Tinjauan Pustaka. 2.1 Krisis Energi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tinjauan Pustaka. 2.1 Krisis Energi"

Transkripsi

1 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2. Krisis Energi Sejak dimulainya revolusi industri di Eropa, konsumsi energi dunia cenderung bertambah secara konstan. Pada tahun 9, konsumsi energi dunia mencapai,7 TerraWatt (7 x 2 Watt) per tahun. Seratus enam tahun kemudian, yaitu pada tahun 26 konsumsi energi dunia mencapai 5 TerraWatt dengan 86 % nya berasal dari energi fosil. Dengan demikian, pertumbuhan rata-rata konsumsi energi dunia adalah sebesar 2%. [ energy resources and consumption, akses 26/6/8] Era pemanfaatan bahan bakar fosil sebagai sumber energi bagi berbagai industri dan alat transportasi telah membuat dunia mengeksploitasi perut bumi secara berlebihan. Hal ini dipicu oleh meningkatnya kebutuhan atau permintaan akan minyak mentah yang sebanding dengan bertambahnya populasi dunia yang juga meningkat secara tak terkendali. Pemanfaatannya di seluruh sektor kehidupan membuat energi fosil memiliki posisi yang sangat vital. leh sebab itu, adanya gangguan terhadap persediaan dan pasokan energi fosil akan membuat banyak aktivitas manusia yang menggunakan bahan bakar fosil tidak dapat berjalan. Tentu hal ini sangat berpeluang bagi terjadinya gejolak sosial, ekonomi, bahkan politik. Energi fosil merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbarui dan memiliki ambang batas produksi. Sampai saat ini, cadangan minyak bumi yang tersedia di dalam perut bumi diperkirakan sekitar 9,8 trilyun barrel. Produksi sejak tahun rata-rata mencapai milyar barrel per tahun, dan pada tahun 29 diprediksi mencapai 87,7 milyar barrel. Penggunaan minyak bumi oleh manusia ternyata ribu kali lebih cepat dari waktu yang dibutuhkan untuk proses pembentukannya. [ energy resources and consumption, akses 26/6/8] Eksploitasi besar-besaran terhadap perut bumi selain mempercepat terjadinya kerusakan lingkungan, juga dapat mempercepat tercapainya puncak minyak (peak oil), yaitu kondisi ketika produksi minyak dunia telah maksimum dan tidak dapat meningkat lagi. Lewat pada masa itu, produksi minyak dunia cenderung menurun. Pada saat itulah, krisis energi dunia diperkirakan akan terjadi.

2 2.2 Sumber Energi Alternatif Sebagai konsekuensi dari semakin langkanya energi fosil, maka harus dicari dan dikembangkan jenis sumber energi baru yang dapat menggantikan posisi energi fosil di masa depan. Pentingnya pengembangan sumber energi alternatif ini mulai dirasakan oleh negaranegara maju terutama setelah terjadinya gejolak minyak dunia pertama kali pada tahun 973. Sejak saat itu, berbagai negara di seluruh dunia terus mengembangkan energi alternatif yang sesuai dengan potensi geografis dan kemampuan teknologinya masing-masing. Energi alternatif yang terus dikembangkan mulai dari energi nuklir, energi panas bumi, sinar matahari, angin, sampai sumber energi terbarukan yang berbasiskan tanaman (biofuel) seperti bioetanol, biodiesel, dan lain sebagainya. Sebagian sumber energi tersebut telah dapat dimanfaatkan dan diproduksi secara komersial. Pada tahun 24, dilaporkan bahwa sumber energi terbarukan telah mampu menyumbang sebanyak 7 % terhadap total konsumsi energi dunia. Tahun 25, total investasi negara-negara di seluruh dunia untuk pengembangan energi alternatif yang terbarukan mencapai 38 milyar USD. Penyumbang terbesar adalah Jerman dan Cina dengan investasi masing-masing mencapai 7 USD, diikuti oleh Amerika Serikat, Spanyol, Jepang dan India. [ energy resources and consumption, akses 26/6/8] Selain sumber-sumber energi alternatif yang telah disebutkan di atas, para peneliti juga tengah mengembangkan suatu perangkat penghasil energi listrik baru pengganti baterai yang menggunakan hidrogen atau metanol sebagai bahan bakar. Perangkat ini dinamakan sel bahan bakar atau fuel cell. Hidrogen dipilih sebagai bahan bakar karena mudah diproduksi dan kelimpahannya cukup tinggi di alam. Begitu juga dengan metanol, sehingga sel bahan bakar ini berpotensi besar sebagai sumber energi terbarukan yang berkelanjutan di masa depan. 2.3 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar (fuel cell) pertama kali diperkenalkan pada tahun 838 oleh Christian Friedrich Schonbein, seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman. Lima tahun kemudian, tepatnya pada tahun 843, Willian Robert Groove mengembangkan jenis sel bahan bakar menggunakan elektrolit asam posfat. [5] Pemanfaatan membran sebagai komponen dalam sel bahan bakar, baru dilakukan pertama kali oleh W. Thomas Grubb pada tahun 959. Ia menggunakan polistiren tersulfonasi sebagai membran penghantar ion. Kemudian, pada tahun 962, bekerjasama dengan Leonard 5

3 Niedrach, seorang ilmuwan yang sama-sama bekerja di General Electric, Grubb berhasil mengembangkan sel bahan bakar komersial dengan nama Grubb-Nieldrach fuel cell. F.T Bacon, seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris mengembangkan sistem sel bahan bakar alkali dengan menggunakan elektroda logam yang porous. Sistem sel bahan bakar tersebut kemudian menjadi prototipe pertama NASA Space Fuel Cells yang berhasil membawa manusia ke bulan pada tahun 968. Namun kemudian, perkembangan sistem sel bahan bakar mulai berganti arah. Sel bahan bakar alkali yang sebelumnya menjadi primadona bagi aplikasi pada program-program luar angkasa mulai tergantikan dengan sistem sel bahan bakar asam posfat. Sistem ini nampak lebh sesuai untuk pabrik energi statis seperi pembangkit tenaga listrik.[5] Sampai saat ini, penelitian terhadap sel bahan bakar terus dilakukan oleh banyak ilmuwan di seluruh dunia. Berbagai inovasi berhasil dilakukan dan beragam jenis dan tipe sel bahan bakar telah ditemukan. Beberapa diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.. [ akses 26/6/8] Tabel 2. Jenis-jenis sel bahan bakar Nama Sel Elektrolit Daya yang Suhu Kerja Efisiensi Bahan Bakar Dihasilkan (perasi) Listrik Sel Alkaline fuel cell Larutan alkali (KH) - kw Di bawah 8 C 6-7% Phosporic asam posfat (H 3 P 4 ) Maksimal 5-2 C 55% acid fuel cell MW Direct methanol fuel cell Polimer membran (ionomer) kw-mw 9-2 C 2-3% Molten carbonate fuel cell Alkali karbonat cair (contoh: NaHC 3 ) MW 6-65 C 55% Tubular solid 2- yang terhubung Sampai 85- C 6-65% oxide fuel cell dengan oksida MW keramik (contoh: Zirkonium dioksida) 6

4 Tabel 2. Jenis-jenis sel bahan bakar (lanjutan) Nama Sel Elektrolit Daya yang Suhu Kerja Efisiensi Bahan Bakar Dihasilkan (perasi) Listrik Sel Planar solid 2- yang terhubung Sampai 85- C 6-65% oxide fuel cell dengan oksida MW keramik (contoh: Zr 2, Lantanum Nikel ksida La 2 X 4,X= Ni,Co, Cu.) Proton Polimer W-5 kw Nafion (5-5-7% exchange membran/ionomer 2 C) membran fuel cell (PEMFC) (contoh: Nafion, polibenzimidazol/p PBI (25-22 C) BI) 2.4 Polymer Electrolite Membrane Fuel Cells/Proton Exchange Membrane Fuel Cells (PEMFCs) PEMFC bekerja dengan memanfaatkan kemampuan suatu membran bermuatan yang mampu menghantarkan ion dari satu elektroda ke elektroda yang lain. Dalam sel bahan bakar, membran yang dimaksud harus merupakan membran bermuatan yang dapat mengikat proton (ion H + ) dari anoda kemudian mentransfernya ke katoda. 7

5 Gambar 2. Sel bahan bakar jenis PEMFC dengan bahan bakar hidrogen Reaksi yang terjadi adalah: Anoda: H2( g ) 2H ( aq) 2e E, V Katoda: 22( g ) 2H ( aq) 2e H2 ( l) E,229 V H 2 H E,229 V 2( g ) 2( g ) 2 ( l) sel 2.5 Direct Methanol Fuel Cell (DMFC) Sama seperti PEMFC, DMFC memanfaatkan membran sebagai medium penghantar proton. Hanya saja, dalam DMFC digunakan metanol sebagai bahan bakar. Penggunaan metanol ini lebih menguntungkan dibanding hidrogen karena lebih praktis dan mudah dalam penanganannya. Disamping itu, potensial sel yang dihasilkan dengan bahan baku metanol (,229 V), ternyata tidak jauh berbeda dengan potensial sel yang berbahan baku hidrogen (,23 V). 8

6 Gambar 2.2 Sel bahan bakar jenis DMFC dengan bahan bakar metanol Reaksi yang terjadi dalam sel bahan bakar tipe ini adalah: Anoda: CH3 H ( l) +H2 ( l) C2( g) 6H ( aq) 6e E, 6 V Katoda: 3 2 2( g ) 6H ( aq) 6e 3H2 ( l) E,229 V CH H H 3 2 C 3H E,23 V 3 ( l) 2 ( l) 2( g ) 2( g ) 2 ( l) sel 2.6 Membran Penghantar Proton untuk Sel Bahan Bakar Sejak pertama kali diperkenalkan, penggunaan membran sebagai komponen elektrolit penghantar proton dalam sistem sel bahan bakar terus menjadi kajian yang menarik di kalangan ilmuwan. Mereka terus mencari material membran yang mampu bekerja secara optimal dan efisien untuk diaplikasikan ke dalam sel bahan bakar. Sebagai membran penghantar proton yang diaplikasikan dalam sel bahan bakar, karakteristik utama yang harus dimiliki oleh suatu material membran adalah tingkat konduktivitas proton yang baik. Selain itu, untuk mendukung dalam aplikasinya, membran tersebut harus juga mampu berperan sebagai pemisah/penyekat (barrier) yang baik antar pereaksi, menjadi isolator elektron, memiliki ketahanan mekanik dan ketahanan termal yang cukup baik agar tidak cepat rusak sehingga sel bahan bakar tersebut dapat bekerja dengan baik. 9

7 2.7 Konduktivitas Proton Konduktivitas proton suatu membran adalah kemampuan membran tersebut untuk menghantarkan proton dari satu bagian/sisi membran ke bagian/sisi membran lainnya. Semakin besar nilai konduktivitasnya, maka semakin besar kemampuan membran tersebut untuk melewatkan proton. Artinya, membran tersebut akan semakin baik untuk diaplikasikan dalam sel bahan bakar. Dalam perjalanannya menembus membran, proton tersebut akan berinteraksi dengan matriks yang terdapat dalam membran. Interaksi tersebut sangat mempengaruhi konduktivitas proton. Bila interaksinya kuat, maka proton yang berhasil tertarik masuk ke dalam membran akan sulit untuk lepas dan keluar dari membran tersebut. Akibatnya, hal ini malah mempersulit proses perpindahan (transfer) proton yang terjadi. Sedangkan bila interaksinya lemah, maka akan sedikit sekali proton yang dapat tertarik masuk ke dalam membran, yang menyebabkan membran menjadi sangat lambat dalam menghantarkan proton. leh sebab itu, interaksi antara proton (ion H + ) dengan matriks membran haruslah diatur sedemikian rupa sehingga membran tersebut dapat menarik proton dengan baik, namun kemudian mampu mendorongnya dengan cukup baik juga agar proton tersebut dapat melintas cepat melewati membran. Gaya dorong bagi proses transpor ion pada suatu membran penghantar proton adalah perbedaan konsentrasi dari proton tersebut pada kedua sisi membran. Dalam sel bahan bakar, ion hidrogen (proton) akan dihasilkan dari sisi anoda sebagai akibat dari reaksi oksidasi hidrogen atau metanol. Dengan demikian, terdapat kelimpahan yang sangat besar dari ion hidrogen pada sisi anoda. Hal ini mendorong terjadinya migrasi proton dari anoda yang kaya akan proton ke katoda yang miskin konsentrasi proton sehingga dihasilkan gaya dorong bagi terjadinya proses transpor proton melalui membran. 2.8 Mekanisme Transpor Ion pada Membran Pada membran penukar ion, proses transpor ion sangat dipengaruhi oleh jumlah muatan yang ada (fixed charged) dalam membran tersebut. Makin besar jumlah muatannya (fixed charged), umumnya makin banyak ion yang dapat dipertukarkan dan dilewatkan dalam membran. Mekanisme transpor yang terjadi pada membran bergantung pada spesi-spesi yang terdapat dalam matriks membran tersebut. Salah satu contoh mekanisme transpor proton dalam kitosan telah diusulkan oleh Chavez dkk. dapat dilihat pada Gambar 2.3. Mekanisme transpor ini disimulasikan dengan menggunakan program Molecular Dynamics (MD). [7]

8 Pada membran kitosan yang dimodifikasi dengan gugus sulfat, gugus amina (-NH 2 ) nya dapat terprotonasi sebagian oleh air menjadi bermuatan positif (NH + 3 ) dan membentuk garam amonium. Gugus amonium (-NH + 3 ) pada rantai utama kitosan tersebut berpasangan dengan molekul S 2-4 yang berada di tengah-tengah antara dua rantai polimer kitosan. H 3 + H + + H 2 H NH 3 + S H 2 H H 3 N H H 2 matriks membran + H 3 N NH 3 + S H 3 + H 2 H H 3 + H + (dari anoda) H 2 + H 3 + Gambar 2.3 Mekanisme transport proton pada membran kitosan dengan adanya gugus sulfat [7] Dalam mekanisme tersebut dijelaskan bahwa pada saat awal simulasi, spesi-spesi -NH + 3, S 2-4, H 3 +, dan H - akan bergerak mencari pasangannya masing-masing. Ion H - berpasangan dengan H 3 +, sedangkan -NH + 3 berpasangan dengan S 2-4. Dalam sistem sel bahan bakar, ion H + akan dihasilkan dari reaksi oksidasi pada anoda, ion ini akan membentuk ion hidronium dengan molekul air. Ion H 3 + yang baru terbentuk tersebut akan menabrak pasangan H H - sehingga ion H 3 + yang sebelumnya berpasangan dengan ion H - menjadi terlempar dan bermigrasi mencari ion H - untuk dijadikan sebagai pasangan yang barunya. Proses perpindahan ion H 3 + dari satu pasangan H - ke pasangan H - lainnya terus terjadi sampai ion H 3 + tersebut mencapai ujung permukaan membran. Di ujung permukaan membran, ion H 3 + ini kemudian akan terurai menjadi proton (H + ) dan air (H 2 ). [7]

9 2.9 Ketahanan Termal Daya tahan suatu membran terhadap suhu operasi (suhu ketika membran tersebut diaplikasikan) menjadi hal yang juga penting. Dalam sel bahan bakar, suhu yang cukup tinggi seringkali digunakan agar terjadi reaksi redoks yang diinginkan. Hal ini tentu dapat mempengaruhi kinerja dari membran dalam sel tersebut. Agar sifat membran tidak berubah, maka membran tersebut harus memiliki ketahanan termal yang baik. Ketahanan suatu membran sangat dipengaruhi oleh struktur dan komponen-komponen penyusunnya. Umumnya, material anorganik seperti keramik memiliki ketahanan termal yang cukup tinggi. Seperti dapat dilihat pada tabel 2., zirkonium dioksida (Zr 2 ) mampu tahan sampai suhu C. Sedangkan membran organik, umumnya memiliki daya tahan termal yang lebih rendah. Rata-rata membran organik hanya mampu bertahan sampai pada suhu di bawah 4 C, beberapa ada yang sampai 6 C. Pada suhu yang lebih tinggi, membran mulai mengalami degradasi secara termal dan sifat-sifatnya berubah secara drastis. Dalam sistem sel bahan bakar PEFMC dan DMFC, digunakan suhu operasi yang cukup tinggi sekitar 5-22 C bergantung pada jenis membran yang digunakan. Daya tahan termal suatu polimer seperti kitosan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran Differential Scanning Calorimetry (DSC). Pada metode ini, dilakukan pengukuran jumlah energi yang dibutuhkan untuk melawan perbedaan suhu antara polimer acuan (reference polymer) dengan sampel polimer yang diuji. Kurva yang diperoleh adalah kurva hubungan antara suhu yang diaplikasikan dengan jumlah energi (dq/qt). Polimer kitosan memiliki suhu transisi gelas sebesar 23 C. [9] Suhu tersebut masih cukup jauh dari suhu operasi sel bahan bakar jenis PEMFC atau DMFC dengan menggunakan membran Nafion (Tabel 2.) yang berkisar antara 5-2 C. Jadi, ketahanan termal membran kitosan masih cukup baik selama suhu operasi sel bahan bakar jauh di bawah 23 C. Selain diperoleh informasi tentang suhu transisi gelas, dengan melakukan analisis DSC, dapat juga diperoleh informasi tentang suhu penguapan atau suhu keluarnya air dari matriks membran. Informasi tentang suhu keluarnya air ini sangat penting mengingat molekulmolekul air menjadi komponen yang terlibat dalam proses transpor proton di dalam membran kitosan. 2

10 2. Sudut Kontak Sudut kontak adalah sudut yang dibentuk antara permukaan membran dengan tetesan air yang menempel pada permukaan tersebut. Membran memiliki tegangan permukaan yang besarnya tertentu, sehingga air yang menetes pada membran tidak akan dengan mudah masuk dan diserap ke dalam membran. Nilai sudut kontak secara tidak langsung dapat menggambarkan tingkat permeabilitas membran terhadap partikel-partikel yang mengenainya. Partikel-partikel yang memiliki karakteristik hidrofilisitas yang mirip akan berinteraksi dengan cukup baik dengan permukaan membran. Bahkan dalam waktu tertentu, partikel tersebut dapat saja terserap dan masuk ke dalam pori-pori membran. Sedangkan untuk partikel-partikel yang memiliki karakteristik hidrofilisitas yang berbeda jauh dengan hidrofilisitas permukaan membran akan cenderung tertahan dan membentuk tetesan dengan luas permukaan kontak yang minimum. Permukaan membran yang cukup polar atau hidrofil akan menyebabkan tetesan air melebar dan membasahi membran. Akibatnya, sudut kontak yang dibentuk antara permukaan dengan tetesan air tersebut kecil. Sedangkan permukaan membran yang kurang polar atau hidrofob cenderung untuk mempersempit kontaknya dengan tetesan air tersebut, sehingga sudut kontaknya besar. 2. Potensial Membran Suatu membran yang bermuatan akan menolak ion yang muatannya sejenis. Akibatnya, ion tersebut akan sulit untuk melewati membran. Gejala ini disebut dengan efek Donnan. Berdasarkan termodinamika kesetimbangan, kita dapat menghitung potensial kimia komponen ionik dalam larutan dan potensial kimia dalam membran.[7] Donn RT _ c _ ln Z F k _ c _ i (2.) Jika membran disisipkan ke dalam dua larutan elektrolit yang berbeda konsentrasinya, maka akan terjadi perpindahan elektrolit dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi rendah. Pergerakan tersebut akan menimbulkan beda potensial. Beda potensial itu disebut dengan potensial membran. [7] Teorrel-Meyer-Siever dalam teorinya menyebutkan bahwa potensial suatu membran yang bermuatan monopolar adalah jumlah gabungan dari potensial Donnan dan potensial difusinya. Sehingga persamaannya secara keseluruhan menjadi seperti pada persamaan 2.2. L R Diff (2.2) 3

11 Untuk membran bermuatan positif, potensial membrannya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4, sedangkan untuk membran negatif, menggunakan persamaan 2.3. [7] N 2 2 2c 2c d W RT c Q X ln d Q X RT W ln F c 2 2 F 2c 2c d W Q X Q X 2.3) P 2 2 2c 2c d W RT c Q X ln d Q X RT W ln F c 2 2 F 2c 2c d W Q X Q X (2.4) Dengan: N = potensial membran untuk membran penukar kation P = potensial membran untuk membran penukar anion R T F c d c Q X = tetapan gas universal = suhu = tetapan Faraday = konsentrasi larutan elektrolit pekat = konsentrasi larutan elektrolit encer = muatan efektif 4

12 2.2 Polimer Alam Alam dengan segala potensinya menyediakan banyak sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumber daya alam tersebut tersedia dalam berbagai macam bentuk, dan umumnya terdiri dari dua kategori yaitu sumber daya yang tidak dapat diperbarui dan sumber daya yang dapat diperbarui. Karet alam, selulosa dan protein merupakan beberapa contoh polimer yang tersedia di alam. Polimer ini disintesis oleh berbagai macam makhluk hidup dan digunakan sebagai sumber makanan, bahan penyusun struktur tubuh, dan fungsi-fungsi lainnya. Polimer-polimer alam biasanya mudah terdegradasi dibandingkan dengan polimer sintetik sehingga lebih ramah lingkungan. leh manusia, polimer-polimer ini banyak digunakan untuk berbagai macam aplikasi. Benang, kain dan pakaian adalah serangkaian produk yang dihasilkan dari pemanfaatan selulosa. Ban sepeda, mobil, motor, karet-karet pada mesin, peralatan elektronik, dan lain sebagainya merupakan aplikasi dari karet alam. Polimer-polimer alam yang dimanfaatkan oleh manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti pohon kapas, pohon randu, dan juga berasal dari hewan seperti ulat. Dari sekian banyak jenis polimer alam yang tersedia terutama di Indonesia, masih terdapat polimerpolimer yang belum dapat termanfaatkan secara optimal. Satu diantaranya adalah polimer kitin yang berasal dari limbah cangkang kulit udang, kepiting, dan lain sebagainya. Berdasarkan data dari Dirjen Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki 7 pusat pengolahan udang dengan kapasitas produksi terpasang sekitar 5. ton per tahun. Pengolahan terhadap udang rata-rata menghasilkan limbah cangkang (bagian kulit dan kepala) sekitar 6-7 % berat total. Jadi, secara keseluruhan Indonesia akan menghasilkan limbah cangkang udang sekitar 325. ton per tahun.[] Limbah dengan jumlah yang sebanyak itu sangat disayangkan jika dibuang begitu saja dan tidak dimanfaatkan. Padahal, dari limbah udang tersebut, dapat dihasilkan suatu polimer kitin yang banyak manfaat dan aplikasinya untuk berbagai keperluan industri. Kitin dari hasil isolasi pada limbah cangkang udang juga dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan polimer turunannya yaitu kitosan yang aplikasinya dan pemanfaatannya jauh lebih banyak. 5

13 2.3 Kitin dan Kitosan Kitin atau β-,4(n-asetil-d-glukos-2-amin) merupakan suatu jenis polimer alam yang banyak ditemukan pada dinding sel tanaman jamur, sebagai eksoskeleton pada berbagai macam hewan artrhopoda seperti udang, rajungan, kepiting, serangga, dan lain sebagainya. Kitin termasuk ke dalam jenis polisakarida. Kitin terdiri dari dua bagian utama. Pertama adalah bagian gula (D-glukosa) dan yang kedua adalah gugus N-asetilamin. H H NHCCH 3 H H NHCCH 3 NHCCH 3 H H Gambar 2.4 Struktur molekul kitin Monomer N-asetilglukosamin saling terikat satu sama lain melalui ikatan,4-β membentuk suatu rantai polimer yang panjang. Struktur kitin sangatlah mirip dengan selulosa. Bahkan dapat dikatakan bahwa kitin adalah selulosa yang tersubstitusi satu gugus hidroksilnya oleh gugus asetilamin. H H H H H H H H H Gambar 2.5 Struktur molekul selulosa Sampai saat ini, kitin telah banyak diproduksi karena manfaatnya cukup luas meliputi berbagai bidang. Dalam bidang industri, kitin dapat dimanfaatkan sebagai salah satu komponen pemurnian air, sebagai bahan aditif pada makanan dan farmasi. Dalam bidang pertanian, kitin digunakan sebagai pupuk yang juga mampu meningkatkan sistem kekebalan tanaman. Kitin juga digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kitosan, suatu produk yang banyak aplikasinya dalam dunia pengobatan. Kitosan atau β-,4(d-glukosamin) adalah polimer turunan dari kitin. Kitosan diperoleh dengan melakukan deasetilasi terhadap kitin. Derajat deasetilasi (DD) merupakan parameter yang dapat menggambarkan seberapa besar molekul kitin yang terdeasetilasi menjadi kitosan. Kitosan dibedakan dari kitin berdasarkan pada kelarutannya dalam asam asetat. 6

14 Kitin yang terdeasetilasi kurang dari 6 % umumnya tidak dapat larut dengan baik dalam asam asetat. Sedangkan kitin yang terdeasetilasi > 6 % menunjukkan hasil kelarutan yang cukup baik. leh sebab itu, kitin dapat dikatakan telah berubah menjadi kitosan seandainya memiliki persen derajat deasetilasi (DD) > 6 %. [8] H H NH 2 H NH 2 H NH 2 H H Gambar 2.6 Struktur molekul kitosan Semakin besar persen DD, maka kelarutannya dalam asam asetat semakin besar. Hal ini diakibatkan oleh semakin banyaknya gugus amina yang terdapat dalam molekul kitosan sehingga molekul-molekul asam asetat semakin mudah masuk dan mensolvasi kitosan tersebut. 2.4 Modifikasi Kitosan Banyak sekali peneliti berupaya meningkatkan karakteristik kitosan dengan melakukan modifikasi terhadap molekul kitosan tersebut. Rata-rata, modifikasi yang dilakukan adalah terhadap gugus amina atau gugus hidroksil yang terdapat dalam molekul kitosan karena gugus itulah yang lebih reaktif dibanding gugus-gugus yang lainnya. 2.5 Benzilasi Kitin dan Kitosan Polimer alam yang saat ini telah berhasil dibenzilasi adalah selulosa. Benzilasi terjadi pada gugus hidroksil dari monomer glukosa pada selulosa. Reaksi benzilasi dilakukan dengan menggunakan pereaksi benzilklorida. Khusus untuk benzilasi kitin, beberapa peneliti pernah mengungkapkan laporannya bahwa benzilkitin dapat dihasilkan dalam suasana basa pada suhu tinggi dengan jumlah benzilklorida yang berlebih, namun tidak dilaporkan persentase perolehan hasilnya. Reaksi benzilasi terhadap molekul kitin sangatlah sulit dilakukan. Derajat substitusi maksimum yang pernah diperoleh Somorin adalah sebesar,75. [6] 7

15 H H H H H Cl H H H H H Gambar 2.7 Reaksi benzilasi selulosa Kitosan merupakan polimer turunan kitin yang lebih reaktif karena adanya gugus amina yang lebih nukleofilik dibandingkan gugus hidroksil pada molekul kitin, sehingga reaksi benzilasi terhadap molekul kitosan diperkirakan akan berjalan lebih mudah. 8

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR 2.1. Pendahuluan Sel Bahan Bakar adalah alat konversi elektrokimia yang secara kontinyu mengubah energi kimia dari bahan bakar dan oksidan menjadi energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas manusia seperti penggunaan kendaraan bermotor, menjalankan mesin-mesin pabrik, proses memasak

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. 2.1 Fuel Cell (Sel Bahan Bakar)

Tinjauan Pustaka. 2.1 Fuel Cell (Sel Bahan Bakar) Bab Tinjauan Pustaka.1 Fuel Cell (Sel Bahan Bakar) Fuel cell merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik seperti halnya baterai. Prinsip pembuatan fuel cell pertama kali

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 asil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor. Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan suatu kebutuhan dasar bagi masyarakat modern. Tanpa energi, masyarakat akan sulit melakukan berbagai kegiatan. Pada era globalisasi seperti sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumsi dunia terhadap energi listrik kian meningkat seiring pesatnya teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, ketersediaan sumber energi fosil dunia semakin menipis, sumber energi ini semakin langka dan harganya pun semakin melambung tinggi. Hal ini tidak dapat dihindarkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2)

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2) 15 hidrogen mengalir melewati katoda, dan memisahkannya menjadi hidrogen positif dan elektron bermuatan negatif. Proton melewati elektrolit (Platinum) menuju anoda tempat oksigen berada. Sementara itu,

Lebih terperinci

MAKALAH ENERGI TEKNOLOGI FUEL CELL SEBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN BAHAN BAKAR

MAKALAH ENERGI TEKNOLOGI FUEL CELL SEBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MAKALAH ENERGI TEKNOLOGI FUEL CELL SEBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN BAHAN BAKAR Oleh : Kelompok 9 Maratus Sholihah (115061100111019) Hairunisa Agnowara (125061100111033) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik karena listrik merupakan sumber energi utama dalam berbagai bidang kegiatan baik dalam kegiatan

Lebih terperinci

Skala ph dan Penggunaan Indikator

Skala ph dan Penggunaan Indikator Skala ph dan Penggunaan Indikator NAMA : ENDRI BAMBANG SUPRAJA MANURUNG NIM : 4113111011 KELAS PRODI : DIK A : PENDIDIKAN JURUSAN : MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang ini, kebutuhan manusia akan listrik semakin meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena listrik merupakan sumber energi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi Sri Handayani (2008)

BAB I PENDAHULUAN. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi Sri Handayani (2008) dengan penurunan konduktivitas proton 300% (3 kali) dibanding dengan tanpa menggunakan aditif. Selain itu membran yang terbentuk agak rapuh sehingga tidak dapat diuji tensil strength. Pemakaian H-Yzeolit

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

3. ELEKTROKIMIA. Contoh elektrolisis: a. Elektrolisis larutan HCl dengan elektroda Pt, reaksinya: 2HCl (aq)

3. ELEKTROKIMIA. Contoh elektrolisis: a. Elektrolisis larutan HCl dengan elektroda Pt, reaksinya: 2HCl (aq) 3. ELEKTROKIMIA 1. Elektrolisis Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit oleh arus listrik searah dengan menggunakan dua macam elektroda. Elektroda tersebut adalah katoda (elektroda yang dihubungkan

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Produksi H 2 Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi sumber energi yang utama. Karena kelangkaan serta harganya yang mahal, saat ini orang-orang berlomba untuk mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial dalam berbagai bidang dan industri. Kitin dan kitosan merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang berkelanjutan kian mengemuka di ranah global. Krisis energi terjadi di berbagai negara di dunia bahkan di Indonesia. Berdasarkan Indonesia Energy

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin Kitin banyak terdapat pada dinding jamur dan ragi, lapisan kutikula dan exoskeleton hewan invertebrata seperti udang, kepiting dan serangga. Bahan-bahan yang terdapat

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM KELISTRIKAN BATERAI MOBIL LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN FUEL CELL

BAB III PERANCANGAN SISTEM KELISTRIKAN BATERAI MOBIL LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN FUEL CELL BAB III PERANCANGAN SISTEM KELISTRIKAN BATERAI MOBIL LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN FUEL CELL Tujuan dari penyusuan tugas akhir ini merancang baterai untuk memenuhi kebutuhan yang dipakai pada mobil listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otot merupakan bagian utama sebagai pembangkit gaya dan gerak pada

BAB I PENDAHULUAN. Otot merupakan bagian utama sebagai pembangkit gaya dan gerak pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Otot merupakan bagian utama sebagai pembangkit gaya dan gerak pada semua aktivitas manusia. Filamen kontraktil dari otot skeletal yang disebut dengan benang otot

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan

Lebih terperinci

Elektrokimia. Sel Volta

Elektrokimia. Sel Volta TI222 Kimia lanjut 09 / 01 47 Sel Volta Elektrokimia Sel Volta adalah sel elektrokimia yang menghasilkan arus listrik sebagai akibat terjadinya reaksi pada kedua elektroda secara spontan Misalnya : sebatang

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PEMANFAATAN LIMBAH STYROFOAM UNTUK MEMBRAN SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELL) Nida Mariam, Indah Dewi Puspitasari, Ali Syari ati. Pembimbing: Prof. Dr. I Made Arcana. Institut Teknologi Bandung. 2011 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini berarti meningkat pula kebutuhan manusia termasuk dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini berarti meningkat pula kebutuhan manusia termasuk dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan bertambahnya waktu maka kemajuan teknologi juga semakin bertambah. Pertumbuhan penduduk di dunia pun kian meningkat termasuk di Indonesia. Hal ini berarti meningkat

Lebih terperinci

STUDI AB INITIO: STRUKTUR MEMBRAN NATA DE COCO TERSULFONASI

STUDI AB INITIO: STRUKTUR MEMBRAN NATA DE COCO TERSULFONASI Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 STUDI AB INITIO: STRUKTUR MEMBRAN NATA DE COCO TERSULFONASI Sitti Rahmawati 1, Cynthia Linaya Radiman 2, Muhamad A. Martoprawiro 3 Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harga bahan bakar minyak (BBM) dan gas yang semakin meningkat serta isu pelestarian lingkungan telah meningkatkan pamor biomassa sebagai salah satu sumber

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Membran Blending Benzilkitosan- Kitosan untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar

Sintesis dan Karakterisasi Membran Blending Benzilkitosan- Kitosan untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar Sintesis dan Karakterisasi Membran Blending Benzilkitosan- Kitosan untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar (Synthesis and Characterization of Blending Membrane of Benzylchitosan-Chitosan for Fuel Cell Application)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Energi fosil khususnya minyak bumi merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara bagi Indonesia. Kenyataan menunjukan bahwa cadangan energi

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

REDOKS dan ELEKTROKIMIA

REDOKS dan ELEKTROKIMIA REDOKS dan ELEKTROKIMIA Overview Konsep termodinamika tidak hanya berhubungan dengan mesin uap, atau transfer energi berupa kalor dan kerja Dalam konteks kehidupan sehari-hari aplikasinya sangat luas mulai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan energi dunia semakin meningkat sedangkan bahan bakar fosil dipilih sebagai energi utama pemenuh kebutuhan, namun bahan bakar ini tidak ramah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan potensial/ Potential Reserve. Cadangan Terbukti/ Proven Reserve. Tahun/ Year. Total

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan potensial/ Potential Reserve. Cadangan Terbukti/ Proven Reserve. Tahun/ Year. Total BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan komponen yang selalu dibutuhkan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya karena hampir semua kegiatan manusia bergantung pada ketersediaan energi.

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan Adanya film monomolekuler menyebabkan laju penguapan substrat berkurang, sedangkan kesetimbangan tekanan uap tidak dipengaruhi Laju penguapan dinyatakan sebagai v = m/t A (g.det -1.cm -2 ) Tahanan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fuel cell merupakan sistem elektrokimia yang mengkonversi energi dari pengubahan energi kimia secara langsung menjadi energi listrik. Fuel cell mengembangkan mekanisme

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra 6.2 SEL BAHAN BAKAR Pada dasarnya sel bahan bakar (fuel cell) adalah sebuah baterai ukuran besar. Prinsip kerja sel ini berlandaskan reaksi kimia, bahwa

Lebih terperinci

BIPOLAR MEMBRANE ELECTRODIALYSIS : TEKNOLOGI ATRAKTIF UNTUK PRODUKSI ASAM DAN BASA

BIPOLAR MEMBRANE ELECTRODIALYSIS : TEKNOLOGI ATRAKTIF UNTUK PRODUKSI ASAM DAN BASA Sutrisna, Bipolar Membrane Electrodialysis BIPOLAR MEMBRANE ELECTRODIALYSIS : TEKNOLOGI ATRAKTIF UNTUK PRODUKSI ASAM DAN BASA Putu Doddy Sutrisna Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Surabaya

Lebih terperinci

Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC)

Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC) MIPA LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING (LANJUTAN) Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC) Oleh: Dr. Bambang Piluharto, SSi,

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA HANTAR LISTRIK

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA HANTAR LISTRIK Nama : Ririn Vidiastuti NIM : 06111010015 Shift : A Kelompok : 5 (Lima) FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA HANTAR LISTRIK A. Jumlah Ion yang Ada Daya hantar listrik larutan elektrolit dipengaruhi oleh banyaknya

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan adalah polimer glukosamin yang merupakan selulosa beramin, nomer dua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitosan ditemukan pada cangkang invetebrata hewan perairan.

Lebih terperinci

Gambar Rangkaian Alat pengujian larutan

Gambar Rangkaian Alat pengujian larutan LARUTAN ELEKTROLIT DAN BUKAN ELEKTROLIT Selain dari ikatannya, terdapat cara lain untuk mengelompokan senyawa yakni didasarkan pada daya hantar listrik. Jika suatu senyawa dilarutkan dalam air dapat menghantarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kartika Mayasai, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kartika Mayasai, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi merupakan salah satu hal yang sangat penting di dunia. Banyak negara saling bersaing untuk mendapatkan atau mempertahankan sumber-sumber energi tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Solar Cell Solar Cell atau panel surya adalah suatu komponen pembangkit listrik yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik atas dasar efek fotovoltaik. untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini menjadi bahan yang tak akan pernah habisnya

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini menjadi bahan yang tak akan pernah habisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis energi saat ini menjadi bahan yang tak akan pernah habisnya dibahas, pasalnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman ini terus berkembang. Bahan bakar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

SOAL DAN KUNCI JAWABAN LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

SOAL DAN KUNCI JAWABAN LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT SOAL DAN KUNCI JAWABAN LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT SOAL DAN KUNCI JAWABAN LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT 1. Pernyataan yang benar tentang elektrolit adalah. A. Elektrolit adalah zat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring meningkatnya kebutuhan dunia akan energi dan munculnya kesadaran mengenai dampak lingkungan dari penggunaan sumber energi yang berasal dari bahan bakar fosil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber energi bahan bakar minyak yang berasal dari fosil saat ini diprediksi sudah tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan konsumsi hidup penduduk dunia di masa datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan hama dan penyakit pada tanaman baik dari jenis maupun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Oleh: Oki Andrean No. BP Melda Latif, MT NIP

Tugas Akhir. Oleh: Oki Andrean No. BP Melda Latif, MT NIP Tugas Akhir Analisa Perancangan Prototipe Microbial Fuel Cell Tipe Seri, Paralel dan Seri- Paralel dengan Pemanfaatan Bakteri Escherichia Coli Sebagai Sumber Energi Terbaharukan Oleh: Oki Andrean No. BP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. portable tersebut biasanya menggunakan baterai litium yang dapat diisi ulang.

BAB I PENDAHULUAN. portable tersebut biasanya menggunakan baterai litium yang dapat diisi ulang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, peralatan elektronik yang bersifat portable semakin banyak digunakan oleh masyarakat. Sumber energi peralatan elektronik portable tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia menyebabkan beberapa perubahan yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Energi

Lebih terperinci

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP Elektrokimia Tim Kimia FTP KONSEP ELEKTROKIMIA Dalam arti yang sempit elektrokimia adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam sel elektrokimia. Sel jenis ini merupakan

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 1. Pada suhu dan tekanan sama, 40 ml P 2 tepat habis bereaksi dengan 100 ml, Q 2 menghasilkan 40 ml gas PxOy. Harga x dan y adalah... A. 1 dan 2 B. 1 dan 3 C. 1 dan 5 Kunci : E D. 2 dan 3 E. 2 dan 5 Persamaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat,

PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, PENDAHULUAN 1. Tujuan Percobaan 1.1 Menguji daya hantar listrik berbagai macam larutan. 1.2 Mengetahui dan mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit. 2. Dasar teori

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

Sel Volta (Bagian I) dan elektroda Cu yang dicelupkan ke dalam larutan CuSO 4

Sel Volta (Bagian I) dan elektroda Cu yang dicelupkan ke dalam larutan CuSO 4 KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 04 Sesi NGAN Sel Volta (Bagian I) Pada sesi 3 sebelumnya, kita telah mempelajari reaksi redoks. Kita telah memahami bahwa reaksi redoks adalah gabungan dari reaksi

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis. 1. Mengamati reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada reaksi elektrolisis

Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis. 1. Mengamati reaksi yang terjadi di anoda dan katoda pada reaksi elektrolisis 1 Kegiatan Belajar 3: Sel Elektrolisis Capaian Pembelajaran Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada sel elektrolisis Subcapaian pembelajaran: 1. Mengamati reaksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ketersediaan energi yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ketersediaan energi yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketersediaan energi yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang cukup penting di setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini tidak tidak terlepas

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC)

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) merupakan salah satu jenis fuel cell, yaitu sistem penghasil energi listrik, yang bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit

PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit Pilihlah salah satu jawaban yang tepat! Jangan lupa Berdoa dan memulai dari yang mudah. 1. Dari beberapa unsur berikut yang mengandung : 1. 20

Lebih terperinci

Soal Open Ended OSN PERTAMINA 2015 Bidang Kimia. Algae Merupakan Bahan Bakar Terbarukan

Soal Open Ended OSN PERTAMINA 2015 Bidang Kimia. Algae Merupakan Bahan Bakar Terbarukan Soal Open Ended OSN PERTAMINA 2015 Bidang Kimia Topik 1 Algae Merupakan Bahan Bakar Terbarukan Algae adalah salah satu tanaman yang paling cepat berkembang di dunia, dan dikenal orang merupakan pengotor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining BAB II PEMBAHASAN II.1. Electrorefining Electrorefining adalah proses pemurnian secara elektrolisis dimana logam yangingin ditingkatkan kadarnya (logam yang masih cukup banyak mengandung pengotor)digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah

Lebih terperinci

Potensial membran adalah tegangan yang melintasi suatu membran sel yang berkisar dari sekitar -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa

Potensial membran adalah tegangan yang melintasi suatu membran sel yang berkisar dari sekitar -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa Potensial membran adalah tegangan yang melintasi suatu membran sel yang berkisar dari sekitar -50 hingga -200 milivolt (tanda minus menunjukkan bahwa di dalam sel bersifat negatif dibandingkan dengan di

Lebih terperinci

A. Klasifikasi membran berdasarkan material dasar pembuatannya

A. Klasifikasi membran berdasarkan material dasar pembuatannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran Membran merupakan suatu lapisan tipis yang memisahkan dua larutan. Salah satu sifat membran yang penting adalah sifat semipermeabel, yaitu hanya dapat dilewati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Grafena merupakan lapisan tipis dari karbon dengan sifat mekanik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Grafena merupakan lapisan tipis dari karbon dengan sifat mekanik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Grafena merupakan lapisan tipis dari karbon dengan sifat mekanik dan elektrik yang sangat baik untuk berbagai peralatan, termasuk peralatan mekanik dan elektrik (Geim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

Pemberitahuan : dikumpulkan daftar pustaka yang digunakan dalam penulisan makalah pada waktu ujian

Pemberitahuan : dikumpulkan daftar pustaka yang digunakan dalam penulisan makalah pada waktu ujian Pemberitahuan : dikumpulkan daftar pustaka yang digunakan dalam penulisan makalah pada waktu ujian BAB I PERKEMBANGAN FUELL CELL Fuel cell merupakan sumber tenaga listrik yang menggunakan hidrogen dan

Lebih terperinci

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit.

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. II. Tujuan : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit pada konsentrasi larutan yang

Lebih terperinci

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan

MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan MODUL I SIFAT KOLIGATIF LARUTAN Penurunan Titik Beku Larutan - Siswa mampu membuktikan penurunan titik beku larutan akibat penambahan zat terlarut. - Siswa mampu membedakan titik beku larutan elektrolit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Limbah dari berbagai industri mengandung zat pewarna berbahaya, yang harus dihilangkan untuk menjaga kualitas lingkungan. Limbah zat warna, timbul sebagai akibat langsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrogel yang terbuat dari polisakarida alami sudah secara luas di teliti dalam bidang farmasi dan kesehatan, seperti rekayasa jaringan, penghantaran obat, imobilisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hingga kini kita tidak bisa terlepas akan pentingnya energi. Energi merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Energi pertama kali dicetuskan oleh

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif TUGAS 1 ELEKTROKIMIA Di kelas X, anda telah mempelajari bilangan oksidasi dan reaksi redoks. Reaksi redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sel surya tersensitisasi zat warna (dye-sensitized solar cell, DSSC) merupakan jenis sel surya generasi ketiga yang banyak dikembangkan karena efisiensinya yang tinggi,

Lebih terperinci