BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak Bahan cetak adalah bahan yang digunakan untuk membuat replika atau cetakan yang akurat dari jaringan keras maupun jaringan lunak rongga mulut. 1 Bahan cetak menghasilkan reproduksi negatif dari gigi dan jaringan mulut. Hasil cetakan yang diisi gipsum keras menghasilkan cetakan yang disebut reproduksi positif (model kerja dan model studi). Cetakan itulah yang digunakan oleh dokter gigi untuk merancang maupun membuat gigi tiruan lepasan dan cekat. Oleh karena itu, cetakan haruslah akurat dan mewakili keadaan rongga mulut pasien, hal ini didapat dengan pencetakan yang akurat. 22 Beberapa persyaratan bahan cetak untuk menghasilkan cetakan yang akurat antara lain: 1,22 a. Mempunyai kestabilan dimensi yang baik b. Fleksibel, tidak berubah ataupun robek ketika dikeluarkan dari mulut c. Biokompatibel, tidak toksik dan tidak mengiritasi d. Setting time yang pendek e. Memiliki masa penyimpanan yang cukup lama f. Mempunyai konsistensi dan tekstur yang baik Klasifikasi Bahan Cetak Bahan cetak dapat dikelompokkan berdasarkan sifat mekanisnya, antara lain bahan cetak non elastis dan elastis. 25, Bahan Cetak Non Elastis Bahan cetak non elastis adalah bahan cetak yang tidak dapat melalui undercut sehingga penggunaannya terbatas pada pasien edentulus dan tanpa ada undercut

2 10 tulang. Bahan cetak non elastis dapat dibagi menjadi plaster of paris, compound dan oksida seng eugenol. 22,25,26 1. Plaster of paris Plaster of paris telah jarang digunakan sekarang namun dulunya digunakan sebagai bahan untuk mencetak pembuatan gigi tiruan penuh. Bahan ini telah jarang digunakan sekarang dikarenakan teknik pemanipulasiannya yang rumit, oleh karena itu telah digantikan oleh bahan cetak elastis yang lebih mudah digunakan. Bahan ini sekarang ini digunakan sebagai gipsum di laboratorium dental. Gipsum ini harus disimpan dalam kantong kedap udara karena akan menyerap air dari udara Compound Compound adalah bahan termoplastik yang bersifat kaku yang dilunakkan dengan pemanasan, lalu akan menjadi kaku lagi pada suhu di dalam rongga mulut. Bahan tersebut dulunya mempunyai kegunaan saat melakukan pencetakan, dimana beberapa dokter gigi menggunakan lembaran compound pada sendok cetak untuk melakukan pencetakan pertama saat hendak dibuat gigi tiruan penuh Oksida seng eugenol (OSE) Oksida seng eugenol adalah bahan cetak yang telah jarang digunakan sekarang. Kegunaannya umumnya terbatas pada daerah linggir tidak bergigi atau daerah yang mukostatis. Sekarang bahan ini telah digantikan oleh bahan cetak yang elastis dikarenakan eugenol mempunyai rasa yang tidak enak dan terkadang dapat mengiritasi jaringan rongga mulut dari pasien Bahan Cetak Elastis Bahan cetak elastis dapat dibagi menjadi bahan cetak hidrokoloid dan bahan cetak elastomer. Bahan cetak hidrokoloid merupakan bahan cetak yang substansi dasarnya berupa koloid yang direaksikan dengan air, sehingga disebut hidrokoloid. Bahan cetak hidrokoloid sendiri dapat diklasifikasikan menjadi bahan cetak hidrokoloid reversibel dan ireversibel. 25,26 1. Hidrokoloid a. Hidrokoloid Reversibel (Agar)

3 11 Hidrokoloid reversibel adalah bahan cetak elastis pertama yang menggantikan bahan cetak nonelastis. Bahan ini adalah bahan cetak yang akurat untuk mengambil cetakan pada gigi dan rahang serta jaringan yang mempunyai undercut dan bisa dilepaskan tanpa melukai mulut pasien. Bahan ini digunakan di laboratorium untuk menduplikat model. 25 b. Hidrokoloid Ireversibel (Alginat) Bahan cetak alginat adalah bahan cetak yang paling banyak digunakan, harganya tidak mahal, mudah dimanipulasi dan tidak memerlukan alat khusus. Alginat banyak digunakan untuk mencetak model diagnostik, gigi tiruan sebagian lepasan dan saat reparasi dari gigi tiruan sebagian lepasan maupun gigi tiruan penuh. Kekurangan cetakan alginat adalah kurang akurat dalam mencetak pembuatan inlay, onlay, dan preparasi gigi tiruan cekat Elastomer Elastomer adalah bahan cetak elastis yang sangat akurat, memiliki kualitas yang sama dengan karet, oleh karena itu sering disebut bahan karet. Bahan elastomer yang sering digunakan adalah polisulfida, polieter, silikon kondensasi dan silikon adisi. Elastomer secara umum mempunyai reaksi polimerisasi yang meliputi pembentukan rantai polimer yang panjang dan rantai silang Bahan Cetak Elastomer Pengertian Bahan cetak elastomer adalah bahan cetak yang bersifat elastis seperti karet yang apabila digunakan dan dikeluarkan dari rongga mulut akan tetap bersifat elastis dan fleksibel. Menurut Spesifikasi ANSI/ADA No. 19 bahan cetak elastomer diklasifikasikan sebagai nonaqueous elastomeric impression materials. 2 Secara kimia, terdapat 4 jenis elastomer yang digunakan sebagai bahan cetak antara lain: polisulfid, silikon kondensasi, silikon adisi (polivinil siloksan) dan polieter. 22,25

4 Karakteristik Karakteristik bahan cetak elastomer dapat dilihat dari perbedaan sifat-sifat bahan cetak seperti waktu kerja, setting time, shrinkage pada saat setting, kemampuan elastis setelah dilepas, fleksibilitas ketika dilepaskan, kekuatan robekan, flow, wettability maupun reproduksi detail (Tabel 1). 22,27 Tabel 1. Perbedaan sifat-sifat bahan cetak elastomer 22,27 SIFAT POLISULFIDA SILIKON SILIKON POLIETER KONDENSASI ADISI (PVS) Waktu kerja 4-7 2, (menit) Setting time ,5 6 (menit) Shrinkage Tinggi Sedang - tinggi Sangat Rendah pada saat setting rendah Kemampuan elastis setelah Sedang Tinggi Sangat tinggi Tinggi dilepas Fleksibilitas ketika dilepaskan Tear Strength (Kekuatan Robekan) Tinggi Sedang Rendah sedang Sedang tinggi Rendah - sedang Rendah sedang Rendah sedang Sedang Flow Sedang tinggi Rendah Sangat Sangat rendah rendah Wettability Sedang Tidak baik Baik sangat Sangat baik baik Reproduksi detail Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik 2.3 Silikon Adisi (Polivinil Siloksan) Silikon adisi sering juga disebut bahan cetak polivinil siloksan atau vinil polisiloksan (PVS). 22,27 Spesifikasi ANSI-ADA No.19 (ISO 4823 [2003]) tertulis tentang bahan cetak elastomer, termasuk silikon adisi. Bahan cetak silikon adisi ini mempunyai kestabilan dimensi yang baik. Perubahan dimensi yang terjadi dalam 24 jam sangat rendah yaitu -0,1%. Selain itu, hasil cetakan silikon adisi dapat diisi

5 13 berulang kali. Indikasi penggunaan bahan cetak ini adalah pada pembuatan gigi tiruan cekat, inlay, onlay, implant dan gigi tiruan sebagian cekat Komposisi Pasta basis dan katalis mengandung bentuk vinil silikon. Pasta basis mengandung polimetilhidrosiloksan (polimetil hidrogen siloksan), serta pre-polimer siloksan lain. Pasta katalis mengandung dimetilsiloksan (divinil polidimetil siloksan) dan pre-polimer siloksan lain. Bila pasta katalis mengandung aktivator garam platinum, berarti pasta yang berlabel basis harus mengandung hibrid silikon. Bahan retarder mungkin juga terdapat dalam pasta yang mengandung katalis platinum. Kedua pasta mengandung bahan pengisi. 1,22 Saat terjadi polimerisasi adisi bahan cetak silikon adisi, atom hidrogen pada struktur ikatan vinil siloksan berpindah pada kelompok vinil (Gambar 1). 24 Gambar 1. Atas, atom hidrogen pada struktur ikatan vinil silikon yang berpindah pada kelompok vinil saat polimerisasi adisi. Bawah, struktur terakhir setelah garam platinum telah masuk pada reaksi polimerisasi adisi. 24

6 14 Polivinil siloksan tidak menghasilkan produk sisa saat polimerisasi, oleh karena itu perubahan dimensi yang terjadi saat setting sangat kecil. Proporsi yang tidak tepat dari vinil silikon dan hibrid silikon, ataupun kelembapan/zat sisa kelompok silane yang bereaksi dengan karbohidrat yang terdapat pada basis polimer, dapat menyebabkan terbentuknya produk sisa berupa gas hidrogen, sehingga dapat terjadi poreus pada permukaan model yang diisi gipsum. 28,29 Walaupun tidak semua bahan cetak polivinil siloksan menghasilkan gas hidrogen, direkomendasikan untuk menunggu 30 menit sampai reaksi setting selesai, baru dilakukan pengisian gipsum. 1 Kontaminasi sulfur dari sarung tangan lateks alamiah menghambat pengerasan bahan cetak silikon adisi. Beberapa sarung tangan vinil memiliki efek yang sama karena pengendali kestabilan mengandung sulfur yang digunakan dalam proses pembuatan sarung tangan tertentu. Kontaminasi yang begitu kuat, bila sarung tangan menyentuh gigi sebelum bahan cetak dimasukkan dapat menghambat pengerasan permukaan kritis dekat gigi. Hambatan tersebut menghasilkan distorsi yang cukup besar Manipulasi Bahan PVS terdiri dari beberapa jenis viskositas/ kekentalan yaitu light (wash), extra light (injection), medium (regular/ monophase), heavy, dan putty. Polivinil siloksan encer dan agak kental dikemas dalam 2 pasta, sementara bahan putty dikemas dalam 2 toples yang terdiri atas bahan basis dengan kekentalan tinggi dan bahan katalis. Baik basis dan katalis mengandung bahan serupa, kedua bahan ini memiliki kekentalan yang hampir sama sehingga bahan cetak ini lebih mudah diaduk. 22,25 Pada awalnya bahan cetak PVS terdiri dari 2 pasta yang terdiri dari basis dan katalis diaduk secara manual pada kertas pengaduk atau pelat kaca. Kedua pasta dengan warna berbeda diaduk secara merata dengan gerakan sirkuler hingga warnanya homogen. Seiring dengan perkembangan zaman, pabrik memproduksi alat pengaduk dengan sistem static automixing dan dynamic mechanical mixing. 1

7 15 Sistem static automixing atau sistem dual catridge menggunakan alat seperti gun (pistol). Hasil pengadukan dengan gun ini dapat langsung dimasukkan ke dalam syringe injeksi atau pada sendok cetak. Hasil pengadukan dengan sistem static automixing atau sistem dual catridge menghasilkan bahan cetak dengan gelembung udara yang lebih sedikit. Kerugian dari sistem ini adalah perlunya pergantian ujung (tip) dari gun setiap kali pengadukan dan terbuangnya sejumlah bahan cetak yang terdapat pada ujung (tip) (Gambar 2). 1,3 Gambar 2.Pistol pengaduk (mixing gun) dengan sistem dual catridge dan bahan PVS 3 Sistem dynamic mechanical mixing menggunakan alat seperti mesin pengaduk. Basis dan katalis dikemas dalam bentuk catridge dan dimasukkan ke dalam mesin pengaduk. Keuntungan dari sistem ini adalah penggunaannya yang mudah, proses pengadukan cepat, hasil pengadukan bahan cetak merata dan lebih sedikit gelembung udara dibandingan pengadukan dengan manual. Kerugiannya antara lain harga mesin pengaduk yang mahal dan sejumlah bahan cetak terbuang (Gambar 3). 1,3 Gambar 3. Mesin pengaduk (Mechanical mixer) untuk bahan cetak PVS. 3

8 Keuntungan dan Kerugian Keuntungan dari bahan silikon adisi: Akurat 2. Mudah saat manipulasi 3. Setting time yang cepat 4. Kestabilan dimensi yang baik, tidak terjadi shrinkage saat penyimpanan, dapat diisi berulang kali. Kerugian dari bahan silikon adisi: Setting dapat dipengaruhi perubahan suhu dan kelembapan 2. Sarung tangan yang mengandung bubuk lateks dapat mempengaruhi setting dari bahan cetak silikon putty 3. Mahal. 2.4 Model Hasil cetakan (reproduksi negatif) yang diisi gipsum keras menghasilkan cetakan yang disebut reproduksi positif (model). Cetakan itulah yang digunakan oleh dokter gigi untuk merancang maupun membuat gigi tiruan lepasan dan cekat. 22 Terdapat dua jenis model antara lain model anatomis dan model fisiologis. Model anatomis adalah model yang didapatkan dari pencetakan rongga mulut menggunakan bahan alginat dengan sendok cetak pabrikan. Model anatomis ini yang akan digunakan untuk pembuatan sendok cetak fisiologis. Sendok cetak fisiologis dapat dibuat dari bahan resin akrilik swapolimerisasi. Sendok cetak fisiologis merupakan sendok cetak perseorangan yang menghasilkan hasil cetakan yang lebih akurat dibandingkan dengan sendok cetak pabrikan. Hasil cetakan sendok fisiologis yang diisi gipsum disebut model fisiologis, yang merupakan replika reproduksi positif dari gigi yang telah dipreparasi. 30 Menurut Spesifikasi ANSI/ADA No. 25 (ISO 6873) gipsum terbagi atas plaster cetak (Tipe I), plaster model (Tipe II), dental stone (Tipe III), dental stone kekuatan tinggi (Tipe IV), dan dental stone kekuatan tinggi ekspansi tinggi (Tipe V). 1,31 Dental stone, kekuatan tinggi (Tipe IV) memenuhi persyaratan utama bagi

9 17 bahan stone untuk pembuatan die antara lain kekuatan, kekerasan, dan ekspansi pengerasan minimal. Untuk memperoleh sifat ini, digunakan -hemihidrat dari jenis Densite. Partikel-partikel berbentuk kuboidal serta daerah permukaan yang lebih kecil menghasilkan sifat tersebut. (Tabel 2) 31 Tabel 2. Jenis-jenis produk gipsum 31 Jenis Waktu Ekspansi Pengerasan pada 2 jam Rasio W : P Pengerasan Minimal (%) Maksimal (%) (menit) I. Plaster,cetakan 4±1 0 0,15 0,5-0,75 II. Plaster, model 12±4 0 0,3 0,45-0,5 III. Dental stone 12±4 0 0,2 0,28-0,3 IV. Dental stone, 12±4 0 0,1 0,22-0,24 kekuatan tinggi V. Dental stone, kekuatan tinggi, ekspansi tinggi 12±4 0,1 0,3 0,18-0, Kontrol Infeksi Kontrol infeksi dalam bidang kesehatan sekarang ini menjadi subjek dari penelitian yang intensif. 32 Risiko transmisi penyakit bervariasi tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi mikroorganisme. 33 Kekhawatiran terhadap bahaya kontaminasi silang saat prosedur dental memicu perkembangan kontrol infeksi dalam klinik dan laboratorium kedokteran gigi. 9 Dalam melakukan kontrol infeksi diperlukan kerja sama dari seluruh tim tenaga kesehatan. 32 Dalam bidang kedokteran gigi, protokol dan prosedur yang terlibat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi adalah untuk mengurangi kemungkinan risiko atau infeksi silang yang terjadi di praktek dokter gigi, sehingga dapat menghasilkan lingkungan yang aman bagi dokter gigi, staf dan pasien. 33 Dokter gigi tidak mengetahui dengan pasti apakah pasien yang datang untuk merawat giginya adalah pasien carrier atau bukan, oleh karena itu sebaiknya semua pasien diperlakukan carrier dengan melakukan kontrol infeksi secara umum pada prosedur klinis yang

10 18 dilakukan. 9 Kontrol infeksi dalam praktek kedokteran gigi meliputi beberapa prosedur antara lain evaluasi pasien, proteksi diri, sterilisasi dan desinfeksi. 12, Evaluasi Pasien Pada saat pertama kali pasien datang ke praktek dokter gigi, rekam medik haruslah dicatat dan senantiasa diperbaharui pada saat kunjungan pasien berikutnya, hal ini dimaksukkan agar dapat diketahui adanya kemungkinan terjadinya infeksi silang pada praktek dokter gigi. 32,33 Dokter gigi tidak mengetahui dengan pasti apakah pasien yang datang untuk merawat giginya adalah pasien carrier atau bukan, oleh karena itu sebaiknya semua pasien diperlakukan carrier dengan melakukan kontrol infeksi secara umum pada prosedur klinis yang dilakukan. 9, Proteksi Diri Proteksi diri dilakukan pada praktek dokter gigi untuk melindungi diri dari kontaminasi oleh infeksi dalam melindungi kulit, tangan maupun lengan dari darah, saliva ataupun cairan lainnya. Terdapat beberapa perlindungan diri di praktek dokter gigi antaranya memakai sarung tangan, kaca mata, masker dan baju praktek. Selain itu, dokter gigi juga harus menutupi luka karena luka dapat merupakan tempat masuknya mikroorganisme patogen, serta tidak lupa untuk mencuci tangan baik sebelum maupun sesudah merawat pasien. 9, Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi adalah proses yang dapat membunuh semua jenis mikroorganisme dengan tuntas termasuk endospora bakteri. 34,35 Dalam hal ini, diperlukan alat khusus dan senantiasa dimonitor untuk menjaga efektivitasnya. 34 Dalam kedokteran gigi, sterilisasi dapat dilakukan dengan sterilisasi panas pada alat-alat yang tahan panas. 33,35,36 Sterilisasi panas yang sering dilakukan antara lain autoclave (uap di bawah tekanan), chemiclave, dan dry heat. Metode autoclave merupakan metode yang menggunakan uap dan tekanan dimana merupakan metode yang paling umum digunakan. Sterilisasi chemiclave adalah kombinasi dari penggunaan bahan kimia

11 19 pada suhu, tekanan dan waktu tertentu untuk melakukan proses sterilisasi. Sterilisasi dry heat merupakan cara lain yang dapat digunakan dalam kedokteran gigi, dimana sterilisasi jenis ini lebih tidak korosif jika dibandingkan dengan metode autoclave. 36 Pada alat yang tidak tahan panas dapat dilakukan sterilisasi dengan bahan kimia pada suhu ruang Desinfeksi Desinfeksi adalah suatu proses penghancuran mikroorganisme yang bersifat patogen termasuk bakteri, virus, dan jamur, namun tidak membunuh endospora bakteri. 34,35 Desinfeksi dalam kedokteran gigi sering dilakukan pada bahan cetak untuk mencegah terjadinya infeksi silang. 9 Desinfeksi dapat dilakukan dengan tindakan fisik dan kimia. Tindakan fisik seperti dry heat pada suhu 160 o o selama 2 jam dan wet steam pada suhu 121 o selama 15 menit (autoclaving) dapat mengakibatkan kenaikan suhu yang dapat menyebabkan kerusakan dalam cetakan. 2 Hasil desinfeksi cetakan polivinil siloksan light dan heavy body menggunakan steam konvensional autoclave dan gas etilen oksida diteliti dapat digunakan sebagai model diagnostik ataupun pembuatan prostesis sementara, namun tidak dapat digunakan untuk pembuatan gigi tiruan cekat maupun gigi tiruan sebagian lepasan. 37 Oleh karena itu, desinfeksi bahan cetak menggunakan bahan kimiawi sangat dianjurkan Bahan Desinfektan Desinfektan adalah bahan yang digunakan pada proses desinfeksi dan dapat membunuh mikroorganisme patogen, khususnya jika diaplikasikan pada objek mati. Beberapa desinfektan dapat juga digunakan pada makhluk hidup atau diaplikasikan pada jaringan untuk membunuh mikroorganisme, namun lebih dikenal dengan sebutan antiseptik. 35,38 Kriteria desinfektan yang ideal adalah berspektrum luas, dapat digunakan dalam segala kondisi lingkungan, tidak toksik, tidak mengiritasi, tidak bersifat korosif, dan ekonomis, namun, susah ditemukan desinfektan yang memenuhi semua kriteria desinfektan yang ideal. Oleh karena itu, dalam memilih desinfektan adalah dengan mempertimbangkan segala karakteristik kriteria tersebut dan memilih

12 20 yang paling berguna dan efektif. 38 Pemakaian desinfektan pada bahan cetak sangat dianjurkan oleh American Dental Association (ADA) untuk menghindari infeksi silang Sodium Hipoklorit Sodium hipoklorit merupakan bahan desinfektan yang aman dan banyak digunakan di berbagai rumah sakit, dan bersifat bakterisid. Bahan desinfektan ini mengandung aldehida yang bebas, pottasium peroxomonosulfat, sodium benzoate dan asam tartarik. 39 Senyawa utama yang terdapat dalam sodium hipoklorit adalah klorin yang termasuk golongan halogen (intermediate level disinfectant). 35,40 Keuntungan dari desinfektan sodium hipoklorit adalah antimikroba berspektrum luas, tidak meninggalkan zat sisa yang toksik, dan terjangkau. 40 Kerugiannya antara lain bau yang kurang enak, mengiritasi kulit dan mata serta mengkorosi logam. 41 Pang SK (2006) dari surveinya menyatakan bahwa bahan desinfektan yang paling banyak digunakan untuk desinfeksi hasil cetakan adalah sodium hipoklorit. 10 Menurut Merchant dkk (2004), menyatakan larutan sodium hipoklorit dengan konsentrasi 0,5% sudah cukup untuk mendesinfeksi bahan cetak. 6 Berdasarkan penelitian dari Santosh (2011) penyemprotan dalam waktu 1 menit dengan sodium hipoklorit yang dihitung dengan colony counter pada bakteri jenis S. aureus dan S. viridans yang terdapat pada cetakan terjadi penurunan jumlah bakteri 100%. 2 Selain itu, sodium hipoklorit memiliki efek desinfektan bakterisidal, virusidal dan fungisidal. 2 Silva dkk (2004) melakukan penelitian tentang cetakan silikon kondensasi yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 1% selama 10 menit menyatakan tidak terdapat perubahan dimensi yang signifikan, dimana dimensi cetakan yang tidak direndam adalah 25,018 mm dan yang direndam selama 10 menit adalah 25,024 mm. 6 Hasil penelitian Oderinu OH (2007) menyimpulkan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 1% dengan teknik penyemprotan selama 10 menit pada hasil cetakan alginat tidak terdapat perubahan dimensi yang signifikan pada model, dimana jarak interpreparasi pada model yang tidak disemprot adalah 50,23 mm dan yang dilakukan

13 21 penyemprotan selama 10 menit jaraknya 50,21 mm. 20 Penelitian Saber FS dkk (2010) menyatakan terjadi perubahan dimensi cetakan silikon yang disemprot larutan sodium hipoklorit 5,25%, namun persentase perubahan dimensi yang terjadi masih kurang dari 0,5% sehingga menurut spesifikasi ADA no 19 masih dalam batasan yang dapat ditolerir. 16 Ongko DP (2012) melakukan penelitian tentang cetakan elastomer silikon adisi yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan 2%, menyimpulkan sodium hipoklorit 0,5% dapat menggantikan larutan sodium hipoklorit 2% sebagai desinfektan untuk bahan cetak. 23 Ongo TA dkk (2014) menyatakan bahwa penggunaan teknik penyemprotan dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 5, 10, dan 15 menit pada bahan cetak elastomer terdapat perbedaan bermakna yang signifikan pada stabilitas dimensi cetakan dimana hasil selisih diameter cetakan antara yang disemprot dan tidak disemprot menunjukkan nilai rata-rata 0,2686 mm dengan waktu 5 menit, 0,3860 mm dengan waktu 10 menit dan 0,2020 mm dengan waktu 15 menit Daun Sirih Dewasa ini telah berkembang penggunaan obat tradisional sebagai alternatif dari bahan kimia. 11,12 Indonesia mempunyai beraneka ragam jenis tanaman yang digunakan sebagai obat-obat tradisional. 8 Obat-obat tradisional Indonesia umumnya menggunakan bahan-bahan yang relatif mudah didapat dan penggunaannya tidak membutuhkan biaya yang tinggi. 11,12 Salah satu obat tradisional yang sering digunakan adalah daun sirih. 8 Daun sirih (Piper betle Linn) sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, dan sekarang ini dimanfaatkan oleh masyarakat umum sebagai antiseptik. Penggunaan secara tradisional biasanya dengan merebus daun sirih kemudian air rebusan tersebut digunakan untuk berkumur atau membersihkan bagian tubuh lain, atau daun sirih dilumatkan kemudian ditempelkan pada luka. 13 Daun sirih dapat digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit diantaranya obat sakit gigi dan mulut, sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut, batuk dan serak, hidung berdarah, keputihan, tetes mata, gangguan lambung, gatal-gatal, kepala pusing, dan jantung berdebar. 42

14 22 Jenis daun sirih antara lain : 1. Daun sirih jawa Sirih merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain. Sebagai budaya daun dan buahnya biasanya dimakan dengan cara mengunyah bersama gambir, pinang dan kapur. Namun mengunyah sirih telah dikaitkan dengan penyakit kanker mulut. Sirih digunakan sebagai tanaman obat, sangat berperan dalam kehidupan dan berbagai upacara adat. 43 Daun sirih jawa berwarna hijau tua dan rasanya tidak begitu tajam (Gambar 4). 44 Gambar 4. Daun Sirih Jawa Daun sirih merah Tanaman sirih merah tumbuh di berbagai daerah di Indonesia. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya berbentuk jantung dengan bagian ujung meruncing. Panjang daun bisa mencapai cm. Warna ujung daun hijau bersaput putih keabu-abuan. Bagian pangkal daun berwarna merah hati. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Tanaman ini tergolong langka karena tidak tumbuh di setiap tempat. Bisa tumbuh dengan baik di tempat yang teduh dan tidak terlalu banyak terkena sinar matahari Daun sirih banda Daun sirih banda berdaun besar, berwarna hijau tua dan kuning di beberapa bagian, memiliki rasa dan aroma yang sengak. 44

15 23 4. Daun sirih cengkeh Daun sirih cengkeh berdaun kuning, dan rasanya tajam menyerupai rasa cengkeh Daun sirih hitam Daun sirih hitam rasanya sengak, biasanya digunakan untuk campuran obat. 44 Jenis sirih yang sering digunakan masyarakat adalah sirih jawa. Kandungan sirih adalah minyak atsiri yang terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metileugenol, karvakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tanin. 13,44 Beberapa penelitian ilmiah menyatakan bahwa daun sirih juga mengandung enzim diastase, gula, dan tanin. Biasanya, daun sirih muda mengandung diastase, gula, dan minyak atsiri lebih banyak dari daun sirih tua. Sementara itu, kandungan taninnya relatif sama. Daun sirih terkenal akan khasiatnya sebagai desinfektan karena memiliki kandungan minyak atsiri. Dalam minyak atsiri sepertiganya terdiri dari fenol dan sebagian besar adalah kavikol. 44 Kavikol inilah yang memberikan bau khas daun sirih dan mempunyai khasiat bakterisid lima kali lebih kuat daripada fenol (yang tergolong intermediate level disinfectant). 8,35,44 Siswomihardjo (1994) menyebutkan bahwa air sirih 25% yang diolah dengan cara direbus menyebabkan bakteri tidak tumbuh. 8 Sebagian besar penelitian tentang tanaman daun sirih telah membuktikan efek antibakterial terhadap Streptococcus mutans. Infusa daun sirih secara tidak langsung menghambat perlekatan dari Streptococcus mutans dengan membuat lingkungan menjadi tidak kondusif bagi Streptococcus mutans untuk melekat. 8 Penelitian Vani K dkk (2011) menunjukkan bahwa daun sirih memiliki efek antimikroba dalam mengurangi mikroflora di dalam mulut. 14 Soemiati dan Elya (2002) menyatakan bahwa kadar hambat minimum (KHM) daun sirih yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans adalah sebesar 25%. Selain itu, infusa sirih juga dapat menghambat pertumbuhan E. Coli, Staphylococcus koagulase positif, Salmonela typhosa, bahkan Pseudomonas aeruginosa yang kerap kali resisten terhadap antibiotik. 8 Penelitian Praja H A (2009) menunjukkan bahwa perendaman resin akrilik polimerisasi panas dalam rebusan daun sirih 25% selama 5 menit berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans. 15

16 24 Hasil penelitian Affandi A (2009), bahan cetak elastomer pada perendaman dalam larutan desinfektan daun sirih 25% selama 10, 20, 30, 40 dan 50 menit dibandingkan dengan yang tidak dilakukan perendaman terjadi perubahan dimensi hasil cetakan, perbedaan rata-rata diameter hasil pengukuran pada yang tidak direndam sebesar 0,6010, pada yang direndam 10 menit sebesar 0,6110, 20 menit sebesar 0,6130, 30 menit sebesar 0,6110, 40 menit sebesar 0,6130 dan yang 50 menit sebesar 0, Sari RDAN dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang desinfeksi cetakan alginat menyatakan bahwa cetakan yang disemprot infusa daun sirih 25% selama 10 menit pada model induk replika rahang bawah, diameter silinder (jarak bukolingual) dari A dan D (mewakili gigi molar 1 kanan dan kiri), B dan C (mewakili gigi kaninus kanan dan kiri) serta jarak antar silinder (jarak antara A dan B, B dan C, C dan D, D dan A) dari cetakan terdapat perubahan dimensi yang signifikan. Hasil pengukuran diameter silinder A, B, C dan D tanpa perlakuan adalah 8,8838 mm, 6,3933 mm, 6,3733 mm, dan 8,8981 mm sedangkan dengan penyemprotan adalah 8,8133 mm, 6,3395 mm, 6,3310 mm, dan 8,8077 mm. Jarak antar silinder A dan B, B dan C, C dan D, D dan A tanpa perlakuan adalah 31,1143 mm, 32,5743 mm, 31,0914 mm dan 56,2 mm sedangkan dengan penyemprotan adalah 30,96 mm, 32,5429 mm, 30,9429 mm dan 56,1571 mm. 8 Berbeda dengan penelitian Hasanah NY dkk (2014) yang menyatakan penyemprotan larutan daun sirih 80% pada bahan cetak alginat selama 5, 10 dan 15 menit tidak menyebabkan perubahan dimensi yang signifikan jika dibandingkan dengan bahan cetak tanpa penyemprotan selama 5, 10 dan 15 menit, hasil pengukuran diameter rata-rata cetakan alginat tanpa penyemprotan selama 5, 10 dan 15 menit adalah 45,30 mm, 45,40 mm, dan 45,38 mm sedangkan yang disemprot larutan daun sirih 80% selama 5, 10 dan 15 menit adalah 45,35 mm, 45,40 mm dan 45,39 mm Metode Desinfeksi Hasil Cetakan Metode yang digunakan untuk mendesinfeksi hasil cetakan ada dua yaitu teknik penyemprotan dan perendaman. 2 Perendaman bahan cetak dalam desinfektan secara klinis berpengaruh terhadap perubahan dimensi. 16 Menurut penelitian Melilli

17 25 D dkk (2008) menyatakan pada bahan cetak elastomer yang direndam di dalam larutan desinfektan (quaternary ammonium compounds dan glutardehid) disimpulkan tidak ada perubahan klinis yang relevan. 17 Penelitian lain Iara C (2011) ketika menggunakan teknik perendaman dalam melakukan desinfeksi bahan cetak elastomer terdapat perubahan dimensi yang signifikan. 2 Namun dari hasil penelitian tidak semuanya sependapat karena terdapat perbedaan waktu perendaman, bahan desinfektan serta jenis bahan cetak yang digunakan. 17 Menurut survei Kugel G dkk (2000), sebanyak 46% laboratorium di USA melakukan desinfeksi dengan teknik penyemprotan, 34% laboratorium melakukan desinfeksi dengan teknik perendaman, 23% lainnya menyatakan tidak mengetahui teknik mana yang sesuai. 18 Silva dan Salvador (2004) serta Saber FS, dkk (2010) menyatakan bahwa metode desinfeksi dengan teknik perendaman menunjukkan aktivitas antimikrobial yang sama dengan teknik penyemprotan. 6,16,19 Penelitian menyatakan perubahan dimensi pada bahan cetak dengan perendaman lebih besar daripada penyemprotan. Sari RDAN dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang penyemprotan dan perendaman infusa daun sirih 25% pada bahan cetak menyatakan bahwa desinfeksi cetakan dengan teknik penyemprotan menghasilkan perubahan dimensi yang lebih kecil dibandingkan teknik perendaman. 8 Oleh karena itu, teknik penyemprotan dianggap sebagai metode yang efektif untuk mengurangi terjadinya risiko perubahan dimensi pada cetakan dibandingkan dengan teknik perendaman Mekanisme Perubahan Dimensi Cetakan Silikon Adisi pada Model Dimensi adalah pengukuran suatu bahan pada arah tertentu, seperti panjang, lebar, tinggi, atau diameter. Menurut ketentuan spesifikasi ANSI/ADA penelitian tentang bahan cetak elastomer termasuk stabilitas dimensinya dapat dilakukan dengan mengukur ukuran jarak bukolingual, oklusogingival dan interpreparasi. 21 Perubahan dimensi pada bahan cetak elastomer dapat disebabkan banyak faktor diantaranya hydrophilicity, penyusutan saat polimerisasi (polymerization shrinkage), penguapan produk sampingan dari reaksi polimerisasi, penyusutan yang disebabkan perubahan suhu, ataupun kesalahan pemanipulasian yang dilakukan operator. 45

18 26 Stabilitas dimensi pada hasil cetakan merupakan hal penting dalam keberhasilan pembuatan gigi tiruan. 19 Bahan cetak elastomer jenis silikon adisi (polivinil siloksan) tidak menghasilkan hasil sampingan setelah reaksi polimerisasi, oleh karena itu diharapkan dapat lebih stabil dimensinya. Polivinil siloksan dilaporkan memiliki dimensi yang cenderung stabil, bahkan bisa tetap stabil dimensinya sampai 1 minggu, karena itu hasil cetakan dengan bahan cetak ini dapat diisi gipsum keras berulang kali. 41 Walaupun demikian, semua bahan cetak elastomer mengalami penyusutan (shrinkage) sewaktu polimerisasi. Pada reaksi polimerisasi adisi mencakup penggabungan bahan base hidrogen siloksan dengan katalis platinum, dimana kemungkinan dapat terjadi penyusutan (shrinkage), namun pada bahan polivinil siloksan penyusutan (shrinkage) yang terjadi merupakan yang paling sedikit. 45,46 Menurut ketentuan spesifikasi ADA, perubahan dimensi yang dapat ditolerir pada bahan cetak adalah 0,5%. 16,47 Bahan cetak polivinil siloksan seiring perkembangan juga telah dimodifikasi dengan menambahkan surfaktan untuk meningkatkan hidrophilicity sehingga bersifat hidrofilik. 3,5 Bahan cetak silikon adisi yang hidrofilik cenderung mempunyai wettability yang tinggi dibandingkan yang hidrofobik. Wettability adalah suatu sifat pergerakan air di dalam bahan silikon itu sendiri. Sifat wettability yang tinggi membuat bahan cetak tersebut menyerap larutan desinfektan sehingga menjadikannya lebih mudah untuk mengalami perubahan dimensi apabila didesinfeksi. 2 Oleh karena itu, bahan cetak yang bersifat hidrofilik akan menyerap air saat didesinfeksi dengan desinfektan dan akan mengalami ekspansi. 6,30,48 Semakin besar ekspansi bahan cetak elastomer maka hasil ukuran model akan semakin kecil dikarenakan bahan cetak berekspansi ke segala arah baik ke arah okluso gingival, buko lingual, dan interpreparasi. 20 Rebusan (infusa) daun sirih dan larutan sodium hipoklorit sebagai desinfektan juga mengandung air, dimana air tersebut yang dapat diserap bahan cetak yang sifat wettability tinggi sehingga bahan cetak dapat mengalami perubahan dimensi dan cenderung akan mengalami ekspansi. 8,30,48 Selanjutnya, rebusan (infusa) daun sirih juga mengandung fenol, dalam hal ini komposisi fenol dapat menguap sehingga

19 27 rebusan (infusa) daun sirih yang diserap bahan cetak berkurang dan perubahan dimensi yang terjadi lebih kecil. 7,8 Selain itu, faktor lain dapat mempengaruhi perubahan dimensi pada pengukuran yang dilakukan pada model yaitu setting ekspansi dari gipsum yang digunakan untuk mengisi hasil cetakan. 1 Ekspansi bahan dapat dideteksi saat perubahan hemihidrat menjadi dihidrat saat proses setting. Saat proses ini berlangsung terjadi mekanisme kristalisasi. Proses kristalisasi tergambar sebagai suatu pertumbuhan berlebihan dari kristal-kristal nukleus kristalisasi. Berdasarkan keterkaitan kristal-kristal dihidrat, kristal tumbuh dari nuklei dapat berikatan ataupun menghalangi pertumbuhan kristal yang berdekatan. Bila proses ini diulangi oleh ribuan kristal selama pertumbuhan, suatu tekanan atau dorongan keluar dapat terjadi yang menghasilkan ekspansi. 31,37 Menurut ketentuan spesifikasi ADA, setting ekspansi yang dapat ditolerir dari dental stone tipe IV adalah 0,1% dalam waktu 2 jam. 31,49,50

20 2.7 Kerangka Teori Bahan Cetak Kontrol Infeksi Hasil Cetakan Non Elastis Elastis Evaluasi pasien Proteksi diri Model Plaster of Paris Kompon ZOE Elastomer Hidrokoloid Polieter Silikon Polisulfid Sterilisasi Desinfeksi Anatomis Fisiologis Gipsum (Tipe IV) Setting Ekspansi Komposisi Sifat Manipulasi Keuntungan & Kerugian Wettability Silikon Adisi Silikon Kondensasi Daun sirih Bahan Sodium hipoklorit Tindakan fisik Teknik perendaman Tindakan Tindakan kimia Metode Teknik penyemprotan Perubahan dimensi elastomer pada model fisiologis 28

21 2.8 Kerangka Konsep Tanpa Desinfeksi Bahan Cetak Elastomer Hasil Cetakan Silikon Adisi (Polivinil Siloksan) Model Fisiologis (Gipsum tipe IV) Setting : Hemihidrat dihidrat kristalisasi Setting ekspansi Dimensi model fisiologis bertambah (+) Hidrofobik Penambahan surfaktan hidrofilik Wettability menjadi lebih tinggi Menyerap larutan disekitar Tindakan Kimia Teknik penyemprotan Rebusan Daun Sirih 25% (10ml) Desinfeksi Mengandung fenol yang dapat menguap Ekspansi bahan cetak (+ +) model mengecil Dimensi model fisiologis (- -) Kontrol Infeksi Bahan desinfektan Larutan Sodium Hipoklorit 0,5% (10 ml) Ekspansi bahan cetak (+ + +) Dimensi model fisiologis (- - -) Dimensi model fisiologis (+) Perubahan dimensi mode l fisiologis < Dimensi model fisiologis (-) Perubahan dimensi mode l fisiologis >> Dimensi model fisiologis (- -) Perubahan dimensi mode l fisiologis >>> 29

22 Hipotesis Penelitian 1. Ada pengaruh penyemprotan rebusan daun sirih 25% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis. 2. Ada pengaruh penyemprotan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis. 3. Ada perbedaan pengaruh antara penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat replika atau cetakan yang akurat dari jaringan keras maupun jaringan lunak rongga mulut. 1 Salah satu bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. cetak dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian bahan cetak di kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan cetakan negatif dari rongga mulut. Hasil dari cetakan akan digunakan dalam pembuatan model studi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak 2.1.1 Pengertian Bahan cetak adalah bahan yang digunakan di kedokteran gigi untuk mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini banyak bahan cetak yang diperkenalkan untuk mencetak rahang dan jaringan sekitarnya. Di bidang prostodontik pemakaian bahan cetak dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bahan Cetak Elastomer Bahan cetak elastomer merupakan bahan cetak elastik yang menyerupai karet. Bahan ini dikelompokkan sebagai karet sintetik. Suatu pengerasan elastomer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mulai menggunakan secara intensif bahan cetakan tersebut (Nallamuthu et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alginat adalah bahan visco-elastis dengan konsistensi seperti karet. Bahan cetak alginat diperkenalkan pada tahun 1940. Sejak tahun itu, dokter gigi sudah mulai menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alginat merupakan bahan cetak hidrokolloid yang paling banyak digunakan selama beberapa tahun terakhir. Bahan cetak ini memiliki kelebihan antara lain mudah pada manipulasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan di kedokteran gigi adalah hydrocolloid irreversible atau alginat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam kedokteran gigi bervariasi jenisnya yaitu bahan cetak yang bersifat elastis dan non-elastis. Salah satu bahan cetak elastis yang banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah terjadinya infeksi silang yang bisa ditularkan terhadap pasien, dokter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap pekerjaan mempunyai risiko kerja masing-masing, termasuk bagi praktisi yang memiliki pekerjaan dalam bidang kedokteran gigi. Salah satu risiko tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam bidang kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan cetakan negatif dari jaringan rongga mulut. Hasil cetakan digunakan untuk membuat model studi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan cetak di kedokteran gigi digunakan untuk membuat replika jaringan keras dan jaringan lunak mulut. Bahan cetak dibedakan atas bahan untuk mendapatkan cetakan negatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, perkembangan dan kemajuan teknologi serta bahan dalam bidang kedokteran gigi semakin beragam dan pesat. Terdapat berbagai jenis bahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gigitiruan dan sebagai pendukung jaringan lunak di sekitar gigi. 1,2 Basis gigitiruan

BAB 1 PENDAHULUAN. gigitiruan dan sebagai pendukung jaringan lunak di sekitar gigi. 1,2 Basis gigitiruan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigitiruan merupakan bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak rongga mulut, sekaligus berperan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. material. Contoh bahan cetak elastomer adalah silikon, polieter dan polisulfida.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. material. Contoh bahan cetak elastomer adalah silikon, polieter dan polisulfida. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak yang terdapat dalam kedokteran gigi terdiri dari dua jenis yaitu bahan cetak elastis dan non elastis. Bahan yang bersifat non-elastis adalah impression compound, impression

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus kehilangan gigi merupakan kasus yang banyak dijumpai di kedokteran gigi. Salah satu restorasi pengganti gigi yang hilang tersebut berupa gigi tiruan cekat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Gipsum Gipsum merupakan mineral alami yang telah digunakan sebagai model gigitiruan sejak 1756 20 Gipsum yang dihasilkan untuk tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gipsum merupakan mineral yang didapatkan dari proses penambangan di berbagai belahan dunia. Gipsum merupakan produk dari beberapa proses kimia dan sering digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pencetakan karena bahan ini mempunyai keuntungan dalam aspek dimensi

BAB 1 PENDAHULUAN. proses pencetakan karena bahan ini mempunyai keuntungan dalam aspek dimensi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan cetak elastomer sering menjadi pilihan dokter gigi ketika melakukan proses pencetakan karena bahan ini mempunyai keuntungan dalam aspek dimensi stabilitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pencetakan merupakan proses untuk mendapatkan suatu cetakan yang tepat dari gigi dan jaringan mulut, sedangkan hasil cetakan merupakan negative reproduction dari jaringan mulut tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Masalah Perubahan dimensi pada cetakan gigi dan mulut biasanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Masalah Perubahan dimensi pada cetakan gigi dan mulut biasanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Masalah Perubahan dimensi pada cetakan gigi dan mulut biasanya terjadi selama atau setelah pengambilan cetakan. Untuk mendapatkan model restorasi yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENYEMPROTAN REBUSAN DAUN SIRIH DAN LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT PADA CETAKAN ELASTOMER TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI MODEL FISIOLOGIS

PENGARUH PENYEMPROTAN REBUSAN DAUN SIRIH DAN LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT PADA CETAKAN ELASTOMER TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI MODEL FISIOLOGIS PENGARUH PENYEMPROTAN REBUSAN DAUN SIRIH DAN LARUTAN SODIUM HIPOKLORIT PADA CETAKAN ELASTOMER TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI MODEL FISIOLOGIS SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal 700 sebelum masehi, desain gigitiruan telah dibuat dengan menggunakan gading dan tulang. Hal ini membuktikan bahwa gigitiruan telah ada sejak ribuan tahun

Lebih terperinci

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar).

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar). 1 PENCETAKAN Setelah dilakukan perawatan pendahuluan dan luka pencabutan sudah sembuh maka terhadap pasien dapat dilakukan. Sebelumnya terlebih dahulu dijelaskan kepada pasien, bahwa dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversibel atau ireversibel, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversibel menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga

BAB 1 PENDAHULUAN. model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Model gigitiruan merupakan replika dari permukaan rongga mulut. Pembuatan model gigitiruan dilakukan dengan cara menuangkan gips ke dalam cetakan rongga mulut dan dibiarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencetakan rahang merupakan tahap awal dalam perawatan prostodontik yang bertujuan untuk mendapatkan replika dari jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut. Cetakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan reproduksi negatif dari gigi dan jaringan sekitarnya, kemudian akan diisi dengan bahan pengisi untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak Bahan cetak adalah bahan yang digunakan di kedokteran gigi untuk mencetak dan mereproduksi hasil yang akurat dari gigi, jaringan lunak dan jaringan keras di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigitiruan adalah alat untuk menggantikan permukaan pengunyahan dan struktur-struktur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringan lunak dan juga sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Pada dasarnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringan lunak dan juga sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Pada dasarnya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan juga sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Pada dasarnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak yang tidak meliputi anasir gigitiruan. 1 Resin akrilik sampai saat ini masih merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversible atau ireversible, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversible menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gigitiruan adalah alat untuk menggantikan fungsi jaringan rongga mulut yaitu dengan mempertahankan efisiensi pengunyahan, meningkatkan fungsi bicara dan estetis dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik Kelompok Tgl. Praktikum Pembimbing : MANIPULASI MATERIAL CETAK ELASTOMER : A12 : Senin, 1 Mei 2016 : Priyawan Rachmadi,drg.,PhD. Penyusun : No Nama NIM. 1. Lintang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehilangan gigi merupakan hal yang normal dari proses menua, dan dapat dianggap sebagai suatu penyakit biasa. Meningkatnya usia dengan penyakit gigi dan mulut serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut Craig dkk (2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut Craig dkk (2004) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DASAR TEORI 1.Bahan Cetak a. Pengertian Bahan Cetak Bahan cetak digunakan untuk menghasilkan replika bentuk gigi dan jaringan lunak dalam rongga mulut secara detail. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan yang menggantikan sebagian gigi asli yang hilang dan dapat dilepas dan dipasang sendiri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1 LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1 Topik Kelompok : Manipulasi Material Cetak Elastomer : A10 Tgl. Pratikum : Senin, 27 Maret 2017 Pembimbing : Priyawan Rachmadi, drg., Ph.D Penyusun : 1. Salsalia Siska

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang sering dikeluhkan oleh masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009). Prevalensi terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak digunakan untuk membuat replika dari suatu rongga mulut. Semua bahan cetak harus bersifat plastis atau mempunyai daya alir sehingga pencetakan dapat dilakukan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

BAB 1 PENDAHULUAN. rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19, seorang ahli kimia dari Skotlandia memperhatikan bahwa rumput laut tertentu yang bernama Brown Algae bisa menghasilkan suatu ekstrak lendir,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai

Lebih terperinci

Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA

Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA 1 Deskripsi KOMPOSISI EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI L) DAN PENGGUNAANNYA 5Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan komposisi ekstrak daun Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : MANIPULASI MATERIAL CETAK ELASTOMER Kelompok : A-7 Tgl. Praktikum : 11 Mei 2015 Pembimbing : Prof. Dr. Anita Yuliati, drg., M.Kes Penyusun : No. Nama NIM 1. M.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu organisme sehingga menyebabkan kelemahan fungsi serta menurunnya kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan-tekanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembuatan Model Salah satu tahap dalam pembuatan gigitiruan yaitu pembuatan model gigitiruan yang terbagi menjadi model studi dan model kerja. Pencetakan anatomis dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dokter gigi sering merekomendasikan pembuatan gigitiruan sebagian lepasan, gigitiruan cekat, gigitiruan penuh, atau implan untuk kasus kehilangan gigi dalam perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit yang diderita oleh banyak manusia di dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia, penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam kedokteran gigi, bahan cetak digunakan terutama untuk meniru bentuk gigi, selain itu juga untuk membuat restorasi dan preparasi untuk perawatan restoratif, dan juga bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada permukaan gigi atau permukaan jaringan keras lain didalam rongga mulut. Plak gigi terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gipsum Gipsum merupakan mineral yang berasal dari alam yang telah dikenal selama berabad-abad. Gipsum terbentuk secara alamiah dari hasil penguapan air di pedalaman perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberculosis banyak terjadi pada negara berkembang atau yang memiliki tingkat sosial menengah ke bawah. Insiden penyakit ini meningkat secara drastis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang terutama disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal. Gigi yang hilang dan tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggantikan struktur rongga mulut atau sebagian wajah yang hilang. 2, 3

BAB 1 PENDAHULUAN. menggantikan struktur rongga mulut atau sebagian wajah yang hilang. 2, 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Resin akrilik digunakan di bidang kedokteran gigi mulai tahun 1946. Sebanyak 98% dari semua basis gigi tiruan dibuat dari polimer atau kopolimer metil metakrilat. Polimer

Lebih terperinci

MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI

MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI E MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI Disusun oleh: KELOMPOK E (040001500082) IgaEldita (040001500093) Jonathan Morgan (040001500083) Imammuddin (040001500094) Josephine Kartika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Resin akrilik merupakan bahan yang paling banyak digunakan di Kedokteran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Resin akrilik merupakan bahan yang paling banyak digunakan di Kedokteran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resin akrilik merupakan bahan yang paling banyak digunakan di Kedokteran Gigi terutama dalam pembuatan basis gigi tiruan. Salah satu jenis resin akrilik yang sering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Gipsum Gipsum merupakan mineral yang ditambang dari berbagai belahan dunia Selain itu, gipsum juga merupakan produk samping dari berbagai proses kimia Di alam, gipsum merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan dialami oleh hampir seluruh individu pada sepanjang hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari peran mikroorganisme, yang jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari peran mikroorganisme, yang jika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut adalah bagian yang esensial dan integral dari kesehatan umum. Kesehatan gigi dan mulut yang baik dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 0,1%, usia tahun 0,4 %, usia tahun 1,8%, usia tahun 5,9%

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 0,1%, usia tahun 0,4 %, usia tahun 1,8%, usia tahun 5,9% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 menyatakan bahwa kehilangan seluruh gigi pada usia 25-34 tahun 0,1%, usia 35-44

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut dengan bentuk utamanya atropik dengan lesi erythematous dan hiperplastik 1. Denture Stomatitis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I. : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat BARU LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik Kelompok : Recovery from Deformation Material Cetak Alginat : A3a Tgl.Praktikum : 26 Mei 2014 Pembimbing : Devi Rianti, drg., M.Kes. Penyusun : 1. Pramadita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan kelainan oklusal yang akan berpengaruh pada fungsi oklusi yang stabil,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan kelainan oklusal yang akan berpengaruh pada fungsi oklusi yang stabil, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Ortodonsi merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan wajah, dengan perkembangan gigi dan oklusi, dan perawatan kelainan oklusal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigi tiruan merupakan bagian dari gigi tiruan yang berada di atas linggir sisa yang bersandar pada jaringan lunak rongga mulut, sekaligus berperan sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun seluruh gigi asli yang hilang dan jaringan di sekitarnya. Tujuan dari pembuatan gigi tiruan

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK PENCETAKAN PUTTY/WASH ONE-STEP DAN TWO-STEP TERHADAP CACAT PERMUKAAN CETAKAN DAN AKURASI DIMENSI MODEL KERJA GIGI TIRUAN CEKAT

PENGARUH TEKNIK PENCETAKAN PUTTY/WASH ONE-STEP DAN TWO-STEP TERHADAP CACAT PERMUKAAN CETAKAN DAN AKURASI DIMENSI MODEL KERJA GIGI TIRUAN CEKAT PENGARUH TEKNIK PENCETAKAN PUTTY/WASH ONE-STEP DAN TWO-STEP TERHADAP CACAT PERMUKAAN CETAKAN DAN AKURASI DIMENSI MODEL KERJA GIGI TIRUAN CEKAT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Karies Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Setting Time Gipsum Tipe II Berdasarkan W : P Ratio Grup : B - 3A Tgl. Praktikum : 5 April 2012 Pembimbing : Devi Rianti, drg., M.Kes Penyusun : 1. Ratih Ayu Maheswari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin Semen ionomer kaca telah digunakan secara luas dibidang kedokteran gigi. Sejak diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1971. Ionomer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut manusia tidak pernah terbebas dari bakteri karena mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan menempel pada gigi, jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia seseorang akan terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu, keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat mempengaruhi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian tubuh meliputi mulut, saluran pencernaan, kulit dan organ genetalia wanita. Candida albicans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinea atau dermatofitosis adalah nama sekelompok penyakit kulit yang disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang tumbuh di lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luka adalah salah satu dari kasus cedera yang sering terjadi. Luka didefinisikan sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Penyebab dari luka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan dan plak, terutama pada daerah sayap bukal atau bagian-bagian yang sukar dibersihkan (David dan MacGregor,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan protesa yang menggantikan gigi yang hilang. Pembuatan gigi tiruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan protesa yang menggantikan gigi yang hilang. Pembuatan gigi tiruan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kebutuhan masyarakat terhadap perawatan kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat, salah satunya adalah pembuatan gigi tiruan. Gigi tiruan merupakan protesa

Lebih terperinci

ANTISEPTIC DAN DESINFEKTAN

ANTISEPTIC DAN DESINFEKTAN MAKALAH ANTISEPTIC DAN DESINFEKTAN Ditujukan untuk memenuhi tugas Kelompok Mata Kuliah : Mikrobiologi Dosen : Evi Roviati M. Si. S. Si. Di susun oleh : Khumaedullah Ajijul Edo Kuswanto Sri apriyanti TARBIYAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia (patogen). Penyakit infeksi jamur bisa mengenai kulit dan selaput lendir sampai ke jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehilangan gigi pada seseorang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan trauma psikologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut yang terbanyak dialami masyarakat di Indonesia adalah karies gigi. Penyakit tersebut menyerang semua golongan umur, mulai dari anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Ikan nila banyak digemari oleh masyarakat karena dagingnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan restorasi gigi ada dua macam, yaitu restorasi langsung dan restorasi tidak langsung. Restorasi langsung adalah restorasi gigi yang dapat dibuat langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Infeksi saluran akar adalah suatu penyakit yang disebabkan salah satunya oleh bakteri yang menginfeksi saluran akar. Proses terjadinya kerusakan saluran akar gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia adalah karies gigi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Cetak 2.1.1 Pengertian Bahan Cetak Bahan cetak merupakan suatu bahan yang digunakan untuk menghasilkan suatu bentuk cetakan dari hubungan gigi dan jaringan rongga mulut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

Manipulasi Bahan Cetak Alginat

Manipulasi Bahan Cetak Alginat Manipulasi Bahan Cetak Alginat A. Cara Mencampur Tuangkan bubuk alginate dan campurkan dengan air menjadi satu ke dalam mangkuk karet (bowl). Ikuti petunjuk penggunaan dari pabrik. Aduk menggunakan spatula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak mengandung protein dan dikonsumsi oleh manusia sejak beberapa abad yang lalu. Ikan banyak dikenal karena termasuk lauk pauk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, didukung oleh gusi yang kuat dan

BAB I PENDAHULUAN. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, didukung oleh gusi yang kuat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudidayakan diseluruh masyarakat. Gigi yang sehat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi atau yang biasa dikenal dengan gigi berlubang adalah hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet khususnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Resin akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya. Resin akrilik yang dipakai di kedokteran gigi adalah jenis ester terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam proses pencampuran dan manipulasi, alat yang digunakan minimal,

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam proses pencampuran dan manipulasi, alat yang digunakan minimal, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alginat merupakan salah satu bahan yang paling sering digunakan pada praktek kedokteran gigi karena alginat memiliki banyak manfaat, antara lain : mudah dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama restorasi pada daerah yang tidak mendapat tekanan besar (Zoergibel dan Illie, 2012). Terlepas dari

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 22 BAB 5 HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kebocoran mikro pada tumpatan GIC Fuji IX, GIC Fuji II, dan GIC Fuji II LC. Kebocoran mikro tersebut dapat terdeteksi dengan terlihatnya

Lebih terperinci