POLA PERUABAHAN SUHU PERMUKAAN DARATAN BOGOR TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA PERUABAHAN SUHU PERMUKAAN DARATAN BOGOR TAHUN"

Transkripsi

1 POLA PERUABAHAN SUHU PERMUKAAN DARATAN BOGOR TAHUN Sila Sakti, Tarsoen Waryono, Rokhmatuloh Abstrak Pertumbuhan penduduk yang tinggi di Bogor (Kabupaten dan Kota Bogor) berdampak pada semakin berkembangnya lahan terbangun dan semakin berkurangnya tutupan vegetasi. Berkurangnya tutupan vegetasi akan berdampak secara langsung pada suhu permukaan daratan yang semakin panas karena semakin banyak panas matahari yang diserap oleh permukaan. Suhu permukaan daratan yang semakin tinggi menyebabkan ketidaknyamanan bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat fenomena perubahan suhu permukaan daratan di Bogor serta kaitannya dengan perubahan kerapatan vegetasi. Data suhu permukaan diperoleh dari pengolahan citra landsat TM. Penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan (spasial) untuk menganalisis perubahan suhu permukaan daratan dan pendekatan ekologi untuk menganalisis hubungan suhu permukaan daratan dengan kerapatan vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan suhu permukaan daratan di Bogor memiliki pola menyebar dengan pusat di Kota Bogor. Perubahan suhu permukaan daratan sejalan dengan perubahan tutupan vegetasi. Semakin rendah kerapatan tutupan vegetasi semakin tinggi suhu permukaan daratan. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi kerapatan tutupan vegetasi semakin rendah suhu permukaan daratan. Kata Kunci : Lahan Terbangun, Tutupan Vegetasi, Suhu Permukaan Daratan, Landsat TM Abstract Bogor (Bogor Regency and City) with high population growth will have an impact on the development of build up area and the reduction in vegetation cover. Reduced vegetation cover will have a direct impact on land surface temperature getting hotter as more and more solar heat is absorbed by the surface. High land surface temperatures cause inconvenience to the public. This study aims to look at the phenomenon of the land surface temperature changes in Bogor and its relation to changes in vegetation density. Surface temperature data derived from Landsat TM imagery processing. This study uses a spatial approach (spatial) to analyze changes in land surface temperatures and ecological approach to analyze the relationship between land surface temperature with vegetation density. Results of this study indicate that changes in land surface temperatures in Bogor has a diffuse pattern in the center of the city of Bogor. Land surface temperature changes in line with changes in vegetation cover. The lower the density of vegetation cover higher land surface temperature. The higher the density the lower the vegetation cover land surface temperature. Keywords : Build up Area, Vegetation Cover, Land Surface Temperature, Landsat TM

2 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global merupakan fenomena yang sedang menjadi perbincangan sekarang ini. Fenomena urban heat island yang terjadi di perkotaan diperkirakan menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Di wilayah perkotaan yang sebagian besar tutupan lahannya adalah lahan terbangun akan memiliki suhu permukaan yang lebih besar dibandingkan daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena panas sinar matahari akan dipantulkan kembali oleh vegetasi yang ada, sedangkan jika permukaan yang terkena sinar matahari adalah lahan terbangun maka panas akan diserap sehingga menimbulkan suhu permukaan yang lebih tinggi. Pertambahan jumlah penduduk di perkotaan berdampak pada bertambahnya lahan terbangun yang akan menyebabkan suhu permukaan daratan meningkat. Wilayah Bogor yang terdiri dari Kabupaten dan Kota merupakan wilayah yang memiliki angka pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini berdampak pada semakin bertambahnya lahan terbangun dan berkurangnya tutupan vegetasi sehingga suhu permukaan daratan akan meningkat. Peningkatan suhu permukaan daratan akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi kehidupan manusia dan akan berdampak pada pemanasan global. Memperhatikan (a) fenomena peningkatan jumlah penduduk, (b) kecenderungan semakin berkurangnya lahan hijau untuk kepentingan bangunan fisik sarana prasarana perkotaan, dan (c) meningkatnya polutan dan pemborosan energi, sehingga memberikan dampak terhadap pemanasan global, serta berpengaruh langsung terhadap manusia itu sendiri. Atas dasar itulah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pola perubahan suhu permukaan di Kabupaten Bogor sejak tahun 1990 hingga tahun 2009 serta kaitannya dengan perubahan tutupan lahan (vegetasi ke non vegetasi). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pola perubahan suhu permukaan daratan di Bogor selama tahun ? 2. Bagaimana perubahan suhu permukaan daratan di Bogor terkait dengan perubahan tutupan vegetasi?

3 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui pola perubahan suhu permukaan daratan di Bogor sejak tahun 1990 hingga tahun 2009 serta kaitannya dengan perubahan tutupan vegetasi. 1.4 Batasan 1. Suhu permukaan (surface temperature) adalah suatu indeks rata-rata energi kinetik objek permukaan bumi yang dipantulkan dan terekam oleh sensor satelit (Aguado & Burt, 2001). Pada vegetasi merupakan suhu kanopi dan pada tubuh air merupakan suhu permukaan air. Pada penelitan ini suhu permukaan diperoleh dengan menggunakan citra landsat band Urban Heat Island adalah lebih tingginya suhu udara pada lapisan dekat permukaan atmosfer di dalam kota relative bagi desa-desa disekelilingnya dan pola isotherm membentuk seperti pulau (Voogt, 2002). 3. Tutupan lahan adalah jenis kenampakan di permukaan bumi, seperti bangunan, danau, vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1994). Dalam penelitian ini tutupan lahan yang akan dilihat adalah tutupan lahan vegetasi dan non vegetasi. 4. NDVI merupakan suatu nilai hasil pengolahan dari citra satelit band inframerah dan band merah (dalam penelitian ini digunakan citra landsat) yang menunjukkan tingkat konsentrasi klorofil daun yang berkorelasi dengan kerapatan vegetasi berdasarkan nilai spektral pada setiap piksel (Goetz et al., 1985). 5. Pola perubahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pola spasial suhu permukaan daratan di tiap tahunnya dan arah perubahan suhu permukaan daratan dari tahun Dalam penelitian ini pola perubahan suhu permukaan daratan dan kerapatan vegetasi akan dilihat dengan periodisasi 5 tahunan (pada tahun 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2009). 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode pendekatan spasial dan ekologi. Pendekatan spasial digunakan untuk menganalisis pola perubahan suhu permukaan daratan di Kabupaten Bogor dan pendekatan ekologi digunakan untuk menganalisis kaitan antara perubahan suhu permukaan daratan dengan kerapatan vegetasi. Data

4 yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait, sedangkan data primer diperoleh melalui pengolahan data citra dan survei lapang. Survey lapang dilakukan untuk memverifikasi data kerapatan vegetasi hasil pengolahan citra. Pengolahan citra landsat dilakukan untuk mendapatkan nilai kerapatan vegetasi dan suhu permukaan daratan. Perhitungan kerapatan vegetasi menggunakan rumus yang dikembangkan oleh J. W. Rouse, R. H. Hass, J. A. Schell, dan D. W. Deering pada tahun 1973, sebagai berikut.!"#$ = (!"#$ 4!"#$ 3) (!"#$ 4 +!"#$ 3 Perhitungan suhu permukaan daratan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Chen, Wang, dan Li pada tahun Sebagai berikut. Mengubah nilai DN menjadi nilai radian Mengubah nilai radian menjadi Kelvin!!"! =! 255!!"#!!"# +!!"#! = ln!!!!!!"!! + 1 Mengubah nilai Kelvin menjadi Celcius Celcius = Kelvin 272,15 Analisis akan dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan keruangan (spasial) dan ekologi. Pendekatan keruangan dilakukan untuk mengetahui pola perubahan suhu permukaan daratan di Kabupaten Bogor. Sedangkan pendekatan ekologi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara suhu permukaan daratan dengan kerapatan vegetasi. Hubungan antara kedua variabel tersebut akan dideskripsi dengan melihat pola perubahan suhu permukaan daratan tinggi hubungannya dengan perubahan kerapatan vegetasi non vegetasi dan rendah.

5 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengolahan citra diketahui bahwa suhu permukaan daratan rata-rata di Kabupaten Bogor pada tahun 1990 sebesar 13,60 o C dan suhu permukaan daratan tertinggi sebesar 28,52 o C. Pada tahun 1995 suhu permukaan daratan rata-rata mengalami penurunan menjadi 11,50 o C. Suhu permukaan daratan tertinggi juga mengalami penurunan menjadi 25,12 o C. Pada tahun 2000 suhu permukaan daratan rata-rata meningkat menjadi 11,80 o C dan suhu permukaan daratan tertinggi meningkat pula menjadi 28,52 o C. peningkatan suhu juga terjadi pada tahun Pada tahun 2005 suhu permukaan daratan tertinggi sebesar 29,77 o C dan suhu permukaan daratan rata-rata sebesar 13,79 o C. Pada tahun 2009 suhu permukaan daratan rata-rata juga meningkat menjadi 15,57 o C dan suhu permukaan daratan tertinggi meningkat pula menjadi 35,86 o C. Berdasarkan data suhu permukaan daratan diklasifikasikan menjadi 6 kelas sebagai berikut : Kelas 1 : < 10 o C ; Kelas 2 : o C ; Kelas 3 : o C Kelas 4 : o C ; Kelas 5 : o C ; Kelas 6 : o C 3.1 Suhu Permukaan Daratan Tahun 1990 Suhu permukaan daratan o C tersebar hampir di seluruh wilayah di Kabupaten dan Kota Bogor, berada pada wilayah ketinggian meter diatas permukaan laut (mdpl). Suhu permukaan daratan o C tersebar hanya di bagian timur Kabupaten Bogor dan di bagian tengah Kota Bogor, berada pada wilayah ketinggian mdpl. Sedangkan suhu permukaan daratan o C tersebar di sepanjang selatan Kabupaten Bogor,

6 berada pada wilayah ketinggian lebih dari 1000 mdpl. Suhu permukaan o C tersebar di bagian selatan karena di bagian selatan merupakan puncak gunung. Suhu pemukaan daratan di Bogor didominasi oleh region dengan suhu permukaan daratan antara o C, dengan luas ha atau sekitar 86,50%. Suhu permukaan daratan dengan region terbanyak kedua adalah suhu permukaan daratan dengan rentang antara o C dengan luas ,3 ha atau 9,16%. Suhu permukaan daratan o C memiliki luas sebesar 245,93 ha atau 0,08%. Suhu permukaan daratan o C memiliki luas sebesar 3,47% dari luas Kabupaten dan Kota Bogor Tahun 1995 Suhu permukaan daratan o C tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, berada pada ketinggian mdpl dan mdpl. Suhu permukaan daratan o C terpusat di bagian utara Kabupaten dan Kota Bogor yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Bekasi, berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan mdpl. Suhu permukaan daratan o C tersebar hanya di sepanjang selatan Kabupaten Bogor, berada pada wilayah ketinggian mdpl dan > 2000mdpl. Suhu permukaan daratan pada tahun tersebut didominasi oleh suhu permukaan daratan o C dengan luas ha atau 65,90%. Sedangkan Suhu permukaan daratan o C merupakan region suhu permukaan daratan dengan luas terbanyak kedua yaitu sebesar ,19 ha atau 28,33 %. Suhu permukaan daratan o C memiliki luas ,5 ha atau 4,17 %. Sedangkan suhu permukaan daratan o C memiliki luas sebesar 74,22 ha atau 0,02 %.

7 3.1.3 Tahun 2000 Suhu permukaan daratan o C berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, dan mdpl, terpusat Kota Bogor dan di bagian tengah hingga ke timur Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Bekasi. Suhu permukaan daratan rentang o C juga berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, dan mdpl,namun terpusat di wilayah Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak. Suhu permukaan daratan o C terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian tengah Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan Kota Bogor yang berada pada wilayah ketinggian mdpl. Sedangkan suhu permukaan daratan o C tersebar di sepanjang selatan Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Suhu permukaan daratan ini berada pada wilayah ketinggian mdpl dan > 2000 mdpl yang merupakan wilayah pegunungan. Suhu permukaan daratan di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 2000 didominasi oleh region dengan suhu permukaan daratan dengan rentang o C dengan luas ,50 ha atau 45,72%. Suhu permukaan daratan dengan region terluas kedua adalah suhu permukaan daratan o C dengan luas sebesar ,88 ha atau 41,94%. Suhu permukaan daratan o C memiliki luas sebesar ,56 ha atau 9,67%. Sedangkan suhu permukaan daratan o C merupakan suhu permukaan daratan dengan luas terendah kedua dengan luas sebesar7.778,97 ha atau 2,50 %. Pada tahun 2000 tidak ada suhu permukaan daratan dengan rentang > 30 o C.

8 3.1.4 Tahun 2005 Suhu permukaan daratan o C tersebar hampir diseluruh wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Suhu permukaan daratan o C berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, mdpl dan mdpl. Suhu permukaan daratan o C berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan mdpl, terpusat hanya di bagian tengah hingga utara Kota Bogor dan bagian tengah hingga utara Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Kota Depok, Tanggerang dan Bekasi. Suhu permukaan daratan o C tersebar memanjang di bagian selatan Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Suhu permukaan daratan ini berada pada wilayah ketinggian mdpl dan > 2000 mdpl. Hasil pengolahan data juga menghasilkan luasan suhu permukaan daratan dari tiap kelasnya. Suhu permukaan daratan pada tahun 2005 didominasi oleh suhu permukaan daratan o C dengan luas sebesar ,01 ha atau 73,73 %. Sedangkan suhu permukaan daratan dengan luas terbanyak kedua adalah suhu permukaan daratan o C dengan luas ,39 ha atau 11,99 %. Suhu permukaan daratan o C memiliki luas ,69 ha atau 11,13%. Suhu permukaan daratan o C memiliki luas 1.105,62 Ha atau 0,36 %. Pada tahun 2005 tidak ada suhu dengan rentang > 30 o C Tahun 2009 Suhu permukaan daratan rentang o C tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Suhu permukaan ini berada pada wilayah ketinggian < 100

9 mdpl, mdpl dan mdpl. Sedangkan suhu permukaan daratan > 30 o C berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan mdpl, terpusat di tengah Kota Bogor dan bagian tengah hingga ke utara Kabupaten Bogor, yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, dan Bekasi. Suhu permukaan daratan o C tersebar di bagian selatan Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Cianjur pada wilayah ketinggian mdpl dan > 2000 mdpl. Sedangkan suhu permukaan daratan o C berada pada wilayah ketinggian > 2000 mdpl yang berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Suhu permukaan o C tidak ada pada tahun ini. Suhu permukaan daratan Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 2009 diketahui bahwa suhu permukaan daratan pada tahun 2009 didominasi oleh suhu permukaan daratan antara o C dengan luas ha atau 74,61 %. Sedangkan suhu permukaan daratan o C seluas ,90 ha merupakan suhu permukaan daratan dengan region terbanyak kedua, sekitar 20%. Suhu permukaan daratan o C memiliki luas 6.581,48 ha atau 2,12 %. Sedangkan suhu permukaan daratan o C memiliki luas 2.025,86 ha atau 0,65 %. Suhu permukaan daratan > 30 o C memiliki luas sebesar 7.908,35 ha atau 2,55 %. 3.2 Kerapatan Tutupan Vegetasi Tahun 1990 Kerapatan tutupan vegetasi tinggi berada pada wilayah ketinggian mdpl, mdpl, mdpl dan > 2000 mdpl, tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Cianjur, Sukabumi dan Lebak. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang berada di wilayah ketinggian mdpl, mdpl dan mdpl, tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Tenggerang. Kerapatan tutupan vegetasi rendah berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan mdpl, terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara

10 Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi juga berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan mdpl dan terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara dan timur Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi tinggi yaitu seluas ha atau sekitar 54,74 %. Kerapatan tutupan vegetasi sedang merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar ,10 ha atau sekitar 30,68%. Kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar ha atau sekitar 10,32 %. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar ,40 ha atau sekitar 4,25 % Tahun 1995 Kerapatan tutupan vegetasi tinggi berada pada wilayah ketinggian mdpl, mdpl dan > 2000 mdpl, tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Sukabumi. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, Tanggerang dan Bekasi yang berada pada wilayah ketinggian mdpl, mdpl dan mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi rendah terpusat di wilayah yang berbatasan dengan Kota Tanggerang dan Depok pada wilayah ketinggian < 100 mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan di bagian utara Kabupaten Bogor yaitu pada wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi tinggi memiliki luas ha atau sekitar 52,54 %, merupakan kerapatan tutupan vegetasi yang mendominasi pada tahun tersebut.

11 Kerapatan tutupan vegetasi sedang merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar ha atau sekitar 31,15%. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar ,30 ha atau sekitar 10,63 %. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar ,50 ha atau sekitar 5,69 % Tahun 2000 Kerapatan tutupan vegetasi tinggi berada pada wilayah ketinggian mdpl, mdpl dan > 2000 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi ini tersebar di wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Karawang, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi dan Lebak. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, mdpl dan mdpl yang tersebar di wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Depok dan Kabupaten Tanggerang. Kerapatan tutupan vegetasi rendah terpusat di bagian utara Kota Bogor dan tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Tanggerang, Kabupaten Karawang dan Kota Bekasi yang berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan terpusat di wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi di Kabupaten dan Kota Bogor didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi tinggi yaitu seluas ha atau sekitar 49,19 %. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar ,10 ha atau sekitar 31,09 %. Kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar ,50 ha atau sekitar 14,49%. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar ,40 ha atau sekitar 5,23%.

12 3.2.4 Tahun 2005 Kerapatan tutupan vegetasi tinggi tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang yang berada pada wilayah ketinggian mdpl, mdpl, mdpl dan > 2000 mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi sedang terpusat di bagian tengah dan utara yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tanggerang. Kerapatan tutupan vegetasi sedang berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, mdpl dan mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi rendah terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Depok, Kabupaten Tanggerang dan Kabupaten Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi ini berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl dan mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi terousat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi ini berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 2005 didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi tinggi yaitu seluas ha atau sekitar 42,71 %. Kerapatan tutupan vegetasi sedang merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar ,01 ha atau sekitar 36,68 %. Kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar ,30 ha atau sekitar 13,77 %. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar ha atau sekitar 6,84 %.

13 3.2.5 Tahun 2009 Kerapatan tutupan vegetasi di Kabupaten dan Kota Bogor didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi sedang yang tersebar di wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanggerang dan Kabupaten Sukabumi pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, mdpl dan mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi tinggi tersebar di wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta dan berada pada wilayah ketinggian mdpl, mdpl dan > 2000 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi rendah berada pada wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang, Kota Depok dan Kabupaten Bekasi. Kerapatan tutupan vegetasi rendah berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl, mdpl dan mdpl. Sedangkan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian timur Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Bekasi yang berada pada wilayah ketinggian < 100 mdpl. Kerapatan tutupan vegetasi di Kabupaten dan Kota didominasi oleh kerapatan tutupan vegetasi sedang yaitu seluas ha atau sekitar 37,52 %. Kerapatan tutupan vegetasi tinggi merupakan kerapatan tutupan vegetasi dengan luas terbanyak kedua yaitu sekitar ha atau sekitar 30,27 %. Kerapatan tutupan vegetasi rendah memiliki luas sekitar ,90 ha atau sekitar 19,79%. Kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi memiliki luas yang paling sedikit yaitu sekitar ha atau sekitar 12,42%.

14 3.3 Pola Perubahan Perubahan suhu permukaan daratan di Kabupaten dan Kota Bogor memiliki pola yang sama dengan perubahan kerapatan tutupan vegetasinya. Kerapatan tutupan vegetasi rendah dan non vegetasi memiliki pola memusat di Kota Bogor kemudian meluas dengan pola menyebar ke wilayah di sekitarnya hingga ke daerah rural Kabupaten Bogor Tahun Pada tahun 1990 suhu permukaan daratan o C tersebar di wilayah yang memiliki kerapatan tutupan vegetasi rendah dan non vegetasi. Pada tahun 1995 suhu permukaan daratan ini terdapat pada wilayah dengan kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi. Pada tahun 1990 suhu permukaan daratan o C tersebar di hampir seluruh wilayah di Kabupaten Bogor dan di bagian selatan Kota Bogor. Sedangkan pada tahun 1995 suhu permukaan daratan ini hanya berada di bagian utara Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor. Suhu permukaan daratan o C pada tahun 1990 tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bogor, berada pada wilayah yang memiliki kerapatan tutupan vegetasi sedang dan tinggi. Pada tahun 1995 suhu permukaan daratan ini terpusat hanya di bagian utara Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor, berada pada wilayah dengan kerapatan tutupan vegetasi sedang dan non vegetasi. Suhu permukaan daratan o C pada tahun 1990 tersebar di bagian selatan Kabupaten Bogor, berada pada wilayah yang memiliki kerapatan vegetasi tinggi. Sedangkan pada tahun 1995 suhu permukaan daratan ini tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bogor yang memiliki kerapatan vegetasi sedang dan tinggi. Pada tahun 1995 suhu permukaan daratan o C tersebar di bagian selatan Kabupaten Bogor yang memiliki kerapatan vegetasi tinggi. Sedangan pada tahun 1990 suhu permukaan daratan o C tidak ada. Suhu permukaan daratan o C mengalami peningkatan luas dari tahun 1990 ke tahun Sedangkan suhu permukaan o C mengalami penurunan dari tahun 1990 ke tahun Perubahan luas ini disebabkan karena perubahan tutupan vegetasi non vegetasi pada tahun 1990 mengalami peningkatan di tahun

15 1995 dan kerapatan tutupan vegetasi tinggi mengalami penurunan dari tahun 1990 ke tahun Tahun Pada tahun 2000 suhu permukaan daratan o C terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian tengah dan timur Kabupaten Bogor. Suhu permukaan daratan ini berada pada wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah dan non vegetasi. Pola ini berubah dari tahun 1995 yang tidak ada suhu permukaan daratan dengan rentang o C. Hal ini berarti bahwa suhu permukaan daratan mengalami peningkatan. Suhu permukaan daratan o C pada tahun 2000 tersebar di bagian tengah hingga timur Kabupaten Bogor dan di bagian selatan Kota Bogor yang memiliki kerapatan vegetasi sedang dan rendah. Pola ini berubah dari tahun 1995, suhu permukaan daratan o C hanya berada di bagian utara Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor pada kerapatan vegetasi sedang dan non vegetasi. Suhu permukaan daratan rendah (< 20 o C) pada tahun 2000 tersebar di bagian barat dan sedikit di bagian timur Kabupaten Bogor dan bagian utara Kota Bogor dengan kerapatan vegetasi tinggi dan sedang. Pola ini mengalami perubahan dari tahun Pada tahun 1995 suhu permukaan rendah (< 20 o C) tersebar hampir di seluruh Kabupaten Bogor dan di bagian selatan Kota Bogor dengan kerapatan tutupan vegetasi sedang dan tinggi. Luasan dari masing-masing kelas suhu permukaan daratan dan kerapatan tutupan vegetasi juga mengalami perubahan Tahun Pada tahun 2005 suhu permukaan daratan o C terpusat di bagian tengah hingga utara Kota Bogor dan bagian tengah hingga utara Kabupaten Bogor, yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Tanggerang. Suhu permukaan daratan ini tersebar pada wilayah yang memiliki kerapatan vegetasi rendah dan non vegetasi.pola sebaran suhu permukaan daratan o C pada tahun 2005 mengalami perubahan dari tahun 2000.Pada tahu 2000 suhu permukaan daratan o C terpusat hanya di bagian tengah Kota Bogor dan bagian tengah hingga utara Kabupaten Bogor.

