commit to user 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA
|
|
- Hendra Setiawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. PISA PISA adalah singkatan dari Programme for International Student Assessment yang merupakan salah satu program kerja dari organisasi International, OECD, di bidang kemasyarakatan subbidang pendidikan. PISA bertujuan meneliti secara berkala tentang kemampuan siswa usia 15 tahun dalam membaca (literasi membaca), matematika (literasi matematika), dan IPA (literasi sains). Penelitian yang dilakukan PISA diadakan setiap tiga tahun sekali mulai dari tahun PISA mengukur kemampuan siswa pada akhir usia wajib belajar untuk mengetahui kesiapan siswa menghadapi tantangan knowledge society dewasa ini. Penilaian yang dilakukan dalam PISA berorientasi ke masa depan, yaitu menguji kemampuan siswa untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata, tidak semata-mata mengukur kemampuan yang dicantumkan dalam kurikulum sekolah (Hayat dan Yusuf, 2010: 10). Orientasi PISA mencerminkan perubahan dalam tujuan dan sasaran kurikulum, yang lebih memperhatikan apa yang dapat dilakukan siswa dari apa yang mereka pelajari di sekolah dan tidak hanya memperhatikan apakah mereka telah menguasai materi tertentu. a. Pengertian Literasi 2. Literasi Matematika dalam PISA Kehidupan masyarakat di era globalisasi yang antara lain ditandai oleh kehidupan yang sangat akrab dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, telah menuntut warganya untuk memiliki kemampuan dasar agar dapat survive di tengah masyarakat. Kemampuan ini dapat pula diperoleh melalui sekolah-sekolah formal. Sehingga yang menjadi bahasan dalam mata pelajaran tidak kaku dalam lingkupnya sendiri, namun mampu menginterpretasikan dengan mata pelajaran yang lain maupun dalam 8
2 9 lingkungannya. Pendidikan yang sedemikian hingga seyogyanya dapat memberikan bekal kemampuan dasar untuk mengembangkan potensi kehidupannya agar mereka juga mampu belajar sepanjang hayat. merupakan serapan dari k iterasi sering dihubungkan dengan huruf atau aksara. Literasi literacy kemampuan untuk membaca dan menulis. Pada masa lalu dan juga masa sekarang, kemampuan membaca atau menulis merupakan kompetensi utama yang sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Tanpa kemampuan membaca dan menulis, komunikasi antar manusia sulit berkembang ke taraf yang lebih tinggi. Pendekatan literasi muncul sebagai perkembangan dari pendekatanpendekatan lainnya dalam pendidikan bahasa, matematika, dan IPA. Pendekatan ini dikenal sebagai multiliterasi oleh The New London Group dalam Hayat dan Yusuf (2010: 24) sebagai berikut: multiliteracies as a way to focus on the realities of increasing local diversity amd global connectedness. Dealing with linguistic differences and cultural differences has now become central to the pragmatics of our working, civic, and private lives. Effective citizenship and productive work Englishes, and communication patterns that more frequently cross cultural, community, and national boundaries. Subcultural diversity also extends top the ever broadening range of specialist registers and situational variations in language, be they technical, sporting, or related to groupings of interest and affiliation. When the proximity of cultural and linguistic diversity is one of the key facts of our time, the very nature of language learning has changed. Secara ringkasnya, bahwa multiliterasi sebagai cara untuk fokus dalam realitas tentang kenaikan ragam lokal dan keterhubungan yang global. Literasi dalam hal ini berfungsi sebagai penghubung dengan negara-negara lain dalam berkomunikasi, berbahasa, dan sebagainya. Kern dalam Hayat dan Yusuf (2010: 25) berpendapat bahwa literasi secara sempit didefinisikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis yang juga berkaitan pembiasaan dalam membaca dan mengapresiasi karya sastra (literature) serta melakukan penilaian terhadapnya. Akan tetapi, secara
3 10 lebih luas literasi berkaitan dengan kemampuan berpikir dan belajar seumur hidup untuk bertahan dalam lingkungan sosial dan budayanya. Sejalan dengan itu, dalam menemukan sebuah informasi sejak kecil kita sudah dilatih berinteraksi dengan lingkungan untuk mencarinya melalui berbagai literatur yang berkesinambungan dengan informasi yang kita cari sedemikian hingga apa yang menjadi tujuan dapat tercapai. Kirsch et al. dalam Hayat dan Yusuf (2010: 25-26) mengemukakan bahwa literasi pada dasarnya dalam bermasyarakat, untuk mencapai suatu tujuan, dan untuk mengembangkan Dari penjabaran literasi dari para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa literasi adalah integrasi dari kemampuan berpikir (bernalar), membaca, dan menulis suatu pengetahuan/informasi yang menuntut untuk mampu memahami dan memaknai konteks yang ada serta melakukan analisis secara kritis, mengomunikasikan gagasan, merumuskan dan menyelesaikan masalah dalam rangka mencapai suatu tujuan dan mengembangkan potensi seseorang dalam lingkungan sosial dan budayanya. b. Literasi Matematika Dari pengertian literasi sebelumnya, pokok dalam suatu literasi adalah terampil dalam menalar, membaca, dan menulis suatu pengetahuan/informasi yang tersedia dalam konteks kemudian mampu menginterpretasi dan menerapkannya dalam keseharian serta memiliki argumen mendasar dalam langkahnya. Gagasan umum dari literasi tersebut diserap dalam bidang-bidang yang lain. Salah satu bidang yang menyerapnya adalah bidang matematika, sehingga muncul istilah literasi matematika. Banyak anggapan bahwa matematika hanyalah ilmu yang menghitung kemudian memperoleh hasil, tidak lebih. Memang benar bahwa salah satu wujud dari literasi matematika adalah kompetensi menghitung. Namun, bilangan hanyalah sebagian kecil saja dari matematika. Pada era sekarang ini, bukanlah hasil yang menjadi kompetensi utama yang dicapai, tetapi suatu proses bernalar dan bekerja dalam matematika serta tahu apa saja manfaat mempelajarinya. Termasuk didalamnya
4 11 memodelkan suatu permasalahan atau fenomena dalam kehidupan umum ke suatu gagasan dalam matematika serta memecahkannya dengan matematika dan mengembalikan ke dalam kehidupan umum kembali atas fenomena yang ada. Menurut Kusumah dalam Maryanti (2012: 16) literasi matematika adalah kemampuan menyusun serangkaian pertanyaan (problem posing), merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan permasalahan yang didasarkan pada konteks yang ada. Sedangkan The PISA 2009 Assessment Framework: Mathematics, Reading, Science and Problem Solving Knowledge and Skills (OECD, untuk mengenal dan memahami peran matematika di dunia, untuk dijadikan sebagai landasan dalam menggunakan dan melibatkan diri dengan matematika sesuai dengan kebutuhan siswa sebagai warga negara yang konstruktif, peduli, Literasi matematika merupakan sebuah proses yang bertumbuh pada saat seseorang belajar matematika. Seorang siswa yang berpartisipasi dalam pendidikan matematika sekolah akan menumbuhkembangkan literasi matematika. Ini berarti bahwa proses pendidikan matematika sekolah, seperti kegiatan belajar mengajar di kelas, harus dipandang sebagai suatu perjalanan. Siswa dan guru harus bersama-sama sadar bahwa literasi matematika bukan tujuan akhir, tetapi justru siswa dan guru sebagai pelaku utama proses pendidikan perlu memandang literasi matematika sebagai upaya bersama guna meningkatkan kompetensi-kompetensi matematika yang kontekstual secara berkelanjutan. Ini berarti bahwa proses peningkatan literasi matematika secara berkelanjutan itu adalah tujuan utama dalam belajar matematika. c. Literasi Matematika dalam PISA Pada tahun 2000 untuk pertama kalinya Indonesia ikut-serta dalam penelitian PISA. Hasil studi PISA berupa informasi tentang profil pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi siswa Indonesai di antara bangsa-bangsa di dunia dapat dimanfaatkan sebagai bandingan dalam perumusan kebijakan dalam peningkatan mutu pendidikan dasar kita, khususnya dalam menentukan
5 12 ambang batas bawah (threshold) dan batas ambang ideal rujuk-mutu (benchmark) kemampuan dasar membaca, matematika, dan IPA di akhir usia wajib belajar (Hayat dan Yusuf, 2010: 198). Seseorang dianggap memiliki tingkat literasi matematika apabila ia mampu menganalisis, memberi alasan dan mengomunikasikan pengetahuan dan keterampilan matematikanya secara efektif, serta mampu memecahkan dan menginterpretasikan permasalahan matematika dalam berbagai situasi yang berkaitan dengan penjumlahan, bentuk dan ruang, probabilitas, atau konsep matematika lainnya. Hal tersebut sejalan dengan Assessment Framework PISA 2009 (OECD, 2009) yang mendefinisikan literasi matematika sebagai berikut. pacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of context. It includes reasoning mathematically and using mathematical cocepts, procedures, facts, and tools to describe, explain, and predict phenomena. It assists individuals ti recognize the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decisions needed by constructive, engaged, and reflective citizens. Berdasarkan definisi di atas, literasi matematika diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambar, menjelaskan, atau memperkirakan fenomena/kejadian. Literasi matematika membantu seseorang untuk memahami peran atau kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari sekaligus menggunakannya untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat sebagai warga negara yang membangun, peduli, dan berpikir. Sehingga dalam hal ini, PISA dirancang untuk mengetahui apakah siswa dapat menggunakan potensi matematika sekolah yang dimilikinya itu dalam kehidupan nyata di masyarakat melalui suatu konsep belajar matematika yang kontekstual atau belum dan bagaimana perkembangannya. PISA memiliki pertimbangan sendiri dalam penyusunan soal literasi matematika, dimana pengetahuan dan keterampilan matematika yang dimaksud berdasarkan tiga dimensi yang berkenaan dengan: 1) isi atau konten,
6 13 yang dalam studi PISA dimaknai sebagai isi atau materi matematika yang dipelajari di sekolah; 2) proses, dalam studi PISA dimaknai sebagai hal-hal atau langkah-langkah seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam situasi atau konteks tertentu dengan menggunakan matematika sebagai alat sehingga permasalahan itu dapat diselesaikan; dan 3) situasi atau konteks, merupakan situasi yang tergambar dalam suatu persoalan. Ketiga dimensi studi PISA tersebut secara ringkas dapat digambarkan dalam Gambar 2.1 berikut dan selanjutnya akan dijelaskan lebih detail. Ruang dan Bentuk Konten Perubahan dan Hubungan Bilangan Dimensi Studi PISA Proses Konteks Probabilitas dan Ketidakpastian Memformulasikan Menggunakan Menafsirkan Pribadi Pendidikan dan Pekerjaan Umum Keilmuan Gambar 2.1: Dimensi Studi PISA Konten dalam soal PISA dibagi menjadi empat bagian (Hayat dan Yusuf, 2010: ), yaitu: 1) Ruang dan bentuk (space and shape) berkaitan dengan pokok pelajaran geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali ciri-ciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi benda tersebut.
7 14 2) Perubahan dan hubungan (change and relationships) berkaitan dengan pokok pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan dengan persamaan atau hubungan yang bersifat umum, seperti penambahan, pengurangan, dan pembagian. Hubungan itu juga dinyatakan dalam berbagai simbol aljabar, grafik, bentuk geometris, dan tabel. Oleh karena setiap representasi simbol itu memiliki tujuan dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang harus dikerjakan. 3) Bilangan (quantity) berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan, antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk ke dalam konten bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif, merepresentasikan sesuatu dalam angka, memahami langkah-langkah matematika, berhitung diluar kepala, dan melakukan penaksiran. 4) Probabilitas dan ketidakpastian (uncertainty) berhubungan dengan statistik dan probabilitas yang sering digunakan dalam masyarakat informasi. Keempat konten matematika tersebut adalah landasan untuk belajar matematika sepanjang hayat untuk kebutuhan hidup dalam sehari-hari. Dalam penelitian ini, peneliti memilih salah satu konten pada PISA yaitu perubahan dan hubungan (change and relationships). Hal tersebut dikarenakan banyak guru sekolah menengah yang mengemukakan bahwa masih banyak siswa yang kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika utamanya yang terkait dengan aljabar. Dimana materi aljabar ini jika dikaitkan dengan konten PISA termasuk dalam konten perubahan dan hubungan. OECD (2013) dalam PISA 2015 Draft Mathematics Framework menguraikan konten perubahan dan hubungan (change and relationship) sebagai kejadian/peristiwa dalam setting yang bervariasi seperti pertumbuhan organisme, musik, siklus dari musim, pola dari cuaca, dan kondisi ekonomi. Kategori ini berkaitan dengan aspek konten matematika pada kurikulum yaitu aljabar, termasuk bentuk aljabar, persamaan, pertidaksamaan, representasi dalam bentuk tabel dan grafik, merupakan sentral dalam menggambarkan, memodelkan, dan menginterpretasi perubahan dari suatu fenomena. Konsep penting pada konten perubahan dan hubungan yang bersumber pada PISA M (Shiel et al., 2007) adalah: 1) Mengenali tipe dari perubahan/hubungan.
8 15 2) Memahami tipe dari perubahan/hubungan. 3) Memodelmatematikakan fungsi-fungsi. 4) Merepresentasikan perubahan/hubungan dalam format yang berbeda. 5) Menerjemahkan sebuah representasi dari perubahan/hubungan ke yang lain. Dalam penelitian ini, soal pemecahan masalah yang dipergunakan adalah soal yang diadaptasi dari model PISA yang telah diubah ke dalam Bahasa Indonesia dengan penambahan dan penyesuaian informasi dan memastikan soal tersebut secara eksplisit atau implisit memenuhi kompetensi pada KTSP ataupun kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia. Berhubung sekolah yang peneliti gunakan untuk penelitian menggunakan KTSP, maka soal akan disesuaikan dengan kompetensi kurikulum tersebut. Dimensi selanjutnya yaitu proses. Berdasarkan definisi literasi matematika, PISA mengelompokkan kemampuan proses dalam tiga kelompok, yaitu mampu memformulasikan situasi secara matematika (formulate), mampu menggunakan/menerapkan konsep, fakta, prosedur, dan penalaran dalam matematika (employ), dan menafsirkan, menerapkan, dan mengevaluasi hasil dari suatu proses matematika (interpret) (Wardhani dan Rumiati, 2011: 32). Dalam penyusunan soal, PISA menitikberatkan satu dari tiga proses tersebut ke dalam tiap butir soalnya. Sehingga memungkinkan satu butir soal literasi matematika fokus pada proses merumuskan (formulate), menerapkan (employ), ataupun menafsirkan (interpret), tidak ketiganya sekaligus. Selanjutnya dalam PISA 2012 menyebutkan bahwa kemampuan ketiga proses tersebut melibatkan tujuh kemampuan di dalamnya yaitu: 1) Komunikasi (communication). Literasi matematika melibatkan kemampuan untuk mengomunikasikan masalah. Seseorang melihat adanya suatu masalah dan kemudian tertantang untuk mengenali dan memahami permasalahan tersebut. Membuat model merupakan langkah yang sangat penting untuk memahami, memperjelas, dan merumuskan suatu masalah. Dalam proses menemukan penyelesaian, hasil sementara mungkin perlu dirangkum dan disajikan. Selanjutnya, ketika penyelesaian ditemukan, hasil juga perlu disajikan kepada orang lain disertai penjelasan serta justifikasi. Kemampuan komunikasi diperlukan untuk bisa menyajikan hasil penyelesaian masalah. 2) Mengubah dalam bentuk matematika / mematematikakan (mathematizing). Literasi matematika juga melibatkan kemampuan untuk mengubah
9 16 (transform) permasalahan dari dunia nyata ke dalam bentuk matematika atau sebaliknya yaitu menafsirkan suatu hasil atau model matematika untuk menggambarkan kegiatan tersebut. 3) Merepresentasi (representation). Literasi matematika melibatkan kemampuan untuk menyajikan kembali (representasi) suatu permasalahan atau suatu obyek matematika melalui hal-hal seperti: memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan mempergunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus, persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga lebih jelas. 4) Menalar dan memberi alasan (reasoning and argument). Literasi matematika melibatkan kemampuan menalar dan memberi alasan. Kemampuan ini berakar pada kemampuan berpikir secara logis untuk melakukan analisis terhadap informasi untuk menghasilkan kesimpulan yang beralasan. 5) Strategi dalam memechkan masalah (devising strategies for solving problems. Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunakan strategi untuk memecahkan masalah. Beberapa masalah mungkin sederhana dan strategi pemecahannya terlihat jelas, namun ada juga masalah yang perlu strategi pemecahan cukup rumit. 6) Bahasa simbol, formal, dan bahasa teknis dan operasi (using symbolic, formal, and technical language and operation). Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunakan bahasa simbol, bahasa formal, dan bahasa teknis. 7) Alat-alat Matematika (using mathematics tools). Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunakan alat-alat matematika, misalnya melakukan pengukuran, operasi, dan sebagainya. Setiap butir soal PISA memiliki konteks matematika yang berbedabeda. Konteks dalam PISA dibagi atas empat (Hayat dan Yusuf, 2010: ), yaitu: 1) Konteks pribadi (personal) yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan pribadi siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tentu para siswa menghadapi berbagai persoalan pribadi yang memerlukan pemecahan secepatnya. Matematika diharapkan dapat berperan dalam menginterprestasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya. 2) Konteks pendidikan dan pekerjaan (occupational) yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau di lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskan, melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah pendidikan pendidikan dan pekerjaan pada umumnya. 3) Konteks umum (social) yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat menyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya itu untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.
10 17 4) Konteks keilmuan (scientific) yang secara khusus berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan masalah matematika. Untuk mengetahui kemampuan literasi matematika siswa, perlu adanya suatu indikator untuk mengukurnya. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman pada Proficiency Scale Descriptions for Mathematics seperti pada Tabel 2.1 yang dideskripsikan sesuai soal pada instrumen yang digunakan. Indikator dalam penelitian ini dikenal dengan kompetensi matematika, yang dijelaskan dalam Lampiran 7.a untuk tes pemecahan masalah dan Lampiran 10.b untuk wawancara berbasis tugas. Hayat dan Yusuf (2010: ) menyatakan bahwa PISA membagi tingkat profisiensi siswa menjadi enam tingkatan, dengan tingkatan 6 sebagai tingkat pencapaian yang paling tinggi dan 1 yang paling rendah. Setiap tingkatan profisiensi ini menunjukkan tingkat kompetensi matematika yang dicapai siswa. Semakin tinggi tingkat profisiensi yang diperoleh, maka semakin baik pula kemampuan literasi matematika siswa tersebut. Enam tingkatan tersebut disajikan dalam Tabel 2.1 sebagai berikut. Tingkat Profisiensi Tabel 2.1: Proficiency Scale Descriptons for Mathematics Kompetensi Matematika Para siswa dapat menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dan dikenal serta semua informasi yang relevan tersedia dengan pertanyaan yang jelas. Mereka bisa mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan prosedur rutin menurut instruksi yang eksplisit. Mereka dapat melakukan tindakan sesuai dengan stimuli yang diberikan. Para siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks yang memerlukan inferensi langsung. Mereka dapat memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal dan menggunakan cara representasi tunggal. Para siswa pada tingkatan ini dapat mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus, melaksanakan prosedur atau konvensi sederhana. Mereka mampu memberikan alasan secara langsung dan melakukan penafsiran harfiah. Para siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk prosedur yang memerlukan keputusan secara berurutan.
11 18 Tingkat Profisiensi Kompetensi Matematika Mereka dapat memilih dan menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana. Para siswa pada tingkatan ini dapat menginterpretasikan dan menggunakan representasi mendasar sumber informasi yang berbeda dan mengemukakan alasannya. Mereka dapat mengomunikasikan hasil interpretasi dan alasan mereka. Para siswa dapat bekerja secara efektif dengan model dalam situasi yang konkret tetapi kompleks. Mereka dapat memilih dan mengintegrasikan representasi yang berbeda, dan menghubungkannya dengan situasi nyata. Para siswa pada tingkatan ini dapat menggunakan keterampilannya dengan baik dan mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai dengan konteks. Mereka dapat memberikan penjelasan dan mengomunikasikannya disertai argumentasi berdasar pada interpretasi dan tindakan mereka. Para siswa dapat bekerja dengan model untuk situasi yang kompleks, mengetahui kendala yang dihadapi, dan melakukan dugaan-dugaan. Mereka dapat memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi untuk memecahkan masalah yang rumit yang berhubungan dengan model ini. Para siswa pada tingkatan ini dapat bekerja dengan menggunakan pemikiran dan penalaran yang luas, serta secara tepat menghubungkan pengetahuan dan keterampilan matematikanya dengan situasi yang dihadapi. Mereka dapat melakukan refleksi dari apa yang mereka kerjakan dan mengomunikasikannya. Para siswa dapat melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan menggunakan informasi berdasarkan modelling dan penelaahan dalam suatu situasi yang kompleks. Mereka dapat menghubungkan sumber informasi berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya. Para siswa pada tingkatan ini telah mampu berpikir dan bernalar secara matematika. Mereka dapat menerapkan pemahamannya secara mendalam disertai dengan penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru untuk menghadapi situasi baru. Mereka dapat merumuskan dan mengomunikasikan apa yang mereka temukan. Mereka melakukan penafsiran dan berargumentasi secara dewasa. Tabel di atas menjelaskan tentang tingkat kemampuan matematika yang dikembangkan oleh PISA. Seperti yang ada pada Tabel 2.1, bahwa penilaian literasi matematika tingkatan 1 dan 2 termasuk kelompok soal dengan
12 19 skala bawah. Soal-soal disusun berdasarkan konteks yang cukup dikenal oleh siswa dengan operasi matematika yang sederhana. Soal literasi matematika tingkatan 3 dan 4 termasuk kelompok soal dengan skala menengah. Soal-soal skala menengah memerlukan interpretasi siswa karena situasi yang diberikan tidak dikenal atau bahkan belum pernah dialami oleh siswa. Sedangkan soal literasi matematika tingkatan 5 dan 6 termasuk kelompok soal dengan skala tinggi. Soal-soal ini menuntut penafsiran tingkat tinggi dengan konteks yang sama sekali tidak terduga oleh siswa (Maryanti, 2012: 84). 3. Masalah Matematika dalam PISA pada Konten Perubahan dan Hubungan a. Masalah Matematika Suherman (2001: 86) menjelaskan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikan akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Sumardyono (2011:1) berpendapat bahwa tidak setiap soal dapat disebut sebagai masalah. Ciri-ciri suatu soal disebut masalah paling tidak memuat dua hal yaitu: 1) Soal tersebut menentang pikiran (challenging) 2) Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya. Menurut Hudojo (1979: 157) syarat suatu masalah bagi siswa adalah: 1) Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya. 2) Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan metode rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial. Dari beberapa pendapat di atas memberikan gambaran bahwa masalah matematika bermula dari adanya suatu kesulitan karena belum mengetahui langkah-langkah untuk menyelesaikannya. Namun, kesulitan tersebut
13 20 menjadikan suatu tantangan tersendiri dan dorongan untuk berpikir dan mengkolaborasikan pengetahuan lain yang dimilikinya untuk menjawab permasalahan tersebut. Hudojo juga mengemukakan bahwa masalah dalam matematika sering disebut juga dengan soal-soal yang harus dijawab dan dipecahkan oleh siswa. Pada umumnya soal-soal matematika dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Soal jenis ini banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk melatih siswa menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas. Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Dengan kata lain, soal nonrutin ini menyajikan situasi baru yang belum pernah dijumpai oleh siswa sebelumnya. Dalam situasi baru itu, ada tujuan yang jelas ingin dicapai, tetapi cara mencapainya segera muncul dalam benak siswa. Memberikan soal nonrutin kepada siswa akan menjadikan siswa untuk berusaha menerapkan, mengembangkan, dan mengkolaborasikan konsepkonsep matematika yang sudah dimiliki untuk menjawab soal tersebut, sehingga siswa mampu menggunakannya dalam memecahkan permasalahan yang ada di sekitarnya. Dengan demikian soal nonrutin dapat dijadikan sebagai soal pemecahan masalah. Dengan pertimbangan tersebut, maka soal PISA juga dapat dikategorikan ke dalam soal nonrutin, karena soal model PISA mengasah kemampuan matematika yang lebih dan masih jarang sekali diperkenalkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. b. Masalah Matematika dalam PISA pada Konten Perubahan dan Hubungan PISA memiliki ukuran sendiri dalam menentukan soal dan mengetahui kemampuan literasi matematika siswa, dimana pengetahuan dan keterampilan matematika itu harus memuat tiga dimensi yang berkenaan dengan: 1) konten atau isi, 2) proses, dan 3) konteks atau situasi. Hal ini sejalan
14 21 assessment bagi literasi matematika perlu mengamati tiga komponen besar. Komponenkomponen tersebut adalah proses, konten, dan konteks. Sehingga yang dimaksud masalah matematika dalam PISA adalah masalah/soal matematika yang dapat digolongkan pada konten PISA yang dalam proses pemecahan masalahnya fokus terhadap salah satu dari tiga proses PISA yang berlatarkan pada konteks PISA. Dimensi pertama yaitu konten. Dalam penelitian ini, masalah yang diangkat berkenaan dengan konten perubahan dan hubungan. Masalah pada konten perubahan dan hubungan adalah masalah yang berkaitan dengan aljabar, termasuk bentuk aljabar, persamaan, pertidaksamaan, representasi dalam bentuk tabel dan grafik, merupakan sentral dalam menggambarkan, memodelkan fungsi-fungsi, dan menginterpretasi perubahan dari suatu fenomena, serta menerjemahkan sebuah representasi dari perubahan/hubungan ke yang lain. Pada dimensi proses, assessment dilakukan untuk mengamati kemampuan bernalar, menganalisis, mengomunikasikan gagasan, dan menyelesaikan masalah yang fokus terhadap salah satu proses formulate, employ, atau interpret. Ini menunjukkan bahwa kita sadar jika seseorang belajar matematika sekolah maka orang tersebut akan secara langsung belajar bernalar dan menganalisis terhadap suatu keadaan. Dalam proses belajar matematika, orang tersebut juga perlu mengomunikasikan gagasan. Ini akan menumbuhkan kompetensi berkomunikasi. Selain itu, melalui proses belajar matematika, seseorang akan menumbuhkembangkan kompetensinya dalam pemecahan permasalahan. Kompetensi-kompetensi di atas yang diamati dalam proses PISA. Dimensi ketiga adalah konteks dari penerapan. Konten matematika merupakan hasil abstraksi sejak ratusan tahun. Akibatnya, hal-hal yang dipelajari dalam matematika, sekolah seringkali sudah menjadi sangat abstrak dan jauh dari konteks penerapannya. Dalam literasi matematika, dimensi
15 22 konteks dalam penerapan ini mempunyai porsi yang cukup penting. Artinya, siswa tidak hanya memahami matematika serta mampu bernalar dan memecahkan permasalahan dengan matematika, tetapi siswa juga dituntut untuk memahami penerapannya dan melaksanakan penerapan tersebut. Dari spesifikasi ketiga dimensi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah matematika dalam PISA pada konten perubahan dan hubungan adalah masalah/soal PISA yang berkaitan dengan aljabar yang menuntut siswa bekerja dengan bentuk aljabar, persamaan, pertidaksamaan, representasi dalam bentuk tabel dan grafik, memodelkan fungsi-fungsi, dan menginterpretasi perubahan dari suatu fenomena, serta menerjemahkan sebuah representasi dari perubahan/hubungan ke yang lain; yang dalam penyelesaiannya fokus terhadap salah satu proses yaitu merumuskan, menerapkan, atau menginterpretasi saja yang berlatarkan pada konteks PISA. 4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Model PISA pada Konten Perubahan dan Hubungan a. Kemampuan Sinaga dan Hadiati (2001) mendefinisikan kemampuan lebih pada keefektifan orang tersebut dalam melakukan segala macam pekerjaan. Artinya kemampuan merupakan dasar dari seseorang tersebut melakukan sebuah pekerjaan secara efektif dan tentunya efisien. Hal tersebut didukung oleh pendapat Robbins dan Judge (2008) yang mengartikan bahwa kemampuan merupakan kapasitas yang dimiliki oleh tiaptiap individu untuk melaksanakan tugas. Disebutkan pula bahwa kemampuan merupakan suatu penilaian atau ukuran dari apa yang dilakukan oleh orang tersebut. Dalam penelitian ini, yang dimaksud kemampuan adalah kapasitas yang dimiliki seseorang untuk melakukan dan menyelesaikan suatu soal atau permasalahan dengan efektif.
16 23 b. Pemecahan Masalah Matematika Cooney dalam Lelawati (2014: 15) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah proses penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikannya. Dengan demikian pemecahan masalah dapat diartikan sebagai adanya usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah agar tercapai tujuan dan diperoleh solusinya. Lebih detailnya, Nasution (2006: 7) merinci bahwa pemecahan masalah dapat dipandang sebagi manipulasi informasi secara sistematis, langkah demi langkah, dengan mengolah informasi yang diperlukan melalui pengamatan untuk mencapai suatu hasil pemikiran sebagai respon terhadap problem yang dihadapi. Jika sebelumnya dijelaskan bahwa soal nonrutin dapat dijadikan soal pemecahan masalah, dimana dengan soal tersebut akan menjadikan siswa untuk berusaha menerapkan, mengembangkan, dan mengkolaborasikan konsep-konsep matematika yang sudah dimiliki untuk menjawab soal tersebut, maka di sisi lain yang disebut dengan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah usaha dari diri siswa untuk berpikir (bernalar), menganalisis, mengomunikasikan gagasan, mengkolaborasikan konsep-konsep matematika dan merumuskan suatu jawaban atas permasalahan yang diberi. c. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan pengertian kemampuan dan pemecahan masalah sebelumnya, diperoleh pengertian dari kemampuan pemecahan masalah adalah kapasitas yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan soal matematika melalui proses berpikir (bernalar), menganalisis, mengomunikasikan gagasan, mengkolaborasikan konsep-konsep matematika dan merumuskan suatu jawaban atas permasalahan yang diberi dengan efektif. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah matematika ini tidak memandang pada hasil jawaban akhir siswa yang benar atau salah dari suatu soal, tetapi pada upaya dan proses siswa dalam mengetahui, bernalar, menganalisis masalah, merencanakan strategi pemecahannya, hingga menyelesaikan masalah tersebut dan memiliki argumentasi yang mendasari
17 24 dalam langkah-langkahnya. Sehingga kemampuan ini lebih menekankan pada suatu proses dalam mencari solusi permasalahan daripada jawaban akhir. d. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Model PISA pada Konten Perubahan dan Hubungan Kemampuan literasi dapat diungkap dengan adanya suatu masalah. Hal tersebut dikarenakan, dalam proses pemecahan masalah dapat pula diketahui kemampuan lain yang dimiliki siswa seperti komunikasi, memodelkan, proses berpikir, penggunaan bahasa simbol dan operasi, dan menyatakan alasan mendasar yang melibatkan konsep-konsep matematika; dimana kemampuan-kemampuan tersebut juga termuat dalam literasi matematika. Oleh sebab itu, siswa perlu diberikan suatu masalah terlebih dahulu agar memudahkan peneliti dalam menganalisis kemampuan literasi yang dimiliki siswa. Pada subbab sebelumnya kita telah memperoleh pengertian dari kemampuan pemecahan masalah dan masalah matematika dalam PISA pada konten perubahan dan hubungan, yaitu kemampuan pemecahan masalah adalah kapasitas yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan soal matematika melalui proses berpikir (bernalar), menganalisis, mengomunikasikan gagasan, mengkolaborasikan konsep-konsep matematika, dan merumuskan suatu jawaban atas permasalahan yang diberi dengan efektif; dan masalah matematika dalam PISA pada konten perubahan dan hubungan adalah masalah/soal PISA yang berkaitan dengan aljabar yang menuntut siswa bekerja dengan bentuk aljabar, persamaan, pertidaksamaan, representasi dalam bentuk tabel dan grafik, memodelkan fungsi-fungsi, dan menginterpretasi perubahan dari suatu fenomena, serta menerjemahkan sebuah representasi dari perubahan/hubungan ke yang lain; yang dalam penyelesaiannya fokus terhadap salah satu proses yaitu merumuskan, menerapkan, atau menginterpretasi saja yang berlatarkan pada konteks PISA. Sehingga yang dimaksud kemampuan pemecahan masalah matematika model PISA pada konten perubahan dan hubungan adalah kapasitas yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan aljabar melalui prosedur pemecahan yang
18 25 fokus terhadap salah satu proses PISA dan berlatarkan pada konteks PISA yang menuntut siswa untuk berpikir (bernalar), menganalisis, mengomunikasikan gagasan, mengkolaborasikan konsep-konsep matematika, dan merumuskan suatu jawaban atas permasalahan. Bila kita membicarakan kemampuan pemecahan masalah matematika secara umum ataupun khususnya dalam PISA, maka penekanannya ada pada prosesnya. Proses siswa dalam menjawab suatu masalah matematika. Sehingga untuk melihat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika model PISA ini haruslah dipahami dan ditelaah proses mengerjakannya secara tertulis dan dibandingkan dengan hasil proses tanya jawab/wawancara. 5. Kecerdasan Logis Matematis Dalam suatu pemecahan masalah yang kontekstual termasuk soal model PISA, siswa membutuhkan keterampilan memahami masalah, melakukan analisis dan perhitungan, serta kemampuan bernalar dan berabstraksi. Dalam hal ini seseorang pada umumnya membutuhkan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan analitis dan berpikir logis atau yang kita kenal dengan kecerdasan logis matematis. a. Kecerdasan Menurut Gardner dalam Armstrong (2013: 6), kecerdasan merupakan bakat tunggal yang dipergunakan dalam situasi menyelesikan masalah apapun. Gardner menyatakan bahwa kecerdasan lebih berkaitan dengan kapasitas/kemampuan untuk 1) memecahkan masalah-masalah, dan 2) menciptakan produk-produk dan karya-karya dalam sebuah konteks yang kaya dan keadaan yang naturalistik. Gardner juga mengidentifikasikan kecerdasan atas 8 jenis kecerdasan setiap individu, yaitu: 1) kecerdasan linguistik, 2) kecerdasan logis matematis, 3) kecerdasan visual dan spasial, 4) kecerdasan musik, 5) kecerdasan interpersonal, 6) kecerdasan intrapersonal, 7) kecerdasan kinestetik, 8) kecerdasan naturalis. Delapan kecerdasan dasar ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memetakan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh manusia.
19 26 b. Kecerdasan Logis Matematis Menurut logis matematis melibatkan banyak komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, dan pertimbangan deduktif dan induktif, dan ketajaman pola-pola dan hubungan- Armstrong (2003: 20), kecerdasan logis matematis merupakan kemampuan dalam hal angka dan logika atau akal sehat. Kemampuan ini meliputi kemampuan dalam hal penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab- akibat, menciptakan hipotesis, dan mencari keteraturan konseptual (pola numerik). Menurut Chatib dan Said (2012: 86), karakteristik seseorang dengan kecerdasan logis matematis adalah sebagai berikut: 1) Kepekaan dalam memahami pola-pola logis atau numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. 2) Memiliki respon yang cepat terhadap kalkulasi angka. 3) Mengenal konsep bersifat kuantitas, waktu, dan hubungan sebab akibat. 4) Menggunakan simbol abstrak untuk menunjukkan secara nyata (konkret). 5) Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah secara logis. 6) Memahami pola-pola dan hubungan-hubungan. 7) Mengajukan dan menguji hipotesis. 8) Menggunakan bermacam-macam keterampilan matematis, seperti memperkirakan, memperhitungkan algoritma, menafsirkan statistik, dan menggambarkan informasi visual dalam bentuk grafik. 9) Menyukai operasi yang kompleks seperti kalkulus, fisika, pemrograman komputer, dan metodologi penelitian. 10) Berpikir matematis dengan mengumpulkan bukti, membuat hipotesis, merumuskan berbagai model, dan mengembangkan contoh-contoh tandingan. 11) Menggunakan teknologi untuk memecahkan masalah matematis. 12) Mengungkapkan ketertarikan dalam karier seperti akuntansi, teknologi, komputer, hukum, mesin, ilmu kimia, dan penelitian laboratorium sains. 13) Mempersiapkan model-model baru atau memahami wawasan baru dalam ilmu pengetahuan alam dan matematika. Berdasarkan paparan para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan yang berhubungan dengan angka dan logika yang dibutuhkan seseorang ketika berabstraksi atau melakukan penalaran, menganalisis dan menyusun pola sebab-akibat,
20 27 melakukan perhitungan dan peka terhadap pola numerik yang terjadi, dan dalam mengambil suatu hipotesis atas dasar logika yang masuk akal. Bila kita perhatikan dan pahami inti dari kecerdasan logis matematis di atas, kecerdasan ini mendukung sekali siswa dalam pemecahan masalah matematika. Kecerdasan tersebut sangat penting karena akan membantu mengembangkan keterampilan berpikir dan logika siswa. Siswa akan mudah berpikir secara logis karena dilatih disiplin mental yang keras dan belajar menemukan alur pikir yang benar atau tidak. Di samping itu, kecerdasan logis matematis juga dapat membantu dalam menemukan cara kerja, pola dan hubungan, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, dan meningkatkan daya ingat. Dengan mengadaptasi kemampuan kecerdasan logis matematis dari Sari dalam Wulandari (2014: 16) bahwa kemampuan dalam kecerdasan logis matematis meliputi: 1) Kemampuan numerik Kemampuan numerik adalah kemampuan yang berhubungan dengan angka dan kemampuan melakukan operasi matematika. 2) Kemampuan konsep aljabar Kemampuan konsep aljabar adalah kemampuan bekerja dalam konsep aljabar untuk menyelesaikan persoalan matematika atau menyederhanakan masalah matematika dengan menggunakan simbol atau variabel dan mampu memaknainya. 3) Kemampuan pola bilangan Kemampuan pola bilangan adalah kemampuan mengurutkan, mendeteksi, serta menganalisis pola angka-angka tertentu. Kemampuan ini tidak sebatas mengenali suatu pola pada angka saja, namun termasuk pola atau hubungan antarhal dalam suatu permasalahan. 4) Kemampuan logika (penalaran) Kemampuan logika (penalaran) adalah kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Kemampuan ini meliputi kemampuan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu, melakukan hipotesis, dan menganalisis permasalahan matematika secara logis. Keempat kemampuan di atas merupakan kemampuan yang secara langsung maupun tidak langsung juga diasah dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah termasuk untuk usia siswa kelas IX. Walaupun kemampuan logika (penalaran) tidak dituang secara gamblang dalam kegiatan belajar mengajar,
21 28 namun sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif manusia oleh Piaget bahwa mereka seharusnya sudah mumpuni. Piaget menggolongkan seseorang yang berusia tahun (usia remaja) termasuk dalam tahapan operasi-operasi berpikir formal, dimana seseorang mengembangkan kemampuan untuk berpikir sistematis menurut rancangan yang murni abstrak dan hipotesis (Crain, 2007: 171). Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan mampu berpikir hipotesis, yakni berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang diresponnya. Selanjutnya, dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran di dalam kegiatan belajar mengajar yang abstrak seperti ilmu matematika dengan luas dan lebih mendalam (Syah, 2003: 33-34). Oleh sebab itu, kemampuan numerik, kemampuan konsep aljabar, kemampuan pola bilangan, dan kemampuan logika (penalaran), sudah seharusnya dimiliki oleh siswa kelas IX SMP dan dapat diujikan sebagai tes kecerdasan logis matematis. 6. Hasil Penelitian yang Relevan Gulcin Yilmazer dan Melek Masal (2014) menyatakan bahwa adanya suatu hubungan antara kemampuan aritmetik siswa dengan kemampuan literasi matematikanya. Kemampuan aritmetik adalah kemampuan yang berkaitan dengan bilangan dan operasi hitung. Dalam penelitiannya memberikan hasil bahwa siswa dengan kemampuan tinggi dalam mengoperasikan suatu bilangan memiliki level yang tinggi pula dalam literasi matematika. Siswa dengan kemampuan aritmetik sedang memiliki level sedang pula dalam kemampuan literasi matematika. Demikian juga untuk siswa yang berkemampuan aritmetik rendah memiliki kemampuan literasi matematika yang rendah. Menurut Sugeng Arief Widodo, Sunardi, dan Nurcholif Diah S.L (2015) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui level kemampuan literasi
22 29 matematika siswa kelas XIA-4 di SMA Negeri 1 Ambulu menyatakan bahwa semua siswa mampu mencapai level 1 tetapi tidak ada yang mencapai level 6. Sehingga kemampuan literasi matematika siswa berada dalam rentang level 2 sampai level 5. Berdasarkan hasil penelitiannya, masing-masing siswa memiliki level kemampuan literasi matematika yang berbeda-beda. Walaupun tidak semua siswa memenuhi indikator yang diberikan, tetapi dalam menyelesaikan soal siswa sudah mampu untuk memahami maksud soal dan merumuskan permasalahan yang ditanyakan pada soal. Siswa sudah mampu untuk memecahkan dan menafsirkan permasalahan, bahkan mampu untuk mempresentasikan hasil jawaban mereka dengan baik dan benar. Selanjutnya dalam penelitian Mulia Putra dan Rita Novita (2014), menyatakan bahwa siswa sekolah menengah mampu mengidentifikasikan masalah dengan cara mengungkapkan informasi yang diketahui dari masalah PISA yang terkait dengan konten perubahan dan hubungan, pada tahap berikutnya yaitu menyusun rencana pemecahan masalah, siswa dapat menyebutkan langkah atau rencana yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah ini, dan pada tahap pelaksanaan rencana tersebut, siswa sangat dipengaruhi oleh rencana yang telah dibuat dan dia berhasil menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Pada tahap akhir untuk memastikan jawabannya, subjek penelitian memeriksa kembali setiap langkah analisis yang dilakukan hingga yakin dengan jawabannya itu, walaupun sebenarnya siswa tersebut belum tahu kebenaran jawaban tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang relevan di atas, dapat disimpulkan bahwa persamaan dalam penelitian ini antara lain, telah dilakukan penelitian tentang kemampuan literasi matematika siswa dengan menggunakan soal model PISA pada konten perubahan dan hubungan. Adapun perbedaan dengan penelitian ini antara lain, akan diteliti bagaimana kemampuan literasi matematika siswa ditinjau dari kecerdasan logis matematis. B. Kerangka Berpikir Matematika bukan suatu ilmu kaku untuk diterapkan dalam kehidupan nyata. Belajar matematika bukan sekedar berhitung dan mengasah logika, namun
23 30 matematika juga dapat dimanfaatkan untuk mengaitkan gagasan matematika dengan konteks kehidupan modern melalui kreativitasnya dalam memilih bagaimana menyelesaikan permasalahan yang ada disekitar hidupnya, sehingga dibutuhkanlah literasi matematika di dalamnya. Literasi matematika merupakan sebuah proses yang bertumbuh pada saat seseorang belajar matematika, yaitu kemampuan seseorang untuk merumuskan, menggunakan, dan menerjemahkan matematika dalam berbagai konteks termasuk melakukan penalaran secara matematis dengan menggunakan konsep, prosedur, fakta dalam menjelaskan maupun memprediksi suatu kejadian. Untuk menjembatani ilmu matematika dengan konteks kehidupan modern ini, Indonesia telah memberlakukan kurikulum 2013 atau KTSP di tiap-tiap sekolah yang menuntut siswanya untuk lebih memahami dan mampu menginterpretasikan matematika dalam kehidupannya. Penyusunan kedua kurikulum tersebut pada dasarnya sudah memperhatikan aspek pengembangan literasi matematika. Di sisi lain, terdapat suatu studi Internasional, PISA, yang tujuan utamanya adalah mengetahui kesiapan siswa menghadapi tantangan masyarakat, yang dalam assessment-nya memiliki kaitan dengan konteks kehidupan. Jika antara studi Internasional PISA dengan kurikulum di Indonesia dikorelasikan, terdapat suatu hubungan yang memberikan p agaimana jika siswa yang sekolahnya telah diberlakukan kurikulum 2013 atau KTSP diujikan soal pemecahan masalah model PISA yang pada dasarnya mengarahkan matematika sekolah terhadap permasalahan kontekstual untuk mengetahui kemampuan literasi matematikanya Proses literasi matematika dalam pemecahan masalah memiliki kaitan erat dengan kecerdasan logis matematis. Kecerdasan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menganalisis informasi yang digunakan dalam memecahkan masalah berkaitan dengan kemampuan lain seperti mengidentifikasi informasi, menemukan pola angka dan hubungan terkait antarvariabel, berpikir menurut aturan logika, dan menafsirkan bahasa matematika dalam bahasa keseharian. Siswa harus mampu menemukan keterkaitan antar informasi yang ada pada masalah sehingga gambaran dari pemecahan masalah dapat diketahui.
24 31 Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dilakukan dengan baik oleh orang-orang yang memiliki kecerdasan logis matematis baik pula. Kecerdasan logis matematis siswa adalah kemampuan dalam mengolah angka dan menggunakan logika dalam memecahkan masalah. Siswa dengan tingkat kecerdasan logis matematis yang berbeda, memiliki kecenderungan menggunakan kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk memecahkan masalah yang berbeda pula. Sehingga mempengaruhi cepat lambatnya siswa menemukan suatu hal untuk menyelesaikan suatu masalah secara logis. Akibatnya tingkat kecerdasan logis matematis yang berbeda dalam belajar akan berpengaruh pada proses pemecahan masalah. Dari hal tersebut memungkinkan siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis tinggi memiliki tingkat kemampuan literasi matematika dalam pemecahan masalah yang lebih baik dari siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi seharusnya memiliki kemampuan untuk merumuskan, menggunakan, dan menerjemahkan matematika dalam berbagai konteks termasuk melakukan penalaran secara matematis dengan menggunakan konsep, prosedur, fakta dalam menjelaskan maupun memprediksi suatu kejadian. Begitu pula siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang memungkinkan memiliki tingkat kemampuan literasi matematika dalam pemecahan masalah yang lebih baik dibanding siswa dengan kecerdasan logis matematis rendah. Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat sejauh mana kemampuan literasi matematika siswa dalam memecahkan masalah dengan kecerdasan logis matematis tinggi, sedang, dan rendah. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan literasi matematika siswa berdasarkan kecerdasan logis matematis ini, peneliti memberikan tes pemecahan masalah dan wawancara berbasis tugas untuk memastikan kemampuan yang dimiliki siswa dengan triangulasi metode. Triangulasi dilakukan untuk memperoleh deskripsi kemampuan literasi matematika siswa yaitu dengan membandingkan data hasil tes dengan hasil wawancara.
1. Soal tidak serupa PISA : Latihan 1.3 uraian no. 2 hal. 35
LAMPIRAN LAMPIRAN 1 BAB I Konten : Quantity 1. Soal tidak serupa PISA : Latihan 1.3 uraian no. 2 hal. 35 tentukan hasil dari a. 5 x (15-6) b. 12 x (-7) + (-16) : (-2) c. -15 : (-3) 7 x (-4). 2. Soal serupa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengembangan Soal Matematika Definisi Pengembangan dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan 1. Menurut Gay, penelitian pengembangan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan
Lebih terperinciANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA
Prabawati, M. N. p-issn: 2086-4280; e-issn: 2527-8827 ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA THE ANALYSIS OF MATHEMATICS PROSPECTIVE TEACHERS MATHEMATICAL LITERACY SKILL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang mempunyai objek kajian abstrak, universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan
Lebih terperinciPendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika
PRISMA 1 (2018) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika Wulida Arina
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan pada hampir semua mata pelajaran yang
Lebih terperinciINOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21
LITERASI MATEMATIKA DALAM KERANGKA PISA 2012 Rayi Siti Fitriani, Atep Lesmana STKIP Purwakarta rayivee@gmail.com Abstrak. Pendidikan merupakan aspek vital dalam menghasilkan manusia yang meniliki kompetensi
Lebih terperinciLITERASI MATEMATIS SISWA PADA KONTEN QUANTITY DI SMP NEGERI 02 PONTIANAK
LITERASI MATEMATIS SISWA PADA KONTEN QUANTITY DI SMP NEGERI 02 PONTIANAK Nining Arum Sari, Agung Hartoyo, Hamdani Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Email: niningarum29@yahoo.co.id Abstrak:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di
Lebih terperinciKEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI
Pedagogy Volume 1 Nomor 2 ISSN 2502-3802 KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI Jumarniati 1, Rio Fabrika Pasandaran 2, Achmad Riady 3 Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya
Lebih terperinci2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang unggul merupakan potensi yang sangat penting untuk dikembangkan dalam rangka membangun Indonesia. Dengan sumber daya manusia yang unggul kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memiliki peranan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan bidang ilmu yang sangat penting untuk dikuasai oleh setiap insan karena manfaatnya berdampak langsung dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat berperan penting dalam kemajuan teknologi dan informasi di era globalisasi ini. Setiap negara berlomba-lomba dalam kemajuan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa
Lebih terperinciPENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peran yang sangat luas dalam kehidupan. Salah satu contoh sederhana yang dapat dilihat adalah kegiatan membilang yang merupakan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peranan penting dalam memajukan kemampuan berfikir manusia. Pentingnya ilmu matematika dalam memajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dipelajari sejak zaman dahulu hingga kini. Mata pelajaran wajib di sekolah dalam tingkatan apapun. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju dan berkembangnya suatu Negara dipengaruhi oleh pendidikan. Bagaimana jika pendidikan di suatu Negara itu makin terpuruk? Maka Negara tersebut akan makin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini, manusia dituntut untuk bisa bersaing dalam berbagai bidang sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang persaingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad ke 21 persaingan dan tantangan di semua aspek kehidupan semakin besar. Teknologi yang semakin maju dan pasar bebas yang semakin pesat berkembang mendorong
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya yaitu aspek pendidikan.
Lebih terperinciBRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA. Iwan Kuswidi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia
BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA Iwan Kuswidi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia email: iwankuswidi@gmail.com ABSTRACT This research is a literature research that
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan penekanan
Lebih terperinciDESKRIPSI TRAJEKTORI BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH LITERASI MATEMATIKA
Prosiding Seminar Nasional Volume 0, Nomor ISSN - DESKRIPSI TRAJEKTORI BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH LITERASI MATEMATIKA Andi Jusmiana, Sumarni Susilawati, Fahrul Basir Universitas Pejuang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus diarahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.c.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu penting sebagai dasar dalam berbagai bidang terutama IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) sehingga matematika harus dipelajari serta dipahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan
Lebih terperinciMENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo
JPM IAIN Antasari Vol. 1 No. 1 Juli Desember 2013, pp. 1-8 MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4 Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo Abstrak PISA (Program International for Student Assessment)
Lebih terperinci2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sains dalam kehidupan manusia membuat kemampuan melek (literate) sains menjadi sesuatu yang sangat penting. Literasi sains merupakan tujuan yang ingin dicapai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Soal Matematika Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan dengan matematika. Soal tersebut dapat berupa soal pilihan ganda ataupun soal uraian. Setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,
Lebih terperinciHOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika
PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika Husna Nur Dinni Program Pascasarjana, Univeritas Negeri
Lebih terperinciInstrumen Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Instrumen Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis (Analisis Pendahuluan) Inge Wiliandani Setya Putri 1, Dafik 2, Hobri 2 1 Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan bermacam-macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis merupakan hal yang penting dalam pendidikan matematika. Kemampuan pemodelan matematis merupakan kecakapan siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin
Lebih terperinciMatematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum pendidikan di Indonesia tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa dan berfungsi sebagai dasar pengembangan sains dan teknologi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari siswa tingkat sekolah dasar, menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi. Pada tiap tahapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkualitas menjadi penentu keberhasilan suatu bangsa dalam menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seorang guru ketika memberikan pelajaran, terutama dalam pembelajaran matematika, diharapkan dapat mengoptimalkan siswa dalam menguasai konsep dan memecahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengambilan keputusan terhadap masalah yang dihadapi oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terlepas dari aspek-aspek yang mempengaruhinya. Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi matematik dan pemecahan masalah sebagai bekal untuk menghadapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan
Lebih terperincicommit to user 32 BAB III METODE PENELITAN
BAB III METODE PENELITAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat yang digunakan sebagai penelitian oleh peneliti adalah kelas IX A SMP Muhammadiyah Program Khusus Surakarta pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika adalah ilmu yang berkembang sejak ribuan tahun lalu dan masih berkembang hingga saat ini. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutu pendidikan dalam standar global merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pendidikan di negara kita. Indonesia telah mengikuti beberapa studi internasional,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, pesatnya kemajuan teknologi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebar ke setiap aspek kehidupan. Hampir seluruh dimensi
Lebih terperinciLITERASI MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Danuri Dosen Program Studi PGSD FKIP UPY Kata Kunci: Literasi Matematika Sekolah Dasar (SD)
LITERASI MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Danuri Dosen Program Studi PGSD FKIP UPY (danuri@upy.ac.id) ABSTRAK Program for International Student Assessment (PISA) melaksanakan asesmen untuk mengetahui literasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memungkinkan semua orang untuk mengakses dan mendapatkan informasi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kimia merupakan bagian dari rumpun sains, karena itu pembelajaran kimia juga merupakan bagian dari pembelajaran sains. Pembelajaran sains diharapkan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan mata pelajaran pokok mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, baik di sekolah yang berbasis agama maupun berbasis umum. Matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa sehingga menjadi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi belajar mengajar yang baik adalah guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal (1) pendidikan itu sendiri merupakan usaha sadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Semakin baik kualitas pendidikan di sebuah negara maka semakin baik pula kualitas negara tersebut.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki sumber daya manusia yang berkualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini, tidak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal. Aplikasi konsep matematika dari yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan harus dapat mengarahkan peserta didik menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan manusia terdidik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat. Manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang peranan dalam tatanan kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan taraf dan derajatnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini teknologi berkembang, hubungan antar bangsa semakin kuat, terjadi perubahan cara hidup,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Matematika (dari bahasa Yunani: mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
Lebih terperinciMelatih Literasi Matematika Siswa dengan Soal PISA Nabilah Mansur Pascasarjana, Universitas Negeri Malang, Malang
PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Melatih Literasi Matematika Siswa dengan Soal PISA Nabilah Mansur Pascasarjana, Universitas Negeri Malang, Malang nabilahmansur@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Salah satu lembaga
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, telah banyak upaya dilakukan untuk memperbaiki aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan
Lebih terperinci