RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG DESAIN BESAR PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG DESAIN BESAR PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Transkripsi

1 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG DESAIN BESAR PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 56 ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Desain Besar Penataan Daerah; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

2 - 2 - Menetapkan: MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DESAIN BESAR PENATAAN DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Desain Besar Penataan Daerah, yang selanjutnya disebut Desartada adalah rancang bangun Penataan Daerah tingkat nasional yang meliputi Strategi Penataan Daerah dan perkiraan jumlah Pemekaran Daerah yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. 2. Penataan Daerah adalah upaya mewujudkan efektifitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah melalui Pembentukan dan Penyesuaian Daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan pelayanan publik, memperkuat daya saing Daerah, dan menjaga integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Strategi Penataan Daerah adalah langkah dan rencana strategis yang harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat serta sasaran yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu dalam rangka Penataan Daerah. 4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3 Daerah Otonom, yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Pembentukan Daerah adalah kegiatan penetapan status Daerah pada wilayah tertentu sebagai Daerah provinsi atau Daerah kabupaten/kota. 7. Pemekaran Daerah adalah pemecahan Daerah provinsi atau Daerah kabupaten/kota untuk menjadi 2 (dua) atau lebih Daerah baru serta penggabungan bagian Daerah dari Daerah yang bersanding dalam 1 (satu) Daerah provinsi menjadi 1 (satu) Daerah baru. 8. Penggabungan Daerah adalah penyatuan Daerah yang dihapus ke dalam Daerah lain yang bersandingan. 9. Daerah Persiapan adalah bagian dari 1 (satu) atau lebih Daerah yang bersanding yang dipersiapkan untuk dibentuk menjadi Daerah baru. 10. Penyesuaian Daerah adalah kegiatan perubahan batas wilayah Daerah, perubahan nama Daerah, pemberian nama dan perubahan nama bagian rupa bumi, pemindahan ibu kota, dan perubahan nama ibu kota. 11. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. 13. Pemerintah Daerah adalah kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

4 - 4 - Pasal 2 Penyusunan Desartada bertujuan untuk: a. memastikan Penataan Daerah dilaksanakan secara terencana berdasarkan pada arah kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Penataan Daerah; b. meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; c. menetapkan perkiraan jumlah Daerah provinsi, Daerah kabupaten, dan Daerah kota dalam kurun waktu tertentu; dan d. memberikan dasar kebijakan bagi Pemekaran Daerah provinsi, kabupaten, dan kota. BAB II LANGKAH DAN RENCANA STRATEGIS Pasal 3 (1) Langkah strategis dalam rangka Pembentukan Daerah, mencakup: a. pengembangan parameter Pembentukan Daerah, meliputi: 1. persyaratan dasar kewilayahan, terdiri atas parameter luas wilayah minimal, jumlah penduduk minimal, batas wilayah, cakupan wilayah, batas usia minimal Daerah provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan; dan 2. persyaratan dasar kapasitas Daerah, terdiri atas parameter geografi, demografi, keamanan, sosial, politik, adat, dan tradisi, potensi ekonomi, keuangan Daerah, dan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan; b. penetapan Daerah Persiapan dengan Peraturan Pemerintah;

5 - 5 - c. penyediaan fasilitasi dan pendampingan profesional dalam penyelenggaraan pemerintahan selama masa Daerah Persiapan; dan d. pengembangan sistem evaluasi Daerah Persiapan sebagai dasar penetapan perubahan status menjadi Daerah. (2) Langkah strategis dalam rangka Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Penataan Daerah. Pasal 4 (1) Pemerintah Pusat mengidentifikasi wilayah yang berpotensi dimekarkan. (2) Pemerintahan Daerah provinsi dapat mengidentifikasi wilayah yang berpotensi dimekarkan dan tahapan waktu pemekarannya. (3) Identifikasi wilayah yang berpotensi dimekarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas Daerah serta berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Penataan Daerah. (4) Identifikasi wilayah dan tahapan waktu pemekaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memperhatikan persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas Daerah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Penataan Daerah dan dituangkan ke dalam rencana Penataan Daerah tingkat provinsi. (5) Rencana Penataan Daerah tingkat provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam Peraturan Daerah setelah mendapat persetujuan dari Menteri.

6 - 6 - (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) merupakan rencana strategis Penataan Daerah. (7) Penyusunan rencana strategis Penataan Daerah harus mengutamakan: a. kepentingan nasional; b. Penataan Daerah yang berwawasan global; c. integrasi seluruh aspek perubahan lingkungan strategis; d. keterpaduan pembangunan pusat dan Daerah; dan e. responsibilitas terhadap dinamika politik dalam negeri. (8) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a sampai dengan huruf e tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (9) Hasil identifikasi wilayah yang berpotensi dimekarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. BAB III PERKIRAAN PEMEKARAN DAERAH Pasal 5 Penetapan perkiraan jumlah maksimal Daerah dilakukan berdasarkan pemenuhan persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas Daerah serta berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional.

7 - 7 - Pasal 6 (1) Perkiraan jumlah Daerah berdasarkan pemenuhan persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas Daerah dihitung berdasarkan pendekatan kesatuan kawasan pulau atau kepulauan, yaitu kelompok I Sumatera, kelompok II Jawa dan Bali, kelompok III Kalimantan, kelompok IV Sulawesi, kelompok V Nusa Tenggara, kelompok VI Maluku, dan kelompok VII Papua. (2) Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Penataan Daerah. (3) Perkiraan jumlah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan potensi daya dukung geografis dan demografis. (4) Perkiraan jumlah Daerah kota selain memperhitungkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), juga mendasarkan pada faktor lain, meliputi: a. wilayah yang akan dibentuk sebagai Daerah kota harus memiliki ciri perkotaan; dan b. setiap ibu kota provinsi merupakan Daerah kota. Pasal 7 (1) Pembentukan Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional berlaku untuk: a. Daerah perbatasan; b. pulau-pulau terluar; dan c. Daerah tertentu; untuk menjaga kepentingan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Perkiraan Pemekaran Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional harus mempertimbangkan parameter pertahanan dan keamanan, potensi ekonomi, serta paramater lain yang memperkuat kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

8 - 8 - (3) Parameter pertahanan dan keamanan, potensi ekonomi, serta paramater lain yang memperkuat kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Penataan Daerah. (4) Perkiraan Pemekaran Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 8 (1) Dalam hal situasi dan kondisi khusus, Pemerintah Pusat dapat mengusulkan Pembentukan Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional selain yang telah diperkirakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4). (2) Situasi dan kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 9 Perkiraan jumlah maksimal Daerah di Indonesia dan penambahannya dengan Pembentukan Daerah baru diperhitungkan dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini untuk kurun waktu yang menyesuaikan dengan periode pembangunan jangka panjang nasional yaitu sampai dengan tahun 2025 dan dinyatakan masih tetap berlaku seterusnya sepanjang Peraturan Pemerintah ini belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah.

