TIM PENYUSUN LAPORAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TIM PENYUSUN LAPORAN"

Transkripsi

1

2

3 TIM PENYUSUN LAPORAN 1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc 2. Dr. Ir. Oswar Muadzin Mungkasa, MURP 3. Mia Amalia, ST, M.Si, Ph.D 4. Santi Yulianti, S.IP, MM 5. Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP 6. Ir. Rinella Tambunan, MPA 7. Ir. Nana Apriyana, MT 8. Hernydawaty, SE, ME 9. Aswicaksana, ST, MT, M.Sc 10. Raffli Noor, S.Si 11. Elmy Yasinta Ciptadi, ST 12. Reghi Perdana, SH, LLM 13. Ari Prasetyo, SH 13. Gita Chandrika 14. Yovi Dzulhijjah, ST, M.Sc 15. Idham Khalik,M.Si 16. Gina Puspitasari Rochman, ST 13. Sylvia Krisnawati 14. Cecep Saryanto 15. Ujang Supriatna i

4 KATA PENGANTAR Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) maupun Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menghendaki adanya sebuah integrasi dokumen rencana tata ruang dengan dokumen rencana pembangunan. Lebih khusus lagi, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJP Nasional mengamanatkan bahwa konsistensi pemanfaatan ruang dapat dicapai dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan. Namun, hal tersebut belum dituangkan secara eksplisit untuk mewajibkan daerah melakukan sinkronisasi dokumen perencanaan. Selain itu, pedoman dan petunjuk teknis sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan masih belum tersedia. Oleh karena itu, perlu disusun suatu pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menghasilkan panduan sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, agar rencana umum tata ruang yang telah disusun, dapat diimplementasikan dengan baik ke dalam rencana pembangunan. Dalam rangka mengimplementasikan materi teknis kajian sikronisasi antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan ini menjadi pedoman yang telah berkekuatan hukum (seperti Peraturan Menteri, Peraturan Presiden, atau lainnya), maka perlu ada pentahapan langkah selanjutnya yang harus dilakukan, baik di tingkat nasional atau Pemerintah Pusat maupun daerah atau Pemerintah Daerah, antara lain yaitu kesepakatan di forum Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) terhadap tindak lanjut pedoman sinkronisasi, uji coba pedoman sinkronisasi, dan penetapan pedoman sikronisasi menjadi PP, Perpres, atau Permen. Mengingat bahwa proses penetapan pedoman menjadi suatu peraturan yang berkekuatan hukum membutuhkan waktu yang tidak singkat, maka selama proses penetapan tersebut, perlu disusun Surat Edaran Bersama (SEB) antar Menteri BKPRN terkait penataan ruang (yaitu: Menteri ATR, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam Negeri) sebagai acuan sementara bagi Daerah dalam upaya sinkronisasi. Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kerjasama berbagai pihak, khususnya untuk mitra kerja Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, selama proses kegiatan hingga tersusunnya laporan ini. Jakarta, Desember 2015 Plt. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan ii

5 DAFTAR ISI TIM PENYUSUN LAPORAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR DAN TABEL... iv BAB 1 PENDAHULUAN LatarBelakang Tujuan, Sasaran, dan Keluaran Ruang Lingkup Kegiatan dan Wilayah Studi Metodologi Sistematika Pembahasan... 5 BAB 2 KAJIAN LITERATUR DAN INVENTARISASI KENDALA Kajian Literatur Pengalaman di Luar Negeri Kajian Studi yang Pernah Dilakukan di Indonesia Inventarisasi Kendala yang Dihadapi oleh Daerah Pelaksanaan Inventarisasi Kendala di Daerah Rumusan Hasil Inventarisasi Kendala di Daerah Hasil Diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri BAB 3 RUMUSAN HASIL PELAKSANAAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) DI WILAYAH STUDI Pelaksanaan FGD di 3 (Tiga) Provinsi Provinsi Gorontalo Provinsi Sumatera Barat Provinsi Jawa Timur Masukan Bagi Pedoman Sinkronisasi BAB 4 PEDOMAN SINKRONISASI RENCANA TATA RUANG DAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH Amanat Integrasi Amanat Integrasi dalam PelaksanaanPenataan Ruang Amanat Integrasi dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Kedudukan RPJMD terhadap RTRW Konsistensi Perencanaan dari Jangka Panjang ke dalam Jangka Menengah Integrasi antara RTRW dan RPJMD Integrasi Proses/Dokumen Legalitas RTRW Sinkronisasi Periodisasi Waktu Integrasi Muatan RTRW dengan RPJMD dan RKPD Provinsi Integrasi Nomenklatur Langkah-langkah Pengintegrasian RTRW ke dalam RPJMD Isu-Isu Pengintegrasian BAB 5 REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT Pada tingkat nasional atau Pemerintah Pusat Pada tingkat daerah atau Pemerintah Daerah iii

6 DAFTAR GAMBAR DAN TABEL Gambar 1.1 Metodologi Kegiatan 5 Gambar 2.1 Alternatif I Integrasi Prosedur Penyusunan Rencana Tata Ruang dan 12 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Gambar 2.2 Alternatif II Integrasi Prosedur Penyusunan Rencana Tata Ruang dan 13 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Gambar 2.3 Model Integrasi Perumusan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD dengan 14 RTRW Berdasarkan Legalitas/Kekuatan hukum Gambar 4.1 Keterkaitan Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang 42 Gambar 4.2 Keterkaitan RTRW dengan RPJMD dan Renstra SKPD 43 Gambar 4.3 Konsistensi Perencanaan Jangka Panjang ke Perencanaan Jangka 45 Menengah Gambar 4.4 Integrasi Proses/Dokumen RTRW dan RPJMD 49 Gambar 4.5 Prosedur Penetapan Perda RTRW 50 Gambar 4.6 Integrasi RTRW dan RPJMD berdasarkan Status Kekuatan Hukum RTRW 52 Gambar 4.7 Sinkronisasi RPJMD dengan RTRW yang Sedang Peninjauan Kembali (PK) 54 Gambar 4.8 Sinkronisasi Periodisasi Waktu Kondisi Ideal 55 Tabel 2.1 Integrasi Periodisasi Waktu pada Berbagai Kondisi 15 Tabel 2.2 Rangkuman Hasil Kunjungan Lapangan 28 Tabel 3.1 Rangkuman Hasil Pelaksanaan FGD di 3 Wilayah Studi 37 Tabel 4.1 Variasi Kondisi Penyusunan Dokumen Rencana 56 Tabel 4.2 Hasil Telaahan Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang dengan 61 Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang Tabel 4.3 Hasil Telaahan Struktur Ruang Provinsi 63 Tabel 4.4 Hasil Telaahan Pola Ruang Provinsi 65 Tabel 4.5 Analisis Integrasi antara Kebijakan RTRW dan Strategi/Arah Kebijakan 66 RPJMD Tabel 4.6 Analisis Integrasi antara Indikasi Program Utama RTRW dan Program 67 RPJMD Tabel 4.7 Analisis Integrasi antara Indikasi Program RTRW, Program RPJMD, dan 69 Program RKPD Tabel 4.8 Pemetaan Indikasi Program RTRW Terhadap Program RPJMD 91 Tabel 4.9 Pengecekan Muatan Program dalam RPJMD 92 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Pengelompokan Program dalam RTRW sesuai dengan Nomenklatur Program dalam RPJMD Contoh Pengidentifikasian Keterkaitan Misi dalam RPJMD dengan Ruang iv

7 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) mengamanatkan bahwa semua tingkatan administrasi pemerintahan, mulai dari nasional, provinsi, kabupaten/kota diwajibkan menyusun Rencana Tata Ruang (RTR). Hingga saat ini, sebagian besar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah telah selesai disusun dan dilegalkan dalam bentuk Perda. Berdasarkan data dari Ditjen Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum, sampai dengan 26 Mei 2015 telah ada 25 dari 34 provinsi (73.5%); 329 dari 399 kabupaten (82.5%); dan 84 dari 93 kota (90.3%) di Indonesia yang telah melegalkan RTRW menjadi Perda. Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian bagaimana implementasi rencana tata ruang tersebut melalui pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam rangka pemanfataan ruang, terdapat dokumen rencana pembangunan yang juga menjadi acuan bagi pengguna ruang, baik di Pusat maupun Daerah. Menurut Undang- Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Lebih lanjut, masing-masing sektor pembangunan, baik di Pusat maupun Daerah, wajib menyusun Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja). Baik UU SPPN maupun UUPR menghendaki sebuah keintegrasian, yaitu agar dokumen rencana tata ruang yang dibuat dapat selaras dengan dokumen rencana pembangunan. Lebih khusus lagi, UU No. 17 Tahun 2007 RPJP Nasional mengamanatkan bahwa konsistensi pemanfaatan ruang dapat dicapai dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan. Pemerintah Pusat, melalui pendekatan pembangunan berbasis kewilayahan mulai pada RPJMN telah melakukan sinkronisasi tersebut. Produk dari integrasi kedua dokumen rencana tersebut adalah Buku III RPJMN dan Buku III RPJMN ; dan setiap tahun dijabarkan di dalam RKP. Proses sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan di Daerah perlu juga dilakukan dengan mengacu pada proses yang terjadi di Pusat. Namun demikian, upaya sinkronisasi di Daerah tersebut kerap menemui kendala. Hal ini disebabkan karena meskipun sudah tersedia peraturan perundangan yang mengindikasikan perlunya keintegrasian dokumen perencanaan, namun hal tersebut belum dituangkan secara eksplisit untuk mewajibkan daerah melakukan sinkronisasi dokumen perencanaan. 1

8 Selain itu, masih belum tersedianya pedoman dan petunjuk teknis sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan merupakan salah satu hal yang harus dijawab agar Daerah dapat memperoleh acuan bagaimana keintegrasian dapat dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian untuk penyusunan materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan. 1.2 Tujuan, Sasaran, dan Keluaran Kegiatan ini bertujuan untuk menghasilkan materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, agar rencana umum tata ruang yang telah disusun, dapat diimplementasikan dengan baik ke dalam rencana pembangunan. Adapun sasaran yang akan dicapai adalah: Inventarisasi kendala yang dihadapi Daerah dalam upaya sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan selama ini; Penyusunan kriteria dalam proses sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan; dan Penyusunan materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan. Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah tersusunnya dokumen Laporan Kajian Penyusunan Materi Teknis Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan yang meliputi: Identifikasi kendala yang dihadapi Daerah dalam upaya sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan; Kriteria yang digunakan dalam proses sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan; dan Rancangan materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang dapat menjadi masukan kedepan bagi penetapan peraturan perundangan (misalnya Peraturan Menteri) terkait hal tersebut. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan. 1.3 Ruang Lingkup Kegiatan dan Wilayah Studi Fokus kegiatan ini adalah sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan daerah di tingkat provinsi. Sedangkan lingkup kegiatan studi ini meliputi: 2

9 a. Melakukan kajian literatur terhadap upaya sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, yang meliputi peraturan perundangan terkait dan studi-studi yang telah/sedang dilakukan; b. Melakukan inventarisasi kendala yang dihadapi Daerah dalam upaya sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan melalui kunjungan lapangan dan diskusi dengan narasumber; c. Merumuskan kriteria dalam proses sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan untuk dituangkan dalam Materi Teknis; d. Melakukan penjaringan masukan melalui serangkaian kegiatan, yaitu dengan format FGD di 3 (tiga) provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Jawa Timur, dan Gorontalo dan dengan format seminar di Jakarta. Wilayah studi pada kegiatan ini mencakup 3 (tiga) daerah yaitu Provinsi Sumatera Barat, Jawa Timur dan Gorontalo. Kriteria pemilihan Provinsi adalah karena pada tahun 2010 pernah dilakukan pelatihan terkait sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan kepada Pemerintah Provinsi di ketiga provinsi tersebut, sehingga akan dilihat perkembangan dan kendala dalam pelaksanaannya hingga saat ini. 1.4 Metodologi Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pada kegiatan ini, maka langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan kajian literatur/studi a. Mengkaji pelaksanaan kegiatan Institution Building for the Integration of National- Regional Development and Spatial Planning yang telah dilakukan oleh DSF dan Bappenas pada tahun b. Mengkaji arahan pengintegrasian rencana tata ruang wilayah dan rencana pembangunan daerah yang telah dilakukan sebelumnya oleh: - DSF dan Bappenas dalam kegiatan Institution Building for the Integration of National-Regional Development and Spatial Planning Tahun ; - Kementerian Dalam Negeri dalam dokumen Model Pengintegrasian Rencana Tata Ruang dengan Rencana Pembangunan Daerah, tahun 2011; dan - Kementerian PU dalam dokumen Panduan Integrasi Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang, tahun Inventarisasi kendala yang dihadapi daerah dalam upaya sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan. Inventarisasi kendala ini dilakukan melalui diskusi dengan Pemerintah Provinsi di 3 (tiga) wilayah studi, sebagai berikut: - Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 23 Maret 2015; - Provinsi Jawa Timur pada tanggal 26 Maret 2015; dan 3

10 - Provinsi Gorontalo pada tanggal 30 Maret Perumusan draft 1 Materi Teknis Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Berdasarkan hasil kajian literatur dan inventarisasi kendala di daerah, dirumuskan draft 1 Materi Teknis Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan (Laporan Antara). 4. Pelaksanaan FGD-Lokakarya di 3 wilayah studi untuk membahas draft 1 Materi Teknis dan menjaring masukan serta saran perbaikan dari daerah. FGD-Lokakarya dilaksanakan sebagai berikut: - Provinsi Gorontalo pada tanggal 4 Juni 2015; - Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 10 Juni 2015; dan - Provinsi Jawa Timur pada tanggal 16 Juni Perumusan draft 2 Materi Teknis Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan (Laporan Draft Akhir). Berdasarkan rumusan hasil FGD- Lokakarya di 3 wilayah studi, dilakukan perbaikan terhadap draft 1 Materi Teknis. 6. Pelaksanaan Seminar dengan Anggota BKPRN di Jakarta. Seminar dilakukan untuk membahas draft 2 Materi Teknis bersama-sama dengan anggota BKPRN di Jakarta. Seminar ini bertujuan untuk menyosialisasikan kegiatan ini serta menjaring masukan dan saran dari anggota BKPRN untuk perbaikan draft 2 Materi Teknis. 7. Perumusan draft 3 Materi Teknis Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan (Laporan Akhir). Berdasarkan rumusan hasil seminar dengan anggota BKPRN tersebut dilakukan perbaikan dan finalisasi draft 2 Materi Teknis. 8. Finalisasi Materi Teknis Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan dengan melakukan pengeditan sesuai bahasa hukum yang baku, sehingga Materi Teknis tersebut nantinya dapat diusulkan sebagai Peraturan Menteri. Kegiatan ini dilaksanakan dalam 2 tahap: Tahap 1 Perumusan Draft Materi Teknis Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Tahap pertama ini fokus pada perumusan substansi dari Materi Teknis berdasarkan hasil kajian literatur, inventarisasi kendala di 3 wilayah studi, dan pelaksanaan FGD-Lokakarya di 3 wilayah studi. Tahap 2 Finalisasi Materi Teknis Pedoman Sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Tahap kedua adalah finalisasi materi teknis berdasarkan pembahasan dengan kementerian/lembaga terkait di Jakarta, khususnya anggota BKPRN serta proses pengeditan sesuai dengan bahasa hukum. 4

11 Gambar 1.1 Metodologi Kegiatan Sumber: Hasil Perumusan, Sistematika Pembahasan Laporan ini terdiri atas empat bagian utama. Bagian pendahuluan yang memuat latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup kegiatan, serta metodologi, dibahas pada bab 1. Bab 2 menyajikan ringkasan mengenai kajian literatur, upaya sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang dilakukan Daerah serta kendala yang dihadapi oleh Daerah. Bab 3 menyajikan rumusan hasil FGD-Lokakarya yang dilakukan di tiga wilayah studi. Muatan inti dari laporan ini disajikan pada bab 4 yang memaparkan pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan daerah, yang dirumuskan berdasarkan kajian literatur, upaya-upaya sinkronisasi dan inventarisasi kendala di daerah, serta hasil pelaksanaan FGD-Lokakarya di tiga wilayah studi. 5

12

13 BAB 2 KAJIAN LITERATUR DAN INVENTARISASI KENDALA SINKRONISASI RENCANA TATA RUANG DAN RENCANA PEMBANGUNAN DI DAERAH 2.1 Kajian Literatur Pengalaman di Luar Negeri Perencanaan merupakan bagian dari suatu kebijakan (Healey, 1997). Pada tingkat pemerintahan, perencanaan dapat dibedakan menjadi perencanaan praktis dan sistem perencanaan. Kedua jenis kategori perencanaan ini biasa dibedakan sebagai infrastruktur perangkat keras dan infrastruktur perangkat lunak. Healey (1997) mendefinisikan perencanaan praktis sebagai suatu arena dimana berbagai pihak terlibat secara bersama dalam proses implementasi rencana. Sedangkan, sistem perencanaan didefinisikan sebagai sistem hukum dan prosedur yang menetapkan aturan dasar bagi perencanaan praktis atau praktek perencanaan. Dengan kata lain, sistem perencanaan menyediakan kerangka hukum dan peraturan bagi praktek perencanaan. Sistem perencanaan merupakan aspek yang penting dalam kapasitas kelembagaan bagi proses perencanaan dan pembangunan (Healey dan Williams, 1993). Oleh karena itu, pada suatu batas tertentu, sistem perencanaan dapat memengaruhi proses pembangunan wilayah dan perkotaan melalui upaya mendorong (insentif) atau membatasi (disinsentif). Dengan kata lain, sistem perencanaan dapat memengaruhi arah perencanaan pembangunan dan perencanaan tata ruang suatu wilayah. Berdasarkan karakteristik dasarnya, European Commission (1997) mengkategorikan sistem perencanaan ke dalam 4 (empat) kategori pendekatan: (1) Pendekatan komprehensif-terpadu (comprehensive-integrated approach) Pendekatan ini terbangun melalui rencana-rencana yang bersifat sistematis dan berhierarki secara formal dari tingkat nasional ke lokal. Fokus perencanaan tata ruang dalam pendekatan ini lebih ditekankan pada pengaturan ruang dibandingkan pengembangan ekonomi. Pada pendekatan ini, investasi sektor publik memegang peranan penting dalam proses implementasi rencana. Pemangku kewenangan pada tingkat tertinggi sistem perencanaan memiliki 7

14 peran yang dominan dalam proses realisasi rencana. Dengan kata lain, sistem top-down berlaku pada pedekatan ini. Beberapa negara di Eropa yang menganut pendekatan komprehensif-terpadu dalam sistem perencanaannya, yaitu: - Negara kesatuan (unitary states): Belanda dan beberapa negara skandinavia (Denmark, Swedia, dan Finlandia). Pada negara kesatuan ini, Pemerintah Pusat di tingkat nasional memiliki peran yang signifikan terhadap realisasi rencana pembangunan dan penataan ruang. - Negara bagian (federal states): Austria dan Jerman. Pada negara bagian ini, Pemerintah di tingkat regional memiliki peran yang besar terhadap realisasi rencana pembangunan dan penataan ruang. Tradisi sistem perencanaan ini menjadikan perencanaan tata ruang dan pembangunan dengan pendekatan seperti ini harus memiliki sistem perencanaan yang matang, dimana diperlukan suatu lembaga serta mekanisme perencanaan yang responsif dan mutakhir; juga komitmen politis yang ajeg dalam proses perencanaan (European Commission, 1997). (2) Pendekatan perencanaan ekonomi wilayah (regional economic approach) Pada pendekatan ini, perencanaan tata ruang terkait dengan upaya pencapaian tujuan sosial dan ekonomi secara luas, terutama mengenai ketimpangan wilayah di bidang kesejahteraan, ketenagakerjaan, serta kondisi sosial. Pemerintah Pusat dalam hal ini memainkan peranan penting untuk mengelola tekanan pembangunan di seluruh negeri, dan untuk mengelola investasi sektor publik (European Commission, 1997). Dalam pendekatan ini, perencanaan tata ruang tidak dapat dipisahkan dari isu-isu perkembangan nasional dan wilayah. Oleh karena itu, peran pemeritah regional dan pusat sangat penting dalam mengkoordinasikan dan medorong proses pembangunan. Perancis dan Portugal adalah contoh dari negara di Eropa yang menerapkan pendekatan ekonomi wilayah. (3) Pendekatan urbanisme (urbanism) Pada pendekatan urbanisme, perencanaan tata ruang lebih terfokus pada desain perkotaan (urban design), tata bangunan dan lingkungan perkotaan. Aturan penataan ruang dalam pendekatan ini berupa peraturan zoning yang kaku (European Commission, 1997). Negara-negara di Eropa seperti Italia dan Spanyol merupakan contoh dari negara yang menganut pendekatan ini. Akan tetapi, patut diakui bahwa pendekatan ini semakin kurang relevan terhadap perkembangan isu pembangunan yang semakin kompleks dan terkait dengan berbagai kepentingan. 8

15 (4) Pendekatan penggunaan lahan dan pengelolaan pertumbuhan (land use and growth management) Pada pendekatan ini, perencanaan terkait erat dengan pengendalian perubahan guna lahan, yang dilakukan baik di tingkat pemerintahan strategis maupun lokal (European Commission, 1997). UK atau Inggris merupakan salah satu contoh negara di Eropa yang menganut pendekatan penggunaan lahan dan pengelolaan pertumbuhan, disamping Irlandia dan Belgia yang telah mengalami pergeseran pendekatan secara lebih menyeluruh. Selain UK, USA merupakan negara di benua Amerika yang juga mengadopsi pendekatan ini. Di UK, pendekatan ini diimplementasikan melalui upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang didominasi oleh kewenangan pemerintah daerah dan sistem pasar. Peran Pemerintah Pusat dalam kasus ini hanya berada pada tataran pengawasan sistem dan pengaturan tujuan nasional. Di USA, implementasi pendekatan ini dilakukan secara holistik melalui pengelolaan pertumbuhan penggunaan lahan. Dalam sistem ini, negara menetapkan kerangka kerja di tingkat regional serta tujuan pembangunan, yang didukung oleh upaya implementasi secara konsisten dari Pemerintah Daerah. Jika dibandingkan dengan pendekatan penggunaan lahan dan pengelolaan pertumbuhan yang diterapkan di UK, pendekatan di USA ini lebih terfragmentasi dan tidak solid. Cullingworth dan Nadin (2006) memberikan gambaran sistem perencanaan pada beberapa negara di Uni Eropa sebagai berikut: 9

16 European Union European Spatial Development Perspective CoE Principles for Sustainable Development European Transnational Spatial visions NorVision (North Sea); Atlantic Area Spatial Strategy; Spatial Vision for North West Europe UK/England Scotland Northen Ireland Wales Planning policy stetements & guidance notes Scottish planning policy & planning advice notes Planning policy statements & dev.control.advice notes Planning policy Wales & technical advice notes National/ regional Regional Spatial Strategies Subregional National Planning framework for Scotland Regional Development Strategy for Northen Ireland 2025 Spatial Plan for Wales Local development framework Structure plans Area plans Local development plans Local Core Local plans Land allocations Local plans Subject plans Area plans Note: the local development framework in UK and the local development plans in Wales are planning sturcture plans, local plans, and unitary development plans Sumber: Cullingworth dan Nadin, 2006 Berdasarkan penjelasan mengenai sistem perencanaan di Eropa tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sistem perencanaan merupakan kerangka hukum dan peraturan bagi praktek perencanaan. Dengan kata lain, sistem 10

17 perencanaan memberikan arah terhadap implementasi suatu praktek perencanaan. Lingkup praktek perencanaan yang dimaksud adalah lingkup perencanaan penataan ruang dan perencanaan pembangunan. Berdasarkan European Commission, karakteristik sistem perencanaan dikategorikan kedalam 4 kategori sesuai dengan pendekatan yang dianutnya. Perbedaan pendekatan tersebut memengaruhi arah implementasi praktek perencanaan di suatu negara. Pada gambaran sistem perencanaan di beberapa negara Uni Eropa, dapat dirumuskan bahwa sistem perencanaan pada negara-negara tersebut menjadi arahan terhadap perencanaan ruang (penataan ruang) dan non-keruangan (pembangunan). Sistem perencanaan tersebut terhierarki secara sistematis berdasarkan wilayah administrasi, dari tingkat Uni Eropa, Nasional, Regional, hingga Lokal. Poin penting dari gambaran sistem perencanaan pada beberapa negara Uni Eropa ini adalah bahwa pembagian lingkup praktek perencanaan (perencanaan penataan ruang dan perencanaan pembangunan) umumnya dilakukan secara sistematis dan tidak bersifat paralel. Sebagai gambaran, sistem perencanaan yang diaplikasikan di UK terdiri dari perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan regional. Perencanaan pembangunan ini kemudian dijabarkan secara lebih detail dalam bentuk perencanaan tata ruang yang diterapkan pada tingkat lokal. Sistem perencanaan secara sistematis dan berhierarki ini menjadikan proses integrasi dan sinkronisasi antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan menjadi lebih mudah dilakukan, karena proses integrasi hanya dilakukan pada tingkat lokal Kajian Studi yang Pernah Dilakukan di Indonesia Bagian ini menyajikan ringkasan dari studi-studi yang pernah dilakukan di Indonesia mengenai integrasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan daerah. Terdapat tiga studi yang telah dilakukan, yaitu: 1. Institution Building for the Integration of National-Regional Development and Spatial Planning, DSF dan Bappenas, tahun ; 2. Model Pengintegrasian Rencana Tata Ruang dengan Rencana Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, tahun 2011; dan 3. Panduan Integrasi Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, tahun Dari ketiga kajian studi tersebut terlihat bahwa muatan studi tersebut dapat saling melengkapi dalam upaya pengintegrasian rencana tata ruang dan rencana pembangunan daerah. Terdapat 4 (empat) aspek penting yang dapat disarikan dari ketiga studi tersebut terkait dengan upaya integrasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan daerah, khususnya RPJPD dan RPJMD, yaitu: 11

