BAB III. PENERAPAN HUKUM DALAM PENAGIHAN PAJAK PADA PERUSAHAAN PAILIT PT. BESTINDO TATA INDUSTRI E. Prosedur Penagihan Pajak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III. PENERAPAN HUKUM DALAM PENAGIHAN PAJAK PADA PERUSAHAAN PAILIT PT. BESTINDO TATA INDUSTRI E. Prosedur Penagihan Pajak"

Transkripsi

1 BAB III PENERAPAN HUKUM DALAM PENAGIHAN PAJAK PADA PERUSAHAAN PAILIT PT. BESTINDO TATA INDUSTRI E. Prosedur Penagihan Pajak Pajak pada dasarnya merupakan kewajiban dari wajib pajak pada negara yang memiliki aturan untuk melakukan penagihan pajak atau kewajiban tersebut sesuai dengan Undang-undang Perpajakan. Kewajiban pajak ini selanjutnya dapat disebut sebagai utang pajak yang wajib diselesaikan pembayarannya kepada negara. Utang pajak ini merupakan suatu perikatan, dan menurut 1233 Burgerlijk Wetbook Indonesia (IBW) perikatan timbul karena Undang-undang atau karena perjanjian. Segala perikatan baik yang lahir karena Undang-undang maupun karena perjanjian maka kreditor wajib melakukan tindakan sesuai dengan perikatan tersebut. Begitu juga untuk kewajiban pajak, utang pajak timbul karena Undangundang oleh karenanya dalam subjek pajak wajib membayar pajak sesuai dengan Undang-undang Perpajakan. Kewajiban pajak yang harus dilaksanakan sebagaimana ditentukan, antara lain: 1. Wajib pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak. Fungsi nomor pokok wajib pajak merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal wajib pajak Wajib pajak wajib melaporkan usahanya pada Kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan pengusaha dan kegiatan usaha dilakukan sebagai pengusaha kena pajak, dan kepadanya diberikan keputusan pengukuhan pengusaha kena pajak. 3. Wajib pajak wajib mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat-tempat yang ditetapkan oleh pejabat pajak yang mudah dijangkau oleh wajib pajak. 112 Muhammad Djafar Saidi, Op,Cit, hal 81.

2 4. Wajib pajak wajib mengisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani sendiri surat pemberitahuan, kemudian mengembalikan ke Kantor DJP dilengkapi dengan lampiran-lampiran Membuat faktur merupakan kewajiban pengusaha kena pajak 6. Wajib pajak diwajibkan untuk membayar atau menyetor pajak di tempat yang telah ditentukan oleh undang-undang. 7. Pajak yang terutang wajib dibayar lunas oleh wajib pajak dengan tidak menggantungkan dengan adanya surat ketetapan pajak Wajib pajak berkewajiban untuk menyelenggarakan dan/atas memperlihatkan pembukuan atau pencatatan-pencatatan maupun data yang diperlukan oleh pemeriksaan pajak 9. Wajib pajak wajib memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk melakukan pemeriksaan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu. 10. Wajib pajak berkewajiban untuk menunjuk wakil bagi wajib pajak badan yang bertanggung jawab tentang pelaksanaan kewajiban perpajakan. 11. Wajib pajak wajib menunjuk kuasa hukum untuk mewakili wajib pajak diluar maupun di dalam lembaga peradilan pajak. 115 Berkaitan dengan kewajiban wajib pajak diatas, tentu saja dalam pelaksanaannya tidak semua wajib pajak yang melaksanakan kewajibannya yakni membayar pajak dengan patuh dan taat sesuai dengan aturan. Sehingga kementerian keuangan melalui DJP harus melakukan beberapa cara penagihan pajak kepada wajib pajak agar melakukan pembayaran. Prosedur penagihan pajak pada wajib pajak yang tidak atau belum melakukan kewajibannya dilakukan 113 Ibid, hal Ibid, hal Ibid, hal 84

3 berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku yakni UU KUP dan UU PSP, yakni : 1. Ketetapan Pajak Berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang menjadi dasar dalam hal melakukan penagihan adalah ketetapan pajak, maka DJP akan melakukan beberapa tata cara untuk melakukan penagihan pajak pada penanggung pajak. Dalam pelaksanaanya DJP akan mengeluarkan beberapa surat ketetapan pajak yang akan diberikan kepada penanggung pajak, yakni: a. Surat Tagihan Pajak (STP) Surat tagihan pajak diatur dalam Pasal 14 UU KUP yang menyebutkan surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanski administrasi berupa bunga dan atau denda. STP diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut : 1. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar 2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung 3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga 4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya dikukuhkan sebagai PKP 5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tetapi membuat Faktur Pajak atau Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat atau tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap. 116 Pada Pasal 14 ayat 2 UU KUP menegaskan bahwa STP mempunyai kekuatan hukum sama dengan Surat Ketetapan Pajak. Kemudian lebih lanjut lagi pada Penjelasannya disebutkan bahwa Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini dipersamakan kekuatan hukumnya dengan Surat Ketetapan Pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan oleh DJP melalui pemeriksaan atau penelitian. Surat Tagihan `116 Jhon L Hutagaol dkk, Perpajakan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1999), hal 25.

4 Pajak dapat diterbitkan pada jenis pajak, Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penjualan Barang Mewah. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pengertian SKPKB diatur dalam Pasal 1 ayat 16 UU KUP yang menyebutkan bahwa SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar 117. SKPPKB ini diterbitkan berdasarkan dari hasil pemeriksaan wajib pajak, dengan keadaan, seperti ini : 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau ketersangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar 2. Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapakan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan juga seperti ditentukan dalam surat teguran 3. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%. 4. Tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak memenuhi permintaan dalam pemeriksaan Pajak, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. 118 Penerbitan SKPKB ini akan juga diikuti dengan sanksi administrasi yang bisa berupa denda, maupun berupak kenaikan. Sanksi administrasi berupa denda 2% sebulan (selama-lamanya 24 bulan=48%) akan dikenakan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa wajib pajak tidak atau kurang membayar besarnya pajak yang terutang. c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 117 Pasal 1 ayat 16 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan 118 Jhon L Hutagaol dkk, Op,Cit, hal 26.

5 Defenisi SKPKBT diatur pada Pasal 1 angka 17 UU KUP yang menyebutkan SKPKBT merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPKBT merupakan hasil koreksi atas SKPKB, SKPLB, dan SKPN. Penerbitan surat ini juga harus berdasarkan adanya data baru (novum), dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebebakan penambahan pajak terutang dalam ketetapan pajak sebelumnya. Data baru yang dimaksud adalah data yang belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam surat pemberitahuan. Sedangkan data yang semula belum terungkap adalah data yang sudah dilaporkan oleh wajib pajak namun tidak diungkapkan secara jelas. 119 Penerbitan SKPKBT tersebut terdapat juga sanksi administrasi, jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak tidak dikenakan apabila SKPKBT itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT. Seperti halnya SKPKB, penerbitan SKPKBT juga dapat dilakukan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT. d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Berdasarkan Pasal 1 ayat 19 UU KUP, SKPLB merupakan Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Penerbitan SKPLB ini diterbitkan jika ada permohonan secara terutulis dari wajib pajak dan selanjutnya atas permohonan tersebut DJP yang dalam hal ini dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus sudah menerbitkan SKPLB selambat-lambatnya 12 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap. 120 Kemudian pada Pasal 17 UU KUP disebutkan bahwa: 119 Op,Cit hal Loc,Cit, hal 28

6 1. Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. 2. Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak, setelah meneliti apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan. Kemudian pada penjelasannya ditegaskan bahwa ketentuan pasal 17 UU KUP diterbitkan untuk : a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang; b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan

7 permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak setelah menerima Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dan menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak, wajib mengajukan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) UU KUP. e. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Ketentuan mengenai SKPN diatur pada Pasal 1 ayat 18 UU KUP, yang menyebutkan Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Penerbitan SKPN dilakukan baik untuk jenis Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Untuk pajak penghasilan diterbitkan apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKLB akan diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari wajib pajak kepada DJP. Kemudian selanjutnya DJP akan diwakili Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus sudah menerbitkan SKPLB paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu akan ditetapkan lain oleh DJP. Apabila jangka waktu 12 telah lewat, maka permohonan wajib pajak dianggap diterima dan wajib pajak berhak memperoleh pengembalian atas kelebihan pajaknya. Kemudian jika berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih dibayar jumlahnya lebih besar dari kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan maka SKPLB masih dapat diterbitkan lagi. 121 f. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ( SPPT ) SPPT adalah surat yang diterbitkan oleh DJP untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak. Ketentuan SKPN diatur pada Pasal 10 ayat 1 Undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang menyebutkan SPPT merupakan dokumen yang berisi besarnya utang atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dilunasi oleh wajib pajak pada waktu yang telah ditentukan. SPPT diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang telah disampaikan oleh wajib pajak atau berdasarkan data objek pajak yang telah ada di Kantor Pelayanan PBB. 122 SPPT yang telah diterbitkan oleh Kantor Pelayanan PBB, pelunasanya harus diselesaikan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya 121 Wirawan B Iliyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, (Jakarta: PT Salemba Emban Patria, 2004 ), hal Ibid, hal 37

8 SPPT oleh wajib pajak. Bila SPPT tidak dilunasi maka akan dikenakan sanksi denda administrasi sebesar 2% sebulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai hari pembayaran untuk jangka waktu selama-lamanya 24 bulan Tindakan Penagihan Pajak Pada dasarnya yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam penerimaan pajak pada suatu negara adalah dengan melihat sejauhmana kepatuhan rakyatnya dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak kepada negara sesuai dengan peraturan perpajakan. Karena pajak merupakan salah satu sumber serapan dana cukup besar dari negara, maka untuk memenuhi target penerimaan pajak tersebut, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memungut pajak dari wajib pajak yang tidak taat atau belum membayar pajak sesuai dengan ketetapan aturan perpajakan. Adapun tindakan penagihan pajak yang akan dilakukan petugas DJP sesuai dengan UU KUP dan UU PSP adalah : 1. Surat Teguran Surat teguran dapat disebut juga sebagai surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur ataupun memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 10 UU PSP 124. Surat ini merupakan prosedur penagihan pada tahap awal, bagi wajib pajak yang sudah memiliki utang pajak yang harus dibayar. Surat teguran ini memberi waktu kepada penanggung pajak untuk menyelesaikan kewajibanya selama 14 hari, sebelum diterbitkannya surat paksa yang merupakan tahapan selanjutnya jika wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya. Apa bila dalam hingga waktu yang diberikan, wajib pajak tidak melakukan pembayaran maka akan dilakukan tindakan sebagai berikut : a. Wajib pajak disampaikan surat teguran setalah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan, apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan wajib pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat 123 Jhon L Hutagaol dkk, Op,Cit, hal Ida Zurida dan L.Y Hari Sih Advianto, Op, Cit, hal 65

9 Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). b. Wajib pajak disampaikan surat teguran setalah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding, apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan wajib pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT. c. Wajib pajak disampaikan surat teguran setalah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding, apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan wajib pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB atau SKPKBT. d. Wajib pajak disampaikan surat teguran setalah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan (1 bulan sejak tanggal diterbikan) apabila wajib pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. e. Wajib pajak disampaikan surat teguran setalah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan apabila wajib pajak mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima surat pemberitahuan untuk hadir oleh wajib pajak. Kewajiban yang diberikan kepada penanggung pajak ini merupakan kesempatan yang diberikan kepada wajib pajak, sebelum petugas penagih pajak

10 melakukan tindakan yang lebih lanjut. Namun apabila sampai pada tanggal jatuh tempo yang ditentukan ketetapan pajak tersebut tidak dilunasi oleh wajib pajak maka akan menjadi utang pajak yang dapat dilakukan penagihan berdasakan UU PSP. Sesuai dengan fungsinya surat teguran pajak adalah untuk memperingatkan penanggung pajak untuk segera melunasi utang pajaknya maka kondisi diatas telah menunjukan bahwa sebenarnya wajib pajak atau penanggun pajak secara sadar telah mengetahui bahwa dirinya memiliki utang pajak. Sehingga dengan demikian upaya memperingatkan wajib pajak atau penanggung pajak dengan surat teguran tidak diperlukan jika penanggung pajak menyelesaikan kewajibannya Surat Paksa Surat paksa merupakan surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 126 Hal ini didasarkan pada kepala surat paksa tercantum Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga surat paksa memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan. 127 Surat paksa dilaksanakan oleh juru sita Pajak Negara, yaitu karyawan Direktorat Jendral Pajak yang ditunjuk dan diangkat serta disumpah berdasarkan keputusan Kepala KPP/KPPBB atas nama Menteri Keuangan. Selanjutnya surat paksa ini memerintahkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajak, denda bunga, dan biaya penagihan dalam waktu 2x 24 jam. Jika tidak dilunasi akan dilakukan penyitaan baik penyitaan atas barang bergerak maupun barang tidak bergerak. 128 Surat paksa diterbitkan dalam hal : a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. 125 Ibid, hal Mardiasmi, Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2002), hal Ida Zurida dan L.Y Hari Sih Advianto, Op, Cit, hal Jhon L Hutagaol dkk, Op,Cit, hal 34.

11 b. Terhadap penanggung pajak yang telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, atau c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. 129 Terkait penanggung pajak yang belum melakukan kewajibanya membayar utang pajak sesuai dengan ketetentuan yang ada, maka dalam hal ini juru sita akan menyampaikan Surat Paksa kepada : 1. Penanggung pajak 2. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai 3. Salah satu ahli waris atau pelaksanan wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum meninggal dunia. 4. Para ahli waris apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi. Surat paksa terhadap badan diberitahukan jurusita kepada: a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila jurusita tidak menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud seperti diatas. Berkaitan dengan wajib pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada kurator, hakim pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam wajib pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau 129 Ida Zuraida dan L.Y Hari Sih Advianto, Loc, Cit, hal 71

12 likuidator. 130 Surat pemberitahuan ini berlaku selama 2x24 jam dan jika dalam waktu tersebut penanggung pajak atau wajib pajak tidak membayar utang pajak, maka petugas selanjutnya akan melakakukan penyitaan terhadap barang bergerak mapun tidak bergerak dari milik penanggung pajak. 3. Surat Sita atau Penyitaan Berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 ayat 2 PP No.135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa diatur bahwa penyitaan adalah tindakan juru sita pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku 131. Tujuan dilakukannya dari tindakan penyitaan ini sesungguhnya tidak untuk melakukan penjualan barang milik penanggung pajak, melainkan hanya untuk menguasi barang penanggung pajak sebagai jaminan pelunasan utang pajak. 132 Penyitaan ini hanya dilakukan sebagai bentuk jaminan juru sita pajak dari barang milik penanggung pajak yang tidak taat membayar pajak, dan juga tidak telah menerima surat teguran dan surat paksa dari petugas juru sita. Penanggung pajak diberi kesempatan untuk melunasi utang pajaknya oleh Undang-undang selama waktu 14 hari sejak surat penyitaan diberikan oleh juru sita kepada penanggung pajak atau wakil wajib pajak. Jika wajib pajak melunasi maka penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak dikembalikan atau pencabutan sita. Namun jika wajib tidak melunasi maka, DJP akan melakukan pelelangan terhadap objek barang yang disita oleh juru sita pajak. 4. Pengumuman Lelang Pengertian Lelang menurut Pasal 1 angka 17 UU PSP adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Sementara pelaksanaan penjualan lelang dilakukan oleh Kantor Lelang. Pengumuman lelang dilakukan oleh pejabat DJP apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Pengumuman lelang dilakukan dan untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali selama 10 (sepuluh) hari. 5. Penjualan Barang Sitaan 130 Mardiasmo, Ibid hal Pasal 1 ayat 12 PP No.13 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan 132 Ida Zuraida dan L.Y Hari Sih Advianto, Op, Cit, hal 90.

