BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Sebagai perbandingan dan pertimbangan, ada beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang teori analisis wacana model Teun A. van Dijk. Tinjauan penelitian terdahulu tersebut dapat dijadikan penulis untuk menjadi bahan pertimbangan serta sebagai bukti bahwa penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan bentuk asli. Sebelumnya, ada beberapa penelitian sejenis tentang analisis wacana maupun penelitian yang mengambil objek harian Kompas. Penulis hanya akan mengambil beberapa penelitian yang telah diteliti oleh peneliti lain. Penelitian pertama adalah hasil skripsi karya Anung Nugroho, Mahasiswa Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, pada tahun Penelitian ini berjudul Keterpaduan Wacana Politik pada Rubrik Opini Surat Kabar Kompas. Dalam penelitian ini, penulis membahas tentang aspek-aspek gramatikal dalam surat kabar Kompas, di antaranya adalah pengacuan (referensi), penyulihan (subtitusi), pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi). Selain aspek gramatikal, penulis juga menjelaskan aspek-aspek leksikal, di antaranya repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), sinonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), dan hiponimi (hubungan atas-bawah). Tia Agnes Astuti (Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011) dengan judul skripsi Analisis Wacana van Dijk terhadap Berita Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft di Majalah Pantau meneliti sebuah naskah berita berjudul Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft. Penelian tersebut menggunakan teori analisis wacana Teun A. van Dijk. Berita tersebut dianalisis menggunakan struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro, serta analisis sosial dan kognisi sosial.

2 Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Mulyawan (Universitas Udayana) berjudul Struktur Wacana Iklan Media Cetak: Kajian Struktur Van Dijk. Dalam penelitiannya, I Wayan Mulyawan mengunakan kajian teori Teun A. van Dijk untuk menganalisis iklan media cetakan. Hasil penelitiannya adalah ditemukan kaidah gramatikal seperti referensi, subtitusi, elipsis, dan perangkaian. Selain itu, penulis menemukan bentukbentuk persuasif melalui maksud dan pesan iklan media cetak tersebut. Dari beberapa tinjauan penelitian-penelitian tersebut, ada beberapa kesamaan, baik itu teori maupun sumber data penelitian (harian Kompas). Dalam penelitian ini, menggunakan teori analisis wacana Teun A. van Dijk dengan objek penelitian opini Revolusi Mental yang ditulis Joko Widodo. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dan belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. B. Landasan Teori 1. Pendahuluan Istilah wacana berasal dari bahasa Inggris yang disebut discourse. Istilah ini muncul di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Djajasudarma menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur (2006) bahwa Wacana memuat rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan preposisi yang satu dengan preposisi lainnya, membentuk satu kesatuan informasi. Preposisi adalah konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi (dari pembicaraan); atau preposisi adalah isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan statement (pernyataan kalimat). Wacana memiliki satuan minimum yang disebut dengan klausa. Klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan

3 mempunyai potensi menjadi kalimat (Kridalaksana, 2008:124). Klausa disusun berdasarkan kaidah tata bahasa, sehingga efektif sebagai penyampai pesan. Analisis wacana dapat dikatakan sebuah penelitian yang baru dalam lingkup penelitian linguistik di Indonesia. Secara teoretis, menurut Sobur (2012:5), pendekatan analisis wacana kontemporer terhadap representasi media, lebih canggih dibandingkan pendekatan isi. Tidak hanya kata-kata dan aspek-aspek lainnya yang dapat dikodekan dan dihitung, tetapi struktur wacana yang kompleks pun dapat dianalisis pada berbagai tataran deskripsi (van Dijk dalam Sobur 2012:5). 2. Pengertian Wacana Definisi wacana sampai saat ini masih beraneka ragam di kalangan ahli bahasa. Terdapat perbedaan sudut pandang antara ahli bahasa yang satu dengan yang lain dalam memberi pengertian wacana. Meski demikian, terdapat sebuah persamaan inti atas perbedaan-perbedaan definisi tersebut. Edmonson (dalam Djajasudarma, 2006:2) berpendapat bahwa wacana adalah satu peristiwa yang terstruktur diwujudkan di dalam perilaku linguistik (bahasa) atau yang lainnya. Jadi, wacana terikat dengan peristiwa yang terstruktur membentuk keseluruhan yang padu. Dalam buku yang ditulisnya, Djajasudarma juga memberikan pendapat Moeliono. Wacana, menurut Moeliono, adalah apa yang disebut rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu; atau wacana adalah rentetan kalimat-kalimat yang menghubungkan preposisi yang satu dengan preposisi yang lainnya. Sementara itu, Samsuri (1988:1) menyebut wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Selanjutnya, komunikasi dapat dibedakan menjadi komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Berdasarkan sifatnya, wacana dibedakan menjadi

4 wacana transaksional dan wacana interaksional. Wacana bersifat transaksional jika yang dipentingkan adalah isi komunikasi yang terjadi, dan bersifat interaksional apabila yang dipentingkan adalah terciptanya komunikasi timbal-balik. Wacana lisan yang bersifat transaksional dapat dicontohkan seperti pidato, ceramah, dakwah, dan lain sebagainya. Wacana lisan yang bersifat interaksional berupa debat, tanya-jawab (di dalam persidangan), dan dengar pendapat. Sementara itu, wacana tulisan yang bersifat transaksional yakni berupa iklan, surat, makalah, novel, dan sebagainya. Wacana tulisan yang bersifat interaksional, contohnya suratmenyurat, , dan percakapan dalam media sosial Facebook atau Twitter. Apapun bentuk sebuah wacana, setidaknya harus ada penyapa (addressor) dan pesapa (addressee). Dalam wacana lisan, yang berperan sebagai penyapa adalah pembicara, sedangkan yang berperan sebagai pesapa ialah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis, dan pembaca berperan sebagai pesapanya. Mills (dalam Sobur, 2012:11) yang mengacu pendapat Foucault, membedakan pengertian wacana menjadi tiga macam, yakni wacana dari segi konseptual teoretis, konteks penggunaan, dan metode penjelasan. Berdasarkan konseptual teoretis, Mills mengartikan wacana sebagai bentuk umum dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan efek dalam dunia nyata. Berdasarkan konteks penggunaannya, wacana merupakan sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan dalam kategori konseptual tertentu. Artinya, struktur wacana diidentifikasi dengan suatu cara tertentu, seperti wacana kapitalisme, wacana feminisme, dan lain-lain. Sementara berdasarkan metode penjelasannya, wacana ialah suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.

5 Norman Fairclough sendiri berpendapat bahwa wacana adalah pemakaian bahasa tampak sebagai sebuah bentuk praktik sosial, dan analisis wacana adalah analisis mengenai bagaimana teks bekerja atau berfungsi dalam praktik sosial budaya (Sumarlam, 2010:12). Analisis tersebut, menurut Fairclough, memperhatikan pada bentuk, struktur, dan organisasi tekstual pada semua tataran: fonologis, gramatikal, leksikal (kosa kata), dan tataran-tataran yang lebih tinggi dari organisasi tekstual yang berkenaan dengan sistem perubahan, struktur argumentasi, dan struktur umum. Dalam hal tersebut, Fairclough memandang wacana sebagai bentuk praktik sosial yang terungkap melalui pemakaian bahasa. Dengan demikian, analisis wacana berusaha menjelaskan bagaimana bahasa (teks) berfungsi mengungkapkan realitas sosial budaya (Sumarlam, 2010:12). Teori wacana yang lebih ringkas dipaparkan oleh Heryanto (dalam Sobur, 2012:12). Secara ringkas, Heryanto menjelaskan bahwa teori wacana menjelaskan sebuah peristiwa terjadi seperti terbentuknya sebuah kalimat pernyataan. Oleh sebab itu, ia dinamakan analisis wacana. Menurutnya, aturan-aturan kebahasaan tidak dibentuk secara individual oleh penutur yang bagaimanapun pintarnya. Bahasa selalu menjadi milik bersama di ruang publik. Mills juga berpandangan bahwa munculnya analisis wacana dibebabkan oleh sebuah reaksi terhadap bentuk linguistik tradisional yang bersifat formal (linguistik struktural). Linguistik struktural lebih memfokuskan pada kajian-kajian internal, yakni unsur-unsur yang berada pada level kalimat tanpa mempertimbangkan analisis bahasa dalam penggunaannya. Berbeda dengan linguistik struktural tersebut, analisis wacana justru lebih memperhatikan halhal yang berkaitan dengan struktur kalimat hingga struktur yang lebih luas. Analisis wacana bertujuan untuk mengeksplisitkan norma-norma dan aturan-aturan bahasa yang implisit.

6 Deborah Schiffrin dalam bukunya Ancangan Kajian Wacana mendefinisikan wacana dengan dua cara, yakni sebuah unit bahasa khusus (di atas kalimat), dan sebuah fokus khusus. Dua definisi tersebut mencerminkan perbedaan antara paradigma wacana formalis dan fungsionalis. Leech kemudian memberikan perbedaan kedua paradigma tersebut: (1) para formalis cenderung menganggap bahasa sebagai sebuah fenomena mental, para fungsionalis cenderung menganggap bahasa sebagai fenomena sosial; (2) para formalis menjelaskan kesemestaan bahasa sebagai sesuatu yang diwariskan linguistik genetis yang sama dari spesies manusia, para fungsionalis cenderung menjelaskan kesemestaan bahasa berasal dari kesemestaan yang ada dalam penggunaan bahasa oleh masyarakat; (3) para formalis menjelaskan bahwa bahasa anak didasarkan pada kemampuan alamiah manusia belajar bahasa, para fungsionalis menjelaskan pemerolehan bahasa didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan komunikatif anak dalam masyarakat; (4) para formalis mengkaji bahasa sebagai sebuah otonom, para formalis mengkaji bahasa sebagai sebuah sistem yang berhubungan dengan fungsi sosial (Schiffrin 2007:26). Secara sederhana, Schiffrin menyebut bahwa paradigma fungsionalis didasarkan pada dua asumsi umum, yaitu (1) bahasa memiliki fungsi-fungsi eksternal dari sistem linguistik dan (2) fungsi eksternal mempengaruhi organisasi dari sistem linguistik internal. Asumsi tersebut membedakan paham fungsionalis dengan formalis yang tidak memperhatikan faktor eksternal yang mempengaruhi bahasa. Lebih lanjut, Shiffrin menjelaskan kedua definisi wacana sebagai berikut, Wacana formalis sebagai bahasa di atas kalimat dan wacana fungsionalis sebagai fungsi penggunaan bahasa. 1. Bahasa di atas Kalimat

7 Definisi klasik wacana berasal dari asumsi-asumsi formalis (struktural) yang berpendapat bahwa wacana adalah bahasa di atas kalimat atau di atas klausa (Stubb dalam Schiffrin, 2007:28). Di dalam buku yang sama, van Dijk memberikan pendapat umum: analisis struktural berfokus pada cara unit-unit berbeda berfungsi dalam hubungan antara yang satu dengan yang lain, tetapi analisis-analisis tersebut mengabaikan hubungan-hubungan fungsional dengan konteks yang merupakan bagian dari wacana. Oleh sebab alasan inilah, wacana formal berbeda dari wacana fungsional. Sebagian besar formalis melihat bahwa wacana dilihat sebagai sebuah tingakatan struktur yang lebih tinggi daripada kalimat. Ahli bahasa pertama yang menyebut analisis wacana (discourse analysis), Z. Harris, menyatakan bahwa wacana adalah tingkat selanjutnya dalam sebuah hirarki morfem, klausa, dan kalimat. Ia melihat wacana sebagai sebuah metodologi formal yang berasal dari metode struktural analisis linguistik: sebuah metodologi semacam ini dapat membahas sebuah teks menjadi satu kesatuan di antara konstituen-konstituennya yang berada pada tingkatan yang lebih rendah (Schiffrin, 2007:29). Wacana struktural menggunakan unit-unit yang lebih kecil dari kalimat dalam analisis. Wacana didefinisikan sebagai struktur yang mengarah pada analisis-analisis konstituen yang memiliki hubungan tertentu satu sama lain dalam sebuah teks. Namun dalam prakteknya, memberikan identifikasi konstituen struktural tersebut tidaklah sesuatu yang mudah. 2. Penggunaan Bahasa Analisis wacana sudah pasti adalah analisis penggunaan bahasa. Dengan demikian, analisis wacana tidak dapat dibatasi pada penggambaran bentuk-bentuk linguistik yang terlepas dari tujuan-tujuan atau fungsi-fungsi yang dipenuhi dari perancangan fungsi-fungsi ini dalam urusan sehari-hari manusia (Brown dan Yule dalam Schiffrin, 2007:40). Dengan kata lain,

8 wacana tidak bisa dilepaskan dari tujuan-tujuan penggunaan bahasa dalam kehidupan manusia. Pandangan tersebut kemudia berkembang dalam khazanah keilmuan bahasa Menurut Fairclough, bahasa adalah sebuah bagian dari masyarakat; fenomena-fenomena linguistik adalah fenomena-fenomena sosial khusus, dan fenomena-fenomena sosial adalah fenomena-fenomena linguistik (Schiffrin, 2007:41). Bahasa memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakat. Dalam analisisnya, wacana kerap berhubungan dengan aktivitas dan makna sosial serta sistem-sistem di luar bahasa. Pandangan fungsionalis secara umum menyebut bahwa wacana merupakan sebuah sistem (sebuah cara berbicara yang diatur oleh sosial dan budaya) melalui fungsi-fungsi tertentu yang diwujudkan. Ancangan fungsionalis cenderung menggunakan berbagai metode dalam analisisnya. Metode analisis fungsionalis tidak hanya meliputi metode kuantitatif yang diambil dari ancangan-ancangan ilmiah sosial, tetapi juga usaha-usaha interpretatif yang didasarkan pada humanistik (Schiffrin, 2007:41). 3. Pendekatan Analisis Wacana Analisis wacana tidak dapat dibatasi pada penggambaran bentuk-bentuk linguistik yang terlepas dari tujuan-tujuan atau fungsi-fungsi yang dipenuhi dari perancangan fungsi-fungsi ini dalam urusan sehari-hari (Brown dan Yule dalam Schiffrin, 2007:40). Analisis wacana merupakan salah satu bidang kajian baru dalam ilmu linguistik yang baru berkembang beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya dalam soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatiannya kepada penganalisisan wacana (Lubis dalam Sobur, 2012:47). Menurut van Dijk, wacana merupakan kajian tentang proses kognitif yang aktual (mental) dan pembentukan serta pemahamannya oleh pengguna bahasa. Dari sudut pandang lain, kajian

9 kognitif mengkaji tentang pengetahuan, sikap, dan representasi mental yang lain yang memainkan peran pada pembentukan serta pemahaman pada sebuah tuturan, dan bagaimana tuturan tersebut mempengaruhi opini publik (van Dijk 1997: 2) Kajian analisis wacana tidak hanya berfokus pada rincian teks, tetapi juga menggunakan sudut pandang yang lebih luas, serta menunjukkan fungsi wacana secara sosial, politik, atau kebudayaan dalam institusi, kelompok, atau masyarakat dan kebudayaan secara luas (van Dijk, 1997:5). Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya, analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik). Analisis wacana erat kaitannya dengan konteks luar bahasa. Konteks tersebut berpengaruh dalam proses pemaknaan suatu wacana. Konteks inilah yang tidak diperhatikan dalam linguistik struktural. Tarigan (dalam Sobur, 2012:48) mengatakan bahwa tanpa konteks, tanpa hubunganhubungan wacana yang bersifat antarkalimat dan suprakalimat maka kita sukar berkomunikasi satu sama lain. Dalam buku yang sama, Littlejohn menjelaskan bahwa analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren yang disebut wacana. Deborah Schiffrin dalam bukunya Ancangan Kajian Wacana (diterjemahkan oleh Abd. Syukur Ibrahim) mendeskripsikan enam pendekatan (ancangan) pada analisis linguistik wacana, yakni teori tindak tutur, interaksi sosiolinguistik, etnografi komunikasi, pragmatik, analisis percakapan, dan analisis variasi. Setiap ancangan tersebut bisa digunakan untuk masalahmasalah umum analisis wacana. Tindak tutur mendeskripsikan bahasa tidak hanya sebagai alat untuk komunikasi secara universal, tetapi juga untuk menggambarkan suatu tindakan, tepatnya menekankan pada tindak

10 komunikasi yang digambarkan melalui tuturan. Teori tindak tutur menawarkan seperangkat aturan dengan tanda-tanda khusus untuk menentukan tindak tutur. Aturan tersebut memberikan dugaan pada tindakan selanjutnya. Dengan demikian, muncullah koherensi wacana pada suatu tempat, berdasarkan tindakan demi tindakan, rangkaian hubungan antara tindakan dengan pengetahuan yang digunakan untuk menghubungkan suatu tuturan pada suatu tindakan. Tindak tutur tidak hanya meninjau struktur dan hubungan teks atau konteks, tetapi juga meninjau adanya koherensi dan proses koherensi yang ditemukan. Koherensi adalah hasil yang mendasari pemetaan aturannya (hubungan suatu tuturan pada penentuan aturannya sebagai suatu tindak lanjut) dan rangkaian aturan itu tidak menghubungkan unsur-unsur surface linguistik (apa yang diucapkan), tetapi tindakan yang telah dihasilkan dari pemetaan aturan. Dengan demikian, koherensi merupakan kreativitas pelaksanaan tuturan (Schiffrin, 2007:613). Interaksi sosiolinguistik lebih luas tinjauannya daripada tindak tutur. Teori tindak tutur kajiaannya berhenti pada kerangka tindakan, sedangkan interaksi sosial mengkaji analisis ujaran sebagai petunjuk sosial, budaya, dan makna perorangan. Tuturan ditafsirkan berdasarkan situasi konteks lokal dan konteks secara umum. Dalam ancangan ini, wacana dilihat sebagai saran kontekstual untuk memahami konstruksi pada level yang berbeda (Schiffrin, 2007:614). Etnografi komunikasi fokus pada perilaku budaya: bahasa merupakan suatu matrik makna, keyakinan, dan nilai-nilai yang luas dari pengetahuan tata bahasa. Dengan konsep kompetensi komunikatif, etnografi komunikasi memasukkan kompetensi linguistik ke dalam pengetahuan budaya. Kompetensi komunikatif merupakan pengetahuan budaya termasuk prinsip-prinsip sosial dan psikologi yang menguasai penggunaan bahasa, seperti ringkasan aturan gramatikal mengenai kode linguistik. Jadi, wacana merupakan bagian dari kebudayaan: karena

11 kebudayaan merupakan suatu kerangka tindakan, keyakinan, dan pemahaman. Kebudayaan merupakan kerangka di mana komunikasi menjadi bermakna (Schiffrin, 2007: ). Pragmatik menekankan pada perbedaan jenis makna, bukan makna sosial dan budaya, melainkan makna individual. Maksud utama makna bisa ditambahkan dari logika, proporsional dan makna-makna konvensional dapat dinyatakan melalui kode linguistik. Penekanan kontekstual pragmatik terletak pada asumsi yang sangat umum bahwa penutur dan mitra tutur saling memberi kesempatan bertutur. Dari situ terdapat kesimpulan yang sangat khusus tentang makna penutur. Karena apa yang dikatakan dalam tuturan seseorang bisa memberikan konstribusi pada makna penutur dalam tuturan yang lain, wacana bisa memperlihatkan suatu rangkaian kesimpulan berdasarkan pada hubungan yang timbul dari pelaksanaan beberapa maksim (misalnya kuantitas, relevansi dan lain-lain), seperti mereka menerapkan ujaran lintas (across utterance) (Schiffrin, 2007:615). Perhatian utama dalam anvangan analisis percakapan adalah cara bahasa yang dibentuk oleh konteks, dan pada gilirannya cara bahasa membentuk konteks. Konteks tersebut secara empiris hanya bisa dibuktikan melalui tindak tutur atau perilaku. Jadi, analisis percakapan akhirnya menawarkan objek unsur-unsur analisis yang sangat tertutup dari piranti khusus atau struktur dalam konstruksi percakapan (Schiffrin, 2007:616). Sementara itu, analisis variasi berupaya untuk menemukan struktur bahasa dan perilaku yang pola-polanya tampak bertentangan dengan makna tradisional yang ditemukan. Analisis variasi menganalisis bagaimana unit-unit kecil dihubungkan secara sistematis pada unit yang lain. Jadi, wacana merupakan suatu unit analisis linguistik yang koherensinya ditimbulkan karena hubungan yang sistematis antara unit-unit (kata, makna, klausa, atau tindakan) sehingga ada perbandingan dalam suatu teks (Schiffrin, 2007:616).

12 Schiffrin menyatakan bahwa seluruh ancangan di atas melihat bahasa sebagai interaksi sosial. Dengan kata lain, ancangan tersebut sesuai dengan pemahaman kaum fungsionalis. 4. Analisis Wacana Kritis Studi AWK dimulai pada akhir 1970 ketika Linguistik Kritis dibentuk oleh kelompok ahli bahasa dan pemikir kesusastraan di University of East Anglia (Fowler et. Al., 1979; Kress & Hodge, 1979 dalam Sheyholislami). Setelah beberapa tahun dan belakangan ini, AWK semakin berkembang dan meluas. Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/CDA) bahasa selalu dilihat berhubungan dengan konteks. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek, tema, dan wacana tertentu. Analisis Wacana Kritis (AWK) adalah sesuatu yang berkaitan dengan penelitian analisis teks penulisan dan percakapan untuk mengungkapkan hubungan tidak langsung dari kekuasaan, dominasi, dan ketidakadilan yang tampak tak berhubungan satu sama lain (Sheyholislami, Critical Discourse Analisys:1). Hal yang kurang lebih sama juga disampaikan Fairclough. Analisis wacana, menurut Fairclough, secara sistematis bertujuan meneliti hubungan yang tidak jelas dalam sebab-akibat dan menentukan (a) hubungan tidak langsung, peristiwa dan teks, dan (b) struktur sosial dan budaya yang lebih luas, hubungan dan proses. Singkatnya, Analisis Wacana Kritis bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara praktek wacana, sosial, dan struktur. Hubungan tersebut tidak mudah dipahami oleh orang awam (Fairclough dalam Sheyholislami:1). Menurut van Dijk, tujuan utama AWK tidak untuk menambah kajian khusus, paradigma, dan teori wacana. Tujuan utama AWK adalah menekankan isu sosial yang harapannya dapat memberikan pemahaman yang lebih baik daripada analisis wacana. Tidak seperti analisis wacana, AWK dengan tegas menggunakan prinsip sosiopolitik: keduanya berbeda sudut

13 pandang, perspektif, prinsip dan tujuan (van Dijk dalam makalah Principle of Critical Discourse Analisys hal ) Van Dijk memaparkan hubungan antara teks produksi teks berita dengan konteks sosial di dalamnya. Dalam menjelaskan hubungan tersebut, van Dijk menggunakan dua tingkatan, yaitu struktur mikro dan struktur makro. Dalam struktur mikro, fokus analisis terletak pada hubungan semantik, sintaksis, leksikal dan elemen retoris lainnya yang berhubungan di dalam teks. Sementara struktur mikro mengkaji pada tema atau topik dan skema penulisan (Sheyholislami:3). 5. Teks Pendapat Barthes tentang definisi teks sangat menarik. The text is an object of pleasure. (Teks adalah objek kenikmatan). Teks menjadi sebuah objek kenikmatan karena teks dapat dinikmati dalam sebuah naskah dengan membacanya dari satu halaman ke halaman yang lain. Kegiatan ini menimbulkan kenikmatan tersendiri bagi pembaca teks tersebut. Kenikmatan tersebut hanya dirasakannya tanpa bisa dinikmati orang lain. Artinya, kenikmatan itu bersifat individual. Kenikmatan yang individual itu seakan-akan membangun sebuah dunia pembaca itu sendiri, yang dia secara bebas mengimajinasikannya (Kurniawan dalam Sobur, 2012:52). Sebuah teks tidak dapat dipisahkan dengan teks lainnya. Sebuah teks memiliki banyak makna tak hanya karena memiliki struktur tertentu, melainkan juga karena teks tersebut berhubungan dengan teks yang lain. Menurut Partini (dalam Sobur, 2012:53), teks memiliki kesatuan karena sebuah teks lahir dari teks yang lain dan harus dipandang sesuai tempatnya dalam kawasan kontekstual. Teks adalah makna yang proporsional yang secara linguistik direalisasikan (misalnya, berupa semantik dari sebuah tanda bahasa) yang secara gramatikal berupa unit-unit terbatas, misalnya klausa melalui hubungan yang diungkapkan antara unit-unit tersebut (Schiffrin,

14 2007:547). Menurut van Dijk (dalam Eriyanto, 2012:226), makna global dari suatu teks didukung oleh kerangka teks dan pada akhirnya pilihan kata dan kalimat yang dipakai. 6. Konteks Istilah konteks seringkali digunakan. Menurut Schiffrin, konteks lebih sulit dipahami dibanding teks. Informasi tekstual adalah informasi yang selalu diidentifikasi dalam hubungannya satu sama lain. Konteks adalah hal yang perlu kita ketahui untuk pemahaman yang lebih baik tentang kejadian, aksi, dan wacana. Sesuatu yang berfungsi sebagai latar belakang, setting, lingkup, kondisi atau akibat. Dalam analisis wacana konteks sangatlah penting. Konteks merupakan parameter antara partisipan, peran, serta tujuan mereka, dan juga latar seperti tempat dan waktu (van Dijk, 1997:11) Konteks merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam analisis wacana kritis. Tidak hanya struktur bahasa yang dikaji, luar struktur bahasa seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi juga turut mempengaruhi analisis wacana. Hal yang perlu dicatat dalam analisis wacana di sini adalah bahasa tidak dipahami sebagai mekanisme internal dalam ilmu bahasa saja, tetapi bahasa dipahami dalam konteks secara keseluruhan. Analisis wacana memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak (Guy Cook dalam Eriyanto, 2012:8). Selanjutnya, Cook menjelaskan tiga hal pokok dalam pengertian wacana, yakni teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal di luar definisi teks di atas dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi teks diproduksi,

15 tujuan yang dimaksudkan, dan sebagainya. Sementara itu, wacana diartikan sebagai teks dan konteks secara bersamaan. Fokus dalam analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Meskipun konteks sangat penting dalam analisis wacana, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis. Hanya konteks yang memiliki relevansi yang digunakan. Ada beberapa konteks yang penting yang relevan dan memiliki pengaruh dalam produksi wacana. Pertama, partisipan, yakni orang yang memproduksi wacana atau yang berhubungan langsung dengan produksi wacana. Latar belakang partisipan seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, kelas sosial, agama, etnis, pendidikan, dan lain-lain memiliki relevansi dalam analisis wacana. Kedua adalah latar/setting, yaitu tempat di mana suatu peristiwa terjadi dan kapan waktunya. Hal ini sangat berguna untuk mengerti sebuah wacana. Van Dijk (1997:16) berpendapat bahwa terdapat dua aspek analisis konteks yang harus ditelaah. Pertama, wacana itu sendiri. Konteks bisa saja fleksibel dan berubah, dan tentu saja perlu dipertimbangkan, khususnya dalam interaksi percakapan. Wacana bisa dikondisikan oleh konteks, akan tetapi konteks juga mempengaruhi dan membangun wacana. Wacana adalah bagian struktural dari konteks, dan masing-masing struktur saling mempengaruhi satu sama lain dan berkelanjutan. Kedua, konteks seperti halnya wacana, terdiri dari fakta sosial yang dimengerti dan memiliki hubungan yang relevan. Dari sudut pandang yang lebih kognitif, bisa dikatakan bahwa konteks adalah secara sosial, merupakan sebuah konstruksi mental, atau sebuah model dalam ingatan. Makna dan pemahaman wacana tersusun secara mental, hal ini juga menjelaskan hubungan erat antara wacana dengan konteks.

16 Pembahasan teks dan konteks diperlukan dalam analisis wacana. Satu alasannya yang jelas, menurut Schiffrin, adalah bahwa konteks dapat sangat luas dan didefinisikan dengan caracara berbeda, misalnya pengetahuna bersama, situasi-situasi sosial, identitas-identitas pembicara dan mitra tutur, dan konsep budaya. Alasan lainnya adalah hubungan antara teks dan konteks tidak bisa dilepaskan dari hubungan-hubungan lain yang sering dianggap berada antara bahasa dan konteks (konteks sebagai budaya, masyarakat, atau interaksi ) (2007:58). 7. Analisis Wacana Model Teun A. van Dijk Dari beberapa model analisis wacana yang berkembang, model analisis wacana Teun A. van Dijk merupakan model yang paling banyak dijadikan kajian. Model analisis wacana van Dijk juga dikembangkan oleh para ahli. Menurut Eriyanto, hal ini kemungkinan karena van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis (Eriyanto, 2012:221). Penelitian suatu wacana, lanjut van Dijk, tidak cukup bila hanya didasarkan pada teks semata karena pada kenyataannya teks hanyalah hasil dari suatu praktik produksi yang juga harus diamati. Jadi, harus dilihat pula bagaimana suatu teks diproduksi. Proses produksi itu melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Atas dasar inilah model analisis wacana yang dipakai van Dijk sering disebut dengan kognisi sosial (Eriyanto, 2012:221). Istilah tersebut diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial yang menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks. Analisis wacana van Dijk digambarkan dalam tiga dimensi, yakni teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Dalam dimensi teks diteliti bagaimana struktur sebuah teks dan strategi wacana dipakai untuk memunculkan sebuah tema tertentu. Dalam dimensi kognisi sosial dapat dipelajari proses bagaimana teks diproduksi dengan melibatkan kognisi individu penulis.

17 Sementara dimensi konteks sosial mempelajari struktur wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masingmasing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Struktur makro ini merupakan makna global atau makna umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Superstruktur yang dimaksud adalah struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian kecil dari suatu teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Dan yang ketiga adalah struktur mikro, yakni makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar (Eriyanto, 2012:226). Menurut van Dijk, segala bentuk teks dapat dianalisis menggunakan struktur tersebut. Meski terdiri dari beberapa unsur, semua unsur tersebut bersifat satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan mendukung unsur satu dengan yang lain. Struktur makro mengamati tematik, yakni tema atau topik yang dimunculkan dalam sebuah wacana. Superstruktur berhubungan dengan skema atau alur sebuah wacana, bagaimana sebuah wacana disusun dan diurutkan sesuai dengan kehendak penulis. Sementara itu, struktur mikro membahas masalah hierarki kebahasaan, yakni semantik, sintaksis, stilistika, dan retoris. Kesemua elemen ini akan dijabarkan di bawah ini. a. Struktur Makro (Tematik) Kata tema secara harafiah berarti sesuatu yang telah ditempatkan. Kata ini berasal dari bahasa Latin tithenai yang berarti menempatkan atau meletakkan. Menurut Gorys Keraf (dalam Sobur, 2012:75) tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui

18 tulisannya. Menurut Sobur, sebuah tema bukan merupakan hasil dari seperangkat elemen yang spesifik, melainkan wujud-wujud kesatuan yang dapat kita lihat di dalam teks atau bagi cara-cara yang kita lalui agar beraneka kode dapat terkumpul dan koheren. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari teks (Eriyanto, 2012:229). Tema memiliki kedekatan makna dengan topik. Kata tema dan topik memiliki makna yang sama dalam bahasa Yunani yang berarti tempat. Topik merupakan sebuah bagian penting dalam suatu informasi. Topik menunjukkan informasi yang sangat penting untuk yang hendak disampaikan penulis kepada pembaca. Topik menggambarkan tema umum suatu teks dan didukung oleh subtopik-subtopik yang membangun satu kesatuan hingga menjadi topik umum. Van Dijk mendefinisikan topik sebagai struktur makro dari suatu wacana. Dari topik inilah bisa diketahui gambaran masalah dan tindakan yang disampaikan komunikator dalam mengatasi sebuah masalah. Tindakan, keputusan, atau pendapat dapat diamati pada struktur makro dari suatu wacana (Sobur, 2012:75). b. Superstruktur (Skematik) Pada dasarnya, teks sebuah wacana memiliki alur atau skema yang membangun teks wacana tersebut. Skema itu tersusun dari awal sampai akhir teks. Skema tersebut menunjukkan bahwa suatu teks terdiri dari bagian-bagian yang disusun dan diurutkan sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan arti. Skematik mungkin merupakan strategi penulis untuk mendukung makna umum dengan memberikan sejumlah alasan pendukung. Struktur skematik memberikan sebuah tekanan: bagian mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa ditempatkan belakangan sebagai

19 sebuah strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya tersebut dilakukan dengan menempatkan unsur penting di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol (Sobur, 2012:76). Arti penting dari skematik, menurut van Dijk, adalah strategi penulis untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan bagian mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. c. Struktur Mikro 1. Semantik Sesuatu yang paling penting dalam analisis wacana adalah makna yang ada dalam suatu teks, baik makna yang eksplisit maupun makna yang implisit. Semantik adalah sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya (Kridalaksana, 2008:216). Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal (Sobur, 2012:78). Dalam skema van Dijk, semantik dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning). Artinya, makna tersebut muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Seperti yang telah diketahui, analisis wacana memusatkan kajiannya pada dimensi teks yang membangun makna eksplisit maupun makna implisit, yakni makna yang sengaja disembunyikan dan bagaimana orang menulis atau berbicara mengenai hal itu. Dengan kata lain, semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana

20 yang penting dari struktur wacana, tetapi juga menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa. Makna semantik memiliki elemen-elemen yang bisa diamati, yaitu latar, detail, maksud, dan praanggapan (Eriyanto, 2012:235). Berikut elemen tersebut: Strategi semantik latar merupakan elemen wacana yang dapat menjadi alasan pembenaran gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan pembaca hendak dibawa ke mana. Latar merupakan bagian berita yang bisa mempengaruhi arti kata yang ingin ditampilkan. Oleh karena itu, latar teks merupakan elemen yang berguna karena dapat membongkar apa maksud yang ingin disampaikan oleh penulis. Dengan menganalisis elemen maksud, kita bisa mengetahui maksud tersembunyi yang ingin dikemukakan penulis. Elemen detail berhubungan dengan kontrol sebuah informasi yang ditampilkan dalam teks. Penulis atau komunikator bisa mengatur tampilan lebih sebuah informasi yang menguntungkan dirinya dan menampilkan sedikit informasi yang merugikan dirinya sendiri. Elemen maksud melihat sebuah informasi disampaikan secara eksplisit atau implisit. Apakah sebuah informasi tertentu dijelaskan secara gamblang atau ditutup-tutupi. Elemen maksud hampir sama dengan elemen detail. Bila elemen detail menguraikan informasi yang menguntungkan penulis secara panjang, maka elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan penulis secara jelas atau eksplisit. Sebaliknya, informasi yang merugikan penulis akan ditampilkan secara implisit atau samar-samar. Praanggapan digunakan untuk mendukung pendapat yang ditampilkan penulis. Praanggapan merupakan fakta yang belum terbukti kebenarannya. Praanggapan memberikan premis-premis yang dipercaya kebenarannya sebagai upaya meyakinkan pembaca untuk percaya

21 pada pendapat penulis. Meskipun berupa anggapan, praanggapan umumnya didasarkan pada ide common sense, yaitu praanggapan yang masuk akal atau logis sehingga meskipun kenyataannya tidak ada (belum terjadi), tidak dipertanyakan kebenarannya. 2. Sintaksis Pada dasarnya, sintaksis berurusan dengan hubungan antar-kata di dalam kalimat. Hubungan antar-kalimat termasuk analisis wacana dan hubungan antara tatabahasa kalimat dengan wadahnya di dalam wacana perlu diperhatikan (Verhaar, 1999:161). Sintaksis kerap dimanfaatkan dalam analisis wacana sebagai strategi untuk menampilkan diri sendiri secara positif dan menampilkan lawan secara negatif. Hal tersebut merupakan manipulasi politik menggunakan sintaksis (kalimat) seperti pada pemakaian kata ganti, misal: Rakyat sudah lelah dengan kemiskinan yang semakin menjadi-jadi. Kami ingin pemerintah segera berbenah. Dalam kalimat tersebut, penulis menggunakan kata ganti kami, yang menunjukkan bahwa penulis berada di pihak rakyat, bersama rakyat. Hal tersebut memberi kesan positif kepada penulis. Kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat (Pateda dalam Sobur, 2012:80). Sintaksis memiliki strategi untuk menganalisis teks, yakni dengan elemen bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti. Pertama adalah bentuk kalimat dan paragraf. Bentuk kalimat ini berhubungan dengan cara berpikir logis atau sesuai dengan prinsip kausalitas. Logika kausalitas ini bila diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek dan predikat. Bentuk kalimat ini tidak hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.

22 Dalam kalimat dengan struktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam struktur pasif, seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Hal ini berpengaruh pada penekanan subjek yang dapat mempengaruhi pembaca. Begitu juga dengan bentuk paragraf deduktif dan induktif. Paragraf deduktif menampilkan inti kalimat pada bagian awal, sedangkan paragraf induktif menempatkan inti kalimat pada bagian akhir paragraf. Pernyataan yang dipandang penting dan menguntungkan penulis diletakkan pada awal bagian. Dalam bukunya yang berjudul Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media Eriyanto menggunakan istilah koherensi sebagai bentuk pertalian atau jalinan antarkata (2012:242). Namun dalam analisisnya, istilah koherensi tersebut bisa diartikan sebagai kohesi. Hal ini dikarenakan dalam analisisnya menggunakan hubungan bentuk. Sumarlam menjelaskan bahwa hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk (kohesi) dan hubungan makna (koherensi). Bentuk kohesi yang digunakan dalam analisis ini adalah perangkai atau konjungsi. Kohesi dapat dijumpai dengan kata hubung (konjungsi) yang dipakai untuk menghubungkan fakta/proposisi. Konjungsi menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik (Sumarlam, 2010:32). Konjungsi tersebut antara lain berupa akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun, walaupun, dan lain sebagainya. Selain elemen kohesi tersebut, van Dijk menjelaskan dua jenis kohesi lainnya, yaitu kohesi kondisional dan kohesi pembeda.

23 Kohesi kondisional ditandai dengan kata hubung yang atau di mana. Kedua kata hubung tersebut berfungsi sebagai anak kalimat atau kalimat penjelas. Anak kalimat tersebut menjadi fasilitas penulis untuk memberi keterangan positif atau negatif, sesuai kehendak penulis. Kohesi pembeda berhubungan dengan bagaimana dua peristiwa dibedakan. Dua peristiwa tersebut dibuat berseberangan atau bertentangan. Biasanya kata hubung yang digunakan dalam koherensi pembeda ini adalah dibandingkan. Kata ganti dimanfaatkan penulis sebagai alat untuk menunjukkan posisi penulis di dalam wacana. Kata ganti ini merupakan elemen yang digunakan untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif (Sobur, 2012:81). Kata ganti di sini bisa disamakan dengan pengacuan persona. Pengacuan persona bisa direalisasikan melalui pronomina personal (kata ganti orang) yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak (Sumarlam, 2010: 24). Penulis bisa memilih untuk memasukkan dirinya ke dalam sebuah wacana atau keluar dari wacana yang dibahas sesuai dengan kata ganti yang digunakan. Kata ganti saya menjelaskan bagaimana penulis bersikap secara pribadi. Penggunaan kata ganti kami dan kita juga memiliki perbedaan. Kata ganti kami merupakan bentuk kata ganti orang pertama jamak eksklusif, posisi pembaca ada di luar wacana. Sementara kata ganti kita adalah bentuk kata ganti orang pertama jamak iklusif, posisi penulis dan pembaca ada dalam satu wacana. Kata ganti lain adalah mereka. Kata ganti mereka menjelaskan penulis berada di luar wacana. 3. Stilistika Istilah stilistika berasal dari kata style. Istilah style sendiri diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu alat untuk menulis pada lempengan lilin (Keraf, 2010:112). Style atau gaya

24 bahasa kemudian berkembang menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang berhubungan dengan cocok-tidaknya pemakaian bahasa. Ragam gaya bahasa pun bermacam-macam: ragam lisan dan ragam tulis; ragam sastra dan ragam non-sastra; ragam formal dan informal. Kajian gaya bahasa meliputi semua hierarki kebahasaan: pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat. Bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan (Keraf, 2010:112). Keraf menyimpulkan bahwa gaya bahasa atau style dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Dalam stilistika analisis wacana van Dijk, yang dianalisis adalah elemen leksikon. Elemen ini berhubungan dengan bagaiamana penulis memilih kata yang sesuai dengan apa yang ingin ditampilkan. Kata atau serangkaian kata yang ditulis penulis bukan semata kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan sikap penulis akan sebuah wacana. 4. Retoris Retoris di sini dapat dijelaskan dengan pemakain kata secara berlebihan atau hiperbolik atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak. Dalam konteks wacana van Dijk, retoris menganalisis aspek grafis dan metafora. Elemen grafis merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (secara visual) oleh penulis. Penonjolan tersebut dapat berupa huruf tebal, garis bawah, huruf miring, tanda kutip, atau ukuran font. Bagian yang ditonjolkan adalah bagian yang dianggap penting oleh penulis. Sementara elemen metafora dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari sebuah tulisan. Metafora dipakai penulis sebagai strategi untuk memperkuat pesan utama.

25 d. Analisis Sosial Dimensi analisis sosial berhubungan dengan konteks sosial masyarakat ketika tulisan dibuat. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat sehingga untuk meneliti teks, perlu dilakukan analisis intertekstual (Eriyanto, 2012:271). Wacana di dalam masyarakat menjadi objek penelitian dalam dimensi ini. Konteks sosial ketika tulisan dibuat berpengaruh pada wacana. Menurut van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting, yaitu kekuasaan (power) dan akses (acces). Kekuasaan didefinisikan van Dijk sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya). Dengan kekuasaan tersebut, satu kelompok dapat mengontrol atau mengendalikan kelompok lain. Selain bersifat kontrol langsung, kekuasaan yang dipahami van Dijk juga dapat berbentuk persuasif: tidakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap, dan pengetahuan. Akses suatu kelompok menjadi perhatian dalam analisis wacana van Dijk. Pada umumnya, kelompok yang memiliki kekuasaan mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Dengan demikian, kelompok yang berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempunyai akses pada media sekaligus berpeluang mempengaruhi kesadaran masyarakat. Akses yang lebih besar selain dapat mempengaruhi kesadaran khalayak, akses juga dapat menentukan topik dan isi wacana yang disebarkan atau didiskusikan khalayak.

26 C. Kerangka Pikir Analisis Wacana Kritis Teun A. van Dijk Wacana Revolusi Mental Mendeskripsikan struktur teks yang membangun wacana dalam Revolusi Mental Mendeskripsikan konteks sosial yang membangun wacana dalam Revolusi Mental Hasil analisis: Bentuk struktur teks yang membangun wacana Revolusi Mental Bentuk konteks sosial yang membangun wacana Revolusi Mental Bagan di atas menggambarkan bahwa penelitian menggunakan teori analisis wacana model Teun A. van Dijk. Sumber data penelitian ini, yaitu wacana Revolusi Mental yang ditulis oleh Joko Widodo pada tanggal 10 Mei 2014 di Harian Kompas. Dari wacana Revolusi Mental tersebut, akan diuraikan struktur teks yang membangun wacana Revolusi Mental, serta mendeskripsikan konteks sosial yang membangun wacana Revolusi Mental. Dari analisis

27 yang telah dilakukan maka akan ditemukan bentuk struktur teks dan konteks sosial yang membangun wacana dalam Revolusi Mental.

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).

BAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana kritis atau juga disebut dengan critical discourse analisis

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS WACANA. analisis teks media diantaranya analisis wacana (discourse analysis), analisis

BAB III ANALISIS WACANA. analisis teks media diantaranya analisis wacana (discourse analysis), analisis BAB III ANALISIS WACANA A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian non kancah atau studi literature dengan metode analisis teks media. Analisis

Lebih terperinci

A. Pendekatan dan Jenis penelitian

A. Pendekatan dan Jenis penelitian 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis penelitian Untuk Mengungkap sebuah realita sosial yang ada dalam usaha untuk memaknai sebuah pesan dakwah yang disampaikan oleh KH. Aad Ainurussalam

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan hal penting yang perlu dipelajari karena bahasa mempunyai fungsi dan peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Bahasa juga dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari manusia pasti melakukan komunikasi, baik dengan antar individu, maupun kelompok. Karena

Lebih terperinci

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam sebuah penelitian yang bersifat ilmiah, diperlukan sebuah metode tertentu untuk memudahkan penulis. Metode tersebut harus tepat dan sesuai dengan objek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun tulisan. Bahasa juga memegang peranan penting dalam kehidupan sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki kedudukan sebagai penunjang aktualisasi pesan, ide, gagasan, nilai, dan tingkah laku manusia, baik dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian yang dilakukan ini merupakan studi penelitian komunikasi, sehingga mengacu pada landasan dan teori komunikasi yang mendukung. Berikut ini, penulis akan memaparkan konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat alat pengetahuan tentang langkahlangkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Kata metode memiliki arti suatu cara yang di tempuh dan digunakan secara jelas untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan penelitian merupakan usaha

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, diperlukan suatu metode agar mendapatkan hasil yang diinginkan. Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI

KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia

Lebih terperinci

PRATIWI AMALLIYAH A

PRATIWI AMALLIYAH A KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF PADA WACANA DIALOG JAWA DALAM KOLOM GAYENG KIYI HARIAN SOLOPOS EDISI BULAN JANUARI-APRIL 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI

PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI PENANDA KOHESI SUBSITUSI PADA WACANA KOLOM TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA BULAN AGUSTUS 2009 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendalam. Dalam bab ini peneliti akan menggunakan Analisis Wacana yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. mendalam. Dalam bab ini peneliti akan menggunakan Analisis Wacana yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian akan menggunakan metode penelitian kualitatif non kancah. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungannya hanya memaparkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metodologi penelitian atau metodologi riset berasal dari Bahasa Inggris. Metodologi berasal dari kata methology, yang berarti ilmu yang menerangkan metode-metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita

BAB 1 PENDAHULUAN. mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan media utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasikan dan menafsirkan dunia yang melingkupinya. Pada saat kita berbahasa atau berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling memahami maksud atau keinginan seseorang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa maupun pembelajaran bahasa merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyampaikan informasi tentang pengunduran diri seseorang dan faktor-faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. menyampaikan informasi tentang pengunduran diri seseorang dan faktor-faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana pidato pengunduran diri merupakan wacana yang bertujuan untuk menyampaikan informasi tentang pengunduran diri seseorang dan faktor-faktor yang menyertainya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Adapun bentuk penelitiannya adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan suatu objek yang berkenaan dengan masalah yang diteliti tanpa

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Desain Penelitian

Bagan 3.1 Desain Penelitian 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti mencoba mengilustrasikan desain penelitian dalam menganalisis wacana pemberitaan Partai Demokrat dalam Media Indonesia. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana kritis, yaitu analisis sosiokognitif. Berangkat dari pendapat van Dijk yang merupakan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi manusia. Melalui bahasa, manusia dapat mengungkapkan perasaan (emosi), imajinasi, ide dan keinginan yang diwujudkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis/ Pendekatan/ Spesifikasi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yakni penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan

Lebih terperinci

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan analisis framing, analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berkaitan dengan hasil penelitian struktur teks van Dijk.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berkaitan dengan hasil penelitian struktur teks van Dijk. 233 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, peneliti menyajikan beberapa simpulan dari hasil analisis atau hasil penelitian. Selain itu, peneliti juga menyampaikan beberapa saran berkaitan dengan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan baik untuk memenuhi kepentingan mereka, baik secara individu maupun kelompok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views (opini). Mencari bahan berita merupakan tugas pokok wartawan, kemudian menyusunnya menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan untuk mengurai atau menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Menurut Crasswell, beberapa

Lebih terperinci

BAB II SEMIOTIK. A. Sistem Kerja Semiotik dalam Penelitian ini

BAB II SEMIOTIK. A. Sistem Kerja Semiotik dalam Penelitian ini 27 BAB II SEMIOTIK wherever a sign is present, ideology is present too. everything ideological prossesses a semiotic value tanda selalu menghadirkan ideologi di dalamnya serta memiliki nilai semiotis A.

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL)

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) ANALISIS WACANA LIRIK LAGU OPICK ALBUM ISTIGFAR (TINJAUAN INTERTEKSTUAL, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI

ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI ANALISIS WACANA CELATHU BUTET PADA SURAT KABAR SUARA MERDEKA: TINJAUAN DARI SEGI KULTURAL, SITUASI, SERTA ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari komunikasi. Manusia memerlukan bahasa baik secara lisan maupun tertulis sebagai sarana mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan

BAB II LANDASAN TEORI. digunakan untuk mengetahui keaslian penelitian yang dilakukan. Tinjauan 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Sebuah penelitian diperlukan adanya suatu penelitian yang relevan sebagai sebuah acuan agar penelitian ini dapat diketahui keasliannya. Tinjauan pustaka berisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

Gambar 3.3 Desain Penelitian

Gambar 3.3 Desain Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada bab ini, peneliti menggunakan desain penelitian dalam bentuk diagram oleh Milles dan Huberman (Moleong, 2002). Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi, manusia memerlukan bahasa. Bahasa memegang peran penting dalam kehidupan, sebagai alat menyampaikan pikiran, gagasan, konsep ataupun perasaan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu kajian dalam mempelajari peraturanperaturan yang terdapatdalam penelitian (Usman&Akbar,2008:41). Metode dalam penelitian juga diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Satuan dibawahnya secara berturut-turut adalah kalimat, frase, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Qacan Kritis Teks Jurnalistik Pada Surat Kabar Online Le Monde BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa pada masa kini telah menjadi salah satu komponen terpenting dalam kehidupan sosial manusia. Melalui media massa, masyarakat dapat mengetahui segala

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara holistik

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS SKRIPSI

PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS  SKRIPSI PENANDA HUBUNGAN REFERENSI DALAM WACANA BERITA PADA SITUS HTTP://WWW.LIPUTAN6.COM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Modul ke: ANALISIS WACANA KRITIS Mengungkap realitas yang dibingkai media, pendekatan analisis kritis, dan model analisis kritis Fakultas 11Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi semakin pesat. Hal ini menyebabkan kemudahan pemerolehan informasi secara cepat dan efisien. Perkembangan tersebut menjangkau dunia

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan 269 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir tesis ini, penulis sajikan simpulan sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun simpulan yang dapat penulis kemukakan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hal tersebut didasari oleh penggunaan data bahasa berupa teks di media massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide,

BAB I PENDAHULUAN. sarana komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu. menggunakan bahasa dalam berbagai bentuk untuk mengungkapkan ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu ciri yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Salah satu fungsi bahasa bagi manusia adalah sebagai sarana komunikasi. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya maupun dengan penciptanya. Saat berkomunikasi

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN DEMONSTRATIF WAKTU DAN TEMPAT PADA TEKS LAGU IHSAN DALAM ALBUM THE WINNER SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. empiris (bisa diamati indra manusia) dan siste matis (menggunakan tahapan

BAB III METODE PENELITIAN. empiris (bisa diamati indra manusia) dan siste matis (menggunakan tahapan 39 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian menurut Sugiono adalah cara ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu, cara ilmiah diartikan yaitu, rasional (terjangkau akal), empiris (bisa diamati indra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Science Researt Method. Metodelogi berasal dari kata methodology,

BAB III METODE PENELITIAN. Science Researt Method. Metodelogi berasal dari kata methodology, 52 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset bahasa inggrisnya adalah disebut: Science Researt Method. Metodelogi berasal dari kata methodology, maknanya ilmu yang menerangkan metode-metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau

BAB I PENDAHULUAN. Tarigan (1987 : 27), Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia perlu berinteraksi antarsesama. Untuk menjalankan komunikasi itu diperlukan bahasa karena bahasa adalah alat komunikasi.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma dalam penelitian berita berjudul Maersk Line Wins European Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. saatnya menyesuaikan diri dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini arus informasi semakin berkembang pesat. Hal ini mengisyaratkan agar pelaksanaan suatu program kerja dalam sebuah institusi sudah saatnya menyesuaikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesantunankesantunan ekspresi bahasa. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan menulis jika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi diperlukan sarana berupa bahasa untuk mengungkapkan ide,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 224 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berlandaskan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV diperoleh simpulan yang berkaitan dengan struktur, fungsi, dan makna teks anekdot siswa kelas

Lebih terperinci

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007

PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI SUBTITUSI PADA WACANA KOLOM JATI DIRI JAWA POS EDISI BULAN JANUARI 2008

PENANDA KOHESI SUBTITUSI PADA WACANA KOLOM JATI DIRI JAWA POS EDISI BULAN JANUARI 2008 PENANDA KOHESI SUBTITUSI PADA WACANA KOLOM JATI DIRI JAWA POS EDISI BULAN JANUARI 2008 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci