BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa waktu terakhir, tersebar kabar mengenai jamur yang dijual secara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beberapa waktu terakhir, tersebar kabar mengenai jamur yang dijual secara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, tersebar kabar mengenai jamur yang dijual secara sembunyi-sembunyi di sekitar Pantai Parangtritis. Jamur tersebut sering dikonsumsi dengan tujuan untuk mendapatkan efek tertentu. Efek yang ditimbulkan berupa ekspresi emosi yang tidak terkontrol, seperti tertawa tanpa sebab yang jelas, menangis atau sedih yang berlebihan, berpikir sesuatu yang tidak sejalan dengan kenyataan atau berhalusinasi, merasa rileks dan sebagainya. Jamur tersebut dikenal sebagai jamur tlethong karena tumbuh di kotoran sapi, kerbau, atau hewan pemamah biak lainnya. Masyarakat luas sering menyebutnya sebagai magic mushroom karena efeknya yang dapat menimbulkan halusinasi. Awalnya, jamur yang dapat menyebabkan halusinasi ditemukan di daerah Amerika sekitar pertengahan abad Jamur tersebut digunakan oleh suku Aztec untuk dikonsumsi saat upacara keagamaan, sebagai salah satu ritual untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Namun, lambat laun jamur tersebut banyak digunakan oleh masyarakat dengan tujuan non-medis sebagai penghilang stres atau hanya sebatas untuk menikmati efek yang ditimbulkan (Barceloux, 2012). Seorang narasumber yang pernah membeli jamur tlethong mengungkapkan bahwa di Indonesia jamur tersebut banyak beredar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bali dan Yogyakarta. Informasi mengenai jamur tlethong di wilayah Pantai Parangtritis diperoleh dari Kepala Peternakan Dusun Grogol IX, Desa Parangtritis. Beliau 1

2 2 mengungkapkan bahwa saat ini jamur tlethong tidak dapat dijual secara bebas karena statusnya telah dinyatakan ilegal oleh pihak kepolisian. Informasi tersebut didukung oleh artikel yang dipublikasikan dalam situs media Tribun Jogja yang dipublikasikan pada tanggal 28 November Media menyatakan bahwa senyawa pada jamur kotoran sapi telah dimasukkan ke dalam jenis narkotika alami golongan I oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) pada undang-undang narkotika nomor 35 tahun Namun, penjual jamur dan beberapa mahasiswa yang pernah mengkonsumsi jamur tersebut menyatakan bahwa masih banyak turis dan mahasiswa yang sering membeli jamur tlethong di sekitar Pantai Parangtritis. Seorang mahasiswa yang pernah mengkonsumsi jamur tlethong di Pantai Parangtritis mengungkapkan bahwa, ia dan teman-temannya mengkonsumsi jamur tersebut untuk menghilangkan stres atau hanya untuk bersenang-senang. Narasumber lain bernama Ahmad Syaifuddin mengatakan bahwa setelah mengkonsumsi jamur yang dicampurkan ke dalam omelet, ototnya terasa ringan, mabuk, merasa senang, dan rileks. Kondisi seperti yang dialami Ahmad sering disebut oleh masyarakat dengan istilah ngefly. Berdasarkan informasi tersebut, muncul dugaan bahwa terjadi penyalahgunaan dalam pengonsumsian jamur yang diperjualbelikan di sekitar Pantai Parangtritis. Selain itu, muncul dugaan lain bahwa jamur tersebut berasal dari genus Psilocybe dengan kandungan alkaloid indol, berupa psilosibin dan psilosin (Stamets, 1996; Dewick, 2002). Identifikasi jamur yang diperjualbelikan dan kandungan alkaloid indolnya perlu diketahui secara ilmiah, sehingga dilakukan penelitian ini. Jamur yang digunakan pada penelitian adalah jamur yang dibeli secara sembunyi-sembunyi dari

3 3 penjual jamur tlethong di sekitar Pantai Parangtritis. Pembanding menggunakan jamur hasil budidaya menggunakan media kotoran sapi, karena sebagian besar jamur bergenus Psilocybe yang bersifat halusinogen sering ditemukan pada kotoran hewan pemamah biak (Stamets, 1996). B. Perumusan Masalah 1. Apakah jamur yang diperjualbelikan secara sembunyi-sembunyi dan jamur hasil budidaya di sekitar pantai Parangtritis memiliki ciri morfologi dan genus yang sama? 2. Apakah jamur yang diperjualbelikan secara sembunyi-sembunyi dan jamur hasil budidaya di sekitar pantai Parangtritis mengandung alkaloid indol? 3. Bagaimana profil kromatografi lapis tipis jamur yang diperjualbelikan secara sembunyi-sembunyi dan jamur hasil budidaya di sekitar pantai Parangtritis? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui ciri morfologi dan genus jamur yang diperjualbelikan secara sembunyi-sembunyi dan jamur hasil budidaya di sekitar pantai Parangtritis 2. Mengetahui apakah pada jamur yang diperjualbelikan secara sembunyisembunyi dan jamur hasil budidaya di sekitar pantai Parangtritis mengandung alkaloid indol 3. Mengetahui profil kromatografi lapis tipis antara jamur yang diperjualbelikan secara sembunyi-sembunyi dan jamur hasil budidaya di sekitar pantai Parangtritis

4 4 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jamur yang diperjualbelikan secara sembunyi-sembunyi di sekitar Pantai Parangtritis, sehingga dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah untuk penelitian selanjutnya. E. Tinjauan Pustaka 1. Uraian Tumbuhan a) Sejarah Jamur Pada awalnya, jamur yang sering digunakan untuk halusiniasi ditemukan di daerah Amerika sekitar pertengahan abad 16-17, digunakan oleh suku Aztec dan suku-suku yang berada di sekitarnya untuk dikonsumsi saat upacara keagamaan. Jamur ini digunakan dalam ritual untuk menghubungkan komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Bahkan, Suku Maya sudah membuat patung batu yang berbentuk jamur. Hal ini menunjukkan bahwa jamur tersebut sudah ditemukan dan digunakan sejak sebelum masehi (Barceloux, 2012) Dijelaskan dalam buku Medical Toxicology of Drug Abuse mengenai sejarah ditemukannya kembali jamur tersebut pada akhir tahun 1950-an, di daerah Meksiko. Jamur tersebut akhirnya disebut sebagai Psilocybe mexicana. Komponen yang terdapat pada beberapa spesies jamur tersebut bersifat halusinogenik. Selanjutnya, pada tahun 1958 komponen halusinogenik jamur tersebut diisolasi dan ditemukan kandungan psilosibin dan psilosin dari jamur yang digunkan oleh suku Aztec Indian dalam upacara keagamaan. Tahun 1960, jamur bergenus Psilocybe mulai populer di Amerika Barat, Australia, Inggris dan seluruh Eropa dan akhirnya

5 5 pada tahun 1990-an jamur ini mulai berkembang pesat untuk dikonsumsi oleh murid sekolah. Di Indonesia sendiri, jamur yang sering digunakan untuk mendapatkan efek halusinasi merupakan jamur dengan genus Psilocybe. Jamur tersebut sudah sering beredar di kota-kota besar terutama Bali, Yogyakarta dan Jakarta. Jamur tersebut tumbuh di kotoran sapi, baik yang liar maupun di peternakan. Di Bali dan Yogyakarta, jamur genus Psilocybe masih sering diperdagangkan dalam bentuk makanan misalnya omelet (Soemardji & Supradja, 2003). b) Nama Lain Jamur penyebab halusinasi sering disebut sebagai boomer, magic mushroom, Jamur tahi sapi atau jamur tlethong, golden tops, cubes, gold caps, liberty caps dan sebagainya (Stamets, 1996). Sebutan yang dimiliki jamur berasal dari efek yang dihasilkan, bentuk tubuh jamur, bahkan habitat tumbuh jamur. c) Habitat Jamur Beberapa genus jamur yang mengandung senyawa psilosibin yang dapat menimbulkan efek halusinasi antara lain Psilocybe, Panaeolus, dan Gymnopilus (Gry, et al., 2008; Gartz, 1995). Psilocybe merupakan genus jamur penyebab halusinasi yang paling banyak jumlahnya, tersebar di wilayah Amerika selatan dan tengah, India, Asia tenggara, dan Australia Barat (Barceloux, 2012). Jamur genus Psilocybe memiliki habibat yang cukup spesifik (Stamets, 1996), diantaranya: 1) Padang rumput

6 6 Padang rumput dengan tanah humus yang lembab, serta tinggi kandungan dimetiltriptamin. Terlebih jika pada permukaan tanah untuk penggembalaan domba, sapi, kerbau, kuda, bison, dan hewan pemamah biak lainnya sangat mendukung pertumbuhan jamur. Jamur pada habitat ini antara lain P. strictipes, P. liniformans, P. semilanceata, P. mexicana, dan P. samuiensis. Produksi triptamin yang terdapat pada rerumputan memiliki efek potensial untuk memproduksi psilosibin dan psilosin (Gartz & Muller, 1989; Stamets, 1996). 2) Lapisan Kotoran Hewan Kotoran hewan pemamah biak merupakan pendukung yang baik untuk kehidupan jamur. Jamur genus Psilocybe yang sering ditemukan pada kotoran hewan ini antara lain P. cubensis, P. coprophila, Panaecolus cyanescens dan Panaeolus subbalteatus. 3) Tepi sungai, habitat yang rusak, dan kebun Habitat ini muncul secara tiba-tiba, biasanya karena bencana alam. Beberapa jamur langka ditemukan di habitat ini. (a) Tepi Sungai : P. asmecens dan P. quebensis. (b) Habitat yang rusak : P. caerulescens. Jamur ini sering disebut sebagai jamur tanah longsor. (c) Kebun : Merupakan lingkungan yang banyak menghasilkan jamur genus Psilocybe. Tanah kebun cenderung terawat dan memiliki nutrisi yang mendukung untuk tumbuhnya jamur. 4) Tanah hutan : Jamur genus Psilocybe cenderung mudah tumbuh pada

7 7 daerah hutan tropis. 5) Tanah berlumut : P. atrobrunnea, P. montana, dan P. corneips. 6) Tanah terbakar : P. strictpes. d) Morfologi Jamur Jamur yang bersifat psikoaktif, memiliki ciri khas yaitu tubuhnya akan berwarna kebiruan atau menghitam ketika di cabut atau ada bagian tubuhnya yang rusak (Ghouled, 1972). Warna biru mengindikasikan adanya psilosin hasil defosforilasi psilosibin yang terdapat pada jamur (Nicholas & Ogame, 2006; Davis, et al., 2012). Intensitas warna biru yang muncul berkorelasi dengan jumlah keberadaan psilosibin pada jamur (Spoerke & Rumack, 1994). Secara umum, jamur genus Psilocybe memiliki tudung berbentuk bulat menyerupai kepala dengan permukaan yang mulus ada yang sedikit mengkerucut, ada pula yang melebar ke atas, berwarna kuning pucat, permukaan tubuh kering, dan batang yang tebal (Barceloux, 2012). Jamur penyebab halusinasi yang tumbuh di Indonesia biasanya diperoleh dari kotoran sapi dengan spesies P. cubensis, P. coprophila, Panaecolus cyanescens dan Panaeolus subbalteatus (Stamets, 1996). Ciri-ciri makroskopis dari jamur yang tumbuh di kotoran sapi bermacam-macam (Smolinske, 1994), antara lain : 1) P. cubensis, memiliki lebar tudung 1,5 8 cm, berbentuk loncengkerucut, kadang dengan sedikit tonjolan diatasnya yang menjadi cembung dan datar. Berwarna coklat-kemerahan saat masih muda dan menjadi kuning pucat hingga putih saat dewasa dengan tonjolan

8 8 berwarna kecoklatan. Permukaannya lembut, basah dan akan menjadi kebiruan. Panjang batang 4-15 cm dengan lebar 5-15 mm. Batang berwarna putih kekuningan, akan menjadi kebiruan ketika mengalami kerusakan. Bagian bawah tudung berwarna abu-abu saat masih muda dan menjadi ungu tua bahkan kehitaman saat dewasa. Pada batang terdapat annulus atau cincin yang akan berubah menjadi keunguan. 2) P. coprophila, memiliki tudung berbentuk cembung dengan ukuran permukaan 1-3 cm, berwarna jingga-kecoklatan atau merah-kecoklatan. Permukaan tubuhnya halus dan licin ketika gelatin permukaan terpisah. Batang jamur memiliki panjang 2-6 cm dengan warna kuning hingga kuning kecoklatan, kadang berubah kebiruan di sekitar bagian bawah tudung. 3) Panaeolus cyanescens, memiliki tudung berukuran 1,3-3,5 cm, berbentuk setengah bulat, pada saat dewasa menjadi seperti lonceng dan cembung. Tubuh tembus cahaya jika dalam keadaan basah, saat muda akan membengkok dan akan menjadi buram serta lurus ketika dewasa. Berwarna coklat muda dan menjadi abu-abu mendekati putih keseluruhannya dan berwarna kecoklatan ditengahnya yang lama kelamaan akan menghilang. Bagian bawah tudung akan berwarna keabuan saat dewasa. Ukuran panjang batang 8,5-11,5 cm dengan ketebalan 1,5 3 mm. Berwarna keabuan kemudian semua bagian menjadi kuning pucat, dan akan menjadi kebiruan ketika dicabut. 4) Panaeolus subbalteatus, memiliki ukuran tudung 4-5 cm, berbentuk

9 9 cembung hingga kerucut, atau cembung melebar mendekati rata dengan tonjolan diatasnya. Berwarna coklat hingga jingga-kecoklatan, terdapat warna coklat tua denga mengelilingi tudung dipinggirnya. Daerah dibawah tudung berwarna kecoklatan. Batangnya memiliki panjang 5-6 cm dengan ketebalan 2-4 mm. Batang rapuh, berongga dan berserat berwarna kemerahan dan semakin gelap kebawah. Gambar 1. Variasi Bentuk Tudung Jamur genus Psilocybe (Ghouled, 1972) e) Kandungan Kimia Jamur penyebab halusinasi terutama pada genus Psilocybe merupakan jamur yang memiliki kandungan senyawa utama berupa alkaloid indol (Ghouled, 1972). Alkaloid indol yang berada pada jamur genus Psilocybe adalah indolamin terfosforilasi atau psilosibin (Gambar 2) dan psilosin (Gambar 3) yang merupakan hasil defosforilasi psilosibin, yang bersifat halusinogenik (Anonim, 1989; Passie, et al., 2002).

10 10 f) Status Legalitas Jamur Genus Psilocybe di Indonesia Disebutkan dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dan peraturan Menteri kesehatan nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan penggolongan narkotika, bahwa senyawa yang terdapat pada jamur genus Psilocybe yaitu psilosin dan psilosibin masuk ke dalam daftar narkotika golongan I. Narkotika Golongan I merupakan narotika yang dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Dinyatakan pula dalam undang-undang tersebut, bahwa narkotika golongan I dapat digunakan dalam jumlah terbatas. Penggunaanya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2. Senyawa Alkaloid Indol Sebagian besar jamur penyebab halusiniasi di Indonesia bergenus Psilocybe, yang memiliki metabolit utama berupa alkaloid indol, yaitu psilosibin (4-phosphoriloxy-N,N-dimethyltryptamine) (Gambar 2) dan psilosin (4-hydroxy- N,N-dimethyltryptamine) (Gambar 3) (Ghouled, 1972; Anonim, 1989). Alkaloid indol pada jamur genus Psilocybe bersifat neuroaktif karena strukturnya yang mirip neurotransmitter, sehingga dapat berikatan dengan neurotransmitter yang menyebabkan hilangnya kontrol kesadaran (Hanson, 2003; Dewick, 2002). Psilosin dari jamur genus Psilocybe akan memberikan afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin, yang menghalangi pelepasan neurotransmitter sehingga dapat memunculkan efek halusinasi (Anastos, et al., 2006). Psilosibin bisa dikatakan

11 11 memiliki efek farmakologi yang sama dengan LSD (Andersson, et al., 2009). Psilosibin bersifat termostabil, sehingga tidak hilang jika dilakukan pemanasan, namun tidak pada psilosin yang bersifat tidak stabil (Ballesteros, et al., 2006). Namun menurut Orden, 2008, kestabilan psilosibin dipengaruhi oleh suhu, terutama ketika psilosibin telah telah berubah menjadi psilosin. Gambar 2. Struktur kimia psilosibin (Anonim, 1989) Nama : Psilosibin (4-phosphoriloxy-N,N-dimethyltryptamine) Mr : 284,3 Titik leleh Bentuk Kelarutan : C : Kristal tidak berwarna : Air panas (1:20) (Andersson, et al., 2009), Metanol (Andersson, et al., 2009; Orden, 2008), etil asetat (Orden, 2008), asam asetat (Anonim, 1989). Gambar 3. Struktur kimia psilosin (Anonim, 1989)

12 12 Nama : Psilosin (4-hydroxy-N,N-dimethyltryptamine) Mr : 204,3 Bentuk Kelarutan : Kristal putih pada metanol, tidak stabil dalam bentuk larutan : Air (1:20) (Andersson, et al., 2009), Metanol (Andersson, et al., 2009; Orden, 2008), etil asetat (Orden, 2008), asam asetat (Anonim, 1989). Alkaloid indol psilosibin dan psilosin terbentuk melalui jalur sikimat dengan bahan dasar asam amino triptofan dan melalui intermediet triptamin (Dewick, 2002). Secara umum, alkaloid meliputi hampir semua jenis metabolit sekunder yang mengandung nitrogen (Roberts & Wink, 1999). Dengan kata lain, semua alkaloid memiliki gugus nitrogen di dalam strukturnya. Gugus nitrogen membuat alkaloid bersifat basa dan akan membentuk garam jika dicampur dengan asam dan membentuk kompleks pada logam (Hanson, 2003). Sifat basa juga menyebabkan alkaloid memiliki rasa yang pahit, sehingga jamur genus Psilocybe umumnya memiliki rasa pahit (Roberts & Wink, 1998; Woo & Keatinge, 2016). 3. Metode Ekstraksi Alkaloid pada umumnya diekstraksi dari tumbuhan menggunakan metanol atau asam lemah (HCl 1M atau 10% asam asetat) (Harborne, 1998). Metanol merupakan pelarut yang paling umum untuk direkomendasikan untuk mengekstraksi kandungan jamur genus Psilocybe (Orden, 2008). Alkaloid pada jamur genus Psilocybe akan lebih baik jika diekstraksi dari sampel kering menggunakan pelarut metanol dengan bantuan sonikasi (Anonim, 1989). Sonikasi

13 13 merupakan proses penghantaran energi ultrasonik untuk meningkatkan kelarutan dan difusibilitas analit dengan mendukung penetrasi dari suatu senyawa masuk ke dalam pelarut (Anastassiades & Scherbaum, 2005; Anonim, 2000). Beberapa proses pengujian alkaloid indol direkomendasikan menggunakan ekstrak yang telah dipartisi untuk memisahkan senyawa alkaloid dari senyawa bukan basa lainnya (Baht, et al., 2006; Petruczynik, 2011). Partisi ekstrak adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memisahkan komponen kimia dari ekstrak menggunakan pelarut yang berbeda kepolarannya. Proses partisi ekstrak yang paling banyak dilakukan adalah metode ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair merupakan proses pemisahan suatu zat yang terbagi dalam dua pelarut yang tidak bercampur. Ekstraksi cair-cair menggunakan prinsip like dissolves like yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut ke dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut ke dalam pelrut non polar (Harborne, 1987). 4. Identifikasi Senyawa Alkaloid Pengujian kualitatif untuk menentukan keberadaan senyawa alkaloid indol dalam suatu tumbuhan dapat digunakan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu dengan cara: a) Identifikasi Alkaloid Umum 1) Uji Tabung Uji tabung yang sering digunakan untuk deteksi alkaloid adalah dengan metode Wall. Metode ini merupakan metode awal untuk mengetahui apakah suatu ekstrak terkandung senyawa alkaloid. Metode ini dilakukan dengan memberikan

14 14 pereaksi Mayer atau siklotungstat pada ekstrak sampel yang telah diberi larutan asam. Larutan asam akan membuat alkaloid membentuk garamnya dan akan berikatan dengan logam yang ada pada pereaksi, sehingga terbentuk endapan. Jika terbentuk endapan, perlu dilakukan konfirmasi dengan cara memberi basa pada larutan ekstrak hingga bersifat basa. Senyawa lain dipisahkan menggunakan pelarut organik non polar dan diekstraksi kembali dengan larutan asam. Hasil positif bila terjadi pengendapan berwarna putih atau krem pada lapisan air setelah diberi pereaksi Mayer atau siklotungstat (Wall, et al., 1954; Harborne, 1987). 2) Uji Warna Uji warna merupakan teknik yang direkomendasikan untuk menentukan keberadaan senyawa alkaloid indol pada ekstrak sampel yang diuji (Harborne, 1973; Macek, 1972). Pengujian warna dilakukan dengan menambahkan pereaksi warna pada sampel di atas piring tetes dan diamati perubahan warna yang timbul (Anonim, 1989). Pereaksi warna yang dapat digunakan antara lain : i. Perekasi Dragendorff Pereaksi yang digunakan untuk deteksi alkaloid dan senyawa lain yang mengandung nitrogen (Benedict, et al., 1967). Hasil uji positif bila terbentuk endapan berwarna merah-kecoklatan (Kokate, et al., 2008). ii. Pereaksi Bouchardat Pereaksi ini digunakan untuk deteksi alkaloid. Larutan iodin dapat mengendapkan alkaloid menjadi granul yang berwarna jingga hingga merah bata. Endapan cenderung terbentuk sebelum larut ke dalam pereaksi dengan selang waktu yang singkat (James, 1950). Dengan kata lain, pereaksi

15 15 Bouchardat mendeteksi alkaloid dengan menimbulkan endapan berwarna kemerahan (Hashimoto, et al., 1990) b) Identifikasi Alkaloid Indol 1) Uji Warna Pengujian warna spesifik pada alkaloid indol dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi khusus yaitu : i. Ninhidrin Merupakan pereaksi warna yang direkomendasikan untuk amin heterosiklik dan turunan triptmin (Clarke, 1967). Pereaksi Ninhidrin yang digunakan untuk menguji adanya senyawa amin heterosiklik atau turunan triptamin adalah campuran antara ninhidrin dan kadmium asetat dalam aseton yang akan membentuk warna kuning-jingga pada sampel yang diteteskan pereaksi (Jepson, 1969; Clarke, 1967). ii. Pereaksi Ehrlich Merupakan pereaksi warna yang direkomendasikan untuk alkaloid indol pada jamur (Ballesteros, et al., 2006) dan sensitif terhadap deteksi alkaloid indol maupun turunan indol (Macek, 1972; Jepson, 1969). Terbuat dari para-dimetilaminobenzaldehid yang memberikan hasil positif terhadap senyawa indol dengan membentuk warna ungu (Anonim, 1989; Spoerke & Rumack, 1994).

16 16 5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan teknik pemisahan yang pemisahannya terjadi pada lapisan datar yang dapat menyerap ditempatkan pada kaca atau lempeng alumunium atau lembaran kertas. Mekanisme pemisahannya terjadi dengan berbagai cara seperti adsorpsi, pemisahan antara fase diam dan fase gerak, pertukaran ion, dan berdasarkan penyerapan alami (Komsta, et al., 2014). Identifikasi dari senyawa yang dipisahkan pada lapisan tipis ini, digunakan harga Rf (Stahl, 1969) yang didefinisikan sebagai : R f = Jarak yang ditempuh bercak dari titik awal jarak yang ditempuh pelarut dari titik awal Penghitungan nilai Rf dapat dilakukan dengan rumus pemisahan pada pengembangan ganda (Wichtl, 1971), yang dinyatakan sebagai: nrf = 1 (1 - Rf) n n = jumlah pengembangan yang dilakukan. Visualisasi pada pemisahan menggunakan KLT dapat dilakukan dengan deteksi penyerapan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Pengamatan dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm memberikan bercak meredam dengan latar belakang berpendar. Sedangkan pada panjang gelombang 366 nm bercak akan berpendar (Anonim, 1989). Visualisasi juga dapat dilakukan bantuan pereaksi semprot yang sesuai (Stahl, 1985). Pereaksi semprot yang dapat digunakan antara lain: i. Pereaksi Ninhidrin Ninhidrin dapat mendeteksi secara spesifik pada amin heterosikllik dan triptamin maupun turunannya setelah dilakukan penyemprotan pada KLT

17 17 dan dipanaskan pada suhu C selama 5 menit (Clarke, 1967). Hasil dinyatakan positif jika terbentuk warna merah muda-kecoklatan pada lempeng KLT (Jepson, 1969). ii. Pereaksi Ehrlich Merupakan pereaksi warna yang spesifik digunakan untuk deteksi senyawa turunan indol (Macek, 1972; Jepson, 1969). Hasil positif dengan membentuk warna biru dan atau ungu pada lempeng KLT setelah didiamkan pada suhu ruangan beberapa saat (Anonim, 1989; Spoerke & Rumack, 1994). iii. Perekasi Dragendorff Dragendorff akan memberikan hasil warna jingga hingga merah bahkan kehitaman pada lempeng KLT setelah disemprot (Kokate, et al., 2008) Analisis alkaloid indol terutama pada jamur genus Psilocybe secara KLT direkomendasikan menggunakan pengembangan dengan fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak n-butanol:asam asetat:air (BAA) (20:10:10) (Anonim, 1989). BAA merupakan pelarut yang baik untuk memisahkan indol (Jepson, 1969). Hasil pemisahan dengan menggunakan KLT dapat dilengkapi dengan melihat spektra UV menggunakan densitometer. Panjang gelombang maksimal pada alkaloid indolnya yaitu psilosibin: 220,267,290 (nm) (O'Neil, 2001) dan psilosin: 293, 282, 267 dan 260 (Saupe, 1981).

18 18 F. Landasan Teori Jamur bergenus Psilocybe merupakan jamur psikoaktif yang bersifat halusinogenik karena mengandung senyawa alkaloid indol berupa psilosibin dan psilosin (Dewick, 2002; Ghouled, 1972). Psilosibin dan psilosin merupakan senyawa turunan triptamin yang dapat mempengaruhi kinerja neurotransmitter di otak, sehingga dapat menimbulkan halusinasi (Anastos, et al., 2006; Andersson, et al., 2009). Psilosibin dikatakan memiliki efek farmakologi yang sama dengan LSD (Andersson, et al., 2009), sehingga di Indonesia, senyawa psilosibin dimasukkan kedalam narkotika golongan I pada undang-undang narkotika nomor 35 tahun Narkotika golongan I merupakan senyawa narkotika yang hanya digunakan terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Secara umum, jamur genus Psilocybe memiliki ciri morfologi berupa permukaan tudung bulat menyerupai kepala dengan permukaan yang mulus, dan beberapa spesiesnya memiliki cincin pada batang (Barceloux, 2012; Stamets, 1996). Secara spesifik, jamur bergenus Psilocybe yang bersifat psikoaktif memiliki ciri khas berupa perubahan warna tubuh menjadi biru hingga kehitaman setelah dicabut atau ada bagian tubuhnya yang rusak (Ghouled, 1972; Nicholas & Ogame, 2006). Jamur tersebut terkadang memiliki rasa yang pahit (Roberts & Wink, 1998; Woo & Keatinge, 2016). Jamur genus Psilocybe sering ditemukan di padang rumput atau pada kotoran hewan pemamah biak (Stamets, 1996).

19 19 G. Hipotesis 1. Sampel jamur yang dijual secara sembunyi-sembunyi dan jamur hasil budidaya di sekitar Pantai Parangtritis memiliki ciri morfologi yang sama dan berasal dari genus Psilocybe. 2. Sampel jamur yang dijual secara sembunyi-sembunyi dan jamur hasil budidaya di sekitar Pantai Parangtritis mengandung alkaloid indol. H. Keterangan Empiris Keterangan empiris yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah profil kromatografi lapis tipis dari sampel jamur yang diperjualbelikan secara sembunyisembunyi dan sampel jamur hasil budidaya di sekitar Pantai Parangtritis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil uji pendahuluan Setelah dilakukan uji kandungan kimia, diperoleh hasil bahwa tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa positif mengandung senyawa alkaloid,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang merambah di Indonesia sejak tahun 1960 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang merambah di Indonesia sejak tahun 1960 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menjadikan narkotika sebagai barang yang ilegal dan tidak dibenarkan untuk disebarluaskan di negara ini. Salah satu masalah yang merambah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Cihideng-Bandung. Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan efek halusinasi yang terkenal di kalangan muda-mudi. Jamur

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan efek halusinasi yang terkenal di kalangan muda-mudi. Jamur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di Indonesia muncul sebuah trend penggunaan suatu jamur yang menyebabkan efek halusinasi yang terkenal di kalangan muda-mudi. Jamur ini terkenal dengan sebutan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 FARMASI SEMESTER I 2011/2012 PERCOBAAN PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK : EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 FARMASI SEMESTER I 2011/2012 PERCOBAAN PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK : EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 FARMASI SEMESTER I 2011/2012 PERCOBAAN PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK : EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH Nama : NIM : Tanggal Praktikum : Tanggal Pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika FMIPA dan Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Difusi Agar Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 %

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3

: Jamu Flu Tulang. Jamu. Jamu Metampiron. Metampiron ekstraksi. 1-bubuk. Jamu. 2-bubuk. Tabel 1 Hasil Reaksi Warna Dengan pereaksi FeCl3 3-ekstraksi 21 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Identifikasi 1 : Wantong 2 : Flu Tulang 3 : Remurat 4. 2. Uji 4.2.1 Uji Reaksi Warna Hasil uji reaksi warna terhadap metampiron jamu 1, jamu 2 dan jamu 3 dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini Analisis Komponen Kimia dan Uji KLT Bioautografi Fungi Endofit dari Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 6 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman uji dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UMS dengan cara mencocokkan tanaman pada kunci-kunci determinasi

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO Muhammad Irfan Firdaus*, Pri Iswati Utami * Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jl. Raya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI-2051) PERCOBAAN 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK : Ekstraksi dan Isolasi Kafein Dari Daun Teh Serta Uji Alkaloid

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI-2051) PERCOBAAN 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK : Ekstraksi dan Isolasi Kafein Dari Daun Teh Serta Uji Alkaloid LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI-2051) PERCOBAAN 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK : Ekstraksi dan Isolasi Kafein Dari Daun Teh Serta Uji Alkaloid Tanggal Praktikum : Kamis, 02 Oktober 2014 Tanggal Pengumpulan:

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji KLT Ekstrak Daun Sirih Hijau Uji KLT dilakukan sebagai parameter spesifik yaitu untuk melihat apakah ekstrak kering daun sirih yang diperoleh dari PT. Industry

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

Lampiran 3. Identifikasi golongan senyawa metabolit sekunder dari miselium dan filtrat kultur empat isolat L. edodes

Lampiran 3. Identifikasi golongan senyawa metabolit sekunder dari miselium dan filtrat kultur empat isolat L. edodes Lampiran 3. Identifikasi golongan senyawa metabolit sekunder dari miselium dan filtrat kultur empat isolat L. edodes a. Uji alkaloid Uji alkaloid dengan teknik KLT dilakukan dengan menggunakan fase diam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pengumpulan dan Persiapan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus champeden Spreng yang diperoleh dari Kp.Sawah, Depok, Jawa Barat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 03 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH SERTA UJI ALKALOID

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 03 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH SERTA UJI ALKALOID LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 03 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH SERTA UJI ALKALOID Nama : Anca Awal Sembada NIM : 11214003 ` Kelompok : 1 (Shift

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

PEMISAHAN SALAH SATU ALKALOID DARI BUNGA TAPAK DARA MERAH (VINCA ROSEA LINN) Rosminik

PEMISAHAN SALAH SATU ALKALOID DARI BUNGA TAPAK DARA MERAH (VINCA ROSEA LINN) Rosminik PEMISAHAN SALAH SATU ALKALOID DARI BUNGA TAPAK DARA MERAH (VINCA ROSEA LINN) Rosminik PENDAHULUAN Dahulu bangsa Indonesia telah memiliki pengetahuan yang luas di bidang obat-obatan tradisional yang berasal

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN Nama : Ade Tria NIM : 10511094 Kelompok : 4 Shift : Selasa Siang Nama Asisten : Nelson Gaspersz (20512021) Tanggal Percobaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Uji fitokimia daun tumbulian Tabernaenwntana sphaerocarpa Bl Berdasarkan hasil uji fitokimia, tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa Bl mengandung senyawa dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA Retno Putri Pamungkas, Vivin Nopiyanti INTISARI Analisis Rhodamin

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI DARI SIMPLISIA BASAH DAN SIMPLISIA KERING DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) Tiara Mega Kusuma, Nurul Uswatun Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial ABSTRAK

Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial ABSTRAK Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA AMAMI IDENTIFIKASI DIAZEPAM METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 1. WAKTU DAN TEMPAT Praktikum dilakukan pada hari selasa, 15 November 2016 pada pukul 18:00-21:00 WIB, bertempat di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DAGING BUAH MAJA (Aegle marmelos) ASAL BATU BESSI KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN. H. Ismail Ibrahim *), Rusdiaman *)

IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DAGING BUAH MAJA (Aegle marmelos) ASAL BATU BESSI KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN. H. Ismail Ibrahim *), Rusdiaman *) IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DAGING BUAH MAJA (Aegle marmelos) ASAL BATU BESSI KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN H. Ismail Ibrahim *), Rusdiaman *) *) Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Makassar ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Hasil 4.L1. Ujifitokimiadaun Quercus gemelilflorg Bi Pada uji fitokimia terhadap daun Quercus gemelilflora Bi memberikan hasil yang positif terhadap steroid, fenolik dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel PBAG di lingkungan sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan daerah Cipaku.

Lebih terperinci

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051)

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051) PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051) Tanggal Praktikum : 02 Oktober 2014 Tanggal Pengumpulan: 9 Oktober

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) merupakan tumbuhan sejati yang hidup di kawasan mangrove. Morfologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

Zat Urine Rambut Darah. Alkohol 6-24 jam Hingga 90 hari jam. Amfetamin (kecuali met) 1-3 hari Hingga 90 hari 12 jam

Zat Urine Rambut Darah. Alkohol 6-24 jam Hingga 90 hari jam. Amfetamin (kecuali met) 1-3 hari Hingga 90 hari 12 jam Asam lisergat dietilamida (LSD) merupakan suatu narkotika halusinogen. Obat ini bersifat psikedelik dari keluarga ergolina dan merupakan psikotropika golongan I. Pemeriannya adalah sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci