BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang bersifat menahun,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang bersifat menahun,"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Tuberkulosis Paru Definisi Penyakit Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang bersifat menahun, disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang sering dihinggapi adalah paru-paru (Depkes RI, 2002) Etiologi Penyakit Tuberkulosis Paru Bakteri ini berbentuk batang, mampunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri tuberkulosis paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh bakteri ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002) Patogenesis Penyakit Tuberkulosis Paru Patogenesis penyakit tuberkulosis paru berawal dari penderita tuberkulosis paru BTA positif sebagai sumber penularan. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan bakteri dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung bakteri dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari parunya.

2 Patogenesis penyakit tuberkulosis paru dibedakan berdasarkan proses terjadinya, sebagai berikut: a. Infeksi Primer Infeksi primer terjadi pada seseorang yang terpapar pertama kali dengan bakteri tuberkulosis paru. Droplet yang terhisap sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosiller broncus dan terus berjalan sampai di alveolus terminalis dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat bakteri tuberkulosis paru berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa bakteri tuberkulosis paru ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadi infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu (Depkes RI, 2006). b. Tuberkulosis Paru Pasca Primer (Post Primary Tuberculosis) Tuberkulosis paru pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis paru pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2002). c. Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis Paru 1) Pneumutoraks spontan terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis paru.

3 2) Cor pulmonale adalah gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru, dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas. 3) Aspergilomata dimana kavitas tuberkulosis paru yang sudah diobati dengan baik dan sudah sembuh kadang-kadang tinggal terbuka dan dapat terinfeksi dengan jamur Aspergillus fumigatus. 4) Hemoptis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 5) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkhial. 6) Bronkhiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan) pada paru. 7) Insufisiensi Cardio Pulmoner. 8) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya (Depkes RI, 2002). Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat bakteri), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB Paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2002).

4 2.2 Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Dalam program pencegahan penyakit tuberkulosis paru dilakukan secara berjenjang, mulai dari pencegahan primer, kemudian pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier, sebagai berikut: Pencegahan Primer Konsep pencegahan primer penyakit tuberkulosis paru adalah mencegah orang sehat tidak sampai sakit. Upaya pencegahan primer sesuai dengan rekomendasi WHO dengan pemberian vaksinasi Bacille Calmette-Guérin (BCG) segera setelah bayi lahir. Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya dalam pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan yang diperoleh begitu lebar (antara 0-80%). Namun ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih terhadap penyakit tuberkulosis yang parah seperti tuberkulosis milier atau meningitis tuberkulosis. Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi tuberkulosis di suatu negara. Di negara dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak kecuali anak dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan tubuh. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak (1-2%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti pembentukan kumpulan nanah (abses) lokal. Selain pemberian imunisasi BCG, pencegahan primer juga dapat didukung dengan konsumsi gizi yang baik.

5 2.2.2 Pencegahan Sekunder Upaya pencegahan sekunder pada penyakit tuberkulosis paru perlu dilakukan dengan skrining (screaning), yaitu pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5 10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai (Depkes, 2006). Upaya pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap penderita tuberkulosis paru. Laboratorium tuberkulosis paru merupakan bagian dari pelayanan laboratorium kesehatan mempunyai peran penting dalam Penanggulangan Tuberkulosis paru berkaitan dengan kegiatan deteksi pasien tuberkulosis paru, pemantauan keberhasilan pengobatan serta menetapkan hasil akhir pengobatan (Depkes RI, 2007). Diagnosis tuberkulosis paru melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas (gold standard). Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Pemeriksaan 3 spesimen (SPS) dahak secara mikroskopis nilainya identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium (Depkes RI, 2007). Untuk mendukung kinerja penanggulangan, diperlukan ketersediaan Laboratorium tuberkulosis paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopis yang

6 terjamin mutunya dan terjangkau di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan manajemen laboratorium tuberkulosis paru adalah untuk meningkatkan penerapan manajemen laboratorium tuberkulosis paru yang baik di setiap jenjang laboratorium dalam upaya melaksanakan pelayanan laboratorium yang bermutu dan mudah dijangkau oleh masyarakat (Depkes RI, 2007). Ruang lingkup manajemen laboratorium tuberkulosis paru meliputi beberapa aspek yaitu; organisasi pelayanan laboratorium tuberkulosis paru, sumber daya laboratorium, kegiatan laboratorium, pemantapan mutu laboratorium tuberkulosis paru, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan monitoring (pemantauan) dan evaluasi (Depkes RI, 2007). Selanjutnya upaya pencegahan sekunder dilakukan dengan kegiatan diagnosis penderita tuberkulosis paru dengan mengkaji: (1) Gejala-gejala Tuberkulosis Paru Menurut Mason et al (2005) dalam textbook of respiratory medicine, disebutkan bahwa batuk adalah gejala yang paling umum dari TB paru. Peradangan pada parenkim paru yang berdekatan dengan permukaan pleura dapat menyebabkan nyeri pleuritik tanpa penyakit pleura jelas. Pneumotoraks spontan juga dapat terjadi, sering dengan nyeri dada dan mungkin dyspnea bahwa hasil dari keterlibatan parenkim tidak biasa kecuali ada penyakit yang lain. Menurut Muherman, dkk dalam Retno (2007) gejala-gejala tuberkulosis paru yaitu : batuk, sering flu, berat badan turun, sakit dinding dada, demam dan berkeringat, nafas pendek dan rasa lelah. Sedangkan menurut Tjokronegoro dan

7 Utama dalam Retno (2007), bahwa gejala-gejala yang terbanyak adalah : demam, sesak napas, batuk, batuk berdarah dan nyeri dada. (2) Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru 1) Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru Pada Orang Dewasa Penemuan penderita tuberkulosis paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Selain itu semua kontak penderita tuberkulosis paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Semua tersangka penderita diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-berturut, yaitu Sewaktu Pagi Sewaktu /SPS (Depkes RI, 2002). 2) Penemuan Penderita Pada Anak Penemuan penderita tuberkulosis paru pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar tuberkulosis paru anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis, dan uji tuberkulin (Depkes RI, 2002). Berdasarkan penemuan penderita tuberkulosis paru, maka dilakukan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis paru sebagai berikut: 1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis paru yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, tuberkulosis paru dibagi dalam :

8 a. Tuberkulosis paru BTA Positif. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis paru aktif. b. Tuberkulosis paru BTA negatif. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis paru aktif. Tuberkulosis paru negatif tetapi rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan. 2) Tuberkulosis Paru Ekstra Paru Tuberkulosis paru ekstra paru adalah tuberkulosis paru yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Tuberkulosis paru ekstra paru dibagi lagi pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu tuberkulosis paru ekstra paru ringan dan tuberkulosis paru ekstra paru berat (Depkes RI, 2002). Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Menurut Tjokronegoro dan Utama dalam Retno (2007), Tipe penderita dibagi dalam : 1) Kasus Baru adalah penderita yang tidak mendapat Obat Anti Tuberkulosis paru (OAT) lebih dari satu bulan. 2) Kasus Kambuh (relaps) adalah penderita yang pernah dinyatakan sembuh dari tuberkulosis paru tetapi kemudian timbul lagi tuberkulosis paru aktifnya. 3) Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih.

9 Gagal adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. 4) Kasus Kronik adalah penderita yang BTA-nya tetap positif setelah mendapat pengobatan ulang lengkap yang disupervisi dengan baik. Menurut Depkes RI (2002), tipe penderita dibagi ke dalam beberapa tipe, yaitu kasus baru; kambuh (relaps); pindahan (transfer in); setelah lalai (drop-out); gagal dan kasus kronik Pencegahan Tertier Sasaran dari pencegahan tertier dilakukan pada penderita yang telah parah, misalnya penderita tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, yang terjadi karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil (WHO, 2003). Pengobatan TB umumnya dilakukan dengan rawat jalan (outpatient basis), namun ada beberapa kondisi yang membutuhkan perawatan di RS. Kondisi-kondisi

10 tersebut seperti : meningitis dan tuberkulosis milier, anak dengan gangguan pernapasan dan tuberkulosis tulang belakang. Setelah pengobatan dimulai, kadang gejala tuberkulosis atau gambaran X-ray dada menjadi lebih parah. Hal ini umumnya terjadi seiring peningkatan kekebalan tubuh karena perbaikan gizi, pengobatan tuberkulosis itu sendiri, atau terapi antiviral pada anak dengan HIV. Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada pasien dewasa. Efek samping yang paling penting diperhatikan adalah keracunan pada hati (hepatotoksisitas) yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampicin, dan pyrazinamide. Tidak ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang ringan. Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 (pyridoxine) pada kondisi tertentu sehingga suplemen vitamin B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil (WHO, 2006). Menurut Maher et al (2008) dalam Oxford Textbook of Public Health disebutkan bahwa konsep pengobatan anti-tb kemoterapi sebagai latar belakang untuk pengembangan dan implementasi dari strategi untuk penanggulangan TB yang dikenal sebagai DOTS (Directly Observed Treatment, Short-Course). Penilaian terhadap kemajuan yang telah dilakukan terhadap target internasional untuk penanggulangan TB tahun 2005, dan kemudian respon internasional yang berkembang untuk tantangan TBC, termasuk pengembangan Strategi Stop TB dan Global Plan untuk menerapkannya dengan penilaian prospek untuk pengendalian

11 tuberkulosis di masa depan, melihat ke depan untuk 2015 (tahun target Millenium Development Goals) dan kemudian tahun 2050 (tahun target untuk penghapusan TB sebagai masalah kesehatan publik secara global). 2.3 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru Epidemiologi penyakit tuberkulosis paru adalah ilmu yang mengkaji frekuensi, distribusi serta determinan. Kajian tersebut menyangkut interaksi antara Mycobacterium Tuberculosis sebagai bakteri (agent), manusia (host) dan lingkungan (environment). Disamping itu mencakup perkembangan dan penyebarannya, termasuk didalamnya juga mencakup prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular (Depkes RI, 2006) Distribusi Penyakit Tuberkulosis Paru Penyakit tuberkulosis paru sumber infeksi adalah manusia yang mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernafasan. Kontak yang rapat (misalnya dalam keluarga) menyebabkan banyak kemungkinan penularan melalui droplet. Kerentanan penderita tuberkulosis paru meliputi risiko memperoleh infeksi dan konsekuensi timbulnya penyakit setelah terjadi infeksi, sehingga bagi orang dengan uji tuberkulin negatif risiko memperoleh basil tuberkel bergantung pada kontak dengan sumber-sumber bakteri penyebab infeksi terutama dari penderita tuberkulosis paru dengan BTA positif. Konsekuensi ini sebanding dengan angka infeksi aktif penduduk, tingkat kepadatan penduduk, keadaan sosial ekonomi yang merugikan dan perawatan kesehatan yang tidak memadai (Depkes RI, 2006).

12 Berkembangnya penyakit secara klinik setelah infeksi dimungkinkan adanya faktor komponen genetik yang terbukti pada hewan dan diduga terjadi pada manusia, hal ini dipengaruhi oleh umur, kekurangan gizi dan kenyataan status immunologik serta penyakit yang menyertainya Frekuensi Penyakit Tuberkulosis Paru Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia bervariasi, antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis paru (Depkes RI, 2002). a. Berdasarkan host 1. Umur Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika dan India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia (Albert, 2006). Di Indonesia, dengan angka risk of infection 2%, maka sebagian besar masyarakat pada usia produktif telah tertular (Aditama, 2010). Penelitian dengan pendekatan prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa usia produktif ( 55 tahun) 0,9 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada usia yang non produktif pada penderita TB Paru (Firdaus, 2005). 2. Jenis Kelamin Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB

13 Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi alkohol dan rokok (Depkes RI, 2005). Penelitian dengan pendekatan prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita pada penderita TB Paru. c. Status Gizi Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi (Supariasa, 2001). Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah (Girsang, 2000). Penelitian Firdaus (2005) dengan desain prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB Paru. d. Status Imunisasi BCG Salah satu upaya pengendalian infeksi Mycobacterium Tuberculosis (M.tb) adalah dengan imunisasi Bacille Calmette Guerin (BCG). Imunisasi BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi bakteri. Imunitas yang terbentuk dengan imunisasi BCG untuk mencegah penyebaran TB secara hematogen bukan mencegah penyebaran secara perkontinuitatum dan limfogen. e. Sosial ekonomi Banyaknya penderita tuberkulosis paru terjadi pada masyarakat kelas ekonomi rendah dengan tingkat pendidikan rendah dan pekerjaan yang tidak tetap sehingga

14 pengetahuan tentang penyakit menular juga rendah. WHO (2003) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang pada kelompok dengan sosial ekonomi yang lemah atau miskin (Achmadi dkk, 2005) Faktor Penyebab (Determinan) Penyakit Tuberkulosis Paru Menurut teori Gordon dalam Soemirat (2000), mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), penjamu (host), dan lingkungan (environment). Ketiga faktor penting ini disebut segi tiga epidemiologi (epidemiologi triangle), hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan yaitu agent penyebab penyakit pada satu sisi dan penjamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya. Bila agent penyebab penyakit dengan penjamu berada dalam keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat, perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit, penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agent penyebab menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit, demikian pula bila agent penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor penjamu tetap, maka bobot agent penyebab menjadi lebih berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat (Soewasti, 2000). Apabila faktor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan agent penyebab penyakit, maka orang akan sakit, pada prakteknya seseorang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor berikut :

15 a. Agent Mycobacterium Tuberculosis adalah suatu anggota dari famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan penyakit pada manusia dan sering menyebabkan infeksi. Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya, misalnya Mycobacterium Leprae, Mycobacterium paratuberkulosis paru dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan (Depkes, RI. 2006). Agent adalah penyebab yang essensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient/memenuhi syarat untuk menimbulkan penyakit. Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi (Soewasti, 2000). Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host. Pathogenitas agent dapat berubah dan tidak sama derajatnya bagi berbagai host. Berdasarkan sumber yang sama pathogenitas bakteri tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah (Depkes, RI. 2006). Infektifitas adalah kemampuan suatu mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembang biak didalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas bakteri tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi bakteri

16 tuberkulosis paru termasuk tingkat tinggi, jadi bakteri ini tidak dapat dianggap remeh begitu saja (Soewasti, 2000). b. Host Manusia merupakan reservoar untuk penularan bakteri Mycobacterium Tuberculosis, bakteri tuberkulosis paru menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis paru dapat menularkan pada orang (Depkes RI, 2002). Menurut penelitian Pusat Ekologi Kesehatan (1991), menunjukkan tingkat penularan tuberkulosis paru di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, bakteri ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap bakteri penyebab tuberkulosis. Faktor risiko terjadinya penyakit tuberkulosis paru secara umum terkait dengan faktor bakteri penyebab penyakit (agent), yang telah diuraikan sebelumnya. Faktor lainnya adalah yang terdapat pada individu (host) yang dalam penelitian ini di ukur dari kebersihan diri, sedangkan faktor lingkungan (environment) di ukur dari sanitasi (Depkes, RI. 2006). 2.4 Higiene (Kebersihan Diri) Menurut Nemberini (2007) pengelolaan higiene atau kebersihan diri terhadap tahanan pada lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan perlu memperhatikan ketersediaan air bersih, penanganan makanan dan minuman serta pemeliharaan

17 kesehatan tahanan. Pedoman tentang sanitasi dan higiene serta lingkungan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan merupakan acuan yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pihak berwenang di lapas dan rutan serta pihak-pihak lain yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, memahami kompleksitas dan menganalisis permasalahan yang dihadapi. Kebersihan diri atau higiene perorangan yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan dan perilaku individu yang tidak sehat (Brown dalam Soemirat, 2000). Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Depkes RI, 2006). Menurut Entjang (2001) usaha kesehatan pribadi (higiene perorangan) adalah upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri meliputi : memelihara kebersihan, makanan yang sehat, cara hidup yang teratur, meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani, menghindari terjadinya penyakit, meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah, melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat, serta pemeriksaan kesehatan Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Depkes RI, 2006). Pada prakteknya upaya higiene antara lain meminum air yang sudah direbus sampai

18 mendidih dengan suhu 100 C selama 5 menit, mandi dua kali sehari agar badan selalu bersih dan segar, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum memegang makanan atau minuman, mengambil makanan dengan memakai alat seperti sendok atau penjepit dan menjaga kebersihan kuku serta memotongnya apabila panjang. Dalam konteks penularan penyakit tuberkulosis, perilaku adalah kebiasaan yang dilakukan warga binaan pemasyarakatan yang tinggal di Lapas atau Rutan yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit tuberkulosis paru dari penderita kepada orang yang belum menderita, antara lain disebabkan kebiasaan membuang ludah sembarangan sehingga bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang terdapat pada ludah dapat menyebar kepada orang lain, demikian juga perilaku pada saat batuk apabila tidak menutup mulut dapat menyebarkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit tuberkulosis adalah merokok (Ditjen Pemasyarakatan, 2007). Menurut Widoyono (2005) upaya pencegahan penyakit tuberkulosis paru dapat dilakukan dengan : (a) menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissu, (b) tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah yang diberi lysol, kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah. Strategi penanggulangan tuberkulosis pada lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara di Indonesia (2007) melalui implementasi strategi DOTS menyatakan bahwa sebagian besar bakteri penyakit tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Bakteri tuberkulosis disebarkan

19 melalui udara oleh droplet penderita tuberkulosis ketika batuk, bersin atau bicara. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah. Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan menentukan bahwa warga binaan pemasyarakatan mempunyai hak untuk : (a) mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani serta (b) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. Higiene dan sanitasi mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Higiene dan sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit pada manusia. Usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan lingkungan disebut higiene (Depkes RI, 2009). 2.5 Sanitasi Lingkungan Sanitasi atau kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau

20 mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. Menurut Riyadi (1984) sanitasi lingkungan adalah prinsip-prinsip untuk meniadakan atau setidak-tidaknya mengurangi faktor-faktor pada lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit, melalui kegiatan-kegiatan yang ditunjukkan untuk mengendalikan: sanitasi air, sanitasi makanan, pembuangan kotoran, air buangan dan sampah, sanitasi udara, vektor dan binatang pengerat Penyediaan Air Bersih Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, sekitar ¾ bagian tubuh kita terdiri atas air, tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga di pergunakan untuk memasak, mandi, mencuci, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu perhari berkisar antara liter/35-40 galon.kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Berdasarkan analisis WHO (2006), pada negara-negara maju, setiap orang memerlukan air antara 120 liter per hari, sedangkan pada negara berkembang tiap orang memerlukan air antara 100 liter per hari.

21 2.5.2 Pengelolaan Makanan Warga Binaan Pemasyarakatan Pengelolaan makanan di Rutan dan Lapas sehingga setiap warga binaan dimungkinkan mendapatkan makanan yang layak adalah : 1) Penetapan menu makanan bagi tiap-tiap narapidana dalam satu hari ditetapkan oleh menteri kehakiman. 2) Besarnya kalori tidak boleh kurang dari : a kalori perhari bagi orang dewasa b. Tambahan 300 kalori per hari bagi wanita yang sedang hamil c. Tambahan kalori per hari bagi wanita yang sedang menyusui. 3) Menu makanan bagi narapidana yang sedang ditetapkan oleh dokter lembaga pemasyarakatan. 4) Tanpa saran/nasehat dokter lembaga pemasyarakatan, perubahan menu makanan bagi narapidana yang sakit tidak diperbolehkan. Beberapa faktor pada sanitasi lingkungan sebagai determinan penyakit tuberkulosis paru adalah : a. Penghuni Rumah Penghuni rumah dapat mempengaruhi kualitas udara didalam rumah. Adapun halhal yang menyebabkan menurunnya kualitas udara ini dapat dibedakan menjadi 2 hal hal pokok : 1) Kepadatan hunian. Semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara didalam rumah mengalami pencemaran. Manusia dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkan udara 33 m² per jam atau 40 liter/menit. Dari 40

22 liter itu jumlah oksigen yang diambil adalah sebanyak 2 liter dan akan menghasilkan 1,7 liter gas asam arang. Dengan Demikian akan meningkatkan kadar CO 2 yang telah ada di dalam rumah dan akan menurunkan kadar oksigen di dalam udara. Konsep Departemen Kesehatan RI yang menggunakan luas lantai kamar menimal sebesar 4,5 m² dan anak-anak usia 1 10 tahun memerlukan 1,5 m², sedangkan ketentuan luas ruangan untuk setiap orang di Lapas menurut Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan tahun 2005 adalah 1,80 x 3,00 m/orang. 2) Kesehatan para penghuni. Kesehatan penghuni juga memegang peranan penting dalam mempengaruhi kualitas udara terutama ditinjau dari segi bakteriologisya. Hal itu akan lebih nyata apabila penghuni rumah tersebut, ialah mereka yang mempunyai penyakit saluran pernapasan, dan bila mereka mengeluarkan bakteri melalui pernapasannya maka akan ditularkan kepada penghuni lainnya melalui udara yang kotor tersebut. Sebenarnya udara bukanlah merupakan habitat atau tempat hidup bakteri. Oleh karena itu bakteri di udara hanya kejadian yang sewaktu-waktu terkontaminasi. Bakteri pathogen dapat ditularkan melalui udara dalam bentuk partikel debu dan pengeringan dari drooplet liur. Meskipun demikian pada dasarnya perjalanan bakteri di udara mempunyai pola umum berupa garis lurus yang terus menerus jumlahnya sesuai dengan lamanya waktu di udara. Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya

23 akan menyebabkan berjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Kepadatan merupakan faktor awal yang berperan (pre-requisite) dalam proses penularan penyakit, semakin padat maka perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu kepadatan hunian dalam rumah tempat tinggal merupakan variabel yang berperan dalam kejadian tuberkulosis b. Ventilasi. Udara segar diperlukan dalam rumah untuk mengganti udara ruangan yang yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4ºC dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya temperatur kamar 22 ºC 30 ºC sudah cukup segar. Pergantian udara bersih untuk orang dewasa adalah 33 m³/orang/jam. Kelembaban udara berkisar % optimum. Untuk memperolah kenyamanan udara seperti dimaksud di atas diperlukan adanya ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik dalam ruangan harus memenuhi syarat lainnya. Untuk luas lubang ventilasi tetap, minimum 5 % dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas lubang insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5 % dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10 % kali luas lantai ruangan. Ukuran

24 luas ini diatur sedemikian rupa sehingga udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak selalu sedikit. c. Pencahayaan Pencahayaan yang cukup untuk penerangan ruang di dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam. Kebutuhan standar cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai keperluan manusia. Standar pencahayaan diatas sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohonpohon maupun tembok pagar yang tinggi. Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan juga dapat mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh bakteri penyebab penyakit tertentu seperti tuberkulosis paru. Pencahayaan alami dalam rumah yang kurang dari 60 lux meter mempunyai risiko meningkatkan kejadian tuberkulosis paru. d. Kelembaban Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara 18 0 C 30 0 C (Keman, 2005). Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan alergi (Atmosukarto, 2000). Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah perkembangbiakan mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.

25 Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri termasuk bakteri tuberkulosis (Atmosukarto, 2000). e. Lantai rumah Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya (Atmosukarto, 2000). 2.6 Rumah Tahanan Negara Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara (Rutan) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04.0PR Tahun 1985 diklasifikasikan dalam 3 (tiga) klas, yaitu: (a) Rumah Tahanan Negara Klas I, (b) Rumah Tahanan Negara Klas IIA dan (c) Rumah Tahanan Negara Klas IIB serta didukung oleh Cabang Rutan, Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas dan lokasi. Rutan sebagai salah tempat yang sulit untuk menjalankan program pencegahan dan perawatan efektif bagi warga binaan. Namun sampai akhir tahun 2010, dari 207 Lapas dan 190 Rutan di Indonesia dan tersebar di 33 propinsi belum

26 semuanya memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, namun sudah dapat melaksanakan pelayanan kesehatan kepada warga binaan. 2.7 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Menurut Undang-Undang No 12 tahun 1995 WBP adalah insan tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan sebagai anggota masyarakat yang mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat lainnya untuk mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Salah satu aspek penting yang memerlukan perhatian yaitu keadaan kesehatan baik fisik, mental maupun sosial. Perlakuan dan pelayanan kesehatan pada tahanan, narapidana atau anak didik pemasyarakatan dapat dipakai sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang hukum baik secara nasional ataupun internasional. Narapidana/tahanan merupakan kelompok khusus yang mempunyai risiko tinggi terhadap tuberkulosis paru, yang perlu terjangkau oleh pelayanan bermutu sesuai standar program nasional. Masalah tuberkulosis paru di Rutan diperkirakan tinggi dikarenakan oleh: a. Kondisi Rutan memudahkan terjadinya penyebaran infeksi tuberkulosis paru karena lamanya dan berulangnya paparan terhadap Mycobacterium Tuberculosis sebagai hasil dari: keterlambatan deteksi kasus, dan kurangnya ruangan isolasi, ketidaktepatan pengobatan kasus tuberkulosis paru yang menular, tingginya turnover dari narapidana/tahanan melalui transfer antar Rutan, narapidana/tahanan

27 bebas dan residivis, jumlah narapidana yang melebihi kapasitas penjara, ventilasi dan cahaya matahari langsung yang kurang, higiene dan sanitasi yang buruk. 2. Narapidana/tahanan mempunyai resiko mendapat infeksi baru tuberkulosis paru atau reaktivasi dari infeksi laten karena: koinfeksi, HIV dan penyalahguna jarum suntik, status gizi yang buruk, tekanan fisik dan emosional, over kapasitas 3. Cukup besar proporsi narapidana/tahanan berasal dari kelompok populasi dengan risiko tinggi tuberkulosis paru (misalnya pecandu alkohol, narkoba, tunawisma, mantan narapidana, pelanggan PSK). Tuberkulosis paru merupakan infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yaitu mencapai 41% dari seluruh kasus infeksi oportunistik, kemudian diare kronis (21%) dan kandidiasis (21%). Infeksi oportunistik ini menyebabkan kematian pada ODHA. di lembaga pemasyarakatan 22,68 % kematian disebabkan HIV, 18,37% diakibatkan oleh tuberkulosis paru dan 6,19% adalah akibat hepatitis. Hampir diseluruh dunia, pemerintah memberikan prioritas rendah terhadap masalah kesehatan masyarakat di Rutan. Penyebaran penyakit tuberkulosis paru sangat mudah terjadi di Rutan. Jika warga binaan terinfeksi selama masa penahanan maka akan sangat mudah terjadi peyebaran ke masyarakat luas. 2.8 Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru di Rutan dan Lapas Program penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas merupakan bagian dalam Program Nasional Tuberkulosis paru yang terintegrasi dengan

28 pelayanan kesehatan di Rutan dan Lapas. Kesepahaman antara Ditjen Pemasyarakatan yang bertanggungjawab terhadap pelayanan kesehatan di Rutan dan Lapas dan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang bertanggung jawab terhadap program Tuberkulosis paru Nasional, sangat diperlukan dalam implementasi program penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas (Ditjen Pemasyarakatan, 2007). Penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas perlu mendapat perhatian karena tuberkulosis paru tidak mengenal batasan-batasan yang dibuat oleh manusia seperti tingginya dinding Rutan dan Lapas dan status sosial masyarakat. Kondisi di dalam Rutan dan Lapas mempermudah penyebaran tuberkulosis paru dan menyebabkan Rutan dan Lapas menjadi reservoir dari penyakit tersebut. Tingginya kasus tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas mempunyai dampak yang sangat penting terhadap tuberkulosis paru di masyarakat umum. Penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi untuk meningkatkan kesehatan di dalam dan di luar Rutan dan Lapas yang pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan program AIDS di Rutan dan Lapas dan program-program kesehatan yang lainnya (Dirjen Pemasyarakatan, 2007). Pemerintah mempunyai kewajiban untuk membina narapidana/tahanan supaya menjadi lebih baik kehidupannya dengan salah satu kewajiban menyediakan akses pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan minimal dalam hal ini akses terhadap pelayanan diagnosis yang bermutu dan pengobatan tuberkulosis paru yang efektif. Walaupun perhatian kepada pasien tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas

29 sudah mulai berjalan di beberapa Rutan dan Lapas di Indonesia dan diperkuat dengan Nota Kesepahaman antara Ditjen Pemasyarakatan dengan Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan tentang penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas, namun strategi yang efektif yang dapat digunakan dalam mengefektifkan pelaksanaan penanggulangan tuberkulosis paru Strategi DOTS pada Rutan dan Lapas di Indonesia sangat dibutuhkan. Kebijakan sistem pelayanan kesehatan di Rutan dan Lapas diperlukan untuk menjamin kesinambungan dan peningkatan kepedulian terhadap kualitas pelayanan kesehatan dalam Rutan dan Lapas (Ditjen Pemasyarakatan, 2007). Beberapa kegiatan dalam upaya penanggulangan tuberkulosis paru di Rutan yang dilakukan adalah (a) membangun komitmen, (b) membangun kapasitas sumber daya, (c) membangun jejaring penanggulangan tuberkulosis paru strategi DOTS di Rutan, (d) penemuan kasus tuberkulosis paru, (e) penatalaksanaan kasus tuberkulosis paru sesuai standar, (f) meningkatkan kualitas pemeriksaan laboratorium, (g) mengembangkan sistem informasi untuk surveilans, (h) kegiatan monitoring dan evaluasi, (i) memperkuat promosi kesehatan di lingkungan Rutan, (j) melakukan kolaborasi program tuberkulosis paru /HIV, (k) mengembangkan upaya pengendalian penularan tuberkulosis paru di Rutan, (l) mobilisasi pendanaan 2.9 Pemeriksaan Kesehatan Warga Binaan Pemasyarakatan Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan merupakan standar internasional hak asasi manusia yang penting. Hak ini tidak hilang meskipun

30 seseorang menjadi narapidana. Tanggung jawab untuk menjamin penghormatan atas hak ini pindah ke Rutan atau Lapas karena narapidana tidak bisa melakukan semua ini secara mandiri (Nemberini, 2007). Rutan atau Lapas memiliki kewajiban untuk melayani narapidana. Ini adalah salah satu dari prinsip-prinsip kunci dalam Peraturan Minimum Standar Perlakuan terhadap narapidana. Hal ini berarti apabila narapidana tidak dapat mencari perawatan kesehatannya sendiri maka Lapas harus menyediakannya. Karena narapidana tidak bisa berkunjung ke dokter yang ada di luar Rutan atau Lapas, maka dokter tersebut yang akan mengunjungi narapidana. Hal tersebut berlaku juga untuk dokter gigi, dan untuk ahli kesehatan jiwa (Nemberini, 2007). Standar perawatan kesehatan di Rutan atau Lapas harus sekurangnya sama dengan standar kesehatan yang ada di masyarakat. Tak seorang pun harus menderita karena tidak adanya perawatan kesehatan hanya karena mereka di penjara. Selain itu, karena banyak orang miskin dan yang berpenyakit masuk penjara, otoritas lapas harus memperkirakan kebutuhan perawatan kesehatan yang lebih besar bagi narapidana yang ada di masyarakat pada umumnya (Nemberini, 2007). Paramedis harus memberikan perawatan kesehatan di lapas. Dokter dan perawat yang berkualitas harus tersedia. Petugas lapas juga harus membantu mengidentifikasi narapidana yang mungkin sakit, dan memberikan pertolongan pertama kepada narapidana yang cedera. Petugas lapas tidak boleh menghalangi warga binaan pemasyarakatan yang membutuhkan perawatan kesehatan, justru mereka harus membantu narapidana untuk menemui petugas medis. Ini juga berlaku

31 untuk semua warga binaan pemasyarakatan baik itu yang sangat jahat sekalipun. Semua tergantung petugas medis untuk memutuskan apa yang perlu dilakukan terhadap warga binaan pemasyarakatan, dan bukan petugas Rutan atau Lapas (Nemberini, 2007). Semua narapidana harus menerima pemeriksaan medis ketika masuk ke lapas. Penyakit kronis dan menular adalah yang terutama penting. Obat-obatan harus tersedia bilamana diresepkan oleh dokter. Petugas lapas harus membantu agar semua ini dapat berjalan dengan lancar. Petugas lapas perlu memahami apa yang dimaksud dengan kontrol penyakit menular. Mereka harus dilatih dalam pencegahan universal, yang harus selalu mereka terapkan kapan pun juga. Ini adalah cara yang terbukti dapat melindungi mereka, rekan kerja mereka dan narapidana. Pencegahan ini secara gampang berarti memperlakukan semua cairan tubuh sebagai sesuatu yang tertular. Ini berarti air liur, air seni, darah dan tinja. Jika mereka melakukan tindakan ini, tidak perlu ada kekhawatiran khusus tentang terjangkit atau tidaknya narapidana. Ini peraturan yang sederhana. Perlakuan setiap orang seakan-akan mereka telah tertular, termasuk petugas lainnya dan pengunjung. Selain itu, petugas harus memperlakukan setiap cairan tubuh yang tertumpah seakan-akan itu menular, dan karenanya, desinfeksi harus dilakukan secepatnya, menggunakan desinfektan yang telah disetujui dan efektif (Nemberini, 2007).

32 2.10 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan untuk menganalisis pengaruh higiene perorangan dan sanitasi lingkungan terhadap penyakit tuberkulosis paru adalah Teori Simpul Kejadian Penyakit (Achmadi, 2008), dapat dilihat pada gambar berikut. Sumber Penyakit Komponen Lingkungan Media Transmisi Penduduk Sakit atau Sehat Variabel lain yang berpengaruh Gambar 2.1 Teori Simpul Kejadian Penyakit Sumber : Achmadi, 2008 Simpul 1 : Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan). Umumnya melalui produk bahan beracun yang dihasilkannya ketika berada dalam tubuh, atau secara langsung dapat mencederai sebagian atau seluruh bagian tubuh manusia sehingga menimbulkan gangguan fungsi maupun morfologi (bentuk organ tubuh). Simpul 2 : Komponen lingkungan sebagai media transmisi penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit pada hakikatnya hanya ada 5 komponen lingkungan sebagai media transmisi penyakit yaitu udara, air,

33 tanah, binatang/serangga, dan manusia. Media transmisi tidak akan memiliki potensi mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit. Simpul 3 : Penduduk melakukan perilaku pemajanan (behavioural exposure) adalah hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduknya berikut perilakunya. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent penyakit). Simpul 4 : Kondisi sakit atau sehat merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan atau kejadian penyakit. Simpul 5 : Variabel lain yang berpengaruh merupakan komponen suprasistem, berupa variabel iklim, topografi, temporal dan suprasistem lainnya yaitu keputusan politik berupa kebijakan mikro yang bisa mempengaruhi semua simpul. Landasan teori dalam penelitian mengacu pada konsep teori simpul bahwa terjadinya penyakit tuberkulosis paru pada warga binaan pemasyarakatan di Blok D Rutan Klas I Medan dipengaruhi oleh faktor karakteristik dan higiene perorangan pada warga binaan pemasyarakat serta sanitasi lingkungan.

34 2.11 Kerangka Konsep Warga Binaan Pemasyarakatan a. Karakteristik - Umur - Pendidikan - Status Perkawinan - Lama dalam tahanan b. Higiene Perorangan Perilaku/kebiasaan : - Membuang ludah - Menutup mulut saat batuk - Merokok Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru a. Menderita b. Tidak Menderita Sanitasi Lingkungan a. Kapasitas hunian a. Ketersediaan air bersih b. Lingkungan Rutan - Luas ventilasi - Pencahayaan - Kelembaban - Kondisi lantai c. Kebersihan alat makan/minum Gambar 2.2 Kerangka Konsep

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Tuberkulosis paru 1. Definisi TB Paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang sering dihinggapi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang sering dihinggapi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang bersifat menahun, disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang sering

Lebih terperinci

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Erlina Burhan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Apakah Penyakit Tuberkulosis atau TB itu? Penyakit menular Kuman penyebab: Mycobacterium tuberculosis Bukan penyakit keturunan

Lebih terperinci

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 TEMA 1 : Tuberkulosis (TB) A. Apa itu TB? TB atau Tuberkulosis adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aspek Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Penularan TB tergantung dari lamanya kuman TB berada dalam suatu ruangan, konsentrasi kuman TB di udara serta lamanya menghirup udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.TB Paru 2.1.1. Pengertian TB Paru Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Tuberkulosis paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB (Mycobacterium tuberulosis). sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. TB (Mycobacterium tuberulosis). sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberulosis). sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang paru, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis Pulmonal (TB Paru) 1. Definisi TB Paru Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Price & Wilson, 2006). Penyakit ini dapat menyebar melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkolusis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Mycobacterium

BAB II KAJIAN PUSTAKA. paru,tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Mycobacterium BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis,yang sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru,tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Lingkungan Rumah Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik serta lingkungan sosial. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis serta Mycobacyerium avium, tetapi lebih sering disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Konsep Tuberkulosis ( TB Paru ) a. Etiologi Penyakit TB Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk basil yang dikenal dengan nama

Lebih terperinci

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN NOMOR RESPONDEN PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER Berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru. Penyebaran penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Gambaran Umum TBC Paru a. Definisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan penyebab kematian terutama di negaranegara berkembang di seluruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan judul Gambaran Praktik Pencegahan Penularan TB Paru di Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis (TB) 2.1.1. Pengertian TB TB adalah penyakit infeksi yang menular, di mana sebagian besar infeksi terjadi pada paru (Koplewich, 2005). 2.1.2. Penyebab TB Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses destruksi yang terjadi pula secara simultan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 2. Data angka penyebab kematian pada narapidana dan tahanan di Indonesia tahun 2011 No Nama Penyakit Jumlah 1 HIV/AIDS 105 2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit infeksi kronis menular yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan masalah utama bidang kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru TB, dan lebih dari 2 juta orang meninggal

Lebih terperinci

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

PRATIWI ARI HENDRAWATI J HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) KELUARGA DENGAN SIKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan meraih derajat

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI TUBERKULOSIS DAN KEJADIANNYA Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Penilaian Mata Kuliah Nursing Practice 6.2 di STIK Immanuel Bandung Tahun Akademik 2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka

Lebih terperinci

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis. Mikrobakterium ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa kanakkanak ke masa dewasa

Lebih terperinci

I. PENENTUAN AREA MASALAH

I. PENENTUAN AREA MASALAH I. PENENTUAN AREA MASALAH Dalam menentukan area masalah, langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan observasi dan wawancara dengan tenaga kesehatan di daerah keluarga binaan, berdasarkan data

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pneumonia 1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) yang disebabkan terutama oleh bakteri dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Pasien TB

Dasar Determinasi Pasien TB Dasar Determinasi Pasien TB K-12 DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal, yaitu:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? BAB XXV Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? Pencegahan TB Berjuang untuk perubahan 502 TB (Tuberkulosis) merupakan

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu 71 Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Ditempat Dengan hormat, Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kini mengalami beban ganda akibat penyakit tidak menular terus bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit infeksi menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis ( mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masuk dalam kategori penyakit infeksi yang bersifat kronik. TB menular langsung melalui udara yang tercemar basil Mycobakterium tuberculosis, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly Observed Treatment Short-course

Lebih terperinci

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

APA ITU TB(TUBERCULOSIS) APA ITU TB(TUBERCULOSIS) TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis. Penyakit Tuberkolusis bukanlah hal baru, secara umum kita sudah mengenal penyakit ini. TB bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara - negara berkembang. Setiap tahunnya terdapat 8,6 juta kasus tuberkulosis baru dan

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN ABSTRAK

GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN ABSTRAK GAMBARAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DI KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I KABUPATEN PEKALONGAN 1 Didin Mujahidin ABSTRAK Penularan utama TB Paru adalah bakteri yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan prilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TB Paru adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat mengenai berbagai organ tubuh. Penyakit tuberkulosis terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam pemberantasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis yang menyerang paru disebut tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan di Kecamatan Pancoran Mas pada bulan Oktober 2008 April 2009 dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman penyebab penyakit Tuberkulosis yang sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang dicari oleh semua orang. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan

TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Mycobacterium Tuberculosis). 1 Organ tubuh manusia yang paling dominan terserang kuman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIMTOM ANSIETAS Ansietas dialami oleh setiap orang pada suatu waktu dalam kehidupannya. Ansietas adalah suatu keadaan psikologis dan fisiologis yang dicirikan dengan komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran umum penyakit ISPA 1. Definisi ISPA Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut mengandung tiga unsur yaitu infeksi, Saluran Pernafasan dan Akut. Pengertian atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tuberculosis Paru 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius. 5 Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Primer 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang biasa menyerang paru tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah

BAB I PENDAHULUAN. mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar thoraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) : Kp. Kebon kelapa RT 06/04 Desa Cimandala, Kec. Sukaraja, Bogor Hari / Tanggal : Senin, 7 November 2016

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) : Kp. Kebon kelapa RT 06/04 Desa Cimandala, Kec. Sukaraja, Bogor Hari / Tanggal : Senin, 7 November 2016 SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Materi / Topik : Penyakit TBC Sasaran : Keluarga Tn. P Tempat : Kp. Kebon kelapa RT 06/04 Desa Cimandala, Kec. Sukaraja, Bogor Hari / Tanggal : Senin, 7 November 2016 Waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Paru 1. Pengenalan penyakit tuberkulosis Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun orang yang menginginkan dirinya mengalami sakit, apalagi ketika orang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci