ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999
|
|
- Hendra Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ASPEK TEKNIS PEMBATASAN WILAYAH LAUT DALAM UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 Danar Guruh Pratomo Program Studi Teknik Geodesi, FTSP-ITS Abstrak Lahirnya UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daeah telah membawa harapan baru bagi daerah dalam pembangunan ekonomi. Sumberdaya kelautan menjadi andalan utama dalam melakukan pemulihan ekonomi yang diakibatkan oleh krisis ekonomi tahun Optimalisasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut akan mengakibatkan konflik penggunaan ruang karena belum adanya aturan yang jelas tentang penataan ruang di kawasan pesisir. Mengingat nilai penting dari suatu wilayah bagi suatu pemerintah daerah (propinsi, kabupaten maupun kota), maka tata nilai batas menjadi hal yang sangat penting tidak hanya bagi daerah yang bersangkutan tetapi juga bagi daerahdaerah yang berbatasan. Oleh sebab itu diperlukan suatu pendefinisian batas yang jelas dan tepat mengenai batas suatu daerah, agar tidak menimbulkan konflik di masa mendatang. Kata kunci: batas laut, Undang-Undang 22 tahun 99,Aspek Teknis 1. Pendahuluan Menurut Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, wilayah daerah propinsi terdiri dari wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan (Pasal 3 UU No.22/1999), dan kewenangan daerah di wilayah laut meliputi; eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat (Pasal 10 ayat 2 UU No.22/1999). Kewenangan Pemerintah Daerah menurut UU No.22 tahun 1999 mencakup seluruh bidang pemerintah kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain. Kewenangan di bidang lain meliputi kebijaksanaan tentang perencanaan nasional dan pengendalian secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi standarisasi nasional (Pasal 7 UU No. 22 tahun 1999). Sedangkan kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya seperti : 145
2 Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro. Pelatihan bidang tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi. Pengelolaan pelabuhan regional. Pengendalian lingkungan hidup Promosi dagang, pariwisata/budaya. Penanganan penyakit menular hama tanaman. Perencanaan tata ruang propinsi (Kumpulan Makalah Integrated Coastal Zone Planning and Management, PKSPL- IPB. 2001). 2. Pendefinisian Batas Laut Menurut Undang-Undang No.22/1999 Lahirnya UU No.22/1999 telah membawa harapan baru bagi daerah dalam pembangunan ekonomi. Sumberdaya kelautan menjadi andalan utama dalam melakukan pemulihan ekonomi yang diakibatkan oleh krisis ekonomi tahun Optimalisasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut akan mengakibatkan konflik penggunaan ruang karena belum adanya aturan yang jelas tentang penataan ruang di kawasan pesisir. Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di setiap daerah akan menjadi sasaran untuk berbagai kepentingan terutama untuk kepentingan bisnis. Konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan modern sering terjadi. Dalam penjelasan Pasal 10 ayat 2 No.22 tahun 1999 dikemukakan bahwa khusus untuk penangkapan ikan tradisional tidak dibatasi wilayah laut. Pengembangan perikanan propinsi dan daerah kota/kabupaten sulit dibatasi oleh wilayah 12 mil laut dari garis pantai. Penggunaan tipe dan jenis teknologi penangkapan ikan yang berlaku di beberapa daerah sudah melampaui 12 mil tersebut, bahkan nelayan lokal sudah mampu untuk menangkap ikan di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, seperti, nelayan dari Pantai Utara Jawa Tengah yang menangkap ikan hingga zona ekonomi eksklusif Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Kondisi suatu wilayah terutama wilayah pesisir dari Kabupaten/Kota tidak sama, ada daerah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang melimpah, sebaliknya ada daerah yang mempunyai sumber daya alam yang terbatas. Adanya sifat nelayan yang suka berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain, dan sifat sumber daya ikan yang berpindah melintasi batas-batas wilayah, serta sifat penangkapan ikan yang mengejar atau berburu, maka pengembangan perikanan didalam batas-batas laut yang menjadi wewenang daerah akan sulit dilaksanakan sebab hal ini membutuhkan perencanaan dan pengawasan untuk menghindari penggunaan wilayah oleh nelayan. Mengingat nilai penting dari suatu wilayah bagi suatu pemerintah daerah (propinsi, kabupaten maupun kota), maka tata nilai batas menjadi hal yang sangat penting tidak hanya bagi daerah yang bersangkutan tetapi juga bagi daerah-daerah yang berbatasan. Oleh sebab itu diperlukan suatu pendefinisian batas yang jelas dan tepat, agar tidak menimbulkan konflik di masa mendatang. Penentuan batas daerah di darat maupun laut akan melibatkan aspek-aspek teknis dan nonteknis. Penentuan batas pada prinsipnya adalah suatu aplikasi dari penentuan posisi. Penentuan batas ini akan melibatkan aspek-aspek teknis 146
3 dan non-teknis. Disamping itu implikasinya juga bersifat multi-dimensi, tidak hanya administratif tapi juga ekonomis, yuridis, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Secara teknis, penentuan batas suatu wilayah pada prinsipnya terdiri atas dua kegiatan utama yaitu pendefinisian batas dan perekonstruksiannya di lapangan. Perlu dicatat di sini bahwa karena kurangnya obyek-obyek alam yang dapat dijadikan sebagai acuan dan penampakan bentang alam yang relatif serupa, penentuan batas wilayah di laut akan relatif lebih sulit dibandingkan dengan penetapan batas di darat. [Hadwi Soendjojo, 2001] Menurut pasal 3 UU No. 22 Th. 1999, bahwa wilayah laut suatu propinsi adalah sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Dengan demikian garis pantai yang diacu harus didefinisikan dan dispesifikasikan secara jelas. Disamping itu perlu diperjelas apakah bentuk garis batas luar di laut akan persis sama dengan bentuk garis pantai, atau apakah bentuk garis pantai akan didekati dengan rangkaian sejumlah garis baseline sepanjang pantai. Garis Pangkal () 3. Aspek Teknis Pembatasan Wilayah Laut Dalam Undang Undang No. 22 Tahun 1999 a. Garis Pantai Dalam UU no. 22 tahun 1999 Pasal 3, jo. Pasal 10 ( 3 ) dinyatakan : Wilayah Daerah Propinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan / atau ke arah perairan kepulauan. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Kota adalah sejauh sepertiga dari batas wilayah laut Daerah Propinsi. Sehingga penting sekali arti fisis garis pantai bagi pendefinisian suatu batas di laut Indonesia Garis pantai berdasarkan IHO Hydrographic Dictionary (1970) adalah garis pertemuan antara pantai (daratan) dan air (lautan). Walaupun secara periodik permukaan laut selalu berubah, suatu tinggi muka laut tertentu yang tetap dan dapat ditentukan, harus dipilih untuk menjelaskan posisi garis pantai. Pada peta laut biasanya digunakan garis air tinggi (high water line) sebagai garis pantai. Hal ini berbeda sekali dengan garis pangkal dimana yang digunakan adalah garis air rendah (low water line). Muka Laut Rata-rata Garis Pantai (Garis AirTinggi) Gambar 1 : Kedudukan Garis Pantai dan Garis Pangkal Walaupun secara teoritis, garis pantai diambil dari kedudukan garis air tinggi, pada kenyataannya, penentuan garis pantai di lapangan akan menghadapi berbagai kendala, baik yang berkaitan dengan karakteristik pantai maupun teknik-teknik penentuannya. Contoh dari karakteristik pantai berdasarkan unsur pembentuknya, antara lain : Pantai Lumpur Pantai Pasir Pantai Batu/Batu Kersik/Batu Besar Pantai Karang/Karang Terjal 147
4 Pantai Curam Pantai Pepohonan Pantai Rerumputan Pantai Buatan Jika garis pantai yang dimaksud dalam UU No. 22 Tahun 1999 merupakan garis air rendah, maka secara teknis harus dijelaskan juga garis air rendah (low water line) mana yang dipilih. Apakah garis air rendah yang akan dipakai sama dengan muka surutan (chart datum) yang digunakan pada peta-peta navigasi laut yang selama ini dipublikasikan oleh Dinas Hidrografi-Oseanografi (Dishidros) TNI-AL, hingga saat ini belum ada penjelasan tentang hal tersebut. Di tingkat internasional saat ini telah banyak digunakan LAT (Lowest Astronomical Chart) sebagai garis air rendah untuk penarikan batas wilayah laut (garis pangkal). LAT diartikan sebagai permukaan laut terendah yang dapat diprediksi terjadi di bawah kondisi meteorologis rata-rata dan di bawah kondisi berbagai kombinasi astronomis (AHO, 2000). Untuk keperluan ini diperlukan data pasut paling tidak selama satu tahun. Dalam kaitannya dengan penentuan garis pantai, terlepas dari datum pasut mana yang akan dipakai, kegiatan-kegiatan berikut harus dilakukan di lapangan, yaitu : Pemasangan pilar referensi Pengukuran titik kerangka dasar Survei batimetrik dan topografi pantai Pengamatan pasut Kegiatan selanjutnya berupa penggambaran garis pantai yang dilakukan di atas suatu bidang peta, dimana hal-hal yang berkaitan dengan sistem proyeksi peta, skala, serta datum yang akan digunakan, merupakan pertimbangan awal yang harus diputuskan. Untuk wilayah sekitar ekuator, sistem proyeksi Mercator dianggap paling tepat, juga dapat digunakan TM (Transverse Mercator) untuk peta-peta skala besar (IHO, 1993). Skala peta disarankan sama dengan yang dipakai untuk penataan ruang, yaitu 1 : untuk wilayah laut propinsi serta 1 : dan 1 : untuk wilayah laut kabupaten atau kota. Untuk datum horisontal sebaiknya digunakan World Geodetic System 1984 (WGS-84) sesuai rekomendasi konferensi GALOS (Geodetic Aspects of the Law Of the Sea). [Son Diamar, 2000] Di samping itu, beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dalam penentuan garis pantai: Persyaratan teknis penarikan garis pantai dari titik-titik pantai terluar, untuk kasus propinsi laut yang terdiri dari banyak pulau-pulau kecil. Panjang garis pantai lurus maksimal untuk penarikan batas wilayah laut. Cara penarikan garis pantai agar tidak menyimpang jauh dari konfigurasi umum topografi pantai. Cara penarikan garis pantai pada suatu instalasi yang secara permanen berada di atas permukaan laut (contoh : mercu suar) atau apabila elevasi surut terletak dalam wilayah laut. Cara penarikan garis pantai sedemikian rupa sehingga tidak memotong wilayah laut propinsi lain. b. Titik Pangkal Titik dasar/titik pangkal merupakan titik koordinat geodetik yang berada pada bagian terluar dari garis air rendah yang akan digunakan sebagai acuan dalam menentukan batas daerah di laut [Djunarsjah, 2000]. Dalam pengukuran jarak ke arah laut dari garis pantai untuk mendefinisikan batas daerah di laut, bila mengikuti alur garis pantai maka semakin banyak titik yang diukur koordinatnya sebagai acuan pengukuran. Oleh karena itu untuk efisiensi penentuan batas di wilayah laut, maka 148
5 dipilih titik-titik menonjol pada garis pantai sebagai titik dasar atau titik pangkal. Pada bentukan geografis yang dianggap mewakili bentuk geografis pada daerah wilayah perairan akan didapat tiga bentukan yang paling memungkinkan untuk didapatkan letak titiktitik dasar, yaitu : Pantai landai. Elevasi surut. Pantai Curam/terjal. [Badrun, 1999] Posisi titik pangkal ditentukan setelah peta batimetri suatu daerah diperoleh. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan posisi titik-titik pangkal tersebut adalah : a. Titik-titik pangkal harus terletak di bagian terluar dari daerah survei dengan memperhatikan letak daerah survei tersebut terhadap konfigurasi umum gugus kepulauan. b. Titik-titik pangkal harus dipilih pada garis air rendah atau garis nol kedalaman yang dipetakan. Bila kondisi pantai terjal dan dalam, dimana garis nol kedalaman tidak diperoleh, titik-titik pangkal dipilih pada garis pantai atau bibir tebing/garis air permukaan yang bersinggungan dengan daratan, atau dapat juga dipilih pada titiktitik referensi. c. Posisi titik-titik pangkal diinterpolasi dengan ketelitian koordinat sesuai ketelitian yang tergambar pada skala peta. d. Posisi titik-titik pangkal dapat dinyatakan dengan koordinat proyeksi (X,Y) atau koordinat geografi/geodetik (L,B). [Simbolon, 1997]. c. Garis Pangkal Konsep yang digunakan untuk penetapan batas laut di wilayah propinsi/kabupaten di Indonesia pada dasarnya sederhana, yaitu ketentuanketentuan yang ada dalam Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982 yang berlaku untuk negara pantai diterapkan untuk keperluan penetapan batas laut nasional. Ketentuan ini dapat digunakan karena sejak tahun 1985, Negara Republik Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut PBB, melalui UU No. 17 serta diperkuat dengan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Dengan demikian, ketentuan yang dibuat berkaitan dengan penetapan batas laut nasional, dipastikan tidak akan melanggar atau bertentangan dengan ketentuan PBB tersebut. Ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Konvensi Hukum Laut PBB yang dapat dijadikan pedoman penarikan batas laut wilayah kabupaten (dengan beberapa modifikasi) adalah : Penentuan batas laut pada dasarnya mengacu pada garis pangkal (dalam UU No. 22 Tahun 1999, disebut sebagai garis pantai). Penggunaan prinsip sama jarak dan keadilan untuk penarikan batas dengan daerah lain, baik dalam satu propinsi maupun berbeda propinsi. Garis pangkal untuk mengukur lebar laut wilayah kabupaten sejauh empat mil laut, harus dicantumkan dalam peta dengan skala yang memadai atau dalam bentuk koordinat geografis. Garis pangkal terdiri dari garis pangkal normal dan garis pangkal lurus. Garis pangkal normal (lihat Gambar 1) terlihat sebagai adalah garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana terlihat pada peta skala terbesar yang diakui resmi oleh negara. Untuk pulau yang mempunyai karangkarang di sekitarnya, maka garis pangkal terletak pada garis air rendah pada sisi karang ke arah laut yang ditunjukkan secara jelas pada peta laut yang resmi. 149
6 Garis pangkal lurus digunakan dimana garis pantai menjorok jauh ke dalam dan menikung ke dalam atau jika terdapat suatu deretan pulau sepanjang pantai di dekatnya (lihat Gambar 2). garis yang melintasi berbagai mulut tersebut. Garis Pangkal Lurus Luasan Setengah Lingkaran Teluk Gambar 4 : Pengertian Teluk Gambar 2 : Garis Pangkal Lurus Garis pangkal yang melintasi sungai adalah suatu garis lurus antara titik-titik pada garis air rendah kedua tepi sungai (lihat Gambar 3). Garis pangkal yang melintasi teluk adalah suatu garis lurus antara titik-titik pada garis air rendah pada pintu masuk alamiah suatu teluk yang panjangnya tidak melebihi 12 mil laut (lihat Gambar 5). Garis Penutup Teluk Garis Penutup Sungai Sungai Teluk Gambar 3 : Garis Penutup Sungai Suatu lengkungan pantai dianggap sebagai teluk, apabila luas teluk sama atau lebih luas dari luas setengah lingkaran yang mempunyai garis tengah melintasi mulut lekukan tersebut (lihat Gambar 4). Apabila lekukan mempunyai lebih dari satu mulut, maka setengah lingkaran dibuat pada suatu garis yang panjangnya sama dengan jumlah keseluruhan panjang Gambar 5 : Garis Penutup Teluk Apabila jarak antara garis air rendah melebihi 12 mil laut, maka suatu garis lurus yang panjangnya 12 mil laut ditarik dalam teluk tersebut, sehingga menutup suatu daerah perairan yang maksimum. Untuk garis pangkal yang melewati pelabuhan laut permanen, maka bagian terluar dari pelabuhan dianggap sebagai bagian integral dari pantai. 150
7 4. Penutup Otonomi daerah telah memberikan dampak yang positif pada suatu pemerintah daerah. Dengan adanya otonomi daerah ini pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk melaksanakan pembangunan daerahnya serta pemanfaatan sumber dayanya terutama sumber daya kelautan. Untuk itu pendefinisian batas laut yang jelas dan tepat sangat diperlukan. Dalam penentuan batas di laut melibatkan aspek teknis dan non teknis. Secara teknis, penentuan batas suatu wilayah terdiri atas dua kegiatan utama yaitu pendefinisian batas dan perekonstruksiannya di lapangan. Sebelum memberikan definisi dan merekonstruksi batas-batas tersebut terlebih dahulu harus didefinisikan titik atau pun garis dalam penarikan batas wilayah daerah dalam hal ini adalah batas wilayah laut. Daftar Pustaka Dahuri R, Rais J,Ginting SP, Sitepu MJ Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. Parenrengi S United Nation Covention on The Law of The Sea (UNCLOS 1982) dan Undang-Undang No.22 tahun Kumpulan Makalah Integrated Coastal Zone Planning and Management PKSPL- IPB. Soendjojo H Penentuan Batas Daerah dan Beberapa Aspek Permasalahannya : Makalah. Diamar S Kadaster Kelautan : Makalah disampaikan pada Forum URDI. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah 151
BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH
BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan
Lebih terperinciBAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut
BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH
BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciURGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)
URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura
BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura Seperti yang telah kita ketahui, permasalahan batas maritim untuk Indonesia dengan Singapura sudah pernah disinggung dan disepakati
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-undang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 61-1998 diubah: PP 37-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 72, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia
BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis terhadap Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Unsur yang ditampilkan pada Peta Laut Teritorial Indonesia, meliputi : unsur garis pantai, unsur garis pangkal, unsur
Lebih terperinciPENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com
PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si
ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat
Lebih terperinciPENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terbentang memanjang dari Sabang hingga Merauke dan dari Pulau Miangas di ujung Sulawesi Utara sampai ke Pulau Dana di selatan
Lebih terperinciANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,
Lebih terperinciPendekatan Aspek Hukum, Geomorfologi, dan Teknik Dalam Penentuan Batas Wilayah Laut Daerah
Pendekatan Aspek Hukum, Geomorfologi, dan Teknik Dalam Penentuan Batas Wilayah Laut Daerah Heryoso Setiyono, Ibnu Pratikto, Hariyadi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP Semarang Abstrak UU No 32
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH
BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH Dalam kegiatan penetapan dan penegasan batas (delimitasi) terdapat tiga mendasar, yaitu: pendefinisian, delineasi, dan demarkasi batas. Hubungan ketiganya
Lebih terperinciBAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT
BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT 2.1 Peta Laut Peta laut adalah representasi grafis dari permukaan bumi yang menggunakan simbol, skala, dan sistem proyeksi tertentu yang mengandung informasi serta menampilkan
Lebih terperinciBAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA
BAB III BATAS DAERAH DAN NEGARA III.1. Tujuan Penentuan Batas Wilayah negara baik itu darat maupun laut serta ruang diatasnya merupakan salah satu unsur utama dari suatu negara. Tujuan kegiatan penentuan
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA
BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA 3.1 Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Penyeleksian data untuk pemetaan Laut Teritorial dilakukan berdasarkan implementasi UNCLOS
Lebih terperinciAbstrak. Ria Widiastuty 1, Khomsin 1, Teguh Fayakun 2, Eko Artanto 2 1 Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111
Alternatif Peta Batas Laut Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 (Studi Kasus: Perbatasan Antara Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik) ALTERNATIF PETA BATAS LAUT DAERAH BERDASARKAN
Lebih terperinciBAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT
BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT Dalam penentuan batas laut, setiap negara pantai diberikan wewenang oleh PBB untuk menentukan batas lautnya masing-masing dengan menjalankan pedoman yang terkandung
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA Kementerian Kelautan dan Perikanan 2017 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut
BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut Ada dua peraturan yang dijadikan rujukan dalam penulisan Tugas Akhir ini, yaitu UU No.32 Tahun 2004 yang menerangkan tentang Pemerintahan Daerah
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIK
BAB II LANDASAN TEORITIK Penentuan posisi merupakan salah satu kegiatan untuk merealisasikan tujuan dari ilmu geodesi. Dan salah satu wujud penentuan posisi tersebut adalah penentuan posisi di laut yang
Lebih terperinciBAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK
BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah penetapan batas laut yang lebih tepatnya Zona Ekonomi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penentuan batas daerah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional
Lebih terperinciPenentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
G199 Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Rainhard S Simatupang 1), Khomsin 2) Jurusan
Lebih terperinciKonvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut PEMBUKAAN Negara-negara Peserta pada Konvensi ini, Didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan, dalam semangat saling pengertian dan kerjasama, semua
Lebih terperinciBAB III PENENTUAN GARIS BATAS MARITIM INDONESIA SINGAPURA PADA SEGMEN TIMUR MENGGUNAKAN PRINSIP EKUIDISTAN
BAB III PENENTUAN GARIS BATAS MARITIM INDONESIA SINGAPURA PADA SEGMEN TIMUR MENGGUNAKAN PRINSIP EKUIDISTAN Garis batas maritim antara Indonesia dengan Singapura sebelumnya telah disepakati khususnya pada
Lebih terperinciASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT
Aspek-aspek Geodetik... ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT Joko Hartadi Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta email: jokohartadi@upnyk.ac.id
Lebih terperinciBAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER
BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER III.1 Peta Dasar Peta yang digunakan untuk menentukan garis batas adalah peta
Lebih terperinciMENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara
A393 Pengaruh Perubahan UU 32/2004 Menjadi UU 23/2014 Terhadap Luas Wilayah Bagi Hasil Kelautan Terminal Teluk Lamong antara, dan Melisa Ayuningtyas, Khomsin Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH
BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH Dalam kajian penentuan batas kewenangan wilayah laut Provinsi Nusa Tenggara Barat menggunakan dua prinsip yaitu, pertama mengacu
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,
Lebih terperinciSPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA DI LAUT NATUNA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan bagian tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena laut merupakan perekat persatuan dari ribuan kepulauan nusantara yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara
Lebih terperinciStudi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL)
Studi Penentuan Batas Maritim Antara Dua Negara Berdasarkan Undang Undang yang Berlaku di Dua Negara yang Bersangkutan (Studi Kasus : NKRI dan RDTL) DIKA AYU SAFITRI 3507 100 026 Page 1 Latar Belakang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1252, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Wilayah Batas Daerah. Penegasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)
Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara pantai yang secara hukum internasional diakui sebagai negara kepulauan yang 80% wilayahnya adalah wilayah lautan (Patmasari dkk, 2008). Hal
Lebih terperinciPembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia
Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang bangsa Indonesia, Negara Republik
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting
Lebih terperinciBUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciNOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut adalah kumpulan air asin dan menyatu dengan samudera. Dari waktu ke waktu, terjadi perkembangan yang signifikan terhadap fungsi atau peranan laut. Adapun fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah merupakan awal pelaksanaan konsep otonomi daerah, sebagai wujud proses desentralisasi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi
Lebih terperinciI. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6
I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6 A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan Peta laut, Basepoint (Titik Pangkal), dan Baseline (Garis Pangkal) untuk delimiasi batas maritim. B.POKOK BAHASAN/SUB
Lebih terperinciAbstrak PENDAHULUAN.
PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH ANTARA PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI BALI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan
Lebih terperinci4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?
LAMPIRAN Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana kinerja aparat desa, terutama dari Sekretaris desa dan juga kaur yang berada dibawah pemerintahan bapak? 2. Bagaimana Hubungan kepala desa dengan BPD di Desa Pohan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah
Lebih terperinciBAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pekerjaan penetapan dan penegasan batas daerah di laut akan mencakup dua kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah. Era Otonomi Daerah ditafsirkan sebagai penambahan. pelayanan prima kepada masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan tuntutan reformasi telah terjadi perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan Pemerintah di Daerah, perubahan tersebut di antaranya dengan lahirnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta
Lebih terperinciHukum Laut Indonesia
Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Kartografi Kelautan
BAB II DASAR TEORI 2.1 Kartografi Kelautan Kartografi merupakan sebuah disiplin yang meliputi ilmu, teknik, dan seni dalam proses perancangan dan produksi peta. Seperti halnya kartografi pada umumnya,
Lebih terperinciBAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI
BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. hingga 11 15' LS, dan dari 94 45' BT hingga ' BT terletak di posisi
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landas Kontinen bagi Negara Kepulauan Wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia terbentang dari 6 08' LU hingga 11 15' LS, dan dari 94 45' BT hingga 141 05' BT terletak di posisi
Lebih terperinciMENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI
e FIAT JUSTITIA MS & PARTNERS LAW OFFICE NEWSLETTER 10 September 2016 www.msp-lawoffice.com MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI Kajian terhadap Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/
Lebih terperinciPUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1
ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-undang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB III PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA - FILIPINA DI LAUT SULAWESI. Tabel 3.1 Tahapan Penetapan Batas Laut
BAB III PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA - FILIPINA DI LAUT SULAWESI Kegiatan penetapan batas laut antara dua negara terdiri dari beberapa tahapan.kegiatan penetapan batas beserta dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciKajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra
Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra Aldea Noor Alina 3509 100 005 Dengan bimbingan Ir. Yuwono MS. Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciPENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN INDONESIA. Eka Djunarsjah dan Tangguh Dewantara. Departemen Teknik Geodesi FTSP ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132
PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN INDONESIA Eka Djunarsjah dan Tangguh Dewantara Departemen Teknik Geodesi FTSP ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 ABSTRAK Landas kontinen (continental shelf) merupakan salah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 6/1996, PERAIRAN INDONESIA *9315 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 6 TAHUN 1996 (6/1996) Tanggal: 8 AGUSTUS 1996 (JAKARTA) Sumber: LN. 1996/73;
Lebih terperinciPERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BAGI PENYELENGGARA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan dan kemajuan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.
161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan
Lebih terperinciKAJIAN DESENTRALISASI PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DAERAH. Oleh: Sri Hayati 1
KAJIAN DESENTRALISASI PENGELOLAAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DAERAH Oleh: Sri Hayati 1 PENDAHULUAN Sumber daya kelautan yang sangat potensial dan paling banyak terkait dengan hajat hidup rakyat adalah sektor
Lebih terperinciGambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]
ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT (Studi Kasus : Batas Maritim Indonesia dengan Negara Tetangga) Oleh : Ratih Destarina I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan yang berbatasan dengan sepuluh Negara
Lebih terperinciAlur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),
Lebih terperinciPenetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.
- 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. IV.1.1 Perbandingan Antara Peta Garis Dasar Normal dengan Peta Generalisasi Pemendagri 1/2006
BAB IV ANALISIS IV.1 Perbandingan Peta IV.1.1 Perbandingan Antara Peta Garis Dasar Normal dengan Peta Generalisasi Pemendagri 1/2006 Berikut ini ditampilkan perbandingan antara peta garis dasar normal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANJUNG PINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan dan kemajuan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinci