BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya istilah kejahatan ini diberikan kepada suatu jenis perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan jahat. Kejahatan ditinjau dari segi psikologis merupakan manifestasi kejiwaan yang terungkap pada tingkah laku manusia yang bertentangan dengan normanorma yang berlaku dalam suatu masyarakat (Arrasjid, 1999). Menurut Kunarto (1997) ada dua karakteristik yang digunakan untuk menjelaskan dan mengidentifikasi pelaku kejahatan yaitu umur dan jenis kelamin. Berdasarkan umur, secara garis besar persentase para pelaku kejahatan hampir sama untuk kedua jenis kelamin. Perbandingan pelanggar pria dibanding pelanggar wanita cukup konsisten sesuai dengan penemuan kriminologi bahwa jumlah penjahat-penjahat pria yang tercatat jauh melebihi jumlah dari wanita. Tabel berikut menunjukkan jumlah pria dan wanita yang ditahan dan dipenjarakan dari tahun 2004 sampai tahun 2006 di lembaga pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan: 17

2 Table 1 Rasio pria dan wanita yang ditahan dan dipenjarakan, (Jumlah pria dan wanita ) Tahun Tahanan Narapidana Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Sumber: Buku Registrasi Tahanan Lapas Kelas I & Lapas Wanita (A I sampai A V ) dan Buku Registrasi Narapidana Lapas Kelas I & Lapas Wanita (B I, B Iia, B Iib, & B III ) tahun Dalam proses peradilan pidana, terdapat diskriminasi yang menyangkut seluruh sistem yang lebih menguntungkan kaum wanita, sehingga kaum pria akan lebih tinggi kemungkinannya untuk masuk penjara daripada kaum wanita. Dalam sistem peradilan pidana, pemrosesan para pelaku kejahatan diawali dengan ditahan, dituntut, dan akhirnya dinyatakan bersalah sehingga dengan demikian pelaku kejahatan tersebut resmi menyandang status sebagai narapidana (Kunarto, 1997). Menurut Harsono (1995) narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman. Selanjutnya, Harsono menambahkan bahwa narapidana adalah manusia yang tengah berada di persimpangan jalan karena narapidana harus memilih apakah akan meninggalkan atau tetap pada perilakunya yang dulu dan tengah mengalami krisis disosialisasi dengan masyarakat. Wilson (2005) mengatakan narapidana adalah manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik. Sebagai narapidana, mereka ditempatkan di dalam sebuah bangunan yang disebut penjara atau lembaga pemasyarakatan atau rutan. Bangunan tersebut 18

3 dirancang secara khusus sebagai tempat untuk membuat jera para pelanggar hukum atau pelaku tindak kejahatan, baik secara fisik maupun psikologis sehingga pada akhirnya mereka dapat menyesuaikan diri lagi dengan masyarakat (Harsono, 1995). Biasanya di dalam penjara, individu diberikan peran sebagai narapidana dan penjaga yang secara alami dan otomatis menerima dan memainkan peran tersebut dan dihubungkan dengan norma perilaku (Haney, dkk. dalam Turner, 2006). Lewat proses pemasyarakatan yang menekankan pembinaan diharapkan akan lahir manusia baru yang sehat, penuh kesadaran dan tanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat yang aman, tertib, dan damai (Wilson, 2005). Tangney, dkk. (2007) mengatakan hal yang senada, dimana program yang dilakukan dalam penjara dapat mengurangi keyakinan kriminogenik dan meningkatkan penyesuaian terhadap rasa bersalah. Di dalam penjara, para narapidana harus mengikuti tata cara yang berlaku sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Narapidana yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan sering diperlakukan sebagai objek, bahkan tidak pernah menjadi subjek (Wilson, 2005). Narapidana (baik laki-laki maupun perempuan) sering diperlakukan tidak seperti layaknya manusia misalnya: jumlah narapidana yang melebihi kapasitas hunian dalam sel, kondisi makanan yang di bawah standar kesehatan, fasilitas kesehatan yang sangat minim, waktu besuk yang sangat terbatas. Hal-hal tersebut sering menjadi pemicu terjadinya perkelahian antara narapidana karena napi yang satu sering mencuri makanan napi yang lain, bahkan saling ejek juga bisa menimbulkan perkelahian (Wilson, 2005). Young (2007) menambahkan, di balik 19

4 terali besi terjadi banyak tindakan kriminal dan kekerasan seksual. Okie (2007) juga menambahkan bahwa di dalam penjara banyak terjadi aktivitas yang berisiko seperti aktivitas seksual, dan lain-lain yang merupakan hasil dari rasa bosan, sepi dan percobaan. Narapidana yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan tidak hanya mengalami pidana secara fisik misalnya makanan dijatah, tetapi juga pidana secara psikologis misalnya hilangnya kebebasan individu, kasih sayang dari anak atau pasangan. Pidana secara psikologis merupakan beban terberat bagi setiap narapidana. Dampak psikologis dari pidana penjara antara lain adalah lost of personality, yaitu hilangnya kepribadian, identitas diri narapidana yang diakibatkan peraturan dan tata cara hidup di lapas/rutan, lost of security yaitu hilangnya rasa aman karena narapidana selalu dalam pengawasan petugas, lose of liberty yaitu hilang kemerdekaan, lost of personal comunication dimana kebebasan untuk berkomunikasi terhadap siapa pun dibatasi, lost of good and service yaitu kehilangan akan pelayanan, lost of heterosexual yaitu hilangnya naluri seks, kasih sayang, rasa aman bersama keluarga, lost of prestige yaitu kehilangan harga diri, lost of belief yaitu kehilangan rasa percaya diri, dan lost of creativity yaitu hilangnya kreatifitas bahkan impian dan cita-cita narapidana tersebut (Harsono, 1995). Kehilangan hak tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dalam kehidupan narapidana. Berikut kutipan hasil wawancara dengan beberapa subjek penelitian di lembaga pemasyarakatan (satu orang narapidana laki-laki dan satu orang narapidana wanita serta satu orang petugas lapas ): 20

5 Subjek 1 (Lapas kelas I) Yaa setelah saya berada di sini, saya merasa sangat kesepian, juga rindu kali sama anak-anak. Truss itu dia, kalau malam hari saya teringat sama anak-anak dan isteri, kan kalo di sini kita gak bisa bersama isteri jadi taulah kebutuhan itu (sambil malu-malu) seksual-gak bisa terpuaskan Di sini juga terasa jenuh kali karna kerjaannya itu-itu aja, paling nyuci baju, ke greja yang mau ke greja, sholat yang mau sholat dan kita juga hanya disini-sini aja, paling sekali tiga bulan ada keyboard yah gitulah biar gak jenuh. Sering juga terjadi perkelahian antar napi, itu bisa karna saling ejek kalo gak nahan emosi ya begitu..berkelahi. kalo udah gitu dimasukin ke ruang isolasi selama beberapa hari. Jadi kalo saya daripada kayak gitu yah.mengalahlah, pintar-pintar bergaul. Subjek 2 (Lapas Wanita) Saat pertama saya di sini, berat kali rasanya karna gimana di bilang, namanya juga yah.sekarang napi, saya harus menyesuaikan dengan situasi baru,,pekerjaan juga itu-itu aja, yah.cari kesibukanlah. Trus.. yang paling berat yang saya rasakan adalah saya malu sama anak saya, saya memikirkan perasaannya. Bagaimana dia sama temantemannya liat ibunya masuk penjara, pasti malu. Sekarang saya di sini, seharusnya saya bersama dia sebagai ibunya, tapi yah..beginilah. saya sangat merindukan anak saya. Subjek 3 (Petugas lapas) Yahh bagaimana di bilang ya, pastilah perasaannya itu sangat berat, apalagi dengan status sebagai narapidana, susah menerima itu. Banyak tekanan yang harus dirasakan, bukan hanya di sini, bahkan narapidana yang mau bebas sekalipun perlu dukungan untuk menghadapi tanggapan masyarakat, mereka malu..trus kalo misalnya malammalam itu paling menyedihkan dan pasti mereka teringat sama keluarga, kalo saya lagi jaga, saya kan jalan-jalan ke blok-blok, saya sedih melihat mereka di dalam selnya, tapi apa boleh buat, itu udah resiko, dimana mereka harus tidur berhimpit-himpitan. Kalo misalnya di bilang kalo mereka udah tidur gimana posisi awal yah seperti itulah sampe pagi karna gak bisa bergerak. Berdasarkan wawancara dengan narasumber, setelah narapidana berada di lembaga pemasyarakatan hubungan interpersonal narapidana tersebut sangat terbatas. Mereka dipisahkan dari dunia luar dan dari orang-orang yang mereka 21

6 sayangi seperti anak, pasangan, orang tua, dan saudara. Mereka harus berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan barunya. Narapidana tersebut mengatakan bahwa mereka jenuh dengan lingkungan dan kegiatan yang sama dari hari ke hari serta kondisi lapas yang sangat jauh berbeda dengan kehidupan mereka di luar lapas. Seperti yang telah diuraikan di atas, antara narapidana yang satu dengan narapidana yang lain juga sering terjadi perkelahian. Biasanya untuk menghindari hal tersebut sebagian narapidana memilih untuk mengalah karena kalau tidak mereka akan dimasukkan di ruang isolasi (untuk lapas kelas I) selama beberapa hari. Menurut narapidana tersebut perasaan yang paling berat dirasakan di dalam lapas adalah karena harus jauh dari keluarga yaitu anak, pasangan, orang tua. Perasaan ini biasanya muncul pada malam hari. Mereka teringat dan ingin bertemu dengan keluarga terutama anak dan pasangan untuk narapidana yang menikah. Widyaningrum (2004) mengatakan yang harus dihadapi narapidana saat ini adalah kenyataan bahwa mereka tidak dapat bertemu lagi atau memiliki kesempatan yang terbatas untuk bertemu dan bercanda dengan anak-anak mereka sehingga narapidana tersebut sering melamun, menyendiri, tidak mau bergaul dan berteman dengan narapidana yang lain bahkan ada narapidana yang menjadi stres dan pikirannya kacau ketika perasaan kangen terhadap keluarga datang terutama terhadap anak-anaknya. Hal ini akan berpengaruh secara psikologis pada individu yang dapat menimbulkan perasaan kesepian. Kesepian merupakan fenomena yang universal dan hal tersebut didiagnosa sebagai terminal illness (Rokach, 2000) dan kesepian merupakan masalah yang 22

7 penting dan serius (Fisiloglu & Demir, 1999). Menurut Felman (1995) kesepian adalah ketidakmampuan dalam menciptakan tingkat kepuasan afiliasi. Hal ini didukung oleh Brock (1997) yang mengatakan bahwa individu yang kesepian berhubungan dengan perilaku menyimpang sebagai seseorang yang secara umum tidak terpuaskan. Selanjutnya Perlman & Peplau (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2000) mengatakan bahwa kesepian terjadi sebagai akibat berkurangnya hubungan yang berarti dengan orang lain dan hal ini menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Hal yang senada juga dinyatakan oleh Peplau & Perlman (dalam Hawkley, dkk., 2003) bahwa walaupun kesepian dihubungkan dengan isolasi objektif dan dysphoria, namun ditemukan bahwa kesepian muncul sebagai akibat dari adanya perasaan kekurangan antara keinginan dengan hubungan sosial yang aktual. Selain itu, Brehm (2002) mengatakan bahwa kesepian juga dapat muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dalam suatu hubungan. Pada saat tertentu hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan sehingga orang tersebut tidak mengalami kesepian, tetapi pada saat yang lain, dimana hubungan tersebut tidak lagi memuaskan karena orang itu telah mengubah apa yang diinginkannya dari hubungan sosial. Baumeister (dalam Boomsma, 2005) mengatakan kesepian dapat terjadi apabila kebutuhan sosial dan kebutuhan intim tidak adekuat. Kemudian ditambahkan juga bahwa kesepian cenderung berfokus pada faktor individu, misalnya faktor kepribadian atau kurangnya kontak sosial (Rokach, 1998). 23

8 Brehm (2002) mengatakan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kesepian, yaitu: pertama, usia; berdasarkan penelitian Ostrov & Offer (dalam Brehm 2002) ditemukan bahwa orang yang paling kesepian berasal dari orangorang yang berusia remaja dan dewasa awal. Kedua, tingkat pendidikan; berdasarkan studi yang dilakukan oleh Page dan Cole s (dalam Brehm, 2002) mengatakan bahwa tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik dengan kesepian. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan individu, maka perasaan kesepian yang dirasakan oleh individu semakin rendah. Demikaian sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan individu, maka perasaan kesepian yang dirasakan individu semakin tinggi (Brehm, 2002). Ketiga, status pernikahan; Stack (dalam Brehm, 2002) mengatakan ada hubungan yang kuat antara kesepian dengan satus pernikahan, dimana orang yang tidak menikah lebih kesepian daripada orang yang menikah. Salah satu faktor penting yang menyebabkan munculnya kesepian adalah perpisahan dengan orang-orang yang dicintai seperti anak-anak dan keluarga. Perasaan ini biasanya dirasakan oleh individu yang terikat oleh hukum akibat perbuatannya yang melanggar hukum, sehingga individu ditempatkan di suatu tempat yang khusus yaitu di lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan merupakan suatu tempat yang tertutup dan jauh dari perhatian masyarakat dan keluarga. Selain itu, rasa kesepian tersebut muncul diakibatkan adanya ketidakmampuan subjek dalam memanfaatkan waktu yang dimilikinya seperti sebelum mereka masuk pada lingkungan barunya (Widyaningrum, 2004). Selanjutnya, Widyaningrum menambahkan bahwa lama masa hukuman dan sisa 24

9 masa hukuman yang harus dijalani akan mempengaruhi kesepian yang dialami oleh individu. Hal ini berarti bahwa semakin lama hukuman individu di Lembaga Pemasyarakatan dan semakin lama sisa masa hukuman individu, maka waktu yang harus dijalani oleh narapidana semakin lama, dengan demikian waktu untuk bertemu dan berkumpul dengan keluarga, anak, atau pasangan serta relasi akan semakin lama sehingga perasaan kesepian individu akan semakin tinggi. Rokach (2001) menambahkan bahwa hal yang paling mudah membuat penghuni penjara (narapidana) kesepian adalah perpisahan dari keluarga, jaringan sosial, dan komunitas mereka yang luas. Individu yang mengalami kesepian memiliki beberapa karakteristik. Ciri-ciri orang yang kesepian antara lain cenderung menyalahkan diri sendiri atas hubungan sosial yang buruk (Anderson & Snogdgrass, dalam Myers, 1999), menerima orang lain secara negatif (Jones, Wittenberg,& Reiss, dalam Myers, 1999), kesulitan dalam berteman dan berpartisipasi dalam kelompok (Rock, Spitzberg & Hurt, dalam Myers, 1999), cenderung menjadi pemalu, tidak asertif, (Jones & Cutrona, dalam Saks & Krupart, 1998), memiliki harga diri yang rendah dan cenderung menyalahkan diri sendiri daripada yang seharusnya atas kekurangan mereka (Frankel & Prentice-Dhun, dalam Santrock, 1999), memiliki kekurangan dalam keterampilan sosial (Riggio, Trockmorton & DePaola; Jones, Hobbs, & Hockenbury, dalam Santrock, 1999). Kesepian juga dihubungkan dengan perilaku maladaptif seperti depresi, bunuh diri, sikap bermusuhan, alkoholisme, konsep diri yang rendah, dan gangguan psikosomatis (Rokach, 2004). 25

10 Menurut Brehm (2002) beberapa orang rentan terhadap kesepian dan beberapa orang yang lain tidak. Perbedaan terhadap kesepian ini salah satunya berkaitan dengan perbedaan peran gender. Goldberg (dalam Santrock 1999) mengatakan perempuan dapat merasakan dan mengartikulasikan perasaan dan masalah yang mereka hadapi, sedangkan laki-laki tidak, karena laki-laki harus mengkondisikan dengan maskulinitas mereka. Secara ekstrim ideologi maskulinitas akan menghasilkan kesepian (Blazina, dkk. 2007). Menurut Basow (1992) berdasarkan stereotip peran gender, laki-laki cenderung lebih rentan terhadap kesepian dan perempuan cenderung jarang mengalami kesepian. Hal ini disebabkan, walaupun laki-laki dan perempuan memiliki need for affiliation dan need for intimacy yang sama, namun perempuan lebih dapat memenuhi kebutuhan tersebut bila dibandingkan dengan laki-laki. Kondisi ini dapat dilihat dari stereotip peran gender, dimana perempuan diharapkan berfungsi dengan baik dalam hubungan dengan orang lain (relationship) dan diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan orang lain seperti sensitivitas interpersonal, empati, pengekspresian dan pengasuhan, sehingga identitas diri yang dibentuk kebanyakan perempuan adalah identitas diri yang berorientasi pada hubungan (self in-relationship orientation). Sedangkan laki-laki diharapkan untuk lebih mandiri, asertif, berorientasi pada prestasi, dan agresif serta menyembunyikan perasaan sehingga identitas diri yang dibentuk oleh kebanyakan laki-laki adalah identitas diri yang lebih otonom. 26

11 Menyembunyikan perasaan akan memfasilitasi usaha laki-laki untuk lebih kompetitif. Namun, menyembunyikan perasaan akan menghalangi usaha laki-laki untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang lain sehingga laki-laki cenderung kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain yang dimanifestasikan dalam perasaan kekosongan, isolasi, dan frustasi (Basow, 1992). Borys & Perlman (dalam Wrigtsman & Deaux, 1993) mengatakan bahwa berdasarkan stereotip peran gender, pengekspresian emosi kurang sesuai bagi lakilaki bila dibandingkan dengan perempuan. Menurut Borys & Perlman (dalam Brehm, 2002) laki-laki lebih sulit menyatakan kesepian secara tegas bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan peran gender yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Brehm (2002) perbedaan kesepian antara laki-laki dan perempuan berinteraksi dengan satus pernikahan. Diantara pasangan yang menikah, perempuan lebih sering mengalami kesepian daripada laki-laki. Sebaliknya, pada kelompok yang belum menikah dan kelompok yang bercerai, laki-laki lebih sering mengalami kesepian daripada perempuan. Dengan demikian, Brehm (2002) mengatakan bahwa laki-laki cenderung mengalami kesepian ketika tidak memiliki pasangan yang intim, sedangkan perempuan cenderung mengalami kesepian ketika ikatan perkawinan mengurangi akses untuk terlibat pada jaringan sosial yang lebih luas. Menurut Rubenstein, Shaver, & Peplau (dalam Brehm, 2002) ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalami kesepian, yaitu: desperation, impatient boredom, self-deprecation, dan depression. 27

12 Desperation merupakan perasaan putus asa, kehilangan harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga seseorang mampu melakukan tindakan nekat. Impation boredom merupakan perasaan bosan yang tidak tertahankan, jenuh, serta tidak sabar. Self-deprecation merupakan perasaan dimana seseorang tidak mampu menyelasaikan masalahnya, mulai menyalahkan diri sendiri serta mengutuk diri sendiri. Depression merupakan perasaan emosional yang tertekan secara terus-menerus yang ditandai dengan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, peneliti melihat bahwa pada narapidana laki-laki dan perempuan yang berada di lembaga pemasyarakatan memiliki perasaan-perasaan seperti yang telah diuraikan di atas. Misalnya, perasaan jenuh, bosan, malu, mudah mendapat kecaman, terisolasi, menyesali diri, tidak sabar, merasa tidak aman, sedih, berharap memiliki seseorang yang spesial, dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat perbedaan kesepian antara narapidana laki-laki dan perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian yang komparatif terhadap fenomena narapidana dengan pendekatan field studies. Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala kesepian berdasarkan teori Rubenstein, Shaver, & Peplau (dalam Brehm, 2002). Dimana ada empat kategori perasaan yang dirasakan oleh individu yang kesepian, yaitu: desperation, impatient boredom, self-deprecation, dan depression. 28

13 I.B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kesepian pada narapidana laki-laki dan perempuan. I.C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kesepian antara narapidana laki-laki dan perempuan. I.D. Manfaat Penelitian Ada dua manfaat penelitian yang diharapakan dari penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis - Memberikan informasi tentang perbedaan kesepian pada narapidana laki-laki dan perempuan yang dapat memperkaya kasanah ilmu Psikologi Klinis, khususnya yang berkaitan dengan konsep kesepian dan fenomena narapidana. - Memberikan sumbangan pada berbagai bidang psikologi diantaranya Psikologi Klinis, Psikologi Sosial, Psikologi Konseling, Psikologi Forensik, dan bidang lainnya dalam pengaplikasiannya, khususnya dalam fenomena kesepian pada narapidana laki-laki dan perempuan. 29

14 2. Manfaat Praktis - Diharapkan bahwa hasil penelitian ini kiranya dapat menjadi bahan masukan atau referensi bagi masyarakat pada umumnya dan lembaga pemasyarakatan pada khususnya sehubungan dengan fenomena kesepian pada narapidana laki-laki dan perempuan. Dengan demikian Lembaga Pemasyarakatan dapat mengetahui kondisi psikologis warga binaannya (dalam hal ini kesepian) sehingga dapat diketahui perlakuan apa yang sebaiknya diberikan pada warga binaannya. - Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. I.E. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri atas tiga bab, meliputi: Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari lima subbab, meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II adalah landasan teori yang meliputi pembahasan secara teoritis tentang kesepian, peran gender, narapidana, lembaga pemasyarakatan, hubungan antara gender dengan kesepian, kerangka berpikir, serta hipotesa penelitian. Bab III adalah metodologi penelitian yang terdiri dari identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, alat pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data. 30

15 Bab IV adalah analisa data dan interpretasi data yang terdiri atas beberapa subbab meliputi gambaran subjek penelitian, uji asumsi penelitian, deskripsi data penelitian berdasarkan mean empirik dan mean hipotetik, gambaran kesepian pada narapidana, gambaran kesepian pada narapidana laki-laki dan perempuan, serta perbedaan kesepian pada narapidana laki-laki dan perempuan. Bab V meliputi kesimpulan, diskusi, dan saran. 31

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia. Kesepian

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia. Kesepian BAB II LANDASAN TEORI II.A. KESEPIAN Kesepian merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia. Kesepian dapat terjadi pada banyak situasi seperti ketika seseorang mencoba mendapatkan teman di sekolah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Manusia selain makhluk sosial juga merupakan makhluk yang bebas yang terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang terlepas dari tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain (Santrock, 1992 : 113), maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain.

BAB II LANDASAN TEORI. yang saling mendukung antara yang satu dengan yang lain. BAB II LANDASAN TEORI II.1. Kesepian II.1.1. Definisi Kesepian Hampir semua orang, tak terkecuali remaja pernah merasa kesepian. Banyak sekali definisi mengenai kesepian yang dikemukakan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai anggota masyarakat, individu harus mematuhi norma-norma yang berlaku, agar tercapai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Indonesia pada tahun 2013 adalah 342.084 kasus sehingga dapat ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa

BAB II LANDASAN TEORI. Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa BAB II LANDASAN TEORI II.A. Loneliness Pada Individu yang Melajang II.A.1. Pengertian Loneliness Loneliness dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, dewasa dini, dewasa madya, maupun pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang 1 BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang calon suami-istri dipertemukan secara formal di depan penghulu atau kepala agama tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman terutama dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga timbul berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Brehm dan Kassin (dalam Dayakisni, 2003), kesepian adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Brehm dan Kassin (dalam Dayakisni, 2003), kesepian adalah BAB II LANDASAN TEORI II.A. Kesepian II.A.1. Defenisi Kesepian Menurut Brehm dan Kassin (dalam Dayakisni, 2003), kesepian adalah perasaan kurang memiliki hubungan sosial yang diakibatkan ketidakpuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas merupakan suatu fenomena yang komplek dan menarik perhatian banyak kalangan, karena kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan 12 BAB II LANDASAN TEORI II. A. Dukungan Sosial II. A. 1. Pengertian Dukungan Sosial Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang membutuhkan dukungan sosial. Ada beberapa tokoh yang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa madya, dan dewasa akhir. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18

BAB I PENDAHULUAN. dewasa madya, dan dewasa akhir. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Menurut Gunarsa & Gunarsa (1993) keluarga adalah ikatan yang diikat oleh perkawinan atau darah dan biasanya meliputi ayah, ibu, dan anak atau anakanak. Keluarga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat adanya BAB II LANDASAN TEORI II. A. Kesepian II. A. 1. Pengertian Kesepian Perlman & Peplau (dalam Brehm et al, 2002) mendefinisikan kesepian sebagai perasaan kekurangan dan ketidakpuasan pada individu akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Sebagai seorang manusia, kita memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar kita. Interaksi kita dengan orang lain akan memiliki dampak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan

PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan PENDAHULUAN I.A. Latar belakang Perkawinan merupakan salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan seseorang, disamping siklus lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian (Pangkahila, 2004).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menjalani hidupnya dalam berbagai rentang kehidupan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menjalani hidupnya dalam berbagai rentang kehidupan. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia menjalani hidupnya dalam berbagai rentang kehidupan. Salah satu rentang hidup yang dijalani oleh setiap individu adalah masa dewasa. Papalia (2008) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena single mother terus meningkat dan semakin banyak terjadi saat ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga sebagai institusi sosial terkecil, merupakan fondasi dan investasi awal untuk membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB II LANDASAN TEORI A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai media, baik itu media elektronik sampai media cetak, yang terjadi baik di kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan norma hukum yang berlaku untuk setiap warga negara, aturan norma

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan norma hukum yang berlaku untuk setiap warga negara, aturan norma BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan memiliki aturan norma sosial dan norma hukum yang berlaku untuk setiap warga negara, aturan norma adalah kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak termasuk golongan dewasa dan juga bukan golongan anak-anak, tetapi remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak termasuk golongan dewasa dan juga bukan golongan anak-anak, tetapi remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah suatu periode dalam perkembangan individu yang mengalami perubahan dari masa anak-anak menuju dewasa. Remaja memiliki arti yang khusus, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, depresi sudah menjadi wabah dalam kehidupan modern dan sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu gangguan psikologis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia merupakan makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Kesepian Pada bab sebelumnya, telah diberikan beberapa penjelasan mengenai kesepian. Dikatakan bahwa kesepian dapat dirasakan oleh setiap individu, kapan saja dan dalam keadaan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan dasar manusia selain makan, minum, dan tidur adalah kebutuhan seksual. Beberapa tokoh psikologi seperti Abraham Maslow dan Sigmund Freud, menggolongkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya seseorang yang melanggar norma hukum lalu dijatuhi hukuman pidana dan menjalani kesehariannya di sebuah Lembaga Pemasyarakatan mengalami keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan, Diskusi Dan Saran. hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis lainnya.

BAB V. Kesimpulan, Diskusi Dan Saran. hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis lainnya. BAB V Kesimpulan, Diskusi Dan Saran Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis lainnya. 5.1. Kesimpulan Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang tentu saja sependapat bahwa hidup matinya suatu bangsa di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak amat memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama rentang kehidupan manusia, telah terjadi banyak pertumbuhan dan perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase perkembangan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan kriminal yang tidak seharusnya dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada Psikolog di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang- Undang Dasar 1945 pasal 3 yang berbunyi Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Harga Diri 2.1.1 Definisi Harga Diri Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai definisi harga diri diantaranya adalah Rosenberg 1965, dalam Taylor, Shelley E, et al.,2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

Lebih terperinci

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

tersisih , mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap BABI PENDAHUL UAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, masyarakat di Indonesia mengenal adanya 3 Jems orientasi seksual. Ketiga orientasi tersebut adalah heteroseksual, homoseksual dan biseksual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Santrock, 2005). WHO (dalam Sarwono 2013) juga menetapkan batas

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Santrock, 2005). WHO (dalam Sarwono 2013) juga menetapkan batas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan (SMA/K) berada pada rentang usia 15 18 tahun, usia ini berada pada fase perkembangan remaja. Remaja adalah masa transisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Salah satu jalur strategis yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak menuju masa dewasa. Pada masa transisi tersebut remaja berusaha untuk mengekspresikan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Dahulu pembagian peran pasangan suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak, dalam keluarga terjadi proses pendidikan orang tua pada anak yang dapat membantu perkembangan anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku manusia didalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rumah tangga sudah tentu terdapat suami dan istri. Melalui proses perkawinan, maka seseorang individu membentuk sebuah miniatur dari organisasi sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. Setiap individu, baik pria maupun wanita memiliki peran masing-masing serta mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Hampir semua orang, tidak terkecuali laki-laki maupun perempuan pernah

BAB II LANDASAN TEORI. Hampir semua orang, tidak terkecuali laki-laki maupun perempuan pernah BAB II LANDASAN TEORI II.A. Kesepian II.A.1 Definisi Kesepian Hampir semua orang, tidak terkecuali laki-laki maupun perempuan pernah merasakan dan mengalami kesepian. Ada banyak definisi yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008 BAB 1 PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau dalam bahasa masyarakat awam disebut dengan penjara, merupakan tempat/kediaman bagi orang-orang yang bermasalah dengan hukum.

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan narapidana. Didalam UU No 12/1995 (kitab undang -undang hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan narapidana. Didalam UU No 12/1995 (kitab undang -undang hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu yang ditahan di lembaga permasyarakatan biasanya disebut dengan narapidana. Didalam UU No 12/1995 (kitab undang -undang hukum pidana) tentang permasyarakatan

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Percaya Diri Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap kegiatan manusia atau masyarakat harus berdasarkan pada peraturan yang ada dan norma-norma yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci