BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM. KUH Dagang Pasal ( ) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal ( )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM. KUH Dagang Pasal ( ) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal ( )"

Transkripsi

1 BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM KUH Dagang Pasal ( ) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal ( ) Asuransi jiwa adalah suatu bentuk asuransi paling penting untuk keluarga, yang jumlah ganti ruginya telah ditentukan oleh penanggung sesuai dengan kesepakatan dengan penanggung sesuai dengan kesepakatan dengan tertanggung ketika menutup asuransi, tanpa didasarkan pada kerugian tertentu. Untuk itu asuransi jiwa yang merupakan asuransi sejumlah uang, berupa pertanggungan dengan peserta berupa premi yang jumlahnya telah ditentukan oleh penanggung, yang harus dibayar oleh tertanggung berupa pertanggungan (premi verzekering). 1 Pada hakekatnya asuransi jiwa dibutuhkan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh kematian orang yang dipertanggungkan dengan menggunakan prinsip probabilitas, karena tidak mungkin memperkirakan kapan seseorang itu meninggal dunia, meskipun cepat atau lambat kematian itu akan terjadi. Dalam asuransi jiwa kepentingan tertanggung terhadap hidup atau matinya seseorang yang di pertangungkan di jadikan syarat bagi tertanggung untuk menerima jaminan asuransi dari penanggung akibat adanya kerugian finansial dari biaya pemakaman, yang lebih lanjut adanya kerugian karena Purwosucipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta:,Djambatan 1990 hlm. 30

2 31 hilangnya penghasilan (nafkah) dari almarhum untuk kelanjutan hidup keluarganya atau ahli waris yang ditinggalkanya. 2 Menurut Radik Purba, selain untuk menghindari kerugian yang diakibatkan oleh kematian, asuransi jiwa juga untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh adanya resiko hari tua yang mengakibatkan kekurangan maupun untuk memperoleh penghasilan yang akan menimbulkan kesulitan bagi diri dan keluarganya. Kesulitan ekonomi ini juga bisa disebabkan oleh kekurangmampuan seseorang karena merosotnya kondisi kesehatan atau cacat seumur hidup karena kecelakaan. 3 Untuk itu menurutnya hidup manusia itu mempunyai nilai ekonomis ( economic velue of human life) yang diukur kemampuannya dalam memperoleh penghasilan setiap berkala untuk penghidupan keluarganya. 4 Adapun kepentingan di dalam asuransi jiwa tidak bisa dinilai dengan uang karena tidak mungkin diadakan suatu penilaian terhadap jiwa seseorang. Hal ini bertentangan dengan pasal 268 KUH Dagang yang menyatakan kepentingan harus dapat dinilai dengan uang. Karena menurut Emmi Pangaribuan kepentingan ini merupakan syarat yang tidak diharuskan, karena di dalam asuransi jiwa selain adanya pihak tertanggung atau penanggung, ada kepentingan. Untuk itu asuransi jiwa merupakan pertanggungan yang sifatnya tidak merupakan pertanggungan. 5 2 Santanoe Kertonegoro, Asuransi Jiwa dan Pensiun, Jakarta: Agung S, 19991, hlm Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, PT. Pustaka Binama Pressindo,1995, hlm Ibid, hlm Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, 1990, hlm

3 32 KUH Dagang yang berlaku di Indonesia, termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi yaitu, dalam buku I Bab ke -9 dan 10 dan buku II Bab ke-9 dan 10 dengan perinciabn sebagi berikut : 1) Buku I Bab ke-9 mengatur asuransi kerugian pada umumnya (pasal ) 2) Buku I Bab ke-10 bagian pertama mengtur asuransi bahaya kebakaran pasal ( ), bagian ke dua mengatur asuransi bahaya yang mengancam hasil-hasil peertanian di sawah pasal ( ), dan bagian ke tiga mengatur asuransi jiwa pasal ( ) 3) Buku II Bab ke-9, bagian pertama mengatur asuransi pasal ( ), bagian kedua mengatur perkiraan barang-barang yang di asuransikan, pasal ( ), bagian ke empat mengatur hak dan kewajiban dalam suransi pasal ( ), bagian ke lima mengatur Abandon (melepaskan hak milik atas barang yang di asuransikan) pasal ( ) dan baian keenam mengtur kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut pasal ( ) 4) Buku II Bab ke-10 tentang asuransi bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai pasal ( ) 6 Masih juga terdapat jenis-jenis asuransi di dalam praktek yang tak di atur di dalam KUH Dagang itu misalnya, asuransi pencurian dan pembongkaran, 6 Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, dari soal lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah, Jakrta. Mizan, Cet. Ke-III, 1995, hlm

4 33 asuransi kerugian perusahaan; asuransi kecelakaan; asuransi atas pertanggung jawab seseorang atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atau orang, bahwasannya; asuransi kredit (maksudnya menanggung kerugian kerugian yang timbul atau diderita berhubung debitur tidak dapat mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank) asuransi wajib kecelakaan penumpang (UU No. 33/1964). 7 Dalam WvK : 1. Buku I, Bab IX : Asuransi pada umumnya. 2. Buku I, Bab X : asuransi kebakaran, Asuransi Pertanian dan Asuransi Jiwa. 3. Buku II, Bab IX : Asuransi Laut, Asuransi Bahaya Perbudakan. 4. Buku II, Bab X : Asuransi Pengangkutan darat, Sungai dan Perairan, Daratan. Dalam Perundang-undangan baru Republik Indonesia : 1) Dana Kecelakaan Penumpang, UU ; 2) Dana Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan, UU ; 3) Tabungan dan asuransi Pegawai Negeri, PP No. 10 Tahun 1963; 4) Pendirian PN Asuransi Bendasaraya, PP No. 4 Tahun 1965; 5) Penyertaan modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Perseroan dalam bidang perasuransian kredit, PP No. 1 Tahun Ibid, hlm Mashudi dan Chidir Ali, Hukum Asuransi, Bandung ; Mandar Manu, Cet. II, 1998, hlm. 1-2.

5 34 Dalam undang-undang No. 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 bab dan 28 pasal, diatur hal-hal yang berkaitan dengan usaha perasuransian dengan rincian substansi sebagai berikut: 9 a. Bidang Usaha perasuransian: 1) Usaha asuransi 2) Usaha penunjang perasuransian b. Jenis usaha Perasuransian. 1) Usaha asuransi terdiri dari : asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi. 2) Usaha penunjang asuransi yang terdiri dari : pialang asuransi, penilai kerugian, konsultasi aktuaria, dan agen asuransi. c. Perusahaan perasuransian : 1) Perusahaan Asuransi Kerugian 2) Perusahaan Asuransi Jiwa 3) Perusahaan Reasuransi 4) Perusahaan Pialang Asuransi 5) Perusahaan Pialang Reasuransi 6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi 7) Perusahaan Konsultan Aktuaria 8) Perusahaan Agen Asuransi 9 Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundangan-undangan Perasuransian di Indonesia Th , Jakarta: Harvarindo, 1998 hlm

6 35 d. Bentuk Hukum usaha perasuransian terdiri dari: 1) Perusahaan Persero (Persero) 2) Koperasi 3) Perseroan Terbatas 4) Usaha Bersama (Mutual) e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh; 1) Warga Negara Indonesia dan atau Badan hukum Indonesia 2) Warga negara indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing. f. Perjanjian usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan. g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan mengenai: 1) Kesehatan keuangan perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Reasuransi 2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha h. Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan Pengadilan Negeri i. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administrasi

7 36 Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang No.2 Tahun 1992, program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perundang yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut: 10 a. Asuransi Kecelakaan Penumpang (Jasa raharja) 1) Undang-undang No. 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun ) Undang-undang No. 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu lintas Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK): 1) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981 Tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPN). 2) Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 Tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI (ASABRI) 3) Peraturan Pemerintah No. 128 Tahun 1990 Tentang Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997) 4) Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) 10 Ibid, hlm

8 37 c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (ASKES) 1) Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991 Tentang Permeliharaan Kesehatan PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya.. B. Syarat dan Sahnya Asuransi Jiwa Takaful dalam KUHD Pasal ( ) Secara umum, sahnya suatu perjanjian diatur dan harus menemui ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Pasal 1320 KUHD Perdata beserta pasalpasal yang melindungi pasal tersebut, ialah Setiap perjanjian, termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syaratsyarat umum sebagai berikut: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal 12 Keempat hal tersebut di atas tidak boleh dilakukan karena adanya kekhilafan, paksaan ataupun karena tipuan. Sedangkan untuk syarat khusus bagai perjanjiana asuransi harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam buku I Bab IX KUH Dagang, ialah: R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradya Paramitra, 2001, hlm Ibid, hlm R Subekti dan R Tjitrosudibio, KUH Dagang Dan UU Kepailitan, Jakarta: PT Pradnya Paratama, 2002, hlm

9 38 a. Asas Indemnitasi Asas Indemnitasi adalah satu asas utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri. Perjanjian asuransi mempunyai utama dan spesifik ialah untuk memberi suatu kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung. Asas ini dapat dijumpai sejak awal pengaturan perjanjian asuransi, yaitu pada Pasal 246 KUH Dagang. Asas indemnitasi ini ialah sebagai landasan dasar sebagaimana dimaksud di atas pada hakekatnya mengandung dua aspek, yaitu: 1) Aspek Pertama ialah berhubungan dengan tujuan dari perjanjian, harus ditujukan kepada ganti kerugian, yang tidak boleh diarahkan bahwa pihak tertanggung karena pembayaran ganti rugi jelas akan menduduki posisi yang lebih menguntungkan. Jadi bila terdapat klausala yang bertentangan dengan tujuan ini menyebabkan batalnya perjanjian. 2) Aspek kedua ialah berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian asuransi sebagai keseluruhan yang sah. Untuk keseluruhan atau sebagian tidak boleh bertentangan dengan aspek pertama. Hal ini sangat penting artinya karena tujuan yang hendak dicapai oleh perjanjian asuransi dan dalam pelaksanaannya harus memenuhi syarat tertentu, yaitu bahwa pihak tertanggung karena memperoleh ganti rugi tidak dapat menjadi mempunyai posisi keuangan yang lebih menguntungkan.

10 39 b. Asas kepentingan yang dapat diasuransi Setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi, harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, maksud ialah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian. 14 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, mengenai kepentingan, mengaturnya dalam dua pasal yaitu Pasal 250 dan Pasal Pasal 250 : Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi. Pasal 268 : Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. Jadi pada kakekatnya, setiap kepentingan itu dapat diasuransikan / dipertanggungkan, baik kepentingan yang bersifat kebedaan atau kepentingan 14 Arif Djohan Tunggal, Op.Cit hlm R Subekti R Tjitrosudibio, Op. Cit, hlm

11 40 yang bersifat hak; sepanjang memenuhi syarat yang diminta oleh Pasal 268 tersebut di atas, yaitu bahwa kepentingan itu dapat dinilai dengan uang, dapat diancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. c. Asas kejujuran yang sempurna Untuk istilah kejujuran yang sempurna dalam perjanjian asuransi, lazim juga dipakai istilah-istilah lain yaitu: itikad baik yang sebaik-baiknya, principle of utmost good atau uberrimae fidei. 16 Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Tidak dipenuhi asas akan menutup suatu perjanjian akan menyebabkan adanya cacat kehendak, sebagaimana makna dari seluruh ketentuan-ketentuan dasar yang diatur oleh pasal-pasal KUH Perdata. 17 Bagaimana juga itikad baik merupakan satu dasar utama dan kepercayaan yang melandasi setiap perjanjian dan hukum pada dasarnya juga tidak melindungi pihak yang beritikad buruk. Meskipun secara umum itikad baik sudah di atur sebagaimana ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata khusus perjanjian asuransi, masih dibutuhkan penekanan asas itikad baik sebagaimana diminta pasal 251 KUH Dagang, Pasal 251: Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, 16 AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis Historis, teoritis, dan Praktis Jakarta: Prenada Media, 2004, hlm R Subekti, R Tjitrosudibio, Op. Cit, hlm. 339

12 41 betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutupi atau tidak dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan. Secara umum, itikad yang sempurna dapat di tarik bahwa masingmasing pihak dalam suatu perjanjian yang akan disepakati, menurut hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi yang selengkap-lengkapnya, yang akan dapat mempengaruhi keputusan pihak yang lain memasuki perjanjian atau tidak, baik keterangan yang demikian itu diminta atau tidak. d. Asas Subrogasi Bagi Penanggung Di dalam KUH Dagang, asas ini secara tegas di atur dalam Pasal 284; Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesutau barang yang dipertanggungkan, menggantikan sitertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orangorang ketiga itu. 18 Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan Undangundang. Oleh karena itu asas subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua syarat berikut: 18 R Subekti dan R Tjitrosudibio KHUD dan Kepailitan, OP. Cit, hlm. 80

13 42 1) Apabila tertangung disamping mempunyai hak terhadap penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga. 2) Hak tersebut timbul, karena terjadinya suatu kerugian. Pada umumnya asas subrogasi ini secara tegas diatur pula sebagai syarat polis, dengan perumusan sebagai berikut: Sesuai dengan pasal 284 KUHD, setelah pembayaran ganti rugi atas benda yang dipertanggungkan dalam polis ini maka penanggung menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperoleh terhadap pihak ketiga sehubung dengan kerugian tersebut. C. Pihak dan Jenis Asuransi Jiwa Takaful dalam KUH Dagang Pasal ( ) Pihak-pihak yang berhak menerima premi dengan berjanji akan memberikan jaminan asuransi atas kerugian yang diakibatkan oleh kematian seseorang disebut sebagai pihak penanggung.sedangkan pihak yang mengadakan perjanjian dengan penanggung terdapat beberapa istilah beberapa yang digunakan, seperti istilah pemegang polis (polis holder). Dalam asuransi jiwa seperti halnya diatur dalam pasal 302 dan 303 KUHD, yang mengadakan perjanjian asuransi dapat mengasuransikan jiwa orang lain, sehingga orang yang mengadakan perjanjian itulah yang mempunyai kepentingan asuransi. Dan orang

14 43 yang jiwanya dipertanggungkan ini berkeddudukan ini berkedudukan sebagai pihak ketiga. 19 Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perjanjian asuransi jiwa terhadap tiga pihak yaitu: 1. Penangung 2. Tertanggung yang apabila mengasuransikan jiwa sendiri dan meninggal dalam masa kontrak. 3. Orang yang menerima jaminan asuransi yang bisa berupa ahli waris atau orang yang ditunjuk apabila tidak memiliki ahli waris. Tetapi apabila tertanggung mengasuransikan jiwa orang lain, maka pihak ketiga adalah orang yang dipertanggungkan dan jika tersebut meninggal dalam masa kontrak maka tertanggung yang akan menerima jaminan asuransinya karena dia sebagai orang yang berkepentingan. Pada dasarnya Asuransi jiwa dibedakan dalam dua jenis berdasarkan jangka waktu pertanggungannya, yaitu asuransi jiwa berjangka dan asuransi jiwa seumur hidup. Pembagian asuransi jiwa seperti ini bisa dilihat dalam pasal 302 KUHD Asuransi Jiwa Berjangka Asuransi jiwa berjangka menjadi dua jenis asuransi jiwa berdasarkan hidup matinya orang yang dipertanggungkan ketika 19 Siti Soemarti Hartono, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Peraturan Kepailitan, Yogyakartan Seksin Hukum Dagang Fakultas UGM, 1983, hlm Ibid, hlm. 92

15 44 perjanjian itu berlangsung yang dikaitkan dengan kewajiban penanggung untuk memberikan jaminan asuransi tertanggung. Pertama, asuransi jiwa eka waktu (term insurance) yaitu asuransi jiwa yang dalam jangka waktu tertentu dan penanggung berjanji akan memberikan jaminan asuransi (benefit atau manfaat asuransi) apabila tertanggung atau orang yang dipertangungkan meninggal dunia dalam masa kontrak. Apabila masa kontrak berakhir dan orang tersebut masih hidup, maka tidak ada jaminan asuransi dari pihak penanggung. Tetapi pihak tertanggung bisa memperbaharui polis dengan masa premi yang lebih tinggi setiap periode nya karena bertambah usia seseorang setiap tahunnya, semakin tinggi pula probabilitas kematiannya. 21 Kedua, asuransi jiwa dwi guna (endowmen insurance), yaitu perjanjian asuransi yang merupakan kebalikan dari term insurance, yang apabila tertanggung atau orang yang di asuransi kan meninggal dalam masa kontrak pertanggungan, maka ahli waris tidak mendapat manfaat apa-apa dari perusahan asuransi. Tetapi apabila tertanggung masih hidup sampai akhir masa kontrak, maka ia memperoleh benefit atau uang premi dari perusahan. 22 Dengan kata lain jaminan asuransinya akan diberikan apabila sampai akhir masa kontrak pertanggungan pemegang polis masih 21 Sentanoe Kartonegoro, Op. Cit. hlm Radik Purba, Op. Cit, hlm. 296

16 45 hidup. 23 Disamping itu ada asuransi jiwa dwi guna yang mengandung unsur tabungan yaitun asuransi nya diberikan oleh penanggung bukan saja ketika orang yang dipertanggungkan meninggal, tapi juga ketika orang tersebut masih hidup sampai masa kontrak berakhir Asuransi Jiwa Seumur Hidup Yaitu jenis asuransi jiwa dimana penanggung memberikan jaminan asuransi kepada tertanggung jika orang yang dipertanggungkan meninggal dunia kapan saja, dengan pembayaran premi yang tetap setiap tahunnya. Djoko Prakoso menegaskan bahwa asuransi jiwa menurut KUHD berbeda dengan bunga untuk selama hidup seorang yang terdapat dalam pasal 1775 B.W. karena dalam hubungan untuk selama hidup terdapat hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang masing-masing mengikatkan dirinya terhadap yang lain dengan kewajiban masing-masing membayar sejumlah uang kepada peserta lain pada setiap waktu tertentu. Kewajiban ini berhenti ketika yang lain itu meninggal. Sedangkan dalam asuransi jiwa, penanggung akan rugi dengan mengeluarkan jaminan asuransi jika orang yang di pertanggungkan meninggal Agus Prawoto, MA. SH. Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahan Asuransi, Yogyakarta: BPFEE. Cet. II 1995 hlm Radik Purba, Op.Cit. hlm Djoko Prakoso, Asuransi di Indonesia, Semarang: Dara Prize, 1989, hlm. 15

17 46 3. Asuransi Jiwa Berjangka Bisnis asuransi dalam prakteknya tidak lepas dari pihak penanggung yang menjanjikan jaminan asuransi atas kerugian yang di derita tertanggung, pihak tertanggung atau pemegang polis yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati atas kepentingan yang dipertanggungkan, dan adanya peristiwa yang merugikan entah kapan terjadinya. Pembayaran premi asuransi jiwa pada dasarnya merupakan premi tahunan dibayar pada tahun pertama mulai dari diberlakukan nya polis dan pembayaran selanjutnya pada setiap ulang tahun polis. Namun demikian pembayaran premi ini bisa juga dibayar dengan cicilan setiap semester, triwulan, atau bahkan dibayar tiap bulan yang lazim dalam prakteknya jumlah premi ini di hitung secara berbeda berdasarkan prosentase. Sedangkan contoh apabila premi tahunan nya sebesar Rp ,-, maka: - Premi satu semester : 0, 52 x Rp ,- = Rp ,- (Rp ,- setahun ). - Premi satu tri wulan : 0, 27 x Rp ,- = Rp ,- (Rp ,- setahun)

18 47 - Premi satu bulan : 0,095 x Rp ,- = Rp ,- ( Rp ,- setahun). 26 Dengan adanya prosentase pembayaran premi cicilan tersebut, maka jumlah premi setahunnya berbeda dari masing-masing pembayarannya. Untuk lebih jelasnya, operasionalnya asuransi jiwa ini dibahas sesuai dengan jenisnya. a. Asuransi Jiwa Eka waktu ( term insurance) Asuransi ini merupakan jenis berjangka sehingga masa pertanggungannya terbatas, misalnya 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan seterusnya sesuai dengan perjanjian. Dan jumlah pembayaran preminya terus bertambah besar setiap periodenya disesuaikan dengan semakin tingginya tingkat kematian orang yang diansuransikan. Sedangkan jaminan (benefit) asuransinya dari perusahaan akan diberikan kepada ahli waris yang bersangkutan sebesar uang premi yang telah dibayarkan yang tertuang di dalam polis apabila orang yang dipertanggungkan itu meninggal dalam masa kontrak. Sebagai contoh : bila seorang menutup asuransinya dengan term insurance selama masa pertanggungan 5 tahun dengan pembayaran premi pertahun sebesar Rp ,- untuk benefit (UP) sebesar Rp ,-, maka apabila pada tahun kedua tertanggung 26 Radik Purba, Op.Cit. hlm. 309

19 48 meninggal, ahli waris nya akan menerima benefit sebesar Rp ,-. Tetapi bila sampai akhir masa kontrak terjadi kematian orang yang dipertanggungkan, maka ahli waris nya ataupun orang yang jiwa nya di pertangungkan tersebut tidak mendapat manfaat apaapa dari perusahan dari perusahaan asuransi. 27 Dengan kata lain tertanggung tidak dapat bisa menarik kembali uang premi yang telah disetorkan nya kepada perusahan asuransi karena tidak adanya nilai tunai (cash velue), 28 terkecuali ia merubah polis asuransi nya misalnya menjadi polis asuransi seumur hidup dengan tanpa persyaratan baru. 29 Melihat kelemahan jenis asuransi ini, maka dapat digunakan jaminan yang berjangka panjang ( Long term ) seperti obligasi, hipotik dan lain sebagainya. 30 b. Asuransi Jiwa Dwi Guna Masa pertanggungan asuransi jiwa inipun dibatasi misalnya 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, atau 60 tahun. Untuk asuransi jiwa dwi guna murni, yang merupakan kebalikan asuransi jiwa yang pertama, operasionalnya sama dengan term insurance, kecuali dalam hal penanggung harus memberikan jaminan asuransi atau benefit kepada 27 Ibid, hlm Abas Salim, Dasar Dasa Asuransi, Bandung: Transito, 1985, hlm Radik Purba, Loc. Cit, hlm Abas Salim, Loc. Cit

20 49 tertanggung hanya apabila tertanggung masih hidup sampai akhir masa kontrak. 31 Mengingat bahwa pada dasarnya manusia itu tidak ingin kehilangan sesuatu yang diperoleh, maka menurut Wirjino Prodjokoro, pada akhirnya asuransi berjangka ini (term insurance dan endomen insurancei) di serupa kan dengan tabungan sehingga ketika yang di asuransi kan tidak terjadi selama kontrak, perusahan akan mengembalikan premi yang telah dibayar tertanggung dengan jumlah lebih sedikit dari yang pernah disetorkan kepada perusahan. 32 Sedangkan menurut Agus Prawoto dengan berlandaskan pada PP No. 73 tahun 1993 tentang perasuransian, asuransi itu harus dapat memberikan jaminan pada hidup atau matinya seorang yang di asuransi kan. Karena nilai tunai (cash value) harus sudah ada pada tahun pertama atau awal tahun kedua pertangungan, dan produk asuransi semacam itu Indonesia diperkenalkan dengan Asuransi Dwi Guna yang mengandung unsur tabungan, yang dikembangkan dalam program asuransi jiwa aneka guna dan lain sebagainya, 33 dengan pembayaran premi yang lebih tinggi dibanding dengan asuransi berjangka yang tidak mengandung tabungan. Hal ini dikarenakan Radik Purba, Op.Cit. hlm Wirjino Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: PT. Intermasa, 1994, hlm. 33 Agus Prawoto, Loc.Cit. hlm

21 50 secara matematis merupakan pengkombinasian dari polis term insurance dengan polis endo wment insurance murni. Oleh karena itu, bila orang yang dipertanggungkan meninggal dalam masa kontrak maka para ahli warisnya akan menerima jaminan asuransi sebesar uang premi yang tercantum dalam polis ketika penutupan perjanjian. Namun bila orang tersebut masih hidup sampai akhir kontrak, maka ia sebagai tertanggung akan menerima benefit sebesar uang premi. 34 Jadi ada atau tidak adanya jaminan asuransi ketika tidak terjadinya peristiwa yang diasuransikan, tergantung kepada ada atau tidak adanya nilai tunai. Berdasarkan pernyataan ini di Eropa sendiri hampir semua asuransi jiwa mengandung unsur tabungan. 35 Untuk mengetahui keuntungan memakai asuransi ini, sebagai contoh Radiks Purba mengeluarkan : misalnya si A menutup asuransi Dwi Guna ketika berusia 30 tahun dengan benefit sebesar Rp ,- dengan masa kontrak selama 25 tahun maka premi yang dibayar nya adalah Rp ,- setahun, dengan perhitungan: ( Rp ,- ) 31,45 = Rp ,- setahun Rp ,- 34 Radik Purba, Loc. Cit hlm Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, alih bahasa : Soeroyo dan Nastangin, Jakarta: Bina Bakti Wakaf, 1996, hlm. 163

22 51 Sehingga jumlah premi yang dibayar si A selama 25 tahun sebesar Rp ,-.jadi si A beruntung dengan menerima benefit sebesar Rp ,- kalau dia masih hidup sampai masa kontrak berakhir. Kalau meninggal dalam masa kontrak ahli waris nya akan menerima santunan sebesar benefit secara kontan. 36 Sebagai manfaat dari compound interest, jumlah benefit nya lebih besar di banding dengan jumlah premi yang dibayar tertanggung. Hal ini di karena kan premi tersebut oleh perusahan asuransi dimanfaatkan oleh deposito bank-bank kredit ber bunga, perseroan, hipotik dan lapangan bisnis lain yang memungkinkan memperoleh keuntungan dari hasil investasinya. 37 c. Asuransi Jiwa Seumur Hidup Pembayaran preminya terbagi dua cara berdasarkan karekteristik asuransi yang merupakan perlindungan permanen karena sampai tertanggung meninggal dengan premi tiap tahunnya tidak bertambah walaupun probabilitasi kematiannya semakin tinggi, dan akumulasi dana berlangsung terus-menerus setiap tahun sampai bersangkutan meninggal. Pertama, premi dibayar tiap tahunnya terus menerus sampai orang tersebut meninggal sehingga ahli waris nya menerima benefit. 36 Ibid. hlm Ibid. hlm. 304

23 52 Kedua, bila pemegang polis nya bukan pihak ketiga maka pembayaran premi nya bisa dibatasi sampai waktu tertentu dan setelahnya tidak di wajib kan membayar premi lagi walau tertanggung masih hidup. Dan ahli waris tetap menerima benefit setelah tertanggung meninggal Ibid. hlm

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD 17 BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD A. Pengertian Asuransi Dalam ketentuan Pasal 1774 KUHPerdata yang sudah dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM A. Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHDagang yang mengatur tentang asuransi jiwa, pengaturannya sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi

BAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1.URAIAN TEORI Di dalam pembahasan penulisan skripsi ini tentunya dibutuhkan suatu kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi perjanjian asuransi.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi 1 BAB III TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya a. Pengertian Asuransi Dalam kamus Hukum kata Asuransi berasal dari Assurantie yang berarti asuransi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi 1. Pengertian Asuransi Apabila seseorang menginginkan supaya sebuah resiko tidak terjadi, maka seharusnyalah orang tersebut mengusahakan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEPASTIAN HUKUM PEMBAYARAN POLIS ASURANSI NASABAH YANG SUDAH JATUH TEMPO PADA PERUSAHAAN ASURANSI BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN 2014 1 Oleh : Febri Repi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA Oleh : ALIS YULIA, S.H., M.H. *) ABSTRACT Based on the facts and realities that occur in the field

Lebih terperinci

FE Unlam Banjarmasin Abdul Hadi, 2010

FE Unlam Banjarmasin Abdul Hadi, 2010 MANAJEMEN RISIKO MEMINDAHKAN KERUGIAN (LOSS TRANSFER) OUTLINE 2 Pengertian dan Alasan Memindah Kerugian Dasar Hukum dan Cara Memindahkan Kerugian Kontrak Bukan Asuransi Kontrak Asuransi 3 Pengertian dan

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8 MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : ------- Disusun oleh : Kelompok 8 Dickxie Audiyanto (125020305111001) Gatra Bagus Sanubari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa macam bahaya yang mengancam kehidupan manusia disebabkan oleh peristiwa yang timbul secara

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI 15 BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI A. Perjanjian Asuransi Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA 2.1 Asuransi Jiwa 2.1.1 Pengertian asuransi jiwa Manusia sepanjang hidupnya selalu dihadapkan pada kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

Minggu Ke III ASURANSI JIWA

Minggu Ke III ASURANSI JIWA Minggu Ke III ASURANSI JIWA A. PENGERTIAN A. Abbas Salim dalam buku Dasar-Dasar Asuransi (Principles of Insurance) memberi definisi tentang asuransi jiwa, bahwa : Asuransi Jiwa adalah asuransi yang bertujuan

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

νµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτ ψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπα σδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκ χϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθ

νµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτ ψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπα σδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκ χϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθ θωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψ υιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδ φγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζ HUKUM ASURANSI ξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµ DIKTAT θωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψ Arif Rahman,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI A. Defenisi Perjanjian Asuransi dan Tujuan Asuransi 1. Defenisi Perjanjian Asuransi Terdapat beberapa batasan dan perbedaan dari pengertian asuransi hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Asuransi atau Pertanggungan menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang (K.U.H.D) Republik Indonesia pasal 246 adalah Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

HUKUM ASURANSI. Lecture: Andri B Santosa

HUKUM ASURANSI. Lecture: Andri B Santosa HUKUM ASURANSI Lecture: Andri B Santosa 1 Pengaturan Asuransi O KUHPerdata O KUHD (Ps. 246 s/d 308) O UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian O Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi Di Indonesia, selain istilah asuransi digunakan juga istilah pertanggungan. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah

Lebih terperinci

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo ASURANSI Prepared by Ari Raharjo Email: ariraharjo2013@gmail.com Definisi Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

Lebih terperinci

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/ PERUSAHAAN ASURANSI 1. PENGERTIAN USAHA DAN KARAKTERISTIK ASURANSI Definisi (UU no. 2 tahun 1992) Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI 1 Oleh : Irius Yikwa 2

ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI 1 Oleh : Irius Yikwa 2 ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI 1 Oleh : Irius Yikwa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aspek hukum dalam pelaksanaan perjanjian asuransi dan apa saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk mendapatkan derajat kesehatan pada masyarakat yang tinggi dewasa ini diupayakan oleh pemerintah maupun swasta. Salah satu langkah yang ditempuh adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur baik material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia meliputi berbagai bidang kehidupan diantaranya idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Lebih terperinci

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1 ASURANSI 1 Pengertian Asuransi adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 BW adalah suatu perbuatan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 BW adalah suatu perbuatan dengan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. PERJANJIAN 1. Pengertian Definisi Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 BW adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih.

Lebih terperinci

PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI (PT ASURANSI JIWA MANULIFE INDONESIA)

PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI (PT ASURANSI JIWA MANULIFE INDONESIA) 31 PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI (PT ASURANSI JIWA MANULIFE INDONESIA) Oleh Hilda Yunita Sabrie * Abstrak Pertumbuhan bisnis asuransi di Indonesia mengalami peningkatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti 26 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI 2.1. Pengertian dan Unsur unsur Asuransi 2.1.1. Pengertian Asuransi. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan umum tentang asuransi A. Pengertian Asuransi Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata verzekering. Di indonesia, para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sudah mengalami perkembangan yang begitu signifikan dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran Yunani kuno yang dipimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi di Indonesia menunjukan pertumbuhan yang cukup pesat karena kebutuhan setiap orang tidak terlepas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan A. Pengertian Asuransi Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi dan Jenis-Jenis Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh R Sukardono diterjemahkan dengan pertanggungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan baik untuk melindungi diri, keluarga dan harta benda. Pada

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan baik untuk melindungi diri, keluarga dan harta benda. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlindungan tentu dibutuhkan oleh setiap orang, banyak cara yang dapat dilakukan baik untuk melindungi diri, keluarga dan harta benda. Pada zaman yang serba modern

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN A. PENGERTIAN ASURANSI Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris disebut insurance,sedangkan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308 8 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian Asuransi Jiwa 1. Dasar Hukum dan Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302 - pasal 308 KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atau pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya memiliki harta kekayaan sebagai hasil jerih payahnya dalam bekerja. Harta kekayaan tersebut bisa berupa rumah, perhiasan, ataupun kendaraan

Lebih terperinci

BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA. Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti

BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA. Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA A. Pengertian Asuransi Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut Insurance 20. Ada 2 (dua)

Lebih terperinci

PRINSIP UTMOST GOOD FAITH DALAM PERJANJIAN ASURANSI KERUGIAN

PRINSIP UTMOST GOOD FAITH DALAM PERJANJIAN ASURANSI KERUGIAN PRINSIP UTMOST GOOD FAITH DALAM PERJANJIAN ASURANSI KERUGIAN Selvi Harvia Santri Fakultas Hukum Universitas Islam Riau E-mail : selvisantri21@gmail.com Abstrak Salah satu prinsip yang harus dipegang teguh

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1992 (EKONOMI. ASURANSI. Uang.

Lebih terperinci

A. INSURED B. INSURER C. ACCIDENT D. INTEREST

A. INSURED B. INSURER C. ACCIDENT D. INTEREST MENURUT PASAL 246 KUHD RI; ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN ADALAH SUATU PERJANJIAN, DENGAN MANA SEORANG PENANGGING MENGIKATKAN DIRI PADA TERTANGGUNG DENGAN MENERIMA SUATU PREMI, UNTUK MEMBERI PENGGANTIAN KEPADANYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia Kata asuransi dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Insurance yang artinya jaminan atau pertanggungan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright 2002 BPHN UU 2/1992, USAHA PERASURANSIAN *7799 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1992 (2/1992) Tanggal: 11 PEBRUARI 1992 (JAKARTA) Sumber: LN 1992/13;

Lebih terperinci

Jurnal Panorama Hukum

Jurnal Panorama Hukum PEMAKNAAN PRINSIP KEPENTINGAN DALAM HUKUM ASURANSI DI INDONESIA Retno Wulansari 1 Email: retnowulansari19@gmail.com Abstract The insurable interest principle in Indonesia s insurance system is governed

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty).

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan asuransi dalam sektor asuransi jiwa di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi Pengertian Asuransi

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi Pengertian Asuransi 6 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi 2.1.1 Pengertian Asuransi Terdapat beberapa pengertian atau definisi mengenai asuransi berdasarkan pendapat para ahli yang nampak berbeda namun mempunyai inti dan tujuan

Lebih terperinci

TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi

TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi PERTEMUAN 09 Lembaga Asuransi TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi SASARAN BELAJAR Mahasiswa mampu memahami

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

ABSTRACT Keywords: the key points of the insurance, insurance law Kata kunci : poin-poin penting dalam asuransi, hukum asuransi A.

ABSTRACT Keywords: the key points of the insurance, insurance law Kata kunci : poin-poin penting dalam asuransi, hukum asuransi A. Deny Guntara ASURANSI DAN KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENGATURNYA Oleh: Deny Guntara Universitas Buana Perjuangan Karawang Email : deny.guntara@ubpkarawang.ac.id ABSTRACT In this paper outlined the

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM TANGGUNG JAWAB PO. CV. SUMBER REZEKI TERHADAP PENGIRIM DALAM PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG DI KOTA JAMBI SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential Ratna Syamsiar Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak PT Prudential Life Assurance memberikan perlindungan bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT A. Pengertian dan Persyaratan Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan terhadap istilah asuransi, dimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar Pembangunan Nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar juga ditandaskan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ASURANSI DI INDONESIA. Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ASURANSI DI INDONESIA. Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ASURANSI DI INDONESIA A. Pengertian Asuransi Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan. Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II ASURANSI KONVENSIONAL

BAB II ASURANSI KONVENSIONAL BAB II ASURANSI KONVENSIONAL A. Sejarah Asuransi 1. Sebelum Masehi Pada jaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak uang untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi Manusia selalu dihadapkan dengan peristiwa yang tidak pasti. Peristiwa yang tidak pasti tersebut dapat berupa peristiwa menguntungkan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sapto (2004) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Atas. Pengakuan Pendapatan dan Beban Dalam Kaitannya Dengan PSAK No.

BAB II URAIAN TEORITIS. Sapto (2004) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Atas. Pengakuan Pendapatan dan Beban Dalam Kaitannya Dengan PSAK No. BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sapto (2004) melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Atas Pengakuan Pendapatan dan Beban Dalam Kaitannya Dengan PSAK No.36 Tentang Akuntansi Asuransi Jiwa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK 2.1. Pengertian dan Fungsi Bank Bank adalah "suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan (Financial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi rasa cemas yang timbul sebagai akibat dari kecelakaan tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi rasa cemas yang timbul sebagai akibat dari kecelakaan tersebut maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi seperti saat ini manusia dituntut untuk selalu beraktivitas untuk mencari nafkah untuk menjalani kehidupan, setiap aktivitas yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA Oleh : Dewa Ayu Widiastuti Meranggi A.A. Sagung Ari Atu Dewi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DIMAS WILANTORO NIM: C.

DIMAS WILANTORO NIM: C. TINJAUAN TENTANG PEMBERIAN SANTUNAN PADA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN BERDASAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 1964 TENTANG DANA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang yang berbeda-beda. Definisi definisi tersebut antara lain : dapat terjadi dengan cara membayar premi asuransi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang yang berbeda-beda. Definisi definisi tersebut antara lain : dapat terjadi dengan cara membayar premi asuransi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Premi Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi, sepintas definsi tersebut tidak ada kesamaan antara definisi satu dengan

Lebih terperinci

ASURANSI. a. Insured b. Insurer c. Accident d. Interest

ASURANSI. a. Insured b. Insurer c. Accident d. Interest Definisi Asuransi ASURANSI Menurut Pasal 246 KUHD Republik Indonesia: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima

Lebih terperinci

ASURANSI. Definisi Asuransi

ASURANSI. Definisi Asuransi Definisi Asuransi ASURANSI Menurut Pasal 246 KUHD Republik Indonesia: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia selalu terdapat kejadian kejadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia selalu terdapat kejadian kejadian yang tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu terdapat kejadian kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Kejadian yang tidak dapat diperkirakan yang dapat menimpa manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH Pengangkutan atau lebih dikenal dengan istilah transportasi di masa yang segalanya dituntut serba cepat seperti sekarang ini memiliki peran yang sangat besar.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3467 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi 29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis Asuransi Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu orang yang satu sanggup menanggung atau menjamin,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI A. Pengertian Asuransi Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah Verzekering dan dalam bahasa Inggris adalah Insurance yang berarti jaminan atau pertanggungan.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci