BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Para pelaku
|
|
- Hartono Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Para pelaku pembangunan, pemerintah dan masyarakat, baik perseorangan maupun berbadan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam. Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa semua benda atau kekayaan seseorang menjadi jaminan untuk semua hutang-hutangnya, namun sering orang tidak puas dengan jaminan secara umum ini. Kreditor biasanya meminta supaya suatu benda tertentu untuk digunakan sebagai jaminan atau tanggungan sehingga apabila orang yang berhutang tidak menepati kewajibannya, orang yang menghutangkan (kreditor) dapat dengan mudah dan pasti melaksanakan haknya terhadap si berhutang (debitor), dengan mendapat kedudukan yang diprioritaskan (preferen) daripada penagih-penagih hutang lainnya. Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang jaminan 1
2 tetap milik orang yang menggadaikan (orang yang berutang) tetapi dikuasai oleh penerima gadai (yang berpiutang). Praktik seperti ini telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, dan Rasulullah sendiri pernah melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong. Perum Pegadaian merupakan satu-satunya badan usaha di Indonesia yang diberi wewenang untuk menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai. Sejak berdirinya, Perum Pegadaian telah beberapa kali mengalami perubahan bentuk badan hukum, sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum. Pada tahun 1960 Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian, pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian, dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 1990 tanggal 10 April Pada tahun 2000, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 tentang Perum Pegadaian yang mencabut berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun Aturan-aturan yang mendasari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tersebut adalah pasal 5 ayat (2) dan pasal 33 UUD 1945, Pandhuis Reglement Staatsblaad tahun 1928 Nomor 81, Undang-Undang Nomor 19 Prp tahun 1960, Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998 Nomor 16 tentang Perusahaan Umum (Perum). 2
3 Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 tersebut memberikan peluang bagi Pegadaian untuk membuka usaha-usaha lain selain usaha inti yang selama ini dijalankan oleh Pegadaian. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000, dapat kita lihat bahwa maksud dan tujuan Pegadaian adalah sebagai berikut : 1. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku 2. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba, dan pinjaman tidak wajar lainnya. Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 disebutkan, untuk mencapai maksud dan tujuan di atas, perusahaan menyelenggarakan usaha : 1. Penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai 2. Penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa sertifikasi logam mulia dan batu adi (permata, berlian, dan sebagainya), unit toko emas, dan industri perhiasan emas serta usahausaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, dengan persetujuan Menteri Keuangan. Salah satu bentuk usaha-usaha lainnya yang dimaksudkan dalam pasal 8 tersebut adalah diselenggarakannya Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS). Memasuki bulan September 2003, Perum Pegadaian bekerjasama dengan Bank 3
4 Muamalat Indonesia untuk membentuk Unit Layanan Gadai Syariah, di mana dalam hal ini Bank Muamalat bertindak sebagai penyedia dana. Adapun selain peraturan di atas, penyelenggaraan operasional gadai syariah oleh Perum Pegadaian ini juga dilandasi oleh Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 283 dan As Sunnah serta Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 26/DSN- MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Fatwa tersebut menentukan bahwa : 1. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn 2. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin) 3. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan 4. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah Sejak kehadirannya pada tahun 2003 hingga saat ini Pegadaian Syariah menunjukkan perkembangan yang sangat baik. Berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General Manager melakukan studi banding ke Malaysia. Adapun setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan penggodokan rencana pendirian Pegadaian Syariah. Ada masalah internal pada saat itu sehingga hasil studi banding itu hanya ditumpuk. Pada tahun 2000 konsep bank syariah mulai marak. Saat itu, Bank Muamalat Indonesia (BMI) menawarkan kerjasama dan membantu segi pembiayaan dan pengembangan. Tahun 2002 mulai diterapkan sistem Pegadaian Syariah. Pelaksanaan akad Ijarah dalam Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta didasarkan pada ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 4
5 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Akad Ijarah yang dilaksanakan di Pegadaian Syariah Kusumanegara adalah Kontrak Ijarah yaitu penggunaan manfaat penyewaan tempat gadai dan jasa pemeliharaan barang jaminan gadai (marhun) dengan ganti kompensasi. Pegadaian Syariah sebagai pemilik tempat yang menyewakan manfaat disebut mu ajjir sementara penyewa (nasabah) disebut musta jir, serta sesuatu yang diambil manfaatnya (tempat penitipan) disebut majur dengan kompensasi atau balas jasa yang disebut ujrah atau ajran yang dibayarkan rahin karena telah menitipkan barangnya kepada murtahin untuk menjaga atau merawat marhun. Pranata hukum syariah khususnya yang mengatur tentang Pegadaian Syariah dalam bentuk Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah hingga saat ini belum tersedia. Implikasi hukumnya Pegadaian Syariah dalam operasionalisasinya masih menyesuaikan diri dengan produk-produk hukum konvensional yang berlaku di Indonesia. Perbedaan mendasar antara Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional terletak pada sistem operasionalnya. Pegadaian konvensional dalam operasionalnya menggunakan sistem bunga, di mana bunga tersebut dihitung per 15 (lima belas) hari, sedangkan Pegadaian Syariah menggunakan akad yang disebut Ijarah. Akad Ijarah ini merupakan akad sebagai biaya sewa tempat dan untuk penyimpanan marhun, yang dihitung per 10 (sepuluh) harinya. Idealitanya, hubungan hukum antara murtahin dengan rahin seharusnya menggunakan akad rahn. Realitanya, Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara 5
6 menggunakan akad Ijarah. Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 tentang Perum Pegadaian mengatakan bahwa penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai. Otomatis bentuk perjanjian atau akadnya harus berdasarkan hukum gadai yang dalam hal ini perjanjian gadai syariah/ akad rahn. Keadaan yang demikian dapat menimbulkan perbedaan konstruksi hukum yang berimplikasi berbedanya hubungan hukum antara para pihak, yaitu mu ajjir dan musta jir dalam akad Ijarah dengan murtahin dan rahin dalam akad Rahn. Idealitanya, murtahin yang dalam hal ini merupakan pihak dari Perum Pegadaian Syariah wajib bertanggung jawab atas marhun yang berupa bendabenda bergerak merek tertentu tersebut. Realitanya, masih teridentifikasi tidak adanya kejujuran atau keterbukaan dari pihak Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara dalam barang-barang yang dapat diterima sebagai marhun 1. Dapat dilihat ketika calon rahin membawa selain marhun merek tertentu yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara, maka Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara kemudian menolaknya. Kesimpulan yang dapat kita lihat bahwa masih sangat minimnya tanggung jawab murtahin terhadap rahin atas barang-barang yang dapat dijadikan marhun. Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai TANGGUNG JAWAB MURTAHIN TERHADAP RAHIN DALAM AKAD RAHN DI PERUM PEGADAIAN SYARIAH KUSUMANEGARA YOGYAKARTA. 1 Sasli Rais, Pegadaian Syariah (Konsep dan Sistem operasional), Ctk. Pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2006, hlm
7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah hubungan hukum antara Murtahin dengan Rahin dalam akad Rahn di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta 2. Bagaimanakah tanggung jawab Murtahin terhadap Rahin dalam akad Rahn di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai penulis dalam melakukan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui hubungan hukum antara Murtahin dengan Rahin dalam akad Rahn di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui tanggung jawab Murtahin terhadap Rahin dalam akad Rahn di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta. D. Tinjauan Pustaka Pengaturan perjanjian terdapat dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1313 yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 7
8 Menurut Soedikno Mertokusumo, perjanjian adalah hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 2 Subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji dengan seorang lainnya atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 3 Menurut M. Yahya Harahap, bahwa perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 4 Soedikno Mertokusumo menyatakan bahwa unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian, yaitu : 5 1. Essentialia Adalah unsur yang mutlak harus ada bagi terjadinya perjanjian. Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah dan merupakan syarat sahnya perjanjian. Syarat-syarat adanya atau sahnya suatu perjanjian ialah adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak, kecakapan para pihak, objek tertentu dan kausa atau dasar yang halal. Pasal 1320 KUH Perdata menjelaskan untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, antara lain : 2 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Edisi keempat, Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm Subekti, Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, Ctk. Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Ctk.Pertama, Alumni, Bandung. 1986, hlm.6 5 Ibid, hlm
9 a. Kesepakatan Kesepakatan adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila perjanjian dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan. b. Kecakapan Kecakapan di sini artinya para pihak yang membuat kontrak (perjanjian) haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subjek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat perjanjian. Orang yang tidak cakap hukum adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu terbagi dalam tiga golongan, yaitu mereka yang belum cukup umur, mereka yang diletakkan di bawah pengampuan atau pengawasan dan isteri yang tunduk pada aturan Burgelijk Wetbook. c. Hal tertentu Hal tertentu maksudnya objek yang diperjanjikan tersebut harus jelas dan tidak boleh samar-samar, sebagaimana ditetapkan dalam suatu perjajian harus terdapat objek perjanjian yang merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian. d. Sebab yang halal Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan, Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Pasal 1336 KUH Perdata menyatakan, Jika tidak dinyatakan suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab yang 9
10 lain, dari pada yang dinyatakan, perjanjiannya namun demikian adalah sah. Menurut Pasal 1337 KUH Perdata, Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. 2. Naturalia Unsur naturalia adalah unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian. Unsur naturalia dapat juga diartikan sebagai unsur yang pasti ada dalam suatu perjajian tertentu, setelah unsur esensialnya diketahui secara pasti Accidentalia Adalah unsur yang harus dimuat atau disebut secara tegas dalam perjajian. 7 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenal adanya empat asas yang akan selalu mengikuti dalam setiap terjadinya perjanjian, asas-asas tersebut antara lain sebagai berikut: a. Asas Konsensualisme, yaitu perjanjian terjadi atau telah ada sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak yang membuat perjanjian. b. Asas Kebebasan Berkontrak, yaitu setiap orang bebas mengadakan perjanjian, apakah itu perjanjian yang telah diatur dalam Undang-undang atau perjanjian jenis baru, bebas menentukan bentuk dan isi perjanjian, namun kebebasan tersebut tidak mutlak karena terdapat pembatasannya, 6 Kartini Mulyadi Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Ctk. Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm Soedikno Mertokusumo, Op. Cit. hlm
11 yaitu tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. c. Asas Pacta Sunt Servanda, merupakan asas perjanjian mengikatnya para pihak. Hal ini berarti para pihak terikat pada ketentuan yang dibuat dalam perjanjian. d. Asas Iktikad Baik, semua perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Jenis-jenis lembaga jaminan sebagaimana dikenal dalam tata hukum Indonesia dapat digolongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut objeknya, menurut kewenangan menguasainya, yaitu : 8 a. Jaminan yang lahir karena Undang-undang dan karena perjanjian Jaminan yang ditentukan oleh Undang-undang ialah jaminan yang adanya ditunjuk oleh Undang-undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak, namun di samping itu ada jaminan yang adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu antara para pihak. b. Jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus Jaminan umum itu timbul tanpa adanya perjanjian yang diadakan oleh para pihak terlebih dahulu, artinya benda jaminan tersebut tidak ditunjuk secara khusus dalam suatu perjanjian dan juga tidak diperuntukkan kreditor tertentu, melainkan terhadap semua kreditor di mana kedudukan kreditor tersebut adalah sama, tidak ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan piutangnya. Kreditor demikian disebut kreditor konkruent, lawannya 8 Sri Soedewi Macsjoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia ; Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Ctk. Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1980, hlm
12 adalah kreditor preferent. Para kreditor konkruent dalam pemenuhan piutangnya dikalahkan dari para kreditor preferent (pemegang gadai). Adapun jaminan khusus timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditor dan debitor yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan ataupun jaminan yang bersifat perorangan. c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan Jaminan yang bersifat kebendaan ialah jaminan berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitor dan dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat diperalihkan, seperti perjanjian gadai. Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan ialah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta debitor seumumnya. d. Jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak Semua benda, baik bergerak maupun benda tetap, yang secara yuridis dapat diserahkan hak miliknya atas kepercayaan sebagai jaminan. e. Jaminan dengan menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya Jaminan yang merupakan cara menurut hukum untuk pengamanan pembayaran kembali kredit yang diberikan dapat juga dibedakan atas jaminan yang menguasai bendanya dan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya. Jaminan yang diberikan dengan menguasai benda misalnya pada gadai dan hak retensi. Jaminan yang diberikan tanpa menguasai 12
13 bendanya dijumpai pada hipotik, credietverband, fiducia, previlegi. Penjaminan dengan menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya demikian dikenal diseluruh perundang-undangan modern sekarang ini, hanya bentuknya yang agak berbeda-beda. Tingkatan-tingkatan dari lembaga jaminan di Indonesia, pertama kali yang paling diutamakan ialah hipotik dan gadai (antara hipotik dan gadai tidak ada persoalan yang lebih didahulukan karena objeknya berbeda). Kemudian menyusul para pemegang hak previlegi, 9 sesuai dengan pasal 1333 KUH Perdata ayat 1 yang menyatakan hak untuk didahulukan di antara para kreditor bersumber pada hak istimewa, pada gadai dan pada hipotik. Menurut pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang memberi utang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Gadai dalam fiqh Islam disebut Rahn, yang menurut bahasa adalah barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan, sedangkan menurut syara artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. 9 Ibid, hlm
14 Menurut Ahmad Azhar Basyir, Rahn berarti tetap berlangsung dan menahan suatu barang sebagaimana tanggungan utang. Definisi dari Rahn sendiri adalah barang yang digadaikan. Menurut Imam Abu Zakaria Al Anshari dalam kitabnya Fathul Wahhab mendefinisikan rahn sebagai menjadikan benda yang bersifat harta sebagai kepercayaan dari suatu utang yang dapat dibayarkan dari (harga) benda itu bila utang tidak dibayar, 10 sedangkan menurut Syekh Al Basaam, definisi rahn adalah jaminan hutang dengan barang yang memungkinkan pelunasan hutang dengan barang tersebut atau dari nilai barang tersebut apabila orang yang berutang tidak mampu melunasinya. 11 Gadai dilakukan atas dasar tolong-menolong dan saling percaya antara pemberi gadai dengan penerima gadai. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 283 : 10 Muhammad dan Sholikul Hadi, Pegadaian Syariah, Ctk. Pertama, Salemba Diniyah, Jakarta, 2003, hlm Ustadz Kholid Syamhudi. Memanfaatkan Barang Gadai, 14 Mei 2007, diakses pada tanggal 28 April 2008 pada pukul
15 Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 12 Ayat ini menjelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah di mana sikap tolong-menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan, 13 juga dalam sebuah hadits Rasulullah SAW dari Ummul Mu minin Aisyah r.a. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. Tampak sekali sikap tolong-menolong antara Rasulullah SAW dengan orang Yahudi pada saat Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut. Aktivitas gadai dewasa ini sudah jauh berbeda dengan jaman Rasulullah SAW sebab dewasa ini aktivitas gadai sudah tidak lagi bersifat perorangan, namun sudah berupa lembaga keuangan formal yang telah diakui oleh pemerintah. Fungsi 12 Zaini Dahlan, Qur an Karim dan Terjemahan Artinya, Ctk. Ketiga, UII Press, Yogyakarta, 1999, hlm Muhammad dan Sholikul Hadi, Op. Cit., hlm
16 dari lembaga pegadaian tersebut tentu sudah sangat jauh berbeda, yaitu bukan lagi bersifat sosial, namun sudah bersifat komersial. Suatu kenyataan bahwa dengan beralihnya fungsi gadai tersebut akan berakibat pula pada perubahan sistem operasionalnya, artinya dalam aktivitasnya lembaga tersebut harus memperoleh pendapatan guna mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. Adapun untuk menutupi biaya-biaya yang telah dikeluarkan, maka lembaga tersebut mewajibkan menambahkan sejumlah uang tertentu kepada penggadai sebagai imbalan jasa. Akad perjanjian gadai (rahn) pada dasarnya merupakan akad utang piutang, namun dalam akad utang piutang gadai mensyaratkan adanya penyerahan barang dari pihak yang berhutang sebagai jaminan utangnya. Jika terjadi penambahan sejumlah uang atau penentuan persentase tertentu dari pokok utang (dalam pembayaran uang tersebut), maka hal tersebut termasuk perbuatan riba, dan riba merupakan suatu hal yang dilarang oleh syara. Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian merupakan satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kemasyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam kitab undangundang perdata pasal 1150 di atas. Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat. Asumsinya, dengan pemerintah mengizinkan 16
17 berdirinya perusahaan gadai syariah, maka yang dikehendaki masyarakat adalah perusahaan yang cukup besar. 14 Rahn memiliki persamaan dan perbedaan dengan gadai. Persamaannya adalah: 1. Hak gadai berlaku atas pinjaman uang. 2. Adanya agunan (barang jaminan) sebagai jaminan utang. 3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan. 4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai. 5. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang. Perbedaan antara rahn dengan gadai adalah : 1. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolongmenolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum Perdata, di samping berprinsip tolong-menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan. 2. Hak gadai yang terdapat dalam hukum Perdata hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh harta, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. 3. Tidak ada istilah bunga uang dalam Rahn. 4. Gadai menurut hukum perdata, dilaksanakan melalui suatu lembaga, yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian, sedangkan rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga Muhammad dan Sholikul Hadi, Op. Cit., hlm Sasli Rais, Pegadaian Syariah : Konsep dan Sistem Operasional (Suatu Kajian Kontemporer), Ctk. Pertama, UI Press, Jakarta, 2006, hlm
18 Perjanjian gadai (akad rahn) merupakan perjanjian yang dilakukan antara dua pihak, yaitu antara pemberi gadai (rahin) dengan penerima gadai (murtahin). Perjanjian (akad) adalah pertemuan ijab yang merepresentasikan kehendak dari satu pihak dan kabul yang menyatakan kehendak pihak lain. 16 Menurut Azhar Basyir, akad adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul dengan cara yang dibenarkan syara yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya. 17 Transaksi antara pemberi gadai (rahin) dengan penerima gadai (Murtahin) diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Suatu transaksi atau perjanjian (akad) dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat : 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Mekanisme yang harus dilaksanakan oleh pemberi gadai (rahin) apabila ingin menggadaikan barang yang ingin digadaikan (marhun) pada Pegadaian Syariah adalah : 1. Rahin mendatangi murtahin untuk meminta fasilitas pembiayaan dengan membawa marhun yang akan diserahkan kepada murtahin. 2. Murtahin melakukan pemeriksaan dan termasuk juga menaksir harga barang jaminan yang diberikan oleh rahin sebagai jaminan utangnya. 16 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah (Studi tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalat), Ctk. Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Edisi Revisi, UII Press, Yogyakarta, 2000, hlm
19 3. Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka murtahin dan rahin akan melakukan akad rahn. 4. Selanjutnya, setelah akad dilakukan, maka murtahin akan memberikan sejumlah pinjaman uang yang jumlahnya di bawah nilai barang jaminan yang telah ditaksir kepada rahin. 5. Setelah rahin menerima sejumlah uang pinjaman dari murtahin, maka selanjutnya akan melakukan negosiasi (kesepakatan) kembali mengenai barang yang digadaikan tersebut, yaitu apakah barang tersebut akan dikelola/ dimanfaatkan atau tidak. Jika barang gadaian tersebut disepakati untuk dikelola, selanjutnya akan ditentukan siapa yang mengelola (sesuai kesepakatan). Selanjutnya baru dilakukan akad pemanfaatan barang gadaian tersebut (akad sesuai dengan jenis barangnya). Hasil dari pengelolaan/ pemanfaatan barang jaminan tersebut akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Ada 3 macam perjanjian (akad) yang dapat dilakukan oleh para pihak dalam melakukan transaksi gadai. Akad tersebut adalah : 1. Akad Al-Qardul Hasan, yaitu akad yang dilakukan untuk rahin yang menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. Rahin selanjutnya akan memberikan biaya upah atau fee kepada murtahin, karena murtahin telah menjaga atau merawat marhun. 2. Akad Mudharabah, yaitu akad yang diterapkan untuk rahin yang menginginkan menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi atau modal kerja). Rahin dengan demikian akan 19
20 memberikan bagi hasil (berdasarkan keuntungan yang diperoleh) kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan. 3. Akad Al-Bai Muqayyadah, yaitu akad yang dapat dilakukan jika rahin yang menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif, artinya dalam menggadaikan barangnya rahin tersebut menginginkan modal kerja berupa pembelian barang. Barang jaminan yang dapat dijaminkan untuk akad ini adalah barang-barang yang dapat dimanfaatkan atau tidak dapat dimanfaatkan oleh rahin maupun murtahin, sehingga murtahin akan membelikan barang yang sesuai dengan keinginan rahin dan rahin akan memberikan mark-up kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan pada saat akad berlangsung dan sampai batas waktu yang telah ditentukan. Rukun serta syarat-syarat yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak (rahin dan murtahin) dalam melakukan perjanjian gadai. Rukun gadai tersebut adalah : 1. Adanya lafaz, yaitu pernyataan ada perjanjian gadai. 2. Adanya pemberi gadai (rahin) dan penerima gadai (murtahin). 3. Adanya barang yang digadaikan. 4. Adanya utang. 18 Beberapa hal yang menjadi syarat dari rahn atau gadai adalah : 1. Syarat yang berhubungan dengan yang melakukan transaksi, yaitu orang yang menggadaikan barangnya adalah baligh, berakal dan rusyd (kemampuan mengatur). 2. Syarat yang berhubungan dengan Al Marhun (barang gadai) ada tiga, yaitu : 18 Chairuman Pasaribu dan Surahwadi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Ctk. Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hlm
21 a. Al Marhun itu berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya baik dalam bentuk barang atau nilainya, apabila yang berhutang tersebut tidak mampu melunasinya b. Al Marhun tersebut adalah milik orang yang menggadaikannya atau yang diizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai c. Al Marhun tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya, karena Ar- Rahn adalah transaksi atau harta sehinnga disyaratkan hal ini 3. Syarat yang berhubungan hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib Syarat sah dalam akad rahn (perjanjian gadai) adalah berakal, baligh (dewasa), wujudnya marhun, serta marhun dipegang oleh murtahin. Ulama Syafi iyah berpendapat bahwa penggadaian dianggap sah apabila telah memenuhi tiga syarat. Pertama, berupa barang, karena hutang tidak bisa digadaikan. Kedua, penetapan kepemilikan penggadaian atas barang yang digadaikan tidak terhalang, seperti mushaf. Imam Malik membolehkan penggadaian mushaf, tetapi penerima gadai dilarang membacanya. Ketiga, barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah tiba masa pelunasan utang gadai, sedangkan Maliki mensyaratkan bahwa gadai wajib dengan akad dan setelah akad, orang yang menggadaikan wajib menyerahkan barang jaminan kepada yang menerima gadai. Sebagai pemegang amanat, murtahin (penerima gadai) berkewajiban memelihara keselamatan barang gadai yang diterimanya, sesuai dengan keadaan barang. Barang gadai pada dasarnya tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh pemiliknya maupun oleh penerima gadai. Penyebabnya adalah dikarenakan status 21
22 barang tersebut hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan karena pihak pemilik barang tidak memiliki barang secara sempurna yang memungkinkan ia melakukan perbuatan hukum (barangnya sudah digadaikan). Marhun yang berkedudukan sebagai tanggungan utang itu, selama ada di tangan murtahin hanya merupakan amanat, pemilikannya masih tetap pada rahin meskipun tidak merupakan milik sempurna yang memungkinkan pemiliknya bertindak sewaktu-waktu terhadap miliknya itu. 19 Bilamana sampai pada waktu yang telah ditentukan, rahin belum juga membayar kembali utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh marhun untuk menjual barang gadaiannya dan kemudian digunakan untuk melunasi utangnya. Selanjutnya setelah diperintahkan hakim, rahin tidak mau membayar utangnya dan tidak pula mau menjual barang gadaiannya, maka hakim dapat memutuskan untuk menjual barang tersebut guna melunasi utang-utangnya. Suatu perjanjian utang piutang pada dasarnya tidak ada yang bersifat langgeng, artinya perjanjian tersebut sewaktu-waktu akan dapat berakhir atau batal, begitu pula dengan perjanjian gadai. Batalnya hak gadai akan sangat berbeda dengan hak-hak yang lain. Menurut Abdul Azis Dahlan, bahwa hak gadai dikatakan batal apabila : 1. Utang piutang yang terjadi telah dibayar dan terlunasi. 19 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Riba, Utang Piutang, Gadai, Ctk. Kedua, Alma arif, Bandung, 1983, hlm
23 2. Barang gadai keluar dari kekuasaan pemberi gadai, yaitu bukan lagi menjadi hak milik pemberi gadai. 3. Para pihak tidak melaksanakan yang menjadi hak dan kewajiban masingmasing. 4. Barang gadai tetap dibiarkan dalam kekuasaan pemberi gadai ataupun yang kembalinya atas kemauan yang berpiutang. E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Tanggung jawab murtahin terhadap rahin dalam akad rahn di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta 2. Subjek Penelitian a. Murtahin di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta b. Rahin (nasabah) di Perum Pegadaian syariah Kusumanegara Yogyakarta 3. Sumber Data a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian melalui penelitian lapangan (field research). b. Data Sekunder dalam penelitian ini terdiri dari : 1) Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan. 2) Bahan hukum sekunder, berupa literatur, karya ilmiah, jurnal, dan hasil penelitian terdahulu. 3) Bahan hukum tersier, berupa kamus dan ensiklopedia. 23
24 4. Teknik Sampling Penulis dalam hal ini menggunakan metode non random sampling, yaitu teknik mengambil sampel dengan cara tidak acak. Jadi, kesempatan tiap unit atau individu populasi untuk menjadi sampling tidak sama Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer, dapat dilakukan dengan cara : 1) Wawancara, yang bisa berupa wawancara bebas maupun terpimpin dengan Manager Cabang Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta 2) Daftar pertanyaan (questionare), yang berupa angket 3) Observasi, berupa observasi langsung di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta b. Data Sekunder, dapat dilakukan dengan cara : 1) Studi Kepustakaan, yaitu dengan mengkaji berbagai Peraturan Perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 2) Studi Dokumentasi, yaitu dengan dengan mengkaji berbagai dokumen resmi yang terkait dengan masalah penelitian, sehingga dapat memberikan informasi dan dapat menguatkan data primer. Contoh : Buku Pedoman Operasional yang dikeluarkan oleh kantor Perum Pegadaian. 6. Metode Pendekatan 20 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Edisi Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm
25 Metode pendekatan penelitian adalah yuridis normatif, yaitu metode yang digunakan untuk melihat permasalahan berdasarkan hukum tertulis maupun tidak tertulis. 7. Analisis Data Penulis dalam hal ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian, selanjutnya hasil klasifikasi data disistematisasikan dalam tabulasi atau statistik. Data yang telah ditabulasi dan distatistikkan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan. F. Pertanggungjawaban Sistematika Penulisan skripsi ini terbagi dalam empat Bab, yaitu Bab I mengenai pendahuluan, Bab II mengenai tinjauan umum tentang Akad Rahn dan tanggung jawab Murtahin terhadap Rahin dalam Akad Rahn, Bab III mengenai tanggung jawab Murtahin terhadap Rahin dalam Akad Rahn di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta, dan Bab IV penutup. Bab I terdiri dari enam sub bab diantaranya memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan pertanggungjawaban sistematika. Bab II terdiri dari dua sub bab, yaitu tinjauan umum tentang Akad Rahn yang menguraikan pengertian Gadai Syariah (Rahn), terjadinya Rahn, para pihak dalam Akad Rahn, hak dan kewajiban para pihak dalam melaksanakan Akad Rahn, syarat sah dan rukun Rahn, dan berakhirnya Rahn, serta tanggung jawab Murtahin terhadap Rahin dalam Akad Rahn yang menguraikan tanggung jawab Murtahin 25
26 terhadap pemeliharaan Marhun, tanggung jawab Murtahin terhadap risiko atas kerusakan Marhun, dan tanggung jawab Murtahin terhadap Rahin yang tidak dapat menebus Marhun pada saat jatuh tempo. Bab III terdiri dari dua sub bab, yaitu hubungan hukum antara Murtahin dengan Rahin dalam Akad Rahn di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta dan tanggung jawab Murtahin terhadap Rahin dalam Akad Rahn di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta. Hubungan hukum antara Murtahin dengan Rahin dalam Akad Rahn di Perum Pegadaian Syariah Kusumanegara Yogyakarta akan menguraikan mengenai hasil yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai hubungan hukum itu sendiri. Sub bab tanggung jawab Murtahin terhadap Rahin akan menguraikan tentang bagaimana tanggung jawab Murtahin atas tidak dipenuhinya hak bagi Rahin. Bab IV yaitu penutup berisi mengenai kesimpulan dan saran di mana kesimpulan ini diuraikan mengenai hasil akhir dari penelitian yang diperuntukkan bagi Murtahin sebagai pihak berpiutang (kreditor) untuk dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap hak Rahin (debitor). 26
TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG
TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG SKRIPSI Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan untuk
Lebih terperinciElis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.
Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. Secara bahasa Rahn berarti tetap dan lestari. Sering disebut Al Habsu artinya penahan. Ni matun rahinah artinya karunia yang tetap dan lestari. Secara teknis menahan salah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA A. Analisis Implementasi Ijārah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bersama bahwa Islam adalah merupakan agama yang paling sempurna, agama Islam tidak hanya mengatur perihal ibadah saja, namun di dalamnya
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI
25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk penyaluran dana kemasyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif atas dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan berupa pembiayaan dalam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal
BAB IV ANALISIS DATA A. Proses Penerapan Akad Rahn dan Ijarah dalam Transaksi Gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung Mendiskusikan sub tema ini secara gamblang, maka tidak ubahnya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Deposito 1. Pengertian Deposito Secara umum, deposito diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sistem dan prosedur gadai emas
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,
Lebih terperinciRahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits
Rahn Secara bahasa berarti tetap dan lestari. Sering disebut Al Habsu artinya penahan. Ni matun rahinah artinya karunia yang tetap dan lestari Secara teknis menahan salah satu harta peminjam yang memiliki
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA
59 BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA A. Analisis Mekanisme Pembiayaan Emas Dengan Akad Rahn Di BNI Syariah Bukit Darmo
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perekonomian, seperti perkembangan dalam sistim perbankan. Bank
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang sangat gencarnya dalam melakukan peningkatan perekonomian nasional. Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk dapat meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi dengan berbagai sunnah-nya agar syariah yang Ia turunkan lewat Rasul-Nya semakin subur di muka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pegadaian sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarakat guna menetapakan pilihan dalam pembiayaan disektor riil. Biasanya kalangan yang berhubungan dengan pegadaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga menyajikan pandangan dalam
Lebih terperinciBAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah
63 BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah Cabang Ponolawen Pegadaian Syariah Cabang Ponolawen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada umat manusia melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku sepanjang zaman. Rasulullah saw diberi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO
BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO A. Analisis Aplikasi Penetapan Ujrah Dalam Akad Rahn di BMT UGT Sidogiri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS
21 BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS A. Latar belakang Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Syariah, sebagai sebuah positioning baru yang mengasosiasikan kita kepada suatu sistem pengelolaan ekonomi dan bisnis secara islami. Perkembangan ekonomi syariah baik
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan pada Perum Pegadaian Cabang Bandar Lampung
BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan pada Perum Pegadaian Cabang Bandar Lampung Berdasarkan uraian data sebagaimana yang telah ditamnpilkan di Bab III tentang praktik lelang barang jaminan
Lebih terperinciRahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang
Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang Rahn Secara bahasa berarti tetap dan lestari. Sering disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan istilah pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari ah baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat modern saat ini sudah tidak asing lagi dengan istilah pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari ah baik yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa gadai masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat menggadaikan suatu barang karena terdesak kebutuhan dana, sementara barang yang digadaikan tersebut
Lebih terperinciRAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH
BAB II RAHN, IJA@RAH DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL A. Rahn (Gadai Islam) 1. Pengertian Rahn (Gadai Islam) Secara etimologi rahn berarti ash@ubu@tu wad dawa@mu yang mempunyai arti tetap dan
Lebih terperinciBAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al
48 BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al Qardh Pada dasarnya ijab qabul harus dilakukan dengan
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM
BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku
Lebih terperinciSistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gadai dalam Bahasa Arab disebut rahn, yang berarti tetap, kekal, dan jaminan. Secara syara, rahn adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri Palembang Gadai Emas Syariah Menurut Anshori (2007:129) adalah menggadaikan atau menyerahkan hak penguasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menolong, orang yang kaya harus menolong orang yang miskin, orang yang. itu bisa berupa pemberian maupun pinjaman dan lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam mengajarkan kepada umatnya agar hidup saling tolong menolong, orang yang kaya harus menolong orang yang miskin, orang yang mampu harus menolong orang
Lebih terperinciPENERAPAN TEORI DAN APLIKASI PENGGADAIAN SYARIAH PADA PERUM PENGGADAIAN DI INDONESIA
Pada awal pemerintahan Republik Indonesia, kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karanganyar, Kebumen karena situasi perang kian memanas. Agresi Militer Belanda II memaksa kantor Jawatan Pegadaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang sempurna dengan Al-Qur an sebagai sumber
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama yang sempurna dengan Al-Qur an sebagai sumber utamanya, kegiatan perekonomian dalam Islam tidak hanya sekedar anjuran semata namun lebih
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Pembayaran Hutang dengan Batu Bata yang Terjadi di Kampung Bangunrejo Kecamatan Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah Berdasarkan pemaparan terkait Pembayaran Hutang dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier tidak semuanya dapat terpenuhi, karena tidak memiliki dana
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002
BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 A. Analisis Besaran Ujrah pada Pembiayaan Rahn di Pegadaian Syariah Karangpilang
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI
TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI (Study Kasus Perum Pegadaian Cabang Cokronegaran Surakarta) Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data
BAB V PEMBAHASAN Dalam bab ini disajikan uraian bahasan sesuai dengan hasil penelitian, sehingga pada pembahasan ini peneliti akan mengintegrasikan hasil penelitian dengan teori yang telah dipaparkan pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran Islam mengandung unsur syariah yang berisikan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan antar sesama (hablu min nas)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian masyarakat yang senantiasa berkembang secara dinamis, membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek kehidupan. Terkadang
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2
BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur
Lebih terperincimurtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMANFAATAN BARANG JAMINAN DENGAN SISTEM BAGI HASIL DI DESA PENYENGAT KECAMATAN TANJUNGPINANG KOTA KEPULAUAN RIAU A. Analisis Terhadap Akad Pemanfaatan Barang Jaminan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan kegiatan ekonomi saat ini, kebutuhan akan pendanaan pun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kegiatan ekonomi saat ini, kebutuhan akan pendanaan pun semakin meningkat. Kebutuhan pendanaan tersebut sebagian besar dapat dipenuhi melalui
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA
BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA PEKALONGAN) A. Penerapan Multi Akad Dalam Pembiayaan Arrum
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA
83 BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA A. Analisis terhadap Aplikasi Rahn pada Produk Gadai Emas dalam di BNI Syariah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Beberapa tahun terakhir, perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam berkembang sangat pesat di masyarakat. Antonio (2001 : 223), melihat bahwa
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang
59 BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang Berdasarkan Landasan teori dan Penelitian yang peneliti peroleh di Kelurahan Ujung Gunung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga pinjam meminjam menjadi salah satu cara terbaik untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika kita melihat kehidupan duniawi, banyak sekali kegiatan bisnis yang membantu kehidupan manusia untuk melangsungkan hidupnya, sehingga pinjam meminjam menjadi salah
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA
BAB IV TINJAUAN FATWA NO. 25-26/DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA A. Analisis Implementasi Akad Ija>rah Pada Sewa Tempat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Implementasi gadai di PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Implementasi gadai di PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya dengan berdasarkan prinsip
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian masyarakat berdampak terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian masyarakat berdampak terhadap peningkatan dana dan berbagai kebutuhan lainnya. Seseorang dituntut untuk mengatur kebutuhannya masing-masing
Lebih terperinciBAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali
BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) A. Pengertian Ar-Rahn Pengertian gadai (Ar-Rahn) secara bahasa adalah tetap, kekal dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyadera sejumlah harta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang amat damai dan sempurna telah diketahui dan dijamin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melakukan kegiatan ekonomi adalah merupakan tabiat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan demikian itu ia memperoleh rezeki, dan dengan rezeki itu
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap praktik utang piutang berhadiah di Desa Sugihwaras Kecamatan
Lebih terperincidasarnya berlandaskan konsep yang sesuai dengan Syariat agama Islam. perubahan nama di tahun 2014 Jamsostek menjadi BPJS (Badan
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AGUNAN KARTU JAMSOSTEK (JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA) PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI UJKS (UNIT JASA KEUANGAN SYARIAH) KSU (KOPERASI SERBA USAHA) JAMMAS SURABAYA A.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
1 BAB IV ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Gadai Pohon Cengkeh di Desa Sumberjaya Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari data lapangan yaitu hasil dari wawancara dan dokumentasi, beserta data kepustakaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai syariah dalam operasional kegiatan usahanya. Hal ini terutama didorong
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semaraknya prinsip penerapan syariah dalam lembaga keuangan bank di Indonesia, maka pelaku bisnis di bidang LKBB (Lembaga Keuangan Bukan Bank)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam terdapat produk yang dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya pembangunan ekonomi dan kebutuhan semakin banyak yang sebagain besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang makmur dan adil berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Para ahli hukum Islam memberikan pengertian harta ( al-maal ) adalah. disimpan lama dan dapat dipergunakan waktu diperlukan.
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Para ahli hukum Islam memberikan pengertian harta ( al-maal ) adalah nama bagi yang selain manusia yang ditetapkan untuk kemaslahatan manusia, dapat dipelihara pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memenuhi terjaminnya barang dan jasa dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Allah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal sejarah manusia,orang-orang bekerja keras dalam kehidupan untuk memenuhi terjaminnya barang dan jasa dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Allah berikan bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum
BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat
Lebih terperinciBAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ
BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ MENURUT FATWA NOMOR 68/DSN-MUI/III/2008 Dalam bab ini, penulis akan menganalisis dan mendeskripsikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oleh sebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Manusia merupakan makhluk sosial, yang artinya manusia tidak bisa hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oleh sebab itu, sudah seharusnya
Lebih terperinci1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN PRAKTEK GADAI EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG KARANGAYU SEMARANG 1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu Semarang Penerapan Ar-Rahn dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial karena manusia tidak bisa hidup. sehingga terjadi hubungan saling memberi dan saling menerima.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial karena manusia tidak bisa hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya sudah seharusnya manusia saling
Lebih terperinciBAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N
BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I
Lebih terperinciANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG.
ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG Oleh : Nur Kholis Kusuma Atmaja ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.
BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,
23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan menegaskan arti dan maksud dari istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi ini.dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi merupakan kasus yang sangat ditakuti oleh setiap negara di dunia. Hal ini membuat setiap negara berusaha untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Oleh
Lebih terperinciMURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI
22 BAB II MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI A. Mura>bah}ah 1. Pengertian Mura>bah}ah Terdapat beberapa muraba>h}ah pengertian tentang yang diuraikan dalam beberapa literatur, antara lain: a. Muraba>h}ah adalah
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan
A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kepada Kospin Jasa Syariah sebagai agunan atas pembiayaan yang di terima
1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gadai emas Kospin Jasa Syariah adalah penyerahan hak penguasaan secara fisik atas harta/barang berharga berupa emas lantakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah suatu pandangan atau cara hidup yang mengatur semua sisi kehidupan manusia, maka tidak ada satu pun aspek kehidupan manusia yang terlepas dari ajaran
Lebih terperinciBAB III LAPORAN PENELITIAN. A. Gambaran Umum Perum Pegadaian Syari ah Cabang Bandar Lampung
BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Perum Pegadaian Syari ah Cabang Bandar Lampung Perkembangan lembaga pegadaian dimulai dari Eropa, yaitu Negaranegara Italia, Inggris, dan Belanda. Pengenalan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)
TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULULOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI
66 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULULOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI A. ANALISIS DARI PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH Manusia dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperincidisatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan
Lebih terperinciBAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat
BAB III STUDI PUSTAKA A. Pengertian Gadai Syariah (Ar-Rahn) Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga disebut al-habs. Secara etimologis arti rahn adalah tetap dan lama,
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*
Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian
Lebih terperinciBAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP SEWA JASA PENGEBORAN SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Mekanisme Sewa Jasa Pengeboran Sumur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 2002), 8. 1 Zainul Arifin, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Alvabet,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan suatu sistem dan jalan hidup yang utuh dan terpadu, Islam memberikan panduan yang dinamis terhadap semua aspek kehidupan termasuk sektor bisnis
Lebih terperinciABSTRAKSI. Kata Kunci : Akuntansi Pendapatan, Pegadaian Konvensional, Pegadaian Syariah
ABSTRAKSI LISNAWATI. 2012. Akuntansi Pendapatan Pegadaian pada Perum Pegadaian Makassar. Skripsi, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. ( Pembimbing I: Dr. Darwis Said,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pengikatan Akad Rahn dan Akad Ijarah Masyarakat awam yang tidak mengetahui lebih dalam tentang Pegadaian Syariah, akan beropini bahwa akad yang diterapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi saat sekarang mengalamin peningkatan yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik simpati masyarakat dalam menyediakan
Lebih terperinci