (indexicalty), partisipasi (participation), yang terbukti efektif dalam mengkaji hubungan struktur teks, koteks dan konteks (budaya, ideologi, sosial, dan situasi), suatu tradisi lisan yang dilatarbelakangi unsur-unsur budaya dan aspek kehidupan manusia yang berbeda-beda.

23 Performansi, Indeksikalitas, Partisipasi Dalam mengkaji bahasa, kebudayaan, dan aspek-aspek lain kehidupan manusia, pusat perhatian atau perhatian utama antropolinguistik (Duranti, 1977:14) ditekankan pada tiga topik penting, yakni performansi (performance), indeksikalitas (indexicality), partisipasi (participation). Melalui performansi, bahasa dipahami dalam proses kegiatan, tindakan, dan pertunjukan komunikatif, yang membutuhkan kreativitas. Bahasa sebagai unsur lingual yang menyimpan sumber-sumber kultural tidak dapat dipahami secara terpisah dari pertunjukan atau kegiatan berbahasa tersebut. Konsep indeksikalitas ini berasal dari pemikiran filosof Amerika Charles Sanders Pierce yang membedakan tanda atas tiga jenis yakni indeks (index), simbol (symbol), dan ikon (icon). Indeks adalah tanda yang mengindikasikan bahwa ada hubungan alamiah dan eksistensial antara yang menandai dan yang ditandai. Indeks (indeksikalitas) diterapkan pada ekspresi linguistik seperti pronomina demonstratif (demonstrative pronouns), pronomina diri (personal pronouns), adverbia waktu (temporal expressions), dan adverbia tempat (spatial expressions). Partisipasi memandang bahasa sebagai aktivitas sosial yang melibatkan pembicara dan pendengar sebagai pelaku sosial (social actors). Kajian tentang aktivitas sosial lebih penting dalam kajian teks itu sendiri. Finnengan (1991) mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek penting dalam menyajikan sastra lisan yaitu: 1. Composition 2. Transmission 3. Audience

24 Dalam pendekatan etnografi, performansi dapat dipandang sebagai satu lahan lain di samping teks sebagai salah satu unit deskripsi dan analisis yang fundamental dalam mendukung kerangka kerja empiris bagi pemahaman terhadap sastra lisan. Sebagai sebuah pendekatan, etnografi menaruh perhatian pada tingkah laku yang aktual pada saat penyajian lisan yang bersifat artistik dalam kehidupan masyarakat tertentu. Beberapa komponen yang berperan dalam penyajian adalah penyaji (performer), audience, situasi, dan pengorganisasian penyajian yang didukung oleh media seperti musik, tempat dan waktu penyajian (Bauman, 1993:3). Dalam buku Oral Tradition and Verbal Art (1992), Finnengan memperkaya tiga aspek diatas dengan membagi aspek audience menjadi empat kelompok, yaitu (1) primary audience, yaitu orang yang berkepentingan dengan pelaksanaan tradisi lisan, (2) secondary audience, yaitu orang yang tidak hanya hadir untuk sekedar menikmati penyajian, tetapi juga merekam dan mengambil gambar dokumentasi, (3) integral audience, yaitu orang yang memang wajib untuk datang karena penyajian adalah satu bagian tertentu yang sudah melekat dalam diri dan kesehariannya, dan (4) accidental audience, yaitu orang (kelompok) yang mendapatkan informasi dari pemberitaan lisan atau media massa (hlm ). Disamping itu, Finnengan juga memberikan sejumlah panduan yang dapat diaplikasikan dalam menganalis dan membandingkan teks dengan memperhatikan aspek gaya, struktur, dan isi serta proses pengolahan teks lisan melalui penerjemahan, pendeskripsian, dan presentasi. Lebih lanjut Finnengan mengatakan bahwa performansi adalah suatu peristiwa komunikasi yang memiliki dimensi proses yang bermuatan sosial,

25 budaya, dan estetik. Selanjutnya, Finnengan mengatakan bahwa performansi dalam tradisi lisan dapat dibedakan menjadi dua yaitu (1) performansi yang ditampilkan di hadapan audiens, dan performansi yang tidak diampilkan di hadapan audiens dalam kondisi tertentu. Model performansi pertama dimanfaatkan untuk tujuan hiburan, dan model kedua dimanfaatkan untuk tujuan sakral. Finnengan juga mengatakan bahwa dalam performansi melibatkan unsur performer (orang yang melakukan pertunjukan), audiens dan partisan (orangorang yang terlibat pertunjukan), serta media (sarana dan prasarana yang digunakan, baik verbal maupun material). Performansi yang dilakukan pada penelitian ini meliputi acara ritual yang diikuti oleh biksu dan keluarga Tionghoa yang melakukan ritual kong tek ( 公德 ). sebelum ritual dilakukan keluarga Tionghoa yang mengadakan ritual kong tek ( 公德 )berkumpul dan mengumpulkan segala kebutuhan yang diperlukan selama ritual dilaksanakan. Adapun tahap-tahap yang dilakukan sebelum ritual kong tek( 公德 ) dimulai yaitu: (1) sembahyang (2) membakar Hio/Dupa (3) Membakar Lilin. Kemudian keluarga Tionghoa yang melaksanakan ritual kong tekmelakukan syarat-syarat upacara kong tek ( 公德 )yaitu: (1) membakar uang kertas (2) Memberikan Persembahan/Sesajian (3)Membaca Mantera. Setelah syarat-syarat upacara dilaksanakan kemudian masuk ke acara inti yaitu: (1) membakar rumah replika, dan (2) Berkomunikasi dengan Arwah. Partisipasi yang terlibat di dalam ritual kong tek ( 公德 )adalah beberapa orang biksu dan keluarga inti yang terdiri dari adik, kakak, anak laki-laki dan perempuan, menantu laki-laki dan perempuan serta cucu-cucu almarhum. Orang Tionghoa menganut garis keturunan dari pihak ayah atau patrilineal. Oleh

26 karena itu anak laki-laki yang memimpin upacara ritual kong tek ( 公德 ).Indeksikalitas yang terdapat dalam ritual kong tek( 公德 )berupa rumah replika yang terbuat dari kertas lengkap dengan isinya beserta sesajian buah, makanan dan minuman yang dipersembahkan pada ritual kong tek( 公德 ) Parameter Antropolinguistik Dalam mengkaji penggunaan bahasa, antropolinguis memegang dan menerapkan tiga parameter, yakni (1) keterhubungan (interconnection), (2) kebernilaian (valuability), dan (3) keberlanjutan (continuity). Keterhubungan itu hubungan linier yang secara vertikal atau hubungan formal yang secara horizontal. Hubungan formal berkenaan dengan struktur bahasa atau teks dengan konteks (situasi, budaya, sosial, ideologi) dan ko-teks (paralinguistik, gerak-isyarat, unsurunsur material) yang berkenaan dengan bahasa dan proses berbahasa, sedangkan hubungan linier berkenaan dengan struktur alur seperti performansi. Kebernilaian memperlihatkan makna atau fungsi, sampai ke nilai atau norma, serta akhirnya sampai pada kearifan lokal aspek-aspek yang diteliti. Keberlanjutan memperlihatkan keadaan objek yang diteliti termasuk nilai budayanya dan pewarisannya pada generasi berikutnya (Sibarani, 2014: 319) Tradisi Lisan Setiap tradisi lisan memiliki bentuk dan isi. Bentuk terbagi atas teks, koteks, dan konteks. Teks memiliki struktur, ko-teks memiliki elemen, dan konteksnya memiliki kondisi, yang formulanya dapat diungkapkan dari kajian tradisi lisan. Teks merupakan unsur verbal baik berupa bahasa yang tersusun ketat

27 seperti bahasa sastra maupun bahasa naratif yang mengantarkan tradisi lisan nonverbal seperti teks pengantar. Koteks adalah seluruh unsur yang mendampingi teks seperti unsur paralinguistik, proksemik, kinetik, dan unsur material lainnya yang terdapat dalam tradisi lisan. Konteks mensyaratkan bahwa semua tradisi lisan harus memiliki peristiwa tradisi lisan, yang disebut dengan performansi. Konteks merupakan kondisi yang berkenaan dengan budaya, situasi, dan ideologi tradisi lisan. Pada hakikatnya semua tradisi lisan memiliki teks, ko-teks, dan konteks dalam satu performansi (kegiatan/aktivitas tradisional), akan tetapi teks tradisi lisan yang verbal dan sebagian verbal merupakan unsur internal tradisi lisan nonverbal merupakan media kesaksian, penyampaian atau transmisi tradisi lisan itu seperti tradisi permainan rakyat. Isi tradisi lisan berupa nilai atau norma, yang dikristalisasi dari makna, maksud, peran, dan fungsi. Tingkat pertama isi adalah makna atau maksud dan fungsi atau peran. Tingkat kedua adalah nilai atau norma, yang dapat diinterfernsikan dari makna atau maksud dan fungsi atau peran dengan adanya keyakinan terhadap nilai atau norma itu. Tingkatan ketiga adalah kearifan lokal yang merupakan penggunaan nilai dan norma budaya dalam menata kehidupan sosial secara arif. Dalam hal ini ritual kong tek( 公德 ) sebagai tradisi yang diwariskan dari nenek moyang memiliki nilai budaya dan sosial bahwa yang hidup harus selalu bekerja dan berdoa agar mereka bisa mempersembahkan sesuatu untuk leluhur yang sudah meninggal, berkaitan dengan pemikiran masyarakat Tionghoa bahwasannya dengan selalu mengingat leluhur mereka akan

28 mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam hidup serta akan jauh dari ketidakberuntungan. Bagi masyarakat Tionghoa kematian bukanlah akhir dari segalanya tetapi hanyalah peralihan ke alam lain. Mereka berfikir bahwa leluhur yang telah mati pindah dari dunia ini kealam yang tidak kelihatan, dari dunia manusia ke alam roh. Orang Tionghoa yakin bahwa leluhur akan menjaga keselamatan dan kemakmuran keluarganya dibumi. Bagi mereka, arwah leluhur adalah teman yang kuat dan sanggup mendatangkan hal yang baik, menjaga kesejahteraan dan memberikan perlindungan. Jika diabaikan atau dibuat tersinggung, roh leluhur akan mendapatkan malapetaka, penyakit, kemiskinan, dan kesengsaraan. Masyarakat Tionghoa percaya bahwa orang memiliki jiwa yang tidak bisa mati. Jika seseorang berbuat baik semasa hidup maka jiwanya akan kesurga tapi jika ia jahat maka jiwanya akan dihukum keneraka. Masyarakat Tionghoa menggabungkan gagasan ini dengan kepercayaan tradisional. Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa penelitian tradisi lisankong tek ( 公德 )harus dapat mengungkapkan kebenaran bentuk dan isi suatu tradisi lisan. Dengan demikian, penelitian atau kajian tradisi lisan harus mampu menjelaskan tiga komponen besar tradisi lisan, yakni bentuk, isi dan model revitalisasi atau pelestarian mencakup penghidupan/ pengaktifan kembali/ perlindungan, pengelola/pengembangan, dan proses pewarisan/pemanfaatan tradisi lisan serta kearifan lokal kepada komunitas pendukungnya dan kepada masyarakat pada umumnya.

29 2.2.3 Kearifan Lokal Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. The local wisdom is the community s wisdom or local genius deriving from the lofty value of cultural tradition in order to manage the community s social order or social life (Sibarani, 2014). Defenisi pertama lebih menekankan pada kebijaksanaan atau kearifan untuk menata kehidupan sosial yang berasal dari nilai budaya yang luhur, sedangkan definisi kedua menekankan nilai budaya luhur yang digunakan untuk kebijaksanaan atau kearifan menata kehidupan sosial. Kearifan lokal memiliki nilai budaya yang positif, tetapi perlu dipahami bahwa nilai budaya yang positif pada komunitas masa lalu belum tentu semuanya positif pada komunitas pada masa sekarang ini. Kearifan lokal mencakup adat istiadat lokal, norma lokal, pengetahuan lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, proses sosial lokal, institusi lokal, kemampuan pelaksanaan fungsi lokal. Kearifan lokal sering dianggap padanan kata Indigenous Knowledge, yakni kebiasaan, pengetahuan, persepsi, norma dan kebudayaan yang dipatuhi bersama suatu masyarakat (lokal) dan hidup turun temurun (Sibarani, 2014). Pemahaman tentang konsep dan substansi kearifan lokal sangat perlu agar bermanfaat dalam menata kehidupan sosial komunitasnya bahkan bermanfaat secara lintas komunitas. Tujuan akhir dari kearifan lokal adalah penerapannya dalam pembentukan kepribadian generasi modal sebagai sosiokultural khususnya untuk dua tujuan penting, yakni pencapaian kedamaian dan peningkatan kesejahteraan generasi mendatang (Sibarani, 2014).