13 Penjualan Barang Sitaan penanggung pajak dilakukan oleh pejabat melalui kantor lelang negara apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang, penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Penawaran lelang dilaksanakan secara langsung, semua peserta lelang yang sah atau kuasanya pada saat mengajukan penawaran. Jika hasil penjualan barang sitaan telah mencukup untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan, maka penjualan barang lelang dihentikan. Kemudian apabila terdapat sisa dari hasil penjualan maka uang tersebut dikembalik kepada penanggung pajak. F. Dasar Hukum Penagihan Pajak Pada Perusahaan Pailit 3. Dasar Hukum Penagihan Pajak Sistem perpajakan di Indonesia, baik pajak pusat maupun pajak daerah mengenal dua sistem pemungutan, yaitu self assessment dan official assessment. Dasar penagihan pajak dalam kedua sistem tersebut tidak ada berbeda, keduanya memerlukan penetapan pajak terlebih dahulu sebelum tindakan penagihan pajak. Dalam sistem self assessment, pelakasanaan kewajiban perpajakan tidak menggantunggkan adanya ketetapan pajak dari pihak otoritas perpajakan, penetapan otoritas perpajakan yaitu DJP untuk pajak pusat atau Pemerintah Daerah untuk pajak daerah. Sistem self assessment penagihan pajak diperulkan jika terdapat utang pajak yang berasal dari penetapan dari pihak otoritas perpajakan (pusat/daerah) dan atas penetapan tersebut tidak dilunasi oleh wajib pajak sehingga menimbulkan utang pajak. Dalam sistem official assessment hasil penetapan pajak yang tidak dilunasi oleh wajib pajak akan menjadi utang pajak yang merupakan dasar penetapan pajak. Kemudian dalam penagihan pada wajib pajak, petugas perpajakan melakukan penerapan aturan hukum yang sama. Sesuai dengan dengan pengertian wajib pajak pada pasal 1 ayat 2 UU KUP melakukan klasifikasi wajib pajak, yakni: 1. Orang pribadi Hukum perikataan orang (Person) berarti pembawa hak atau subjek didalam hukum. Pada suatu asas hukum perdata dinyatakan bahwa kekayaan

14 sesorang akan menjadi tanggungan dalam rangka memenuhi kewajibannya 133. Pada UU KUP mengenal istilah wajib pajak orang pribadi yang menjalankan pekerjaan bebas, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat pada suatu hubungan kerja, misalnya dokter, notaris, pengacara, atau agen asuransi. UU KUP mengatur bagi wajib pajak yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif maka wajib bagi mereka memperoleh NPWP. Ketentuan lain terkait orang pribadi juga diatur pada Pasal 1 ayat 4 UU KUP, yang menyebutkan pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. 2. Badan Ketentuan mengenai badan yang merupakan wajib pajak diatur pada Pasal 1 ayat 3 UU KUP yang menyebutkan bahwa badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Kedua golongan wajib pajak tersebut dalam penerapan aturan hukum pada saat dilakukan penagihan pajak, petugas DJP melakukan tindakan berdasarkan dasar hukum : a. Dasar hukum formal 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terahkir kali dengan Undang-undang 16 Tahun Ibid, hal 18

15 2. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaiman telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, dan 4. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Pengadilan Pajak 134. b. Dasar hukum material 1. Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terahkir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terahkir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terahkir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai 5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terahkir dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 hal Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer ( Yogjakarta: Graha Ilmu, 2010 ),

16 6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang sebagaimana telah beberapa kali diubah terahkir dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Restribusi, serta 7. Berbagai peraturan Daerah Provinsi, baik Peraturan Daerah Provinsi maupun Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur tentang pemberlakukan suatu jenis pajak aderah disuatu provinsi atau kabupaten/kota. 135 Ketentuan di atas merupakan aturan hukum yang diterapkan bagi wajib pajak pada umumnya sehingga dalam penagihan pajak terdapat kepastian hukum dan adanya perlakuan hukum yang sama bagi seluruh wajib pajak di Indonesia. Hal ini memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum, yang memberi ketegasan bahwa dalam setiap tindakan yang dilakukan pemerintah termasuk dalam melakukan penagihan pajak pada masyarakat harus ada aturan hukum yang mendasari tindakan tersebut. Sehingga penagihan pajak yang dilakukan DJP kepada wajib pajak adil dan tidak melakukan perbedaan atau tindakan khusus. Kemudian untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat terkait penagihan utang pajak. Undang-undang Perpajakan juga mengatur tentang hapusnya utang pajak, sehingga debitur tidak harus melakukan pembayaran. Hapusnya perikatan pajak, meliputi : 1. Pembayaran, 2. Kompensasi utang, 3. Pembebasan utang, 4. Pembatalan 5. Daluwarsa 136 Hapusnya utang karena pembayaran apabila suatu utang pajak dibayar lunas maka akan menjadi hapuslah utang pajak tersebut. Mereka yang diwajibkan membayar pajak adalah wajib pajak, yakni subjek pajak yang mempunyai 135 Ibid, hal Y.Sri.Pudyatmoto, Op,Cit, hal. 71

17 kewajiban untuk membayar pajak. Pembayaran pajak yang diwakilkan oleh pihak ketigajuga dimungkinkan 137 Dalam hal ini jika pada perusahaan pailit maka yang menjadi pihak ketiga ada kurator sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat 3(a) UU KUP. Selanjutnya hilangnya utang akibat kompensasi utang, apabila terjadi kelebihan pembayaran pajak, misalnya yang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti perubahan peraturan, adanya pemberian pengurangan, kekeliruan pembayaran dan lain sebagainya, maka kelebihan pembayaran pajak itu menjadi hak wajib pajak. Dalam hal ini pajak dapat direstitusikan (dikembalikan) kepada wajib pajak, dikompensasikan (diperhitungkan) dengan utang pajak untuk tahun pajak berikutnya ataupun disumbangkan kepada negara. Hal ini berdasarkan ketentuan pada Pasal 11 ayat 1 UU KUP. 138 Hilangnya atau hapusnya utang pajak dapat disebabkan karena adanya pembebasan utang. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan adanya keputusan administrasi dibidang pajak. 139 Pembebasan merupakan sarana hukum pajak untuk melepaskan tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak. Pembebasan hanya diperuntukkan terhadap wajib pajak yang secara nyata dikenakan pajak, tetapi tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Undang-undang Pajak untuk diberikan pembebasan. Sekalipun demikian, wajib pajak tetap wajib menaati Undang-undang Pajak yang memberikan pembebasan sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum yang berakibat dapat dikenakan sanksi hukum pajak. 140 Hapusnya utang pajak juga dapat disebabkan karena pembatalan. Dalam hukum pajak, pajak yang terutang hanya dapat dihapuskan atau dibatalkan karena adanya surat keputusan dari DJP. Peniadaan utang pajak hanya dapat terjadi karena berdasarkan permohonan wajib pajak yang dikabulkan oieh pejabat pajak dapat berupa sebagai berikut: a. Peniadaan sebagian utang pajak adalah perbuatan hukum oleh pejabat pajak untuk melakukan pengurangan atas sejumlah utang pajak yang seyogianya dibayar. 137 Ibid, hal Ibid, 139 Ibid, hal Timbul dan Hapusnya Utang Pajak, diakses dari tanggal 1 Agustus 2016, Pukul WIB.

18 b. Peniadaan secara keseluruhan utang pajak adalah perbuatan hukum oleh pejabat pajak untuk meniadakan seluruh utang pajak yang seharusnya dibayar. 141 Perikatan pajak yang juga dapat terhapus karena adanya daluwarsa. Daluwarsa yang mengakibatkan hilangnya kewenangan dari DJP untuk mengenakan Surat Ketetapan Pajak meupun hak untuk penagihan dengan surat paksa. 142 Mengenai daluwarsa ini di atur pada Pasal 22 ayat 1 UU KUP, yang menyebutkan bahwa hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. 143 Sehingga dengan adanya ketentuan mengenai hapusnya utang pajak ini memberi penegasaan bahwa didalam pemungutan pajak terdapat kepastian hukum. Hal ini diberikan agar wajib pajak diberikan rasa keadilan dan kepastian terkait utang pajak. 4. Penagihan Pajak Terhadap Perusahaan Pailit Keadaan debitor (wajib pajak) yang dinyatakan pailit, maka dasar hukum dalam melakukan penagihan utang pajak petugas menerapkan aturan hukum UU KUP dan UU PSP serta mempertimbangkan UUK untuk proses penagihannya kepada wajib pajak yang dinyatakan pailit. Hal disebabkan terkait hak yang dimiliki wajib pajak yang dinyatakan pailit dalam melakukan pengurusan harta kekayaannya hilang, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 24 UUK yang menyebutkan bahwa debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasi dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu diucapkan 144. Hal ini menyebabkan dalam melaksanakan kewajibannya, akan dilaksanakan oleh kurator, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 16 dan 69 UUK yang menenetukan tugas dan kewenangan kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan 141 Ibid, 142 Y.Sri.Pudyatmoto, Loc,Cit hal Pasal 22 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 144 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

19 meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. 145 Sehingga setelah ada pernyataan pailit maka kurator yang akan melaksanakan kewajiban debitor pailit untuk melakukan pelunasan utang-utang pajak. Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 21 ayat 3(a) UU KUP, yang menyatakan dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar atau likuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut. Sehingga UU KUP dan UUK menyatakan untuk pemberesan utang pajak debitor pailit, pelunasannya dilaksanakan oleh kurator yang ditunjuk oleh Hakim. Utang pajak pada debitor (wajib pajak) pailit pada dasarnya tetap sama dengan keadaan wajib pajak pada umumnya, yaitu negara tetap memiliki hak istimewa yang mana pembayaran utang-utang harus didahulukan dibanding dengan kreditor lainnya. Terkait dengan kreditur, dalam Hukum kepailitan, kedudukan kreditor diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam yaitu a. kreditor separatis (secured creditors), b. kreditor preferen (preferred creditors), dan c. kreditor konkuren (unsecured creditors). Utang pajak merupakan kreditor preferen yang mana harus didahulukan terlebih dahulu pembayarannya daripada utang-utang lainnya. 146 Status utang pajak yang masuk dalam kreditur prefren dan dipertegas pada ketentuan Pasal 41 ayat 3 UUK dan juga pada penjelasannya yang menyebutkan bahwa perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang. Lebih lanjut lagi pada penjelasannya disebutkan bahwa perbuatan yang wajib dilakukan karena undang-undang misalnya kewajiban membayar pajak. Hal ini jelas mengarahkan bahwa utang pajak pada perusahaan pailit menduduk hak istimewa dibanding dengan para kreditur lainnya seperti separatis dan konkuren. Penagihan pajak pada perusahaan pailit yang mendapat kedudukan istimewa ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 21 ayat 3 UU KUP yang menegaskan bahwa negara mempunyai hak mendahului untuk tagihan pajak atas 145 Sunarmi, Op, Cit, hal Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2006), hal.34

20 barang-barang milik penanggung pajak. Ketentuan ini meliputi pokok pajak, bunga denda administrasi, kenaikan dan biaya penagihan. 147 Sesuai dengan UUK, UU KUP dan UU PSP maka yang menjadi dasar hukum penagihan pajak dan hak mendahului pada perusahaan pailit adalah sebagai berikut : a. Pasal 21 UU KUP menyatakan bahwa : 1. Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. 2. Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak. 3. Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap: a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/ atau c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. Pada penjelasan Pasal 21 ayat 3 UU KUP secara tegas disebut negara memiliki hak mendahului diatas kreditur lainnya. Kecuali untuk biaya perkara dan biaya lainnya seperti yang telah ditentukan pada ketentuan UU Perpajakan. b. Pasal 19 ayat 6 UU PSP yang menyatakan bahwa Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap: 147 Sunarmi, Ibid, hal. 154.

21 1. biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak; 2. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; 3. biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. c. Pasal 21 ayat 3 UUK, yang menyatakan bahwa : Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang. Kemudian pada penjelasannya disebutkan bahwa perbuatan yang wajib dilakukan karena Undang-undang misalnya kewajiban membayar pajak. d. Pasal 60 ayat 2 UUK, yang menyebutkan bahwa : Atas tuntutan Kurator atau Kreditor yang diistimewakan yang kedudukannya lebih tinggi daripada Kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka kreditor pemegang hak tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan. Kemudian dalam penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "kreditor yang diistimewakan" adalah kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Negara yang telah memiliki dasar hukum dan hak yang didahulukan maka selanjutnya untuk proses pembayaran DJP harus mengikuti tata cara pemberesan pada debitor pailit. Salah satu proses untuk menentukan pemberesan tagihan pajak pada debitor pailit yakni pada rapat verifikasi utang. Dalam rapat verifikasi ini diadakan pemeriksaan, pencocokan dan pengujian atas tagihan-tagihan kreditor dengan pembukuan-pembukuan yang dimiliki debitor pailit. Untuk menentukan apakah tagihan-tagihan yang diajukan oleh kreditor akan diterima atau ditolak oleh kurator tergantung pada alat-alat bukti yang diajukan oleh kreditor. Untuk itu kreditor harus menyertakan perhitungan-perhitungan serta keterangan yang dimilikinya pada saat ia memasukkan tagihannya ke kurator. 148 Ketentuan ini menegaskan bahwa semua kreditor wajib menyerahkan piutang masing-masing kepada kurator disertai perhitungan atau keterangan 148 Sunarmi, Op, Cit, hal. 136.

22 tertulis lainnya yang menunjukan sifat dan jumlah piutang disertai dengan surat bukti atau salinannya dan suatu pernyataan ada atau tidaknya kreditor mempunyai suatu hak istimewa, hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya atau hak untuk menahan benda. Atas penyerahan piutang tersebut, kreditor berhak meminta tanda 149. Hal ini juga memberi kewajiban bagi DJP untuk melakukan penagihan pajak juga harus mengikuti aturan verfikasi utang pada rapat verifikasi kreditor untuk menetukan kedudukan utang. Utang pajak masuk sebagai kreditur prefren seperti yang ditegaskan dalam UUK dan UU KUP, sehingga negara mempunyai hak mendahului dari kreditor lainnya. Selanjutnya hak mendahului ini dapat hilang sesuai dengan ketentuan pada Pasal 21 ayat 4 UU KUP yang menyatakan hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Sehingga berdasarkan ketentuan ini negara tetap menerapkan asas keadilan dalam penagihan pajak pada wajib pajak. G. Status Utang Pajak Pada Perusahaan Pailit Pada dasarnya pajak merupakan suatu perikatan antara subjek hukum. Namun perikatan pada pajak tidak sama dengan perikatan yang dimaksud dalam perdata. Dalam perikatan perdata, perikatan dapat terjadi karena adanya perjanjian dan dapat pula karena undang undang. Sedangkan perikatan pajak adalah perikatan yang timbul karena undang-undang. Perikatan perdata dilingkupi oleh suasana hukum privat yang mengatur hubungan-hubungan hukum dari subjeksubjek yang sederajat. Sementara perikatan pajak dilingkupi oleh hukum publik di mana salah satu pihaknya adalah negara yang mempunyai kewenangan untuk memaksa. 150 Kemudian lebih lanjut untuk defenisi utang pajak diatur pada Pasal 1 ayat (8) UU PPSP yang menyebutkan bahwa Utang Pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya hal Op, Cit, hal Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2009),

23 berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal tersebut kemudian ditegaskan pada Pasal 12 ayat (1) UU KUP setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Utang pajak timbul apabila terdapat adanya sebab-sebab taatbestand yang terdiri dari (keadaan, peristiwa ataupun perbuatan tertentu) yang menyebabkan orang tersebut dikenakan pajak menurut undang-undang perpajakan. Timbulnya utang pajak karena undang-undang yakni taatbestand yang dalam hukum pajak disebut ajaran materil tentang timbulnya utang pajak. Sedangkan ada pendirian lain yang dikenal dengan ajaran formil, di mana para penganut ajaran ini berpendirian bahwa utang pajak itu timbul karena adanya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Dengan demikian meskipun sudah dipenuhi adanya taatbestand, namun belum ada SKP, maka ini berarti belum ada utang pajak. 151 Secara umum utang pajak digolongkan ke dalam 2 ajaran yakni material dan formal. Menurut ajaran material utang pajak timbul karena keadaan adanya undang-undang pajak dan peristiwa/keadaan perbuatan tertentu, serta tidak menunggu dari tindakan pihak fiskus/pemerintah. Utang pajak yang timbul karena keadaan tertentu misalnya pengenaan pajak kendaraan bermotor. Pajak yang timbul karena perbuatan misalnya : BPHTB, BBNKB, Bea Meterai, PPh, PPn, dan PPn BM (taatbestand). Timbulnya utang pajak karena peristiwa tertentu 151 Bohari, op.cit, hal.112

24 misalnya pengenaan BPHTB atas perolehan hak atas tanah dan bangunan karena warisan, BBNKB atas penyerahan kendaraan karena warisan, dan sebagainya. 152 Sedangkan menurut ajaran formal utang pajak timbul yang tidak melihat tentang adanya taatbestand sebagai dasar yang menimbulkan utang pajak tetapi menggantungkan pada adanya suatu SKP. Tanpa adanya SKP yang dikeluarkan oleh fiskus maka tidak ada utang pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, atau dengan kata lain walaupun taatbestand telah dipenuhi akan tetapi apabila belum dikeluarkan SKP maka belum ada suatu utang pajak. 153 Menurut ajaran formal apabila seorang wajib pajak meninggal dunia sebelum dikeluarkannya SKP maka orang tersebut luput dari pengenaan pajak, dan kewajiban pembayaran pajak dengan sendirinya tidak dapat berpindah kepada ahli warisnya. Hal ini didasari pada pendapat yang menyatakan bahwa utang pajak belum pernah timbul karena belum pernah dikeluarkan SKP. Berkaitan dengan hal tersebut, ajaran formil pada dasarnya menyatakan bahwa utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenakan pajak karena adanya suatu keadaan dan perbuatan (taatbestand). Ajaran ini diterapkan pada self assessment system sebagaimana yang berlaku di Indonesia termasuk pada penagihan pajak. Kemudian jika dilihat dari timbulnya utang pajak tersebut maka yang mendasari pertama ajaran materil dan selanjutnya ajaran formil. Hal disebabkan, walaupun saat ajaran materil sudah terpenuhi yaitu utang pajak telah ditetapkan oleh undang-undang, melainkan pada ajaran formil belum terpenuhi dimana 152 Marihat Pahala Siahaan, Op Cit, hal Loc,Cit, hal. 129

25 belum diterbitkan SKP oleh DJP, maka saat ini utang pajak belum dapat dianggap timbul atau ada. Hal tersebut yang menjadi dasar pada proses penagihan pajak yang dilakukan, DJP sebagi penagih pajak yang akan melaksanakan kewenangannya apabila telah dikeluarkannya SKP. Selanjutnya penagihan pajak pada wajib pajak pailit atau perusahaan pailit maka dalam hal ini diatur oleh hukum kepailitan melakukan penggolongan kreditur. Hal ini didasari oleh, pada syarat pengajuan permohonan pailit harus memiliki 2 atau lebih kreditur. Sehingga dalam UUK untuk pembagian kreditur dilakukan klasifikasi, sebagai berikut : 1. Kreditor konkuren (Unsecured Creditor), kreditor yang harus berbagai dengan kreditor lainnya secara proposional, atau disebut juga harus secara pari passu, yaitu menurut perbandingan besarnya masinng-masing tagihan mereka 2. Kreditor Prefren (secured creditor), kreditor yang didahulukan dari kreditorkreditor lainnya untuk memperoleh pelunasan tagihannya dari hasil penjualan harta kekayaan debitor dan kreditor ini mendapat hak istimewa karena diberikan oleh undang-undang. 3. Kreditor separatis, yaitu kreditor yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Tergolong sebagai kreditur separatis adalah kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, atau hak agunan atas kebendaan lainnya. 154 Berdasarkan pembagian golongan kreditur diatas, maka utang pajak masuk dalam kreditur prefren, dimana memiliki hak istimewa. Status utang pajak pada 154 Sunarmi, Op, Cit, hal. 153.

26 perusahaan pailit yang sudah tegas diatur pada hukum kepailitan, melalui ketentuan pada Pasal 41 ayat 3 UUK dan penjelasnnya. Kemudian kedudukan negara yang pembayarannya wajib didahulukan ini lahir atau timbul karena adanya Undang-undang yang mengatur status penagihan tersebut. H. Penerapan Hukum Penagihan Pajak Pada Perusahaan Pailit PT. Bestindo Tata Industri Pada dasarnya pelaksanaan penagihan pajak pada perusahaan pailit tidak ada penerapan hukum yang berbeda jika wajib pajak taat dan seusai aturan dalam hal melakukan proses pembayaran kewajibannya membayar pajak. Karena dalam penagihan utang pajak, DJP memperlakukan wajib pajak sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perpajakan dan tidak ada perlakukan yang beda. Pada kasus penagihan pajak perusahaan pailit PT. Bestindo Tata Industri (PT.BTI), negara kehilangan hak untuk menagih dan kehilangan hak didahulukan atas utang pajak debitor (wajib pajak) pailit. Hilangnya hak tagih negara ini berawal dari penolakan dan bantahan dari kurator atas tagihan utang pajak pada DJP Banten KPP Pratama Serang. Sebelumnya kasus ini berawal dari PT. BTI dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 17 Oktober 2000 dengan Nomor Putusan: 69/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST. Selanjutnya kurator Amalia Santoso ditunjuk oleh hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat melakukan tugasnya sesuai dengan ketentuan pada Pasal 69 ayat 1 UUK yang menyebutkan bahwa kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Selanjutnya kurator menjalankan tugasnya sesuai dengan amanah Undangundang, termasuk untuk melakukan pembayaran atau pelunasan utang pajak PT.BTI (debitur pailit). Proses penagihan pajak pada dasarnya sama dan tidak ada yang berbeda dengan penagihan pada wajib pajak yang dinyatakan pailit. Wajib

27 pajak melaporkan utang pajaknya dan selanjutnya melakukan pembayaran, jika data yang diberikan sudah benar dan diterima oleh DJP atau KPP. Pada kasus PT.BTI yang dinyatakan pailit, kurator dianggap tidak memberikan laporan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan PPh badan tahun pajak 2000 yang diserahkan kurator pada tanggal 31 Maret Hal ini disebabkan karena kurator dianggap tidak melampirkan neraca dan/atau laporan rugi laba dan surat pernyataan tidak aktif sebagai suatu kesatuan yang merupakan unsut keabsahan Surat Pemberitahuan. Ketentuan terkait SPT ini diatur pada Pasal 3 ayat 1 UUK, yang menyebutkan bahwa, Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 155 Kemudian pada penjelasnnya disebutkan bahwa, fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; b. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak c. harta dan kewajiban dan/atau d. pembayaran dari pemotong atau pemungutan tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Cara Perpajakan. 155 Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomot 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tata

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1003, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penagihan. Bea Masuk. Cukai. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PMK 111/PMK.04/2013 TENTANG

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yaitu dengan menggali sumber dana yang diperoleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI.

: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI. - 2 - e. bahwa dalam rangka penagihan bea masuk dan/atau cukai perlu pengaturan khusus dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang :

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I KUASA & KONSULTAN PAJAK, PEMERIKSAAN, PENAGIHAN, RESTITUSI PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma No.1656, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PAJAK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PAJAK DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang :

Lebih terperinci

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PPA K RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : 1. Ahmad Satria Very S 2. Bagus Arifianto PPAK KELAS MALAM RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK AIR TANAH

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK AIR TANAH QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK AIR TANAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYANYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf g Undang Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ BEBERAPA PERUBAHAN POKOK UU

Lebih terperinci

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN NOMOR : PER165/PJ/2005 TENTANG : PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN NOMOR KEP297/PJ/2002 TENTANG PELIMPAHAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPADA PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Copyright 2002 BPHN UU 9/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PAJAK Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) *8618 Lihat Juga : PANGKALAN DATA PERATURAN

Lebih terperinci

PENETAPAN DAN KETETAPAN

PENETAPAN DAN KETETAPAN PENETAPAN DAN KETETAPAN Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN 2008 TATANUSA 1 BULAN ~ Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Apabila setelah melampaui jangka waktu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pajak penerangan jalan merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Dasar Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Pajak awalnya adalah suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma), tetapi bersifat wajib dan dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang Mengingat : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah kajian hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan. Fungsi kajian pustaka adalah mengemukakan secara sistematis tentang hasil penelitian

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2013 DAFTAR ISI NO. URAIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 27 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan suatu negara. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang Mengingat : a. bahwa filosofi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal 2 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI, Menimbang : a. bahwa dengan terbentuknya Kabupaten

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 66 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH

- 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH - 1 - QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2010 DAFTAR ISI NO.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa Pajak Parkir merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : a. bahwa Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT

DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT DIREKTORAT PENYULUHAN, PELAYANAN, DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Undang-undang perpajakan dibuat sebagai pedoman bagi berbagai pihak, terutama bagi Wajib

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2000 (16/2000) TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum tentang Pajak Pada mulanya pajak hanyalah merupakan suatu upeti (pemberian Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan perkembangan upeti

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Parkir merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA QANUN KOTA LANGSA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

WALIKOTA LANGSA QANUN KOTA LANGSA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA WALIKOTA LANGSA QANUN KOTA LANGSA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA WALIKOTA LANGSA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 02 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting,

Lebih terperinci