9 - 9 - Pasal 10 (1) Pemerintah Pusat melaksanakan evaluasi pelaksanaan Desartada setiap 5 (lima) tahun sekali. (2) Pemerintah Pusat mengonsultasikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Pasal 11 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR

10 RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN BESAR PENATAAN DAERAH TAHUN I. UMUM Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah provinsi dibagi atas kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah untuk menjalankan otonomi Daerah seluas-luasnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam pelaksanaan desentralisasi dilakukan Penataan Daerah yang ditujukan untuk mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah, dan menjaga integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, aspirasi Pemekaran Daerah sedemikian besar hingga pada akhirnya Presiden menyatakan di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 3 September 2009 mengenai pemberlakuan kebijakan moratorium atau penghentian sementara Pemekaran Daerah sampai dilakukannya evaluasi secara menyeluruh, konsisten, dan sungguh-sungguh terhadap hasil-hasil Pemekaran Daerah selama ini. Derasnya Pemekaran Daerah dapat ditunjukkan dengan telah terbentuknya sebanyak 205 Daerah baru hanya dalam masa sepuluh tahun, , yang meliputi 7 (tujuh) provinsi, 164 (seratus enam puluh empat) kabupaten, dan 34 (tiga puluh empat) kota. Apabila fenomena ini berjalan terus tanpa acuan pengendalian yang jelas, bisa dibayangkan berapa jumlah Daerah baru di Indonesia hingga tahun ke depan. Belum lagi, kemungkinan dampak negatifnya terhadap kualitas pelayanan

11 publik dan efektifitas upaya kita menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat memandang perlu adanya sebuah Desartada jangka panjang, sebagai acuan dalam Pemekaran Daerah agar lebih terkendali dan terarah. Secara garis besarnya, Desartada mencakup Strategi Penataan Daerah dan perkiraan jumlah maksimal Daerah. Desartada diharapkan mampu mengendalikan dan mengarahkan Pembentukan, Penggabungan, dan Penyesuaian Daerah sesuai dengan tujuan yang sesungguhnya. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ditentukan berdasarkan daya dukung geografis dan demografis adalah dijelaskan berikut ini. 1. Perkiraan jumlah Daerah dalam satu satuan wilayah menunjukkan daya dukung maksimal bagi Pembentukan Daerah. 2. Perkiraan jumlah Daerah dihitung dengan menentukan luas wilayah mininal (LWM) dan jumlah penduduk minimal (JPM), sebagai berikut: a. LWM dan JPM provinsi, kabupaten, dan kota dihitung dengan menjumlahkan luas wilayah rata-rata (LWR)/jumlah penduduk rata-rata (JPR) dengan luas

12 wilayah terkecil (LWT)/jumlah penduduk terkecil (JPT) dibagi 2 (dua) berdasarkan pada kelompok pulau atau kepulauan; b. LWM = LWR + LWT : 2; c. JPM = JPR + JPT : Luas wilayah rata-rata (LWR) adalah total jumlah luas wilayah dibagi jumlah satuan Daerah pada kelompok pulau atau kepulauan, dengan cara penghitungan sebagai berikut: a. LWR provinsi dihitung dengan membagi total luas wilayah provinsi dalam satu kelompok pulau dan kepulauan dengan jumlah satuan provinsi yang ada di dalamnya; b. LWR kabupaten dihitung dengan membagi total luas wilayah kabupaten dalam satu kelompok pulau dan kepulauan dengan jumlah satuan kabupaten yang ada di dalamnya; c. LWR kota dihitung dengan membagi total luas wilayah kota dalam satu kelompok pulau dan kepulauan dengan jumlah satuan kota yang ada di dalamnya. 4. Luas wilayah terkecil (LWT) adalah luas wilayah terkecil dalam kelompok pulau atau kepulauan, yang ditentukan dengan cara sebagai berikut: a. LWT provinsi adalah luas wilayah provinsi terkecil pada sebuah kelompok pulau dan kepulauan diantara jumlah satuan provinsi yang ada di dalamnya; b. LWT kabupaten adalah luas wilayah kabupaten terkecil pada sebuah kelompok pulau dan kepulauan diantara jumlah satuan kabupaten yang ada di dalamnya; c. LWT kota adalah luas wilayah kota terkecil pada sebuah kelompok pulau dan kepulauan diantara jumlah satuan kota yang ada di dalamnya. 5. Jumlah penduduk rata-rata (JPR) adalah total jumlah penduduk dibagi jumlah satuan Daerah pada kelompok pulau atau kepulauan, yang dihitung dengan cara sebagai berikut: a. JPR provinsi dihitung dengan membagi total jumlah penduduk provinsi dalam satu kelompok pulau atau kepulauan dengan jumlah satuan provinsi yang ada dalam kelompok wilayah tersebut;

13 b. JPR kabupaten dihitung dengan membagi total jumlah penduduk kabupaten dalam satu kelompok pulau atau kepulauan dengan jumlah satuan kabupaten yang ada dalam kelompok wilayah tersebut; c. JPR kota dihitung dengan membagi total jumlah penduduk kota dalam satu kelompok pulau atau kepulauan dengan jumlah satuan kota yang ada dalam kelompok wilayah tersebut. 6. Jumlah penduduk terkecil (JPT) adalah jumlah penduduk terkecil dalam kelompok pulau atau kepulauan, yang ditentukan dengan cara sebagai berikut: a. JPT provinsi adalah jumlah penduduk provinsi terkecil pada sebuah kelompok pulau dan kepulauan diantara jumlah satuan provinsi yang ada di dalamnya; b. JPT kabupaten adalah jumlah penduduk kabupaten terkecil pada sebuah kelompok pulau dan kepulauan diantara jumlah satuan kabupaten yang ada di dalamnya; c. JPT kota adalah jumlah penduduk kota terkecil pada sebuah kelompok pulau dan kepulauan diantara jumlah satuan kota yang ada di dalamnya. 7. Maksimal menurut wilayah (MW) dihitung dengan membagi luas wilayah (LW) dengan luas wilayah minimal (LWM) atau dengan rumus MW = LW : LWM. 8. Maksimal menurut penduduk (MP) dihitung dengan membagi jumlah penduduk (JP) dengan jumlah penduduk minimal (JPM) atau dengan rumus MP = JP : JPM. 9. Tambah mutlak (TM) dihitung dengan ketentuan yaitu: TM MP-1,MW-1). 10. Penentuan perkiraan jumlah Daerah berdasarkan daya dukung geografis dan demografis dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. apabila rasio luas wilayah sebuah provinsi/kabupaten/kota dibagi dengan luas wilayah minimal hasilnya lebih dari 2 (dua) maka provinsi/kabupaten/kota tersebut memiliki daya dukung geografis untuk membentuk Daerah;

14 b. apabila hasilnya kurang dari 2 (dua) maka provinsi/kabupaten/kota tersebut tidak memiliki daya dukung geografis untuk membentuk Daerah baru; c. apabila jumlah penduduk sebuah provinsi/kabupaten/kota dibagi dengan jumlah penduduk minimal hasilnya lebih dari 2 (dua) maka provinsi/kabupaten/kota tersebut memiliki daya dukung demografis untuk membentuk Daerah baru; d. apabila hasilnya kurang dari 2 (dua) maka provinsi/kabupaten/kota tersebut tidak memiliki daya dukung demografis untuk membentuk Daerah baru; e. rasio kurang dari 2 (dua) menandakan bahwa luas wilayah atau jumlah penduduk Daerah induk di bawah luas wilayah minimal dan jumlah penduduk minimal provinsi/kabupaten/kota; f. berdasarkan pada prinsip pemenuhan persyaratan secara mutlak atau absolut, hasil dari hitungan MW dan MP kemudian di diambil yang paling kecil nilainya; g. hasil hitungan tersebut selanjutnya dikurangi dengan 1 (satu), yaitu provinsi/kabupaten/kota induk; h. kelebihan dari 1 (satu) adalah jumlah Daerah baru yang dapat dibentuk berdasarkan pada daya dukung minimal geogafis dan demografis yang dimiliki oleh Daerah. 11. Hasil akhir dari maksimal Daerah yang dapat dibentuk berdasarkan daya dukung geografis dan demografis adalah hasil dari penghitungan berupa jumlah maksimal Daerah yang dapat dibentuk berdasarkan pemenuhan syarat secara mutlak (TM) dari daya dukung geografis dan demografis, ditambah dengan perkiraan Daerah yang akan dibentuk berdasarkan pada kepentingan strategis nasional (KSN). 12. Untuk menghitung rasio pembentukan Daerah kota selain menggunakan formula berdasarkan daya dukung geografis dan demografis, penghitungan perkiraan juga memperhatikan ciri perkotaan. Ciri perkotaan yang diterapkan dalam penghitungan perkiraan jumlah Daerah

15 kota di Indonesia adalah presentase penduduk, yakni 50% (lima puluh persen) atau lebih dari penduduk bekerja di luar sektor primer atau di luar sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, dan pertambangan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Kepentingan strategis nasional dimaknai sebagai hal yang secara nasional dipandang penting dari aspek geostrategi yang diwujudkan dalam ketahanan nasional, aspek geopolitik yang diwujudkan dalam wawasan nusantara, maupun aspek politik luar negeri yang bebas aktif, dan aspek geoekonomi yang diwujudkan melalui pembentukan kawasan-kawasan ekonomi khusus yang memiliki daya saing global dengan kombinasi keunggulan sektor ekonomi dan letak geografis dalam pandangan internasional. Yang dimaksud dengan Daerah tertentu adalah suatu kesatuan kewilayahan atau kawasan yang oleh Pemerintah Pusat ditentukan peruntukan kekhususannya untuk mendukung penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang bersifat strategis. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Pemerintah dapat mengusulkan Pembentukan Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional dalam situasi dan kondisi khusus, yaitu kondisi luar biasa yang tidak

16 dapat diperhitungkan atau diramalkan sebelumnya. Situasi dan kondisi khusus dapat mencakup, antara lain: a. konflik horisontal, masal, berkepanjangan, dan lintas kawasan; b. kebutuhan untuk menata ulang sebuah kawasan dalam rangka memperkuat keamanan nasional atau persaingan global; c. penataan kawasan dalam rangka konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup; d. penataan kawasan dalam rangka penanganan permasalahan dan percepatan pembangunan nasional di Daerah yang memiliki karakteristik khusus, antara lain Daerah pasca konflik, rawan bencana, Daerah yang memiliki kekhususan budaya untuk dilestarikan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

17 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG DESAIN BESAR PENATAAN DAERAH STRATEGI PENATAAN DAERAH DAN PERKIRAAN JUMLAH PEMEKARAN PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA BERDASARKAN POTENSI DAYA DUKUNG DASAR I. STRATEGI PENATAAN DAERAH A. Langkah Strategis Pembentukan Daerah Sejumlah langkah yang sangat mendasar untuk dilakukan dalam pelaksanaan pembentukan Daerah dikemukakan berikut ini. 1. Pengembangan Parameter Pembentukan Daerah Penataan Daerah mencakup aspek Pembentukan Daerah dan Penyesuaian Daerah dalam rangka lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat, pelayanan publik, daya saing Daerah, dan menjaga integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, untuk Pembentukan Daerah diperlukan adanya parameter yang terukur. Parameter yang terukur tersebut meliputi parameter yang menjadi persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas Daerah. Persyaratan dasar kewilayahan tersebut terdiri atas parameter luas wilayah minimal, jumlah penduduk minimal, batas wilayah, cakupan wilayah, batas usia minimal Daerah provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Persyaratan dasar kapasitas Daerah, terdiri atas parameter geografi, demografi, keamanan, sosial, politik, adat, dan tradisi, potensi ekonomi, keuangan Daerah, dan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan. Kriteria masing-masing parameter tersebut adalah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Penataan Daerah. Parameter tersebut merupakan faktor yang diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam Penataan Daerah dan dalam penyusunan

18 Desartada, baik pada tingkat nasional maupun lokal. Namun demikian, terdapat pemikiran yang mengemuka selama proses penyusunan Desartada, antara lain: a. Desartada harus memastikan agar Pembentukan Daerah mengatasi kesenjangan pemerintahan, pembangunan, dan kesejahteraan antar daerah; b. pembagian daya dukung untuk Pembentukan Daerah baru harus dipastikan memadai untuk menjamin kelayakannya dalam jangka panjang dan tidak mematikan Daerah induk; c. paradigma desentralisasi yang berkeseimbangan menghendaki agar Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dapat memastikan adanya optimalisasi efisiensi struktural tanpa mengorbankan demokrasi lokal. Berdasarkan parameter dan pemikiran tersebut maka Penataan Daerah yang dilaksanakan berdasarkan pada Desartada harus makin mampu mengatasi kesenjangan antar Daerah. Dan selanjutnya dengan berdasarkan pada Desartada yang ditetapkan pada tingkat nasional, Pemerintahan Daerah provinsi menyusun rencana Penataan Daerah tingkat provinsi (Renpeda) yang merupakan penjabaran secara teknis dari Desartada. Dalam Renpeda, Pemerintahan Daerah provinsi dapat mengidentifikasi wilayah-wilayah mana saja yang dapat dimekarkan beserta tahapan waktu pemekarannya dengan berdasarkan pada perkiraan jumlah Daerah yang telah ditetapkan dalam Desartada. Penyusunan Renpeda harus mengacu pada Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Desain Besar Penataan Daerah dan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Penataan Daerah. Dalam hal Pemerintahan Daerah provinsi mengalami masalah dalam penyusunan Renpeda, maka Pemerintah Pusat dapat memfasilitasi penyusunannya. Renpeda yang disusun oleh Pemerintahan Daerah provinsi selanjutnya disampaikan sebagai usulan kepada Pemerintah Pusat untuk diverifikasi dan difinalisasi. Khusus untuk Daerah perbatasan, pulau-pulau terluar, dan Daerah tertentu maka Penataan Daerahnya dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional. Parameter yang digunakan dalam Penataan Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional ini yaitu harus mempertimbangkan parameter pertahanan dan keamanan, potensi ekonomi, serta paramater lain yang memperkuat kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kriteria masing-masing parameter tersebut adalah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Penataan Daerah

19 Penetapan Daerah Persiapan Dengan Peraturan Pemerintah Melalui strategi dasar penerapan pola pentahapan ini, Daerah baru dibentuk secara bertahap melalui pembentukan Daerah Persiapan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah Persiapan yang dibentuk memiliki jangka waktu 3 tahun. Khusus untuk Daerah Persiapan yang dibentuk berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional memiliki jangka waktu paling lama 5 tahun. Tata cara pembentukan dan pengelolaannya diatur dengan peraturan perundang-undangan. Dalam kurun waktu tersebut, sebuah calon Daerah diharapkan sudah siap untuk ditetapkan menjadi Daerah yang maju dan mandiri. Evaluasi kapasitas sebagai Daerah akan dilakukan pada tahun ke-3. Jika dalam waktu 3 (tiga) tahun sebuah Daerah Persiapan belum siap untuk menjadi Daerah baru maka Daerah Persiapan tersebut akan dikembalikan untuk bergabung dengan Daerah induknya. 3. Penyediaan Fasilitasi dan Pendampingan Profesional dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Selama Masa Daerah Persiapan Fasilitasi dan pendampingan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah induk, baik melalui pola pembinaan umum penyelenggaraan pemerintahan yang dikoordinasikan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri maupun dengan pola pembinaan khusus melalui penyediaan pendampingan secara profesional (akademisi atau konsultan) sesuai dengan prioritas permasalahan dan kebutuhan keahlian. Upaya fasilitasi dan pendampingan profesional ini dimaksudkan untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan masing-masing Daerah Persiapan. Proses fasilitasi dan pendampingan juga dimaksudkan agar Daerah Persiapan dapat benar-benar memenuhi seluruh persyaratan Pembentukan Daerah serta mampu melakukan proses transisi dengan baik. Pemaknaan terhadap Pembentukan Daerah melalui tahapan Daerah Persiapan adalah upaya untuk menata Daerah secara lebih sistematis melalui penerapan model Pembentukan Daerah secara bertahap. Proses pengasuhan (nurturing) terhadap Daerah Persiapan yang baru dibentuk sebelum menjadi Daerah mengandung makna bahwa suatu Daerah Persiapan harus dibina oleh Daerah induknya untuk pada akhirnya menjadi suatu Daerah.

20 Pemberlakuan Daerah Persiapan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi sebuah Daerah Persiapan untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik. Persiapan tersebut meliputi pemenuhan semua aspek yang telah ditentukan dalam perundang-undangan untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi Pemerintahan Daerah, antara lain pemenuhan sarana dan prasarana pemerintahan, pengalihan personel, perlengkapan, pembiayaan, dan dokumen (P3D), pembentukan kelembagaan dan pengisian jabatan yang dapat dilakukan secara bertahap. Pembentukan Daerah melalui masa Daerah Persiapan akan lebih memastikan kesiapan calon Daerah baru dalam menyelenggarakan fungsifungsi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dengan tingkat kesiapan yang lebih baik dan memadai, terutama dalam fungsi regulasi dan fungsi pelayanan publik, dan sekaligus memberikan ruang akselerasi yang lebih luas dengan tanggung jawab yang lebih terukur bagi Pemerintah Daerah dalam proses pengasuhan (nurturing) terhadap Daerah Persiapan. Dalam proses pengasuhan Daerah baru, peran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menjadi sangat strategis. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dan kementerian teknis terkait melakukan pengasuhan kepada Daerah Persiapan sesuai dengan kendala teknis yang dihadapi Daerah Persiapan dalam mengelola urusan pemerintahannya. Selanjutnya gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat dapat menjalankan fungsi pengasuhan terhadap kabupaten dan kota agar dapat menjalankan fungsinya sebagai Daerah Persiapan secara efektif. Setelah dinilai melalui tahapan evaluasi yang ketat dan bertahap selama 3 (tiga) tahun dan memiliki kesiapan menjadi Daerah, baru kemudian Daerah Persiapan diusulkan menjadi Daerah. Hal yang sama juga dilakukan pada Daerah Persiapan yang dibentuk Pemerintah Pusat berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional. Pembentukan Daerah Persiapan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional mensyaratkan kesiapan Pemerintah Pusat untuk merencanakan, mengawal, memfasilitasi, dan mendampinginya secara intensif. Sebab, pada dasarnya Daerah Persiapan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional ini harus berhasil dalam kurun waktu paling lama 5 (lima) tahun.

21 Pengembangan Sistem Evaluasi Daerah Persiapan Sebagai Dasar Penetapan Perubahan Status Menjadi Daerah Evaluasi dilaksanakan setiap tahun hingga masa terakhir tahun Daerah Persiapan melalui evaluasi akhir. Hasil dari evaluasi ini nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan penetapan status Daerah Persiapan, apakah menjadi Daerah atau bergabung kembali sebagai bagian dari wilayah Daerah induk. Evaluasi perkembangan Daerah Persiapan dilakukan secara berkala tahunan dan pada saat mencapai usia 3 (tiga) tiga tahun, dievaluasi secara menyeluruh berdasarkan kriteria tertentu. Apabila dinyatakan layak maka Daerah Persiapan ditetapkan secara definitif menjadi Daerah melalui penyiapan rancangan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pembentukan Daerah dan untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Bila dinilai tidak layak maka akan dikembalikan ke Daerah induk. Apabila persyaratan teknis dan administratif dapat dipenuhi dan secara intensif dilakukan pendampingan secara berkelanjutan, kemungkinan besar Daerah Persiapan akan mampu memenuhi syarat kelayakan untuk menjadi Daerah. Dengan demikian diharapkan langkah ini akan dapat mencegah terjadinya pemborosan, dalam arti proses yang sedang dijalankan tidak sampai tereliminasi atau dikembalikan ke Daerah induk hanya karena tidak memenuhi persyaratan. Perumusan rancangan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pembentukan Daerah hanya dilakukan apabila Daerah Persiapan tersebut telah memenuhi seluruh persyaratan bagi perubahan status dari Daerah Persiapan menjadi Daerah. Rancangan Undang-Undang dirancang atas usul inisiatif Pemerintah dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan strategis nasional maupun kepentingan daerah. B. Rencana Strategis Penataan Daerah Sejumlah faktor atau kriteria mendasar yang harus diutamakan dalam penyusunan rencana strategis Penataan Daerah dikemukakan berikut ini. 1. Kepentingan Nasional Kepentingan nasional meliputi aspek geostrategi, geopolitik, dan

22 geoekonomi. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi Indonesia merupakan strategi dalam memanfaatkan kondisi geografis Indonesia dalam peta global yang menjadi dasar dalam menentukan kebijakan untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Geostrategi Indonesia diwujudkan dalam konsep ketahanan nasional. Aspek geostrategi Indonesia antara lain terkait dengan posisi geografis Indonesia di persilangan internasional yang kemudian ditetapkan oleh hukum internasional menjadi alur laut kepulauan indonesia. Geopolitik Indonesia diwujudkan dalam konsep wawasan nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. Sementara strategi geoekonomi Indonesia diwujudkan melalui pembentukan kawasan-kawasan ekonomi khusus yang memiliki daya saing global dengan kombinasi keunggulan faktor ekonomi dan letak geografis dalam perdagangan internasional. Gambar 1 Zonase dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia 2. Penataan Daerah yang Berwawasan Global Selain mengoptimalkan potensi sebagai konsekuensi dari letak geografis Indonesia, Penataan Daerah juga harus sensitif terhadap perkembangan global. Sensitivitas tersebut penting sehingga Penataan Daerah yang dilakukan merupakan langkah strategis untuk memenangkan persaingan global seraya mengantisipasi efek negatif globalisasi. Isu-isu seperti perdagangan bebas, perubahan iklim, penyelundupan (trafficking), hingga terorisme, merupakan tantangan baru yang dihadapi oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintahan Daerah. Keberhasilan dalam mengelola isu-isu tersebut sangat terkait dengan Strategi Penataan Daerah.

23 Strategi Penataan Daerah harus menempatkan dinamika perkembangan global sebagai pertimbangan dalam pembentukan daerah dan penghapusan daerah, sehingga kedepan daerah mampu mengelola dinamika perkembangan global terse but secara maksimal untuk keuntungan daerah. 3. Integrasi Seluruh Aspek Perubahan Lingkungan Strategis Penataan Daerah dilakukan secara komprehensif lintas sektoral. Seluruh aspek lingkungan strategis menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan-pilihan Penataan Daerah. Aspek-aspek perubahan lingkungan strategis tersebut, antara lain meliputi peningkatan jumlah penduduk, segregasi etnis, kualitas sumber daya manusia, pertumbuhan infrastruktur, mobilitas penduduk, dan bencana alam. Terkait dengan peningkatan jumlah penduduk, misalnya, proyeksi jumlah penduduk tahun 2025 adalah sekitar 270 juta jiwa. Desartada harus mampu mengantisipasi berbagai dampak dan kebutuhan yang timbul dari pertambahan jumlah penduduk tersebut. Melalui penataan wilayah dan perencanaan tata ruang yang komprehensif dan lintas sektoral, diharapkan tantangan-tantangan yang terjadi akibat perubahan lingkungan strategis dapat lebih diantisipasi. 4. Keterpaduan Pembangunan Pusat dan Daerah Keterpaduan pembangunan kabupaten dan kota dalam skala ekonomi Daerah, sistem alokasi dana perimbangan, dan kesatuan sosial-ekonomi Daerah yang memerlukan jawaban dari Penataan Daerah jangka panjang, termasuk kriteria yang dipersyaratkan dan bagaimana prosesnya Penataan Daerah agar lebih terarah dan terkendali. Tantangan dan permasalahan lain di sektor keuangan, antara lain tarik menarik kepentingan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, rendahnya kapasitas fiskal Daerah, kurangnya alternatif sumber pembiayaan pembangunan Daerah, ketergantungan fiskal Daerah terhadap Pemerintah Pusat, disparitas antar Daerah, inefisiensi dan efektifitas pengeluaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, rendahnya kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan keuangan, dan perilaku korupsi. 5. Responsibiltas Terhadap Dinamika Politik Dalam Negeri Isu-isu lain seperti politik dan pemerintahan dalam negeri yang masih

24 menonjol terkait dengan kebutuhan Penataan Daerah antara lain integrasi politik, konflik sosial dan politik, kelembagaan sosial-politik, kesetaraan politik, responsivitas Pemerintah Daerah, akuntabilitas lokal, konsolidasi otonomi Daerah, kohesi sosial, dan akulturasi budaya. Selain itu, terjadi pula kurangnya sinkronisasi manajemen pemerintahan karena egoisme sektoral dan fanatisme kedaerahan yang berlebihan. Maka Penataan Daerah ke depan membutuhkan kewibawaan Pemerintah Pusat dengan cara selalu konsisten melaksanakan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan. II. PERKIRAAN JUMLAH PEMEKARAN PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA BERDASARKAN POTENSI DAYA DUKUNG DASAR A. GAMBARAN UMUM Desartada sebagai dasar kebijakan Penataan Daerah memiliki sejumlah dampak positif dan konstruktif terhadap optimalisasi kinerja pemerintahan dan pembangunan. Pertama, dengan adanya batasan dan kepastian tentang maksimal jumlah Daerah yang dapat dibentuk maka sumber daya politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan yang diadakan untuk Daerah dapat didayagunakan secara terencana dan optimal. Para pemangku kepentingan di Daerah dapat menata Daerah berdasarkan pada parameter yang lebih terukur dan kurang bersifat politis. Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah pun dapat mengatur Pembentukan Daerah dengan kesiapan administratif dan politik yang mapan. Dengan adanya Desartada, Penataan Daerah melalui Pembentukan Daerah atau pun Penyesuaian Daerah dapat dilakukan secara lebih transparan dan akuntabel. Kedua, dengan Desartada, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat bersinergi dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan di Daerah yang lebih efektif, sehingga memberikan kontribusi terhadap optimalisasi kinerja dan perbaikan pelayanan publik untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Desartada memberikan dasar dan jalan bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan para pemangkun kepentingan lainnya untuk keluar dari jebakan-jebakan politisasi, etnisitas, ekstraksi sumber daya, dan praktek transaksional yang secara berlebihan digunakan sebagai alasan pembenar dalam Pemekaran Daerah. Dengan Desartada, Pemerintah dapat memperhitungkan skema-skema pengelolaan resiko dan konflik secara lebih terencana dan terkendali.

25 Ketiga, Desartada memungkinkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merencanakan pendanaan dan kapasitas fiskal yang lebih memadai untuk mendukung keberhasilan pemerintahan dan pembangunan di Daerah. Desartada memungkinkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara rasional memperhitungkan besarnya anggaran baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pembelanjaan yang perlu dipersiapkan berdasarkan pada rancang bangun Penataan Daerah. Pemerintah Daerah dan para pemangku kepentingan di Daerah pun akan dimungkinkan untuk memperhitungkan konsekuensi fiskal baik yang bersifat insentif maupun disinsentif. Keempat, Desartada memungkinkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memastikan percepatan pembangunan di Daerah perbatasan, pulau-pulau terluar, dan Daerah tertentu lainnya. Desartada memungkinkan dirumuskannya rencana Penataan Daerah dengan pendekatan prioritisasi tersebut. Secara lebih khusus, prioritisasi dan penjadwalan Penataan Daerah pada kawasan-kawasan tersebut dapat dijabarkan secara rinci dalam rencana Penataan Daerah. Kelima, Desartada memungkinkan afirmasi percepatan dan stabilisasi integrasi dan ketahanan nasional yang lebih mapan dan terjamin. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai indikator integrasi dan ketahanan nasional terkait dengan pencapaian tujuan Penataan Daerah, antara lain dilihat dari kondisi akomodasi terhadap kepentingan stretegis nasional, terbangunnya sinergitas pembangunan dan pelayanan publik dalam skala Daerah dan nasional, terantisipasinya dampak bonus demografi terhadap perekenomian Daerah dan nasional, antisipasi terhadap dampak globalisasi, serta terbangunnya integritas Pemerintah Pusat sebagai regulator penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Indikator-indikator tersebut dapat dijabarkan berikut ini. 1. Kepentingan Strategis Nasional Kebijakan Penataan Daerah memiliki hubungan saling pengaruh dengan kepentingan strategis nasional. Beberapa aspek yang menjadi perhatian dalam penyusunan rencana strategis Penataan Daerah yaitu yang mengutamakan kepentingan nasional sebagaimana telah dikemukakan di atas juga menjadi perhatian kebijakan Penataan Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional, meliputi aspek geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi

26 Indonesia merupakan pertimbangan utama dalam mendayagunakan dan mengoptimalkan manfaat kondisi geografis Indonesia dalam peta global. Melalui Penataan Daerah yang diatur secara komprehensif, aspek-aspek tersebut diarahkan pada beberapa kondisi sebagai berikut: a. Daerah baru yang dibentuk berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional dapat dibiayai dengan proporsi yang lebih besar atau bahkan sepenuhnya dari anggaran pendapatan dan belanja negara sehingga Daerah tersebut tidak lagi dibebani dengan keharusan untuk memenuhi kapasitas fiskal dan penguatan kelembagaan Daerah setidaknya dalam jangka waktu tertentu, dengan mengeksploitasi potensi lokal secara berlebihan; b. Penataan Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional dapat menjadi instrumen bagi Pemerintah Pusat untuk menumbuhkan Daerah baru dengan potensi yang kuat serta memberikan dampak positif terhadap kepentingan nasional yang lebih luas; c. kawasan-kawasan kepulauan terluar, terutama yang berbatasan dengan negara-negara lain atau kawasan-kawasan internasional dalam jangka menengah atau panjang dapat dikembangkan menjadi Daerah provinsi atau kabupaten. 2. Sinergi Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Penataan Daerah berdasarkan pada Desartada mampu mendorong terwujudnya sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, terutama dalam pelaksanaan tugas yang didesentralisasikan dan tugas umum pemerintahan. Sinergi dapat dioptimalkan dalam bidang pembangunan antara provinsi dan kabupaten/kota dalam hal ekonomi Daerah, sistem alokasi dana perimbangan, dan kesatuan sosial-ekonomi Daerah yang memerlukan jawaban dari Penataan Daerah jangka panjang, termasuk kriteria dan proses yang ditentukan untuk menjamin Penataan Daerah yang lebih terarah dan terkendali. Desartada dapat menjadi acuan pendukung dalam merencanakan penyelesaian permasalahan di sektor keuangan, antara lain berkenaan dengan tarik menarik kepentingan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, rendahnya kapasitas fiskal Daerah, kurangnya alternatif sumber pembiayaan pembangunan Daerah, ketergantungan fiskal Daerah terhadap Pemerintah Pusat, disparitas antar Daerah, inefisiensi dan

27 efektifitas pengeluaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, rendahnya kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan keuangan, dan perilaku korupsi. Sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dapat diwujudkan melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut: a. sinkronisasi dalam pengembangan jalur transportasi baru di darat, laut dan udara sehingga dengan mengetahui Daerah baru di tingkat provinsi dan kabupaten, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat merencanakan secara bersama pengembangan pelabuhan dan terminal; b. pengembangan pusat logistik berbasis satuan kawasan yang dapat menekan biaya dan harga distribusi dan pemasaran secara nasional dan kawasan sehingga terwujud pemerataan pusat logistik; c. pengembangan infrastruktur listrik, air, dan telepon dapat segera menyertai pembangunan di Daerah baru sehingga investasi dalam sektor infrastruktur dapat direncanakan secara bersama dengan lebih baik berdasarkan Desartada; d. pembangunan basis produksi sektor unggulan nasional, seperti dalam bidang perikanan dan kelautan, pertanian dan peternakan yang dapat dipadukan dengan rencana Penataan Daerah sebagaimana diarahkan dalam Desartada; e. penyebaran penduduk dan urbanisasi pun dapat lebih efektif disinergikan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah karena masing-masing Daerah yang dipersiapkan dapat mengusulkan program migrasi atau pun pengembangan Daerah perkotaan atau kota baru. 3. Antisipasi Dampak Bonus Demografi Penyusunan Desartada juga dilakukan dengan mengantisipasi pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pada tahun 2025 diproyeksikan sekitar 270 juta jiwa. Desartada harus mengantisipasi berbagai dampak dan kebutuhan yang timbul dari pertambahan jumlah penduduk tersebut. Melalui penataan wilayah dan perencanaan tata ruang yang komprehensif dan lintas sektoral, diharapkan tantangan yang terjadi akibat perubahan lingkungan strategis di bidang demografi dapat lebih diantisipasi. Seperti telah diketahui, kawasan tertentu di Indonesia telah mengalami gejala kelebihan kapasitas (over-carrying capacity) baik dalam hal jumlah penduduk maupun angkatan kerja, sementara kawasan lain yang

28 baru dikembangkan mengalami kekurangan. Dengan adanya Desartada yang akan diikuti dengan rencana Penataan Daerah tingkat provinsi, Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dapat mengantisipasi munculnya kawasan pusat pertumbuhan baru. Pertambahan jumlah penduduk yang sering dikatakan sebagai bonus demografi dapat diratakan mengikuti Pembentukan Daerah baru. 4. Mengambil Manfaat Dampak Globalisasi dan Masyarakat Ekonomi Asean Globalisasi dan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) membuka peluang-peluang baru, terutama untuk kawasan yang berbatasan dengan negara lain atau kawasan internasional. Kawasan seperti ini potensial untuk dibangun sebagai pelabuhan internasional baru, atau pun sebagai pusat produksi untuk produk ekspor. Penyusunan Desartada telah mengantisipasi perkembangan tersebut dan mempertimbangkannya dalam Penataan Daerah berdasarkan pada kepentingan strategis nasional. Pengembangan kawasan baru tersebut juga dapat mendukung Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam mengantisipasi resiko dan isu keamanan nasional. Isu seperti perdagangan bebas, perubahan iklim, penyelundupan (trafficking), hingga terorisme merupakan tantangan baru yang dihadapi oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintahan Daerah. Keberhasilan dalam mengelola isu tersebut terkait dengan Strategi Penataan Daerah dan dapat dipermudah dengan mengacu pada Desartada. Oleh karena itu Strategi Penataan Daerah harus menempatkan dinamika perkembangan global sebagai salah satu pertimbangan utama seraya mengoptimalkan pemanfaatan atau pendayagunaannya. B. PERKIRAAN PEMEKARAN PROVINSI DENGAN PERTIMBANGAN KEPENTINGAN STRATEGIS NASIONAL Dalam menentukan perkiraan potensi Pembentukan Daerah berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional, Pemerintah Pusat telah dibantu oleh berbagai kementerian dan lembaga terkait. Untuk menentukan apakah di Daerah perbatasan, pulau-pulau terluar, atau Daerah tertentu memiliki ciri sebagai kawasan strategis nasional, maka langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah dikemukakan berikut ini. 1. Mengkaji Daerah atau Kawasan Berdasarkan Pada Ciri dan Potensi

29 Sebagai Kawasan Strategis Nasional Langkah pertama yang telah dilakukan adalah membentuk gugus tugas yang bertugas untuk melakukan pengkajian terhadap seluruh Daerah perbatasan, pulau-pulau terluar, dan Daerah tertentu. Gugus tugas tersebut melibatkan berbagai kementerian dan lembaga yang mempunyai fungsi dan tugas terkait dengan pertimbangan tersebut di atas. 2. Melakukan Penyelidikan dan Analisis Kondisi Gugus tugas yang dibentuk melakukan kajian, observasi, penyelidikan ke seluruh Daerah perbatasan, pulau-pulau terluar, dan Daerah tertentu untuk mengumpulkan data dan fakta yang menjadi pertimbangan Pembentukan Daerah berdasarkan kepentingan strategis nasional. Kajian dan observasi tersebut juga menilai cakupan wilayah yang terkena dampak dari adanya kriteria yang telah diuraikan di atas, termasuk dalam hal pertahanan dan keamanan. Cakupan wilayah yang memenuhi kriteria sebagai kawasan strategis nasional tersebut menjadi dasar bagi Pemerintah Pusat dalam memutuskan Pembentukan Daerah baru. 3. Penilaian Terhadap Cakupan Wilayah dan Jumlah Penduduk dan Potensi Pendapatan Meskipun dalam Undang-Undang tidak disebutkan cakupan wilayah dan jumlah penduduk minimal untuk membentuk Daerah berdasarkan pada kepentingan strategis nasional, namun Pembentukan Daerah dengan pertimbangan ini tetaplah harus memperhatikan efisiensi manajemen pemerintahan. Sebab, setelah Daerah tersebut dibentuk sebagai Daerah baru, maka Daerah tersebut tetap akan diperlakukan seperti Daerah lainnya seperti pembagian dana alokasi umum, dana bagi hasil, dan dana alokasi khusus ataupun pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, jumlah penduduk dan luas wilayah cakupan serta prediksi pendapatan Daerah yang akan dibentuk berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional minimal tetap diperhitungkan. Sebagai Daerah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional, maka jumlah penduduk dan luas wilayah serta faktor lain agak dikesampingkan dalam penghitungan kapasitas fiskal, seperti misalnya dalam perhitungan dana alokasi umum. Perkiraan penambahan jumlah provinsi atas pertimbangan kepentingan strategis

30 nasional dapat dilihat dalam Tabel berikut.. Tabel 1 Pembentukan Provinsi dengan Pertimbangan Kepentingan Strategis Nasional DAERAH PERBAT. PULAU TERLUAR DAERAH TERTENTU 11 ACEH SUMATERA UTARA NUSA TENGGARA BARAT 1* 1 53 NUSA TENGGARA TIMUR KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA SULAWESI TENGGARA 1* 1 81 MALUKU MALUKU UTARA PAPUA PAPUA BARAT 1 1 JML PROV JUMLAH DAERAH DENGAN KSN KSN Gambar 2 Peta wilayah dengan pertimbangan Kepentingan Strategis Nasional Keterangan : angka (kode wilayah) yang tertera dalam peta merupakan Daerah potensial untuk pengembangan/pembentukan Daerah berdasarkan kepentingan strategis nasional.

31 Pembentukan provinsi berdasarkan pertimbangan kawasan strategis nasional dapat dikelaskan berikut ini. Untuk Provinsi Aceh, pembentukan provinsi baru dapat dilakukan dengan pertimbangan adanya potensi untuk pengembangan kawasan ekonomi khusus serta percepatan pemerataan pembangunan dan perbaikan layanan publik. Untuk Provinsi Sumatera Utara, pembentukan provinsi baru dapat dilakukan dengan pertimbangan adanya kawasan terluar yang membutuhkan intervensi khusus dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan dalam rangka percepatan pembangunan dan layanan publik. Untuk Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, pembentukan provinsi baru dilakukan dengan pertimbangan kepentingan strategis nasional di bidang pertahanan dan keamanan di Daerah perbatasan. Untuk Provinsi Kalimantan Tengah pembentukan provinsi baru dengan pertimbangan kepentingan strategis nasional dapat dilakukan dengan pertimbangan kawasan ekonomi khusus. Demikian pula untuk Provinsi Sulawesi Utara, keberadaan pulaupulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara Filipina menjadi pertimbangan dalam Pembentukan Daerah karena sangat rawan terhadap ancaman keamanan maritim negara lain dan rawan kejahatan lintas negara (transnational crime) serta berbagai aktifitas ilegal (illegal fishing, illegal logging dan illegal mining). Dalam konteks ini, peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan dalam rangka percepatan pembangunan dan layanan publik menjadi pilihan penting dalam Pembentukan Daerah. Untuk provinsi Sulawesi Tenggara, pembentukan 1 (satu) provinsi baru dapat dilakukan dengan pertimbangan kepentingan strategis nasional terutama yang terkait dengan pengembangan dan konservasi sumber daya alam di sektor kemaritiman. Untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur, pembentukan provinsi baru dapat dilakukan dengan pertimbangan kepentingan strategis nasional di bidang pertahanan dan keamanan di Daerah perbatasan. Letak geografis yang berhadapan langsung dengan negara tetangga Timor Leste, menjadi pertimbangan dalam Pembentukan Daerah karena sangat rawan kejahatan lintas negara (transnational crime). Sementara itu, di Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dikembangkan dengan satu provinsi baru dengan pertimbangan optimalisasi pengembangan sumber daya alam di Sumbawa. Untuk kawasan Maluku, pembentukan provinsi di Maluku Utara di

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU SEKRETARIS DPOD KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH TERKAIT

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU SEKRETARIS DPOD KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH TERKAIT KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU SEKRETARIS DPOD KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH TERKAIT PADA DAERAH OTONOM BARU BERDASARKAN SIDANG DPOD UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.244, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137 TAHUN 2017 TAHUN 2017 TENTANG KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228 dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA - 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Inovasi Daerah adalah semua bentuk pembaharuan da

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Inovasi Daerah adalah semua bentuk pembaharuan da No.206, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Daerah. Inovasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6123) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.76, 2015 ADMINISTRASI. Pemerintah. Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Penyelenggaraan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN KOORDINASI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TINGKAT NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN KOORDINASI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TINGKAT NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2015 PERTAHANAN. Pertahanan Negara. 2015-2019 Kebijakan Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2018 ADMINISTRASI. Pelayanan Minimal. Standar. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6178) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2) MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2) ABSTRAK Pengelolaan wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, selama ini

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

2017, No telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2017, No telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.451, 2017 KEMENDAGRI. Cabang Dinas. UPT Daerah. Pembentukan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.641, 2015 KEMENPU-PR. Eksploitasi. Iuran. Pengairan. Bangunan. Pemeliharaan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SUSUNAN DALAM SATU NASKAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 22 TAHUN 2015 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 2016

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2015 TENTANG IURAN EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.108, 2016 ADMINISTRASI. Kepariwisataan. Danau Toba. Pengelola Kawasan. Badan Otorita. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG BADAN OTORITA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BANGLI, PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANGLI, PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH SEMESTA BERENCANA KABUPATEN BANGLI TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Page 1 of 12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN 1 O U T L I N E 1 2 3 4 DASAR HUKUM, FILOSOFI DAN TUJUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA ANTAR PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN ALOR

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN ALOR BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA PERBATASAN KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN

RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor B A B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia menghadapi situasi yang selalu berubah dengan cepat, tidak terduga dan saling terkait satu sama lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam

Lebih terperinci