2016 KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2016 KONTRIBUSI KETERHUBUNGAN SEKOLAH (SCHOOL CONNECTEDNESS) TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PEKERJAAN"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti berharap dapat memiliki masa depan yang sukses. Akan tetapi, untuk merealisasikannya tidak cukup hanya dengan berharap. Berbagai usaha harus dilakukan untuk mencapai masa depan yang sesuai dengan harapan. Salah satu usahanya yaitu dengan mempersiapkan diri sejak dini. Selain berfokus pada usaha yang dilakukan saat ini, untuk mempersiapkan masa depan, individu juga harus dapat memutuskan arah dan tujuan dalam hidupnya. Usia remaja diidentifikasi sebagai masa yang penting untuk mengembangkan orientasi masa depan. Menurut Trommsdorff, G. (1986, hlm. 121), remaja harus menghadapi ketidakamanan yang berkaitan dengan pembentukan identitas diri sekarang dan masa depan mereka, juga terhadap lingkungan masa depan mereka. Remaja dihadapkan pada berbagai macam tugas perkembangan diantaranya pembentukan identitas peran gender, pembuatan pilihan karir, dan memperoleh otonomi dari orang tua. Pencapaian tugas-tugas perkembangan ini tentunya akan berpengaruh terhadap pencapaian tugas pada periode perkembangan selanjutnya di masa depan, seperti pernikahan, pekerjaan, dan gaya hidup (Nurmi, J.E., 1991, hlm. 9). Pada masa remaja, individu mulai membayangkan akan menjadi apa mereka di kemudian hari dan muncul keinginan-keinginan untuk mencapai sesuatu yang pada masa sekarang belum bisa mereka capai. Hal ini sejalan dengan pendapat Rarasati, N. dkk. (2012, hlm. 1264) yang menyebutkan bahwa orientasi masa depan tentu saja memengaruhi cara remaja mempersiapkan kehidupan sekarang untuk mencapai tujuan mereka. Salah satu minat remaja dalam mengembangkan orientasi masa depan adalah minat terhadap pendidikan yang juga dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan. Jika mereka mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan. Biasanya remaja 1

2 lebih menaruh minat pada pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya (Hurlock, E.B., 1980, hlm. 220). 2

3 3 Bagi remaja, aspirasi masa depan dapat dikonseptualisasikan sebagai pendidikan dan jabatan impian yang mereka miliki untuk pekerjaan masa depan mereka. Sebuah penelitian besar menunjukkan bahwa aspirasi remaja di masa depan, di bidang karir, pendidikan dan keluarga, secara signifikan mempengaruhi pengalaman hidup mereka nantinya (Sirin, S.R., dkk, 2004, hlm. 438). Semua studi mengenai harapan, tujuan, dan ekspektasi menunjukkan bahwa remaja paling tertarik dalam pekerjaan dan pendidikan masa depan mereka (Nurmi, J.E., 1991, hlm. 16). Sehingga, dapat dinyatakan bahwa salah satu bidang yang menjadi pusat perhatian atau titik berat pandangan remaja tentang masa depan adalah bidang pekerjaan. Berpikir dan merencanakan masa depan sangat penting bagi remaja karena beberapa alasan. Pertama, remaja dihadapkan dengan sejumlah tugas perkembangan normatif (Dittmann-Kohli, 1986; Havighurst, 1948/1974), yang ditetapkan oleh orang tua mereka, teman sebaya, dan guru, yang sebagian besar berhubungan dengan perkembangan selama rentang kehidupan. Oleh karena itu, Nurmi, J.E. menekankan bahwa berpikir tentang masa depan adalah penting. Kedua, keputusan orientasi masa depan remaja, berkaitan dengan karir, gaya hidup, masa depan keluarga, dan hal-hal penting yang memengaruhi kehidupan dewasa mereka nanti. Ketiga, cara remaja melihat masa depan memainkan peran penting dalam pembentukan identitas mereka, yang sering didefinisikan dalam hal eksplorasi dan komitmen mengenai kepentingan orientasi masa depan (Bosma, 1985; Marcia, 1980) (dalam Nurmi, J.E., 1991, hlm. 1). Dalam buku penataan pendidikan professional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan (Depdiknas, 2008, hlm. 197), menyebutkan bahwa tujuan pelayanan bimbingan dan konseling ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Dengan demikian,

4 4 bimbingan dan konseling di sekolah harus mampu membantu peserta didik mengembangkan orientasi untuk masa depannya. Perencanaan pekerjaan di masa depan berkaitan dengan pendidikan yang dipilih pada masa sekarang, seperti dalam peminatan atau penjurusan di Sekolah Menengah. Pada setiap tahun, banyak anak muda yang menamatkan studi dari jenjang pendidikan tertentu. Banyak dari mereka mengharapkan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, ada juga yang memang tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan tetapi langsung memasuki dunia pekerjaan, yang tentunya mereka juga mengharapkan agar dapat diterima pada lapangan kerja yang sesuai (Prayitno & Amti, E., 2004, hlm. 276). Hal tersebut memang tidak akan menjadi masalah bagi individu yang sudah mempersiapkan diri menghadapi transisi setelah masa kelulusan. Akan tetapi, tidak sedikit remaja yang merasa bingung, cemas, dan bahkan tidak punya rencana sama sekali. Beberapa diantara mereka yang membuat rencana hanya berdasarkan kemauan dan keinginannya, tidak menyesuaikan dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki. Bahkan ada diantaranya hanya ikut-ikutan teman. Sehingga, ketika lulusan sudah masuk pada lembaga pendidikan atau jurusan tertentu, mereka tidak dapat mencapai hasil belajar yang baik. Pada akhirnya, mereka pun mengundurkan diri, pindah jurusan ataupun pindah sekolah. Sama halnya ketika seseorang yang diterima pada lapangan pekerjaan tertentu, yang setelah masuk mereka merasa tidak sesuai dengan pekerjaan tersebut, sehingga pemenuhan tugas-tugas atau kewajiban-kewajiban tidak berjalan dengan baik dan hasilnya pun tidak sesuai dengan harapan. Bagi lulusan SMK yang memang pada masa pendidikan disekolahnya sudah diarahkan atau disiapkan untuk menghadapi lapangan kerja, mungkin tidak akan terlalu sulit dalam menentukan rencana setelah menamatkan sekolah. Hal ini dilihat dari spesialisasi jurusan yang beragam pada pendidikan di SMK dan banyaknya praktek yang dilakukan pada masa sekolah. Namun, bagi lulusan SMA tentunya akan berbeda, karena spesialisasi jurusan di SMA hanya terdiri dari jurusan IPA/MIA, IPS/IIS, dan Bahasa. Di SMK, siswa dibekali dengan ilmu-ilmu yang bersifat aplikatif dalam bentuk-bentuk keterampilan tertentu. Sehingga,

5 5 lulusan SMK sudah langsung siap menghadapi dunia kerja, walaupun tidak menutup kemungkinan bagi lulusan yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, di SMA, siswa lebih diajarkan teori atau dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan dilanjutkan pada program studi yang lebih spesifik di perguruan tinggi. Beberapa individu yang pindah jurusan ketika di perguruan tinggi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya yaitu pertimbangan karir dan prospek ekonomi di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi siswa SMA yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, agar mempersiapkan diri lebih baik, yaitu memilih peminatan dengan memperhatikan kemampuan, minat dan bakat yang dimiliki sehingga setelah lulus SMA dan memasuki perkuliahan nantinya secara bertahap akan membangun jaringan yang sesuai kompetensi dan akan mempermudah dalam memasuki bidang pekerjaan yang diharapkan di masa depan. Dengan demikian, penting adanya pengembangan orientasi masa depan bidang pekerjaan bagi siswa. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orientasi tujuan masa depan remaja dan dewasa awal dipengaruhi oleh konteks sosial budaya di tempat mereka dibesarkan (Jambori, S., dan Sallay, H., 2003, hlm.131). Chen, P. dan Vazsonyi, A.T., (2013, hlm. 67) meneliti tentang orientasi masa depan, konteks sekolah, dan perilaku bermasalah pada sampel sebanyak 9163 siswa kelas 9 sampai kelas 12 dari 85 Sekolah National Longitudinal Study of Adolescent Health. Hasil penelitian memberikan bukti bahwa orientasi masa depan remaja dikaitkan secara independen dan negatif dengan masalah perilaku. Penelitian Iovu, M.B. (2014, hlm. 433) tentang harapan positif dan kekhawatiran masa depan remaja pada transisi mereka menuju dewasa, dengan partisipan sebanyak 3509 siswa, menunjukkan bahwa remaja merasa masa depan mereka sebagian besar dalam hal yang positif. Pengaruh terbesar bagi harapan positif yaitu kepercayaan diri dan dukungan guru, sementara ekspektasi negatif diprediksi oleh rendahnya dukungan guru, percaya diri, dan dukungan teman sebaya. Selain itu, dalam sebuah penelitian, perbedaan usia pada orientasi masa depan melalui sampel dari 935 individu dengan usia antara 10 dan 30 tahun

6 6 menggunakan delay discounting task yang merupakan pengukuran baru selfreport. Remaja awal secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah untuk masa depan daripada individu berusia 16 dan lebih tua, serta dalam karakteristik dirinya, mereka kurang peduli tentang masa depan dan lebih kecil kemungkinannya untuk mengantisipasi konsekuensi dari keputusan mereka (Steinberg, L. dkk., 2009, hlm. 28). Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %) menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022) lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan siswa SMK. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan mengakui tak semua lulusan SMA/sederajat bisa meneruskan ke jenjang perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Menurut Anies hanya 60 persen yang bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Mereka yang tak melanjutkan kuliah, pilihan utamanya bekerja. Namun hal ini pun tak mudah. Data di Kemendikbud menunjukkan, serapan kerja lulusan SMK sebesar 85 persen (dari total jumlah lulusan SMK pada 2014). Sementara lulusan SMA angkanya jauh di bawah itu (dilansir dari Kaltim Post, 2015). Khusus lulusan SMA yang terpaksa mencari kerja, mereka dihadapkan pada persaingan yang tidak berimbang dengan lulusan SMK dari segi keterampilan dan mentalitas kerja. Vivi Alatas, analisis Ekonom Senior Bank Dunia mengungkapkan, Sebanyak 20 persen tenaga kerja lulusan SMA banyak bekerja di sektor tanpa keterampilan, 65 persen semi-skilled, statistik ini disebabkan minimnya akses lulusan SMA ke bursa kerja dan mengambil lapangan kerja yang diperuntukkan untuk lulusan SD dan SMP. Fenomena ini imbas dari kegagalan lulusan pendidikan tinggi, khususnya para sarjana yang juga menganggur, dan akhirnya mengambil jatah lulusan SMA (Meidianoor, Undas.co, 2015).

7 7 Selain itu, faktor-faktor yang juga mempengaruhi masalah terkait bidang pendidikan dan pekerjaan seperti contoh kasus diatas yaitu kesejahteraan keluarga, rendahnya harapan peserta didik dan orang tua terhadap proses pendidikan, dan kurangnya orientasi untuk masa depan. Selain itu, ada beberapa penelitian sebelumnya yang mendukung data tersebut. Dalam sebuah penelitian dengan partisipan sebanyak orang (51,9% perempuan) berusia antara 9 dan 16 tahun yang melaporkan keterhubungan (connectedness) mereka dengan keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka tentang orientasi masa depan. Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih positif dari orientasi masa depan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui efek dari variabel konteks satu sama lain (Crespo, C. dkk, 2013, hlm. 993). Dalam interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan guru, individu mempelajari harapan normatif mengenai perkembangan kehidupan, model peran yang terkait, dan standar perilaku (Nurmi, J.E., 1991, hlm. 30), sehingga hal-hal tersebut akan mempengaruhi cara pandang individu tentang masa depan. Hal ini karena, dari interaksi dengan orang-orang terdekat, individu mendapatkan informasi-informasi yang bisa dijadikan sebagai referensi dalam perencanaan masa depannya. Lembaga pendidikan membuat konteks penting lain dari banyaknya kehidupan remaja, yang secara khusus ditujukan untuk memberikan sumber daya pada remaja dalam mempersiapkan mereka untuk masa dewasa (Brown, B.B. & Larson, R.W., 2002, hlm. 7). Di sekolah siswa-siswa dibimbing dan dibina serta diberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Sirin, S.R., dkk. (2004, hlm. 437), yang menyebutkan bahwa sekolah dan mentoring disediakan untuk remaja oleh orang tua dan orang dewasa lainnya, yang bertujuan membantu mempersiapkan mereka menuju peran dewasa yang sesuai dengan budaya. Menurut Bowlby (dalam Crespo, dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa depan mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan baik dengan konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman untuk mengeksplorasi pilihan masa depan dan menavigasi dunia sosial. School

8 8 connectedness mengacu pada kepercayaan siswa bahwa orang dewasa di sekolah peduli tentang pembelajaran mereka seperti halnya mereka sebagai individu (Blum, R.W. & Libbey, H.P., 2004, hlm. 231). Sejauh ini, telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memprediksi orientasi masa depan dan menguji faktor-faktor tersebut dalam membentuk pemikiran dan perencanaan remaja tentang masa depan mereka. Dilihat dari penelitian sebelumnya, khususnya di Indonesia, secara spesifik penelitian tentang keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi masa depan belum dilakukan. Maka dari itu, penelitian ini bermaksud untuk meneliti seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri 6 Bandung pada tanggal 23 maret 2016 melalui wawancara dengan guru BK, diketahui bahwa untuk kurikulum yang digunakan saat ini mengharuskan peminatan dimulai sejak siswa masuk ke SMA. Penetapan belajar siswa dilakukan sesuai dengan kondisi dan daya dukung masing-masing satuan pendidikan. Guru BK/Konselor mempertimbangkan beberapa alternatif dalam proses pemilihan dan penetapan peminatan siswa, dintaranya yaitu berdasarkan prestasi belajar siswa ketika di SMP/MTs, prestasi UN, prestasi non akademik di SMP/MTs, minat belajar siswa, data deteksi/rekomendasi dari guru BK di SMP/MTs, serta perhatian dan harapan orang tua. Namun, ketika penetapan peminatan tersebut sudah diumumkan, ada beberapa siswa yang tidak setuju dengan hasil penetapan tersebut. Hal itu terjadi setiap tahunnya, yaitu ketika penerimaan siswa baru. Berbagai alasan melatarbelakangi ketidaksetujuan terhadap hasil keputusan peminatan, seperti siswa yang memang merasa tidak berkeinginan masuk pada jurusan tertentu atau menginginkan masuk pada jurusan tertentu, yang biasanya disebabkan karena siswa memandang suatu jurusan lebih unggul dibandingkan dengan jurusan lainnya. Selain itu, orangtua siswa yang menginginkan anaknya memasuki jurusan tertentu karena obsesi mereka agar anaknya dapat masuk jurusan yang menurut mereka lebih unggul ataupun pandangan mereka tentang masa depan pekerjaan anaknya nanti.

9 9 Hal tersebut menjadi sulit ketika keinginan siswa/orangtua siswa tidak didasarkan atau tidak mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki siswa. Ketika masalah tersebut muncul, maka guru BK memberikan pemahaman kepada siswa dan orangtua yang tidak setuju dengan hasil peminatan yang telah ditetapkan. Namun, jika siswa/orangtua siswa tetap bersikeras agar pindah peminatan, maka guru BK mencari alternatif lain yaitu dengan melihat persyaratan untuk memasuki suatu peminatan, apakah kemampuan siswa tersebut cukup memadai walaupun tidak terlalu tinggi, selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk pindah peminatan. Dampaknya, beberapa siswa yang pindah peminatan tapi tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, ketika di semester 2 atau ketika memasuki kelas XI, beberapa diantaranya ada yang mengeluh karena merasa tertinggal dari teman-temannya, sehingga prestasi siswa tersebut pun cenderung rendah. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, menunjukkan bahwa beberapa siswa ketika memutuskan untuk memasuki suatu peminatan di SMA, diantaranya tidak memperhatikan/mempertimbangkan kemampuannya dengan tuntutan dalam suatu peminatan/jurusan yang berkaitan dengan pengembangan dirinya dalam mempersiapkan masa depan terutama dalam bidang pekerjaan. Sehingga hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan salah satu penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa orientasi masa depan remaja SMA sudah tinggi, dan memang seharusnya pada masa remaja, seseorang harus sudah mampu mengembangkan orientasi masa depannya, namun kenyataannya beberapa remaja masih belum memiliki orientasi masa depan yang jelas, termasuk dalam bidang pekerjaannya. Ketidaksesuaian itulah yang dijadikan gap dan melatar belakangi penelitian ini. Dalam penelitian ini akan mengungkap bagaimana orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan atau karir, karena ketika siswa memutuskan untuk memasuki suatu peminatan/jurusan, tentunya penting untuk mempertimbangkan prospek kedepannya dari pilihan peminatan ketika di SMA dan kesesuaian peminatan tersebut terhadap pemilihan jurusan di Perguruan Tinggi dan cita-cita pekerjaannya di masa depan. Selain itu, sekolah juga berperan dalam

10 10 pengembangan orientasi masa depan siswa. Dukungan-dukungan dari berbagai pihak sekolah akan membantu siswa dalam mendapatkan ilmu pengetahuan untuk bekal menjalani kehidupan dan mempersiapkan masa depan, termasuk juga membantu siswa dalam mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan karir masa depan. Berdasarkan wawancara dengan guru BK SMA Negeri 6 Bandung, diketahui bahwa beberapa siswa kelas XI masih merasa bingung dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya, terutama masa depan bidang pekerjaan. Menurut Hurlock, E.B. (1980, hlm. 221), anak SMA mulai memikirkan masa depan mereka secara bersungguh-sungguh. Remaja akhir/remaja yang lebih tua lebih memikirkan apa yang akan dilakukan dan apa yang mampu dilakukan. Semakin mereka mendengar dan membicarakan berbagai jenis pekerjaan, semakin ia kurang yakin mengenai apa yang akan dilakukan. Remaja juga memikirkan cara untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Penelitian tentang kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan perlu dilakukan untuk mendapatkan data yang empiris tentang orientasi masa depan bidang pekerjaan dan keterhubungan sekolah (school connectedness). Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan pertimbangan dalam pembuatan layanan bimbingan dan konseling yang nantinya setelah diketahui kontribusinya, konselor mampu menyusun layanan yang dapat meningkatkan keterhubungan sekolah (school connectedness) siswa di sekolah, sehingga dapat mengembangkan orientasi masa depan mereka. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Tujuan dan kepentingan pribadi memainkan peran penting pada perkembangan manusia karena keduanya mengarahkan perencanaan kehidupan, pengambilan keputusan, dan tentu saja untuk kehidupan masa depan. Tujuan remaja biasanya berhubungan dengan pekerjaan masa depan dan pendidikan (Nurmi, J.E., 1992, hlm. 487).

11 11 Teori di lapangan setuju bahwa orientasi masa depan dibentuk oleh kekuatankekuatan dalam dunia sosial remaja dan harus dipahami pada kerangka relasional, baik secara kontekstual dan interpersonal (Nurmi, 1991; Nuttin, 1984). Pada tingkat kontekstual, hal itu adalah dalam konteks sosialisasi primer seperti keluarga dan sekolah, saat pandangan diri, orang lain, dunia, dan masa depan disampaikan dan diperoleh. Pada tingkat interpersonal, remaja sering membahas rencana masa depan mereka dengan orang-orang penting dalam hidup mereka seperti orang tua, saudara, teman dan guru (dalam Crespo, C., dkk, 2013). Berkenaan dengan pengaruh sekolah, literaturnya masih jarang. Namun, penelitian Israelashvili, M. (1997, hlm. 525) menemukan hubungan antara rasa keanggotaan sekolah yang tinggi dan harapan masa depan remaja. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Goodenow, C. dan Grady, K.E. (2010, hlm. 60) menunjukkan hubungan positif antara rasa memiliki sekolah dan hasil (outcome) yang dekat dengan orientasi masa depan seperti harapan siswa, motivasi sekolah dan usaha/ketekunan pada pekerjaan akademik yang sulit. Penelitian Steinberg, L. dkk., (2009, hlm. 28) menyatakan bahwa remaja awal secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah untuk masa depan daripada individu berusia 16 dan yang lebih tua. Selain itu, penelitian Crespo, C. dkk. (2013, hlm. 993) dengan partisipan sebanyak orang (51,9% perempuan) berusia antara 9 dan 16 tahun yang melaporkan keterhubungan (connectedness) mereka dengan keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka tentang orientasi masa depan. Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih positif dari orientasi masa depan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui efek dari variabel konteks satu sama lain. Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %) menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022) lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan siswa SMK. Sedangkan pada kenyataannya, masih ada beberapa

12 12 siswa SMA yang memiliki orientasi masa depan yang masih kurang atau belum jelas. Menurut Bowlby (dalam Crespo, C. dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa depan mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman untuk mengeksplorasi pilihan masa depan dan menavigasi dunia sosial. Persepsi siswa tentang dukungan guru dan rasa memiliki sekolah (school belonging) memainkan peran krusial dalam perasaan keterhubungan ke sekolah dan kesejahteraan sosioemosional (Stracuzzi, N.F. & Mills, M.L. 2010, hlm. 7). Dengan demikian, siswa terhubung dengan lingkungan sekolah ketika terjalinnya hubungan yang positif dan saling menghormati dan/atau menghargai antara siswa dengan orang-orang yang ada di sekolah, seperti guru, staf sekolah dan siswa lainnya. Hal ini salah satunya ditunjukkan dengan perasaan siswa yang mendapat dukungan kuat dari gurunya dalam proses pembelajaran. Siswa yang merasa terhubung pada sekolah, suka untuk pergi ke sekolah, mereka menyukai guru mereka dan siswa lainnya, dan mereka berkomitmen untuk belajar, menyelesaikan tugas mereka, dan melakukan yang terbaik. Menurut Eccles (1993) sebagian besar saat di SD, siswa merasa terhubung pada sekolah mereka, school connectedness pada umumnya mulai menurun di SMP. Di SMA, sebanyak 40-60% dari semua remaja, baik itu remaja urban (perkotaan), sub urban, dan rural (pedesaan), melaporkan terputus dari sekolah/tidak terhubung ke sekolah (Klem & Connel, 2004), menunjukkan bahwa mereka tidak menyukai guru mereka, kurangnya minat di sekolah, dan tidak menemukan pekerjaan sekolah yang bermakna atau menarik (dalam Monahan, K.C. dkk., 2010, hlm. 3). Survei BC Kesehatan Remaja (2008 dan 2013) menegaskan bahwa siswa yang melaporkan school connectedness yang tinggi lebih mungkin berharap untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (BC School Centered Mental Health Coalition, 2014, Beberapa penelitian telah menunjukkan betapa pentingnya orientasi masa depan bagi remaja, selain membantu merencanakan juga membantu mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Namun, beberapa remaja

13 13 masih kesulitan dalam menentukan arah dan tujuan dalam hidupnya, seperti dalam menentukan pentingnya pendidikan bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang, dengan kata lain kurangnya orientasi masa depan dalam diri mereka. Penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia, telah menghubungkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap orientasi masa depan remaja, seperti dukungan orangtua dan hubungan dengan teman sebaya, namun belum ada yang secara spesifik meneliti tentang school connectedness dengan orientasi masa depan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian kembali di Indonesia pada usia remaja serta disesuaikan dengan budaya lokal, agar didapat data empiris tentang seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan siswa khususnya di Indonesia. Berdasarkan identifikasi masalah penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness) siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016? Bagaimana gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016? Seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pernyataan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah menghasilkan gambaran empirik mengenai: Gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/ Gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness) siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

14 Kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/ Manfaat Penelitian Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan serta referensi khususnya mengenai gambaran keterhubungan sekolah (school connectedness) dengan orientasi masa depan serta membantu perkembangan teori orientasi masa depan, khususnya dalam seting sekolah Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat, yaitu: a. Menjadi pertimbangan konselor/guru BK untuk meningkatkan orientasi masa depan siswa terutama dalam bidang pekerjaan melalui layanan bimbingan dan konseling dengan pendekatan yang juga meningkatkan keterhubungan sekolah (school connectedness) bagi seluruh siswa di sekolah. b. Bahan kajian dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi masa depan, diharapkan peneliti selanjutnya mengembangkan hasil penelitian ini dengan menguji seberapa efektif intervensi dengan menggunakan pendekatan keterhubungan sekolah (school connectedness) pada siswa terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaannya. 1.5 Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi mengenai kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan, studi deskriptif pada siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 terdiri dari lima bab. Bab 1 Pendahuluan, memaparkan latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. Bab II Kajian pustaka memaparkan konsep-

15 15 konsep/teori-teori dalam bidang yang dikaji, penelitian terdahulu yang relevan, dan kerangka pemikiran. Bab III Metode penelitian memaparkan desain penelitian, partisipan penelitian, populasi dan sampel, perumusan dan pengembangan instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan anlisis data. Bab IV Temuan dan pembahasan memaparkan tentang temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian Bab V Simpulan, implikasi, dan rekomendasi terdiri dari simpulan, implikasi, rekomendasi, utamanya bagi yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling serta peneliti selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V ini dipaparkan hal-hal yang berkenaan dengan simpulan dan rekomendasi penelitian. Simpulan penelitian dikemukakan secara sistematis sesuai dengan pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di dalam bidang pendidikan. Perubahan perubahan tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di dalam bidang pendidikan. Perubahan perubahan tersebut menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, banyak terjadi perubahan baik dalam bidang teknologi, ekonomi, sosial-budaya, dan tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penulisan Era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang baru dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Jurnal Anisah: 2015.) menyebutkan bahwa siswa SMA berada pada masa

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Jurnal Anisah: 2015.) menyebutkan bahwa siswa SMA berada pada masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap siswa pasti ingin mempunyai masa depan yang baik, cerah dan sesuai dengan impian. Upaya untuk mewujudkan impian yang diinginkan harus mempunyai perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai harapan serta cita-cita sendiri yang ingin dicapai. Mencapai suatu cita-cita idealnya memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja, dalam hal ini pelajar dipandang sebagai generasi muda yang memegang peranan penting sebagai generasi penerus dalam pembangunan masyarakat, bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat memasuki dunia kerja, demikian halnya dengan pendidikan di SMA. Kurikulum SMA dirancang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada dalam tahapan usia remaja, yang

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan menjelaskan beberapa hal penting sebagai dasar dalam penelitian. Bab ini membahas latar belakang mengenai topik atau isu yang diangkat dalam penelitian, rumusan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor kesuksesan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan pekerjaan dan karier yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk individu-individu yang memasuki masa remaja madya yang berusia 15-18 tahun. Masa remaja merupakan suatu periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik secara fisik, psikologis, dan sosial. Secara sosial, perkembangan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia menempati peringkat kedua setelah China. Ekonomi Indonesia triwulan III-2015

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia menempati peringkat kedua setelah China. Ekonomi Indonesia triwulan III-2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, keadaan ekonomi di Indonesia sedang meningkat, pertumbuhan ekonomi di Indonesia menempati peringkat kedua setelah China. Ekonomi Indonesia triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan seseorang. Kualitas kehidupan seseorang dapat ditingkatkan melalui pendidikan. Demikian pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan semakin terbukanya pasar dunia, Indonesia dihadapkan pada persaingan yang semakin luas dan berat. Ketidakmampuan dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa SMA merupakan masa ketika remaja mulai memikirkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa SMA merupakan masa ketika remaja mulai memikirkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa SMA merupakan masa ketika remaja mulai memikirkan dan memutuskan tentang masa depannya baik mengenai jurusan yang akan diambil di sekolahnya (IPA atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi dan modernisasi, banyak terjadi perubahanperubahan dalam berbagai sisi kehidupan yang mengharuskan setiap manusia tanpa terkecuali

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang kehidupan. Persaingan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, teknologi politik, menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan adalah serangkaian proses progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1980: 2). Manusia selalu dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dipandang sebagai masa permasalahan, frustrasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dipandang sebagai masa permasalahan, frustrasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dipandang sebagai masa permasalahan, frustrasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan tersisihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerukan kepada seluruh bangsa di dunia bahwa jika ingin membangun dan

BAB I PENDAHULUAN. menyerukan kepada seluruh bangsa di dunia bahwa jika ingin membangun dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang semakin maju dan berkembang, pendidikan menjadi salah satu faktor kesuksesan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswi adalah sebutan bagi wanita yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi sebagai dasar pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sejalan dengan meningkatnya usia mereka terdapat beberapa penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran guru sangat strategis pada kegiatan pendidikan formal, non formal maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara pendidik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa Remaja terkadang mereka masih belum memikirkan tentang masa depan mereka

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi, sosial, budaya masyarakat dewasa ini semakin pesat. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan mengembangkan kepribadian dan potensi (bakat, minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia pada tingkat satuan menengah atas saat ini di

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia pada tingkat satuan menengah atas saat ini di 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan di Indonesia pada tingkat satuan menengah atas saat ini di desain untuk mengarahkan peserta didik dapat belajar sesuai dengan minat dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber daya manusia dipandang sebagai faktor kunci dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber daya manusia dipandang sebagai faktor kunci dalam era BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia dipandang sebagai faktor kunci dalam era perdagangan bebas. Persaingan dan tuntutan di dunia kerja pun membutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang dari penelitian ini yaitu permasalahan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang dari penelitian ini yaitu permasalahan yang dihadapi 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar belakang dari penelitian ini yaitu permasalahan yang dihadapi siswa SMP dalam memutuskan untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Misalnya seorang siswa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu adalah komitmen yang kuat untuk belajar. Komitmen dalam konteks pendidikan dan belajar harus merupakan

Lebih terperinci

remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis diantaranya adalah keinginan untuk studi serta mulai memikirkan masa depannya dengan lebih serius.

remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis diantaranya adalah keinginan untuk studi serta mulai memikirkan masa depannya dengan lebih serius. I. Pendahuluan Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada persiapan memenuhi tuntutan dan peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2002). Hurlock (2004) menyatakan bahwa remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengalaman yang remaja peroleh dalam memantapkan

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengalaman yang remaja peroleh dalam memantapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Konsep diri yang dimiliki remaja akan mengalami perkembangan secara terus menerus. Semakin luas pergaulan remaja dalam mengenal lingkunganya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah media penghantar individu untuk menuju masa depan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu solusi atau upaya yang dibuat agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap terjun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang mengakibatkan banyak orang tidak mendapatkan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kunci keberhasilan suatu negara. Perkembangan dunia bisnis memberikan

BAB I PENDAHULUAN. dan kunci keberhasilan suatu negara. Perkembangan dunia bisnis memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan produk pendidikan dan kunci keberhasilan suatu negara. Perkembangan dunia bisnis memberikan lapangan kerja yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan kata lain SMK dapat menghasilkan lulusan yang siap kerja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang bisa ditempuh oleh siswa yang telah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa SMA secara psikologis sedang memasuki perkembangan masa remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Menurut Hurlock (2009: 207)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan dalam hidup. Tuntutan-tuntuan itu tidak hanya pada satu aspek atau bidang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kualitas tenaga kerja merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Artinya bahwa kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mengalami permasalahan di bidang sosial, politik, ekonomi. Permasalahan yang paling umum dirasakan masyarakat adalah permasalahan ekonomi dan seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang sarjana merupakan gerbang awal bagi mahasiswa untuk memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu universitas,

Lebih terperinci

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia adalah unik, dan peserta didik yang memasuki masa remaja harus dapat menyadari hal tersebut. Melalui layanan bimbingan konseling disekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam kehidupan manusia yang sehat, di manapun dan kapanpun mereka berada.

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam kehidupan manusia yang sehat, di manapun dan kapanpun mereka berada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperoleh pekerjaan yang layak dan sesuai harapan, merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia yang sehat, di manapun dan kapanpun mereka berada.

Lebih terperinci

2016 KECENDERUNGAN INTEGRITAS AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

2016 KECENDERUNGAN INTEGRITAS AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Integritas akademik (academic integrity) saat ini merupakan isu pendidikan yang krusial dan menjadi perhatian utama dalam pengembangan pendidikan secara internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari hidup manusia dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. dari hidup manusia dalam menghadapi berbagai masalah untuk pemenuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia terlibat dengan banyak hal, dari yang sepele sampai yang kompleks. Pengambilan keputusan merupakan bagian dari hidup manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Ada beberapa tugas perkembangan yang harus dilakukan seorang remaja. Menurut Havighurst (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua harapan atau impian yang ingin dicapai oleh setiap mahasiswa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. semua harapan atau impian yang ingin dicapai oleh setiap mahasiswa. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan sebuah karir bagi mahasiswa akuntansi adalah tahap awal dari pembentukan karir tersebut. Memiliki karir yang baik dan menjanjikan merupakan semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diselenggarakan. Kaum muda diharapkan memiliki bekal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diselenggarakan. Kaum muda diharapkan memiliki bekal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, untuk memenuhi kewajiban masa depan itulah Lembagalembaga Pendidikan diselenggarakan. Kaum muda diharapkan memiliki bekal kompetensi yang memadai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA tergolong ke anak remaja yang memiliki rentang usia 15-18 tahun. Menurut Erickson masa remaja merupakan masa berkembangnya identity. Identitas diri ini mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu masa bagi individu untuk mempersiapkan diri guna memasuki masa dewasa. Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan, salah satu tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak pihak sekarang ini yang mengritik tajam sistem pendidikan di Indonesia. Ada yang merasa bahwa sekolah-sekolah di negeri ini hanya menghasilkan manusia-manusia

Lebih terperinci

2016 PROFIL ASPIRASI KARIR PESERTA DIDIK BERDASARKAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN GENDER:

2016 PROFIL ASPIRASI KARIR PESERTA DIDIK BERDASARKAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN GENDER: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karir merupakan salah satu aspek perkembangan individu yang bersifat sangat kompleks karena mengandung penggabungan dari banyak faktor dan bercirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi, pembentukan manusia yang berkualitas ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin bertambah, teknologi semakin canggih, serta ilmu pengetahuan semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia. Dengan diberlakukannya MEA (masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia. Dengan diberlakukannya MEA (masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini sangat mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia. Dengan diberlakukannya MEA (masyarakat ekonomi asean) di tahun 2016, tidak hanya membuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana mewujudkan proses belajar sepanjang hayat, menyentuh semua sendi kehidupan, semua lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah survei menunjukkan bahwa salah satu sumber kegelisahan terbesar para siswa di Sekolah Menengah adalah soal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah survei menunjukkan bahwa salah satu sumber kegelisahan terbesar para siswa di Sekolah Menengah adalah soal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah survei menunjukkan bahwa salah satu sumber kegelisahan terbesar para siswa di Sekolah Menengah adalah soal pemilihan jurusan di Perguruan Tinggi. Mereka bingung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Langgeng Wening Puji, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Langgeng Wening Puji, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Motivasi merupakan daya penggerak dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar demi mencapai satu tujuan. Motivasi memiliki peranan penting untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju, hal ini menyebabkan persaingan di dunia menjadi semakin ketat. Persaingan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) guna mendukung proses pembangunan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang harus dilalui yang dimulai sejak lahir sampai meninggal.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang harus dilalui yang dimulai sejak lahir sampai meninggal. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam rentang kehidupan manusia, terdapat tahap-tahap perkembangan yang harus dilalui yang dimulai sejak lahir sampai meninggal. Masa remaja merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di

BAB I PENDAHULUAN. Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karir merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, di mana pun dan kapan pun individu berada. Penelitian Levinson (1985) menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ali dan Asrori (2004) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah memilih dan menyiapkan lapangan pekerjaan, dimana minat utamanya tertuju pada pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilannya (underemployed) dan tidak menggunakan keterampilannya

BAB I PENDAHULUAN. ketrampilannya (underemployed) dan tidak menggunakan keterampilannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari seperempat angkatan muda Indonesia kini menganggur dan masih banyak lagi yang mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketrampilannya (underemployed)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis, dimana seluruh segi kehidupan bangsa dan negara di atur di dalamnya. Dalam pembukaan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, pendidikan semakin menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Pendidikan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu hal pokok di dalam mendukung serta menunjang demi terciptanya kemajuan suatu bangsa. Melalui pendidikan, kualitas dari suatu individu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di suatu lembaga sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan dan pekerjaan. Setelah lulus SMA mereka diberi peluang

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan dan pekerjaan. Setelah lulus SMA mereka diberi peluang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Siswa-siswi SMA merupakan individu yang berada pada taraf remaja. Kaum remaja pada umumnya telah mulai berpikir tentang perencanaan dalam bidang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu isue dalam rangka menghadapi era globalisasi, baik persiapan jangka pendek sesuai AFTA 2003 maupun persiapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Khoirunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Khoirunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu akan memberikan penilaian bila berhadapan dengan suatu situasi. Sebelum situasi tersebut hadir dalam kehidupannya, individu akan bersiap terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, persaingan yang sangat ketat terjadi di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, persaingan yang sangat ketat terjadi di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, persaingan yang sangat ketat terjadi di berbagai bidang sehingga membutuhkan keterampilan. Keterampilan tersebut dapat diperoleh melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Mata mengendalikan lebih dari 90 % kegiatan sehari-hari. Dalam hampir semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan kesehatan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pembangunan manusia merupakan kekuatan yang akan berperan sebagai kunci pembuka sebagai terwujudnya masa depan

Lebih terperinci

2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA

2015 KINERJA PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING ATAU KONSELOR DILIHAT DARI KUALITAS PRIBADI DAN FAKTOR BIOGRAFISNYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Individu dengan beragam potensi yang dimilikinya melakukan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Individu dengan beragam potensi yang dimilikinya melakukan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Individu dengan beragam potensi yang dimilikinya melakukan berbagai usaha mengarahkan diri pada pencapaian tujuan hidup yang dimilikinya. Tujuan hidup akan mudah tercapai

Lebih terperinci