BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan homeostasis tubuh.penelitian mengenai peran imunostimulan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan homeostasis tubuh.penelitian mengenai peran imunostimulan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunostimulan merupakan salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan homeostasis tubuh.penelitian mengenai peran imunostimulan terhadap mekanisme pertahanan tubuh telah banyak dilakukan (Sriningsih dan Wibowo, 2006).Meniran atau Phyllanthus niruri L. merupakan salah satu bahan alam berkhasiat yang banyak terdapat di Indonesia dan dapat dimanfaatkan sebagai imunomodulator. Riset tentang meniran sebagai imunomodulator pertama kali dilakukan oleh Thabrew dkk., (1991) yang menunjukkan bahwa ekstrak meniran mampu meningkatkan aktivitas sistem komplemen melalui jalur klasik. Senyawa utama dalam Phyllanthus niruri L. yang berperan dalam peningkatan sistem imun tubuh adalah flavonoid (Suhirman dan Winarti, 2007). Flavonoid yang terdapat dalam meniran meliputi astragalin, rutin, kuersetin, kuersitrin, katekin, nirurin, kuersetol, dan niruriflavon (Bagalkotkar dkk., 2006). Kandungan flavonoid terutama quersetin dalam meniran memiliki kelarutan yang rendah sehingga menyebabkan absorpsi dan bioavailabilitasnya rendah yaitu % pada pemberian per oral (Hollman dkk.,1997). Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) merupakan campuran isotropik yang terdiri dari minyak, surfaktan dan kosurfaktan bersama obat yang akan membentuk nanoemulsi secara spontan dalam media air dengan pengadukan yang ringan dan memiliki ukuran droplet kurang dari 100 nm (Doh 1

2 2 dkk., 2013).Kemampuan SNEDDS meningkatkan transpor obat melalui limfatik dapat meningkatkan aktivitas obat-obat terkait imunitas (Sapra dkk., 2012). Pembentukan nanoemulsi minyak dalam air (o/w) secara spontan akan meningkatkan kelarutan serta absorbsi obat (Pol dkk., 2013). Komponen SNEDDS yang digunakan dalam penelitian ini antara lain minyak ikan cucut botol sebagai pembawa obat, surfaktan Tween 80 sebagai emulgator yang menurunkan tegangan muka antara minyak dan air, dan kosurfaktan PEG 400 sebagai emulgator yang membantu surfaktan dalam menjaga stabilitas lapisan film antara minyak dan air (Date dkk., 2010). Tween 80 dan PEG 400 memiliki HLB lebih dari 10 sehingga memenuhi persyaratan dalam SNEDDS karena semakin tinggi HLB maka semakin mudah terbentuk nanoemulsi (Kommuru, 2001). Minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak ikan cucut botol. Minyak ikan cucut botol memiliki trigliserid rantai panjang sehingga dapat meningkatkan transport obat melalui limfatik dan mengurangi metabolisme lintas pertama (Sapra dkk.,2012). Kemampuan SNEDDS membentuk nanoemulsi secaraspontan di dalam saluran cerna diharapkan dapat memperbaiki bioavailabilitas kombinasi ekstrak meniran dan minyak ikan cucut botol di dalam tubuh (Makadia dkk., 2013).Formulasi ekstrak etanolik dariekstrak kering Phyllanthus niruri DE 25 dalam penelitian ini dilakukan dengan metode yang dapat meningkatkan kelarutan dan absorpsiekstrak herba meniran sebagai imunomodulator yaitu metode SNEDDS (Self Nano Emulsifying Drug Delivery System).Dosis ekstrak etanolik

3 3 herba meniran sebagai imunostimulan untuk orang dewasa adalah 3 x 50 mg per hari (Sunarno, 2007). B. Rumusan Masalah 1. Apakah ekstrak etanolik dari ekstrak kering Phyllanthus niruri DE 25, minyak ikan cucut botol, Tween 80 dan PEG 400 yang diformulasikan dapat menghasilkan SNEDDSyang homogen dan dapat membentuk emulsi yang jernih setelah diemulsifikasikan dalam artificial gastric fluid (AGF)? 2. Apakah formula SNEDDS optimum ekstrak etanolik dariekstrak kering Phyllanthus niruri DE 25dapat menghasilkan emulsi berukuran<100 nm, dengan waktu emulsifikasi <1 menit dalam media AGF serta dapat menampung ekstrak lebih dari 50 mg setiap ml sistemnya? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui ekstrak etanolik dari ekstrak kering Phyllanthus niruri DE 25, minyak ikan cucut botol, Tween 80 dan PEG 400yang diformulasikan dapat menghasilkan SNEDDSyang homogen dan dapat membentuk emulsi yang jernih setelah diemulsifikasikan dalam artificial gastric fluid (AGF). 2. Mengetahui formula SNEDDS optimum ekstrak etanolikdari ekstrak keringphyllanthus niruri DE 25yang dapat menghasilkan emulsi berukuran < 100 nm dengan waktu emulsifikasi < 1 menit dalam media AGF serta dapat menampung ekstrak lebih dari 50 mg setiap ml sistemnya.

4 4 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapatberperan dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa.selain itu dalam industri farmasi dapat menjadi suatu produk obat baru dari bahan alam yang dapat dikembangkan dan dipilih pasien dalam pengobatan serta memberikan manfaat bagi pengembangan formulasi SNEDDS untuk penghantaran obat pada umumnya sehingga menjadi alternatif baru dalam formulasi ekstrak meniran terutama aplikasi secara oral. 1. Phyllanthus niruri DE 25 E. Tinjauan Pustaka Nama Indonesia Nama spesies Nomor batch Kode produk : meniran : Phyllanthus niruri L : 523 JN : 1P03E25 Tahun pembuatan : September 2013 Baik digunakan sebelum : September 2016 Bagian yang digunakan Warna Eksipien : herba : coklat : amilum Kandungan air : 5,95 %

5 5 Gambar 1.Phyllanthus niruri. L Meniran atau Phyllanthus niruri L. seperti tampak pada Gambar 1 memiliki klasifikasi, nama daerah, habitat, morfologi, kandungan senyawa dan kegunaan sebagai berikut, a. Klasifikasi Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2001) klasifikasi tanaman meniran adalah sebagai berikut, Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Suku Marga : Spermatophyta : Angiospermae :Dicotyledonae : Geraniales : Euphorbiaceae :Phyllanthus Jenis :Phyllanthus niruri L.

6 6 b. Nama Daerah Nama daerah meniran adalah meniran ijo (Jawa) dan memeniran (Sunda).(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). c. Habitat dan Penyebaran Meniran tumbuh tersebar pada hampir seluruh wilayah Indonesia yang daerahnya memiliki ketinggian m di atas permukaan laut. Meniran tumbuh liar di tempat terbuka antara lain ladang, tepi sungai, pantai, dan tanah gembur yang berpasir. Tanaman ini juga terdapat di luar wilayah Indonesia seperti Malaysia, Filipina, Australia, India dan Cina (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). d. Morfologi Tanaman meniran adalah terna yang memiliki tinggi cm dan memiliki batang yang berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978).Akarnya adalah jenis akar tunggang dan berwarna putih kotor (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001).Cabangnya berpencar memiliki daun tunggal yang tumbuh mendatar dari batang pokok. Daunnya berbentuk bulat telur hingga bulat memanjang, berujung bundar atau runcing, panjang 5-10 mm, lebar 2,5-5 mm (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). Daun meniran berwarna hijau dan bertepi rata (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001).Permukaan bawah daun memiliki bintik-bintik kelenjar (Departemen

7 7 Kesehatan Republik Indonesia, 1978).Bunga meniran terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang letaknya berbeda namun sama-sama muncul dari ketiak daun. Bunga jantan terletak di bawah ketiak daun, gagangnya berdiameter 0,5-1 mm, mahkota bunga berwarna merah pucat dan berbentuk bundar telur terbalik dengan panjang 0,75-1 mm. Bunga betina berada di atas ketiak daun, gagang bunga berdiameter 0,75-1 mm, mahkota bunga bertepi hijau muda berbentuk bundar telur sampai bundar memanjang dengan panjang 1,25-2,5 mm (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). Buah meniran berwarna hijau keunguan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001), licin, berdiameter 2-2,5 mm dan gagang buahnya memiliki panjang 1,5-2 mm (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). Meniran memiliki biji yang berbentuk ginjal, kecil, keras dan berwarna coklat (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001).Bagian dari meniran yang dimanfaatkan adalah herbanya yaitu seluruh bagian di atas tanaman (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). a. Kandungan senyawa Senyawa-senyawa yang terkandung dalam meniran antara lain quersetin, quersitrin, isoquersitrin, rutin, alkaloid, terpenoid, lignin, polifenol, tannin, kumarin dan saponin (Sudarsono dan Agus, 2006; Paithanker dkk., 2011). Selain itu, menurut Bagalkotkar dkk., (2006) meniran mengandung flavonoid yaitu astragalin, rutin, kuersetin, kuersitrin, katekin, nirurin, kuersetol, dan niruriflavon.

8 8 b. Kegunaan Meniran digunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti disentri, influenza, diabetes, tumor, batu ginjal, jaundice, dyspepsia juga sebagai diuretik, antiviral, antibakteri dan antihepatitis B (Paithankerdkk., 2011). Di Indonesia sendiri, meniran merupakan tanaman obat yang digunakan turun-temurun untuk mengobati infeksi dan batu pada saluran kencing, kencing nanah, diare, rabun senja, rematik, sakit kuning dan sebagai diuretik, pelancar haid, ekspektoran (Hutapea dan Syamsuhidayat, 1991). c. Penelitian sebelumnya Uji aktivitas kombinasi ekstrak etanolik herba meniran, umbi keladi tikus dan daun sirih merah terhadap fagositosis makrofag secara in vitro dapat meningkatkan aktivitas imunomodulator meniran (Sagala, 2013). 2. Imunomodulator Imunomodulator adalah bahan yang dapat mengembalikan suatu ketidakseimbangan sistem imun tubuh.imunomodulator bekerja melalui 3 mekanisme yaitu imunorestorasi (mengembalikan sistem imun yang terganggu), imunosupresi (menekan respon imun), dan imunostimulan (memperbaiki sistem imun).imunomodulator ini banyak digunakan dalam mengatasi penyakit infeksi kronis, imunodefisiensi dan kanker.arti respon imun secara luas yang berkembang pada saat ini adalah suatu tindakan pencegahan atau pengobatan penyakit yang disebabkan pengaruh faktor luar tubuh dan zat asing (Chairul, 2011).

9 9 Imunostimulator merupakan mekanisme imunomodulator yang banyak digunakan dalam memperbaiki sistem imun.imunostimulator adalah bahan yang dapat meningkatkan sistem imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).Imunostimulator memiliki peranan dalam pencegahan maupunpengobatan penyakit, oleh karena itu pemberian imunostimulator menjadi sangat penting ketika sisitem imun sedang melemah (Sriningsih dan Wibowo, 2006). Menurut Bellanti (1985), mekanisme peningkatan respon imun yang dilakukan suatu imunostimulan antara lain : a. Mempersingkat waktu yang diperlukan sampai terjadinya respon b. Meningkatkan respon tertentu secara menyeluruh c. Memperpanjang durasi respon yang terjadi d. Memperlambat terjadinya penghentian respon e. Mengembangkan respon baru terhadap antigen yang sebelumnya tidak menimbulkan respon. 3. SNEDDS (Self- Nano Emulsifying Drug Delivery System) Merupakan campuran minyak, surfaktan, ko-surfaktan dan obat dalam bentuk halus yang akan membentuk nanoemulsi minyak dalam air jika kontak dengan fase air (Makadia dkk., 2013; Dey dkk., 2012). Nanoemulsi yang terbentuk memiliki ukuran tetesan yang kecil yaitu < 100 nm (Dohdkk., 2013). Komponen utama dalam SNEDDS berupa minyak sebagai pembawa obat, surfaktan sebagai pengemulsi minyak ke dalam air melalui pembentukan dan penjaga stabilitas lapisan film antarmuka, dan ko-surfaktan untuk membantu tugas

10 10 surfaktan sebagai pengemulsi (Makadiadkk., 2013). Formulasi SNEDDS dapat dibentuk dalam sediaan kapsul gelatin untuk kenyamanan dalam penggunaan oral (Zhao dkk., 2010). Keuntungan penggunaan SNEDDS secara umum yaitu meningkatkan absorpsi obat yang diberikan secara oral sehingga bioavailabilitasnya naik, meningkatkan kelarutan obat yang memiliki kelarutan rendah. Selain itu ukuran nanometer akan menaikkan transport obat sehingga dapat meningkatkan efek terapetiknya (Sakthi, 2013). Kemampuan SNEDDS meningkatkan transpor obat melalui limfatik dapat meningkatkan aktivitas obat-obat terkait imunitas (Sapra dkk., 2012). Komponen utama dalam SNEDDS adalah sebagai berikut. a. Minyak Sifat fisikokimia minyak (volume molekul, polaritas dan viskositas) memiliki peran penting dalam formulasi SNEDDS karena menentukan spontanitas emulsifikasi, ukuran tetesan nanoemulsi dan kelarutan obat (Bouchemal dkk., 2004). Biasanya minyak yang digunakan untuk SNEDDS merupakan minyak yang mampu melarutkan obat secara maksimal atau dengan kata lain jenis minyak yang digunakan ditentukan oleh jenis obatnya (Makadia dkk., 2013). Minyak yang dipilih harus mampu menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan yang kecil. Pemilihan fase minyak yang tepat sangat penting karena mempengaruhi pemilihan bahan lain. Hal ini menentukan jumlah maksimumekstrak yang mampu ditampung dalam nanoemulsi.minyak terdiri dari campuran trigliserida yang mengandung asam lemak dari berbagai rantai dan

11 11 derajat ketidakjenuhan. Trigliserida diklasifikasikan menjadi rantai pendek (<5 karbon), menengah (6-12 karbon) atau rantai panjang (>12 karbon) (Sapra dkk.,2012). b. Surfaktan Surfaktan merupakan singkatan dari surface active agents, yaitu bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair) untuk mempermudah penyebaran dan pemerataan.pemilihan surfaktan memiliki peran penting dalam formula SNEDDS. Sifat-sifat surfaktan seperti HLB (dalam minyak), viskositas dan afinitas memiliki pengaruh besar pada proses pembentukan nanoemulsi, dan ukuran tetesan nanoemulsi (Makadia dkk., 2013). Surfaktan dengan nilai HLB rendah memiliki sifat hidrofobik dan memiliki kelarutan yang lebih besar dalam minyak, sedangkan surfaktan dengan nilai HLB tinggi bersifat hidrofilik dan memiliki kelarutan yang lebih besar dalam media air. Contoh surfaktan yang umum digunakan adalah tween 80, tween 20, span 20 dan span 80(Makadia dkk., 2013). Tween 80 digunakan sebagai surfaktan dalam SNEDDS karena memiliki nilai HLB yang tinggi (>10) sebesar 15,0 (Rowe dkk., 2009), sehingga memenuhi persyaratan sebagai surfaktan pada formulasi SNEDDS. Nilai HLB yang tinggi membuat pembentukan nanoemulsi minyak dalam air akan semakin mudah (Kommuru dkk., 2001).

12 12 c. Kosurfaktan Kosurfaktan ditambahkan dengan tujuan meningkatkan drug loading, mempercepat emulsification time, dan mengatur ukuran tetesan nanoemulsi (Makadia dkk., 2013). Surfaktan tidak cukup menurunkan tegangan muka minyak-air untuk menghasilkan nanoemulsi sehingga memerlukan penambahan kosurfaktan untuk membantu menurunkan tegangan permukaan mendekati nol. Kosurfaktan menembus ke dalam monolayer surfaktan memberikan fluiditas tambahan sehingga mengganggu fase kristal cair yang terbentuk ketika film surfaktan terlalu kaku (Wankhade dkk.,2010). Metode turbidimetri dapat digunakan untuk menilai efektivitas kosurfaktan untuk meningkatkan kemampuan membentuk nanoemulsi (Wankhade dkk., 2010). Pelarut organik seperti etanol, propilen glikol, polietilen glikol dapat digunakan sebagai kosurfaktan untuk pemberian oral. 4. Minyak Ikan Cucut Botol Minyak ikan cucut botol merupakan minyak berwarna kuning semu atau putih bening dengan bau khas yang didalamnya banyak mengandung squalene.squalene adalah bahan makanan sehat alami (Natural Health Food) yang diekstrak dari hati ikan cucut botol (Centrocymnus crepidater atau Centrophorus atromarginatus garman) yang hidup di laut pada kedalaman meter dari permukaan laut(budiarso, 2008). Di dalam hati ikan tersebut, squalene digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan kolesterol dan steroid.selain itu juga terdapatlipid gliserol

13 13 eterdalam minyak ikan cucut botol yang dapat merangsang sistem kekebalan tubuh atau imun terhadap antigen terkait (Harivardan dan Patrick, 2009).Banyak penelitian tentang minyak ikan cucut botol yang telah terbukti secara ilmiah baik untuk meningkatkan ketahanan tubuh manusia terhadap berbagai macam serangan penyakit. Selain itu squalene juga berfungsi sebagai antioksidan dan memiliki aktivitas sebagai antitumor (Huang dkk., 2005). Karena manfaat yang sangat potensial dalam bidang farmasi, maka squaleneyang terkandung dalam minyak hati ikan cucut botol banyakditeliti lebih lanjut (Kurniawan, 2009). Minyak ikan cucut botol memiliki rantai trigliserida yang panjang sehingga memiliki keunggulan berupa kemampuan meningkatkan transpor obat melalui limfatik sehingga mengurangi metabolisme lintas pertama (Sapra dkk., 2012). 5. Tween 80 Tween 80 atau polisorbat 80 (C64H124O26) memiliki berat molekul 1310 g/mol.tween 80 pada suhu 25 Cberwujud cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga coklatmuda, aroma khas lemah, rasa pahit, danhangat.bobot jenis Tween 80 berkisar antara 1,06dan 1,09 g/cm3 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

14 14 Gambar 2.Struktur kimia Tween 80 (Rowe dkk., 2009) Tween 80 sangat mudah larutdalam air, etanol, etil asetat, dan metanol, namun praktis tidak larut dalam minyaklemak dan parafin cair (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai zat pembasah, emulgator, danmeningkatkan kelarutan. Tween 80 tergolong surfaktan non-ionik hidrofilik yangmemiliki toksisitas rendah sehingga banyak digunakan dalam industri makanan,kosmetik, serta formulasi obat oral dan parenteral sebagai emulgator emulsiminyak dalam air yang stabil.dosis aman konsumsi Tween 80 dalam sehariadalah 25 g/kgbb. Tween 80 digunakan sebagai surfaktan dalam SNEDDS karenamemiliki nilai HLB yang tinggi (>10) sebesar 15,0 (Rowe dkk., 2009), sehinggamemenuhi persyaratan sebagai surfaktan pada formulasi SNEDDS, karenasemakin tinggi nilai HLB maka pembentukan nanoemulsi minyak dalam air akansemakin mudah (Kommuru dkk., 2001).

15 15 6. PEG 400 Polietilen glikol 400 atau PEG 400 tergolong dalam etilen oksida yang memiliki rumus strukturhoch2(ch2och2)mch2oh dimana m merupakan jumlah rata-rata gugusoksietilen. Gambar 3.Struktur PEG 400 (Rowe dkk.,2009) Polietilen glikol 400 memiliki berat molekul sebesar g/mol, berwujudcairan kental jernih, stabil, tidak berwarna, bau khas agak lemah, agakhigroskopik, dan pahit, serta dapat larut dalam air, etanol, aseton dan hidrokarbonaromatik, namun praktis tidak larut dalam eter dan hidrokarbon alifatik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995).Polietilen glikol 400 banyak digunakan dalam berbagai formulasi obat, termasukparenteral, topikal, mata, oral, dan rektal. Sifat PEG 400 adalah non-toksik dantidak mengiritasi lambung sehingga aman dikonsumsi peroral.apabila PEG 400 dikonjugasi dengan agen pengemulsi lain dapat berfungsi sebagai penstabil emulsi. Penggunaan aman PEG 400 dibatasi oleh WHO setiap hari hingga 10mg/kgBB. Digunakan PEG 400 sebagai kosurfaktan pada formulasi SNEDDSkarena memiliki nilai HLB yang tinggi (>10) yaitu sebesar 11,6 sehingga dapatmembantu surfaktan dalam meningkatkan pembentukan nanoemulsi secaraspontan (Rowe dkk., 2009). Penelitian Chavda

16 16 dkk., (2013) membuktikan bahwa PEG 400 merupakan kosurfaktan yang dapat digunakan dalam formulasi SNEDDS dengan konsentrasi optimal 30% v/v yang menghasilkan SNEDDS yang jernih dan stabil serta nanoemulsi dengan ukuran droplet sebesar 29,53 nm. 7. Simplex Lattice Design Simplex Lattice Design merupakan metode yang digunakan untuk menentukan optimasi formula pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan (dinyatakan dalam berbagai bagian) yang jumlah totalnya dibuatnya sama dengan satu bagian. Profil respon dapat ditentukan melalui persamaan Simplex Lattice Design (Bolton, 1997). Untuk penerapan 2 komponen atau faktor perlu dilakukan minimal dengan 3 percobaan yaitu percobaan yang menggunakan 100% variabel A, 100% variabel B serta campuran 50% variabel A dan 50% variabel B (Bolton dan Bon, 2004). Untuk dua komponen atau faktor persamaan, digunakan persamaan sebagai berikut: Y = a(a) + b(b) + ab(a)(b) (1) Keterangan: Y = respon (hasil percobaan) A, B = kadar komponen dimana (A) + (B) = 1 a, b, ab= koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan (Bolton dan Bon, 2004).

17 17 Keuntungan penggunaandesain penelitian adalah keefektifan penafsiran faktor dan interaksi, dapat memprediksi efek yang diinginkan ketika tidak terjadi interaksi sehingga memberikan efisiensi yang maksimal (Patel dkk., 2010). F. Landasan Teori Meniran atau Phylanthus niruri L. merupakan salah satu bahan alam berkhasiat yang banyak terdapat di Indonesia dan terbukti memiliki efek imunomodulator. Senyawa yang berperan utama dalam peningkatan sistem imun tubuh adalah senyawa flavonoid di antaranya astragalin, alkaloid, terpenoid, lignan, polifenol, tanin, kumarin, dan saponin (Bagalkotkar dkk., 2006). Senyawa flavonoid terutama quersetin tersebut memiliki kelarutan rendah sehingga memberikan absorpsi dan bioavailabilitas yang rendah dalam formulasi pada umumnya untuk penggunaan peroral (Hollman dkk.,1997). Penelitian terdahulu yang dilakukan Ahmed dkk., (2014) berhasil meningkatkan efek dan absorpsi yang rendah pada flavonoid quersetin yang diformulasikan dengan teknik SNEDDS. Pembuatan SNEDDS dilakukan dengan mencampurkan minyak ikan cucut botol, surfaktan Tween 80 dan kosurfaktan PEG 400 dengan ekstrak etanolik herba meniran sebagai zat aktif. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indriatmoko (2014) yang memformulasikan SNEDDS ekstrak temulawak menggunakan fase minyak ikan cucut botol menghasilkan droplet emulsi 126,8 nm dan potensial zeta +20,78 mv. Chavda dkk., (2013) dapat memformulasikan

18 18 self-nanoemulsifying powder menggunakan campuran Tween 80 dan PEG 400 yang menghasilkan ukuran droplet emulsi sebesar 29,53 nm dengan waktu emulsifikasi 15±2 detik. Singh dkk.,(2009) dalam formulasi SNEDDS menggunakan tween 80 menghasilkan SNEDDS yang stabil tidak terpengaruh oleh ph jika dibandingkan dengan jenis surfaktan ionik. G. Hipotesis 1. Kombinasi ekstrak etanolikdari ekstrak keringphyllanthus niruri DE 25, minyak ikan cucut botol, tween 80 dan PEG 400 yang diformulasikan dapat menghasilkan SNEDDS yang homogen dan dapat membentuk emulsi yang jernih setelah diemulsifikasikan dalam artificial gastric fluid (AGF). 2. Formula optimum SNEDDS ekstrak etanolik dariekstrak kering Phyllanthus niruri DE 25dapat menghasilkan emulsi berukuran < 100 nm dengan waktu emulsifikasi < 1 menit dalam media AGF serta mampu menampung ekstrak lebih dari 50 mg setiap ml sistemnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature), baik untuk upaya preventif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature), baik untuk upaya preventif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan tradisional mulai banyak digunakan seiring dengan kesadaran masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature), baik untuk upaya preventif, kuratif, maupun

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Purwoceng merupakan tumbuhan yang sudah banyak dikenal masyarakat karena dipercaya memiliki khasiat sebagai afrodisiak. Purwoceng termasuk ke dalam kategori tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai agen hipotensif, antibakteri, antituberkulosis, antiinflamasi, dan antioksidan. Mengkudu mengandung berbagai komponen antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti inflamasi NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) golongan propanoat yang biasa digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) atau dikenal dengan Noni merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk terapi penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki gaya hidup beragam dan cenderung kurang memperhatikan pola makan dan aktivitas yang sehat. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. (Munasir, 2001a). Aktivitas sistem imun dapat menurun oleh berbagai faktor,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. (Munasir, 2001a). Aktivitas sistem imun dapat menurun oleh berbagai faktor, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imunitas atau daya tahan tubuh adalah respon tubuh terhadap benda asing yang masuk kedalam tubuh. Sistem imun adalah sistem koordinasi respon biologis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben yang secara alami terdapat dalam buah blueberries, kulit buah berbagai varietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang disintesis oleh tanaman, alga, dan bakteri fotosintesis sebagai sumber warna kuning, oranye, dan merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jinten hitam (Nigella sativa) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan sebagai antihipertensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia dengan kekayaan alamnya memiliki berbagai jenis tumbuhan, di antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk mengobati berbagai

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM ) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA OLIVE OIL

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM ) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA OLIVE OIL OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM ) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA OLIVE OIL Disusun Oleh : SITI FATIMAH MEIRANI M0613038 SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka digilib.uns.ac.id 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight)Walp.) a. Klasifikasi dan deskripsi salam Klasifikasi tumbuhan salam menurut Van Steenis (2003) adalah

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR SINGKATAN A/M ANOVA BHA BHT CMC CoCl 2 HIV HLB M/A O/W ph SPSS t-lsd UV W/O : Air dalam Minyak : Analysis of Variance : Butylated Hydroxyanisole : Butylated Hydroxytoluen)

Lebih terperinci

SIMPLISIA dari SELURUH TANAMAN MENIRAN (I)

SIMPLISIA dari SELURUH TANAMAN MENIRAN (I) SIMPLISIA dari SELURUH TANAMAN MENIRAN (I) Meniran Klasifikasi Meniran Famili : Euphorbiaceae Spesies : Phylanthus urinaria Linn. atau Phyllanthus niruri Sinonim : Phylanthus alatus Bl. ; P. cantonensis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkhasiat sebagai obat yang diketahui dari penuturan orang-orang tua dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini BAB I PENDAHULUAN Dalam dua dasawarsa terakhir penggunaan obat bahan alam mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik di negara berkembang maupun di negara-negara maju. Hal ini dapat dilihat dari semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) banyak diteliti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) banyak diteliti sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) banyak diteliti sebagai tanaman berkhasiat obat. Beberapa penelitian mengenai khasiat farmakologi sambiloto diantaranya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama radiasi sinar UV terjadi pembentukan Reactive Oxygen Species

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama radiasi sinar UV terjadi pembentukan Reactive Oxygen Species BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang tahun. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian ini dipilih karena tidak menyebabkan iritasi dan toksisitas (Rowe,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian ini dipilih karena tidak menyebabkan iritasi dan toksisitas (Rowe, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sediaan krim merupakan sediaan setengah padat yang mengandung fase minyak, fase air dan surfaktan (emulgator). Emulgator diperlukan untuk penyatuan dan penstabilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) sehingga tidak terbentuk

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang berasal dari bahan alam. Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang berasal dari bahan alam. Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar masyarakat Indonesia telah lama menggunakan obat herbal yang berasal dari bahan alam. Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan herbal,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perubahan gaya hidup saat ini, masyarakat menginginkan suatu produk pangan yang bersifat praktis, mudah dibawa, mudah dikonsumsi, memiliki cita rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat antiinflamasi kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, osteoarthritis, dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini tercatat 7000 spesies tanaman

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I EMULSI FINLAX Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Hari : Jumat Tanggal Praktikum : 5 Maret 2010 Dosen Pengampu : Anasthasia Pujiastuti,

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Penelitian.. B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada di sekitar kita, baik yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman dahulu, tumbuhan sudah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 4 HSIL PERCON DN HSN Parameter dalam proses emulsifikasi penguapan pelarut yang mempengaruhi ukuran partikel, potensial zeta, sifat hidrofil dan pengisian obat meliputi: (i) Intensitas dan durasi homogenisasi;

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini perkembangan sistem pengantaran obat pada bidang farmasi telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan transdermal

Lebih terperinci

Media Farmasi Indonesia Vol 10 No 2

Media Farmasi Indonesia Vol 10 No 2 PENGARUH PENINGKATAN TWEEN 20 SEBAGAISURFAKTAN TERHADAPKARAKTERISTIK DAN KESTABILAN FISIK SEDIAANSELFNANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SNEDDS) SIMVASTATIN THE EFFECT OF INCREASING TWEEN 20 AS SURFACTANTS

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : NYANTI MUHAROMAH NIM.

TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : NYANTI MUHAROMAH NIM. OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN CENGKEH (Syzigium aromaticum L Merrill & Perry) TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM

OPTIMASI FORMULA SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM OPTIMASI FORMULA SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) DENGAN PALM KERNEL OIL SEBAGAI MINYAK PEMBAWA TUGAS AKHIR Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat membentuk pribadi yang kuat (Abednego, 2013:24) namun menerapkan pola

BAB I PENDAHULUAN. dapat membentuk pribadi yang kuat (Abednego, 2013:24) namun menerapkan pola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang penting dalam kehidupan kita sehari-hari baik waktu sekarang maupun waktu yang akan datang, karena kesehatan dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemanfaatan bahan alam yang digunakan untuk pengobatan semakin meningkat disebabkan karena tingkat keamanan serta kurangnya efek samping. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan berbagai produk kosmetik. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu biji (Psidium guajaya

Lebih terperinci

Tanaman pegagan (C.asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di berbagai tempat seperti di ladang, perkebunan maupun

Tanaman pegagan (C.asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di berbagai tempat seperti di ladang, perkebunan maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Herba pegagan (C.asiatica) memiliki efek antioksidan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol herba pegagan memiliki aktivitas antioksidan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut pelindung, maupun pembalut

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka SNEDDS Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems atau SNEDDS dapat didefinisikan sebagai campuran

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka SNEDDS Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems atau SNEDDS dapat didefinisikan sebagai campuran BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. SNEDDS Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems atau SNEDDS dapat didefinisikan sebagai campuran isotropik dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994).

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994). BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penyalutan tablet dilakukan karena berbagai alasan, antara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembaban atau cahaya, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Hasil determinasi Citrus aurantifolia (Christm. & Panzer) swingle fructus menunjukan bahwa buah tersebut merupakan jeruk nipis bangsa Rutales, suku Rutaceae, marga Citrus,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi piogenik pada kulit. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul, jerawat,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013 Rancangan formula R/ Ketokenazol PVP Amilum Sagu pregelatinasi Avicel ph 102 Tween 80 Magnesium Stearat Talk HOME 200 mg

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UGM didapat bahwa sampel yang digunakan adalah benar daun sirsak (Annona muricata

Lebih terperinci

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI

FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI KETOKONAZOL DENGAN BASIS MINYAK ZAITUN SKRIPSI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan suatu sindrom terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pikiran, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman Phyllanthus niruri L.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman Phyllanthus niruri L. TINJAUAN PUSTAKA Phyllanthus niruri L. (meniran) Meniran ialah tanaman semak semusim dengan tinggi sekitar 30 sampai 60 cm. Tanaman ini termasuk famili Euphorbiaceae, banyak ditemukan di daerah tropis

Lebih terperinci