BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI"

Transkripsi

1 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Kesimpulam dari penelitian ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian berdasarkan hasil observasi, pemeparan, identifikas, dan analisis, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya mengenai permukiman yang berada pada kawasan meander memiliki kerentanan-kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan yang hanya berada pada tepian sungai. Penelitian tersebut mengarahkan bagaimana pola atau penataan suatu permukiman yang memiliki nilai kerentanan yang tinggi. 1. Karakteristik kawasan meander sangat mempengaruhi kondisi permukiman yang ada. Kawasan meander merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap banjir, terlebih pada lokasi penelitian kali ini terdapat pertemuan dua sungai, antara sungai Progo dan sungai Pabelan. Meander secara langsung mempengaruhi arah pertumbuhan permukiman serta integrasi dari aksesibilitas dan aktivitas pada kawasan. Pola permukiman, infrastruktur jalan, fasilitas umum atau pendukung, sangat berpengaruh besar pada area yang rentan akan bencana. Dari analisis dan pembahasan sebelumnya, telah dinyatakan dan digambarkan bahwa zona-zona yang ada pada Desa Progowati memiliki nilai kerentanan yang bervariatif. Hal ini disebabkan kerena pola permukiman, sirkulasi jalan serta kondisi lingkungan yang membedakan dan yang mendukung nilai tingkat kerentanan pada kawasan penelitian. Berbedan-perbedaan ini lah yang membentuk karakteristik kerentanan bencana pada tiap zona berbeda-beda, begitu pula dengan resiko dan arahan yang akan diberikan pada tiap zona pun juga berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa elemen atau kondisi permukiman, pola permukiman, sirkulasi jalan, drainase jalan dan fasilitas umum memiliki peranan penting yang bersifat dinamis atau aktif. Sedangkan penyelesaian yang berhubungan dengan alam seperti pembuatan talud dan tanggul merupakan bentuk desain pasif. 2. Karakteristik pola permukiman pada kawasan meander dapat di amati dari kejadian yang terjadi tiap tahunnya. Dapat dijelaskan dengan melihat hubungan antara sungai, pola 147

2 permukiman, topografi serta sirkulasi jalan yang ada. Secara keseluruhan dari apa yang terjadi beberapa tahun terakhir, dapat disimpulkan bahwa, kerentanan terbentuk karena : a. Pola aliran dan kelokan sungai meander b. Permukiman yang berada pada garis sempadan sungai c. Kelandaian topografi yang mempermudah masuknya air dari luapan sungai d. Sistem drainase yang buruk sehingga meningkatkan genangan akibat terjebaknya air hujan dan luapan yang masuk ke area permukiman e. Infrastrktur jalan yang tidak tertata dan ter arah. Berdasarkan temuan penelitian, kerentanan dan nilai resiko bencana paling tinggi terdapat pada zona 1, dimana zona 1 terdapat atau memiliki titik pertemuan antara sunga Progo dan sungai Pabelan. Dengan demikian dapat dikatakan kerentanan dan resiko bencana disebabkan oleh faktor alam, atau kondisi air sungai yang meluap disaat musim penghujan. Semakin meningkatnya jumlah permukiman pada zona 1 maka akan semakin rentan dan semakin tinggi pula nilai resiko bencana banjir yang terjadi pada zona 1. Di dukung pula dengan drainase yang kurang baik yang pada akhirnya menangkap air, baik dari luapan sungai ataupun air hujan, dan membuat genangan yang merugikan masyarakat pada zona tersebut. 148

3 Tabel 6.1 : Banjir Akibat Luapan Air Hujan Sumber : Analisis penulis 149

4 Gambar 6.1 : Analisis Area Rentan Banjir Sumber : Analisis Penulis 150

5 Tabel 6.2 : Rangkuman Kesimpulan Analisis Jumlah dan Lantai Bangunan Sumber : Analisis penulis Zona/Blok Element Zona 1 Zona 2 Zona 3 Luas Area m² m² m² Jumlah Rumah 125 rumah 227 rumah 117 rumah Bangunan 2 Lantai 15 rumah 20 rumah 22 rumah Bangunan 1 Lantai 110 rumah 207 rumah 95 rumah Dilalui Banjir 52 rumah 26 rumah - rumah Tabel 6.3 : Rangkuman Kesimpulan Analisis Mata Pencaharian Sumber : Analisis penulis Zona/Blok Mata Pencaharian Zona 1 Zona 2 Zona 3 Petani 221 jiwa 253 jiwa 157 jiwa Buruh Tani 382 jiwa 437 jiwa 272 jiwa Buruh Bangunan 212 jiwa 230 jiwa 143 jiwa PNS/TNI/ABRI 160 jiwa 80 jiwa 50 jiwa Pedagang 26 jiwa 131 jiwa 88 jiwa Pengangguran 5 jiwa 19 jiwa 8 jiwa Tabel 6.4 : Rangkuman Kesimpulan Analisis Jumlah Peduduk Sumber : Analisis penulis Zona/Blok Usia Zona 1 Zona 2 Zona tahun 383 jiwa 510 jiwa 381 jiwa tahun 693 jiwa 792 jiwa 494 jiwa 50 tahun 313 jiwa 358 jiwa 224 jiwa Jumlah jiwa jiwa 718 jiwa 151

6 Tabel 6.5 : Rangkuman Kesimpulan Analisis Presentase Resiko Bencana Sumber : Analisis penulis Zona/Blok Element Zona 1 Zona 2 Zona 3 Luas / Kapasitas Area m² m² m² Area Terkena Banjir m² m² m² Area Rentan m² m² m² Jumlah Rumah 125 rumah 227 rumah 117 rumah Dilalui Banjir 52 rumah 26 rumah - rumah Menghiting resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana menggunakan persamaan sebagai berikut : Risk (R) = H x V C Keterangan: R :ResikoBencana H :Bahaya V :Kerentanan C :Kapasitas Resiko Zona 1 = m² x8.868 m² m² = m² Resiko Zona 2 = m² x7.049 m² m² = 539 m² Resiko Zona 3 = m² x6.343 m² m² = 347 m² 152

7 Karakteristik Kawasan Setelah melakukan penialain resiko bencana, yang harus dilakukan adalah melakukan tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebur. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah. Tabel 6.16 : Rangkuman Kesimpulan Analisis pada ke Tiga Zona Sumber : Analisis penulis Kawasan Penelitian Zona 1 Zona 2 Zona 3 Fungsi Kawasan dan Tata Guna Lahan Permukiman Permukiman Permukiman View/ Citra Kawasan dan Arah Orientasi fasad Orientasi fasad Orientasi fasad Orientasi Massa Bangunan menghadap ke menghadap ke menghadap ke jalan jalan jalan Ruang Terbuka Persawahan & Persawahan Persawahan Perkebunan Bentuk dan Massa Bangunan Kelas Rendah Kelas Sedang Kelas Sedang Aksesibilitas dan Konektivitas Terdapat 1 jalur Terdapat 1 jalur Terdapat 1 jalur utama, untuk utama, untuk utama, untuk angkutan umum, angkutan umum, angkutan umum, pribadi roda 2 & pribadi roda 2 & pribadi roda 2 & Infrastruktur (-) Lampu Jalan (-) Lampu Jalan (-) Lampu Jalan (-) Signage (-) Signage (-) Signage (-) Kotak (-) Kotak (-) Kotak sampah sampah sampah (-) Street (-) Street (-) Street Furniture Furniture Furniture 153

8 Tabel 6.7 : Elemen Faktor Kesuksesan Kawasan Permukiman Sumber : Analisis penulis 154

9 6.2 Rekomendasi Pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan kawasan permukiman produktif harus didasarkan keseimbangan ekologis yang dititik beratkan pada kelestarian tanah dan air yang menyangkut water resource management, nilai-nilai estetika daerah fisik kritis. Kendala yang dihadapi pada kenyataannnya adalah permukiman yang dibangun mendekati garis sempadan sungai. Untuk menjaga kelestarian tanah dan air harus ditentukan secara tegas yaitu: a. Daerah-daerah yang sama sekali tidak boleh didirikan bangunan (jalur hijau) b. Daerah-daerah yang boleh dibangun pada permukiman dengan kepadatan rendah Faktor Fisik a. Penataan Permukiman Dalam menentukan arahan desain, perlu diperhatikan berdasarkan faktor-faktor kerentanan, dari faktor-faktor tersebut dapat dicari sebuah kesimpulan dan arahan untuk memperbaiki faktor-faktor kerentanan pada kawasan, atau sebaliknya, fakto-faktor tersebut tidak dapat diperbaiki kembali. Gambar 6.2 : Analisis Tata Permukiman Zona 1 Sumber : Analisis penulis 155

10 Jika di tarik garis sempadan 15 m maka akan terlihat pada gambar di sebelah kiri, bahwa hunian eksisting yang ada saat ini dapat dinyatakan dalam zona aman (gambar sebelah kanan). Secure menyatakan bahwa hunian tidak ada yang melewati garis sempadan sungai. Dilihat dari faktor tata permukiman dan garis sempadan sungai, seharusnya permukiman dapat berkembang pada area merah, yang artinya aman resiko kebencanaan. Tetapi perlu diingat bakwa faktor-faktor yang lain masih memiliki peran dan kemungkinan untuk menjadikan faktor yang aman tersebut menjadi tidak aman. Gambar 6.3 : Analisis Tata Permukiman Zona 2 Sumber : Analisis penulis Dilihat dari gambar diatas bahwa zona 2 bukan merupakan zona aman, karena seperti tertera diatas pada lingkaran yang menunjukan bahwa permukiman pada area tersebut melewati batas aman jika ditarik garis sempadan sungaii 15 m. Penyelesaian dari masalah tersebut adalah merelokasi hunian ketempat yang lebih baik, ketempat yang masih terletak pada area aman. 156

11 Gambar 6.4 : Analisis Tata Permukiman Zona 3 Sumber : Analisis penulis Gambar analisis diatas menunjukan zona mana yang berada dalam zona aman atau tidak jika dilihat dari persebaran permukiman dengan garis sempadan sungai, dimana sempadan sungai adalah 15 m. Zona 1 dan zona 3 seluruh permukiman masih dalam area aman, sedangkan zona 2 ada beberapa hunian yang berasa dalam area tidak aman, sehingga bangunan tersebut harus di relokasi ke tempat yang lebih aman dari bencana. Untuk membatasi area permukiman, sempadan sungai dan sungai, memerlukan arahan dan zona yang jelas. Hal ini dikarenakan, terdapat posisi dan batasan yang jelas kemana permukiman dapat berkembang. Permukiman dapat berkembang dan tumbuh sesuai kebutuhan tanpa harus khawatir akan adanya ancaman bahaya. Garis sempadan sungai pun tetap akan dapat dimanfaatkan sebagai ruang resapan dan barier jika ais sungai meluap, selain itu dapat mempermudah aliran air yang terperangkap pada permukiman menuju sungai dan dapat mengalir dengan baik. Berikut gambaran pembagian development area, sempadan sungai dan area sungai. 157

12 Gambar 6.5 : Konsep Arahan Desain Development Area Sumber : Analisis penulis Perlunya penataan kawasan yang dapat mengembalikan identitasnya sebagai kota tepian sungai yang memiliki karakter sebagai kota yang terikat dengan kondisi topografinya. Penataan permukiman di bantaran sungai dengan mempertahankan pola massa bangunan seperti yang ada tetapi dengan penghentian pembangunan baru ke arah sungai dan penghentian pertumbuhan permukiman baru pada sisi bantaran sungai. Pengembangan sistem kota permukiman tepian sungai yaitu memperbaki tampilan bangunan dengan arah orientasi bangunan ke sungai. Bagi bangunan yang terletak di bantaran sungai mempunyai dua arah orientasi yaitu ke sungai dan ke daratan. Mengarahkan tampilan bangunan dua muka yaitu orientasi darat dan sungai untuk permukiman di tepian sungai Progo dan sungai Pabelan. Hal ini dilakukan untuk lebih meningkatkan potensi sungai agar tidak menjadi area belakang dan mengurangi kesan tidak menarik. Orientasi kawasan tertuju ke sungai. Bangunan berorientasi ke sungai untuk memberi view yang baik dari arah sungai dan fasade bangunan dibuat ke arah sungai dan tampilan sungai tersebut dapat tampak dan terlihat dari daratan. Menghentikan pertumbuhan permukiman baru di tepi sungai dan pemindahan perumahan di bantaran sungai secara bertahap pada daerahdaerah yang memungkinkan. Namun, ternyata partisipasi masyarakat patut diapresiasi. Dalam upaya relokasi dan pembongkaran bangunan, masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang sungai mendukung sepenuhnya upaya tersebut, mereka bahkan rela untuk direlokasi. Ada kejelasan 158

13 batas antara sungai dan daratan. Aksesebilitas dua arah, dari sungai ke darat dan dari darat ke sungai. Ada hubungan antara jalan darat beserta fasilitas publiknya dengan sungai dengan pola Gambar 6.6 : Bangunan Preservasi Sumber : Analisis Penulis 159

14 Gambar 6.7 : Placemaking Layout Sumber : Analisis Penulis 160

15 Gambar 6.8 : Layout Masterplan Sumber : Analisis Penulis 161

16 Gambar 6.9 : Konsep Build Form Sumber : Analisis Penulis b. Penataan Infrastruktur Jalan Jalan desa adalah jalan yang dapat dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi lokal di daerah pedesaan. Arti fungsi lokal daerah pedesaan yaitu : 1. Sebagai penghubung antar desa atau ke lokasi pemasaran 2. Sebagai penghubung hunian/perumahan 3. Penghubung desa ke pusat kegiatan yang lebih tinggi tingkatnya (kecamatan) 4. Sebagai jalur evakuasi jika terjadi bencana Manfaat ditingkatkan/dibangunnya jalan desa untuk masyarakat pedesaan antara lain : 162

17 1. Memperlancar hubungan dan komunikasi dengan tempat lain, 2. Mempermudah pengiriman sarana produksi ke desa, 3. Mempermudah pengiriman hasil produksi ke pasar, baik yang di desa maupun yang di luar, dan 4. Menigkatkan jasa pelayanan sosial, termasuk kesehatan, pendidikan, dan penyuluhan. Dalam pembangunan infrastruktur jalan, jika dibiarkan air hujan terus menerus tergenang dan melewati permukaan jalan akan mengakibatkan rusak kembalinya atau tidak bertahan lamanya kondisi jalan yang telah dibangun tersebut. Pertimbangan drainase diperlukan pada jalan, karena air mempunyai pengaruh yang buruk untuk jalan, antara lain yaitu : Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak cepat kering sehabis hujan Jalan akan mudah terputus (pavement erosions) bila air dibiarkan melintangi permukaan jalan Jalan menjadi rusak bila air dibiarkan mengalirdi tengah jalan Jalan menjadi bergelombang bila fondasi jalan tidak kering 163

18 Gambar 6.10 : Sirkulasi dan Linkage Sumber : Analisis Penulis 164

19 Gambar 6.11 : Patern Linkage Sumber : Analisis Penulis 165

20 Gambar 6.12 : Analisis Linkage dan Jalur Evakuasi Sumber : Analisis penulis Adanya kuldesak menjadikan akses jalan pada zona tersebut menjadi rentan, karena jika terjadi bencana, warga akan kesulitan mencari jalur evakuasi sehingga terdapat korban disaat bencana tiba. Linkage yang baik harus di rencanakan dan membentuk sebuah jalur evakuasi yang baik pula. Jalan-jalan kuldesak dapat di desain menjadi bulb culdesac atau linier trought street hal ini untuk mempermudah bagi warga untuk evakuasi dengan jalur evakuasi yang lebih baik. Gambar 6.13 : Arahan Desain Jalan Kuldesak Sumber : Analisis penulis 166

21 c. Sistem Drainase Pedesaan Beberapa penggal jalan pada kawasan tersebut mengalami genangan yangcukup lama, genangan tersebut berasal dari hujan yang tidak dapat teraliri dengan baik. Kondisi tanah lempung yang memperlambat air meresap mengakibatkan genangan semakin tinggi dan kondisi jalan pun semakin rusak dan becek. Air yang tergenang seharusnya tidak terjadi jika terdapat drainase atau saluran air yang dapat mengalirkan air dari jalan menuju sungai. Kondisi tanah lempung mengharuskan drainase terolah dengan baik pada kawasan tersebut. Gambar 6.15 : Kondisi Drainase Jalan Eksisting Sumber : Survey Lapangan Penentuan bentuk badan jalan disarankan sebagai berikut : Pada kondisi biasa badan jalan dibuat miring ke saluaran tepi dengan kemiringan badan jalan 4-5%. Untuk daerah relatife datar, badan jalan dibuat seperti punggung sapi (lebih tinggi ± 6-8 cm di bagian tengah) dengan catatan bila punggung sapi sudah terlihat dengan mata telanjang berarti sudah cukup miring untuk drainase. Pada tikungan jalan dibuat miring ke dalam dengan kemiringan maksimal 10% dan perlebaran perkerasan dibagian dalam tikungan demi keamanan dan kenyamanan. 167

22 Gambar 6.16 : Ukuran dan Kemiringan Drainase Sumber : Perencanaan Sistem Drainase Jalan Departemen PU Sistem drainase permukaan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di permukaan jalan dan daridaerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan, seperti kerusakan karena air banjir yang melimpas di atas perkerasan jalan atau kerusakan pada badan jalan akibat erosi. Sistem drainase jalan harus meperhitungkan debit pengaliran dan saluran samping jalan yang memanfaatkan saluran samping jalan tersebut untuk menuju badan air atau resapan buatan. Suatu sistem drainase permukaan jalan terdiri atas kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan, saluran samping jalan, rainase lereng dan goronggorong. Gambar 6.17 : Tipikal Sistem Drainase Jalan Sumber : Perencanaan Sistem Drainase Jalan Departemen PU 168

23 Suatu sistem drainase jalan pada daerah yang memiliki perkerasan yang bersifat lolos air ataupun retak yang memungkinkan air untuk terserap ke dalam badan jalan, maka sistem drainase yang digunakan seperti gambar dibawah. Gambar 6.18 : Sistem Drainase yang Diberlakukan pada Kondisi Infiltrasi Tinggi Sumber : Perencanaan Sistem Drainase Jalan Departemen PU Gambar 6.19 : Area Luapan Air Sungai dan Kondisi Jalan Eksisting Sumber : Survey lapangan Serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangj dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air atau tempat peresapan buatan bangunan sistem drainase dapat terdiri atas saluran penerima, saluran pembawa air berlebih, saluran pengumpul dan badan air penerima. 169

24 Gambar 6.20 : Ukuran dan Kemiringan Drainase Sumber : Perencanaan Sistem Drainase Jalan Departemen PU Pertimbangan yang paling sederhana dari masalah drainase adalah : Jalan kawasan perbukitan diusahakan mengikuti punggung bukit karena jalan yang mengikuti punggung bukit tidak akan mengalami masalah drainase sebab air tidak perlu melintangi jalan. Jalan yang dibuat pada lereng bukit harus ada galian dan timbunan, selokan pinggir jalan, talud, gorong-gorong dan bangunan pelengkap lainnya. Jalan yang dibangun di lembah (cekungan) sebaiknya dihindari karena kemungkinan jalan tidak bisa dikeringkan. Disaat musim penghujan, permukaan air sungai Pabelan akan meningkat, selain dikarenakan curah hujan yang tinggi ditambah pula dengan kiriman air dari hulu. Sehingga area meander yang merupakan area berkelok akan merasakan dampak yang lebih besar. Kecepatan air yang makin tinggi akan menerjang area permukiman yang terdapat pada area tersebut. Kondisi infrastuktur jalan yang kurang baik juga sangat mempengaruhi jalur evakuasi warga. Jalan yang tergenang oleh luapan akan menutup akses warga dalam menyelamatkan diri, sehingga warga terisolasi. 170

25 Gambar 6.21 : Arahan Desain Infrastruktur Jalan Sumber : Analisis penulis Gambar 6.22 : Arahan Desain Infrastruktur Jalan Menggunakan Talud Sumber : Analisis penulis 171

26 Gambar 6.23 : Saluran Drainase Sumber : Analisis Penulis 172

27 Dari analisis kawasan dan rekomendasi yang dijelaskan sebelumnya, dapat di simpulkan beberapa arahan desain yang dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan melihat faktor kerentanan, penyebab bencana dan kondisi lingkungan pada permukiman dan kawasan diketahui bahwa kurangnya drainase pada lokasi, sehingga mengakibatkan sulirnya air hujan yang turun mengalir menuju sungai, dan tergenang dan menyebabkan banjir. Drainase atau saluran iar baiknya berada sepanjang jalan dan di setiap sisi permukiman yang ada, melihat kondisi tanah dan kelerengan pada kawasan penelitian. Aliran air yang baik akan mengurangi resiko kerentanan pada kawasan. Gambar 6.24 : Arahan Desain Drainase pada Kawasan Penelitian Sumber : Analisis Penulis 173

28 Gambar 6.25 : Arahan Desain Infrastruktur Jalan Menggunakan Barier Sumber : Analisis penulis Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi luapan air sungai. Jika dilihat dari kondisi jalan eksisting, jalan desa itupun sering mengalami genangan disaat curah hujan yang tinggi, hal tersebut diakibatkan drainase yang kurang baik pada area jalan, dan kondisi tanah yang kurang mendukung dalam penyerapan air. Maka dibutuhkan beberapa bantuan untuk air, baik air hujan ataupun air luapan sungai untuk mengalir dengan baik dan tidak menggenang dan menggangu permukiman yang terdapat pada area tersebut. 174

29 d. Ruang Terbuka Gambar 6.26 : Konsep Ruang Terbuka Sumber : Analisis Penulis e. Fasilitas Penunjang Pentingnya fasilitas umum atau fasilitas penunjang dalam menghadapi bencana dapat dirasakan ketika bencana tiba dan tidak ada sarana dan prasana yang mewadahi yang dapat membantu warga masyarakat dalam menyelamatkan diri. Fasilitas penunjang yang sangat dibutuhkan warga disaat terjasi bencana antara lain adalah signage. Signage sangat diperlukan sebagai media evakuasi warga. Jalur evakuasi pada sebuah area harus berfungsi berdasarkan prosedur evakuasi dengan memberikan kemudahan pada orang yang membacanya agar dapat memahami informasi yang tertera pada jalur evakuasi tersebut. Kebanyakan orang tidak mengetahui dan memahami apa informasi yang diberikan dari adanya jalur evakuasi. Maka dari itu, perancangan jalur evakuasi harus 175

30 dibuat semenarik mungkin agar mudah dibaca dengan tidak mengurangi kelengkapan informasi yang terdapat didalamnya. Gambar 6.27 : Signage Evakuasi Bencana Sumber : Gambar 6.28 : Peta Jalur Evakuasi Bencana Sumber : 176

31 Gambar 6.29 : Konsep Fasilitas Pendukung Sumber : Analisis Penulis Signage berperan penting untuk proses mitigasi bencana, disaat curah hujan tinggi dan tanda-tanda bencana muncul warga dapat perlahan-lahan mengikuti signage pada jalur evakuasi untuk mendapat penyelamatan atau mengurangi kerugian. Pada kawasan bencana seperti kawasan penelitian kali ini sangat diperlukan signage. Tanda-tanda signage juga bermacam-macam seperti titik kumpul, penunjuk jalur evakuasi, dan lain sebagainya Faktor Sosial a. Faktor Usia Masyarakat Jumlah penduduk Desa Progowati per Desember 2012 adalah 4148 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki adalah 2056 orang dan jumlah penduduk perempuan adalah 2092 orang. 177

32 Total jumlah kepala keluarga di Desa Progowati adalah 1153 kepala keluarga. Berikut adalah jumlah penduduk menurut usia. Tabel 6.8 : Jumlah Penduduk Menurut Usia Sumber : Arsip Desa Progowati 2012 Mayoritas pendudk desa Progowati adalah usia remaja tahun, sehingga sebelum terjadi bencana dapat diberikan pengarahan dan pendalaman tentang cara mengatasi dan mitigasi yang benar pada para remaja. Dan disaat terjai bencana dapat memberikan pertolongan kepada anak-anak dan lansia. Tetapi jika dilihar dari perbandingan antara anakanak, remaja, dan lansia; 1,2:1,9:0,8 perbandingan tersebut tidak seimbang dan memiliki nilai kerentanan yang tinggi. Anak-anak dan lansia memiliki keterbatasan dalam penyelamatan diri dan pengertian tentang kebencanaan sehingga jika dibandingkan dengan remaja yang ada menjadi; 2,1:1,9. Jumlah anak-anak dan lansia memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan jumlah remaja, sehingga tidak seluruh lansia dan anak-anak dapat ter backup oleh jumlah remaja atau dewasa b. Mitigasi Bencana Menurut Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana. Ada empat hal penting dalam rnitigasi bencana, yaitu 1) tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana; 2) sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana; 3) mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan 4) pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancarnan bencana. Dalam Pasal 1 berisikan : Kegiatan Mitigasi Bencana di daerah dilaksanakan untuk mengetahui potensi bencana yang ada di daerah dan melakukan upaya antisipasi penanganannya. Pasal 2 : Pemerintah Daerah dalam melaksanakan mitigasi bencana dilakukan secara berjenjang melalui struktur kelembagaan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana, Satuan Pelaksana Penanganan Bencana, Unit Operasi Penanganan Bencana dan Kepala Desa/Lurah. 178

33 Tabel 6.9 : Koordiasi Mitigasi Bencana Banjir Sumber : Analisis Penulis 179

34 180

35 181

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentukan pada dataran banjir sungai yang berbentuk kelokan karena pengikisan tebing sungai, daerah alirannya disebut sebagai Meander Belt. Meander ini terbentuk apabila

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab 134 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi masyarakat terhadap

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang rawan akan bencana dapat dilihat dari aspek geografis, klimatologis, dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua Benua

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh garis katulistiwa di apit oleh dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

BAB IV PANDUAN KONSEP

BAB IV PANDUAN KONSEP BAB IV PANDUAN KONSEP 4.1. Visi Pembangunan Sesuai dengan visi desa Mekarsari yaitu Mewujudkan Masyarakat Desa Mekarsari yang sejahtera baik dalam bidang lingkungan, ekonomi dan sosial. Maka dari itu visi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK VOLUME 9 NO.2, OKTOBER 2013 IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS Farah Sahara 1, Bambang Istijono 2, dan Sunaryo 3 ABSTRAK Banjir bandang

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Penelitian Kesimpulan dari penelitian ini merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian berdasarkan hasil observasi, pemaparan, identifikasi, dan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (2006) menyebutkan Kota Surakarta memiliki pengalaman banjir pada Tahun 2009 yang tersebar di wilayah Solo utara. Cakupan banjir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan 230 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Wilayah Kecamatan Nglipar mempunyai morfologi yang beragam mulai dataran, perbukitan berelief sedang sampai dengan pegunungan sangat curam yang berpotensi

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara maritim dimana sebagian besar wilayahnya terdiri dari wilayah perairan kurang lebih 70,8 % dari luas permukaan bumi yang luasnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI Nursyamsu Hidayat, Ph.D. TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI TANAH DASAR (SUBGRADE) Fungsi tanah dasar: Mendukung beban yang diteruskan balas Meneruskan beban ke lapisan dibawahnya, yaitu badan jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai TEMU ILMIAH IPLBI 0 Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai Binar T. Cesarin (), Chorina Ginting () () Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota besar di Indonesia. Mulai dari banjir, polusi udara, longsor, hingga kurangnya air bersih. Berbagai

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bendung, embung ataupun bendungan merupakan bangunan air yang banyak dibangun sebagai salah satu solusi dalam berbagai masalah yang berhubungan dengan sumber daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Permasalahan banjir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak kota Palembang adalah antara 101º-105º Bujur Timur dan antara 1,5º-2º Lintang Selatan atau terletak pada bagian timur propinsi Sumatera Selatan, dipinggir kanan

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

OP-003 PENERAPAN KONSEP PERMUKIMAN HIJAU PADA PERMUKIMAN DI WILAYAH DAS KRUENG MEUREUDU UNTUK MITIGASI BANJIR

OP-003 PENERAPAN KONSEP PERMUKIMAN HIJAU PADA PERMUKIMAN DI WILAYAH DAS KRUENG MEUREUDU UNTUK MITIGASI BANJIR OP-003 PENERAPAN KONSEP PERMUKIMAN HIJAU PADA PERMUKIMAN DI WILAYAH DAS KRUENG MEUREUDU UNTUK MITIGASI BANJIR Mirza Irwansyah, Cut Nursaniah, Laila Qadri Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping empat daerah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Perencanaan pengembangan drainase di wilayah Kota Batam khususnya di Kecamatan Batam Kota sangatlah kompleks. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan

meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kesatuan republik indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan

Lebih terperinci

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa dapat mengkritisi issue issue aktual tentang penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Surakarta terletak di tengah kota atau kabupaten di karesidenan Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota Surakarta terdiri

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH Bab IV tediri dari ; Konsep dan strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh sampai dengan pencapaian kota

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir

BAB I PENDAHULUAN. dialami masyarakat yang terkena banjir namun juga dialami oleh. pemerintah. Mengatasi serta mengurangi kerugian-kerugian banjir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana telah mengakibatkan suatu penderitaan yang mendalam bagi korban serta orang yang berada di sekitarnya. Kerugian tidak hanya dialami masyarakat yang terkena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sungai Sragi terletak pada perbatasan antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang. Di bagian hulu sungai, terdapat percabangan membentuk dua alur sungai yaitu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyajian Data Survei Dari survei menggunakan metode wawancara yang telah dilakukan di Desa Karanganyar Kecamatan Karanganyar RT 01,02,03 yang disebutkan dalam data dari

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 163 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat enam terrain

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu sumberdaya alam yang sangat berharga bagimanusia dan semua makhluk hidup. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Partisipasi 1 Masyarakat dalam Pengurangan..., Andhip Whenda Polisa, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Partisipasi 1 Masyarakat dalam Pengurangan..., Andhip Whenda Polisa, 2015 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Cilacap adalah kabupaten dengan wilayah administrasi yang terluas di Provinsi Jawa Tengah. Luas Kabupaten Cilacap ± 6,94 % dari luas Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Kelurahan Mangunharjo dan Kelurahan Mangkang Wetan) T U G A S A K H I R Oleh : LYSA DEWI

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah kota, sebagai untuk mengebumikan jenazah makam juga

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI 4.1 GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG Kota Semarang secara geografis terletak pada koordinat 6 0 50-7 0 10 Lintang Selatan dan garis 109 0 35-110 0 50 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitatif. Suatu saat nanti, air akan menjadi barang yang mahal karena

BAB I PENDAHULUAN. kualitatif. Suatu saat nanti, air akan menjadi barang yang mahal karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur yang penting di dalam kehidupan. Air juga dipergunakan untuk beberapa kepentingan diantaranya untuk minum, masak, mencuci, dan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat

Lebih terperinci

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³ PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³ 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE PERANCANGAN SISTEM DRAINASE Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu,

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu, V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu, Kelurahan Petogogan dan Kelurahan Pela Mampang. Sungai Krukut merupakan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Arahan Pemanfaatan Lahan Kritis Pasca Tambang Pasir di Desa Ranji Kulon Kecamatan Kasokandel Agar Dapat Mengembalikan Produktifitas dan Nilai Ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci