KONSEP MATLA FI WILAYAH AL-HUKMI MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP MATLA FI WILAYAH AL-HUKMI MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH"

Transkripsi

1 KONSEP MATLA FI WILAYAH AL-HUKMI MUHAMMADIYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Syari ah Jurusan Ahwal al-syakhsiyah Oleh: MUHAMMAD SYARIF HIDAYAT FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011 i

2 ii

3 iii

4 Skripsi saudara KEMENTRIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS SYARI AH SEMARANG Jl. Raya Ngaliyan Boja Km. 02 Semarang Telp/Fax. (024) NIM : Fakultas Jurusan Judul PENGESAHAN : Muhammad Syarif Hidayat : Syari ah : AS : Konsep Matla Wilayah Al-Hukmi Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal: 1 Juni 2011 Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata1 (S1) tahun akademik 2009/2010 iv

5 M O T T O Artinya : Dialah yang menjadikan matahari bersinar, bulan bersinar dan ditetapkannya manzilah manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan diperhitungkan (Q.S Yunus 5) Depag RI, Al Qur an dan Terjemahnya, Semarang: PT Karya Toha Putra, t.t hlm v

6 PERSEMBAHAN Dalam perjuangan mengarungi samudera Ilahi tanpa batas, dengan keringat dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang yang selalu hadir dan berharap keindahan-nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat: o Syukurku kehadirat Allah SWT yang senantiasa mengabulkan doaku. Dan hanya dialah yang mampu mengubah dan mewujudkan semua ini. o Ayah dan Bunda ku tercinta. Yang telah mengenalkan ku pada sebuah kehidupan dengan sebuah kasih sayang yang tak bertepi. Ridlamu adalah semangat hidup ku, doamu adalah Penjaga langkahku. o Serta seluruh keluarga ku tercinta, semoga kalian temukan istana kebahagiaan di dunia serta akhirat, semoga semuanya selalu berada dalam pelukan kasih sayang Allah SWT. o KH Sirodj Khudhori, KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag serta keluarga besar PP Daarun Najaah Jerakah Tugu Semarang o Teman-temanku paket ASB o adek yang selalu memberi semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skirpsi ini. o Dan seluruh teman-teman saya yang tidak dapat saya sebutkan satupersatu yang sudah mendukung dalam menyelesaiakan skripsi saya baik secara langsung maupun tidak langsung. vi

7 DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pemikiranpemikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. DEKLARATOR M. Syarif Hidayat vii

8 ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya konsep penentuan awal bulan dan kebijakan mengenai hasilnya di kalangan Muhammadiyah. Dalam menentukan awal bulan, apabila terjadi perbedaan hasil pandang terhadap bulan, maka di kalangan Muhammadiyah diberlakukan konsep pemberlakuan hasil untuk suatu wilayah hukum yang sama atau dikenal dengan istilah matla fi wilayatil hukmi. Penelitian ini ditujukan untuk mengeksplorasi tentang bagaimana penentuan awal bulan melalui konsep matla fi wilayatil hukmi sekaligus juga untuk mengetahui dasar pemikiran dalam penggunaan konsep tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Himpunan Putusan Fatwa Muhammadiyah, khususnya tentang implementasi konsep matla fi wilayatil hukmi. Sedangkan sumber sekundernya adalah referensi yang berhubungan dengan teori-teori falak. Oleh karena sumber datanya berupa kepustakaan (literer), maka dalam proses pengumpulan data digunakan metode dokumentasi. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode penentuan awal bulan Kamariyah yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah menggunakan metode hisab. Penggunaan metode ini menitikberatkan pada penghitungan saat wujudul hilal Sehingga apabila telah ditemukan penghitungan mengenai waktu wujudul hilal, maka dapat dipastikan bahwa akan datang bulan Kamariah yang baru. Pemberlakuan hasil hisab wujudul hilal dalam konsep matla fi wilayatil hukmi PP Muhammadiyah kurang sesuai dengan kaidah penentuan awal bulan yang dijadikan dasar oleh PP Muhammadiyah, khususnya manakala terjadi perbedaan wilayah karena terbelah oleh garis wujudul hilal. Konsep matla fi wilayatil hukmi Muhammadiyah dilatarbelakangi untuk menghilangkan perbedaan pendapat mengenai masuknya bulan Kamariyah yang baru. Konsep tersebut secara tidak langsung mengindikasikan upaya Muhammadiyah untuk tetap menjaga persatuan umat Islam, khususnya dalam menghadapi perbedaan penghitungan awal bulan Kamariyah. Penerapan konsep matla fi wilayatil hukmi Muhammadiyah memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas. Meskipun memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas konsep matla fi wilayatil hukmi, dengan adanya madlarat terkait dengan pelaksanaan keputusan dengan konsep matla fi wilayatil hukmi dalam penentuan awal bulan Syawal maka pelaksanaan konsep tersebut masih terkandung madlarat. Hal ini tentu kurang sesuai dengan kaidah hukum Islam yang mengharuskan menghilangkan madlarat dalam pelaksanaan hukum Islam viii

9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia serta hidayah kepada hambanya. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Beserta kerabat dan sahabatnya, semoga kita mendapatkan syafaatnya, amin. Berkat pertolongan dan hidayah-nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Konsep Matla Wilayah Al-Hukmi Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah, ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Syari ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. DR. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang yang telah merestui pembahasan skripsi ini. 2. Bapak Drs.H. Slamet Hambali dan Bapak Rupi i Amri, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Para Dosen Pengajar dilingkungan Fakultas Syari ah IAIN Walisongo, yang telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi. 4. Pimpinan Perpustakaan Institut dan Pimpinan Perpustakaan Fakultas yang telah memberikan izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu yang telah mengenalkan dan mengantarkan pada dunia keilmuan. 6. Teman-teman yang tanpa bosan terus memberikan dukungan penuh kasih sayang 7. Pihak-pihak yang telah membantu pelaksanaan penulisan skripsi yang tidak mungkin disebutkan secara satu persatu. ix

10 Tiada kata lain yang dapat penulis haturkan selain ungkapan terima kasih dan doa semoga Allah Yang Maha Mengetahui membalas setiap kebaikan yang telah diperbuat kepada penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semarang, 27 April 2011 Penulis x

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... DEKLARASI... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iv v vi vii viii ix xi BAB I : BAB II : PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Permasalahan C. Tujuan Penulisan D. Telaah Pustaka.. 10 E. Metode Penulisan Skripsi F. Sistematika Penulisan Skripsi FIQH HISAB RUKYAH A. Tinjauan umum tentang hisab rukyah B. Dasar hukum hisab rukyah C. Sejarah hisab rukyah D. Metode Hisab rukyah Indonesia E. Konsep Matla dalam hisab dan rukyah BAB III : METODE HISAB RUKYAH MUHAMMADIYAH A. Sekilas tentang Muhammadiyah dan Majlis Tarjih B. Metode Hisab Rukyah Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah dalam konsep Matla Fi Wilayah Al-Hukmi xi

12 BAB IV : C. Latar belakang Pemikiran Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah tentang konsep Matla fi Wilayah Al-Hukmi ANALISIS TERHADAP PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIYAH DALAM KONSEP MATLA FI WILAYAH AL- HUKMI A. Analisis Metode Hisab Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan kamariyah tentang konsep Matla Fi Wilayah Al-Hukmi B. Analisis latar belakang pemikiran Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah tentang Konsep Matla Fi Wilayah Al-Hukmi BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran C. Penutup DAFATAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP xii

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu falak atau biasa disebut ilmu hisab merupakan salah satu ilmu keislaman yang terlupakan, padahal ilmu ini telah dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim sejak abad pertama Hijriah bukan hanya untuk pengembangan ilmu itu sendiri tetapi juga lebih penting untuk kepentingan praktis menjalankan perintah-perintah agama yang sangat berkaitan dengan waktu seperti sholat, puasa, dan haji. Dengan ilmu falak setiap muslim dapat memastikan ke mana arah qiblat bagi suatu tempat di permukaaan bumi yang jauh dari Mekkah, dengannya pula setiap muslim dapat mengetahui waktu shalat sudah tiba atau matahari sudah terbenam (ghurub) untuk berbuka puasa, dengannya juga orang yang melakukan rukyah dapat mengarahkan pandangannya ke posisi hilal yang lebih mendekati ketetapan. Dengan demikian ilmu falak atau ilmu hisab dapat mendatangkan keyakinan bagi setiap muslim dalam melakukan ibadah sehingga ibadahnya akan lebih khusu. 2 Berawal dari hal ini maka disusunlah sebuah kalender yang merupakan manifestasi dari satuan waktu yang satuan-satuan tersebut dinotasikan dalam ukuran hari, bulan, tahun dan sebagainya. Satuan-satuan inilah yang memberi peran penting bagi kepentingan ibadah umat manusia. I 2004, hlm.1 2 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta:Suara Muhammadiyah, cet 1

14 Dalam satu tahun kita mengenal tahun Syamsiyah (Masehi) 3, tahun Kamariyah (Hijriah) 4 dan tahun jawa (saka) 5. Satu tahun Syamsiyah lamanya 365 hari untuk tahun pendek dan 366 hari untuk tahun panjang 6. Sedangkan untuk tahun Kamariyah lamanya 354 hari untuk tahun pendek dan 355 hari untuk tahun panjang 7. Dengan demikian perhitungan tahun Kamariyah akan lebih cepat 10 sampai 11 hari setiap tahun jika di bandingkan dengan tahun Syamsiyah. Sedangkan untuk tahun Jawa penetapan hari dan bulannya adalah sebagaimana tahun Kamariyah secara Urfi 8. Begitu juga dengan tahun Jawa, tahun Kabisatnya terdiri atas 355 hari dengan menambahnya 1 hari pada bulan ke 12 (Besar) yang di adakan 3 kali dalam 8 tahun (Sewindu) 9. Untuk bulan pada tahun Syamsiyah, jumlah harinya sudah dapat diketahui secara pasti yaitu 30 atau 31 hari setiap bulannya kecuali untuk bulan Februari jumlah harinya adalah 28 hari untuk tahun Basitoh dan 29 hari untuk tahun Kabisat. Sedangkan untuk tahun 3 Dinamakan tahun Syamsiyah karena perhitungannya berdasarkan peredaran Matahari. Lihat dalam badan hisab dan rukyat departemen agama, lihat dalam Almanak Hisab Rukyat, Jakarta: Departemen Agama: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, hlm 40 4 Dinamakan tahun Kamariyah karena perhitungannya berdasarkan peredaran bulan. Ibid, hlm.42 5 Dinamakan tahun jawa karena perhitungan pertama di dasarkan pada sistem jawa hindu yang terkenal dengan tahun SOKO yang sistem perhitungannya berdasarkan pada peredaran matahari. Ibid, hlm 44 6 Istilah lain untuk tahun panjang adalah tahun Kabisat dan tahun Basitoh untuk tahun pendek. Untuk mengetahui Kabisat atau Basitoh pada tahun Syamsiyah, angka tahun di bagi 4 jika tidak ada sisa maka dinamakan tahun Kabisat umur bulan Februari 29 hari. Sedangkan jika ada sisa dinamakan tahun Basitoh umur bulan Februari 28 hari. Lihat dalam Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik, Yogyakarta: buana Pustaka cet.i 2004, hlm Untuk Mengetahui Kabisat atau Basitoh pada tahun Kamariyah angka tahun di bagi 30 jika sisanya ada 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26,29 maka dinamakan tahun Kabisat, umur Dzulhijjah 30 hari, Lihat dalam Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa, Semarang: IAIN walisongo, tt, hlm 5 8 Slamet Hambali, ibid hlm 5 9 Sehingga satu bulan rata rata jumlah harinya adalah 29, lihat dalam Marsito,Kosmografi Ilmu Bintang Bintang,Jakarta: PT Pembangunan, 1960, hlm 75 2

15 Kamariyah jumlah hari dalam tiap bulannya sama dengan satu synodic 10 sehingga selama satu tahun jumlah hari dalam satu bulan akan bergantian antara 29 atau 30 hari, sehingga penentuannya memerlukan perhitungan yang jelas. Sistem hisab awal bulan Kamariyah dapat diklasifikasikan pada dua jenis yaitu: 1. Hisab Urfi adalah sistem penghitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem hisab ini dimulai sejak ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk menyusun kalender islam abadi Hisab Haqiqi adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah konstan dan juga tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan. 12 Dalam perkembangan selanjutnya sistem hisab haqiqi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu hisab haqiqi taqribi, hisab haqiqi bi tahqiqi, hisab kontemporer. Hisab dan Rukyah sebenarnya saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain. Hisab dijadikan sebagai 10 Synodic atau dalam istilah falak Ijtima adalah durasi yang dibutuhkan oleh bulan berada dalam suatu fase bulan baru ke fase bulan baru berikutnya. Adapun waktu yang dibutuhkan adalah 29, hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Lihat dalam Susiknan Azhari Ensiklopedi Hisab Rukyah Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005, hlm Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah (edisi Revisi), Yogyakarta; Pustaka Pelajar, hlm Ibid,hlm.78 3

16 pembantu pelaksanaan rukyah karena tujuannya adalah perkiraan terhadap posisi hilal sedangkan rukyah digunakan untuk menguji hasil perhitungan yang sifatnya masih hipotetic verificative, Namun dalam prakteknya antara hisab dan rukyah tersebut sering tidak berjalan seiring bahkan sering terjadi perbedaan dalam penetapan awal dan akhir bulan Kamariyah. 13 Perbedaaan tidak hanya terjadi antara mazhab hisab dengan mazhab rukyah saja, tapi kini hisab pun dipertentangkan dengan hisab. Kriteria hisab mana yang akan dijadikan pedoman. Di Indonesia setidaknya terdapat kriteria hisab yang di anut yaitu Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal (bulan telah wujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatil hukmi (berlaku di seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan hukum). Sementara itu, NU menggunakan ketinggian minimal 2 derajat dengan prinsip menunggu hasil rukyat. 14 Muhammadiyah sering kali di anggap sebagai manifestasi dari mazhab hisab. Sebagai sebuah organisasi sosial kemasyarakatan keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tidak jarang berbeda dengan keputusan pemerintah melalui Departemen Agama dalam penentuan awal bulan Kamariyah terutama menyangkut penentuan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Perbedaan tersebut terjadi pada Syawal 1427/2006 dan 1428/ Hal ini tidak terlepas dari 13 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, Jakarata: Erlangga, 2007, hlm.6 14 Thomas Djamaluddin, Menuju Titik Temu Menentukan 1 Syawal, Media Indonesia, 10 Oktober Wawancara dengan Thomas Djamaluddin (Anggota Badan Hisab Rukyah Departemen Agama) via pada tanggal 5 Nopember

17 kriteria yang di pakai Muhammadiyah yaitu Wujudul Hilal 16 (bulan telah wujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatil hukmi (berlaku di seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan hukum). Kebijakan Muhammadiyah mengenai masalah hisab rukyah menjadi wewenang Majelis Tarjih 17. Melalui mekanisme ijtihad yaitu mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan syar'i yang bersifat zanni dengan menggunakan metode tertentu yang dilakukan oleh Majelis Tarjih baik secara metodologis maupun permasalahan yang ada yaitu mengenai masalah penentuan awal bulan Kamariyah. Kebijakan mengenai hisab rukyah Muhammadiyah tertuang dalam keputusan Muktamar Khususi di Pencongan Wiradesa Pekalongan pada tahun 1972 yang berbunyi: 1. Mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah Majelis Tarjih untuk berusaha mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan untuk kesempurnaan penentuan hisab dan mematangkan persoalan tersebut untuk kemudian membawa acara ini pada muktamar yang akan datang. 2. Sebelum ada ketentuan hisab yang pasti, mempercayakan kepada PP Muhammadiyah untuk menetapkan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah. 16 Wujudul hilal di sini cukup di hitung dari satu bagian wilayah Indonesia, jadi hilal sudah positif meski derajatnya baru 1 derajat atau bahkan kurang bisa diputuskan masuk bulan baru 17 Majelis Tarjih salah satu dari 9 majelis Muhammadiyah yang bertugas menguatkan salah satu dalil sehingga dalil tersebut menjadi lebih utama untuk di amalkan. Asmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah,Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2004, hlm 4. 5

18 3. Selambat-lambatnya 3 bulan sebelumnya, PP Muhammadiyah Majelis Tarjih sudah mengirimkan segala perhitungannya kepada Pimpinan Muhammadiyah Wilayah untuk mendapatkan koreksi yang hasilnya dikirimkan pada PP Muhammadiyah majelis Tarjih. 4. Tanpa mengurangi keyakinan atau pendapat para ahli falak di lingkungan keluarga Muhammadiyah, maka untuk menjaga ketertiban organisasi setiap pendapat yang berbeda dengan ketetapan PP Muhammadiyah supaya tidak disiarkan 18. Muhammadiyah berpedoman bahwa hisab mempunyai kekuatan yang sama dengan rukyah di dalam menentukan datangnya awal bulan Kamariyah. Dengan demikian jika secara hisab hilal telah wujud sekalipun dalam pelaksanaan rukyah tidak dapat melihat hilal, maka awal bulan masih bisa ditetapkan. 19 Argumentasi yang digunakan adalah hadis Nabi: ( ) Artinya :" Bulan itu hanya 29 hari maka jangan kamu berpuasa kecuali telah melihat tanggal dan (kelak) janganlah kamu berbuka kecuali setelah melihatnya. Jika kalian di tutupi mendung maka kadarkanlah".(h.r Muslim) 18 PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Yogyakarta:cet III, tt, hlm Thomas Djamaluddin, Op.cit, hlm.2 20 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, Jilid I,Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm,

19 Muhammadiyah menafsirkan bahwa lafadz faqduru lah dalam hadis tersebut yang artinya hitunglah atau kadarkanlah pelaksanaannya dengan perhitungan astronomi (hisab). berbeda dengan sebagian ulama yang menafsirkannya dengan menyempurnakan bilangan hari menjadi 30 hari 21. sehingga perbedaan dalam hal penafsiran inilah yang kemudian menjadi pangkal perbedaan dalam menentukan awal bulan Kamariyah, terutama menyangkut ketinggian hilal yang kurang dari kriteria Imkanurrukyah sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah. 22 Pendekatan yang dilakukan Muhammadiyah adalah pendekatan secara astronomis bahwa hilal adalah penampakan bulan terkecil yang menghadap bumi beberapa saat setelah ijtima. Inilah yang kemudian menjadi kriteria hisabnya bahwa awal bulan baru ditandai dengan Wujudul Hilal, yaitu apabila matahari terbenam lebih dahulu dari bulan. 23 Dalam perkembangan ijtihadnya, penggunaan kriteria wujudul hilal patut dihargai. Karena hal itu merupakan syarat perlu untuk mengetahui munculnya hilal. tetapi syarat itu belum cukup. Hilal telah wujud bisa juga terjadi sesudah ijtima, monset after sunset (bulan terbenam sesudah matahari) dan wujudul hilal. Hal itu terjadi di Indonesia pada Dzulhijjah 1423 H. Di Kalimantan bagian selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Papua, bulan telah wujud pada saat maghrib 1 Februari, tetapi belum terjadi ijtima. 21 Asmuni Abdurrahman, Op.cit, hlm Ibid, hlm Thomas Djamaludin, Redefinisi Hilal, titik temu kalender hijriah I. Dalam kolong berakhir pekan dengan Thomas Djamaludin, Pikiran rakyat tanggal februari hlm.3 7

20 Kasus yang ekstrem terjadi pada bulan Sya ban 1423 H (Oktober 2002). Saat itu sebagian besar Indonesia bulan telah wujud tetapi belum terjadi ijtima 24 Sekalipun tidak jarang berbeda dengan keputusan pemerintah, namun keputusan dari PP Muhammadiyah melalui Majelis Tarjihnya tetap eksis sampai saat ini terbukti dengan banyaknya warga Muhammadiyah yang mengikuti putusan tersebut sehingga tidak jarang pula kita jumpai adanya dua hari raya. Muhammadiyah selain menggunakan kriteria wujudul hilal, juga menggunakan matla fi wilayatil hukmi yaitu keberlakuan hilal untuk satu wilayah dimana pun di wilayah kawasan nusantara dianggap berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Konsekuensinya meskipun wilayah Indonesia dilewati oleh garis penanggalan Islam Internasional, garis ini tidak memperhitungkan faktor jarak antara dua tempat sehingga awal dan akhir puasa kedua tempat tersebut bisa jatuh pada tanggal yang sama tetapi bisa juga berbeda oleh karena itu Muhammadiyah tidak otomatis memberlakukan wujudul hilal atau matla fi wilayatil hukmi akan tetapi menyerahkan kewenangan tersebut kepada kebijakan pimpinan pusat muhammadiyah. Walaupun secara geografis dua buah tempat saling berdekatan. Jika keduanya berada pada sisi yang berlainan dari garis tanggal Kamariyah maka awal dan akhir ramadhan ditempat itu berbeda namun karena Indonesia menganut 24 Ibid. hlm.3 8

21 prinsip matla fi wilayatil hukmi maka penanggalan Kamariyah harus sama di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia. 25 Dari dua kriteria tersebut terdapat peluang adanya inkonsistensi Muhammadiyah. Wujudul hilal seharusnya memungkinkan satu daerah dengan daerah yang lainnya terjadi perbedaan dalam penetapan awal bulan Kamariyah baru sekalipun masih dalam satu negara, sedangkan dengan konsep matla fi wilayatil hukmi kemungkinan perbedaan tersebut dengan sendirinya akan hilang. Dalam beberapa kasus misalnya, saat penentuan Idul Adha 1423, masalah ini teratasi dengan konsep matla' fi wilayatul hukmi. Namun bila kasus ekstrem seperti Syakban 1423 dengan garis ijtima' saat magrib bergeser ke arah barat, ke luar Indonesia, konsep matla fi wilayatul hukmi tidak dapat mengatasi wujudul hilal sebelum terjadi ijtima'. Kriteria wujudul hilal kemudian perlu ditambahkan dengan kriteria ijtima sebelum magrib (ijtima qablal ghurub) 26. Penggunaan konsep matla fi wilayatil hukmi yang dilakukan oleh Muhammadiyah tersebut menyebabkan timbulnya perbedaan antara Muhammadiyah dengan Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama. 27 Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode hisab yang 25 Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyah Telaah Syari ah, Sains dan Teknologi, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm Ijtima qabla al-ghurub yaitu apabila ijtima terjadi sebelum matahari terbenam maka pada malam harinya sudah di anggap sebagai bulan baru.lihat dalam, Susiknan Azhari, op.cit, hlm M. Taufiq, Studi Analisis Tentang Hisab Rukyah Muhammadiyah Dalam Penetapan Awal Bulan Kamariyah, Skripsi Sarjana IAIN Walisongo 2005, hlm.77 9

22 dikembangkan oleh Muhammadiyah beserta dasar hukum yang digunakannya. Mengingat saat ini Muhammadiyah mempunyai basic massa yang cukup kuat. B. Permasalahan Dengan berdasarkan pada uraian dalam pendahuluan maka dapat dikemukakan disini pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana metode Muhammadiyah tentang penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep mathla fi wilayatil hukmi? 2. Apakah latar belakang pemikiran yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep mathla fi wilayatil hukmi? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui metode Muhammadiyah tentang penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep matla fi wilayatil hukmi. 2. Untuk mengetahui latar belakang yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan Kamariyah dalam konsep matla fi wilayatil hukmi. D. Telaah Pustaka Adapun tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah hisab rukyah adalah Fiqh Hisab rukyah Indonesia (Sebuah upaya penyatuan mazhab rukyah dengan mazhab hisab) karya Ahmad Izzuddin yang memberikan 10

23 deskripsi tentang kedua madzhab dalam term hisab rukyah beserta sebuah upaya penawaran penyatuan antara hisab dan rukyah, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik karya Muhyiddin Khazin buku ini menerangkan tentang penentuan awal bulan Kamariyah dan perhitungannya, dan juga Ilmu Falak (Perjumpan Khazanah Islam Dan Sains Modern) karya Dr. Susiknan Azhari, MA. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa syari at rukyat yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw dapat dimodifikasikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan (sains) modern. Modifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk metode hisab untuk mengetahui wujudul hilal dalam menentukan awal bulan Kamariyah. Skripsi Nur Hidayah, Studi Analisis Terhadap Persepsi Ibnu Abidin Tentang Keharusan Mengikuti Matla Masing-Masing Negeri Dalam Penetapan Idul Adha Dalam Kitab Radd Al Mukthar yang menguraikan tentang keharusan mengikuti matla dalam penentuan awal bulan Kamariyah menurut Ibnu Abidin. Pendapat Ibnu Abidin ini didasarkan pada atsar sahabat yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menjelaskan tentang perbedaan wujudul hilal yang mana kemudian diterapkan oleh Mu awiyah. 28 Skripsi Mulyadi Studi Analisis Terhadap Persepsi Syafi i Shaghir Tentang Rukyah Pada Dua Negara Yang Berbeda Matla nya Dalam Penetapan Awal Ramadhan Dalam Kitab Nihayah Al-Muhtaj yang menguraikan tentang bagaimana rukyah yang berbeda matla -nya menurut 28 Nur Hidayah, Studi Analisis Terhadap Persepsi Ibnu Abidin Tentang Keharusan Mengikuti Matla Masing-Masing Negeri Dalam Penetapan Idul Adha Dalam Kitab Radd Al Mukthar, Skripsi sarjana Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang,

24 Syafi i Shaghir. 29 Menurut Syafi i Shagir, perbedaan matla antar negara menjadi hal penting. Maksudnya adalah meskipun jarak kedua negara dapat menyebabkan kebolehan meng-qashar shalat, namun jika kedua negara tersebut memiliki perbedaan matla maka syarat jarak qashar tidak dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menyamakan matla. Skripsi M. Taufik Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah menurut Muhammadiyah dalam Perspektif Hisab Rukyah di Indonesia yang menerangkan tentang perbedaan awal bulan Kamariyah antara Muhammadiyah dan Pemerintah dalam perspektif hisab rukyah di Indonesia. Perbedaan awal bulan tersebut karena adanya perbedaan metode hisab. Metode hisab yang digunakan Muhammadiyah adalah hisab wujudul hilal yaitu apabila hilal sudah positif di atas ufuk,maka awal bulan sudah dapat ditetapkan.meskipun ketinggian hilal belum mencapai ketentuan imkanurrukyah sebagaimana yang digunakan pedoman oleh Pemerintah yaitu ketinggian hilal minimal harus dua derajat. 30 Dalam kajian pustaka tersebut menurut penulis belum ada tulisan yang membahas secara spesifik tentang penentuan (hisab) awal bulan Kamariyah menurut Muhammadiyah dalam konsep matla fi wilaytil hukmi, sedangkan penelitian penulis lebih memfokuskan pada penentuan awal bulan Kamariyah Muhammadiyah dalam konsep matla fi wilayatil hukmi. Oleh sebab itulah 29 Mulyadi Studi Analisis Terhadap Persepsi Syafi i Shaghir Tentang Rukyah Pada Dua Negara Yang Berbeda Matla nya Dalam Penetapan Awal Ramadhan Dalam Kitab Nihayah Al- Muhtaj, Skripsi sarjana Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang, M. Taufik Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah menurut Muhammadiyah dalam Perspektif Hisab Rukyah di Indonesia, Skripsi sarjana Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang,

25 penulis merasa yakin untuk melakukan penelitian ini tanpa adanya kekhawatiran adanya asumsi plagiat. E. Metode Penulisan Agar di dalam penulisan skripsi ini lebih mengarah pada obyek kajian dan sesuai dengan tujuan, penulisan menggunakan metode sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah library research yaitu suatu penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di ruang kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, koran, naskah, catatan, dokumen, dan lain-lain Sumber Data Adapun data dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang memuat data-data atau informasi tersebut. Data primer ini diperoleh dari Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Manhaj Tarjih Muhammadiyah, serta hasil Musyawarah Nasional Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Muktamar Muhammadiyah. b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data tersebut. Adapun sumbersumber data sekunder yang digunakan adalah Ilmu Falak (Perjumpaan hlm Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju, 1996, 13

26 Khazanah Islam Dan Sains Modern) karya Dr. Susiknan Azhari dan sumber lain serta kitab dan buku lainnya yang berkaitan dengan masalah penentuan awal bulan Kamariyah. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan). Adapun teknik pengumpulan data dengan melakukan penelusuran dan penelaahan pada literatur dan bahan pustaka yang relevan dengan latar belakang yang diangkat. Penulis juga mengadopsi banyak pendapat yang diungkapkan oleh astronom dari LAPAN Thomas Djamaludin yang merupakan hasil wawancara penulis via Facebook. Serta pendapat pakar lain baik yang diterbitkan maupun tidak. 4. Metode Analisis Data Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara mendalam. Menurut Lexy J. Moloeng proses analisa dapat dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul. 32 Guna memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan, dan menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini digunakan metode analisa deskriptif kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang dimaksudkan untuk hlm Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002, 14

27 mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat. 33 Metode deskriptif kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan eksploratif yang merupakan data yang diambil dari penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan menerangkan apa adanya atau apa yang ada sekarang secara mendalam. 34 F. Sistematika Penulisan Secara garis besar penulisan penelitian ini terdiri atas tiga bagian yakni bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal memuat halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, abstraksi dan daftar isi. berikut: Sedangkan bagian isi terdiri dari lima bab dengan penjelasan sebagai Bab I adalah Pendahuluan yang isinya meliputi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. 33 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, hlm Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998, hlm

28 Bab II adalah teori tentang Fiqh Hisab Rukyah yang isinya meliputi Pengertian hisab rukyah, dasar hukum hisab rukyah, sejarah hisab rukyah, metode hisab rukyah Indonesia dan konsep matla dalam hisab dan rukyat. Bab III merupakan gambaran tentang Metode Hisab dan Rukyah Muhammadiyah yang isinya meliputi tentang sejarah singkat Muhammadiyah, metode hisab dan rukyah Muhammadiyah dan konsep matla fi wilayatul hukmi Muhammadiyah. Bab IV adalah Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Kamariyah Dalam Konsep Matla Fi Wilayatil Hukmi yang isinya meiputi analisis metode yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan Kamariyah dalam konsep matla fi wilayatul hukmi dan analisis terhadap latar belakang penerapan konsep matla fi wilayatil hukmi. penutup. Bab V adalah Penutup yang isinya meliputi kesimpulan, saran dan kata Bagian akhir adalah bagian yang isinya meliputi daftar pustaka, lampiran dan biografi penulis. 16

29 BAB II FIQH HISAB DAN RUKYAH DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Hisab dan Rukyah di Indonesia Pada dasarnya istilah Hisab Rukyah adalah persoalan penentuan waktu-waktu ibadah umat Islam. Perosalan-persoalan itu pada umumnya terdiri atas penentuan arah kiblat dan bayangan arah kiblat, waktu-waktu sholat, gerhana dan awal bulan Kamariyah. 35 Sebelum membahas awal bulan Kamariyah penulis akan memaparkan dulu apa penentuan arah kiblat, waktu shalat, dan gerhana. Penentuan arah kiblat pada dasarnya adalah menghitung besaran sudut yang diapit oleh garis meredian yang melewati suatu tempat yang dihitung arah kiblatnya dengan lingkaran besar yang melewati tempat tersebut dan ka bah, serta menghitung jam berapa matahari itu memotong jalur menuju ka bah. 36 Sedangkan penentuan waktu shalat pada dasarnya adalah menghitung tenggang waktu ketika matahari berada di titik kulminasi atas dengan waktu ketika matahari berkedudukan pada awal waktu shalat, sementara gerhana adalah menghitung waktu terjadinya kontak antara matahari dan bulan, yakni kapan bulan menutupi matahari dan lepas darinya pada gerhana matahari, 35 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, hlm Ibid, hlm. 4 17

30 serta kapan pula bulan mulai masuk pada umbra bayangan bumi serta keluar darinya pada gerhana matahari. 37 Di Indonesia penentuan awal bulan Kamariyah didominasi oleh 2 mazhab yaitu; 1. Mazhab Rukyah Secara etimologi (bahasa) istilah rukyah berasal dari Bahasa Arab yaitu yang berarti melihat dengan mata. 38 Adapun yang dimaksud adalah melihat bulan baru sebagai tanda masuknya awal bulan Kamariyah baru dan dilaksanakan pada saat matahari terbenam pada tiap tanggal 29 bulan Kamariyah. 39 Mazhab ini berlandaskan pada hadis Nabi SAW: ( ) Artinya : Dari Abu Hurairah r.a berkata, Nabi menjelaskan tentang hilal, kemudian beliau bersabda : jika kalian melihatnya maka berpuasalah dan jika kamu melihatnya (lagi) maka berbukalah. Jika kalian di tutupi mendung maka hitunglah (bulan Sya ban) 30 hari (H.R Muslim). 37 Ibid. hlm.5 38 M. Warson Munawir, Kamus Al Munawir, Surabaya:Pustaka Progresif, 1996, hlm Hal ini karena menurut Taqwim Islam permulaan hari dimulai pada saat matahari terbenam 40 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Al Jamius Shahih, jilid 3, Beirut: Darl al Fikr, tt hlm

31 2. Mazhab Hisab. Secara etimologi (bahasa) kata hisab berasal dari Bahasa Arab yaitu 41 yang artinya menghitung. Sedangkan dalam Bahasa Inggris kata ini disebut Arithmatic yaitu ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan. 42 Jadi hisab itu sendiri berarti hitung, jadi ilmu hisab adalah ilmu hitung. Hisab melandaskan pada firman Allah swt : Artinya : Dialah yang menjadikan matahari bersinar, bulan bersinar dan ditetapkannya manzilah manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan diperhitungkan (Q.S Yunus 5) 43 lain: Kata Hisab dalam Al Qur an dapat mempunyai beberapa arti antara a Perhitungan, sebagaimana Firman Allah dalam surat an Nisa ayat 87 Artinya : Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan serupa). Sesungguhnya Allah selalu 41 Loewis Ma luf, Al-Munjid,. cet. 25,Beirut: Darl Masyriq, 1975, hlm Badan Hisab Rukyah Depag RI, Al Manak Hisab Rukyah, Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm Depag RI, Al Qur an dan Terjemahnya, Semarang: PT Karya Toha Putra, t.t hlm

32 membuat perhitungan atas segala sesuatu (Q.S al Nisa : 87) 44 b Memeriksa, sebagaimana Firman Allah dalam surat al Insyiqoq ayat 8 Artinya : Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah (Q.S al Insyiqoq: 8) 45 c Pertanggung jawaban, sebagaimana Firman Allah dalam surat al An am ayat 69 Artinya : Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertaqwa terhadap dosa mereka, akan tetapi kewajiban mereka telah mengingatkan mereka agar mereka bertaqwa. )Q.S al An am: 69) 46 Hisab artinya menghitung perjalanan matahari dan bulan pada bola langit. Dengan hisab orang dapat mengetahui dan memperkirakan kapan awal dan akhir bulan Kamariyah tanpa harus melihat hilal. 47 Dalam perkembangan selanjutnya istilah Hisab dan Rukyah sering disebut dengan ilmu falak, 48 yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda 44 Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyah, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm Ilmu falak berasal dari dua kata yaitu ilmu yang berarti pengetahuan atau kepandaian, dan falak yang berarti lengkung langit, lingkaran langit, cakrawala, dan juga dapat berarti 20

33 langit tentang fisiknya, ukurannya, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. 49 Ilmu falak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a Theoritical astronomy yaitu ilmu yang membahas teori dan konsep benda-benda langit 50 yang meliputi: 1) Kosmogoni yaitu teori tentang asal usul benda-benda langit dan alam semesta 51 2) Kosmologi yaitu cabang astrologi yang menyelidiki asal- usul struktur dan hubungan ruang waktu dari alam semesta 52 3) Kosmografi yaitu pengetahuan tentang seluruh susunan alam, pemerian (penggambaran) umum tentang jagat raya termasuk bumi 53 4) Astrometrik yaitu cabang astronomi yang kegiatannya melakukan pengukuran terhadap benda-benda langit dengan tujuan mengetahui ukurannya dan jarak antara satu dengan lainnya. 54 5) Astromekanik yaitu cabang astronomi yang mempelajari gerak dan gaya tarik benda-benda langit dengan cara dan hukum mekanik. 55 pengetahuan mengenai keadaan (peredaran, perhitungan, dan sebagainya) bintang, ilmu perbintangan (astronomi), lihat dalam Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm Badan Hisab Rukyah RI, op.cit, hlm Muhyidin Khazin, op.cit, hlm 4 51 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, op.cit, hlm Ibid, hlm Ibid. hlm Badan Hisab Rukyah RI, op.cit, hlm

34 6) Astrofisika yaitu bagian astronomi tentang benda-benda angkasa dari sudut ilmu alam dan ilmu fisika. 56 b Practical Astronomy yaitu ilmu yang melakukan perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit antara satu dengan yang lain. 57 Ilmu falak inilah yang kemudian dikenal dengan ilmu falak atau ilmu hisab. a. Dasar Hukum Hisab Rukyah 1. Dasar hukum Al Qur an, antara lain a. Surat Ar Rahman ayat 5 Artinya : Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungannya (Q.S Ar Rahman :5) 58 Surat Yunus ayat 5 Artinya : Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya manzilan-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (Q.S Yunus: 5). 59 b. Surat al Baqarah ayat Ibid. Hlm Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, op.cit, hlm Muhyidin Khazin, op.cit, hlm 4 58 Depag RI, op.cit, hlm Ibid, hlm

35 ( 4 ( 4 ( Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.(q.s al Baqarah :189) 60 c. Surat Ar Ra ad ayat 2 Ä ö yèø9$# n?tã 3 uθtgó $# ΝèO $pκtξ ρt s? 7 uηxå Î ö tóî/ ÏN uθ uκ 9$# yìsùu Ï%!$# ª!$# ã Å_Áx ムt øβf{$# ã În/y ムwκ Β 9 y_l{ Ì ä. t yϑs)ø9$#uρ } ôϑ ±9$# t y uρ tβθãζï%θè? öνä3în/u Ï!$s)Î=Î/ Νä3 =yès9ïm tƒfψ$# Artinya: Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran- Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu. (Q.S Ar Ra ad:2) 61 d. Surat Yasin ayat t yϑs)ø9$#uρ ÉΟŠÎ=yèø9$# Í ƒí yèø9$# ã ƒï ø)s? y7ï9 sœ 4$yγ 99h s)tgó ßϑÏ9 Ì øgrbß ôϑ ±9$#uρ Èöt7. tƒ ß ôϑ ±9$# Ÿω ÉΟƒÏ s)ø9$# Èβθã_ó ãèø9$%x. yš$tã 4 Lym tαî $oψtβ çµ tρö s% šχθßst7ó o ;7n=sù ä.uρ Í $pκ ]9$# ß,Î/$y ã ø 9$# Ÿωuρ t yϑs)ø9$# x8í ô è? βr&!$oλm; Artinya: Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.(38)Dan 60 Ibid, hlm Ibid, hlm.56 23

36 Telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.(39)tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.(40). (QS. Yasin:38-40) 1. Dasar Hukum dari hadis, antara lain a. Hadis Riwayat Muslim dari Ibn Umar ( ٦٢ ) Artinya : Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim) b. Hadis Riwayat Bukhari : ٦٣ ( ) Artinya : Dari Nafi dari Abdillah bin Umar bahwasanya Rasulullah saw menjelaskan bulan Ramadhan kemudian beliau bersabda: janganlah kamu berpuasa ssampai kamu melihat hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuak sebelum melihatnya lagi.jika tertutup awan maka perkirakanlah (HR Bukhari) Sahih Muslim, Jilid I, Beirut : Dar al Fikr, tt, hlm Muhammad ibn Isma il al Bukhari, Sahih Bukhari, Juz III, Beirut: Dar al Fikr,tt, hlm. 24

37 c. Hadis riwayat Bukhori ٦٤.( ) Artinya : Dari Said bin Amr bahwasanya dia mendengar Ibn Umar ra dari Nabi saw beliau bersabda : sungguh bahwa kami adalah umat yang Ummi tidak mampu menulis dan menghitung umur bulan adalah sekian dan sekian yaitu kadang 29 hari dan kadang 30 hari (HR Bukhari) B. Sejarah Hisab Rukyah Menurut catatan sejarah, penemu ilmu astronomi adalah Nabi Idris. 65 Baru sekitar abad ke- 28 Sebelum Masehi (SM) embrio ilmu falak mulai nampak sebagaimana digunakan dalam penentuan waktu pada penyembahan berhala seperti yang terjadi di Mesir untuk menyembah dewa Osiris, Isis dan Amon, serta di Babilonia dan Mesopotamia untuk menyembah dewa Astoroth dan Baal 66 Pengetahuan tentang nama- nama hari dalam satu minggu baru ada pada 5000 tahun Sebelum Masehi yang masing- masing diberi nama dengan nama- nama benda langit. Yaitu Matahari untuk hari Ahad, Bulan untuk hari Senin, Mars untuk hari Selasa, Mercurius untuk hari Rabu, Yupiter untuk hari Kamis, Venus untuk hari Jum at dan Saturnus untuk hari Sabtu Ibid. Hlm Sebagaimana sering dijumpai dalam muqadimah kitab-kitab falak seperti dalam Zubair Umar al Jailany, Khulasoh al Wafiyah, Surakarta: Melati, tt, hlm Thantawy al-jauhary, Tafsir al Jawahir, Juz VI, Mesir: Mustafa al Babi al Halabi, 1346 H, hlm Ibid

38 Pada masa sebelum masehi, perkembangan ilmu ini dipengaruhi oleh teori geosentris 68 Aristoteles. Kemudian teori ini dipertajam oleh Aristarchus dari Samos ( SM) dengan hasil pengukuran jarak antara bumi dan matahari, kemudian eratosthenes dari mesir juga sudah dapat menghitung keliling bumi. 69 Setelah Masehi perkembangan ilmu ini ditandai dengan temuan Claudius Ptolomeus (140 M) berupa catatan tentang bintang bintang yang diberi nama Tibril Magesthi dan berasumsi bahwa bentuk semesta alam adalah geosentris. 70 Pada masa permulaan Islam, ilmu astronomi belum begitu masyhur di kalangan umat Islam. Hal ini tersirat dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari inna ummatun ummiyatun la naktubu wa la nahsibu 71. Namun demikian mereka telah mampu mendokumentasikan peristiwa- peristiwa pada masa itu dengan memberikan nama-nama tahun sesuai dengan peristiwa yang paling monumental. 72 Wacana mengenai hisab rukyah baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab ra. Ia menetapakan kalender hijriyah sebagai dasar melaksanakan ibadah bagi umat Islam. Penetapan ini terjadi pada tahun 68 Teori geosentris adalah teori yang yang berasumsi bahwa bumi adalah sebagi pusat peredaran benda-benda langit. lihat dalam Marsito,Kosmografi Ilmu Bintang Bintang,Jakarta: PT Pembangunan, 1960, hlm 8 69 Ibid. hlm Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah (Sebuah Upaya Penyatuan Antara Madzhab Rukyah dan Madzhab Hisab),Yogyakarta: Logung Pustaka,2004, hlm Lihat hadis selengkapnya dalam dasar hukum hisab rukyah dari hadis. 72 Hal ini dapat kita temukan dalam literatur sejarah islam dimana kita mengenal istilah tahun gajah karena ketika Nabi lahir terjadi penyerangan oleh pasukan bergajah, disebut Tahun Ijin karena merupakan tahun diijinkannya hijrah ke Madinah, disebut Tahun Amr di mana umat Islam diperintahkan untuk menggunakan senjata. Selain itu juga ada Tahun Jama ah, dan sebagainya. Ahmad Izzudin, op. cit., hlm

39 17 H. Tepatnya pada tanggal 20 Jumadil Akhir 17 H dan di mulai sejak Nabi hijrah dari Mekkah ke Madinah. 73 Perhitungan tahun Hijriyah dilatarbelakangi oleh pengangkatan beberapa gubernur pada masa pemerintahan Umar bin Khattab ra, di antaranya pengangkatan Abu Musa al Asy ari sebagai gubernur Basrah. Surat pengangkatannya berlaku mulai Sya ban tetapi tidak jelas tahunnya. Karena tidak diketahui tahunnya secara pasti, maka Umar bin Khattab ra merasa perlu menghitung dan menetapkan tahun Islam. Kemudian Umar bin Khattab ra mengundang para sahabat untuk bermusyawarah tantang masalah ini. dan kemudian disepakati kalender hijriyah sebagai kalender negara. 74 Perkembangan hisab rukyah mencapai titik keemasan pada masa pemerintahan dinasti Abbasyiah yang ditandai dengan adanya penerjemahan kitab Sindihind dari India pada masa pemerintahan Abu Ja far al Manshur, 75 selain itu pada masa al Makmun di Baghdad didirikan observatorium pertama yaitu Syammasiyah 213 H/ 828 M yang di pimpin oleh dua ahli astronomi termashur Fadhl ibn al Naubakht dan Muhammad ibn Musa al Khawarizmi 76 yang kemudian diikuti dengan serangkaian observatorium yang dihubungkan 73 Slamet Hambali, Ilmu Falak I (Tentang Penentuan Awal Waktu Shalat dan Penentuan Arah Kiblat Di Seluruh Dunia), Semarang: t.p, 1998, hlm Ahmad Izzudin, op. cit., hlm Muh Farid Wajdi, Dairotul Ma arif, juz VIII, Cet II, Mesir: tp,1342 H, hlm Observatorium pada masa ini telah meninggalkan teori yunani kuno dan membuat teori sendiri dalam menghitung kulminasi matahari dan menghasilkan data-data dari kitab Sindihind yang di sebut dengan table of Makmun dan oleh orang Eropa di kenal dengan astronomos/ astronomy. Lihat dalam Mehdi Nakosteen,Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat:Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam,Terj. Joko S Kalhar, Surabaya: Risalah Gusti, 1996, hlm

40 dengan nama ahli astronomi seperti observatorium al Battani di Raqqa dan Abdurrahman al Shufi di Syiraz. 77 Puncak dari zaman keemasan astronomi ini dicapai pada abad ke-9 H/15 M ketika Ulugh Beik cucu Timur Lenk mendirikan observatoriumya di Samarkand yang bersama dengan observatorium Istambul dianggap sebagai penghubung lembaga ini ke dunia Barat. 78 Tokoh- tokoh astronomi yang hidup pada masa keemasan antara lain adalah al Farghani, Maslamah ibn al Marjit di Andalusia yang telah mengubah tahun Masehi menjadi tahun Hijriyah, Mirza Ulugh bin Timur Lenk yang terkenal dengan ephemerisnya, Ibn Yunus, Nasirudin, Ulugh Beik yang terkenal dengan landasan ijtima dalam penentuan awal bulan Kamariyah. 79 Setelah Islam menampakkan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan dengan terjadinya ekspansi intelektualitas ke Eropa melalui Spanyol, muncullah Nicolas Capernicus ( ) yang membongkar teori Geosentris yang dikembangkan oleh Ptolomeus dengan mengembangkan teori Heliosentris. 80 Masuknya ilmu falak diindonesia diawali dengan kembalinya para ulama muda ke Indonesia dari bermukim dimakkah pada awal abad ke Sayyed Hossein Nasr, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban,Terj J Muhyidin, Bandung: Penerbit Pustaka, 1986, hlm Ibid. Hlm Jamil Ahmad, Seratus Muslim terkemuka,terj. Tim penerjemah Pustaka al Firdaus, Cet I, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987, hlm Teori Heliosentris adalah teori yang merupakan kebalikan dari teori geosentris. Teori ini mengemukakan bahwa Matahari sebagai pusat peredaran benda- benda langit. Akan tetapi menurut lacakan sejarah yang pertama kali melakukan kritik terhadap teori geosentris adalah al Biruni yang berasumsi tidak mungkin langit yang begitu besar beserta bintang-bintangnya yang mengelilingi bumi. Lihat dalam Ahmad Baiquni, Al Qur an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Cet IV, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, hlm

41 ilmu falak mulai berkembang, mereka tidak hanya membawa catatan-catatan ilmu tentang Tafsir, Hadis, Fiqh, Tauhid dan Tasawuf melainkan juga membawa catatan-catatan ilmu falak yang mereka dapatkan dari makkah sewaktu mereka belajar disana yang kemudian mereka ajarkan kepada para santrinya di Indonesia. Adapun tokoh-tokoh yang belajar ilmu falak adalah Syekh Abdurrahman bin Ahmad al- Misri (mertua Habib Usman) beliau membawa zaij (tabel astronomis) Ulugh bek pada tahun 1324 H/1896M dan kemudian diajarkan kepada ulama muda di Indonesia antara lain Ahmad Dahlan as-simarani atau at-tarmasi, Habib Usman bin Abdilah bin Aqil bin yahya. 81 Perkembangan hisab rukyah pada awal abad ke-17 M sampai abad ke- 19 M bahkan awal abad 20 M tidak bisa lepas dari pemikiran serupa di negara Islam yang lain. Hal ini seperti tercermin dalam kitab Sullamun Nayyirain 82 yang masih terpengaruh oleh sistem Ulugh Beik. Hasanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat dikatakan relatif banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan (menyusun) kitab falak dengan cara mencangkok kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat seperti kitab Sullam al-nayyirain yang ditulis oleh Muhammad Manshur al-batawi, Zubair Umar al Jailany, dengan al-khulasoh al-wafiyah, KH. Noor Ahmad.SS dengan Nurul Anwar. 81 Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm Sullamun Nayyirain adalah kitab kecil unruk mengetahui konjungsi matahari, bulan berdasarkan metode Ulugh Beik al Samarqondy yang di susun oleh KH. Muh Mansur bin KH Abdul Hamid bin Muh Damiry al Batawy. Di mana kitab tersebut berisi rissalah untuk ijtima, gerhana bulan daan matahari. Lihat dalam Ahmad Izzuddin, Analisis Kritis tentang Hisab Awal Bulan Kamariyah dalam kitab Sullamun Nayyirain, Skripsi Sarjana, Seamarang: Fakultas Syari ah IAIN Walisongo, 1997, hlm

42 Hal ini juga ditopang oleh kecanggihan tehnologi yang dikembangkan oleh para pakar Astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab rukyah. Namun dengan semakin canggihnya teknologi dan ilmu pengetahuan maka wacana hisab rukyah pun mengalami perkembangan yang sangat pesat. Data bulan dan matahari menjadi semakin akurat dengan adanya sistem Ephemeris, Almanak Nautika dan sebagainya yang menyajikan data per jam. Sehingga akurasi perhitungan bisa semakin tepat sampai sekarang. 83 Melihat fenomena tersebut maka pemerintah mendirikan Badan Hisab Rukyah yang berada di bawah naungan Departemen Agama.Pada dasarnya kehadiran Badan Hisab rukyah untuk menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyyah khususnya dalam beribadah. Hanya saja dalam dataran realistis dan etika praktis, masih belum terwujud. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perbedaan berpuasa Ramadhan maupun berhari raya Idul Fitri. 84 C. Metode Hisab Rukyah Indonesia Metode yang digunakan dalam hisab rukyah pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu 1. Metode Hisab 83 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah (Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam penentuan Awal Bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha), jakarta; Erlangga, 2007, hlm Ibid, hlm

43 Metode ini adalah metode dengan menggunakan perhitungan astronomis dalam penentuan awal bulan Kamariyah. Metode ini Menurut Susiknan Azhari dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu: a. Hisab Urfi Hisab Urfi adalah sistem perhitungan yang didasarkan pada perdaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem ini tidak berbeda dengan kalender Masehi. Bilangan hari pada tiap bulan berjumlah tetap kecuali pada tahuntahun tertentu yang jumlahnya lebih panjang satu hari. Sistem hisab ini tidak dapat digunakan dalam menentukan awal bulan Kamariyah untuk pelaksanaan ibadah. Karena menurut sistem ini umur bulan Sya ban dan Ramadhan adalah tetap yaitu 29 hari untuk bulan Sya ban dan 30 hari untuk bulan Ramadhan. 85 b. Hisab Hakiki Hisab hakiki adalah hisab yang didasarkan pada perdaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur bulan tidaklah konstan dan juga tidak beraturan melainkan bergantung posisi hilal setiap bulan. Sehingga umur bulan bisa jadi berturut -turut 29 hari atau 30 hari Metode Rukyah 85 Lihat dalam Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005, hlm Ibid, hlm. 65. Hisab Urfi adalah perhitungan yang belandaskan kepada kaidah-kaidah yang bersifat tradisional yaitu dibuatnya anggaran-anggaran dalam menentukan perhitungan masuknya awal bulan itu dengan anggaran yang didasarkan kepada peredaran bulan. Hisab Hakiki adalah sistem penentuan awal bulan Kamariyah dengan metode penentuan kedudukan bulan pada saat matahari terbenam. Badan Hisab Rukyah Depag RI, op.cit, hlm

44 Istilah ini berarti melihat atau mengamati hilal dengan mata ataupun dengan teleskop pada saat matahari terbenam menjelang bulan baru Kamariyah. 87 Apabila hilal berhasil dilihat maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal satu untuk bulan baru. Sedangkan apabila hilal tidak berhasil dilihat karena gangguan cuaca maka tanggal satu bulan baru ditetapkan pada malam hari berikutnya atau bulan di istikmalkan 30 hari. 88 Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan dalam menentukan awal bulan Kamariyah juga terjadi karena perbedaan memahami konsep permulaan hari dalam bulan baru. Disinilah kemudian muncul berbagai aliran mengenai penentuan awal bulan yang pada dasarnya berpangkal pada pedoman ijtima, dan posisi hilal di atas ufuk. 89 Golongan yang berpedoman pada ijtima dapat dibedakan menjadi beberapa golongan yaitu: a. Ijtima qabla al-ghurub yaitu apabila ijtima terjadi sebelum matahari terbenam maka pada malam harinya sudah di anggap sebagai bulan baru. b. Ijtima qabla al-fajri yaitu apabila ijtima terjadi sebelum terbit fajar maka pada malam itu sudah di anggap sudah masuk awal bulan baru. 87 Ibid, hlm Muhyiddin khazin, op.cit, hlm Ijtima adalah berkumpulnya matahari dan bulan dalam satu bujur astronomi yang sama. Ijtima di sebut juga dengan konjungsi,pangkreman, iqtiraan. Sedangkan yang di maksud ufuk adalah lingkaran besar yang membagi bola langit menjadi dua bagian yang besarnya sama. Ufuk di sebut juga horizon, kaki langit, cakrawala, batas pandang, Susiknan Azhari, op.cit, hlm.72 32

45 c. Ijtima qablal zawal yaitu apabila ijtima terjadi sebelum zawal maka hari itu sudah memasuki awal bulan baru. 90 Namun dari golongan - golongan tersebut yang masih banyak di pegang oleh ulama adalah ijtima qoblal ghurub dan ijtima qoblal fajri. Sedangkan golongan yang lain tidak banyak dikenal secara luas oleh masyarakat. 91 Golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk dibedakan menjadi: a. Golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk hakiki b. Golongan yang berpedoman pada posisi hilal di atas ufuk mar i yaitu ufuk hakiki dengan koreksi seperti kerendahan ufuk 92, refraksi 93, semi diameter 94, dan parallax 95. D. Konsep Matla dalam Hisab dan Rukyah Kata matla berasal dari lafadz mathli yang artinya tempat terbit, 96 sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata matla 90 Ibid, hlm Nouruz Zaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997, hlm Untuk mencari kerendahan ufuk dapat di gunakan rumus 0 o 1,76 di kalikan dengan akar ketinggian tempat tersebut dari permukaan air laut. Lihat dalam Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm Refraksi atau Daqa iqul Iktilaf adalah pembiasan sinar yaitu perbedaan antara tinggi suatu benda langit yag sebenarnya dengan tinggi benda langit itu yang dilihat sebagai akibat adanya pembiasan sinar, Untuk mencari refraksi dapat digunakan rumus tinggi lihat tinggi nyata, Ibid, hlm Semi Diameter / jari-jari/ Nisful Qotr adalah titik pussat matahari / bulan dengan piringan luarnya. Lihat dalam Tim Hisab Ditpenpera Depag RI, Ephemeris Hisab Rukyat2004, Jakarta, Ditpenpera, 2004, hlm Parallax/ ikhtilaful mandzor adalah sudut antara garis yang di tarik dari benda langit ke titik pusat bumi dan garis yang di tarik dari benda langit ke mata si pengamat. Ibid, hlm 5 33

46 berarti daerah tempat terbit matahari, terbit fajar maupun terbit bulan. 97 Sementara itu, jika dikaitkan dengan kalender Hijriyah, matla mengarah kepada konsep geografis keberlakuan rukyat, sehingga hal ini kemudian menimbulkan perbedaan matla yang dikenal dengan terminologi íkhtilaf matla. 98 Perbedaan pendapat mengenai matla terjadi di kalangan para ulama. Terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai pemberlakuan konsep matla. Kelompok pertama menyatakan bahwa konsep matla hanya berlaku bagi wilayah yang berada di dekat dengan tempat rukyat. Maksudnya adalah wilayah yang berada dekat dengan tempat rukyat harus (lazim) mengikuti hasil rukyat, sedangkan wilayah yang berada jauh dari tempat rukyat tidak dapat mengikuti hasil rukyat. Contoh dari kelompok pertama ini adalah tidak berlakunya hasil rukyat wilayah Hijaz untuk diberlakukan di wilayah Irak, sedangkan hasil rukyat wilayah Kuffah dapat dijadikan pedoman bagi wilayah Baghdad. 99 Kelompok kedua menyatakan kebalikannya, yakni konsep matla dapat diterapkan pada wilayah yang berjauhan. Batasan jauh yang dimaksud dalam pendapat kelompok kedua terkandung dua pengertian. Pertama, batasan jauh adalah perjalanan yang jaraknya memperbolehkan meng-qashar shalat. 96 Mengenai penjelasan tentang arti kata matla dapat dilihat dalam Muhammad Amin, Raddu al-muhtar, Beirut: Daar al-kutb al- Ilmiyah, t.th., hlm Muhammad Amin lebih dikenal dengan nama Ibnu Abidin. 97 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. III, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, hlm Lihat dalam Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. I: Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, hlm Lihat selengkapnya dalam Muhammad bin Abi al-abbas, Nihayatu al-muhtaj, t,kp Daar al-kutub al- Ilmiyah, t.th., hlm

47 Sedangkan batasan jauh yang kedua adalah adanya perbedaan matla antara dua wilayah. 100 Pendapat kelompok yang kedua memiliki maksud bahwa apabila dua jarak wilayah dapat menyebabkan kebolehan qashar, selama tidak memiliki perbedaan matla dapat mengikuti keputusan rukyat dari wilayah yang telah tampak hilal-nya. Sebaliknya, apabila wilayah tersebut memiliki jarak yang memiliki kebolehan meng-qashar shalat namun memiliki perbedaan matla, maka konsep kesamaan matla tidak dapat diberlakukan. Selain kedua pendapat di atas, ada dasar hukum penetapan matla yang lain yang bersumber dari atsar (perkataan sahabat) sebagai berikut: ( ) Artinya: Dari Kuraib, bahwa Ummul Fadhl binti Al-Harits mengutusnya kepada Mu wiyah di Syam, Kuraib berkata: Ketika sampai di Syam saya segera menunaikan pesanpesan Ummul Fadhl. Kemudian muncullah hilal bulan Ramadan sementara saya masih berada di Syam dan saya melihatnya pada malam Jum at, kemudian saya kembali ke Madinah pada akhir bulan Ramadan. Lalu Ibnu Abbas 100 Ibid., hlm

48 bertanya kepada saya tentang hilal Ramadhan: kapan kalian melihat hilal? Saya menjawab: kami melihatnya pada malam Jum at. Ibnu Abbas bertanya: apakah kamu melihatnya? Saya katakan: Ya, dan kaum muslimin juga melihatnya, kemudian mereka memulai puasa dan Mu awiyah juga berpuasa. Lalu Ibnu Abbas berkata: kami melihatnya pada malam Sabtu, maka kami akan melanjutkan puasa sampai tiga puluh hari atau kami melihat hilal. Saya katakan kepada beliau: apakah tidak mencukupkan dengan ru yah dan puasa Mua wiyah? Jawab beliau: Tidak, demikianlah Rasulullah SAW mentitahkan kepada kami. (HR. Muslim) Dari atsar tersebut, terdapat perbedaan konsep matla dengan kedua konsep matla di atas. Sekilas memang memiliki kesamaan dengan pendapat kelompok yang pertama, yakni dengan adanya kemungkinan untuk menerapkan konsep matla untuk wilayah yang berdekatan dengan tempat rukyah. Namun demikian, dalam atsar tersebut dijelaskan bahwa Ibnu Abbas tetap melanjutkan puasa dan tidak mengikuti hasil rukyah di Madinah. Padahal jarak antara Syam dan Madinah dekat dan tidak sampai meng-qashar shalat. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa tidak semua fuqaha menerima dan menerapkan konsep matla sebagai ketetapan untuk wilayah yang berdekatan. Dalam istilah lain, konsep matla yang terkandunng dalam atsar di atas adalah penerapan hasil rukyah yang diterapkan untuk wilayah yang melakukan rukyah. Sedangkan wilayah lain, meskipun berada di dekat wilayah yang melihat rukyah tidak harus mengikuti ketetapan hasil rukyah. Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat karakteristik matla sebagai berikut: 1. Konsep matla yang diterapkan pada wilayah yang letaknya saling berdekatan dengan tempat rukyah 36

49 2. Konsep matla yang diterapkan pada wilayah yang berbeda dengan batasan perbedaan waktu qashar shalat. Selain batasan waktu qashar, syarat pemberlakuan ini juga didasarkan pada tidak adanya perbedaan konsep matla antara kedua daerah tersebut 3. Konsep matla yang diberlakukan hanya untuk daerah yang melihat hilal (rukyah), sedangkan daerah lain, meskipun berjarak dekat tidak menenerapkan hasil hilal tersebut. 37

50 BAB III METODE HISAB DAN RUKYAH MUHAMMADIYAH A. Sekilas tentang Muhammadiyah dan Majelis Tarjih Muhammadiyah Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Darwis atau KH Ahmad Dahlan 101 pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M di Yogyakarta atas saran dari muridmuridnya untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang permanen. Muhammadiyah didirikan dengan maksud dan tujuan yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya 102 Secara umum faktor pendorong kelahiran Muhammadiyah bermula dari beberapa kegelisahan dan keprihatinan sosial religius dan moral. Kegelisahan sosial ini terjadi disebabkan oleh suasana kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan umat. Kegelisahan religius muncul karena melihat praktik keagamaan yang mekanistik tanpa terlihat kaitannya dengan perilaku sosial dan positif disamping syarat dengan tahayul, bid ah, dan 101 Ahmad Dahlan adalah anak dari KH Abu Bakar bin K. Sulaiman seorang katib di kesultanan Yogyakarta. Ia dilahirkan pada tahun 1869 dengan nama M. Darwis. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya dalam nahwu, fiqh dan tafsir di Yogyakarta dan sekitarnya, pada tahun 1890 ia pergi ke Mekkah selama setahun untuk belajar di sana. Pada tahun 1903 ia kembali lagi ke tanah suci untuk menetap selama 2 tahun. Salah satu gurunya adalah Syaikh Ahmad Khatib. Lihat selengkapnya dalam Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, Jakarta: PT Pustaka LP3ES, Cet VIII, 1996, hlm Syamsul Hidayat dkk, Studi Ke-Muhammadiyahan (Kajian Historis, Ideologi dan Organisasi), Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar (LPID), hlm

51 38 khufarat, Sedangkan kegelisahan moral di sebabkan oleh kaburnya batas antara baik dan buruk, serta pantas dan tidak pantas. 103 Muhammadiyah berdiri untuk mengadakan tajdid atau perubahan yang bermakna mengembalikan wajah beku dari sistem Islam yang ditampilkan pemeluknya ketika itu utuk dikembalikan kepada dasar-dasar yang asli dari al- Qur an dan Al-Sunnah. Seluruh sistem ajaran dan struktur sosial serta kerangka berpikir tradisional dirombak menjadi yang sesuai dengan ajaran Islam. 104 Pada tahun-tahun pertama organisasi Muhammadiyah ingin menggembirakan orang dalam mengamalkan ajaran agama Islam, Mengamalkan ajaran agama haruslah membuahkan kesejukan dan kegembiraan bukannya kegelisahan, untuk merealisasikan tujuan itu maka Muhammadiyah mendirikan sekolah untuk mencerdaskan umat, membentuk mubalig dan mubalighat untuk kemudian diterjunkan ke tengah masyarakat luas untuk menyiarkan ajaran Islam dan menyiarkan agama Islam melalui media cetak yang pada waktu itu bentuknya sangat sederhana dan dibagikan secara cuma-cuma, serta melancarkan usaha untuk menolong kesenjangan umum yang menjadi cikal bakal Pelayanan Kesehatan Umat (PKU), rumahrumah yatim dan miskin. 105 Daerah operasi organisasi Muhammadiyah ini mulai berkembang pada tahun 1917 setelah Budi Utomo mengadakan kongres di Yogyakarta dan 103 M. Yunan Yusuf dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, hlm Umar Hasyim, Muhammadiyah Jalan Lurus dalam Tajdid, Dakwah, Kaderisasi, Dan Pendidikan (Kritik Dan Terapinya), Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet I, 1990, hlm M. Yunan Yusuf dkk, op.cit, hlm

52 39 KH.Ahmad Dahlan sebagai Sahibul Bait mampu mempesona peserta kongres melalui Tablignya, dalam kongres itu banyak permintaan untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di Jawa sehingga pengurus Muhammadiyah menerima permintaan dari beberapa daerah untuk mendirikan cabangcabangnya. Untuk maksud ini anggaran dasar dari organisasi itu yang membatasi diri pada kegiatan-kegiatan di Yogyakarta saja haruslah lebih dahulu diubah. Ini dilakukan pada tahun 1920 ketika mana bidang Muhammadiyah diluaskan meliputi seluruh pulau Jawa dan pada tahun berikutnya 1921 ke seluruh Indonesia. 106 Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, sebagai organisasi kemasyarakatan, Muhammadiyah tidak hanya menangani masalah-masalah pendidikan saja, tetapi juga melayani berbagai usaha pelayanan masyarakat seperti kesehatan, pemberian hukum (fatwa), panti asuhan, penyuluhan dan lain-lain. Ini terbukti dengan banyaknya majelis, lembaga serta organisasi otonom yang menangani masalah-masalah sosial kemasyarakatan. 107 Saat ini Muhammadiyah memiliki 9 majelis yaitu: Majelis Tarjih, Majelis Tabligh, Majelis Pustaka, Majelis Pendidikaan Tinggi, Majelis Pendidikaan Dasar dan Menengah, Majelis Pembina Kesehatan, Majelis Kesejahteraan Sosial, Majelis Ekonomi, serta Majelis Waqaf dan Kehartabendaan , hlm Ibid 106 Deliar Noer, op.cit, hlm Asmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 39

53 40 Salah satu dari bagian Muhammadiyah adalah Majelis Tarjih. 109 Majelis Tarjih ini mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam persyarikatan karena selain berfungsi sebagai pembantu pimpinan persyarikatan Majelis Tarjih juga memiliki tugas untuk memberikan bimbingan keagamaan dan pemikiran di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya dan warga persyarikatan Muhammadiyah pada khususnya. 110 Majelis Tarjih selain berfungsi sebagai pembantu pimpinan persyarikatan juga berfungsi mengeluarkan fatwa/ memastikan hukum tentang masalah-masalah yang dipertikaikan masyarakat muslim. Oleh karena itu obyek penelitian Majelis Tarjih meliputi masalah-masalah khilafiyah yang pada waktu itu dianggap rawan oleh Muhammadiyah, kemudian majelis tarjih itulah yang menetapkan pendapat mana yang dianggap paling kuat untuk diamalkan oleh warga Muhammadiyah. Dalam perkembangan selanjutnya majelis ini tidak sekedar mentarjihkan masalah-masalah khilafiyah saja akan tetapi mengarah pada penyelesaian persoalan-persoalan baru atau kontemporer. 111 Keputusan yang di ambil dalam masalah-masalah khilafiyah tidak selamanya berada dalam lingkup madzhab empat. Salah satu contohnya adalah dalam Muktamar Tarjih di Klaten pada tahun yang membicarakan 109 Majelis Tarjih terdiri dari dua kata yaitu Majelis dan Tarjih. Majelis berarti dewan sedangkan Tarjih dalam term Ushul Fiqh adalah mengukuhkan salah satu dalil yang bertentangan yang seimbang kekuatannya dengan menyatakan kelebihan dalil yang satu dari dalil yang lain. Jadi Majelis Tarjih adalah badan/ dewan yang berwenang melakukan kegiatan penetapan hukum melalui prosedur pemilahan salah satu pendapat di antara beberapa pendapat yang dalilnya lebih kuat. Lihat dalam Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh : Suatu studi perbandingan, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993, hlm Ahmad Zain An Najah, Majelis Tarjih Muhammadiyah (Pengenalan Penyempurnaan dan Pengembangan), makalah disampaikan dalam FORMAT (Forum Kader Ummat) hlm Syamsul Hidayat dkk,op.cit, hlm

54 41 masalah pencangkokan mata, jantung, dan organ tubuh lainnya yang hasilnya belum dipublikasikan tapi sudah diumumkan, mana hal-hal yang diperkenankan dan mana yang diharamkan. Bila pencangkokan itu lebih bermafaat dan tidak merugikan orang lain dan ada unsur saling merelakan kedua belah pihak, itu diperkenankan, akan tetapi apabila mudharatnya lebih banyak dan ada unsur ketidakrelaan dari kedua belah pihak maka itu diharamkan. 112 Dalam menarjihkan masalah-masalah yang baru Majelis Tarjih melibatkan mereka yang di luar alur ulama, seperti dokter, ahli ekonomi, dan sebagainya. Sidang pun lebih menyerupai seminar dengan di dahului pembacaan masalah-masalah oleh beberapa ahli dalam bidangnya dan kemudiaan isi makalah itulah yang ditarjihkan oleh Majelis Tarjih 113. Disamping itu Majelis Tarjih berkewajiban memberikan tuntunan amalan Islam murni kepada warga Muhammadiyah setelah hasil tuntunan dan keputusan Majelis Tarjih itu ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Adapun tugas Majelis ini secara rinci: a. Menggiatkan dan memperdalam penyelidikan ilmu dan hukum Islam untuk mendapatkan kemurnianya b. Merumuskan tuntunan Islam terutama dalam bidang-bidang, tauhid dan muamalah yang akan dijadikan sebagai pedoman hidup anggota dan keluarga Muhammadiyah. 112 M. Yunan Yusuf dkk, op.cit, hlm Arbiyah Lubis, op. cit, hlm

55 42 c. Menyalurkan perbedaan-perbedaan paham mengenai hukum-hukum ke arah yang lebih maslahat d. Memperbanyak dan meningkatkan kualitas ulama-ulama Muhammadiyah. e. Memberi fatwa dan nasehat kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, baik diminta ataupun tidak diminta, baik mengenai hukum Islam atau jiwa ke- Islaman, bagi jalanya kepemimpinan, maupun pelaksanaan gerak amal usaha Muhammadiyah. 114 Qaidah tersebut kemudian dikuatkan oleh keputusan Muktamar ke-40 di Surabaya tanggal Juni 1978 pada Bab 6 halaman 20 sebagai berikut: a. Meningkatkan usaha penelitian ilmu-ilmu agama untuk landasan hukum dan dorongan bagi kemaslahatan dan kemajuan masyarakat. b. Meningkatkan penelitian tentang hukum Islam untuk pemurnian tentang hukum Islam untuk pemurnian pemahaman syariat dan kemajuan hidup beragama dan mengaktifkan jalannya pendidikan ulama dengan mendirikan perguruan dan kursus-kursus. c. Memperbanyak dan meningkatkan mutu ulama, antara lain dengan menyelenggarakan latihan khusus bagi angkatan muda lulusan perguruan tinggi. d. Lebih meningkatkan terselenggaranya forum pembahasan tentang masalah-masalah agama dan hukum islampada khususnya, serta masalahmasalah lain yang mempunyai hubungan dengan agama/ hukum agama. 114 M. Yunan Yusuf dkk, loc.cit. 42

56 43 e. Agar dapat diterbitkan kitab fiqh Islam berdasarkan keputusan Tarjih. 115 Agar tidak terjadi kevakuman hukum, maka terhadap masalah-masalah yang mendesak dan memerlukan keputusan yang cepat, Majelis Tarjih dapat melakukan kajian, penelitian, tarjih dan ijtihad terhadap masalah-masalah yang masuk, dan hasilnya berupa fatwa Majelis Tarjih yang nantinya juga dilaporkan ke persidangan Lajnah. Dari uraian mengenai tugas Majelis Tarjih tersebut dapat diketahui bahwa keputusan Majelis Tarjih meliputi berbagai bidang dalam hukum Islam sehingga keberadaan Majelis Tarjih sekaligus juga sebagai lembaga fatwa Muhammadiyah. B. Metode Hisab dan Rukyah Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah dalam Konsep Matla fi Wilayatil Hukmi. Sebagaimana tugas pokok dan kegiatan Majelis tarjih yang meliputi berbagai bidang, maka persoalan hisab rukyah pun juga merupakan produk ijtihad Majelis Tarjih. Kebijakan masalah hisab rukyah Muhammadiyah tertuang dalam keputusan Muktamar Khususi di Pencongan Wiradesa Pekalongan pada tahun 1972 yang berbunyi: 1. Mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah Majelis Tarjih untuk berusaha mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan untuk kesempurnaan penentuan hisab dan mematangkan persoalan tersebut untuk kemudian membawa acara itu pada muktamar yang akan datang. 2. Sebelum ada ketentuan Hisab yang pasti, mempercayakan kepada PP Muhammadiyah untuk menetapkan 1 Ramadhan,1 Syawal serta 1 Dzulhijjah. 3. Selambat-lambatnya 3 bulan sebelumnya, PP Muhammadiyah Majelis Tarjih sudah mengirimkan segala perhitungannya kepada Pimpinan 115 Ibid 43

57 44 Wilayah Muhammadiyah untuk mendapatkan koreksi yang hasilnya segera dikirimkan kepada PP Muhammadiyah Majelis Tarjih. 4. Tanpa mengurangi keyakinan/pendapat para ahli falak di lingkungan keluarga Muhammadiyah, maka untuk menjaga ketertiban organisasi setiap pendapat yang berbeda dengan ketetapan PP Muhammadiyah supaya tidak disiarkan 116. Dari keputusan Muktamar Majelis Tarjih pada mulanya Muhammadiyah menempatkan antara hisab dengan rukyah sebagai penentuan awal bulan Kamariyah, namun seiring berkembangannya ilmu pengetahuan terutama dalam hal ilmu astronomi modern yang sudah mencapai tingkat yang meyakinkan maka Muhammadiyah menggunakan hisab dalam penentuan awal bulan Kamariyah. Hisab Muhammadiyah mengalami perkembangan menuju kesempurnaan sejalan dengan adanya temuan-temuan baru sains modern dan penggunaanya pun semakin menguat dan dominan. Dalam penentuan awal bulan Kamariyah metode hisab yang dikembangkan oleh Muhammadiyah adalah hisab hakiki dengan kriteria Wujudul hilal 117 (bulan telah wujud di atas ufuk). Dalam hisab hakiki Wujudul hilal bulan baru Kamariyah dimulai apabila telah terpenuhi tiga kriteria yaitu: 1. Telah terjadi ijtima (konjungsi) 2. Ijtima (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam. 3. Pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud) PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Yogyakarta;cet III, tt, hlm Wujudul hilal di sini cukup di hitung dari satu bagian wilayah Indonesia, jadi Hilal sudah positif meski derajatnya baru 1 derajat atau bahkan kurang bisa diputuskan masuk bulan baru 118 Tim Majelis Tajih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Cet II, 2009, hlm

58 45 Mengenai metode hisab yang memenuhi persyaratan adalah hisab yang paling mutakhir. Perhitungan hisab dengan data-data yang paling akurat dan tepat. Dalam lintasan sejarah, pedoman hisab yang digunakan oleh Muhammadiyah terus berkembang mulai dari Hisab Hakiki KH Wardan, sampai sekarang menggunakan pedoman hisab yang up to date seperti Almanak Nautika maupun Ephemeris Hisab Rukyah. Pedoman itu akan senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan data-data Kontemporer. Jika nanti ditemukan pedoman yang lebih mutakhir dan lebih modern, tidak menutup kemungkinan pedoman itu yang akan digunakan oleh Muhammadiyah. 119 Metode hisab yang digunakan Muhammadiyah tertuang juga dalam keputusan Munas Tarjih ke-25 tahun 2000 di Jakarta yang isinya; 1. Hisab hakiki dan rukyat sebagai pedoman penetapan awal bulan Kamariyah memiliki kedudukan yang sama. 2. Hisab hakiki yang digunakan dalam penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah adalah hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal. 3. MatIa' yang digunakan adalah Matla yang didasarkan pada wilayatul hukmi. 4. Mengusulkan kepada MTPPI PPM untuk : a. Meninjau kembali pernyataan "Apabila Ahli Hisab menetapkan bahwa bulan belum nampak (tanggal) atau sudah wujud tetapi tidak kelihatan, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga; manakah yang mu'tabar? Majelis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang mu'tabar" sebagaimana termaktub dalam HPT. b. Memasukkan Ilmu Falak dalam kurikulum sekolah sekolah, Pesantren, dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah. c. Menyusun buku-buku panduan dan rujukan hisab dan rukyat yang digunakan oleh Muhammadiyah. d. Membina kader-kader tenaga teknis hisab atau ahli ilmu falak di masing-masing Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Lihat dalam M. Taufiq, Studi Analisis Tentang Hisab Rukyah Muhammadiyah Dalam Penetapan Awal Bulan Kamariyah, Skripsi Sarjana IAIN Walisongo 2005, hlm Himpunan Putusan Tarjih tentang Penanggalan Hijriyah dalam diakses tanggal 23 Juni

59 46 Keputusan Munas Tarjih ke-25 tahun 2000 di Jakarta kemudian disempurnakan lagi dalam keputusan Munas Tarjih ke-26 tahun 2003 di Padang yang isinya; 1. Hisab mempunyai fungsi dan kedudukan yang sama dengan Rukyah sebagai pedoman penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan adalah : a. Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 185 Artinya: "... karena itu, barang siapa diantara kamu yang menyaksikan bulan Ramadhan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,... " (QS. al-baqarah, 2: 185) b. Al-Qur'an Surat Yunus ayat 5 Artinya: "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). (QS. Yunus: 5) c. Hadits dari Abdullah bin Umar ( ) Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a. bahwasanya Rasulullah saw menjelaskan tentang bulan Ramadlan dan berkata: Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal, dan jangan pula kamu berbuka sehingga kamu melihat hilal. Bila awan menutup penglihatanmu maka perkirakanlah (kadarkanlah). (HR. al-bukhari dan Muslim) 46

60 47 2. Hisab sebagaimana tersebut pada poin satu yang digunakan oleh Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat Muhammadiyah ialah Hisab Hakiki dengan kriteria Wujudul hilal. Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan adalah : a. AI-Qur'an Surat Ar-Rahman ayat 5: Artinya: "Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (QS. ar-rahman,55: 5) b. Al-Qur an Surat Yasin ayat 40: Artinya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masingmasing beredar pada garis edarnya. (QS. Yasin, 36: 40) 3. Matla yang digunakan adalah matla yang didasarkan pada Wilayatil Hukmi (Indonesia). Adapun dalil dalil yang digunakan adalah : a. Hadits dari Kuraib : ( ) Artinya: "Dari Kuraib (diriwayatkan bahwa) sesungguhnya Ummu Fadhl binti al-harits mengutusnya menemui Muawiyah di negeri Syam. Ia berkata: Saya tiba di negeri Syam dan melaksanakan keinginannya. Dan masuklah bulan Ramadlan sementara saya berada di negeri Syam. Saya melihat hilal pada malam hari Jum at, Selanjutnya saya kembali ke Madinah pada akhir bulan Ramadlan. Lalu Abdullah bin Abbas r.a. bertanya kepada saya dan menyebut tentang hilal. Ia bertanya: Kapan kalian melihat 47

61 48 hilal? Saya menjawab: Kami melihat hilal pada malam hari Jum at. Ia bertanya lagi: Apakah kamu sendiri yang melihatnya? Maka jawab Kuraib, Benar, dan orang yang lain juga melihatnya. Karenanya Muawiyah dan orang-orang di sana berpuasa. Lalu Abdullah ibn Abbas berkata: Tetapi kami melihat hilal pada malam hari Sabtu, karenanya kami akan terus berpuasa hingga 30 hari (istikmal) atau kami melihat hilal sendiri. Saya (Kuraib) bertanya: Apakah kamu (Abdullaah ibn Abbas) tidak cukup mengikuti rukyatnya Mu awiyah (di Syam) dan puasanya. Abdullah ibn Abbas menjawab : Tidak, demikianlah yang Rasulullah saw perintahkan kepada kami." (HR. Muslim) b. Keumuman Hadits lbn Umar ( ) Artinya: "Dari Abdullah bin Umar r.a. (di Riwayatkan bahwa) Rasulullah saw menjelaskan tentang bulan Ramadlan dan berkata: Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal, dan jangan pula kamu berbuka sehingga kamu melihat hilal. Bila awan menutup penglihatanmu maka perkirakanlah (kadarkanlah). (HR. al-bukhari dan Muslim). 4. Apabila Garis Batas Wujudul hilal pada awal bulan Kamariyah tersebut di atas membelah wilayah Indonesia, maka kewenangan menetapkan awal bulan tersebut diserahkan kepada Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 121 Melihat dari keputusan Majelis Tarjih tentang penentuan awal bulan Kamariyah dapat diketahui bahwa Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan Kamariyah menggunakan hisab hakiki dengan kriteria WujudL hilal dalam penentuan awal bulan Kamariyah akan muncul istilah garis batas Wujudul hilal yakni tempat-tempat yang mengalami terbenam matahari dan bulan pada saat yang bersamaan, jika tempat-tempat tersebut dihubungkan 121 Ibid 48

62 49 maka akan terbentuk sebuah garis, garis inilah yang kemudian disebut dengan garis batas wujudul hilal. 122 Garis batas wujudul hilal akan membelah menjadi dua wilayah yaitu wilayah yang berada disebelah barat garis batas wujudul hilal dan wilayah yang berada disebelah timur garis batas wujudul hilal. Wilayah yang berada disebelah barat garis batas wujudul hilal, Matahari akan terbenam terlebih dahulu dari pada Bulan dan pada saat terbenam Matahari itu Bulan berada di atas ufuk sehingga Bulan telah wujud dan pada saat itu juga sudah masuk bulan baru sedangkan wilayah yang berada di sebelah timur garis batas wujudul hilal Bulan lebih dahulu terbenam dari pada Matahari sehingga Bulan berada di bawah ufuk dengan kata lain bulan belum wujud pada saat Matahari terbenam, sehingga bulan baru belum masuk melainkan masih termasuk bulan yang sedang berlangsung. 123 Berdasarkan penjelasan mengenai perbedaan posisi Bulan akibat garis wujudul hilal di atas yang berdampak pada masuknya bulan baru, maka perbedaan dalam penentuan awal bulan Kamariyah lebih dikarenakan adanya perbedaan garis batas wujudul hilal. Supaya tidak terjadi perbedaan dalam penentuan awal bulan Kamariyah maka Muhammadiyah memberlakukan matla fi wilayatil hukmi 124 dalam penentuan awal bulan Kamariyah meskipun dalam putusan Munas Tarjih dijelaskan bahwa kewenangan dalam penentuan 122 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah (Menyatukan NU dan Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha), Jakarta; Erlangga, 2007, hlm Ibid, hlm Matla fi wilayatil hukmi yaitu keberlakuan hilal untuk satu wilayah di manapun diwilayah kawasan nusantara dianggap berlaku diseluruh wilayah Indonesia lihat dalam Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005, hlm

63 50 awal bulan Kamariyah diserahkan oleh kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Namun karena Muhammadiyah menganut matla fi wilayatil hukmi sesuai dengan putusan Munas Tarjih Jakarta dan Padang maka penanggalan Kamariyah harus sama di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia. C. Latar Belakang Pemikiran Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Kamariyah dalam Konsep Matla fi Wilayatil Hukmi Matla jika dikaitkan dengan studi kalender hijriah mengarah pada batas geografis keberlakuan rukyah. Dalam pengertian ini kemudian muncul terminologi ikhtilaf matla. 125 Kajian tentang ikhtilaf matla senantiasa muncul ke permukaan ketika umat Islam akan menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan setiap tahun. Oleh karena itu pembahasan ikhtilaf matla di berbagai wilayah Islam difokuskan pada persoalan awal penampakan hilal menjelang puasa Ramadhan dan akhir bulan Ramadhan. Persoalan yang menjadi objek kajian ulama adalah apakah penampakan hilal Ramadhan atau hilal hari raya Idul Fitri di suatu wilayah harus diikuti pula oleh wilayah yang belum melihat hilal. Dengan kata lain bahwa hasil rukyah bersifat global artinya perbedaan tempat penampakan hilal tidak berpengaruh pada perbedaan memulai puasa atau hari raya Idul Fitri untuk seluruh wilayah di Bumi ini sehingga apabila suatu wilayah telah melihat hilal maka wilayah lain berpedoman pada hasil rukyah wilayah tersebut. Jika demikian halnya maka perbedaan hari memulai puasa tidak akan 125 Ikhtilaf matla adalah perbedaan tempat terbitnya hilal disuatu wilayah, Ibid, hlm.76 50

64 51 terjadi di seluruh tempat dimuka Bumi ini tanpa membedakan jauh dekatnya antara wilayah yang melihat hilal dan yang belum melihat hilal. 126 Dalam kaitan ini contoh yang jelas adalah para ahli rukyah di Makkah, pada akhir bulan Syakban telah berhasil melihat hilal, sedangkan di daerah lain hilal belum kelihatan pada hari yang sama. Dengan dasar hasil rukyah tersebut pemerintah Arab Saudi mengumumkan bahwa puasa Ramadhan dimulai keesokan harinya. Berdasarkan hasil rukyah di Makkah ini timbul persoalan apakah kaum muslimin di daerah lain harus mengakui dan mengikuti hasil rukyah di Makkah tersebut sehingga awal Ramadhan untuk daerah-daerah lain sama dengan awal Ramadhan di Arab Saudi. 127 Para ulama menyadari bahwa tidak dapat diingkari fenomena munculnya hilal pada setiap daerah waktunya berlainan, apalagi bila daerah itu saling berjauhan. Rasulullah Saw dalam sabdanya yang berkaitan dengan hilal yaitu: Artinya: Berpuasalah kamu sesudah melihat hilal dan berbukalah kamu sesudah melihat hilal Secara umum hadis di atas menunjukkan bahwa siapa saja yang telah melihat hilal maka kaum muslimin wajib mengikuti rukyah tersebut, namun apabila pada tanggal 29 hilal tidak terlihat oleh pandangan mata maka esok harinya masih ditetapkan sebagai hari ke-30, pemahaman seperti ini bisa 126 Susiknan Azhari, Penggunaaan Sistem Hisab dan Rukyat di Indonesia (Studi tentang Interaksi NU dan Muhammadiyah), Jogjakarta; Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2006, hlm Ibid., hlm Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shohih Muslim, Jilid I,Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm

65 52 dikatakan pemahaman secara lahiriah karena kata rukyah diartikan melihat dengan mata. Namun Muhammadiyah dalam menentukan penggunaan metode hilal sebagai penentu awal bulan tidak mendasarkan pada hadits di atas, melainkan pada hadits Nabi Saw yang lain yakni: : ) ١٢٩ ( Artinya : Dari Nafi dari Abdillah bin Umar bahwasanya Rasulullah saw menjelaskan bulan Ramadhan kemudian beliau bersabda: janganlah kamu berpuasa ssampai kamu melihat hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuak sebelum melihatnya lagi.jika tertutup awan maka perkirakanlah (HR Bukhari) Pemahaman hadis di atas tidak hanya memperhatikan makna lahiriah saja akan tetapi lebih jauh mencari makna yang subtansial dari maksud hadis diatas yakni mengetahui dan meyakini apakah hilal telah wujud atau belum pada tanggal 29. Sesuai dengan makna substansial hadis di atas maka istilah rukyah yang diartikan dengan melihat, oleh Muhammadiyah juga dipahami dengan melihat menggunakan metode penelitian atau penalaran ilmiah, Metode tersebut sekarang telah terumus dengan baik dalam ilmu hisab atau astronomi. Konsep matla adalah batas suatu kawasan geografis yang mengalami terbit hilal di atas ufuk barat sesudah matahari terbenam sehingga semua Muhammad ibn Isma il al Bukhari, Sahih Bukhari, Juz III, Beirut: Dar al Fikr,tt, hlm. 52

66 53 wilayah dalam kawasan tersebut memulai awal bulan pada hari yang sama akan tetapi muncul perdebatan dalam penerapannya, apakah terbitnya hilal berlaku bagi seluruh kawasan di belahan bumi ini, ataukah hanya menyangkut satu kawasan tertentu yang dapat melihat terbitnya hilal secara bersamaan. Untuk mengantisipasi timbulnya dampak negatif dari adanya perbedaan tentang awal masuknya bulan Kamariyah, maka kemudian Muhammadiyah menentukan kebijakan mengenai persamaan pemberlakuan hasil rukyah untuk seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena Muhammadiyah sendiri pernah mengalami perbedaan internal mengenai pengukuran ufuk. 130 Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa penerapan konsep matla fi wilayatil hukmi di kalangan Muhammadiyah tidak lain adalah untuk mengantisipasi timbulnya perbedaan internal terkait dengan masuknya awal bulan Kamariyah. 130 Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Encep Supriyatna, seorang pakar hisab dan anggota Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PW Muhammadiyah Jawa Barat sebagaimana dikutip dalam Ahmad Izzudin, op. cit., hlm

67 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM KONSEP MATLA FI WILAYATIL HUKMI A. Analisis Metode Hisab Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dalam Konsep Matla fi Wilayatil Hukmi 1. Analisis Metode Hisab Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Sejarah pedoman hisab yang digunakan Muhammadiyah terus berkembang seiring berjalannya waktu. Hal ini terlihat dari pedoman yang digunakan Muhammadiyah yaitu mulai dari hisab hakiki KH. Wardan sampai sekarang menggunakan pedoman hisab yang up to date seperti almanak Nautika yang dikeluarkan TNI Angkatan Laut Dinas Oceanografi yang terbit setiap tahun maupun Epimeris hisab rukyah. 131 Meski memiliki pedoman tersebut, Muhammadiyah tidak lantas secara serta merta mengikuti penanggalan yang ada dalam pedoman itu melainkan dipadukan dengan metode hisab yang dipilih dan dilaksanakan oleh Muhammadiyah, yakni metode hisab wujudul hilal. 132 Metode hisab wujudul hilal sebagai penentuan awal bulan qamariah Muhammadiyah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat 131 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah (Menyatukan NU dan Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha), Jakarta; Erlangga, 2007, hlm Hal ini sebagaimana tertuang dalam Keputusan Muktamar Tarjih di Pencongan Wiradesa Pekalongan 1972, Keputusan Munas Tarjih ke-25 di Jakarta dan Keputusan Munas Tarjih ke-26 di Padang. Dari keputusan tersebut dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah menggunakan metode hisab dengan kriteria wujudul hilal (bulan telah wujud di atas ufuk) dengan prinsip matla fi wilayatil hukmi (berlaku di seluruh wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan hukum) dalam penentuan awal bulan qamariyah. Putusan Muktamar di Pekalongan, Jakarta dan Padang terangkum dalam Himpunan Putusan Tarjih tentang Penanggalan Hijriyah dalam diakses tanggal 23 Juni

68 dipisahkan. Maksud dari kesatuan yang tidak dapat dipisahkan adalah bahwa ketiga kriteria dalam wujudul hilal, yakni ijtima, ghurub, dan bulan di atas ufuk harus terpenuhi semuanya. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka wujudul hilal tidak terlaksana dan itu berarti belum terjadi pergantian bulan. Sebaliknya, apabila ketiga kriteria tersebut telah terpenuhi, maka telah ada pergantian bulan dari bulan lama menuju bulan baru. 133 Operasionalisasi metode hisab wujudul hilal secara tidak langsung menunjukkan totalitas perhitungan yang digunakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Menurut penulis, disebut demikian karena dalam metode wujudul hilal terkandung penerapan ilmu astronomi dengan tanpa meninggalkan syari ah yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw yang men-sunnah-kan untuk memperhatikan hilal dengan jalan rukyat. Hal ini terlihat dari hadits beliau berikut ini: ( ١٣٤ ) Artinya : Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim) 133 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Cet ke-2, 2009, hlm Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, Jilid I, Beirut: Daar al-fikr, t.t., hlm

69 Penerapan ilmu astronomi sendiri tidaklah bertentangan dengan perintah Allah sebagaimana termaktub dalam salah satu firman-nya berikut ini: Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-nya manzilah-manzilah (tempattempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak [669]. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-nya) kepada orangorang yang Mengetahui. (Q.S. Yunus: 5) 135 Kandungan firman di atas menunjukkan bahwa Allah telah menetapkan adanya perhitungan waktu dalam perjalanan Matahari dan Bulan sebagai hikmah bagi umat manusia. Dengan demikian jelas bahwa perhitungan untuk menentukan awal bulan dengan menggunakan metode perhitungan posisi Matahari dan Bulan dalam lingkup ijtima, ghurub dan posisi pada saat ufuk tidaklah salah apalagi bertentangan dengan syari ah Islam. Dua dalil yang berasal dari al-hadis dan ayat al-qur an di atas sekaligus menjadi penguat terhadap totalitas metode hisab yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam aspek astronomi dan tradisi yang diajarkan oleh Nabi (rukyat). Aspek astronomi terlihat 135 [669] Maksudnya: Allah menjadikan semua yang disebutkan itu bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah. Depag RI, Al Qur an dan Terjemahnya, Semarang: PT Karya Toha Putra, t.t hlm

70 dalam proses perhitungan untuk menentukan ijtima, ghurub, maupun posisi Bulan saat ufuk. Sedangkan aspek rukyat secara tidak langsung terkandung dalam perhitungan penentuan posisi Bulan saat ufuk. Melalui perhitungan tersebut dapat diperkirakan bagaimana posisi bulan pada saat ufuk; apakah di atas matahari yang berarti akan tenggelam setelah matahari tenggelam, ataukah di bawah posisi matahari yang berarti akan tenggelam mendahului matahari. Jadi sebenarnya dalam metode hisab wujudul hilal yang digunakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah terkandung aspek rukyat yang terwujud dalam bentuk perhitungan. Dengan demikian, melalui hisab wujudul hilal untuk mengetahui posisi bulan saat ufuk tidak perlu menunggu saat matahari akan tenggelam namun dapat ditentukan beberapa jam sebelum peristiwa tersebut. 2. Analisis Konsep Matla fi Wilayatil Hukmi dalam Penentuan Awal Bulan Pemberlakuan hasil hisab wujudul hilal dilaksanakan dalam konsep matla fi wilayatil hukmi yakni diberlakukan untuk seluruh wilayah hukum. 136 Dalam konteks Muhammadiyah, pemberlakuan konsep matla fi wilayatil hukmi hanya mencakup wilayah hukum Indonesia saja. Dengan demikian, wilayah hukum selain Indonesia tidak perlu menjadikan hasil hisab Muhammadiyah sebagai penentuan awal bulan. Penerapan kesatuan wilayah untuk pelaksanaan hasil hisab Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan 136 Penjelasan mengenai istilah matla fi wilayatil hukmi dapat dilihat dalam Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005, hlm

71 mungkin tidak akan menimbulkan permasalahan secara syari at manakala wilayah yang berada dalam kesatuan wilayah hukum tersebut memiliki kesamaan hasil perhitungan. Namun apabila terjadi perbedaan hasil perhitungan yang disebabkan keberadaan garis wujudul hilal yang membelah bagian tengah wilayah tersebut, maka tentu akan menghasilkan perhitungan yang berbeda pula mengenai penentuan awal bulan. Contoh kasus adalah penetapan awal Syawal dari Muhamadiyah tahun Waktu itu diperkirakan ijtima (konjungsi) terjadi pada tanggal 11 Oktober tepatnya WIB. Garis ijtima sendiri telah membelah Indonesia menjadi bagian yang terlewati dan belum terlewati garis 0 derajat. Berdasarkan hisab tersebut maka Muhammadiyah lalu menetapkan tanggal 12 Oktober berdasarkan fakta perhitungan tersebut. Berikut ilustrasinya Dari gambar di atas terlihat seharusnya Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Maluku dan Irian Jaya (termasuk pula Philipine dan Brunei) belum masuk Syawal sebab 58

72 masih di bawah 0 derajat. 137 Namun oleh karena berlaku matla fi wlayatil hukmi, maka daerah yang belum masuk syawal tersebut diperbolehkan untuk mengikuti awal bulan syawal sesuai dengan hasil hisab wujudul hilal, yakni tanggal 12 Oktober. 138 Peristiwa di atas jika dikembalikan kepada ketentuan wujudul hilal Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentu akan menjadi bumerang tersendiri. Disebut demikian karena dalam wujudul hilal berlaku ketentuan bahwa apabila keadaan matahari dan bulan dalam lingkup ijtima, ghurub dan posisi bulan pada saat ufuk secara keseluruhan belum memenuhi syarat pergantian bulan, maka dianggap tidak terjadi pergantian bulan. Dengan adanya asumsi kesamaan melalui konsep matla fi wilayatil hukmi berarti secara tidak langsung putusan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tersebut bertentangan atau tidak bersesuaian dengan kesepakatan yang telah disepakati terkait dengan syarat pergantian bulan. Dengan demikian, pemberlakuan hasil hisab wujudul hilal dalam konsep matla fi wilayatil hukmi PP Muhammadiyah kurang sesuai dengan kaidah penentuan awal bulan yang dijadikan dasar oleh PP Muhammadiyah. 137 Menurut Susiknan Azhari, wilayah yang berada disebelah barat garis batas wujudul hilal, Matahari akan terbenam terlebih dahulu dari pada Bulan dan Bulan berada di atas ufuk sehingga Bulan telah wujud dan sudah masuk bulan baru; sedangkan wilayah yang berada di sebelah timur garis batas wujudul hilal Bulan lebih dahulu terbenam dari pada Matahari sehingga Bulan berada di bawah ufuk dan Bulan belum wujud pada saat Matahari terbenam. Hal ini berarti bahwa bulan baru belum masuk melainkan masih termasuk Bulan yang sedang berlangsung. Sebagaimana dijelaskan dalam Susiknan Azhari, Ilmu Falak (Teori Dan Praktek), Yogyakarta; Suara Muhammadiyah, cet I, hlm Dijabarkan oleh penulis dari Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 03/MLM/I.0/E/2007 tentang Penetapan 1 Syawal 1428 Hijriyah. 59

73 B. Analisis Latar Belakang Pemikiran Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Qamariyah dalam Konsep Mathla fi Wilayatil Hukmi Latar belakang pemikiran Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan qamariyah dalam konsep matla fi wilayatil hukmi sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III dilatarbelakangi terjadinya perbedaan matla antar berbagai wilayah di belahan bumi. Hal ini tidak berlebihan karena di kalangan para ulama juga tidak jarang terjadi perselisihan pendapat tentang terlihatnya hilal di kawasan negeri tertentu apakah ru yah tersebut berlaku bagi seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, ataukah hanya berlaku pada masingmasing negeri berdasarkan ru yat atau perhitungan mereka sendiri. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa konsep matla fil wilayatil hukmi yang diterapkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dapat diterima sebagai bentuk penghindaran mafsadat dengan jalan untuk menyeragamkan pandangan mengenai penentuan awal bulan qamariah. Dapat dimaklumi dan diterima bahwa yang memiliki hak otoritas adalah Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan bukan masing-masing Pimpinan Cabang Muhammadiyah. Apabila diserahkan pada masing-masing Pimpinan Cabang, maka akan terjadi khilafiyah dalam menentukan awal bulan yang diakibatkan perbedaan wilayah antar cabang dalam posisi garis wujudul hilal. Selain berlaku bagi kesatuan wilayah hukum, konsep matla fi wilayatil hukmi Muhammadiyah secara tidak langsung juga terkandung prinsip tidak bertentangan dengan keputusan pusat peradaban Islam, yakni 60

74 Mekkah. Hal ini dapat dilihat dalam dengan penentuan puasa Arafah dengan ilustrasi sebagai berikut: 139 Garis A adalah garis terbenamnya Matahari dan Bulan bersamaan. Sedangkan kurve B menunjukkan bahwa kawasan di dalam kurve B tersebut berdasarkan konsep wujudul hilal hilal Syawal terjadi pada sore Kamis 11 Oktober Selain itu, dari gambar garis wujudul hilal di atas dapat dijelaskan bahwa pada tahun tertentu, wujudul hilal akan menimbulkan perbedaan di kalangan umat Islam di dunia dalam melaksanakan puasa Arafah yang berbeda dengan hari terjadinya wukuf di Arafah (Mekah) secara riil. Sebagai contoh adalah Zulhijah 1431 H. Pada sore Sabtu (hari konjungsi) 06 November 2010 M, di Mekah tinggi (titik pusat) Bulan geosentrik saat Matahari terbenam baru mencapai setengah derajat (0,5º). Tinggi toposentrik malah masih minus. Itu artinya Mekah akan menggenapkan Bulan Zulkaidah 30 hari dan akan memulai tanggal 1 Zulhijah 1431 H pada hari Senin Dikembangkan penulis berdasarkan sumber dari Rukyat Global Tanya Jawab Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam 61

BAB I PENDAHULUAN. keislaman yang terlupakan, padahal ilmu ini telah dikembangkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. keislaman yang terlupakan, padahal ilmu ini telah dikembangkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu falak atau biasa disebut ilmu hisab merupakan salah satu ilmu keislaman yang terlupakan, padahal ilmu ini telah dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON

STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari ah

Lebih terperinci

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) SKRIPSI

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) SKRIPSI HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syari ah (S. Sy)

Lebih terperinci

ANALISIS KONSEP MAT}LA DALAM KITAB BUGHYAH AL-MUSTARSYIDIN SKRIPSI

ANALISIS KONSEP MAT}LA DALAM KITAB BUGHYAH AL-MUSTARSYIDIN SKRIPSI ANALISIS KONSEP MAT}LA DALAM KITAB BUGHYAH AL-MUSTARSYIDIN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Syari ah Jurusan Ilmu Falak Oleh: M. MUFARRIJIL

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam 82 BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam Program Mawaaqit Mawaaqit merupakan salah satu contoh

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MAJLIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG BUNGA

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MAJLIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG BUNGA ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MAJLIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG BUNGA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Polemik yang terjadi di Indonesia seputar masalah penetuan awal puasa dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMAHAMAN MATA PELAJARAN FIQH DENGAN PENGAMALAN IBADAH PUASA RAMADHAN SISWA KELAS 3 MI NURUL HIKMAH KALIBUNTU LOSARI BREBES

HUBUNGAN PEMAHAMAN MATA PELAJARAN FIQH DENGAN PENGAMALAN IBADAH PUASA RAMADHAN SISWA KELAS 3 MI NURUL HIKMAH KALIBUNTU LOSARI BREBES HUBUNGAN PEMAHAMAN MATA PELAJARAN FIQH DENGAN PENGAMALAN IBADAH PUASA RAMADHAN SISWA KELAS 3 MI NURUL HIKMAH KALIBUNTU LOSARI BREBES SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PEMIKIRAN AL-RAMLI TENTANG KETETAPAN SYAHADAH DALAM RUKYATUL HILAL DALAM KITAB NIHAYAH AL-MUHTAJ ILA SYARAH AL-MINHAJ SKRIPSI

STUDI ANALISIS PEMIKIRAN AL-RAMLI TENTANG KETETAPAN SYAHADAH DALAM RUKYATUL HILAL DALAM KITAB NIHAYAH AL-MUHTAJ ILA SYARAH AL-MINHAJ SKRIPSI STUDI ANALISIS PEMIKIRAN AL-RAMLI TENTANG KETETAPAN SYAHADAH DALAM RUKYATUL HILAL DALAM KITAB NIHAYAH AL-MUHTAJ ILA SYARAH AL-MINHAJ SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari ah

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari ah PENGARUH ATMOSFER TERHADAP VISIBILITAS HILAL (Analisis Klimatologi Observatorium Bosscha dan CASA As- Salam dalam Pengaruhnya Terhadap Visibilitas Hilal) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi

Lebih terperinci

Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah

Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah Perbedaan Penentuan Awal Bulan Puasa dan Idul Fitri diantara Organisasi Islam di Indonesia: NU dan Muhammadiyah Puasa merupakan rukun islam yang ke-tiga, di dalam islam puasa berarti menahan diri dari

Lebih terperinci

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata

Lebih terperinci

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari ah

Lebih terperinci

POLIGAMI TANPA PERSETUJUAN ISTRI (Studi Komparasi Metode Ijtihad antara Hasbullah Bakri dengan Pasal 5 UU NO.1/1974 Jo.

POLIGAMI TANPA PERSETUJUAN ISTRI (Studi Komparasi Metode Ijtihad antara Hasbullah Bakri dengan Pasal 5 UU NO.1/1974 Jo. POLIGAMI TANPA PERSETUJUAN ISTRI (Studi Komparasi Metode Ijtihad antara Hasbullah Bakri dengan Pasal 5 UU NO.1/1974 Jo. Pasal 58 KHI) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS MADZHAB HANAFI TENTANG HAK NAFKAH ISTRI DALAM IDDAH TALAK BA IN. (Studi dalam Kitab Badai ash-shanai ) SKRIPSI

ANALISIS MADZHAB HANAFI TENTANG HAK NAFKAH ISTRI DALAM IDDAH TALAK BA IN. (Studi dalam Kitab Badai ash-shanai ) SKRIPSI ANALISIS MADZHAB HANAFI TENTANG HAK NAFKAH ISTRI DALAM IDDAH TALAK BA IN (Studi dalam Kitab Badai ash-shanai ) SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

TINJAUAN USHULIYAH TERHADAP STATUS ANAK LUAR KAWIN. (Studi Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010)

TINJAUAN USHULIYAH TERHADAP STATUS ANAK LUAR KAWIN. (Studi Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010) TINJAUAN USHULIYAH TERHADAP STATUS ANAK LUAR KAWIN (Studi Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata (S.1) dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM (studi kasus pada mahasiswi Fakultas Syari ah Jurusan Ekonomi Islam angkatan 2009 IAIN Walisongo Semarang) SKRIPSI

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT (Studi Lapangan pada PT. Asuransi Purna Artanugraha Semarang) SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT (Studi Lapangan pada PT. Asuransi Purna Artanugraha Semarang) SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT (Studi Lapangan pada PT. Asuransi Purna Artanugraha Semarang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK DAN HISAB KARYA K.R. MUHAMMAD WARDAN SKRIPSI

HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK DAN HISAB KARYA K.R. MUHAMMAD WARDAN SKRIPSI HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK DAN HISAB KARYA K.R. MUHAMMAD WARDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari

Lebih terperinci

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010 ANALISIS TENTANG TIDAK ADANYA PELAPORAN PENGELOLAAN WAKAF OLEH NADZIR KEPADA KANTOR URUSAN AGAMA RELEVANSINYA DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PASAL 220 AYAT 2 ( Studi Kasus di Kantor Urusan Agama Kecamatan

Lebih terperinci

UPAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMPN 2 SUMBERGEMPOL TULUNGAGUNG

UPAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMPN 2 SUMBERGEMPOL TULUNGAGUNG UPAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMPN 2 SUMBERGEMPOL TULUNGAGUNG SKRIPSI OLEH ROFIQ ARFAN FANANI NIM 3211113157 JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PENDAPAT MADZHAB SYIAH IMAMIYYAH TENTANG DUA ORANG SAKSI SEBAGAI SYARAT SAH JATUHNYA TALAK SKRIPSI

STUDI ANALISIS PENDAPAT MADZHAB SYIAH IMAMIYYAH TENTANG DUA ORANG SAKSI SEBAGAI SYARAT SAH JATUHNYA TALAK SKRIPSI STUDI ANALISIS PENDAPAT MADZHAB SYIAH IMAMIYYAH TENTANG DUA ORANG SAKSI SEBAGAI SYARAT SAH JATUHNYA TALAK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Jalil, Abu Hamdan bin Abdul Hamid, Fathu Rauf al-manan, Kudus : Menara Kudus, t.t.

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Jalil, Abu Hamdan bin Abdul Hamid, Fathu Rauf al-manan, Kudus : Menara Kudus, t.t. DAFTAR PUSTAKA Abdul Jalil, Abu Hamdan bin Abdul Hamid, Fathu Rauf al-manan, Kudus : Menara Kudus, t.t. Abdul Karim, Muhammad Zubair, Ittifaq Dzati al-bain, Gresik : t.p., t.t. Abdurrahman,Asmuni, Manhaj

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG WAKAFYANG DIWARISKAN SETELAH WAKIF MENINGGAL DUNIA

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG WAKAFYANG DIWARISKAN SETELAH WAKIF MENINGGAL DUNIA ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG WAKAFYANG DIWARISKAN SETELAH WAKIF MENINGGAL DUNIA SKRIPSI DiajukanuntukMemenuhiTugasdanMelengkapiSyarat GunaMemperolehGelarSarjana Program Strata 1 (S1) Program

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I dalam Ilmu Tarbiyah.

SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I dalam Ilmu Tarbiyah. PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN FIQH KOMPETENSI DASAR MEMPRAKTIKKAN SHALAT TARAWIH DAN WITIR SISWA KELAS III SEMESTER II DI MI NU 01 ROWOBRANTEN KECAMATAN RINGINARUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tata surya terdiri atas berbagai macam benda langit, di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. Tata surya terdiri atas berbagai macam benda langit, di antaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tata surya terdiri atas berbagai macam benda langit, di antaranya Matahari, sembilan planet 1 dan berbagai benda lain dalam tata surya seperti Asteroida, 2 Komet,

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG MATLA MENURUT FIQH ASTRONOMI SKRIPSI

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG MATLA MENURUT FIQH ASTRONOMI SKRIPSI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG MATLA MENURUT FIQH ASTRONOMI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syari ah (S.Sy) Pada Fakultas Syari ah dan Hukum Universitas

Lebih terperinci

PENENTUAN ARAH QIBLAT

PENENTUAN ARAH QIBLAT PENENTUAN ARAH QIBLAT (Kajian Terhadap Fatwa MUI Nomor 5 Tahun 2010) Nama : Julia Roma Fitriati NIM : 110 606 974 Fakultas/Jurusan : Syari ah Ahwal Asy-Syakhshiyyah Tebal Skripsi : 71 Halaman Pembimbing

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG KOTA SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG KOTA SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG KOTA SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Skripsi Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT AS-SYIRAZI DALAM KITAB AL-MUHAZZAB TENTANG HAK HADHANAH KARENA ISTERI MURTAD DAN RELEVANSINYA DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

ANALISIS PENDAPAT AS-SYIRAZI DALAM KITAB AL-MUHAZZAB TENTANG HAK HADHANAH KARENA ISTERI MURTAD DAN RELEVANSINYA DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM ANALISIS PENDAPAT AS-SYIRAZI DALAM KITAB AL-MUHAZZAB TENTANG HAK HADHANAH KARENA ISTERI MURTAD DAN RELEVANSINYA DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PROPOSAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID BAITUSSALAM DUKUH GIRIKUSUMA DESA BANYUMENENG KECAMATAN MRANGGEN KABUPATEN DEMAK. Skripsi

STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID BAITUSSALAM DUKUH GIRIKUSUMA DESA BANYUMENENG KECAMATAN MRANGGEN KABUPATEN DEMAK. Skripsi STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID BAITUSSALAM DUKUH GIRIKUSUMA DESA BANYUMENENG KECAMATAN MRANGGEN KABUPATEN DEMAK Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN POTONGAN HARGA DENGAN MENGGUNAKAN KARTU MEMBER DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN RELEVANSINYA DENGAN UU NO

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN POTONGAN HARGA DENGAN MENGGUNAKAN KARTU MEMBER DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN RELEVANSINYA DENGAN UU NO TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN POTONGAN HARGA DENGAN MENGGUNAKAN KARTU MEMBER DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DAN RELEVANSINYA DENGAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLIDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus Di

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM PERKARA PERCERAIAN. (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KOTA SEMARANG)

IMPLEMENTASI PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM PERKARA PERCERAIAN. (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KOTA SEMARANG) IMPLEMENTASI PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM PERKARA PERCERAIAN. (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KOTA SEMARANG) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB IV PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENENTUAN AWAL BULAN SYAWAL 1992, 1993, 1994 M DAN AWAL ZULHIJAH 2000 M ANTARA NAHDLATUL ULAMA DAN PEMERINTAH

BAB IV PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENENTUAN AWAL BULAN SYAWAL 1992, 1993, 1994 M DAN AWAL ZULHIJAH 2000 M ANTARA NAHDLATUL ULAMA DAN PEMERINTAH BAB IV PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DALAM PENENTUAN AWAL BULAN SYAWAL 1992, 1993, 1994 M DAN AWAL ZULHIJAH 2000 M ANTARA NAHDLATUL ULAMA DAN PEMERINTAH 1. Analisis Komparasi Metode Penentuan Awal Ramadan, Syawal

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA

ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Dalam Ilmu Syari ah Oleh: AHMAD RIFQI 082111046

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Penentuan Awal Bulan Qamariyah & Prediksi Hisab Ramadhan - Syawal 1431 H

Penentuan Awal Bulan Qamariyah & Prediksi Hisab Ramadhan - Syawal 1431 H Prolog Setiap menjelang Ramadhan & Syawal biasanya umat Islam disibukkan dengan persoalan hisab & rukyat berkaitan penentuan awal bulan yang telah lama menjadi perbincangan di negri ini. Perbedaan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN JAM KERJA KARYAWAN DI TB. SEDERHANA DI DESA GUNTUR KECAMATAN GUNTUR KABUPATEN DEMAK

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN JAM KERJA KARYAWAN DI TB. SEDERHANA DI DESA GUNTUR KECAMATAN GUNTUR KABUPATEN DEMAK TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN JAM KERJA KARYAWAN DI TB. SEDERHANA DI DESA GUNTUR KECAMATAN GUNTUR KABUPATEN DEMAK SKRIPSI Diajukanuntukmemenuhitugasdanmelengkapisyarat GunamemperolehgelarSarjana

Lebih terperinci

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) NASKAH PUBLIKASI

HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) NASKAH PUBLIKASI HISAB PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH MENURUT MUHAMMADIYAH (STUDI PENETAPAN HUKUMNYA) NASKAH PUBLIKASI Oleh: AHMAD BASORI I 000 090 004 FAKULTAS AGAMA ISLAM UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 2 PENGESAHAN

Lebih terperinci

Oleh : Ima Khozanah NIM

Oleh : Ima Khozanah NIM BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA OLEH POSBAKUM DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG (UU No. 50 Tahun 2009 Pasal 60 C Tentang Perubahan Kedua Atas UU No.7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam KORELASI ANTARA KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMAAH DENGAN PERILAKU SOSIAL SANTRI PONDOK PESANTREN DAARUN NAJAAH JERAKAH TUGU SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI

ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WARIS ANAK MBAREP (Studi Kasus di Desa Kendel Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WARIS ANAK MBAREP (Studi Kasus di Desa Kendel Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali) TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP WARIS ANAK MBAREP (Studi Kasus di Desa Kendel Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali) SKRIPSI Diajukan Kepada Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyah Fakultas Syari ah dan Hukum UIN

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM PASAL 78 KUHP

ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM PASAL 78 KUHP ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM PASAL 78 KUHP SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI I BANDUNG TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN SKRIPSI

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI I BANDUNG TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN SKRIPSI KOMPETENSI PROFESIONAL GURU AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI I BANDUNG TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2014-2015 SKRIPSI Oleh: KOKO SUMANTRI NIM. 3211113102 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah STUDI ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kearah mana seorang melakukan sholat? Setiap muslim pasti tahu jawabannya, yakni menghadap kiblat. Seberapa akuratkah dia mengahadap kiblat? Secara matematis atau astronomis,

Lebih terperinci

SOLUSI PEMBIAYAAN BERMASALAH DI BAITUT TAMWIL TAMZIS WONOSOBO

SOLUSI PEMBIAYAAN BERMASALAH DI BAITUT TAMWIL TAMZIS WONOSOBO SOLUSI PEMBIAYAAN BERMASALAH DI BAITUT TAMWIL TAMZIS WONOSOBO TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya dalam Ilmu Perbankan Syariah Oleh: Uli Nisa Muhibah NIM : 102503093

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I TENTANG HIBAH DAPAT DIPERHITUNGKAN SEBAGAI WARISAN

ANALISIS PENDAPAT MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I TENTANG HIBAH DAPAT DIPERHITUNGKAN SEBAGAI WARISAN ANALISIS PENDAPAT MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I TENTANG HIBAH DAPAT DIPERHITUNGKAN SEBAGAI WARISAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata1

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS FATWA MUI TENTANG DIHARAMKANNYA DOA BERSAMA MUSLIM DAN NON MUSLIM

STUDI ANALISIS FATWA MUI TENTANG DIHARAMKANNYA DOA BERSAMA MUSLIM DAN NON MUSLIM STUDI ANALISIS FATWA MUI TENTANG DIHARAMKANNYA DOA BERSAMA MUSLIM DAN NON MUSLIM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari ah Oleh:

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN SAWAH GADAI (Persepsi Ulama Salem Terhadap Praktek Gadai Sawah Di Ds. Banjaran, Salem, Brebes)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN SAWAH GADAI (Persepsi Ulama Salem Terhadap Praktek Gadai Sawah Di Ds. Banjaran, Salem, Brebes) ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN SAWAH GADAI (Persepsi Ulama Salem Terhadap Praktek Gadai Sawah Di Ds. Banjaran, Salem, Brebes) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Azhari, Susiknan Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah NU, Yogyakarta: Museum Astronomi Islam, 2012

DAFTAR PUSTAKA. Azhari, Susiknan Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah NU, Yogyakarta: Museum Astronomi Islam, 2012 DAFTAR PUSTAKA Ahmad SS, Noor 2006, Menuju Cara Rukyat yang Akurat, Makalah pada Lokakarya Imsakiyah Ramadhan 1427H/2006M se Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta yang diselenggarakan oleh PPM IAIN

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA (PPs) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2016 M/1437 H

PROGRAM PASCASARJANA (PPs) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2016 M/1437 H IMPLEMENTASI SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDN 4 TAMANSARI KECAMATAN GEDONGTATAAN TESIS Diajukan kepada Program Pascasarjana

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUK TABUNGANKU ib BERBASIS AKAD WADIAH PADA BANK BNI SYARIAH CABANG SEMARANG

ANALISIS PRODUK TABUNGANKU ib BERBASIS AKAD WADIAH PADA BANK BNI SYARIAH CABANG SEMARANG ANALISIS PRODUK TABUNGANKU ib BERBASIS AKAD WADIAH PADA BANK BNI SYARIAH CABANG SEMARANG Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Dalam Ilmu Perbankan Syari

Lebih terperinci

MANAJEMEN DANA ZAKAT DI BADAN AMIL ZAKAT DAERAH (BAZDA) KABUPATEN KENDAL

MANAJEMEN DANA ZAKAT DI BADAN AMIL ZAKAT DAERAH (BAZDA) KABUPATEN KENDAL MANAJEMEN DANA ZAKAT DI BADAN AMIL ZAKAT DAERAH (BAZDA) KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Dalam Ilmu Ekonomi Islam Disusun

Lebih terperinci

PRAKTEK HUTANG PIUTANG PUPUK DI LINGKUNGAN PETANI TEBU DESA BOTO KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI SKRIPSI

PRAKTEK HUTANG PIUTANG PUPUK DI LINGKUNGAN PETANI TEBU DESA BOTO KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI SKRIPSI PRAKTEK HUTANG PIUTANG PUPUK DI LINGKUNGAN PETANI TEBU DESA BOTO KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam

Lebih terperinci

Skripsi Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam.

Skripsi Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam. STUDI KOMPARASI KEMAMPUAN MENGHAFALKAN DOA SEHARI HARI ANTARA ANAK ANAK DI RA AL HIDAYAH DHARMA WANITA PERSATUAN IAIN WALISONGO DAN ANAK ANAK DI TK AL HIDAYAH IX NGALIYAN SEMARANG Skripsi Diajukan untuk

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Strata 1 dalam Ilmu Ekonomi dan Bisnis Islam.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Strata 1 dalam Ilmu Ekonomi dan Bisnis Islam. IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DALAM PROGRAM PNPM-MP TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT MUSLIM DI DESA TUNGU KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global T. Djamaluddin Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama RI http://tdjamaluddin.wordpress.com/

Lebih terperinci

DISSENTING OPINION HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG PENGANGKATAN ANAK OLEH KAKEK NENEKNYA

DISSENTING OPINION HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG PENGANGKATAN ANAK OLEH KAKEK NENEKNYA DISSENTING OPINION HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA TENTANG PENGANGKATAN ANAK OLEH KAKEK NENEKNYA (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Demak No. 0033/Pdt.P/2010/PA.Dmk) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Syari'ah Jurusan Ahwalus Sakhsiyyah

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Syari'ah Jurusan Ahwalus Sakhsiyyah PENYELENGGARAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) OLEH KUA DI KECAMATAN PAGEDONGAN KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di KUA Kecamatan Pagedongan Kabupaten Banjarnegara) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segenap kaum muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang. sebagainya. Demikian pula hari-hari besar dalam Islam, semuanya

BAB I PENDAHULUAN. segenap kaum muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang. sebagainya. Demikian pula hari-hari besar dalam Islam, semuanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penentuan awal bulan Qamariah sangat penting artinya bagi segenap kaum muslimin, sebab banyak ibadah dalam Islam yang pelaksanaannya dikaitkan dengan perhitungan

Lebih terperinci

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012

FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012 STUDI ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MUḌĀRABAH DI BMT ARTHA MANDIRI REMBANG SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata S.1 Dalam Ilmu Mu amalah Siti Rokhaniah

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MATERI IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW (Studi Tindakan Kelas di MTs

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Bidang Hukum Perdata Islam Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara nasional maupun internasional dalam halnya menentukan awal bulan

BAB I PENDAHULUAN. baik secara nasional maupun internasional dalam halnya menentukan awal bulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unifikasi kalender hijriah merupakan sebuah upaya menyatukan kalender baik secara nasional maupun internasional dalam halnya menentukan awal bulan kamariah. Kalender

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PERALIHAN WALI NASAB KE WALI HAKIM

ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PERALIHAN WALI NASAB KE WALI HAKIM ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PERALIHAN WALI NASAB KE WALI HAKIM (Studi Kasus di KUA Kec. Parakan Kab. Temanggung) Skripsi Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA) IMKAN RUKYAT: PARAMETER PENAMPAKAN SABIT HILAL DAN RAGAM KRITERIANYA (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA) T. Djamaluddin Peneliti Utama Astronomi dan Astrofisika, LAPAN Bandung Alhamdulillah,

Lebih terperinci

Skripsi. Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari ah. Oleh :

Skripsi. Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari ah. Oleh : STUDI ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SEMARANG NO.103/Pdt.G/2012/PTA.Smg TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KLATEN NO. 1130/Pdt.G/2011/PA.Klt KARENA GUGATAN KABUR (OBSCUUR LIBEL) Skripsi

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENDISTRIBUSIAN ZAKAT FITRAH SECARA MERATA (Studi kasus di Desa Mijen Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENDISTRIBUSIAN ZAKAT FITRAH SECARA MERATA (Studi kasus di Desa Mijen Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak) TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENDISTRIBUSIAN ZAKAT FITRAH SECARA MERATA (Studi kasus di Desa Mijen Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Ekonomi Islam

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Ekonomi Islam ANALISIS PERUBAHAN HARGA SAHAM DAN VOLUME PERDAGANGAN SAHAM SEBELUM DAN SESUDAH STOCK SPLIT PADA PERUSAHAAN YANG LISTING DI JAKARTA ISLAMIC INDEX (Periode Tahun 2000-2012) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

Seputar Perbedaan Ilmu Hisab dan Penentuan Hari Raya

Seputar Perbedaan Ilmu Hisab dan Penentuan Hari Raya Seputar Perbedaan Ilmu Hisab dan Penentuan Hari Raya KH Abdul Salam Nawawi Ilmu hisab (astronomi) tentang posisi bulan yang berkembang di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: ABDUL AZIZ Nim :

SKRIPSI. Oleh: ABDUL AZIZ Nim : STUDI KORELASI ANTARA PELAKSANAAN IBADAH SHALAT DAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA KELAS VI MADRASAH IBTIDAIYAH NURUL HUDA SIDOKUMPUL GUNTUR DEMAK TAHUN PELAJARAN 2010/2011 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP PROSES PENCATATAN STATUS TANAH WAKAF MASJID USWATUN HASANAH DI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

ANALISIS TERHADAP PROSES PENCATATAN STATUS TANAH WAKAF MASJID USWATUN HASANAH DI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK ANALISIS TERHADAP PROSES PENCATATAN STATUS TANAH WAKAF MASJID USWATUN HASANAH DI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG ISTRI PENCARI NAFKAH UTAMA DALAM KELUARGA TANPA MAHRAM SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG ISTRI PENCARI NAFKAH UTAMA DALAM KELUARGA TANPA MAHRAM SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG ISTRI PENCARI NAFKAH UTAMA DALAM KELUARGA TANPA MAHRAM (Studi Kasus Pada Keluarga TKW Di Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PENDAPAT MUHAIMIN IQBAL TENTANG DINAR DAN DIRHAM SEBAGAI MATA UANG. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

STUDI ANALISIS PENDAPAT MUHAIMIN IQBAL TENTANG DINAR DAN DIRHAM SEBAGAI MATA UANG. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat STUDI ANALISIS PENDAPAT MUHAIMIN IQBAL TENTANG DINAR DAN DIRHAM SEBAGAI MATA UANG Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Mmperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari ah Oleh : MOCH

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS TENTANG PEMBERIAN HADIAH KEPADA PEJABAT MENURUT IMAM ASY-SAFI I SKRIPSI. Dalam Ilmu Muamalah

STUDI ANALISIS TENTANG PEMBERIAN HADIAH KEPADA PEJABAT MENURUT IMAM ASY-SAFI I SKRIPSI. Dalam Ilmu Muamalah STUDI ANALISIS TENTANG PEMBERIAN HADIAH KEPADA PEJABAT MENURUT IMAM ASY-SAFI I SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) Dalam Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT DEWAN PENGAWAS SYARIAH TENTANG PENGGUNAAN ISTILAH SHOHIBUL MAAL DAN MUDHARIB DALAM PERJANJIAN AL MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA

ANALISIS PENDAPAT DEWAN PENGAWAS SYARIAH TENTANG PENGGUNAAN ISTILAH SHOHIBUL MAAL DAN MUDHARIB DALAM PERJANJIAN AL MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA ANALISIS PENDAPAT DEWAN PENGAWAS SYARIAH TENTANG PENGGUNAAN ISTILAH SHOHIBUL MAAL DAN MUDHARIB DALAM PERJANJIAN AL MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah swt. untuk kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan tiap manusia berbeda, ada yang memiliki banyak

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MULTI JASA DENGAN AKAD IJARAH DI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARI'AH (BPRS) MITRA HARMONI SEMARANG

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MULTI JASA DENGAN AKAD IJARAH DI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARI'AH (BPRS) MITRA HARMONI SEMARANG ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN MULTI JASA DENGAN AKAD IJARAH DI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARI'AH (BPRS) MITRA HARMONI SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak manfaatnya dalam kehidupan praktis. Berbagai aspek kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. banyak manfaatnya dalam kehidupan praktis. Berbagai aspek kehidupan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat dewasa ini, memungkinkan siapapun dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya hilal. Pemahaman tersebut melahirkan aliran rukyah dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya hilal. Pemahaman tersebut melahirkan aliran rukyah dalam penentuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imam al-sindi memberikan catatan bahwa dengan hadis yang menerangkan haramnya puasa sebelum melihat hilal dan tidak ada kewajiban puasa sebelum hadirnya hilal.

Lebih terperinci

http://astro.unl.edu/naap/lps/animations/lps.swf - Bulan bercahaya dan Matahari bersinar -> QS. Nūḥ (71): 16 dan QS. al-furqān (25): 61; - Akan tiba suatu masa di mana Bulan tidak lagi bercahaya dan Matahari

Lebih terperinci

HIERARKI PRIORITAS PENDIDIKAN PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TAHLILI QS. LUQMAN AYAT 12-15)

HIERARKI PRIORITAS PENDIDIKAN PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TAHLILI QS. LUQMAN AYAT 12-15) HIERARKI PRIORITAS PENDIDIKAN PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TAHLILI QS. LUQMAN AYAT 12-15) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S.1) Dalam Ilmu

Lebih terperinci

PENDIRIAN MINIMARKET DI KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG DITINJAU DARI PERDA NO. 6 TAHUN 2010 DAN ETIKA BISNIS ISLAM SKRIPSI.

PENDIRIAN MINIMARKET DI KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG DITINJAU DARI PERDA NO. 6 TAHUN 2010 DAN ETIKA BISNIS ISLAM SKRIPSI. PENDIRIAN MINIMARKET DI KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG DITINJAU DARI PERDA NO. 6 TAHUN 2010 DAN ETIKA BISNIS ISLAM SKRIPSI Oleh A N D R I A N I NIM. 3221103003 JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI A. Abdul Wahab Khallaf 1. Biografi Abdul Wahab Khallaf Abdul Wahab Khallaf merupakan seorang merupakan

Lebih terperinci

PERANAN KOPERASI FATAYAT NU CIKEUSAL LOR DALAM MENGURANGI PRAKTIK RENTENIR DI DESA CIKEUSAL LOR KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2017

PERANAN KOPERASI FATAYAT NU CIKEUSAL LOR DALAM MENGURANGI PRAKTIK RENTENIR DI DESA CIKEUSAL LOR KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2017 PERANAN KOPERASI FATAYAT NU CIKEUSAL LOR DALAM MENGURANGI PRAKTIK RENTENIR DI DESA CIKEUSAL LOR KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES TAHUN 2017 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Derajat Sarjana

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I dalam Ilmu Syari ah Oleh ERNA SUSANTI NIM 1210019

Lebih terperinci

MANAJEMEN BADAN PENGELOLA WAKAF MASJID AGUNG KAUMAN SEMARANG DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI HARTA WAKAF

MANAJEMEN BADAN PENGELOLA WAKAF MASJID AGUNG KAUMAN SEMARANG DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI HARTA WAKAF MANAJEMEN BADAN PENGELOLA WAKAF MASJID AGUNG KAUMAN SEMARANG DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI HARTA WAKAF SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1)

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEASLIAN. Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, saya:

PERNYATAAN KEASLIAN. Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, saya: i Nota pembimbing ii pengesahan iii PERNYATAAN KEASLIAN Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, saya: Nama : Nurul Mahmud NIM : 1210049 Fakultas : Syari ah dan Ilmu Hukum Menyatakan dengan sesungguhnya

Lebih terperinci

INTEGRASI SISTEM PENDIDIKAN MADRASAH DAN PESANTREN TRADISIONAL (STUDI KASUS PONDOK PESANTREN AL-ANWAR KECAMATAN SARANG KABUPATEN REMBANG)

INTEGRASI SISTEM PENDIDIKAN MADRASAH DAN PESANTREN TRADISIONAL (STUDI KASUS PONDOK PESANTREN AL-ANWAR KECAMATAN SARANG KABUPATEN REMBANG) INTEGRASI SISTEM PENDIDIKAN MADRASAH DAN PESANTREN TRADISIONAL (STUDI KASUS PONDOK PESANTREN AL-ANWAR KECAMATAN SARANG KABUPATEN REMBANG) TESIS Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI ES BALOK UNTUK KONSUMSI (Studi Kasus di Kota Semarang) SKRIPSI

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI ES BALOK UNTUK KONSUMSI (Studi Kasus di Kota Semarang) SKRIPSI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI ES BALOK UNTUK KONSUMSI (Studi Kasus di Kota Semarang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti. 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti. 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dalam pembahasan disertasi ini, peneliti menyimpulkan bahwa : 1. Matlak menurut fikih adalah batas daerah berdasarkan jangkauan terlihatnya hilal atau

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK MELALUI METODE INFORMATION SEARCH PADA SISWA KELAS IX MTs MA ARIF NU 1 KARANGLEWAS KABUPATEN BANYUMAS TAHUN PELAJARAN 2010/2011 SKRIPSI

Lebih terperinci

MAHRUS NIM

MAHRUS NIM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA KITAB KUNING MELALUI METODE SOROGAN DI PONDOK PESANTREN NURUL HUDA SIMBANGKULON BUARAN PEKALONGAN SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2010/2011 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas

Lebih terperinci

ANALISIS ETOS KERJA PEDAGANG MUSLIM DI SEKITAR MAKAM KADILANGU (SUNAN KALIJAGA) DEMAK SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

ANALISIS ETOS KERJA PEDAGANG MUSLIM DI SEKITAR MAKAM KADILANGU (SUNAN KALIJAGA) DEMAK SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN ANALISIS ETOS KERJA PEDAGANG MUSLIM DI SEKITAR MAKAM KADILANGU (SUNAN KALIJAGA) DEMAK SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

JURUSAN AHWAL AL SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

JURUSAN AHWAL AL SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BLORA NO. 1125/Pdt.G/2013/PA.Bla TENTANG CERAI TALAK (Kedudukan Advokat Perempuan Sebagai Wakil Ikrar Talak) SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL-FATIHAH

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL-FATIHAH NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL-FATIHAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Tarbiyah Oleh: ANNA FATIHA NIM

Lebih terperinci