16 Suhu permukaan daratan o C pada tahun 2005 tersebar di hampir seluruh wilayah Kabupaten Bogor dan di bagian selatan Kota Bogor.Suhu permukaan ini berada pada wilayah yang memiliki kerapatan vegetasi sedang, rendah dan tinggi.pola spasial suhu permukaan daratan ini mengalami perubahan dari tahun Pada tahun 2000 suhu permukaan ini hanya berada di bagian timur dari Kabupaten Bogor dan bagian selatan dan utara dari KotaBogor pada kerapatan vegetasi rendah, sedang dan tinggi.suhu permukaan daratan rendah (< 20 o C) pada tahun 2005 berada pada bagian selatan Kabupaten Bogor dengan kerapatan tutupan vegetasi tinggi.pola ini berubah dari tahun 2000, yang suhu permukaan daratan rendah (< 20 o C) tersebar di bagian barat Kabupaten Bogor dan bagian utara Kota Bogor Tahun Pada tahun 2009 terdapat suhu permukaan daratan > 30 o C yang pada tahuntahun sebelumnya tidak ada.suhu permukaan daratan ini terpusat di bagian tengah Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kota Depok dan Kota Bekasi.Suhu permukaan daratan ini terdapat pada wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah dan non vegetasi.suhu permukaan daratan o C yang pada tahun 2005 hanya berada di bagian utara Kota Bogor dan bagian utara Kabupaten Bogor, mengalami perubahan semakin menyebar ke hampir seluruh wilayah di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun Suhu permukaan daratan o C berada pada wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah, sedang dan non vegetasi. Suhu permukaan daratan o C pada tahun 2009 tersebar di bagian selatan Kabupaten Bogor yaitu wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur berada pada wilayah dengan kerapatan vegetasi sedang, tinggi dan non vegetasi.pola suhu permukaan daratan ini mengalami perubahan dari tahun 2005 yang tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Bogor.Suhu permukaan daratan o C pada tahun 2009 hanya ada sedikit di bagian selatan Kabupaten Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dengan kerapatan tutupan vegetasi tinggi.pola ini berubah dari tahun 2005, suhu permukaan daratan o C pada tahun 2005 tersebar di banyak wilayah di bagian selatan Kabupaten Bogor.

17 Suhu permukaan daratan rendah (< 20oC) mengalami penurunan dari tahun 2005 ke tahun 2009.Perubahan ini terjadi karena kerapatan tutupan vegetasi tinggi mengalami penuruan.sedangkan suhu permukaan daratan tinggi (> 20oC) mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena kerapatan tutupan vegetasi non vegetasi, rendah dan sedang mengalami peningkatan. 3.4 Validasi Nilai NDVI Titik sampel pertama adalah Kebun Raya Bogor yang tidak mengalami perubahan sejak tahun 1995 hingga tahun 2009 dan hingga sekarang. Pada tahun 1995 nilai NDVI di Kebun Raya Bogor adalah 0,52 (tutupan lahan vegetasi tinggi) dan pada tahun 2009 nilai NDVI sebesar 0,61 (tutupan lahan vegetasi tinggi) Titik sampel selanjutnya adalah tutupan lahan yang pada tahun 1995 merupakan tutupan lahan kebun dan pada tahun 2009 berubah menjadi tutupan lahan lahan terbangun. Pada tahun 1995 tutupan lahan kebun memiliki nilai NDVI 0,56 (vegetasi tinggi). Pada tahun 2009 tutupan lahan berupa lahan terbangun dengan NDVI 0,11 (vegetasi rendah)

18 4. KESIMPULAN Perubahan suhu permukaan daratan di Bogor selama 20 tahun (tahun ) memiliki pola menyebar dari pusatnya di Kota Bogor. Suhu permukaan daratan tinggi (> 25 o C) pada tahun 1990 hanya terpusat di Kota Bogor dan bagian timur Kabupaten Bogor dengan luas 3,47 %. Kemudian hingga tahun 2009 suhu permukaan daratan > 25 o C menyebar hingga ke seluruh Bogor dengan luas 77,16 %. Perubahan suhu permukaan daratan sejalan dengan perubahan kerapatan tutupan vegetasi. Semakin rendah kerapatan tutupan vegetasi maka semakin tinggi suhu permukaan daratannya. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi kerapatan tutupan vegetasi maka semakin rendah suhu permukaan daratannya. DAFTAR PUSTAKA Aguado, E. & J. E. Burt Understanding Weather and Climate. 2 nd Saddle River: Prentice Hall, Inc. edition. Upper Embi. AF., Urban Greening to Modify Our Weather The Urban Heat Island Connetion. Urban Forestry Congres, Kualalumpur, Malaysia. Badan Pusat Statistik Kota Bogor Kota Bogor dalam Angka Bogor, Indonesia. Bappeda Kabupaten Bogor. diakses pada tanggal 24 April 2013 pukul WIB Bappeda dan BPS Provinsi Jawa Barat Survei Sosial Ekonomi Daerah. Jawa Barat, Indonesia. Barlowe, R Land Resources Economics: The Economics of Real Estate. New York: Prentice Hall Inc. Becker, F. and Li, Z Surface Temperature and Emissivity at Different Scales: Definition, Measurement and Related Problems. Remote Sensing Reviews, 12, Chen, X., Zhao H., Li. P., & Yin Z Remote Sensing Image Based Analysis of the Relionship Between Urban Heat Island and Land Use/Land Cover Changes, Remote Sensing of Environment, 104, Cihlar, L. L. St-Laurent, and Dyer, J. A Relation Between the Normalized Vegetation Index and Ecological Variables. Remote Sensing of Environment. Fatimah, R. N Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan Kota Surabaya tahun 1994, 2000 dan Skripsi Sarjana.Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia. Depok Heksaputri, F S Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humadity Index (YHI) di Kabupaten Bandung. Skripsi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

19 Hidayat, H Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bandung. Skripsi Sarjana. Departemen Geografi FMIPA UI. Depok. Iswanto, P. A Urban Heat Island di Kota Pangkal Pinang tahun 2000 dan Skripsi Sarjana Departemen Geografi FMIPA UI. Depok. Khomarudin. M R Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Menduga Unsur Iklim dan Produktivitas Tanaman Hutan. Warta LAPAN Vol.6, No. 2 Desember 2004: Lillesand, T. M. and Kiefer R. W Remote Sensing and Image Interpretation. Third Edition. New York : John Wiley and Son, Inc. Pemerintah Provinsi Jawa Barat. diakses pada tanggal 24 April 2013 pukul WIB Purwadhi, S F dan Sanjoto, T B Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dan Universitas Negeri Semarang. Purwadhi, S. F Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT.Grasindo. Qin, Z., and Karnieli, A Pregress in Remote Sensing of Land Surface Temperature and Ground Emissivity Using NOAA-AVHRR Data. International Journal of Remote Sensing, 20, Rushayati S.B., Dahlan E.N., Hermawan R Ameliorasi Iklim melalui Zonasi Hutan Kota Berdasarkan Peta Sebaran Polutan Udara. Forum Geografi, Vol.24 No.1 Juli Sandy, I.M Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia. Pub. No.75, Dit TGTDitjen Agraria Depdagri, Jakarta. Sandy, I.M Geografi Regional Indonesia. Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia. PT. Indograph Bakti, Edisi ke-3. Depok. Simanjuntak, S.H., Perkembangan Penggunaan Tanah Sehubungan dengan Perubahan Status Tanah di Daerah Tingkat II Kabupaten Subang, Skripsi Jurusan Geografi FMIPA UI, Depok. Srivastava, K.P., Majumdar, J.T., Bhattacharya, K.A Surface Temperature Estimation in Singhbhum Shear Zone of India Using Landsat-7 ETM+ Thermal Infrared Data. Elsevier Ltd. All right reserved. Subagyono, K dan Surmaini, E Pengelolaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Antisipasi Perubahan Iklim. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. Suparmoko, M Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit BPPE. Sutanto Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Tampubolon, T, dkk Analisis Hubungan NDVI dan Temperature terhadap Tutupan Lahan dengan data Landsat ETM (Studi Kasus Kota Medan dan Wilayah Pesisir). PIT MAPIN XVII. Bandung

20 Triyanti Pola Suhu Pemrukaan Kota Semarang Tahun 2001 dan Skripsi Sarjana Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Tursilowati, L Urban Heat Island dan Kontribusinya pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Prosiding Seminar Nasional Pemanasan Global dan Perubahan Global. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN. Voogt, J. A Urban Heat Islan. In Munn, T. (ed.) Encyclopedia of Global Environmental Change, Vol.3. Chichester: John Wiley and Sons. Voogt, J. A. and T. R. Oke Thermal Remote Sensing of Urban Areas. Remote Sensing of Environment. Wardhana, Wisnu, L. D Pengaruh Tipe Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Pemrukaan DI Kota Bogor. Skripsi. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Waryono, T Upaya Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelestarian Hutan sebagai Pencegah Pemanasan Global. Kumpulan makalah periode Weng, Q., Dengsheng, L., Jacquelyn, S Estimation of Land Surface Temperature Vegetation Abundance Relationship for Urban Heat Island Studies. Remote Sensing of Environment. Xiang, L.Q, Shan, C.H, Jie, Chang Impacts of Land Use and Cover Change on Land Surface Temperature in the Zhujiang Delta. Elsevier Limited and Science Press. Zang, Yang, Yiyun, Chen, Qing, Ding, Jiang, Ping Study on Urban Heat Island Effect Based on Normalized Difference Vegetated Index:A Case Study of Wuhan City. Elsevier B.V. Selection and/or Peer-review under responsibility of school of environment. Beijing Normal University.

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya PEMBAHASAN 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya Pemetaan Geomorfologi,NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah Pemetaan Geomorfologi

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) Oleh : Dawamul Arifin 3508 100 055 Jurusan Teknik Geomatika

Lebih terperinci

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND ANALISIS URBAN HEAT ISLAND DALAM KAITANNYA TERHADAP PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KOTA PONTIANAK Indra Rukmana Ardi 1, Mira Sophia Lubis 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh : EDEN DESMOND

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE KONVERSI DIGITAL NUMBER MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

IDENTIFIKASI SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE KONVERSI DIGITAL NUMBER MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Vol.6 No. 2, Desember 2017 : 59-69 IDENTIFIKASI SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN METODE KONVERSI DIGITAL NUMBER MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG Green Open Space Development Based on Distribution of Surface Temperature in Bandung Regency Siti Badriyah Rushayati,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

Perubahan Penggunaan Tanah Sebelum dan Sesudah Dibangun Jalan Tol Ulujami-Serpong Tahun di Kota Tangerang Selatan

Perubahan Penggunaan Tanah Sebelum dan Sesudah Dibangun Jalan Tol Ulujami-Serpong Tahun di Kota Tangerang Selatan Perubahan Penggunaan Tanah Sebelum dan Sesudah Dibangun Jalan Tol Ulujami-Serpong Tahun 2000-2016 di Kota Tangerang Selatan Aisyah Desinah 1, Mangapul P. Tambunan 2, Supriatna 3 1 Departemen Geografi.

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan di Kota Malang Raya, Jawa Timur

Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan di Kota Malang Raya, Jawa Timur Pola Spasial Suhu Permukaan Daratan di Kota Malang Raya, Jawa Timur Annisa Hanif Rahmawati 1, Sobirin 2, dan Djoko Harmantyo 3 1 Departemen Geografi. Fakultas MIPA, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok,

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujet ESTIMASI PRODUKTIVITAS PADI MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun 1994-2012 Miftah Farid 1 1 Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh sistem satelit merupakan salah satu alat yang bermanfaat untuk mengukur struktur dan evolusi dari obyek ataupun fenomena yang ada di permukaan bumi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak A123-04-1-JW Hatulesila Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon Jan Willem Hatulesila 1), Gun Mardiatmoko 1), Jusuph Wattimury 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG

SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG FANITA CAHYANING ARIE Jurusan Teknik Planologi, Institut Teknologi Nasional Malang Email : fnita3pantimena@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI DI KECAMATAN NGAGLIK TAHUN 2006 DAN 2016 MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI DI KECAMATAN NGAGLIK TAHUN 2006 DAN 2016 MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH ANALISIS KERAPATAN VEGETASI DI KECAMATAN NGAGLIK TAHUN 2006 DAN 2016 MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH ANALYSIS THE DENSITY OF VEGETATION IN NGAGLIK DISTRICT YEAR 2006 AND 2016 USING REMOTE SENSING

Lebih terperinci

Analisis Indeks Kekompakan Bentuk Wilayah Terhadap Laju Pertumbuhan Studi Kasus: Daerah Kabupaten/Kota Pesisir di Jawa Barat Abstrak Kata kunci

Analisis Indeks Kekompakan Bentuk Wilayah Terhadap Laju Pertumbuhan Studi Kasus: Daerah Kabupaten/Kota Pesisir di Jawa Barat Abstrak Kata kunci Analisis Indeks Kekompakan Bentuk Wilayah Terhadap Laju Pertumbuhan Studi Kasus: Daerah Kabupaten/Kota Pesisir di Jawa Barat (Analysis of Compactness Index Area due to Regency Growth Rate Case Study: Coastal

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016 ANALISIS FENOMENA PULAU BAHANG (URBAN HEAT ISLAND) DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DENGAN SUHU PERMUKAAN MENGGUNAKAN CITRA MULTI TEMPORAL LANDSAT Almira Delarizka,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) ANALISA RELASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN SUHU PERMUKAAN TANAH DI KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL TAHUN 1994 2012 Dionysius Bryan S, Bangun Mulyo Sukotjo, Udiana Wahyu D Jurusan

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan Sukristiyanti et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.1 ( 2007) 1-10 1 Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan SUKRISTIYANTI a, R. SUHARYADI

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Agustus 2013

Jurnal Geodesi Undip Agustus 2013 Analisis Pengaruh Perubahan NDVI dan Tutupan Lahan Terhadap Suhu Permukaan Di Kota Semarang Analysis of NDVI and Land Cover Changes Effect to Land Surface Temperatures In Semarang City Ayu Hapsari Aditiyanti

Lebih terperinci

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72 Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72 ANALISIS DISTRIBUSI TEMPERATUR PERMUKAAN TANAH WILAYAH POTENSI PANAS BUMI MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DI GUNUNG LAMONGAN,

Lebih terperinci

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image.

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image. Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ESTIMASI PRODUKTIVITAS PADI MENGGUNAKAN TEKNIKPENGINDERAAN JAUH DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA PANGAN Ahmad Yazidun

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh 1 Mira Mauliza Rahmi, * 2 Sugianto Sugianto dan 3 Faisal 1 Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Program Pascasarjana;

Lebih terperinci

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING Jarot Mulyo Semedi disampaikan pada: Workshop Continuing Professional Development (CPD) Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Jakarta, 7 Oktober 2016 Isi Presentasi

Lebih terperinci

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan 77 M. Indica et al. / Maspari Journal 02 (2011) 77-82 Maspari Journal 02 (2011) 77-81 http://masparijournal.blogspot.com Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas BAB I PENDAHULUAN Bab I menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan yang menjadi dasar dari Perbandingan Penggunaan

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Estimasi Suhu Permukaan Daratan di Kota Pekalongan

Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Estimasi Suhu Permukaan Daratan di Kota Pekalongan Conference on URBAN STUDIES AND DEVELOPMENT Pembangunan Inklusif: Menuju ruang dan lahan perkotaan yang berkeadilan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Estimasi Suhu Permukaan Daratan di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU Abdul Malik Universitas Hasanuddin e-mail; malik9950@yahoo.co.id Abstrak Kondisi ekosistem mangrove di kabupaten Barru mengalami perubahan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Klasifikasi dan Perubahan Penutupan Analisis yang dilakukan pada penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tipe penutupan lahan yang mendominasi serta lokasi lahan

Lebih terperinci

Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso)

Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Mar, 2013) ISSN: 2301-9271 Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Penelitian Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di perkotaan membuat kawasan kota menjadi semakin padat. Salah satu penyebabnya adalah pertambahan jumlah

Lebih terperinci

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* PENENTUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DENGAN INDEX VEGETASI NDVI BERBASIS CITRA ALOS AVNIR -2 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI KOTA YOGYAKARTA DAN SEKITARNYA Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* Abstrak:

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Mahasiswa : Cherie Bhekti Pribadi (3509100060) Dosen Pembimbing : Dr. Ing. Ir. Teguh Hariyanto, MSc Udiana Wahyu D, ST. MT Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S Interpretasi Hibrida Untuk Identifikasi Perubahan Lahan Terbangun dan Kepadatan Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S anggitovenuary@outlook.com

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman 301-308 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE MENGGUNAKAN METODE NDVI CITRA LANDSAT

Lebih terperinci

Norida Maryantika 1, Lalu Muhammad Jaelani 1, Andie Setiyoko 2.

Norida Maryantika 1, Lalu Muhammad Jaelani 1, Andie Setiyoko 2. ANALISA PERUBAHAN VEGETASI DITINJAU DARI TINGKAT KETINGGIAN DAN KEMIRINGAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT DAN SPOT 4 (STUDI KASUS KABUPATEN PASURUAN) rida Maryantika 1, Lalu Muhammad Jaelani 1,

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan Penggunaan Tanah Terhadap Suhu Permukaan Daratan Metropolitan Bandung Raya Tahun

Pengaruh Perubahan Penggunaan Tanah Terhadap Suhu Permukaan Daratan Metropolitan Bandung Raya Tahun Pengaruh Perubahan Penggunaan Tanah Terhadap Suhu Permukaan Daratan Metropolitan Bandung Raya Tahun 2000 2016 Putri Sasky 1, Sobirin 2, dan Adi Wibowo 3 1 Mahasiswa Departemen Geografi. Fakultas MIPA,

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 2 (1) (2013) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ANALISIS PERUBAHAN KERAPATAN VEGETASI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG NANING KABUPATEN SEKADAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

ANALISA PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG NANING KABUPATEN SEKADAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT ANALISA PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG NANING KABUPATEN SEKADAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT (Analysis The Changes Land Cover in The Area of Gunung Naning Protected Forest in

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Lalu Wima Pratama dan Andik Isdianto (2017) J. Floratek 12 (1): 57-61

Lalu Wima Pratama dan Andik Isdianto (2017) J. Floratek 12 (1): 57-61 PEMETAAN KERAPATAN HUTAN MANGROVE DI SEGARA ANAKAN, CILACAP, JAWA TENGAH MENGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 DI LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN), JAKARTA Mapping of Mangrove Forest Density In

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SALURAN TERMAL CITRA LANDSAT 7 ETM+ DAN CITRA ASTER DALAM MEMETAKAN POLA SUHU PERMUKAAN DI KOTA DENPASAR DAN SEKITARNYA

KEMAMPUAN SALURAN TERMAL CITRA LANDSAT 7 ETM+ DAN CITRA ASTER DALAM MEMETAKAN POLA SUHU PERMUKAAN DI KOTA DENPASAR DAN SEKITARNYA ISSN 0125-1790 MGI Vol. 22, No. 1 Maret 2008 (39 51) 2008 Fakultas Geografi UGM KEMAMPUAN SALURAN TERMAL CITRA LANDSAT 7 ETM+ DAN CITRA ASTER DALAM MEMETAKAN POLA SUHU PERMUKAAN DI KOTA DENPASAR DAN SEKITARNYA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KONDISI URBAN HEAT ISLAND DKI JAKARTA. (Characteristics of Urban Heat Island Condition in DKI Jakarta)

KARAKTERISTIK KONDISI URBAN HEAT ISLAND DKI JAKARTA. (Characteristics of Urban Heat Island Condition in DKI Jakarta) KARAKTERISTIK KONDISI URBAN HEAT ISLAND DKI JAKARTA (Characteristics of Urban Heat Island Condition in DKI Jakarta) SITI BADRIYAH RUSHAYATI 1), RACHMAD HERMAWAN 1) 1) Bagian Hutan Kota dan Analisis Spatial,

Lebih terperinci

Land Use Change Mapping in Coastal Areas Subdistrict South Bontang, Bontang, East Kalimantan Province And Its Impact on Socio-Economic Aspects

Land Use Change Mapping in Coastal Areas Subdistrict South Bontang, Bontang, East Kalimantan Province And Its Impact on Socio-Economic Aspects Indonesian Journal Of Geospatial Vol. 1, No. 2, 2013, 57-69 57 Land Use Change Mapping in Coastal Areas Subdistrict South Bontang, Bontang, East Kalimantan Province And Its Impact on Socio-Economic Aspects

Lebih terperinci

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun ,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun 2014 2016 Safirah Timami 1, Sobirin 2, Ratna Saraswati 3 1 Mahasiswa Departemen Geografi. Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

Studi Banding antara Metode Minimum Distance dan Gaussian Maximum Likelihood Sebagai Pengklasifikasi Citra Multispektral

Studi Banding antara Metode Minimum Distance dan Gaussian Maximum Likelihood Sebagai Pengklasifikasi Citra Multispektral JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 7. No. 2, 26-35, Agustus 2004, ISSN : 40-858 Studi Banding antara Metode Minimum Distance dan Gaussian Maximum Likelihood Sebagai Pengklasifikasi Citra Multispektral

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS DAN KERAPATAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Inggriyana Risa Damayanti 1, Nirmalasari Idha Wijaya 2, Ety Patwati 3 1 Mahasiswa Jurusan Oseanografi, Universitas Hang

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi PERBANDINGAN EKSTRAKSI BRIGHTNESS TEMPERATUR LANDSAT 8 TIRS TANPA ATMOSPHERE CORRECTION DAN DENGAN MELIBATKAN ATMOSPHERIC CORRECTION UNTUK PENDUGAAN SUHU PERMUKAAN Farid Ibrahim 1, Fiqih Atriani 2, Th.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) ANDIKA PRAWANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU Muhammad Ikhwan 1, Hadinoto 1 1 Staf pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)

Lebih terperinci

VARIASI SUHU PERMUKAAN DARATAN KOTA PADANG BERDASARKAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ dan LANDSAT 8 OLI/TIR

VARIASI SUHU PERMUKAAN DARATAN KOTA PADANG BERDASARKAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ dan LANDSAT 8 OLI/TIR VARIASI SUHU PERMUKAAN DARATAN KOTA PADANG BERDASARKAN CITRA LANDSAT 7 ETM+ dan LANDSAT 8 OLI/TIR Oleh: Fajrin*, Dwi Marsiska Driptufany* Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Kajian Upaya Penurunan Dampak Urban Heat Island di Kota Tanjungpinang The Study of The Reducing Effort on Urban Heat Island s Impact in Kota Tanjungpinang

Lebih terperinci

Halda Aditya*, Sri Lestari**, Hilda Lestiana*** Abstract

Halda Aditya*, Sri Lestari**, Hilda Lestiana*** Abstract 19 STUDI PULAU PANAS PERKOTAAN DAN KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN PARAMETER IKLIM SUHU DAN CURAH HUJAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT TM STUDI KASUS DKI JAKARTA DAN SEKITARNYA Halda Aditya*, Sri Lestari**,

Lebih terperinci

ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 73 ESTIMASI DISTRIBUSI SPASIAL KEKERINGAN LAHAN DI KABUPATEN TUBAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Himawan Adiwicaksono, Sudarto *, Widianto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Interpretasi Citra Satelit Landsat 8 Untuk Identifikasi Kerusakan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali

Interpretasi Citra Satelit Landsat 8 Untuk Identifikasi Kerusakan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali Interpretasi Citra Satelit Landsat 8 Untuk Identifikasi Kerusakan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali I WAYAN RUMADA A. A. ISTRI KESUMADEWI *) R. SUYARTO Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012 PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012 Oleh : Suksesi Wicahyani 1), Setia Budi sasongko 2), Munifatul Izzati 3) 1) Mahasiswa Magister

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG Vembri Satya Nugraha vembrisatyanugraha@gmail.com Zuharnen zuharnen@ugm.ac.id Abstract This study

Lebih terperinci

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan 09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital by: Ahmad Syauqi Ahsan Remote Sensing (Penginderaan Jauh) is the measurement or acquisition of information of some property of an object or phenomena

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

RIZKY ANDIANTO NRP

RIZKY ANDIANTO NRP ANALISA INDEKS VEGETASI UNTUK IDENTIFIKASI TINGKAT KERAPATAN VEGETASI HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN CITRA AIRBORNE HYPERSPECTRAL HYMAP ( Studi kasus : Daerah Hutan Gambut Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara)

Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara) Sebaran Stok Karbon Berdasarkan Karaktristik Jenis Tanah (Studi Kasus : Area Hutan Halmahera Timur, Kab Maluku Utara) Eva Khudzaeva a a Staf Pengajar Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI SALAH SATU SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR (STUDI KASUS DI DELTA SUNGAI WULAN KABUPATEN DEMAK) Septiana Fathurrohmah 1, Karina Bunga Hati

Lebih terperinci