30 Untuk tujuan kedamaian, kearifan lokal berfungsi sebagai sumber kebaikan atau kepribadian yang baik dalam berinteraksi sehingga tercipta kedamaian dalam interaksi itu, sedangkan untuk tujuan kesejahteraan, kearifan lokal berfungsi sebagai sumber kreativitas, deposit industri budaya, dan motivasi keberhasilan untuk kemakmuran rakyat. Kedua tujuan kearifan lokal pada akhirnya berfungsi membentuk karakter generasi muda yang memilki kepribadian dan karakter cinta terhadap kedamaian dan kesejahteraan. Kearifan lokal pada akhirnya berfungsi sebagai pembentukan kepribadian dan karakter yang baik, sebagai elemen perekat kohesi sosial, sebagai cara pandang (worldview) atau landasan berfikir bersama sebuah komunitas, dan sebagai dasar berinteraksi anggota komunitas baik secara internal maupun eksternal (Sibarani, 2014). Setiap etnik di Indonesia memiliki banyak nilai budaya yang dapat dimanfaatkan untuk menata kehidupan masyarakat dalam rangka pembentukan kepribadian yang kuat untuk tujuan pembentukan kedamaian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Nilai-nilai budaya dari berbagai etnik di Indonesia pada umumnya saling mengisi dan saling melengkapi untuk satu kearifan lokal. Pada hakikatnya, tradisi budaya dikatakan teruji secara alamiah dan dianggap bernilai baik karena tradisi budaya tersebut merupakan tindakan sosiokultural yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement) dalam kehidupan masyarakat. Jika tradisi budaya tidak lagi dianggap bernilai baik oleh komunitasnya, tradisi itu tidak akan mengalami penguatan secara terusmenerus dan akan ditinggalkan komunitasnya. Tradisi budaya yang bernilai baik pun, tetapi dianggap tidak bermanfaat secara pragmatis, banyak ditinggalkan komunitasnya sehingga tradisi seperti ini perlu direvitalisasi dengan atau tanpa

31 transformasi sehingga mendapat tempat di hati komunitasnya. Kebermanfaatan nilai tradisi budaya akan menjamin kealamiahan tradisi itu. Semakin bermanfaat sebuah tradisi budaya, semakin hidup tradisi itu secara alamiah (Sibarani, 2014: ). Nilai adalah sesuatu yang menyangkut baik dan buruk, sedangkan norma adalah sesuatu yang menyangkut benar dan salah. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang baik dan buruk dapat disebut sebagai nilai dan sesuatu yang benar dan salah disebut norma. Nilai dan norma budaya merupakan pedoman atau prinsip umum yang dianut oleh setiap anggota masyarakat terutama dalam bersikap, berperilaku, dan juga menjadi patokan untuk mengevaluasi dan mencermati bagaimana individu dan kelompok bertindak dan berperilaku. Sistem nilai dan norma pada umumnya begitu kuat meresap dan berakar di dalam jiwa masyarakat sehingga menjadi bagian dari keyakinannya. Karena telah berakar, maka sistem nilai dan norma itu sulit berubah dalam waktu yang singkat (Sibarani 2012: 179). Nilai dan norma budaya yang dapat digunakan untuk menata kehidupan manusia itulah yang disebut dengan kearifan lokal. Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal dapat tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Adapun kearifan lokal yang mencerminkan nilai budaya diantaranya adalah kesejahteraan, kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong-royong, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, peduli lingkungan, kedamaian, kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur (Sibarani 2012: ) yang dikelompokkan menjadi kearifan lokal inti yakni kearifan lokal kesejahteraan dan kearifan lokal kedamaian. Dalam masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33).

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33). BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan Yang Relevan Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian. Paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dengan memiliki berbagai suku, bahasa, dan agama

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI AJARAN WU CHANG TERHADAP PERILAKU EKONOM. A. Ajaran Wu Chang (lima kebajikan) dalam Agama Khonghucu

BAB IV ANALISIS KORELASI AJARAN WU CHANG TERHADAP PERILAKU EKONOM. A. Ajaran Wu Chang (lima kebajikan) dalam Agama Khonghucu BAB IV ANALISIS KORELASI AJARAN WU CHANG TERHADAP PERILAKU EKONOM A. Ajaran Wu Chang (lima kebajikan) dalam Agama Khonghucu Khonghucu merupakan salah satu agama yang sangat menekankan etika moral, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap kebudayaan memiliki sistem religi atau sistem kepercayaan, termasuk dalam kebudayaan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa selalu melestarikan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu. buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu. buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Konsep adalah suatu abstraksi untuk menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok memiliki sejarah panjang tentang kemasyuran masa lalunya dari

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok memiliki sejarah panjang tentang kemasyuran masa lalunya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tiongkok memiliki sejarah panjang tentang kemasyuran masa lalunya dari masa kerajaan hingga komunisme. Kemasyuran peradaban masa lalu Tiongkok, dapat dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat diterima orang lain, sehingga tercipta interaksi sosial sesama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan bahasa untuk berkomunikasi satu sama lain. Melalui bahasa pula, semua informasi yang ingin kita sampaikan akan dapat diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Singarimbun, 1989: 33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Singarimbun, 1989: 33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Stabat memiiliki luas daerah 90.46 km², merupakan kota kecamatan terbesar sekaligus penduduk terpadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tadut merupakan salah satu nama kesenian etnik Besemah yang berupa sastra tutur/ sastra lisan yang isinya pengajaran agama Islam di daerah provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung antar etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kepustakaan yang Relevan Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian. Paparanatau konsep-konsep tersebut bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

kebudayaan Cina Peranakan bagi peneliti maupun pemba BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

kebudayaan Cina Peranakan bagi peneliti maupun pemba BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang museum Tjong A Fie serta kebudayaan Cina Peranakan bagi peneliti maupun pemba BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam Kamus Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Tionghoa adalah salah satu kelompok masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL Firdauzia Nur Fatimah, Edy Tri Sulistyo Universitas Sebelas Maret ningfirda15@gmail.com, edytrisulistyo9@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A.

Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Mengapa memberitakan Injil? Kis.14:15-18 Ev. Jimmy Pardede, M.A. Hari ini kita akan melihat mengapa kita harus memberitakan Injil Tuhan? Mengapa harus repot-repot mengadakan kebaktian penginjilan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai halhal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Berelson dan Gary A. Steiner (1964) dalam Wiryanto (2004:7) Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI dan TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Secara umum konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh wilayahnya. Berbagai suku bangsa ini ada yang dipandang sebagai penduduk asal Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Agama Buddha tidak pernah bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian kehidupan masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ungkapan adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna. Bahasa bersifat abstrak, bahasa itu adanya hanya dalam pemakaian (Sudaryanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara bahasa dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara adalah suatu kawasan yang banyak menyimpan bentukbentuk kesenian tradisional Melayu. Hal ini berkaitan dengan sejarah masa lampau dimana kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN a. Latar Belakang (Times New Roman 14) Menguraikan tentang alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang diteliti / dikaji. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

45. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KHONGHUCU DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK

45. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KHONGHUCU DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK 45. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KHONGHUCU DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan warisan nenek moyang yang mengandung nilainilai kearifan lokal. Usaha masyarakat untuk menjaga kebudayaan melalui pendidikan formal maupun nonformal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan

Lebih terperinci

Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan beragam etnis, Bahasa dan budaya Suku 300 Etnik Bahasa pulau

Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan beragam etnis, Bahasa dan budaya Suku 300 Etnik Bahasa pulau Indonesia merupakan masyarakat majemuk dengan beragam etnis, Bahasa dan budaya 1.340 Suku 300 Etnik 1.211 Bahasa 17.504 pulau Berfikir dengan menggunakan disiplin berfikir yang tinggi Berfikir secara sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Namun, Perbedaan tersebut tidak menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1 Subdit PEBT PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Dra. Dewi Indrawati MA 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu sistem yang membentuk tatanan kehidupan dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh individu dengan individu lainnya atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya, tidak hanya dari suku bangsa yang ada di Nusantara tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya, tidak hanya dari suku bangsa yang ada di Nusantara tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Medan merupakan salah satu kota yang sangat heterogen dari segi penduduknya, tidak hanya dari suku bangsa yang ada di Nusantara tetapi juga suku bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman etnis, budaya, adat-istiadat serta agama. Diantara banyaknya agama

Lebih terperinci

ETOS KERJA DAN FILSAFAT CINA

ETOS KERJA DAN FILSAFAT CINA ETOS KERJA DAN FILSAFAT CINA Oleh : HM Syarif Tanudjaja, SH Seminar : Transformasi Teologi dan Reaktualisasi Etos Kerja Islam Sebagai Respon Terhadap Pergesaran Peta Geoekonomi, Geopolitik dan Geobudaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

Lebih terperinci

F. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KHONGHUCU DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS

F. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KHONGHUCU DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS - 1947 - F. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KHONGHUCU DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. antarbudaya yang tidak terselesaikan. Dan lanjutnya, Umumnya orang menaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah (Huntington & Harrison, 2000, hal. 227) mengatakan bahwa pada era globalisasi budaya-budaya lokal yang bersifat keetnisan semakin menguat, dan penguatan budaya

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang s2ampai Merauke dengan luas 5.193.250 kilometer persegi 1 sudah pasti menyebabkan munculnya keanekaragaman dan kemajemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan mengandung nilai-nilai luhur. Aktivitas yang terdapat dalam tradisi secara turuntemurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci