PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH YANG DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN GADAI DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) Yuni Purwati 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH YANG DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN GADAI DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) Yuni Purwati 1"

Transkripsi

1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH YANG DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN GADAI DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) Yuni Purwati 1 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstract The purpose of this study is to analyze about the abuse of the state of the credit agreement to pledge collateral in PT.. Pegadaian (Persero) and to analyze about the legal protection of customers were harmed in the loan agreement with collateral pledge. The study was conducted by using normative juridical. The results showed that the parties to the loan agreement with the relative pledge collateral has an unbalanced position in the sense that the position of PT. Pegadaian (Persero) is stronger both psychologically and economically compared notch customer, to the need for legal protection in preventifdan repressive. Keywords : legal protection, credit, collateral pledged. A. Pendahuluan Gadai merupakan lembaga jaminan yang telah sangat dikenal dan dalam kehidupan masyarakat, dalam upayanya untuk mendapatkan dana guna berbagai kebutuhan. Pegadaian adalah sebuah BUMN di Indonesia yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kredit/pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. 1 Perusahaan Perseroan Pegadaian (atau disingkat PT. Pegadaian (Persero)) sebagai lembaga perkreditan, keberadaannya mempunyai fungsi penting di dalam menunjang 1 Tri Puji Susilowati, 2008, Pelaksanaan Gadai dengan Sistem Syariah, Tesis Undip, Semarang, hlm 2 pembangunan. Fungsinya tidak hanya memberi pelayanan kepada masyarakat berupa pinjaman produktif, tetapi lebih-lebih pinjaman kecil yang bersifat konsumtif. Penerima pinjaman terdiri lapisan masyarakat kecil, termasuk di dalamnya petani, nelayan, pedagang kecil, industri kecil yang bersifat produktif dan buruh dan pegawai negeri ekonomi lemah yang bersifat konsumtif. PT. Pegadaian (Persero) yang sebelumnya berbentuk Perusahaan Umum Pegadaian (Perum Pegadaian) berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan PERLINDUNGAN HUKUM 52

2 Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, dan perubahan yang terakhir berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 Tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Perubahan itu dimaksudkan dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan penyaluran pinjaman khususnya kepada masyarakat menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. 2 Upaya optimalisasi terus menerus dilakukan oleh PT. Pegadaian (Persero) bagi masyarakat yang ditunjukkan dengan berbagai perubahan kebijakan, sehingga sekarang merupakan contoh konkret lahirnya kebijakan-kebijakan baru dengan membenahi secara fungsional pranata yang sudah ada sebelumnya. Kenyataan ini paling tidak menunjukkan betapa PT. Pegadaian (Persero) di pandang sebagai institusi 2 Ibid yang amat fungsional untuk pencapaian tujuan pengentasan kemiskinan. Sehubungan lembaga gadai itu oleh masyarakat masih dibutuhkan dan sangat wajar apabila pemerintah mengambil alih pengelolaanya sehingga dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat ekonomi lemah. Hal tersebut merupakan upaya membantu masyarakat untuk mengatasi pengadaan kebutuhan hidup atau usaha masyarakat dengan menyediakan fasilitas kredit yaitu suatu lembaga perkreditan yang dapat menyalurkan pinjaman dengan mudah, cepat dan aman. Sebagai lembaga perkreditan dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat, PT. Pegadaian (Persero) menggunakan perjanjian pinjam uang yang dituangkan dalam bentuk Surat Bukti Kredit (SBK), dan dibuat secara sepihak oleh PT. Pegadaian (Persero), Bentuk surat perjanjian meminjam uang semacam itu termasuk jenis perjanjian baku, sebab dicetak dalam formulir, yang telah disediakan terlebih dahulu oleh PT. Pegadaian (Persero). Hal ini dapat dimengerti sehubungan dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) PERLINDUNGAN HUKUM 53

3 KUHPerdata. Namun penggunaan asas ini bukanlah tidak terbatas karena setiap perjanjian harus di dasarkan pada asas keadilan yang terkandung di dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Secara tegas tujuan ini dituangkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 (1) Maksud dan tujuan Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. (2) Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Perseroan (Persero) melaksanakan kegiatan usaha utama berupa: a. penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek; b. penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia; dan c. pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi dan perdagangan logam mulia serta batu adi. (3) Selain melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perusahaan Perseroan (Persero) dapat melaksanakan kegiatan usaha: a. jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman; dan b. optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero). Benda jaminan bagi pemberi gadai sebetulnya merupakan benda yang bernilai ekonomi dan penting dalam kehidupan maka manakala terjadi kerugian terhadapnya tentu PT. Pegadaian (Persero) mempunyai peranan yang besar dalam pengawasan dan pemeliharaan barang yang berada dalam kekuasaannya. Sehingga benda yang dijaminkan tidak mengalami kerusakan atau hilang sehingga dapat PERLINDUNGAN HUKUM 54

4 merugikan nasabah yang telah menggadaikan barangnya. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah yang dirugikan dalam perjanjian kredit dengan jaminan gadai di PT. Pegadaian (persero). Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti yaitu: 1. Bagaimanakah terjadinya penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian kredit dengan jaminan gadai di PT. Pegadaian (Persero)? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah yang dirugikan dalam perjanjian kredit dengan jaminan gadai di PT. Pegadai (Persero)? B. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis tentang terjadinya penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian kredit dengan jaminan gadai di PT. Pegadaian (Persero). 2. Menganalisis tentang perlindungan hukum terhadap nasabah yang dirugikan dalam perjanjian kredit dengan jaminan gadai di PT. Pegadai (Persero). C. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis dapat memberikan manfaat sumbangan pemikiran dan pengetahuan di bidang Hukum Ekonomi, khususnya Hukum Jaminan yang berhubungan dengan gadai 2. Secara praktis dapat sebagai bahan masukan bagi PT. Pegadaian (Persero) dalam memberikan pelayanan (service) kepada masyarakat sehingga dapat diaplikasikan sesuai maksud dan tujuan perusahaan berkaitan dengan hukum gadai dan bermanfaat bagi masyarakat secara umum. D. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan dilakukan dalam mengkaji penelitian ini yang merupakan metode penelitian hukum normatif yaitu untuk menemukan hukum konkreto yang sesuai untuk diterapkan guna menyelesaikan suatu permasalahan hukum tertentu. 3 Yaitu untuk dapat memperoleh bahan hukum guna mengetahui dan menganalisis permasalahan yang timbul mengenai perlindungan hukum bagi nasabah yang 3 Rony Hanintyo Soemitro, 1982, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 10 PERLINDUNGAN HUKUM 55

5 dirugikan dalam perjanjian kredit dengan jaminan gadai di PT. Pegadaian (Persero). Adapun sumber memperoleh bahan hukum dapat diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier. Sedangkan tehnik pengumpulan bahan hukum berupa studi kepustakaan, di mana dilakukan dengan cara memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, guna menemukan sumber bahan yang terkait dengan konsep-konsep dan doktrindoktrin serta kaidah-kaidah hukum yang dipandang dapat menambah kejelasan permasalahan dan arah pembahasan, yang kemudian, dilakukan analisis kualitatif secara normatif yaitu dengan memperhatikan kualitas dari bahan hukum tersebut, disusun secara sistematis, guna mencari jalan pemecahannya dengan mengingat dan mempertimbangkan dari semua bahan hukum yang ada, akhirnya akan ditarik suatu kesimpulan. E. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Penyalahgunaan Keadaan Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Gadai Di dalam praktek kredit baik oleh lembaga keuangan maupun lembaga perkreditan menunjukkan bahwa perjanjian kredit itu tumbuh sebagai perjanjian standart/standard contract. Hal ini dapat dimengerti karena hukum perjanjian yang ada dalam KUHPerdata menganut asas kebebasan berkontrak. Perjanjian demikian berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata sungguh mempunyai kekuatan mengikat, perjanjian itu dapat dipandang sebagai perjanjian pendahuluan dan sebagai demikian sepenuhnya sah. Praktek standard contract menggambarkan bahwa pihak debitur telah secara terpaksa menerima syaratsyarat perjanjian yang tercantum di dalamnya. Syarat-syarat yang sudah dicetak di dalam model standard contract itu telah menjadi rintangan psikologis bagi nasabah/ debitur untuk dapat mengusulkan suatu perubahan. Isi syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam standard contract pada hakekatnya merupakan ketentuanketentuan memberikan hak istimewa bagi pengusaha yang menawarkan standaard contract, keadaan mana memberi peluang bagi si pengusaha untuk melakukan penyalahgunaan PERLINDUNGAN HUKUM 56

6 keadaan terhadap pihak lawan. 4 Dalam perkembangannya kemudian penyalahgunaan keadaan tidak digolongkan pada kausa yang tidak halal tapi dikategorikan sebagai cacat kehendak (wisgebrek). 5 Penyalahgunaan keadaan dikategorikan sebagai cacat kehendak, karena lebih sesuai dengan isi dan hakekat penyalahgunaan keadaan itu sendiri. Ia tidak berhubungan dengan syarat-syarat obyektif perjanjian, melainkan mempengaruhi syarat-syarat subyektif. 6 Menurut pendapat Cahen, menggolongkan penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu bentuk cacat kehendak, lebih sesuai dengan kebutuhan konstruksi hukum dalam hal seseorang yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian. Gugatan atas dasar penyalahgunaan keadaan terjadi dengan suatu tujuan tertentu. Penggugat seharusnya mendalilkan bahwa perjanjian itu sebenarnya tidak ia kehendaki, atau bahwa perjanjian itu 4 Henry P. Panggabean, 1992, Penyalahgunaan Keadaan ( Misbruik van omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum Di Belanda), Liberty, Yogyakarta., hlm R.Setiawan, 1992, Aneka Masalah hukum Dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung., hlm Ibid. tidak ia kehendaki dalam bentuknya yang demikian. 7 Alasan untuk menyatakan batal atau membatalkan suatu perjanjian yang terjadi karena penyalahgunaan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan kita, melainkan merupakan konstruksi hukum yang dapat dan masih harus dikembangkan melalui yurisprudensi Penyalahgunaan keadaan karena keunggulan ekonomi Penyalahgunaan keadaan menurut Van Dunne, menyangkut keadaan-keadaan yang berperan pada terjadinya kontrak, menikmati keadaan orang lain tidak menyebabkan isi kontrak atau maksudnya menjadi tidak diperbolehkan, tetapi menyebabkan kehendak yang disalahgunakan menjadi tidak diperbolehkan. 9 Keputusan Mahkamah Agung No. 3431K/Pdt/1985, tanggal 4 Maret 1987 yaitu tentang bunga pinjaman uang dan barang jaminan yang bertentangan dengan kepatutan dan 7 Ibid., hlm Ibid., hlm Van Dunne, J.M. & Grvan der Burght, Terjemahan Sudikno Mertokusumo, 1987, Diktat Kursus Hukum Perikatan, Bagian III, Penyalahgunaan Keadaan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.,hlm. 10. PERLINDUNGAN HUKUM 57

7 keadilan adalah menunjukkan bahwa di Indonesia juga menerapkan ajaran penyalahgunaan keadaan. Menurut doktrin Van Dunne menyatakan bahwa terjadinya penyalahgunaan keadaan karena keunggulan ekonomis, disyaratkan bahwa di samping adanya syarat keunggulan ekonomis juga karena pihak lain (salah satu pihak) terpaksa mengadakan perjanjian. Faktor-faktor yang dapat memberikan indikasi tentang adanya penyalahgunaan keadaan karena keunggulan ekonomi : a. Adanya syarat-syarat yang diperjanjikan, yang sebenarnya tidak masuk akal atau tidak patut atau yang bertentangan dengan perikemanusiaan (onredelijk contractvoorwaarden atau unfair contract terms); b. Nampak atau nyata pihak debitur berada dalam keadaan tertekan (dwang positie); c. Apabila terdapat keadaan di mana bagi debitur tidak ada pilihan-pilihan lain kecuali mengadakan perjanjian dengan syarat-syarat yang memberatkan; d. Nilai dari hasil perjanjian tersebut sangat tidak seimbang kalau dibandingkan dengan prestasi timbal balik dari para pihak. 10 Apabila berpedoman pada yurisprudensi dan doktrin di atas, maka tampak bahwa dalam perjanjian gadai juga nampak keunggulan ekonomis pihak PT. Pegadaian (Persero), yaitu bila dibandingkan dengan pihak nasabah. Dalam perjanjian gadai ternyata menyangkut hubungan antara kepentingan perorangan (nasabah) dengan kepentingan lembaga (PT. Pegadaian (Persero)). Dapat dikemukakan bahwa para nasabah diliputi oleh berbagai keterbatasan ekonomis. Pemanfaatan fasilitas kredit oleh nasabah dari PT. Pegadaian (Persero) banyak didorong oleh kenyataan bahwa untuk mendapatkan uang dengan cara kredit merupakan alternatif yang paling memungkinkan. Hal ini yang menyebabkan para nasabah meskipun harus menerima persyaratan yang dibebankan oleh PT. Pegadaian (Persero) sangat memberatkan, masih saja tetap berkehendak untuk dapat memanfaatkan fasilitas kredit yang 10 Setiawan, Op.Cit., hlm PERLINDUNGAN HUKUM 58

8 ditawarkan oleh PT. Pegadaian (Persero). Bahwa suatu perjanjian yang bertentangan dengan kepatutan dan keadilan, yaitu salah satu pihak terpaksa mengadakan perjanjian, dapat terjadi pada bentuk perjanjian baku yang memuat syarat-syarat yang memberatkan salah satu pihak. Hubungan tersebut dapat terjadi pada saat mengadakan perjanjian dan pelaksanaan perjanjian yaitu seorang nasabah karena dorongan untuk memenuhi kebutuhannya terpaksa mengadakan perjanjian yang disyaratkan oleh pihak PT. Pegadaian (Persero). Dalam pelaksanaannya ternyata nasabah harus memikul beban syarat perjanjian yang memberatkan. Dalam perjanjian gadai seorang nasabah yang didorong upaya untuk mendapatkan uang, mengajukan permohonan untuk mendapatkan fasilitas kredit kepada PT. Pegadaian (Persero). Dalam hal ini PT. Pegadaian (Persero) memberikan beban yang tidak adil kepada nasabah berupa bunga yang tinggi. Hal itu dikatakan tidak adil karena besarnya suku bunga itu bukan terjadi karena kesepakatan para pihak pada waktu membuat perjanjian, melainkan sudah ditentukan terlebih dahulu secara baku oleh pihak PT. Pegadaian (Persero). 2. Penyalahgunaan keadaan karena keunggulan psikologis Untuk melihat lebih jelas tentang penyalahgunaan keadaan karena keunggulan kejiwaan (psikologis) ini perlu dilihat sistematika yang diberikan oleh doktrin van Dunne, mengklasifikasikan adanya keunggulan kejiwaan itu menjadi dua hal yaitu satu, salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif, kedua salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang istimewa dari pihak lawan. Dalam rangka mengkaji kemungkinan terjadinya penyalahgunaan keadaan yang disebabkan keunggulan psikologis dari pihak PT. Pegadaian (Persero), digunakan tolok ukur melalui dua hal. Pertama, terjadinya penyalahgunaan keadaan karena ketergantungan relatif dari pihak PT. Pegadaian (Persero) terhadap nasabah. Kedua, terjadinya penyalahgunaan keadaan karena keadaan jiwa yang istimewa, di mana nasabah dihadapkan pada permasalahan kurang pengetahuan dan sikap gegabah untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Telah PERLINDUNGAN HUKUM 59

9 diketahui bahwa PT. Pegadaian (Persero) adalah lembaga perkreditan, namun dalam kenyataannya juga menyalahgunakan kedudukannya tersebut dengan menyusun perjanjian baku yang memuat syarat-syarat perjanjian gadai berupa bunga yang memberatkan nasabah. Dikatakan sebagai penyalahgunaan ketergantungan relatif karena hubungan antara PT. Pegadaian (Persero) dengan nasabah di sini diliputi oleh kualitas pihak Pegadaian sendiri sebagai lembaga perkreditan, tentunya akan membangkitkan kepercayaan pada masyarakat, bahwa PT. Pegadaian (Persero) dapat dipercaya. Karenanya pihak PT. Pegadaian (Persero) perlu memahami adanya kepercayaan itu dengan cara tidak mengabaikan kondisi nasabah pada umumnya, yaitu dalam penyusunan maupun pelaksanaan syarat-syarat perjanjian gadai. Penyalahgunaan keadaan jiwa yang istimewa, ini terjadi karena adanya kondisi kejiwaan yang mengakibatkan kurang berfungsinya rasio sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi seseorang. Dalam perjanjian gadai dapat diidentifikasi dua hal yaitu nasabah kurang pengetahuan dan cenderung bersikap gegabah dalam rangka pemenuhan kewajibannya. PT. Pegadaian (Persero) seyogyanya menyadari bahwa syaratsyarat perjanjian yang dibuat tidak memberatkan nasabah. Namun kenyataannya syarat-syarat perjanjian gadai telah memberatkan nasabah, sehingga PT. Pegadaian (Persero) dapat dikualifikasikan telah melakukan penyalahgunaan keadaan terhadap pihak nasabah yang berada dalam keadaan tertekan baik secara ekonomis maupun secara psikologis. Ini artinya bahwa penyalahgunaan keadaan tidak hanya disyaratkan adanya unsur kesengajaan untuk memanfaatkan keadaan pihak lawan, tetapi juga karena mengabaikan kedudukan pihak lawan dari segi kepatutan. Karenanya nasabah yang dirugikan sebagai akibat dari isi perjanjian gadai yang dibuat secara baku (dengan syarat-syarat yang memberatkan) perlu dicarikan perlindungan hukumnya. Perlindungan itu baik secara preventif maupun secara represif. Perlindungan secara preventif, karena perlindungan hukum itu perlu diupayakan sebelum perjanjian itu dibuat secara formal yaitu dengan PERLINDUNGAN HUKUM 60

10 merumuskan suatu syarat perjanjian gadai yang tidak memberatkan nasabah. Dengan demikian perlindungan ini diupayakan untuk menghindari sengketa dalam pelaksanaan perjanjian. Sedangkan perlindungan hukum yang bersifat represif, dilakukan apabila terjadi sengketa dan diajukan ke pengadilan. Upaya perlindungan hukum di sini berkenaan dengan upaya pembatalan syarat-syarat perjanjian yang memberatkan, serta meninjau kembali keputusan pihak PT. Pegadaian (Persero) atas tingginya bunga yang dibebankan kepada nasabah, atas gugatan yang diajukan oleh nasabah melalui hakim. 3. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah yang Dirugikan dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Gadai Nasabah PT Pegadaian (Persero) diperlukan perlindungan hukum, yaitu sebagai akibat dibuatnya perjanjian gadai dalam bentuk baku yang mengabaikan kondisi nasabah. Melalui bentuk perjanjian baku, pihak PT Pegadaian (Persero) mencantumkan syarat-syarat yang memberatkan nasabah, yaitu tentang beban bunga yang tinggi, disamping penggantian barang jaminan yang musnah, dicuri orang atau terbakar. Dalam hal kewajiban memikul kerugian, penggantian barang jaminan yang musnah karena terbakar, karena barang jaminan dicuri orang adalah berbeda dengan penggantian barang jaminan yang musnah karena terbakar, karena hal tersebut diluar kesalahan kedua belah pihak (overmacht), sehingga kerugian seyogyanya dipikul kedua belah pihak. Menghadapi permasalahan tersebut diatas, upaya perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada nasabah dikelompokan ke dalam dua sifat perlindungan. Pertama, perlindungan yang bersifat preventif yaitu bertujuan untuk mencegah perselisihan antara PT Pegadaian (Persero) dengan nasabah. Kedua perlindungan hukum secara represif ditujukan pada upaya pemberian perlindungan kepada nasabah, sehubungan dengan kemungkinan terjadinya sengketa di pengadilan yang timbul dalam perjanjian gadai, khususnya karena kerugian nasabah akibat dari perjanjian gadai yang dibuat secara baku.dalam hal kewajiban PT Pegadaian (Persero) PERLINDUNGAN HUKUM 61

11 memikul kerugian yaitu penggantian barang jaminan. 1. Upaya perlindungan hukum yang bersifat preventif Perlindungan hukum secara preventif disini pada hakekatnya merupakan upaya pembentuk undang-undang untuk mewajibkan pihak PT Pegadaian (Persero) guna memberikan hak dan kewajiban kepada nasabah. Demikian juga pihak PT Pegadaian (Persero) wajib menyusun perjanjian gadai yang memungkinkan pihak nasabah tidak dirugikan yaitu dengan cara penyusunan perjanjian baku dengan berpedoman sebagaimana ditetapkan oleh pembentuk undangundang. Suatu perjanjian baku dapat dikatakan ideal, apabila dalam penyusunannya memperhatikan asas-asas hukum perjanjian. Namun demikian tidak menutup kemungkinan timbulnya suatu sengketa sekalipun asas-asas hukum perjanjian tersebut dipenuhi. Asasasas yang patut dikemukakan pembentuk undang-undang ialah asas konsensualisme, asas kebebasan bekontrak, asas mengikatnya undang-undang dan asas itikad baik. 2. Upaya Perlindungan Hukum Yang Bersifat Represif Upaya perlindungan secara represif ini dibutuhkan dalam hal terjadi sengketa di pengadilan antara pihak PT Pegadaian (Persero) dengan nasabah. Sengketa dapat terjadi jika pihak nasabah menolak untuk memenuhi kewajibannya, berupa membayar bunga pinjaman. Perlindungan hukum terhadap nasabah yang tidak mau membayar bunga pinjaman dengan alasan sangat memberatkan. Dengan alasan tersebut dimungkinkan bagi nasabah untuk mendapatkan perlindungan hukum karena tidak patutnya bunga yang harus dibayar. Perlindungan hukum yang bersifat represif bagi nasabah ini, dimungkinkan terjadi pada saat nasabah menghadapi masalah untuk memperoleh hak-haknya. Artinya, seorang nasabah tidak mungkin begitu saja meminta perlindungan hukum seperti pembatalan perjanjian, tanpa ada masalah seperti beratnya pelaksanaan perjanjian sebagai akibat keputusan atau tindakan PT Pegadaian (Persero) PERLINDUNGAN HUKUM 62

12 yang sewenang-wenang merugikan nasabah. Permasalahan konkret yang dapat timbul adalah jika pihak PT Pegadaian (Persero)menetapkan suku bunga yang sewenang-wenang, dan pihak nasabah menolak untuk memenuhi keputusan pihak PT Pegadaian (Persero), maka perlindungan hukum yang bersifat represif diberikan kepada nasabah yang pada saat pihak PT Pegadaian (Persero) menggugat nasabah. Dari uraian tersebut diatas, maka sudah sepatutnya jika pihak nasabah keberatan terhadap keputusan pihak PT Pegadaian (Persero) tentang suku bunga yang memberatkan. Jika pihak nasabah tidak mematuhi atau tidak membayar bunga yang ditetapkannya itu, ada kemungkinan akan dipermasalahkan atau digugat oleh PT. Pegadaian, untuk memaksa pihak nasabah membayarnya, dengan dasar perjanjian gadai yang telah ditandatangani oleh nasabah. Menghadapi gugatan dari pihak PT Pegadaian (Persero) untuk memaksa nasabah mematuhi kewajibannya, membayar suku bunga yang tinggi, hakim dapat memberikan perlindungan hukum kepada nasabah sebagai berikut : Atas permintaan nasabah, hakim dapat membatalkan perjanjiannya. Dalam hal ini nasabah dapat mendalilkan bahwa syarat perjanjian gadai yang memberi kewenangan kepada PT Pegadaian (Persero) untuk menetapkan suku bunga itu disepakati oleh nasabah karena adanya penyalahgunaan keadaan dari pihak perum pegadaian. Permintaan pembatalan dari nasabah dapat dilakukan karena terjadinya cacat kehendak (akibat penyalahgunaan keadaan), yang berarti tidak dipenuhinya syarat subyektif untuk sahnya perjanjian, khususnya sebagaimana yang ditentukan Pasal 1320 butir 1 KUHPerdata, yaitu adanya kata sepakat mereka yang mengikatkan diri. Hakim dapat mengesampingkan keputusan pihak PT Pegadaian (Persero) tentang suku bunga, dengan pertimbangan bahwa PT Pegadaian (Persero) tidak melaksanakan perjanjian dengan itikad baik, yang berarti bertentangan dengan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, yang PERLINDUNGAN HUKUM 63

13 menyatakan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hakim selanjutnya menafsirkan syarat perjanjian gadai tentang suku bunga berdasarkan kepatutan. Dilakukannya penafsiran berdasarkan kepatutan terhadap perjanjian gadai ini tidak terlepas dari kajian teoritis tentang itikad baik, yang umumnya menunjuk pada rasa kepatutan. Penafsiran perjanjian berdasarkan kepatutan, memang sudah sewajarnya diterapkan pada syarat perjanjian gadai, tentang penetapan suku bunga. Hal ini mengingat rumusannya sangat luas dan ternyata dalam pelaksanaanya memberatkan nasabah. Jika tidak dilakukan penafsiran demikian, maka dari rumusan kata-kata perjanjiannya, tingginya suku bunga yang diputuskan pihak perum pegadaian, tidak menyalahi perjanjian gadai, yang telah disepakati nasbah (dengan kehendak penerimaan yang cacat). Namun demikian jika mempertimbangkan rasa kepatutan, maka akan timbul suatu penilaian, tidak sepantasnya kepada nasabah harus dikenakan suku bunga yang memberatkan. Oleh karena itu, syarat pengaturan suku bunga yang terlalu luas itu dapat dikesampingkan oleh hakim. Hakim menafsirkan bahwa nasabah pegadaian yang berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah tidak semestinya dikenakan suku bunga yang memberatkan. Untuk menghindari resiko kerugian, hendaknya perlu dijaga keamanan serta perawatan terhadap barang jaminan yang akan diserahkan kembali kepada pemberi gadai, karena telah melunasi hutangnya, baru PT Pegadaian (Persero) terlepas tanggung jawab terhadap barang jaminan. Setelah barang gadai dikeluarkan dari gudang, apabila barang yang menjadi jaminan tersebut berkurang nilainya dari penguasaan penerima gadai yang disebabkan oleh kesalahannya, kelalaiannya, maka pihak penerima gadai wajib memberikan ganti kerugian kepada pemberi gadai yang semula yaitu apabila masih dikaitkan dengan perjanjian gadai yang ada maka pihak tersebut adalah pihak pemberi gadai. Si berpiutang adalah bertanggung jawab untuk hilangnya PERLINDUNGAN HUKUM 64

14 atau merosotnya harga barangnya sekedar itu telah terjadi karena kelalaiannya, sebaliknya si berhutang diwajibkan mengganti kepada si berpiutang segala biaya yang berguna dan perlu yang telah dikeluarkan oleh pihak yang tersebut belakang ini guna keselamatan barangnya gadai, sebagaimana diatur dalam Pasal 1157 KUHPerdata. F. Kesimpulan Bahwa pihak-pihak dalam perjanjian kredit dengan jaminan gadai relatif mempunyai kedudukan yang tidak seimbang dalam arti bahwa kedudukan PT Pegadaian (persero) adalah lebih kuat / unggul baik secara psikologis maupun ekonomi dibandingkan kedudukan debitur/nasabah yang sangat lemah. Praktek dipergunakannya standart contract tersebut tidak menutup kemungkinan peluang untuk bargaining position dari pihak nasabah dalam menentukan syarat-syarat dalam perjanjian. Sehingga PT Pegadaian (persero) dimungkinkan melakukan perbuatan penyalahgunaan keadaan, sehingga hal ini akan mengakibatkan kerugian kepada nasabah atau debitur. Untuk itu perlu adanya perlindungan hukum baik secara preventif maupun secara represif terhadap nasabah. DAFTAR PUSTAKA Panggabean, Henry P., 1992, Penyalahgunaan Keadaan ( Misbruik van omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum Di Belanda), Liberty, Yogyakarta. Setiawan R, 1992, Aneka Masalah hukum Dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung. Sumitro, Rony Hanintyo, 1982, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta. Susilowati,Tri Puji, 2008, Pelaksanaan Gadai dengan Sistem Syariah, Tesis Undip, Semarang. Van Dunne, J.M. & Grvan der Burght, Terjemahan Sudikno Mertokusumo, 1987, Diktat Kursus Hukum Perikatan, Bagian III, Penyalahgunaan Keadaan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Peraturan Perundang-undangan : PERLINDUNGAN HUKUM 65

15 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 Tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum Perum) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). PERLINDUNGAN HUKUM 66

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi saat sekarang mengalamin peningkatan yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik simpati masyarakat dalam menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Transaksi bisnis, dewasa ini sangat berkembang di Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi untuk melakukan suatu transaksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

KAJIAN PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PEGADAIAN KABUPATEN WONOGIRI

KAJIAN PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PEGADAIAN KABUPATEN WONOGIRI KAJIAN PELAKSANAAN PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PEGADAIAN KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA Oleh : Gostan Adri Harahap, SH, M.Hum Dosen STIH Labuhanbatu, Rantau Prapat Abstrak Penulisan artikel ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 menjatuhkan putusan batal demi hukum atas perjanjian yang dibuat tidak menggunakan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM HAL TERJADI KERUSAKAN ATAU KEHILANGAN BARANG JAMINAN DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) KOTA MADIUN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM HAL TERJADI KERUSAKAN ATAU KEHILANGAN BARANG JAMINAN DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) KOTA MADIUN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM HAL TERJADI KERUSAKAN ATAU KEHILANGAN BARANG JAMINAN DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) KOTA MADIUN Rizki Sukma Hapsari Email: rizkishapsari@gmail.com Mahasiswa Magister

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tanda tangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Wanprestasi Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk, tidak memenuhi, terlambat, ceroboh, atau tidak lengkap memenuhi suatu perikatan. Wanprestasi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentu terutama bagi lapisan masyarakat tingkat menengah ke bawah.

BAB I PENDAHULUAN. menentu terutama bagi lapisan masyarakat tingkat menengah ke bawah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan terpuruknya sendi perekonomian di Indonesia yang disebabkan terjadinya krisis moneter (krismon) sejak pertengahan tahun 1997 sampai dengan sekarang, kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mempertahankan hidupnya haruslah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah bergantung pada kondisi

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

PENYALAHGUNAAN KEADAAN

PENYALAHGUNAAN KEADAAN PENYALAHGUNAAN KEADAAN Oleh Hirman Purwanasuma, S.H. Buku ketiga KUHPerdata, tentang Perikatan, van verbintenissen. Tidak disebutkan apa itu perikatan, tapi ada petunjuk bahwa perikatan adalah untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi serta dilaksanakan seirama dan serasi dengan kemajuan-kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi serta dilaksanakan seirama dan serasi dengan kemajuan-kemajuan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pantang menyerah dan terus berusaha! Kalimat tersebut merupakan kalimat yang dapat menumbuhkan semangat dalam menghadapi segala tantangan yang ada dalam menjalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia lain. Hanya saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum antar manusia maupun badan hukum sebagai subjek hukum, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. hukum antar manusia maupun badan hukum sebagai subjek hukum, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dewasa ini sangat berdampak pada hubungan hukum antar manusia maupun badan hukum sebagai subjek hukum, yaitu hubungan yang terjadi akibat

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2 PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penerapan klausula

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PEGADAIAN. sejarah pegadaian di indonesia, berasal dari Bank Van Leening zaman VOC. 1 Pada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PEGADAIAN. sejarah pegadaian di indonesia, berasal dari Bank Van Leening zaman VOC. 1 Pada 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PT. PEGADAIAN 2.1 Sejarah PT.Pegadaian Perusahaan jawatan pegadaian Negara, sebagai sebuah lembaga di dalam sejarah pegadaian di indonesia, berasal dari Bank Van Leening

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT

GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT GADAI DAN HAK KEBENDAAN TINJAUAN YURIDIS GADAI SEBAGAI HAK KEBENDAAN UNTUK JAMINAN KREDIT SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah perekonomian yang terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan usahanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perjanjian jual beli sangat banyak macam dan ragamnya, salah satunya adalah perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi dan kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi dan kerjasama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara berkembang yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor. Dengan semakin meningkatnya pembangunan, otomatis kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga keuangan adalah badan usaha yang menghlmpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian dana yang dihimpun tersebut disalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA 3.1 Perlindungan hukum bagi kreditur penerima gadai dari tuntutan

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Menjalin suatu hubungan / interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan jangka panjang yang dilakukan bangsa Indonesia mempunyai sasaran utama yang dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini berbagai macam usaha dan kegiatan dapat dilakukan dalam rangka untuk memenuhi pangsa pasar di tengah-tengah masyarakat.permintaa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya adalah usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry. Usaha ini banyak

Lebih terperinci