18 a. Integrasi prosedur antara RTRW dengan RPJPD (DSF-Bappenas); b. Model integrasi berdasarkan status kekuatan hukum RTRW (Kemendagri); c. Integrasi periodisasi waktu (KemenPU); dan d. Integrasi muatan antara RTRW dengan RPJPD dan RPJMD (DSF-Bappenas). a. Integrasi Prosedur antara RTRW dengan RPJPD Mekanisme penyusunan RTRW dan RPJPD di Daerah dapat memengaruhi keintegrasian muatan kedua dokumen tersebut. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan kemungkinan peningkatan keintegrasian muatan kedua dokumen melalui pengintegrasian prosedur penyusunannya. Pengintegrasian prosedur penyusunan RPJPD dan RTRW dapat membuat proses penyusunan menjadi lebih efisien dan efektif. Sinkronisasi dan integrasi terutama dilakukan pada saat pengumpulan data dan informasi, proses analisis, serta perumusan isu-isu strategis. Pada dasarnya terdapat 2 (dua) alternatif pengintegrasian prosedur penyusunan RPJPD dan RTRW. Perbedaannya terutama terletak pada waktu pengintegrasian (pengumpulan data, analisis, dan perumusan isu strategis): Alternatif I, pengintegrasian dilakukan setelah terbentuk tim penyusun RTRW dan tim penyusun RPJPD serta tahap persiapan sudah dilakukan. Gambar 2.1 Alternatif I Integrasi Prosedur Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 12

19 Sumber: DSF-Bappenas, 2011 Alternatif II, pengintegrasian dilakukan sebelum pembentukan tim penyusun. Gambar 2.2 Alternatif II Integrasi Prosedur Penyusunan Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Sumber: DSF-Bappenas, 2011 b. Model Integrasi berdasarkan Status Kekuatan Hukum RTRW Terdapat 2 model integrasi, yaitu (1) model integrasi Rencana Pembangunan Daerah dengan RTRW berkekuatan hukum tetap (Perda); dan (2) Model integrasi Rencana Pembangunan Daerah dnegan RTRW yang belum berkekuatan hukum tetap. (1) Model Integrasi Rencana Pembangunan Daerah (RPD) dengan RTRW Berkekuatan Hukum Tetap (Perda) Pengintegrasian RTRW dalam proses penyusunan RPD, sudah dimulai pada saat penyusunan rancangan awal RPJPD dan RPJMD. Bila pada saat penyusunan RPJPD dan RPJMD, RTRW sudah berkekuatan hukum tetap, maka RTRW digunakan sebagai acuan. 13

20 (2) Model Integrasi Rencana Pembangunan Daerah dengan RTRW yang Belum Berkekuatan Hukum Tetap Pada prinsipnya bila proses penyusunan RTRW telah melalui prosedur yang benar, sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku, maka RTRW tersebut dapat dipandang sah secara hukum, sehingga dapat dijadikan pedoman awal dalam penyusunan RPJPD dan RPJMD. RTRW Provinsi yang telah mendapatkan persetujuan substansimenteri maupun RTRW Kabupaten/Kota yang telah mendapatkan rekomendasi gubernur, sudah dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RPJPD dan RPJMD, karena penyusunan RTRW tersebut telah melalui prosedur seperti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu telah memerhatikan (1) RTRW di atasnya; (2) pedoman bidang penataan ruang; (3) RPJPD; (4) aspirasi pembangunan; (5) RTRW wilayah yang berbatasan; dan (6) KLHS. Ke-6 acuan dan konsideran dalam proses penyusunan RTRW provinsi diatas merupakan persyaratan minimal untuk terbitnya surat Rekomendasi Gubernur dan Persetujuan Substansi dari Menteri Pekerjaan Umum. Dengan demikian, suatu Raperda RTRW yang telah mendapatkan 2 (dua) surat tersebut dapat dijadikan sebagai Pedoman Awal untuk penyusunan dan penetapan RPJPD dan RPJMD, sebelum Perda RTRW terbit. Gambar 2.3 Model Integrasi dalam Perumusan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD dengan RTRW Berdasarkan Status Legalitas/Kekuatan Hukum Rancangan Awal RPJPD Musrenbang JPD Perda RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota dengan Lampiran: 1. Materi Teknis Rancangan Awal RPJMD Rancangan Renstra SKPD Rancangan RPJMD Rancangan Akhir RPJPD Penetapan Perda RPJPD 1. RTRW Provinsi yang telah mendapat Persub Menteri 2. RTRW Kab./Kota yang telah mendapat Rancangan Akhir RPJMD Penetapan Perda RPJMD Renstra SKPD Musrenbang JMD Keterangan: RTRW yang sudah berkekuatan hukum Sumber: Diadopsi dari Kemendagri, 2011 RTRW yang belum berkekuatan hukum 14

21 c. Integrasi Periodisasi Waktu Pada prinsipnya, integrasi dapat dipermudah bila pentahapan dalam RPJPD dan RTRW sesuai dengan periode RPJMD. Namun, pada kenyataannya hal tersebut sulit dicapai. Hal ini disebabkan karena adanya variasi kondisi penyusunan dokumen-dokumen perencanaan (RPJPD, RPJMD, dan RTRW) yang mengakibatkan adanya perbedaan periodisasi waktu. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, periode untuk RPJPD, RTRW, dan RPJMD diatur sebagai berikut: 1. Periode RPJPD adalah tetap mengikuti periode RPJPN, pada tahun berapapun dokumen tersebut disusun (pasal 1 ayat 2 UU 17/2007 tentang RPJPN ); 2. Periode RPJMD terikat dan mengikuti masa jabatan kepala daerah terpilih; sementara 3. Periode RTRW relatif lebih fleksibel, karena tidak diatur di dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Oleh karena itu, integrasi periodisasi waktu antara RTRW dan RPJPD maupun RPJMD didasarkan pada beberapa variasi kemungkinan kondisi yang dapat terjadi dalam penyusunan dokumen RPJPD, RTRW dan RPJMD, yaitu: c. Kondisi 1 : Dokumen Rencana yang sudah ditetapkan terlebih dahulu; d. Kondisi 2: Dokumen yang disusun di tengah periode dari dokumen rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu (poin a); e. Kondisi 3: Dokumen yang disusun di akhir periode per 5 tahun dari dokumen rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu (poin a). Sehubungan dengan itu, tabel di bawah ini menjelaskan cara mengintegrasikan periodisasi waktu dari ketiga dokumen rencana. No Kondisi 1 Tabel 2.1 Integrasi Periodisasi Waktu pada Berbagai Variasi Kondisi Variasi Kondisi Kondisi 2 Kondisi 3 Langkah Pengintegrasiannya 1 RPJPD RPJMD RTRW Misal: RPJPD RPJPD-RPJMD RPJMD disusun 2008 (RPJM ) Breakdown RPJMD dan RPJPD periode berjalan tidak mungkin sama. Sebab RPJMD mengikuti periode KDH terpilih. KDH terpilih tidak dapat mengakomodir tahun-tahun sebelum terpilih ke dalam RPJMD. Breakdown RPJPD: , , , RPJP-RTRW RTRW disusun tahun 2009 (RTRW ) RTRW mengikuti periodisasi RPJMD, bukan RPJPD. Pembagian PJM juga tidak harus 5 tahun per PJM dan tidak harus 4 periode PJM. 15

22 Variasi Kondisi No Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Langkah Pengintegrasiannya Pembagian PJM: I ( ), II ( ), III ( ), IV ( ) dan V ( ). RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJPD RTRW RPJMD Misal: RPJPD RPJPD-RTRW RTRW disusun 2008 (RTRW ) RTRW ikuti periodisasi RPJPD. Pembagian PJM di dalam indikasi program tidak mesti per 5 tahun. Misal: ; ; ; Agar sesuai dengan periodisasi RPJPD. RPJPD-RPJMD RPJMD disusun tahun 2009 (RPJM ) BAU (Business as Usual). RPJMD ikuti periodisasi RPJPD RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJPD RPJMD dan RTRW - Misal: RPJP RPJPD-RPJMD RPJDM disusun 2008 (RPJM ) Breakdown RPJMD dan RPJPD periode berjalan tidak mungkin sama. Sebab RPJMD mengikuti tahun KDH terpilih. KDH terpilih tidak dapat mengakomodir tahun-tahun sebelum terpilih ke dalam RPJMD. Breakdown RPJPD: , , , RPJPD-RTRW RTRW disusun 2008 (RTRW ) RTRW mengikuti periodisasi RPJMD, bukan RPJPD. Pembagian PJM: I ( ), II ( ), III ( ), IV ( ). 16

23 Variasi Kondisi No Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Langkah Pengintegrasiannya RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJPD - RTRW dan RPJMD Misal: RPJPD RPJPD-RTRW RTRW disusun tahun 2009 (RTRW ). RPJMD disusun 2009 (RPJMD ) BAU. (Business as Usual). RTRW ikuti periodisasi RPJMD. RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJMD RPJPD RTRW Misal: RPJMD RPJMD-RPJPD RPJPD disusun tahun 2010 (RPJP ). RPJPD tetap Periodisasi di dalam RPJPD tidak harus 4 tahapan dan tidak mesti 5 tahun per tahapan (disesuaikan dengan periode RPJMD): ; ; ; ; RPJMD-RTRW RTRW disusun tahun 2013 (RTRW ) RTRW ikuti periodisasi RPJMD (PJM I RTRW ikut RPJMD berikutnya: ) RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJPD Tahap n RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTR RPJMD RTRW RPJPD Misal: RPJMD RPJMD-RTRW RTRW disusun 2010 (RTRW ) RTRW sesuai periodisasi RPJMD, periodisasi tidak mesti 4 tahapan dan 17

24 No Kondisi 1 Variasi Kondisi Kondisi 2 Kondisi 3 Langkah Pengintegrasiannya tidak mesti harus 5 tahun di tiap PJM. PJM I: ; PJM II: ; PJM III: ; PJM IV: ; PJM V: RPJMD-RPJPD RPJPD tetap Periodisasi di dalam RPJPD tidak harus 4 tahapan dan tidak harus 5 tahun per periode: I ( ); II ( ); III ( ); IV ( ); V ( ) RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTR 202 RPJPD Tahap n RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJMD RPJPD dan RTRW Misal: RPJMD RPJMD-RPJPD RPJPD disusun tahun 2010 (RPJP ) RPJPD tetap Periodisasi di dalam RPJPD tidak harus 4 tahapan dan tidak mesti 5 tahun per tahapan: ; ; ; ; RPJMD-RTRW RTRW disusun 2010 (RTRW ) RTRW sesuai periodisasi RPJMD, periodisasi tidak mesti 4 tahapan dan tidak mesti harus 5 tahun di tiap PJM. PJM I: ; PJM II: ; PJM III: ; PJM IV: ; PJM V: RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJPD Tahap n RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RTRW PJM RPJMD RPJPD dan RTRW RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM Misal: RPJMD RPJMD-RPJPD RPJPD tetap Periodisasi di dalam RPJPD tidak harus 4 tahapan dan tidak harus 5 tahun per periode: I ( ); II ( ); III ( ); IV ( ); V ( ) RPJMD-RTRW RTRW disusun tahun 2013 (RTRW ) RTRW ikuti periodisasi RPJMD (PJM I RTRW ikut RPJM berikutnya: ) RTR

25 Variasi Kondisi No Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Langkah Pengintegrasiannya RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJPD Tahap n RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTR RTRW RPJPD RPJMD Misal: RTRW RTRW dan RPJPD RPJDP disusun tahun 2013 PJM I RTRW adalah RPJPD tetap berperiode Pembagian periode 5 tahunan mengikuti periode PJM I RTRW: , , , RTRW dan RPJMD RPJMD disusun tahun 2017 (RPJMD ) BAU(Business as Usual), periodisasi RPJMD sesuai dengan periode PJM RTRW tahap II ( ) RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJPD Tahap n RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW RPJMD RPJPD Misal: RTRW RTRW dan RPJMD RPJMD disusun tahun 2014 (RPJMD ) PJM I RTRW adalah RPJMD sudah pasti periodenya mengikuti periode KDH terpilih. Untuk itu, selisih waktu PJM dalam RTRW tidak bisa direkonsiliasi dengan periode RPJMD. Penyesuaian hanya dapat dilakukan pada RTRW periode berikutnya ( ) RTRW dan RPJPD RPJPD disusun pada tahun 2016 RPJPD tetap periodenya Pembagian periode mengikuti RPJMD, bukan PJM dalam RTRW. 19

26 Variasi Kondisi No Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Langkah Pengintegrasiannya RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW RPJPD dan RPJMD RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap Misal: RTRW RTRW dan RPJMD RPJMD disusun tahun 2014 (RPJMD ) PJM I RTRW adalah RPJMD sudah pasti periodenya mengikuti periode KDH terpilih. Untuk itu, selisih waktu PJM dalam RTRW tidak bisa direkonsiliasi dengan periode RPJMD. Penyesuaian hanya dapat dilakukan pada RTRW periode berikutnya ( ) RTRW dan RPJPD RPJP disusun tahun 2013 PJM I RTRW adalah RPJPD tetap berperiode Pembagian periode 5 tahunan mengikuti periode RPJMD dan bukan RTRW: ; ; ; ; RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJPD Tahap n RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RTRW RPJPD dan RPJMD Misal: RTRW RTRW dan RPJMD RPJMD disusun tahun 2017 (RPJMD ) BAU (Business as Usual), periodisasi RPJMD sesuai dengan periode PJM RTRW tahap II ( ) RTRW dan RPJPD RPJPD disusun pada tahun 2016 (atau 2017) RPJPD tetap periodenya Pembagian periode mengikuti RPJMD, bukan PJM dalam RTRW. RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJPD Tahap n RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap

27 No Kondisi 1 13 RPJPD dan RPJMD Variasi Kondisi Kondisi 2 Kondisi 3 Langkah Pengintegrasiannya RTRW RPJPD RPJMD RTRW disusun 2008 ( ) Periodiasi PJM RTRW mengikuti periode RPJMD: ; ; ; ; RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW PJM RPJPD dan RPJMD RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW RPJPD RPJMD RTRW disusun 2010 ( ) BAU (Business as Usual), periodisasi PJM I dalam RTRW mengikuti RPJMD periode berikutnya (RPJMD ) RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJPD dan RTRW RPJMD RPJPD RTRW RPJMD disusun 2008 ( ) RPJMD sudah pasti periodenya, demikian pula RPJPD dan RTRW. Periodisasi RPJMD tidak dapat direkonsiliasi dengan RTRW dan RPJPD, kecuali pada penyusunan RPJPD dan RTRW periode berikutnya (RPJPD ; RTRW ). RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJPD dan RTRW RPJMD RPJPD RTRW RPJMD disusun 2010 ( ) BAU (Business as Usual), tidak ada masalah. 21

28 Variasi Kondisi No Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Langkah Pengintegrasiannya RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD dan RTRW RPJPD RTRW RPJMD RPJPD disusun pada tahun 2008 Masa berlaku RPJPD tetap , periodisasinya ikuti RPJMD ( ; ; ; ) RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJMD dan RTRW RPJPD RTRW RPJMD RPJPD disusun pada tahun 2009 (atau 2010) Masa berlaku RPJPD tetap , periodisasinya ikuti RPJMD ( ; ; ; ) RPJMD n RPJMD n RPJMD n RPJMD n RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RTRW PJM RPJPD Tahap n RPJPD Tahap RPJPD Tahap RPJPD Tahap Sumber: Diadopsi dari Kementerian PU, 2012 d. Integrasi Muatan antara RTRW dengan RPJPD dan RPJMD Dalam melakukan integrasi muatan perlu dilakukan kajian keterkaitan antara urusan dalam RPJPD dan RPJMD dengan aspek-aspek dalam RTRW. Tidak semua urusan 22

29 dalam RPJPD memiliki implikasi ruang sehingga tidak dituangkan dalam RTRW (keterkaitan lemah). Sebaliknya ada urusan-urusan yang mempunyai implikasi ruang yang besar, seperti jaringan transportasi, jaringan infrastruktur, kawasan industri, kawasan perdagangan dan jasa, dan sebagainya. Analisis integrasi muatan Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Analisis integrasi muatan antara RTRW dengan RPJPD; dan (2) Analisis integrasi muatan antara RTRW dengan RPJMD. (1) Analisis integrasi muatan antara RTRW dengan RPJPD terdiri dari 4 langkah, yaitu: Langkah 1: analisis integrasi antara tujuan dalam RTRW dan visi dalam RPJP Berikut merupakan tabel analisis integrasi antara tujuan dalam RTRW dan visi dalam RPJPD. No RTRW RPJPD Penilaian Rekomendasi 1. Tujuan: Visi: Langkah 2: analisis integrasi antara alokasi ruang dalam RTRW dan misi dalam RPJPD Berikut merupakan tabel analisis integrasi antara alokasi ruang dalam RTRW dan misi dalam RPJPD. No RTRW RPJPD Penilaian Rekomendasi 1 Alokasi ruang: Misi 1: Arah kebijakan: 2 Alokasi ruang: Misi 2: Arah kebijakan: Langkah 3: analisis integrasi antara kebijakan dalam RTRW dan arah kebijakan dalam RPJPD Berikut merupakan tabel analisis integrasi antara kebijakan dalam RTRW dan arah kebijakan dalam RPJPD. No RTRW RPJPD Penilaian Rekomendasi 23

30 1 Kebijakan1: Misi 1: Strategi 1.1: Strategi 1.2: Arah kebijakan: 2 Kebijakan 2: Misi 2: Strategi 2.1: Arah kebijakan: Strategi 2.2:... Langkah 4: analisis integrasi antara program RTRW, tahap dalam RPJMD dan arah kebijakan dalam RPJPD Berikut merupakan tabel analisis integrasi antara program RTRW, tahap dalam RPJMD dan arah kebijakan dalam RPJPD. No RTRW Tahap RPJMD RPJPD Rekomendasi 1 Program RPJM 1, 2, 3, 4 Misi 1: 2 Program RPJM 1, 2, 3, 4 Arah kebijakan: 3 Program RPJM 1, 2, 3, 4 4 Program RPJM 1, 2, 3, 4 Misi 2: 5 Program RPJM 1, 2, 3, 4 Arah kebijakan: (2) Analisis integrasi muatan antara RTRW dengan RPJMD terdiri dari 2 langkah, yaitu: Langkah 1: analisis integrasi antara kebijakan RTRW dan arah kebijakan dalam RPJMD Berikut merupakan tabel analisis integrasi antara kebijakan RTRW, dan arah kebijakan dalam RPJMD. No RTRW RPJMD Penilaian Rekomendasi 1 Kebijakan1: Arah kebijakan: Strategi 1.1: Strategi 1.2: Arah kebijakan: Arah kebijakan: 2 Kebijakan 2: Arah kebijakan: Strategi 2.1: Strategi 2.2: Arah kebijakan: Arah kebijakan: Langkah 2: analisis integrasi antara program RTRW dan program dalam RPJMD 24

31 Berikut merupakan tabel analisis integrasi antara program RTRW dan program dalam RPJMD. No RTRW RPJMD Penilaian Rekomendasi 1 Program Program 2 Program Program 3 Program Program 4 Program Program 5 Program Program 6 Program Program 2.2 Inventarisasi Kendala yang Dihadapi oleh Daerah Pelaksanaan Inventarisasi Kendala di Daerah Pelaksanaan inventarisasi kendala di daerah dilakukan melalui kegiatan kunjungan lapangan dengan maksud untuk menjaring masukan awal dari daerah mengenai (a) upaya sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang telah dilakukan di daerah sampai dengan saat ini, serta (b) inventarisasi kendala yang dihadapi daerah dalam melakukan sinkronisasi. Hal tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk penyusunan materi teknis pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan. Kegiatan ini dilaksanakan di 3 provinsi, yaitu: Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Gorontalo dengan waktu pelaksanaan sebagai berikut: No Provinsi Tanggal Pelaksanaan 1 Provinsi Sumatera Barat Senin, 23 Maret Selasa, 24Maret Provinsi Jawa Timur Kamis, 26Maret Jumat, 27 Maret Provinsi Gorontalo Senin, 30 Maret Selasa, 31 Maret 2015 Inventarisasi dilakukan melalui diskusi dengan beberapa narasumber yang terlibat dan bertanggung jawab dalam melakukan evaluasi RTRW, evaluasi RPJPD, dan penyusunan RPJMD. 25

32 2.2.2 Rumusan Hasil Inventarisasi Kendala di Daerah Hasil kunjungan lapangan dan diskusi dengan Pemerintah Provinsi di 3 wilayah studi dapat dirangkum sebagai berikut: a. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) atau aparat Sering terjadi mutasi/rotasi aparat yang tidak sesuai dengan bidang atau kompetensinya. Disamping itu, daerah belum memiliki mekanisme untuk transfer of knowledge, sehingga pengetahuan/kemampuan untuk melakukan sinkronisasi akan hilang begitu aparat yang bersangkutan dirotasi ke tempat lain. b. Koordinasi antarlembaga Pada umumnya, BKPRD di ketiga wilayah studi telah berfugsi secara aktif, terutama dalam membahas berbagai permasalahan penataan ruang yang ditemukan di lapangan dan integrasi vertikal antara RTRW Provinsi dengan RTRWN dan RTRW Kabupaten/Kota. Namun, belum ada pertemuan rutin BKPRD yang membahas khusus mengenai integrasi antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan. Selain itu juga diakui bahwa pada umumnya sektor-sektor masih merasa bahwa sinkronisasi tidak penting, karena sektor lebih mengedepankan program pembangunan masing-masing sesuai dengan rencana induk sektor dan Renstra SKPD masing-masing. c. Kendala Regulasi Terkait dengan regulasi dan kebijakan Pemerintah Pusat, ada beberapa hal yang dianggap dapat menjadi kendala, yaitu: 1. Dinamisnya perumusan peraturan baru dari Pemerintah Pusat memengaruhi penyusunan RTRWP dan implementasinya. Salah satu contohnya adalah kebijakan mengenai Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (Inpres No. 6 Tahun 2013) yang dirasa menghambat implementasi pembangunan pada kawasan konservasi yang telah tertuang dalam RTRW maupun RPJMD. 2. Belum tersedianya peta dengan skala besar (1:5.000) dapat menghambat proses penyusunan RDTR. Selain itu, kebijakan mekanisme penyusunan peta dalam perumusan RTRW yang mengharuskan Daerah untuk melakukan verifikasi peta ke BIG di Cibinong. Kebijakan ini justru menjadi bottleneck dalam penyusunan RTRW, sehingga membutuhkan anggaran dan waktu yang tidak sedikit. Hal ini kemudian mempengaruhi waktu penyusunan RTRW beserta periodenya. Oleh karena itu, diusulkan agar pemerintah provinsi diberikan kewenangan untuk melakukan verifikasi peta. 3. Adanya kebijakan dari Kementerian ATR yang menginstruksikan untuk mengakomodasi Nawacita dalam RTRW Provinsi. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi Pemda: apakah RTRW yang baru saja menjadi Perda (2012) 26

33 sudah harus direvisi kembali, padahal penyusunannya membutuhkan waktu dan anggaran yang tidak sedikit. Apakah tidak sebaiknya akomodasi dilakukan pada saat melakukan peninjauan kembali pada tahun 2017? 4. Belum adanya pedoman dari Pemerintah Pusat untuk penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi/Kabupaten/Kota, serta pedoman untuk peninjauan kembali RTRW. Hal ini dianggap dapat menghambat proses perumusan RTR Kawasan Strategis Provinsi (KSP) di daerah serta upaya sinkronisasinya dengan Rencana Pembangunan. d. Kendala Periodisasi Waktu Perencanaan Terdapat ketidaksinkronan periodisasi waktu antara RTRW dengan RPJPD dan RPJMD. Terkait dengan hal tersebut, ada wacana bahwa PK RTRW akan disinkronkan dengan periode RPJMN atau RPJMD untuk memudahkan sinkronisasi. e. Sinkronisasi Muatan RTRW dengan Rencana Pembangunan Daerah Di Provinsi Sumatera Barat, upaya sinkronisasi dilakukan dengan menjadikan RTRW sebagai acuan dalam implementasi pembangunan melalui pelayanan perizinan satu pintu dan pelaksanaan AMDAL. Semua perizinan pembangunan dalam lingkup provinsi harus diproses melalui pelayanan perizinan satu pintu dan pembahasannya melibatkan BKPRD. Dalam pelayanan perizinan satu pintu tersebut, segala bentuk kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW tidak akan diberikan izin untuk dibangun. Selain itu, pelaksanaan Amdal juga tidak dapat dilakukan bila kegiatan tersebut tidak sesuai dengan arahan dalam RTRW. Dengan demikian, kegiatan pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Ketentuan ini sesuai dengan amanat PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Di Provinsi Jawa Timur, upaya sinkronisasi RTRW dan Rencana Pembangunan dilakukan melalui inisiatif Bappeda untuk memaparkan RPJPD, Draft 0 RPJMD (kajian teknokratik), dan RTRW kepada bakal calon gubernur agar dijadikan acuan dalam perumusan visi dan misi para bakal calon gubernur tersebut pada saat kampanye. Selain itu, upaya sinkronisasi juga dilakukan melalui penetapan klasterklaster dalam RPJMD untuk mengurangi disparitas wilayah dan menjembatani RTRW dengan Rencana Pembangunan Daerah. Dalam rangka membantu proses integrasi antara RTRW dengan Rencana Pembangunan Daerah tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mengembangkan Sistem Informasi Tata Ruang Terpadu (sitr@jatimprov.go.id). Sistem informasi tersebut dibentuk dalam rangka memfasilitasi upaya sinkronisasi horizontal (antarsektor) di Provinsi Jawa Timur. Sementara di Provinsi Gorontalo, upaya integrasi antara RTRW dengan Rencana Pembangunan Daerah dilakukan melalui koordinasi antarskpd. Dokumen RTRW telah menjadi acuan dalam penyusunan RPJMD dan RKPD. 27

34 Selain itu, saat ini Pemerintah Provinsi Gorontalo telah memiliki sistem Renggar atau Rencana Anggaran Terpadu yang juga berfungsi sebagai proses filterisasi dalam penyusunan RKPD, sehingga program-program yang diusulkan sesuai dengan program-program yang terdapat dalam RPJMD. Sistem ini rencananya akan dikembangkan sehingga juga mencakup RTRW. f. Kendala Faktor Politis dan Ketersediaan Anggaran Terhambatnya implementasi RTRW, RDTR, maupun RPJMD di tataran kewenangan legislatif (DPRD) yang disebabkan oleh faktor politis. DPRD mengajukan program sendiri berdasarkan diskusi dengan konstituen pada masa reses; program-program tersebut tidak selalu sesuai dengan program-program yang tercantum dalam RPJMD sesuai kesepakatan saat Musrenbang. Disamping itu, masih belum optimalnya alokasi anggaran yang untuk pelaksanaan upaya sinkronisasi. Secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 2.2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Tabel 2.2 Rangkuman Hasil Kunjungan Lapangan Rumusan Hasil Kunjungan Lapangan Terkait rotasi aparat yang tidak sesuai bidang kompetensi, serta belum ada transfer of knowledge Koordinasi antar Lembaga BKPRD aktif dalam membahas permasalahan penataan ruang, tetapi belum tentang integrasi Sektor masih lebih mengedepankan program masing-masing Kendala Regulasi Dinamisnya peraturan baru dari Pemerintah Pusat memengaruhi penetapan RTRW Kendala Periodisasi Waktu Sinkronisasi Muatan RTRW dan RPD Belum ada pedoman (1) Peninjauan Kembali RTR; (2) Pedoman Penyusunan RTR KSP/K Kebijakan untuk verifikasi peta ke BIG dianggap menjadi bottleneck dalam penyusunan RTRW Belum adanya peta dengan skala besar Terdapat ketidaksinkronan periodisasi waktu antara RTRW dengan RPJPD dan RPJMD, sehingga ada wacana bahwa PK RTRW akan disinkronkan dengan periode RPJMN atau RPJMD untuk memudahkan sinkronisasi Sinkronisasi melalui perumusan secara simultan RTRW menjadi acuan dalam Wilayah Studi Jawa Timur, Gorontalo Sumatera Barat, Jawa Timur, Gorontalo Jawa Timur Sumatera Barat Sumatera Barat, Jawa Timur Jawa Timur Gorontalo Sumatera Barat, Jawa Timur, Gorontalo Sumatera Barat 28

35 Kendala Politis dan Ketersediaan Anggaran Rumusan Hasil Kunjungan Lapangan implementasi pembangunan melalui pelayanan perizinan satu pintu dan pelaksanaan Amdal Bappeda berinisiatif memaparkan Draft 0 RPJMD & RTRW kepada calon-calon Gubernur Sinkronisasi RTRW-RPJMD: melalui penetapan klaster-klaster dalam RPJMD untuk mengurangi disparitas wilayah dan menjembatani RTRW Sistem Informasi Tata Ruang Terpadu Upaya integrasi melalui koordinasi antarskpd Dokumen RTRW menjadi acuan perumusan RPJMD dan RKPD Sistem Rencana Anggaran Terpadu (Renggar) untuk filterisasi programprogram yang diusulkan agar sesuai dengan RPJMD Adanya faktor politis anggota dewan dalam proses pengambilan keputusan Alokasi ketersediaan anggaran yang belum optimal dalam upaya sinkronisasi Wilayah Studi Jawa Timur Gorontalo Gorontalo 2.3 Hasil Diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri Pelaksanaan kegiatan inventarisasi kendala juga dilaksanakan dengan melakukan diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Ditjen Bina Bangda mengenai kebijakan penyusunan dokumen RTRW dan Rencana Pembangunan Daerah (RPJPD maupun RPJMD). Kegiatan diskusi dilakukan dalam dua tahap dengan dua direktorat, yaitu: - Diskusi dengan perwakilan Direktorat FPRLH (Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup) pada 13 Maret 2015; dan - Diskusi dengan perwakilan Direktorat PPD (Perencanaan Pembangunan Daerah) pada 20 Maret Beberapa hal penting dari diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri dapat dirangkum sebagai berikut: Sejak tahun 2013, Direktorat FPRLH - Ditjen Bina Bangda telah melakukan kajian pedoman integrasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, namun hasil kajian masih belum rampung. Terkait dengan substansi pedoman integrasi yang disusun oleh Kemendagri, pihak Dit. FPRLH mengakui bahwa masih terdapat 29

36 beberapa kekurangan, diantaranya: (1) mengenai aspek sinkronisasi periodisasi waktu antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan, (2) mengenai teknis proses pengintegrasian. Saat ini sedang disusun revisi/perubahan Permendagri No. 54 Tahun 2010 mengenai pelaksanaan PP No. 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tatacara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. Revisi ini perlu dilakukan mengingat keluarnya UU 23/2014 menimbulkan beberapa perubahan dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Salah satu perubahan yang krusial adalah penghapusan program kewilayahan dalam RPJMD. Dalam UU 23/2014, RPJMD hanya memuat program perangkat daerah dan program lintas perangkat daerah. Pengintegrasian Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan Daerah (RTR-RPD) dianggap penting, karena rencana tata ruang akan menjadi sia-sia bila tidak dituangkan ke dalam RPJMD untuk implementasinya. Namun, Daerah masih mengalami kesulitan dalam menerjemahkan RTRW ke dalam RPJMD. Terkait dengan sinkronisasi RTRW-RPD: - Periodisasi Waktu: Pelaksanaan Pilkada secara serentak dapat menjadi peluang dalam upaya sinkronisasi periodisasi waktu antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan daerah.selain itu, telah diputuskan bahwa pentahapan dalam RPJPD akan mengikuti pentahapan dalam RPJPN Nomenklatur: Penerjemahan istilah/nomenklatur dalam rencana pembangunan masih sulit untuk dijabarkan dalam rencana tata ruang, begitupun sebaliknya. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam penyusunan kajian pedoman integrasi kedepan. - Status hukum: Perlu pengkajian mengenai mekanisme proses pengintegrasian berdasarkan status hukum RTRW yang akan menjadi acuan sinkronisasi dengan rencana pembangunan daerah. - Sinkronisasi Muatan: Urusan dalam dokumen RPJMD yang dapat disinkronkan dengan dokumen RTRW hingga saat ini masih terbatas pada urusan mengenai infrastruktur dan perumahan permukiman, sedangkan urusan lain (seperti konservasi, dll.) masih sulit untuk disinkronkan. Hal ini perlu diperhatikan kedepan, khususnya dalam upaya penyusunan kajian pedoman integrasi. - Berdasarkan UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, RPJMD dapat direvisi dan disesuaikan dengan perubahan yang ada, termasuk perubahan pada RTRW. 30

37 BAB 3 RUMUSAN HASIL PELAKSANAAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) DI WILAYAH STUDI 3.1 Pelaksanaan FGD di 3 (Tiga) Provinsi Provinsi Gorontalo Kegiatan FGD ini dihadiri oleh peserta undangan yang terdiri dari beberapa SKPD terkait di Provinsi Gorontalo serta perwakilan Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas. Total peserta pada kegiatan ini adalah 46 orang. Kegiatan FGD ini terdiri dari: a) Sambutan oleh Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo yang kemudian dilanjutkan dengan pembukaan oleh Kasubdit Infosos Tata Ruang dan Pertanahan Bappena; b) Pemaparan oleh perwakilan Dit. Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas mengenai integrasi di tingkat nasional antara RPJMN dengan RTRWN; c) Pemaparan oleh tim tenaga ahli mengenai draft matek pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan yang telah disusun; d) Sesi diskusi, tanya-jawab; dan e) Sesi simulasi pengisian lembar kerja sinkronisasi RPJMD dengan RTRWP. Secara keseluruhan, kesimpulan dan tindak lanjut pelaksanaan FGD di Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut: Kendala sinkronisasi: Belum seluruhnya substansi RTRWP terakomodir dalam RPJMD dan RKPD. Beberapa program dalam RKPD belum terintegrasi dengan RTRWP dan RPJMD. Perbedaan nomenklatur antara RTRW dan Rencana Pembangunan Daerah (RPJMD dan RKPD). Periode dan masa berlaku yang berbeda antara RTRW-RPJMD-RKPD. Masih adanya kesulitan dalam membaca dokumen RTRW. Solusi dan rekomendasi: Diperlukan upaya serius dalam penyelarasan nomenklatur antara RTRWP- RPJMD-RKPD, serta dalam sinkronisasi periodisasi waktu. Salah satu langkah nyata pertama yang akan dilakukan oleh Pemda Provinsi Gorontalo dalam upaya sinkronisasi antara RTR dan Rencana Pembangunan Daerah adalah dengan mengembangkan sistem informasi komunikasi terpadu yang menjadi dasar pemrograman tahunan dengan berlandaskan pada RTRW dan RPJMD. Saat ini Pemprov Gorontalo sudah memiliki sistem Renggar 31

38 (Rencana Anggaran) yang menjadi alat verifikasi dalam penyusunan RKPD yang mengacu pada RPJMD. Bappeda Provinsi Gorontalo perlu melakukan upaya sosialisasi muatan RTRWP kepada seluruh SKPD dalam rangka meningkatkan pemahaman SKPD terhadap RTRWP. Mengingat bahwa RTRW Provinsi Gorontalo tidak lama lagi akan melalui Peninjauan Kembali (PK), maka untuk meningkatkan sinkronisasi antara RTRWP- RPJMD-RKPD, Bappeda Provinsi sebaiknya menyelenggarakan forum diskusi kelompok kerja dengan melibatkan seluruh SKPD yang terkait dengan ruang dan melakukan penelaahan terhadap RTRW, RPJMD & Renstra SKPD, seperti kegiatan FGD yang telah dilakukan, sehingga substansi RTRW-RPJMD-RKPD dapat sinkron dan sinergis serta lebih dipahami oleh SKPD Provinsi Sumatera Barat Kegiatan FGD ini dihadiri oleh peserta undangan yang terdiri dari beberapa SKPD terkait di Provinsi Sumatera Barat serta perwakilan Direktorat TRP Bappenas. Total peserta pada kegiatan ini adalah 40 orang. Kegiatan FGD ini terdiri dari: a) Sambutan oleh Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Barat yang kemudian dilanjutkan dengan pembukaan oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas; b) Pemaparan oleh perwakilan Dit. Tata Ruang dan Pertanahan - Bappenas mengenai integrasi di tingkat nasional antara RPJMN dengan RTRWN c) Pemaparan oleh tim tenaga ahli mengenai draft matek pedoman sinkronisasi RTR dan rencana pembangunan yang telah disusun; dan. d) Sesi simulasi pengisian lembar kerja sinkronisasi RPJMD dengan RTRWP. Secara keseluruhan, kesimpulan dan tindak lanjut pelaksanaan FGD di Provinsi Sumatera Barat adalah sebagai berikut: Kendala sinkronisasi: Terdapat beberapa strategi recana tata ruang yang belum terjabarkan secara jelas dalam tabel indikasi program RTRW. Perbedaan nomenklatur antara RTRW dan Rencana Pembangunan Daerah (RPJMD dan RKPD). Periode dan masa berlaku yang berbeda antara RTRW-RPJMD-RKPD. Perbedaan outline dokumen antara RTRWP, RPJMD, RKPD. Upaya sinkronisasi RTRW-RPJMD terkendala oleh perbedaan muatan kedua dokumen, khususnya terkait kewenangan anggaran, dimana RPJMD hanya mencakup program kegiatan yang dibiayai oleh APBD Provinsi, sementara RTRW mencakup semua program kegiatan di wilayah tersebut dari berbagai sumber anggaran. 32

39 Masih adanya kesulitan dalam membaca dokumen RTRW. Solusi dan rekomendasi: Diperlukan upaya serius dalam penyelarasan nomenklatur antara RTRWP- RPJMD-RKPD. Bappeda Provinsi Sumatera Barat perlu melakukan upaya sosialisasi muatan RTRWP kepada seluruh SKPD dalam rangka meningkatkan pemahaman SKPD terhadap RTRWP. Mengingat bahwa RTRW Provinsi Sumatera Barat akan melalui Peninjauan Kembali, maka untuk meningkatkan sinkronisasi antara RTRWP-RPJMD-RKPD, Bappeda Provinsi sebaiknya menyelenggarakan forum diskusi kelompok kerja dengan melibatkan seluruh SKPD yang terkait dengan ruang dan melakukan penelaahan terhadap RTRW, RPJMD, dan Renstra SKPD, seperti kegiatan FGD yang telah dilakukan, sehingga substansi RTRW-RPJMD-RKPD dapat sinkron dan sinergis serta lebih dipahami oleh SKPD. Forum diskusi ini sebaiknya melibatkan pula perwakilan Kab./Kota Provinsi Jawa Timur Kegiatan FGD ini dihadiri oleh peserta undangan yang terdiri dari beberapa SKPD terkait di Provinsi Jawa Timur serta perwakilan Direktorat TRP Bappenas. Total peserta pada kegiatan ini adalah 31 orang. Kegiatan FGD ini terdiri dari: a) Sambutan oleh Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur yang kemudian dilanjutkan dengan pembukaan oleh perwakilan Dit. Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas; b) Pemaparan dari Kasubdit Tata Ruang - Bappenas mengenai integrasi di tingkat nasional antara RPJMN dengan RTRWN; c) Pemaparan oleh tim tenaga ahli mengenai draft matek pedoman sinkronisasi RTR dan rencana pembangunan yang telah disusun; d) Sesi diskusi, tanya-jawab; dan e) Sesi simulasi pengisian lembar kerja sinkronisasi RPJMD dengan RTRWP. Secara keseluruhan, kesimpulan dan tindak lanjut pelaksanaan FGD di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: Kendala sinkronisasi: Terdapat beberapa program RTRW yang tidak konsisten dengan kebijakan dan strategi RTRW. Belum terjawabnya beberapa strategi penataan ruang dalam tabel indikasi program. Belum sinkronnya program yang tertuang dalam RPJMD dengan program dalam RTRW. 33

40 Perbedaan nomenklatur antara RTRW dan Rencana Pembangunan Daerah (RPJMD dan RKPD). Periode dan masa berlaku yang berbeda antara RTRW-RPJMD-RKPD. Belum sinkronnya kebijakan nasional-provinsi-kabupaten/kota. Solusi dan rekomendasi: Penyelarasan nomenklatur antara RTRWP-RPJMD-RKPD merupakan hal yang krusial dalam upaya sinkronisasi antara Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan. Namun, upaya penyelarasan nomenklatur yang berdasar pada Permendagri 13 Tahun 2006 sulit untuk dilakukan karena nomenklatur yang ditetapkan pada Permendagri tersebut masih bersifat umum untuk semua daerah, sehingga tidak mencerminkan isu spesifik di tiap daerah. Salah satu upaya riil yang bisa dilakukan dalam rangka penyelarasan nomenklatur antara RTRW-RPJMD-RKPD adalah dengan melakukan pengkategorian program-program dalam RTRW berdasarkan nomenklatur yang diatur oleh Permendagri 13/2006 tersebut. Kedepan, pendetailan sinkronisasi nomenklatur ini dapat dijadikan alat yang mempermudah proses pengukuran capaian input dan program pembangunan yang diterjemahkan dari rencana tata ruang ke dalam rencana pembangunan jangka menengah dan pendek. Upaya sinkronisasi antara RTRW-RPJMD-RKPD dapat dilakukan sejak proses Pilkada, dimana para calon KDH harus sudah diperkenalkan dengan RTRW, sehingga mereka dapat menyelaraskan visi-misi mereka dengan RTRW yang telah ditetapkan. Namun, upaya ini perlu diperkuat dengan adanya regulasi berkekuatan hukum tetap. Perlunya merumuskan indikator kinerja untuk mengukur pencapaian pelaksanaan tata ruang. Penyerasian waktu PK RTRW dengan periodisasi RPJMD untuk memudahkan sinkronisasi. 3.2 Masukan Bagi Pedoman Sinkronisasi Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan FGD dalam rangka kajian penyusunan materi teknis pedoman sinkronisasi antara Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan yang telah dilaksanakan, adalah sebagai berikut: Disamping perlunya sinkronisasi muatan/substansi antara dokumen rencana tata ruang dan rencana pembangunan, upaya sinkronisasi nomenklatur serta periodisasi waktu antara rencana pembangunan dengan rencana tata ruang juga merupakan hal penting. Salah satu kendala dalam upaya sinkronisasi muatan/substansi antara rencana tata ruang dan rencana pembangunan adalah masih adanya ketidakpahaman pejabat SKPD terhadap pentingnya dokumen rencana tata ruang sebagai salah satu acuan dalam menyusun rencana pembangunan daerah. 34

41 Upaya penyelarasan nomenklatur program yang berdasarkan pada Permendagri No 13 Tahun 2006 sulit untuk dilakukan karena nomenklatur yang ditetapkan dalam Permendagri tersebut bersifat umum untuk semua daerah, sehingga tidak mencerminkan isu spesifik di tiap daerah. Salah satu upaya riil yang dapat dilakukan dalam rangka penyelarasan nomenklatur antara RTRW-RPJMD-RKPD adalah dengan melakukan pengkategorian program-program dalam RTRW berdasarkan nomenklatur yang diatur oleh Permendagri 13/2006 tersebut. Adanya kebijakan pelaksanaan Pilkada serentak dapat menjadi suatu momentum yang tepat dalam upaya sinkronisasi periodisasi waktu antara RTRW dengan RPJMD; periode pentahapan RTRW disesuaikan dengan periode RPJMD. Upaya sinkronisasi antara RTRW-RPJMD-RKPD dilakukan sejak proses Pilkada, dimana Bappeda mempresentasikan RTRW kepada para calon KDH, sehingga mereka dapat mengembangkan visi-misi mereka saat kampanye dengan mengacu pada RTRW yang telah ditetapkan. Namun, upaya ini perlu diperkuat melalui regulasi berkekuatan hukum tetap. Sebagai contoh, kewajiban para calon KDH merumuskan visi-misinya dengan mengacu pada RPJPD telah diatur dalam UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari hasil kegiatan FGD, dirumuskan beberapa rekomendasi untuk penyusunan materi teknis pedoman sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan sebagai berikut: Diperlukan penyusunan pedoman integrasi muatan/substansi, periodisasi waktu, dan nomenklatur dalam upaya sinkronisasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan (RTRW dan RPJPD maupun RPJMD). Dalam mendukung implementasi integrasi Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan (RTRW dan RPJPD maupun RPJMD), perlu dilakukan upaya: - Peningkatan kualitas SDM yang kompeten dalam menangani upaya sikronisasi antara RTRW dan RPJPD maupun RPJMD. Upaya ini dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan atau bimbingan teknis. - Penguatan badan koordinasi pentaan ruang di daerah dalam upaya memfasilitasi kegiatan koordinasi antarskpd terkait. Diperlukan penyelenggaraan forum diskusi kelompok kerja yang dikoordinasikan oleh Bappeda/BKPRD, dengan melibatkan seluruh SKPD yang terkait dengan ruang dan melakukan penelaahan terhadap RTRW, RPJMD, dan Renstra SKPD, seperti kegiatan FGD yang telah dilakukan, sehingga substansi RTRW-RPJMD-RKPD dapat sinkron dan sinergis serta lebih dipahami oleh SKPD. Forum diskusi ini sebaiknya melibatkan pula perwakilan Kabupaten/Kota. Forum ini dilakukan dalam rangka memudahkan proses sinkronisasi antara dokumen rencana pembangunan dengan dokumen rencana tata ruang (RTRW-RPJMD-RKPD). 35

42 36 Terkait dengan draft matek pedoman sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, perlu ada penjelasan yang lebih kaya mengenai segala kemungkinan masalah sinkronisasi antara dokumen RTRW-RPJMD-RKPD.

43 Tabel 3.1 Rangkuman Hasil Pelaksanaan FGD di 3 Wilayah Studi Kendala sinkronisasi muatan antara Rencana Tata Ruang & Rencana Pembangunan Kendala sinkronisasi nomenklatur antara Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan Kendala lainnya ISU SOLUSI & REKOMENDASI LOKASI Beberapa strategi recana tata ruang belum terjabarkan secara jelas dalam tabel indikasi program RTRW Perwujudan program RTRW yang tidak konsisten dengan kebijakan dan strategi RTRW Belum sinkronnya program yang tertuang dalam RPJMD dengan program dalam RTRW Belum seluruhnya substansi RTRWP terakomodir dalam RPJMD dan RKPD Beberapa program dalam RKPD belum terintegrasi dengan RTRWP dan RPJMD Perbedaan nomenklatur antara RTRW dan Rencana Pembangunan Daerah (RPJMD dan RKPD) Periode dan masa berlaku yang berbeda antara RTRW-RPJMD-RKPD Masih adanya kesulitan dalam membaca dokumen RTRW Penyelenggaraan forum diskusi kelompok kerja dengan melibatkan seluruh SKPD yang terkait dengan ruang dan melakukan penelaahan terhadap RTRW, RPJMD, dan Renstra SKPD dalam rangka PK RTRW Sosialisasi RTRW kepada para calon KDH, sehingga mereka dapat menyelaraskan visi-misi mereka dengan RTRW yang telah ditetapkan Perlunya merumuskan indikator kinerja untuk mengukur pencapaian pelaksanaan tata ruang Pengembangan sistem informasi komunikasi terpadu yang menjadi dasar pemrograman tahunan dengan berlandaskan pada RPJMD dan RTRW Diperlukan upaya penyelarasan nomenklatur antara RTRWP-RPJMD-RKPD Pengkategorian program RTRW yang diselaraskan dengan nomenklatur program dalam RPJMD Upaya penyelarasan periodisasi waktu antara RTRWP-RPJMD-RKPD Penyerasian waktu PK RTRW dengan periode RPJMD untuk memudahkan sinkronisasi Upaya sosialisasi muatan RTRWP bagi seluruh SKPD dalam rangka meningkatkan pemahaman SKPD terhadap RTRWP Sumatera Barat, Jawa Timur Jawa Timur Gorontalo Sumatera Barat, Jawa Timur, Gorontalo Sumatera Barat, Jawa Timur, Gorontalo Sumatera Barat, Gorontalo 37

44 ISU SOLUSI & REKOMENDASI LOKASI Perbedaan outline dokumen antara RTRWP, RPJMD, RKPD Kendala pembagian kewenangan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam upaya implementasi sinkronisasi RTRW-RPJMD- RKPD Belum sinkronnya kebijakan nasionalprovinsi-kabupaten/kota Penyelenggaraan forum diskusi kelompok kerja dengan melibatkan seluruh SKPD yang terkait dengan ruang dan melakukan penelaahan terhadap RTRW, RPJMD, dan Renstra SKPD dalam rangka PK RTRW Sosialisasi RTRW kepada para calon KDH, sehingga mereka dapat menyelaraskan visimisi mereka dengan RTRW yang telah ditetapkan Sumatera Barat Jawa Timur 38

45 BAB 4 PEDOMAN SINKRONISASI RENCANA TATA RUANG DAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH Bab ini memberikan pedoman untuk sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan daerah, khususnya untuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). 4.1 Amanat Integrasi Amanat keintegrasian antara dokumen rencana tata ruang dengan dokumen rencana pembangunan telah tertuang dalam UU Sistem Perencanaan Pembangunan NasionalNo. 25 Tahun 2004 (UU SPPN) maupun UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 (UUPR). Lebih khusus lagi, UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJP Nasional mengamanatkan bahwa konsistensi pemanfaatan ruang dapat dicapai dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, penting untuk dapat melihat secara jelas bagaimana amanat integrasi tersebut dijabarkan secara lebih rinci, baik dari sudut pandang pelaksanaanpenataan ruang, maupun dari sudut pandang sistem perencanaan pembangunan nasional Amanat Integrasi dalam PelaksanaanPenataan Ruang Mengingat bahwa penataan ruang merupakan suatu proses yang bersifat multisektor, maka salah satu konten yang terdapat dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah mengenai integrasi, khususnya integrasi antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan yang lebih bersifat aspasial, serta integrasi antara rencana tata ruang dengan rencana sektoral terkait penataan ruang yang lebih bersifat spasial. Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, pembahasan mengenai integrasi antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan banyak tertuang pada Bab VI mengenai Pelaksanaan Penataan Ruang, yaitu: Pasal 19 dan Pasal 20 Ayat (2) mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; Pasal 22 Ayat (1) dan Pasal 23 Ayat (2) mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; Pasal 25 Ayat (1) dan Pasal 26 Ayat (2) mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; serta Pasal 28 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. 39

46 Di dalam pasal-pasal tersebut, disebutkan bahwa: 1) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), baik itu di tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota. 2) Rencana Tata Ruang Wilayah kemudian menjadi pedoman untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), baik itu di tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota, serta dalam mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor. Selain Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 juga membahas mengenai integrasi rencana tata ruang dengan rencana pembangunan. Pembahasan mengenai integrasi tersebut tertuang dalam ketentuan mengenai Pelaksanaan Perencanaan Tata Ruang, khususnya pada beberapa pasal sebagai berikut: Pasal 25 Ayat (2) butir d, mengenai penyusunan dan penetapan RTRWN; Pasal 27 Ayat (2) butir d, mengenai penyusunan dan penetapan RTRWP; Pasal 32 Ayat (2) butir d, mengenai penyusunan dan penetapan RTRW Kabupaten; Pasal 35 Ayat (2) butir d, mengenai penyusunan dan penetapan RTRW Kota; Pasal 53 Ayat (2), mengenai penyusunan dan penetapan RTR Kawasan Strategis; Pasal 61 Ayat (2), mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR); serta Pasal 43 Ayat (2), mengenai penyusunan dan penetapan RTR Pulau/Kepulauan; penyusunan dan penetapan RTR Kawasan Perkotaan; serta penyusunan dan penetapan RTR Kawasan Perdesaan. Disamping itu, pembahasan mengenai integrasi di dalam PP 15/2010 juga tertuang dalam ketentuan Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang, khususnya pada Pasal 96. Di dalam pasal-pasal tersebut, disebutkan bahwa: 1) Perumusan konsepsi RTR di tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota paling sedikit harus mengacu pada RPJP. 2) Perumusan konsepsi RTR Pulau/Kepulauan, RTR Kawasan Strategis, RDTR, RTR Kawasan Perkotaan, serta RTR Kawasan Perdesaan paling sedikit harus memperhatikan RPJP maupun RPJM Nasional; Provinsi maupun Kabupaten/Kota terkait. 3) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan melalui integrasi program yang dituangkan ke dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana pembangunan tahunan sesuai 40

47 dengan sistem perencanaan pembangunan nasional, serta pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang Amanat Integrasi dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN sendiri memang tidak menyinggung mengenai rencana tata ruang. Namun demikian di dalam Undang- Undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN (pada sub-bab IV.1.5) disebutkan bahwa: Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas-sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hierarki. Dalam rangka mengoptimalkan penataan ruang perlu ditingkatkan (a) kompetensi sumber daya manusia dan kelembagaan di bidang penataan ruang, (b) kualitas rencana tata ruang, dan (c) efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang. Keterkaitan antara rencana pembangunan dan rencana tata ruang dapat dilihat pada Gambar

48 Gambar 4.1 Keterkaitan Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang Sumber: DSF-Bappenas,

49 4.1.3 Kedudukan RPJMD terhadap RTRW Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan suatu proses penyusunan tahapantahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang berjangka waktu 5 tahun. RPJMD provinsi disusun berdasarkan visi, misi, dan program kepala daerah terpilih dengan mengacu pada: - Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi; - Rencata Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi; dan - Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RTRW dan RPJPD merupakan dokumen perencanaan jangka panjang daerah yang seharusnya saling berkaitan dan terintegrasi. Kedua dokumen perencanaan jangka panjang tersebut menjadi acuan dalam penyusunan RPJMD. Penyusunan rencana pembangunan daerah (RPJMD) sendiri dilakukan secara paralel dan iteratif dengan penyusunan Renstra SKPD oleh masing-masing SKPD. Dalam hal ini, RTRW (rencana tata ruang) juga menjadi acuan dalam penyusunan Renstra SKPD, khususnya bagi urusan-urusan yang bersifat spasial.urusan-urusan yang bersifat spasial dan memiliki keterkaitan erat dengan rencana tata ruang adalah urusan-urusan yang kegiatannya memiliki implikasi terhadap ruang, misalnya pengembangan infrastruktur (urusan Pekerjaan Umum), pengembangan kawasan industri (urusan industri), penetapan destinasi kawasan pariwisata (urusan pariwisata), dan sebagainya. Kedudukan dan keterkaitan RPJMD dan Renstra SKPD terhadap RTRW dan RPJPD dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 Keterkaitan RTRW dengan RPJMD dan Renstra SKPD RPJPD RPJMD RKPD RTRWP Renstra SKPD Renja SKPD Jangka Panjang Jangka Menengah Jangka Pendek Sumber: DSF-Bappenas,

50 4.1.4 Konsistensi Perencanaan dari Jangka Panjang ke dalam Jangka Menengah Rencana tata ruang adalah hasil dari suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang. Sedangkan rencana pembangunan daerah merupakan hasil dari suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Dokumen rencana tata ruang dan dokumen rencana pembangunan haruslah saling terintegrasi. Dalam rangka pemanfaatan ruang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) menjadi acuan bagi pelaksana pembangunan. Sinkronisasi antara RTRW dan RPJMD ini menjadi krusial karena dokumen RPJMD merupakan dokumen rencana pembangunan yang bersifat implementatif dan mengakomodir amanat visi dan misi kepala daerah terpilih (KDH). Dengan terintegrasinya RTRW dan RPJMD, maka melalui pelaksanaan RPJMD, perencanaan dalam RTRW terimplementasikan. Dengan adalanya pemilihan kepala daerah secara langsung, maka ada kecenderungan bahwa rencana pembangunan jangka menengah daerah disusun (hanya) berdasarkan visi, misi, dan program kepala daerah terpilih. RPJPD, apalagi RTRW, kurang dijadikan acuan dalam penyusunan RPJMD. Akibatnya kedua dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang daerah tersebut tidak terimplementasikan. Namun, hal tersebut saat ini sudah diantisipasi melalui UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengamanatkan bahwa RPJPD harus menjadi pedoman dalam perumusan visi, misi, dan program calon kepala daerah (pasal 265 ayat 1). Sayangnya, RTRW tidak disebut dalam amanat tersebut. Namun demikian, UU No. 26 tahun 2007 telah mengamanatkan bahwa RTRW menjadi pedoman dalam penyusunan RPJPD maupun RPJMD. Dengan demikian, dalam proses pilkada harus ditegaskan bahwa dalam merumuskan visi, misi, dan program, calon kepala daerah harus mengacu pada RPJPD maupun RTRW yang ada. Penegasan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara: - Bappeda sebagai institusi dengan fungsi perencana melakukan sosialisasi dan diskusi tentang RTRW dan RPJPD kepada semua bakal calon KDH sebelum mereka merumuskan visi, misi, programnya untuk kampanye. Bila visi-misi-program bakal calon KDH tidak sesuai dengan RPJPD dan RTRW, maka dikembalikan untuk direvisi. 44

51 - RTRW dan RPJPD disosialisasikan kepada masyarakat dengan menggunakan caracara yang mudah diakses dan dipahami oleh masyarakat sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat. Diharapkan dengan memahami muatan RTRW dan RPJPD, masyarakat dapat menilai kampanye calon KHD secara lebih obyektif pada saat Pilkada. Melalui penerapan langkah-langkah tersebut diharapkan integrasi RTRW dan RPJMD dapat terlaksana, sehingga konsistensi perencanaan jangka panjang (RTRW) ke jangka menengah (RPJMD) dapat terjaga, dan program 5 tahunan dalam RPJMD tetap selaras dengan RTRW. Gambar 4.3 Konsistensi Perencanaan Jangka Panjang ke Perencanaan Jangka Menengah Perencanaan Jangka Panjang Perencanaan Jangka Menengah RTRW Provinsi Visi, Misi, Program KDH RPJPD Provinsi Penyusunan RPJMD Apablia menilik sistem perencanaan yang dilakukan pada beberapa negara lain di dunia (Uni Eropa), maka sistem perencanaan yang ada di Indonesia ini dipengaruhi oleh sistem yang ada di Negara Belanda. Dimana pendekatan yang diacu merupakan pendekatan comprehensive-integrated. Implementasi pendekatan ini terindikasikan dari adanya sistem perencanaan yang bersifat kaku (rigid), terhierarki, serta memiliki fokus perencanaan yang terkesan terpisah antara fokus pengembangan ekonomi lokal dan fokus pengaturan ruang. Hal ini terlihat jelas dari pelaksanaan penyusunan antara perencanaan pembangunan (RPJP dan RPJM) dengan perencanaan tata ruang (RTR) yang dilakukan secara paralel dan terhierarki dari tingkat nasional, provinsi, sampai kabupaten/kota. Sistem perencanaan yang dianut oleh Indonesia ini disesuaikan dengan karakter pemerintahan Indonesia yang bersifat demokrasi pancasila serta kondisi global yang ada saat ini, dimana Indonesia berupaya mengadopsi sistem pasar bebas, tetapi tetap terkontrol oleh Pemerintah Pusat. Namun, diakui bahwa dalam prakteknya sistem perencanaan yang diterapkan ini tidak diikuti dengan sistem pemerintahan yang ajeg dan baik, sehingga kemudian dalam prakteknya banyak ditemui ketidaksesuaian 45

52 antara rencana dan implementasi pembangunan. Upaya perumusan kondisi sistem perencanaan yang ideal di Indonesia bukanlah hal yang mudah, karena kita tidak dapat serta merta mengadopsi sistem perencanaan dari negara lain. Upaya pengadopsian suatu sistem perencanaan sangatlah dipengaruhi oleh karakteristik suatu negara. Namun demikian, dari pembahasan-pembahasan sebelumnya, dapat diperoleh gambaran keterkaitan dokumen-dokumen perencanaan daerah, yaitu antara rencana pembangunan (khususnya RPJPD dan RPJMD) dan rencana tata ruang (RTRW) yang mendekati kondisi ideal, sebagai berikut: 1. Periode perencanaan Akan ideal apabila semua dokumen perencanaan daerah memiliki periode perencanaan yang sama sesuai dengan hierarkinya. Idealnya, RPJPD dan RTRW (juga berbagai rencana induk sektor) yang merupakan dokumen perencanaan daerah jangka panjang memiliki periode perencanaan yang sama, misalnya Kemudian RPJMD (dan Renstra SKPD), sebagai dokumen perencanaan jangka menengah daerah yang mengoperasionalkan dokumen perencanaan jangka panjang tersebut dan menjembataninya menjadi acuan implementasi dalam perencanaan tahunan, memiliki periode yang sama dengan periodisasi waktu/pentahapan dalam dokumen perencanaan jangka panjang tersebut. Dalam kenyataannya hal ini tidak terjadi. Walau untuk RPJPD diatur bahwa periodenya harus sama dengan RPJPN, yaitu , tidak ada pengaturan untuk periode RTRW. Demikian juga, periode RPJMD lebih dipengaruhi oleh pelaksanaan Pilkada yang dapat berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Terkait dengan hal-hal tersebut, adanya rencana pelaksanaan Pilkada serentak di seluruh Indonesia dapat dijadikan momentum untuk melakukan penyesuaian periode waktu perencanaan dari berbagai dokumen perencanaan daerah tersebut dari tingkat nasional sampai kabupaten/kota, dan dari perencanaan jangka panjang ke perencanaan jangka menengah. 2. Prosedur penyusunan Idealnya RTRW dan RPJPD sudah diintegrasikan sejak saat penyusunannya, yaitu dengan mengembangkan prosedur penyusunan yang parallel antara RTRW dan RPJPD. Sebagai contoh lihat kembali gambar 2.1 dan 2.2 pada Bab 2 di atas. Dengan prosedur penyusunan yang terintegrasi dan paralel diharapkan muatan dalam RPJPD dan RTRW dapat saling melengkapi, terkait, terintegrasi, dan sinkron. Dalam hal ini, RTRW dapat menjadi muatan spasial dari RPJPD. Ke depannya dapat dipertimbangkan apa kelebihan masing-masing: apakah RPJPD dan RTRW tetap menjadi 2 dokumen dengan proses penyusunan yang diintegrasikan atau RPJPD dan RTRW digabung menjadi 1 dokumen perencanaan jangka panjang daerah yang 46

53 memuat grand design pengembangan daerah dan dijabarkan ke dalam rencana pembangunan maupun spasial. 3. Muatan Saat ini muatan RPJPD dan RTRW tidak setara. RPJPD lebih bersifat arah kebijakan strategis, sementara RTRW mengatur sampai indikasi program utama selama 20 tahun, dengan 5 tahun pertama terinci setiap tahun. Dengan sifatnya yang rinci, muatan RTRW menjadi lebih mudah (dan rigid) untuk dioperasionalkan ke dalam RPJMD sesuai dengan periode waktu pelaksanaannya. Pertanyaan yang muncul adalah harus seberapa detil sebenarnya muatan perencanaan yang diatur dalam RTRW? Apakah tingkat kedetilan muatan perencanaan dalam RTRW tersebut harus sama dari tingkat nasional sampai dengan tingkat kabupaten/kota? Bagaimana seharusnya kesetaraan muatan antara RPJPD dan RTRW (bila tetap menjadi 2 dokumen terpisah) dan kedetilan arahan dalam RTRW (dan RPJPD) sebagai acuan penyusunan RPJMD? 4. Legalitas Dari sisi legalitas, RPJPD, RPJMD, dan RTRW memiliki kekuatan hukum yang setara yaitu ditetapkan dengan Peraturan Daerah, walaupun proses penetapan Perdanya melalui prosedur yang berbeda. RTRW harus melalui proses persetujuan substansi dalam forum BKPRN. Selain itu evaluasi Raperda RTRW Kabupaten/Kota saat ini juga harus melalui proses konsultasi dengan Menteri Dalam Negeri yang kemudian berkoordinasi dengan Menteri yang menangani bidang tata ruang (Menteri Agraria dan Tata Ruang). Sementara tidak demikian halnya dengan proses evaluasi Raperda RPJMD. Hal yang perlu ditekankan di sini adalah, walau RPJPD, RPJMD, dan RTRW samasama ditetapkan dengan Peraturan Daerah, tetapi karena RPJPD dan RTRW merupakan dokumen perencanaan jangka panjang dengan periode waktu perencanaan 20 tahun, maka kedua dokumen tersebut memiliki hierarki lebih tinggi daripada RPJMD, dan penyusunan RPJMD harus mengacu pada kedua dokumen tersebut. Dengan demikian, bila terjadi perubahan pada dokumen RTRW yang telah Perda (dan menjadi acuan dalam penyusunan RPJMD), maka dokumen RPJMD juga harus disesuaikan kembali dengan perubahan yang ada dalam RTRW, apabila perubahan tersebut terjadi pada jangka waktu periode RPJMD yang berlaku. 5. Nomenklatur RPJPD, RPJMD, dan RTRW sama-sama merupakan dokumen perencanaan daerah yang seharusnya saling melengkapi, terintegrasi, dan sinkron satu dengan lainnya. 47

54 Atas dasar itu, seharusnya muatan dalam dokumen-dokumen tersebut menggunakan nomenklatur yang sama dan setara. 4.2 Integrasi antara RTRW dan RPJMD Berdasarkan analisis secara komprehensif dari hasil kunjungan lapangan dan tinjauan literasi, dapat diidentifikasi bahwa integrasi antara RTRW dan RPJMD dapat dilakukan melalui 5 (lima) langkah, yaitu (1) integrasi proses/dokumen, (2) legalitas RTRW; (3) periodisasi waktu, (4) integrasi muatan; serta (5) pemahaman nomenklatur. Sehubungan dengan itu, berikut ini dijabarkan pedoman integrasi RTRW dan RPJMD berdasarkan kelima langkah tersebut di atas Integrasi Proses/Dokumen Proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah diatur dalam: - UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; - PP No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; dan - Permendagri No. 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan PP No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, khususnya dalam Lampiran III tentang Tahapan dan Tata Cara Penyusunan RPJMD. Penyusunan RPJMD dilakukan melalui proses berikut ini (lihat Gambar 4.4): a. Penyusunan rancangan awal RPJMD oleh Bappeda sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah; b. Penyusunan rancangan RPJMD: Bappeda menyempurnakan rancangan awal RPJMD menjadi rancangan RPJMD dengan menggunakan rancangan Renstra- SKPD sebagai masukan; c. Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah: Musrenbang dilaksanakan untuk membahas rancangan RPJMD; d. Penyusunan rancangan akhir RPJMD: Bappeda merumuskan rancangan akhir RPJMD berdasarkan hasil Musrenbang; e. Penetapan peraturan daerah tentang RPJMD. Keseluruhan proses tersebut harus terlaksana maksimal dalam waktu 6 (enam) bulan setelah Kepala Daerah terpilih dilantik, yaitu dengan penetapan Perda RPJMD (PP No. 8 tahun 2008 pasal 15 ayat 2). Sementara rancangan awal RPJMD baru dapat disusun oleh Bappeda setelah Kepala Daerah terpilih. Berdasarkan hasil diskusi dengan 48

55 Daerah terlihat bahwa umumnya Bappeda menyiasati waktu yang terbatas tersebut dengan terlebih dulu membuat draft 0 RPJMD sebagai bagian dari pendekatan teknokratik 1. Setelah Kepala Daerah terpilih, Bappeda memperbaiki draft 0 RPJMD hasil kajian teknokratik tersebut dengan menjabarkannya sesuai dengan visi, misi, dan program Kepala Daerah terpilih. Sehubungan dengan itu, maka proses integrasi RTRW dan RPJMD sudah dimulai pada saat Bappeda menyusun draft 0 RPJMD, di mana RTRW menjadi acuan, dan dimantapkan kembali dalam penyusunan Rancangan Awal RPJMD yang sudah memuat visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih. RTRW juga menjadi acuan dalam penyusunan Renstra SKPD, yang dimulai dengan penyusunan Rancangan Renstra SKPD. Lihat Gambar 4.4. Gambar 4.4 Integrasi Proses/Dokumen RTRW dan RPJMD RTRW Provinsi Visi, Misi, Program KDH Rancangan Awal Renstra SKPD Penyusunan draft 0 RPJMD Penyusunan Rancangan Awal RPJMD Penyusunan Rancangan RPJMD Musrenbang RPJMD Penyusunan Rancangan Akhir RPJMD Draft 0 RPJMD Rancangan Awal RPJMD Rancangan RPJMD Naskah Kesepakatan Musrenbang RPJMD Rancangan Akhir RPJMD PERDA tentang RPJMD Legalitas RTRW Pada prinsipnya, penyusunan suatu dokumen perencanaan tidak terlepas dari acuan legalitas hukum dokumen terkait lainnya. Sebagai suatu dokumen perencanaan yang memiliki jangka waktu 20 tahun, RTRW idealnya menjadi acuan bagi penyusunan RPJMD yang berjangka waktu 5 tahunan. Berdasarkan PP No. 8 Tahun 2008 dan 1 Seperti diketahui, terdapat 5 (lima) pendekatan dalam proses perencanaan pembangunan daerah, yaitu pendekatan (1) politik; (2) teknokratik; (3) partisipatif; (4) atas-bawah (top-down); dan (5) bawah-atas (bottom-up). Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu, yaitu Bappeda. 49

56 Permendagri No. 54 Tahun 2010, pengintegrasian RTRW dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Daerah (RPJPD dan RPJMD) sudah mulai dilakukan pada saat penyusunan rancangan awal dokumen rencana pembangunan tersebut. Mengingat bahwa dokumen rencana tata ruang (RTRW) maupun dokumen rencana pembangunan (RPJPD dan RPJMD) merupakan suatu dokumen rencana yang harus dilegalkan menjadi suatu produk hukum (Perda), maka proses integrasi antar kedua jenis dokumen rencana tersebut akan terkait dengan status legalitas hukum dari masing-masing dokumen. Idealnya, dokumen RTRW yang dijadikan acuan dalam penyusunan dokumen RPJMD adalah dokumen yang telah memiliki legalitas secara hukum, yaitu telah menjadi Perda. Namun, pada kenyataannya upaya legalisasi RTRW menjadi Perda membutuhkan prosedur yang berjenjang serta waktu yang lama. Menurut Permen PU No. 15, 16, 17/PRT/M/2009, jangka waktu penyusunan RTRW berkisar antara 8-18 bulan, tegantung pada kondisi masing-masing daerah. Jangka waktu tersebut hanya untuk proses penyusunan RTRW, tidak termasuk proses penetapannya menjadi peraturan daerah. Secara keseluruhan, proses perumusan Perda RTRW yang panjang ini dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut. Gambar 4.5 Prosedur Penetapan Perda RTRW Prosedur penetapan Perda RTRW (Gambar 4.5) mengindikasikan adanya 3 kategori kondisi status kekuatan hukum RTRW, yaitu: (1) RTRW berkekuatan hukum tetap (Perda), (2) RTRW yang belum Perda namun telah mendapat persetujuan substansi di forum BKPRN, (3) RTRW yang belum mendapat persetujuan substansi, namun telah diajukan Gubernur ke forum BKPRN. Berdasarkan gambaran kondisi status kekuatan 50

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Disampaikan pada Rakor BKPRD Provinsi Jawa Tengah Tahun

Lebih terperinci

SINKRONISASI DAN HARMONISASI PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH

SINKRONISASI DAN HARMONISASI PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH SINKRONISASI DAN HARMONISASI PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH Ir. Diah Indrajati, M.Sc Plt. Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Disampaikan dalam acara: Rapat Koordinasi Teknis Pembangunan Tahun 2017

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA I-0 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG Oleh : Deddy Koespramoedyo, MSc. Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas I. Pendahuluan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar perencanaan pembangunan daerah senantiasa

Lebih terperinci

Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Jangka Panjang dan Menengah) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang 2016

Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Jangka Panjang dan Menengah) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang 2016 Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Jangka Panjang dan Menengah) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang 2016 Definisi Perencanaan adalah menentukan tindakan masa depan melalui uruta

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI

Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI Modul PENGENDALIAN DAN EVALUASI BAGAN ALIR TAHAPAN DAN TATACARA PENYUSUNAN RPJPD dan PELAPORAN 1. Laporan Pra-Pelingkupan 3. Laporan Draf Akhir Persiapan Penyusunan RPJPD 0 2. Laporan Pelingkupan 4. Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan tahunan Pemerintah Daerah, yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan merupakan tahapan awal dalam proses pembangunan sebelum diimplementasikan. Pentingnya perencanaan karena untuk menyesuaikan tujuan yang ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, selaras,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 260 menyebutkan bahwa Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah

Lebih terperinci

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23

Lebih terperinci

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1

RKPD Tahun 2015 Pendahuluan I -1 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1 1.1. Latar Belakang RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Mandailing Natal yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan. RPJMD Kabupaten Mandailing Natal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA BAB I PENDAHULUAN PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perwujudan dari perencanaan pembangunan tahunan diwajibkan daerah untuk menyusun dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2013-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan bagian dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), seperti tercantum dalam Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAEAH KOTA BINJAI TAHUN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAEAH KOTA BINJAI TAHUN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan Daerah pada dasarnya harus selaras dengan tujuan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional secara exsplisit dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Proses penyusunan dan penetapan Renstra SKPD tersebut dilaksanakan dengan mengacu pada mekanisme perencanaan

1.1. Latar Belakang. Proses penyusunan dan penetapan Renstra SKPD tersebut dilaksanakan dengan mengacu pada mekanisme perencanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta perangkat

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN -1- Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Tanggal : 09 Desember 2010 Nomor : 12 Tahun 2010 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SINKRONISASI PENANGANAN KAWASAN KUMUH DALAM DOKUMEN RPJMN DAN RPJMD

KEBIJAKAN SINKRONISASI PENANGANAN KAWASAN KUMUH DALAM DOKUMEN RPJMN DAN RPJMD KEBIJAKAN SINKRONISASI PENANGANAN KAWASAN KUMUH DALAM DOKUMEN RPJMN DAN RPJMD A. DAMENTA Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan II Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah OUTLINE 1 2 SINKRONISASI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.1312, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Raperda tentang RPJP Daerah dan RPJM Daerah serta Perubahan RPJP

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lamongan tahun 2005-2025 adalah dokumen perencanaan yang substansinya memuat visi, misi, dan arah pembangunan

Lebih terperinci

R K P D TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

R K P D TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah mengamanatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan pembangunan perlu disusun beberapa dokumen yang dijadikan pedoman pelaksanaan sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

Rencana Strategis (Renstra) Bappeda Kabupaten Lahat Tahun BAB I PENDAHULUAN

Rencana Strategis (Renstra) Bappeda Kabupaten Lahat Tahun BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perencanaan merupakan suatu proses berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu

Lebih terperinci

Evaluasi Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Reforma Agraria untuk Input Penyusunan RPJMN

Evaluasi Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Reforma Agraria untuk Input Penyusunan RPJMN Evaluasi Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Reforma Agraria untuk Input Penyusunan RPJMN 2015-2019 Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan 2013 i Penyusun Rekomendasi Kebijakan Pengarah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 merupakan dokumen perencanaan daerah tahun keempat RPJMD Kabupaten Tebo tahun 2011 2016, dalam rangka mendukung Menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang Undang No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

Lebih terperinci

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1 Lampiran : Peraturan Bupati OKU Selatan Nomor : Tahun 2015 Tentang : Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses Perencanaan merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan pembangunan, dimana hasil dari proses perencanaan ini dapat dijadikan sebagai penentu arah dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bahwa untuk menjamin pembangunan dilaksanakan secara sistematis, terarah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat melalui serangkaian pilihan pilihan, dan juga merupakan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. tepat melalui serangkaian pilihan pilihan, dan juga merupakan proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui serangkaian pilihan pilihan, dan juga merupakan proses yang berkelanjutan termasuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

TAHAPAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD)/OPD

TAHAPAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD)/OPD If You Fail to Plan, You Plan to Fail TAHAPAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD)/OPD Oleh : WALUYO,Drs,. S.Sos,. M.Si Disampaikan Dalam Rangka Bintek Penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota Tanjungbalai telah melaksanakan Pemilukada pada tahun 2015 dan hasilnya telah terpilih pasangan M. Syahrial, SH, MH dan Drs.H. Ismail sebagai Walikota dan Wakil

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan

BAB I. PENDAHULUAN. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH NO. 07 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 2013-2018 JL. RAYA DRINGU 901 PROBOLINGGO SAMBUTAN

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2014-2019 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 462/KEP/GUB/BAPPEDA-2/2012 TANGGAL : 13 JULI 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 462/KEP/GUB/BAPPEDA-2/2012 TANGGAL : 13 JULI 2012 LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 462/KEP/GUB/BAPPEDA-2/2012 TANGGAL : 13 JULI 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KOTA PARIAMAN TAHUN 2014

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KOTA PARIAMAN TAHUN 2014 LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR : 18 TANGGAL : 20 MEI 2014 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KOTA PARIAMAN TAHUN 2015 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KOTA PARIAMAN TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Pandeglang Tahun 2016-2021 disusun dengan maksud menyediakan dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN N BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 3.a TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PERENCANAAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mendukung LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTABARU NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2016-2021 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang P erencanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, pemerintah daerah memerlukan perencanaan mulai dari perencanaan jangka panjang, jangka menengah hingga perencanaan jangka pendek

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016

PEMUTAKHIRAN SSK LAMPUNG TIMUR Tahun 2016 Created on 10/3/2016 at 9:8:38 Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk memenuhi target pembangunan sektor sanitasi, yang meliputi pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan, dan

Lebih terperinci

Pemerintah Kota Bengkulu BAB 1 PENDAHULUAN

Pemerintah Kota Bengkulu BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan nasional adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang

Lebih terperinci

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA.

SURAKARTA KOTA BUDAYA, MANDIRI, MAJU, DAN SEJAHTERA. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengamanatkan kepada

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal. I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal. I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam mendukung pencapaian target kinerja pembangunan daerah. Untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I Pemerintah Provinsi Banten PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perencanaan merupakan suatu proses pengambilan keputusan untuk menentukan tindakan masa depan secara tepat dari sejumlah pilihan, dengan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA BANJARMASIN TAHUN 2011 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS SESI PANEL MENTERI - RAKERNAS BKPRN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Jakarta, 5 November 2015 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RPJMD PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE TAHUN

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RPJMD PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE TAHUN KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RPJMD PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE TAHUN 2017-2022 Jakarta, 27 Desember 2017 Arti Penting Forum Musrenbang RPJMD Lapangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan,

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang disingkat RPJMD sebagaimana amanat Pasal 264 ayat (1) Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah menjadi satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional yang dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN Perencanaan pembangunan daerah adalah proses penyusunan tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2002 merupakan tahun awal lahirnya Kabupaten Gayo Lues sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional terdiri atas perencanaan pembangunan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Blitar 2005-2025

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Blitar 2005-2025 BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Di era otonomi daerah, salah satu prasyarat penting yang harus dimiliki dan disiapkan setiap daerah adalah perencanaan pembangunan. Per definisi, perencanaan sesungguhnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam rangka mengaktualisasikan otonomi daerah, memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, Pemerintah Kabupaten Boyolali mempunyai komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN R encana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahun. RPJMD memuat visi, misi, dan program pembangunan dari Bupati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja pembangunan daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENSTRA SKPD ) TAHUN ANGGARAN

RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENSTRA SKPD ) TAHUN ANGGARAN RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENSTRA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2010-2015 DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN MUSI RAWAS KATA PENGANTAR B erdasarkan Pasal 5 Ayat 2 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan secara terarah, terpadu, dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 BAB 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan otonomi daerah telah berlangsung. dasawarsa sejak pemberlakuan otonomi daerah di tahun 1999.

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan otonomi daerah telah berlangsung. dasawarsa sejak pemberlakuan otonomi daerah di tahun 1999. LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KAB. TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RPJMD KAB. TEMANGGUNG TAHUN 2013-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desentralisasi pemerintahan di Indonesia yang ditandai dengan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi ke-32 yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002 tanggal 24 September 2002. Secara de jure Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Pembaharuan tata kelola pemerintahan, termasuk yang berlangsung di daerah telah membawa perubahan dalam berbagai dimensi, baik struktural maupun kultural. Dalam hal penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci