BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI TANAH WAKAF YANG BERALIH FUNGSI YANG PERALIHANNYA TIDAK SESUAI DENGAN AKTA IKRAR WAKAF SEBELUMNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI TANAH WAKAF YANG BERALIH FUNGSI YANG PERALIHANNYA TIDAK SESUAI DENGAN AKTA IKRAR WAKAF SEBELUMNYA"

Transkripsi

1 BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI TANAH WAKAF YANG BERALIH FUNGSI YANG PERALIHANNYA TIDAK SESUAI DENGAN AKTA IKRAR WAKAF SEBELUMNYA A. Ketentuan Umum Tentang Pelaksanaan Perwakafan Tanah Di Indonesia 1. Pengertian Wakaf Wakaf adalah suatu pranata yang berasal dari hukum syari ah, oleh karena itu apabila membicarakan masalah perwakafan pada umumnya dan perwakafan tanah pada khususnya, tidak mungkin untuk melepaskan diri dari pembicaraan tentang konsepsi wakaf menurut hukum syari ah, akan tetapi dalam hukum syari ah tidak ada konsep yang tunggal tentang wakaf ini, karena terdapat banyak pendapat yang sangat beragam. Wakaf menurut bahasa berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan, kemudian kata ini berkembang menjadi habbasa dan berarti mewakafkan harta karena iman. 48 Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja waqofa (fiil madi), yaqifu (fiilmudori ), waqfan (isim masdar) yang berarti berhenti atau berdiri, sedangkan wakaf menurut syara adalah menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ainnya) dan digunakan untuk kebaikan. 49 Secara terminologis fiqih tampak di antara para ahli (fuqoha), berbeda pendapat 48 Abdurrahman, Op. Cit., halaman Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Indonesia Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), halaman

2 27 terhadap batasan pendefinisian wakaf. Realitas dan kenyataan ini disebabkan karena adanya perbedaan landasan dan pemahaman serta penginterpretasiannya terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam berbagai hadits yang menerangkan tentang wakaf. Pasal 215 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, disebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selamalamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran syari ah. 50 Berdasarkan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa wakaf adalah suatu perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum dengan memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya. Jadi esensi perwakafan adalah menahan suatu benda sehingga memungkinkan untuk diambil manfaatnya dengan masih tetap zat (materi) bendanya. 2. Aturan Hukum Perwakafan Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perwakafan, yaitu: 1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, di mana dalam undangundang ini dapat dijelaskan beberapa substansi di bawah ini: 50 Pasal 215 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam

3 28 a. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut ketentuan hukum syari ah. 51 b. Adapun tujuan dari perbuatan wakaf itu sendiri berfungsi untuk menggali potensi ekonomi harta benda wakaf dan dimanfaatkan untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum. 52 c. Dalam setiap perbuatan wakaf harus memenuhi unsur-unsurnya, yaitu wakif, nazhir, harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf, dan jangka waktu wakaf. 53 d. Pihak yang ingin mewakafkan (wakif) meliputi perseorangan, organisasi, dan badan hukum. 54 Demikian juga bagi nazhir (pengelola) wakaf meliputi perseorangan, organisasi, dan badan hukum. 55 e. Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Ketentuan ini merupakan payung hukum bagi perbuatan wakaf, sehingga harta benda wakaf tidak boleh dicabut kembali dan atau dikurangi volumenya oleh wakif dengan alasan apapun Pasal 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 52 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 53 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 54 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 55 Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 56 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

4 29 f. Perubahan status harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya, kecuali apabila untuk kepentingan umum. 57 g. Dari hasil pengelolaan wakaf secara produktif tersebut, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sarana dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa, kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syari ah dan peraturan perundang-undangan. 58 h. Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok- Pokok Agraria (UUPA), di mana dalam undang-undang ini masalah perwakafan dapat di ketahui dari beberapa pasal yang memuat rumusan-rumusan wakaf, yaitu sebagai berikut: a. Pasal 5 UUPA menyatakan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan 57 Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 58 Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 59 Pasal 41 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

5 30 kepentingan nasional dan negara, dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Dalam rumusan pasal ini jelaslah bahwa hukum adatlah yang menjadi dasar hukum agraria, yaitu hukum yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan yang di sana sini mengandung unsur agama yang telah diresipir dalam lembaga hukum adat, khususnya lembaga wakaf. b. Pasal 14 Ayat (1) UUPA menyatakan bahwa: Pemerintah dalam rangka sosialisme, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk keperluan negara, untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya. Dalam rumusan pasal ini terkandung perintah kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membuat sekala prioritas penyediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa dalam bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah termasuk pengaturan tentang penggunaan tanah untuk keperluan peribadatan dan kepentingan suci lainnya. c. Pasal 49 UUPA menyatakan bahwa hak milik tanah-tanah badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan sosial, diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah. Pasal ini memberikan ketegasan bahwa soal-soal yang

6 31 bersangkutan dengan pribadatan dan keperluan suci lainnya dalam hukum agraria akan mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, di mana peraturan ini terdiri atas tujuh bab, delapan belas pasal, meliputi pengertian tentang wakaf, syarat-syarat sahnya wakaf, fungsi wakaf, tata cara mewakafkan dan pendaftaran wakaf, perubahan, penyelesaian perselisihan dan pengawasan wakaf, ketentuan pidana dan ketentuan peralihan. Maksud dikeluarkannya peraturan ini adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai tanah wakaf serta pemanfaatannya sesuai dengan tujuan wakaf. Berbagai penyimpangan dan sengketa wakaf dengan demikian dapat dikurangi. Namun demikian masih dirasakan adanya hambatan dan atau permasalahan terkait dengan peraturan pemerintah ini antara lain: a. Tanah yang dapat diwakafkan hanyalah tanah hak milik dan badan-badan sosial keagamaan dijamin dapat mempunyai hak atas tanah dengan hak pakai. Bagaimanakah wakaf tanah dengan hak guna bangunan atau guna usaha yang di dalam praktek dapat diperpanjang waktunya sesuai dengan pemanfaatan wakaf. b. Penerima wakaf (nazhir) disyaratkan oleh peraturan yang mempunyai cabang atau perwakilan di kecamatan atau di mana tanah wakaf terletak, dalam pelaksanaannya menimbulkan kesulitan dan justru menimbulkan hambatan. Terkait dengan masalah tersebut bagaimana jika nazhir itu bersifat perseorangan atau perkumpulan yang tidak memiliki cabang atau perwakilan.

7 32 c. Peraturan ini hanya membatasi wakaf benda-benda tetap, khususnya tanah. Bagaimana wakaf yang obyeknya benda-benda bergerak selain tanah atau bangunan. d. Hambatan-hambatan lain yang bersifat yuridis, misalnya kesadaran hukum masyarakat akan pentingnya sertifikasi wakaf, kesediaan tenaga yang menangani pendaftaran atas sertifikasi wakaf, serta peningkatan kesadaran para nazhir akan tugas dan kewajibannya. 4. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), berisi perintah kepada menteri dalam rangka penyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Hukum perwakafan sebagaimana diatur oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada dasarnya sama dengan hukum perwakafan yang telah diatur oleh perundang-undangan yang telah ada sebelumnya. Dalam beberapa hal, hukum perwakafan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tersebut merupakan pengembangan dan penyempurnaan pengaturan perwakafan sesuai dengan hukum syari ah. Beberapa ketentuan hukum perwakafan yang merupakan pengembangan dan penyempurnaan terhadap materi perwakafan yang ada pada perundang-undangan sebelumnya, antara lain: a. Obyek wakaf, tidak hanya berupa tanah milik sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah. Obyek wakaf tersebut lebih luas, hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 215, Point (1) KHI yang menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk

8 33 selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran syari ah, dan Point (2) benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran syari ah. b. Nazhir sebelum melaksanakan tugas harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang saksi dengan isi sumpah sebagai berikut demi allah, saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi nazhir langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan sesuatu kepada siapapun juga. Saya bersumpah, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuai dengan jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian. Saya bersumpah, bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada saya selaku nazhir dalam pengurusan harta wakaf sesuai dengantujuan yang diikrarkan. 60 c. Jumlah nazhir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan sekurangkurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) orang yang diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat Pasal 219 Ayat (4) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) 61 Pasal 219 Ayat (5) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)

9 34 d. Perubahan benda wakaf hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan Jenis-Jenis Wakaf Wakaf sebagai suatu lembaga dalam hukum syari ah tidak hanya mengenal 1 (satu) macam wakaf saja, ada berbagai macam wakaf yang dikenal dalam hukum syari ah yang pembedaannya didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu untuk kepentingan yang kaya dan yang miskin dengan tidak berbeda, untuk keperluan yang kaya dan sesudah itu baru untuk yang miskin, untuk keperluan yang miskin sematamata. 63 Pendapat lain mengenai berbagai macam wakaf yang ada antara lain sebagai berikut: a. Wakaf Khusus Wakaf ahli (keluarga atau khusus) ialah wakaf yang ditujukan kepada orang orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga wakif atau bukan. Misalnya mewakafkan buku-buku untuk anak-anak yang mampu mempergunakan, kemudian cucu-cucunya. Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan ikrar wakaf yang diucapkan oleh pewakif. 64 b. Wakaf Umum 62 Pasal 225 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam 63 Asaf A.A. Fyzee, Pokok-Pokok Hukum Islam II, (Jakarta: Tinta Mas, 1996), halaman Ahmad Azhar Basyir, Op. Cit., halaman. 14

10 35 Wakaf khairi atau wakaf umum ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Wakaf khairi ini sejalan dengan jiwa amalan wakaf yang amat digembirakan dalan ajaran syari ah, yang dinyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir, sampai bila wakif telah meninggal, selagi harta wakaf masih tetap dapat diambil manfaatnya. Wakaf ini dapat dinikmati oleh masyarakat dan umat manusia secara luas dan dapat menjadi salah satu bentuk sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dalam lingkup yang luas, baik dalam bidang sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan maupun keagamaan. 65 c. Wakaf Syuyu Selain kedua macam bentuk wakaf tersebut, yaitu wakaf ahli dan wakaf khairi, maka apabila ditinjau dari segi pelaksanaannya di dalam hukum syari ah dikenal juga berbagai macam jenis wakaf di antaranya adalah adanya wakaf syuyu dan wakaf mu allaq. Wakaf syuyu adalah wakaf yang pelaksanaannya dilakukan secara gotong royong, dalam arti beberapa orang berkelompok (bergabung) menjadi satu untuk mewakafkan sebidang tanah (harta benda) secara patungan dan berserikat. 66 Pada prakteknya, wakaf syuyu untuk masa sekarang di mana harga tanah sudah relatif amat mahal, banyak terjadi dan dilakukan oleh masyarakat. Sebagai contoh, dalam hal pembangunan masjid yang memerlukan lahan atau tanah yang 65 Ibid. halaman Nur Chozin, Penguasaan Dan Pengalihan Manfaat Wakaf Syuyu (Tergabung), (Mimbar Hukum, Nomor 18 Tahun VI, (Jakarta: Al-Hikmah, 1995), halaman. 35

11 36 cukup luas. Dalam hal panitia pembangunan masjid tersebut tidak mempunyai dana yang relatif cukup untuk membeli tanah yang diperlukan, dan tidak ada orang yang mampu atau orang yang mewakafkan tanah seluas tanah yang diperlukan, maka panitia pembangunan masjid tersebut biasanya akan menawarkan kepada masyarakat untuk memberikan wakaf semampunya. 67 Dalam arti masyarakat tersebut secara bersyarikat (bergotong-royong) membeli sisa harga tanah yang belum terbeli (terbayar) oleh panitia pembangunan masjid tersebut. Praktek perwakafan semacam ini, dalam fiqih dan juga hukum agraria nasional dapat dibenarkan. 68 d. Wakaf Mu allaq Wakaf mu allaq adalah suatu wakaf yang dalam pelaksanaannya digantungkan, atau oleh si wakif dalam ikrarnya menangguhkan pelaksanaannya sampai dengan ia meninggal dunia. Dalam arti, bahwa wakaf itu baru berlaku setelah ia sendiri meninggal dunia. Untuk wakaf mu allaq, dalam prakteknya untuk masa sekarang, yakni setelah masalah perwakafan diatur secara positif dalam hukum nasional, suatu perwakafan harus berlaku seketika itu juga, yakni setelah wakif mengucapkan ikrar wakaf. Praktek wakaf mu allaq banyak terjadi di masa lampau, yakni sebelum masalah perwakafan diatur dalam aturan norma hukum positif. 69 e. Wakaf Produktif 67 Ibid. 68 Ibid. 69 Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional, (Jakarta: Tatanusa, 2003), halaman

12 37 Perbincangan tentang pemberdayaan harta benda wakaf secara produktif dan profesional telah lama diwacanakan oleh masyarakat muslim dunia. Namun tidak banyak dari kalangan ahli-ahli muslim dan praktisi baik di level nasional maupun lokal, mengimplementasikan ide-ide itu dalam realitas kehidupan sehari-hari. Berbagai peraturan dan perundang-undangan pun telah dibuat dengan harapan untuk merealisasikan wakaf produktif, namun sedikit sekali aturan itu menjadi acuan untuk mewujudkan manfaat wakaf secara optimal. Perbuatan wakaf adalah termasuk suatu aqad tabarru, yakni suatu pelepasan hak berupa pemindahan hak milik dari wakif sebagai pemilik kepada pihak lain, tanpa disertai penggantian atau imbalan apapun Rukun Dan Syarat Wakaf Hukum fiqih mengenal ada 4 (empat) rukun atau unsur wakaf, antara lain adalah orang yang berwakaf (wakif), orang yang mewakafkan disyaratkan cakap bertinfak dalam membelanjakan hartanya (mewakafkan). Kecakapan bertindak disini meliputi merdeka, berakal sehat, dewasa, tidak dibawah pengampuan. Benda yang diwakafkan (mauquf) dipandang sah apabila memiliki nilai baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, dalam hal ini tanah wakaf. penerima wakaf (nazhir), dan lafaz atau pernyataan penyerahan wakaf. 71 Pernyataan penyerahan wakaf atau shigot dapat dilakukan secara lisan atau tulisan. Dengan pernyataan itu, maka tinggal lah hak wakif terhadap benda tersebut. 70 Anwar Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), halaman Imam Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989), halaman

13 38 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, tidak mencantumkan secara lengkap unsur-unsur perwakafan, kendatipun demikian, untuk memenuhi fungsi wakaf di dalam ketentuan umum dan dalam peraturan pelaksananya, nazhir merupakan salah satu unsur perwakafan, oleh karenanya unsur-unsur perwakafan tanah milik adalah wakif, ikrar, benda yang diwakafkan, tujuan wakaf dan nazhir. Pelaksanaan wakaf dianggap sah apabila terpenuhi syarat-syarat yaitu antara lain sebagai berikut: 72 a. Wakaf harus orang yang sepenuhnya menguasai sebagai pemilik benda yang akan diwakafkan, si wakif tersebut harus mukallaf (akil baligh) dan atas kehendak sendiri. b. Benda yang akan diwakafkan harus kekal dzatnya, berarti ketika timbul manfaatnya dzat barang tidak rusak, harta wakaf hendaknya disebutkan dengan terang dan jelas kepada siapa dan untuk apa diwakafkan. c. Penerima wakaf haruslah orang yang berhak memiliki sesuatu, maka tidak sah wakaf kepada hamba sahaya. d. Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas baik dengan lisan maupun tulisan. e. Dilakukan secara tunai dan tidak ada khiyar (pilihan) karena wakaf berarti memindahkan wakaf pada waktu itu, jadi peralihan hak terjadi pada saat ijab qobul ikrar wakaf oleh pewakif kepada nazhir sebagai penerima benda perwakafan. 5. Pelaksanaan Perwakafan Wakaf dalam implementasi di lapangan merupakan amal kebajikan, baik yang mengantarkan seorang muslim kepada inti tujuan dan pilihannya, baik tujuan umum maupun khusus. Adapun tujuan umum wakaf adalah bahwa wakaf memiliki fungsi sosial. Allah memberikan manusia kemampuan dan karakter yang beraneka ragam, dari sinilah kemudian timbul kondisi dan lingkungan yang berbeda di antara masingmasing individu, ada yang miskin, kaya, cerdas, bodoh, kuat dan lemah. Di balik 72 Suparman Usman, Op. Cit., halaman

14 39 semua itu, tersimpan hikmah, di mana diberikan kesempatan kepada yang kaya menyantuni yang miskin, yang cerdas membimbing yang bodoh dan yang kuat menolong yang lemah, yang demikian merupakan wahana bagi manusia untuk melakukan kebajikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada sang pencipta, sehingga interaksi antar manusia saling terjalin. 73 Dari perbedaan kondisi sosial tersebut, sudah sewajarnya memberi pengaruh terhadap bentuk dan corak pembelajaran harta kekayaan. Ada pembelajaran yang bersifat mengikat (wajib), ada juga yang bersifat sukarela (sunnah), ada yang bersifat tetap (paten), dan ada juga yang sekedar memberi manfaat (tidak paten), namun demikian yang paling utama dari semua cara tersebut, adalah mengeluarkan harta secara tetap, dengan sistem yang teratur serta tujuan yang jelas, di situlah peran serta wakaf yang menyimpan fungsi sosial dalam masyarakat dapat diwujudkan. 74 Pada hakekatnya, wakaf adalah suatu perjanjian peralihan hak atas tanah, di mana dalam politik hukum agraria nasional menentukan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan hukum berupa pengalihan hak atas tanah, wajib melakukannya di hadapan pejabat yang berwenang dan yang ditunjuk oleh peraturan perundangundangan, guna mendapatkan akta sebagai alat buktinya. 75 Untuk melaksanakan perwakafan, diperlukan tahapan persiapan, di mana dalam tahap persiapan ini, 73 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, (Depok: Iman Press, 2004), halaman Ibid., halaman Ibid.

15 40 dilakukan pengumpulan bahan-bahan persyaratan administrasi yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan ikrar wakaf, di mana persyaratan administrasi tersebut adalah: 76 a. Tanda bukti kepemilikan hak atas tanah, berupa sertifikat atau surat tanda bukti hak atas tanah yang telah didaftar, sebagai alat pembuktian yang kuat, di mana dalam perwakafan, tanah yang akan diwakafkan harus berupa tanah dengan status hak milik, jadi tanda bukti kepemilikannya harus berupa sertifikat hak milik, sedangkan untuk tanah yang belum terdaftar, dapat diganti dengan tanda bukti kepemilikan atas tanah lainnya yaitu: 1) Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang bersangkutan. 2) Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria. 3) Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, yang disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi kewajiban yang disebutkan di dalamnya. 4) Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh kepala adat, kepala desa, kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya peraturan pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan. 5) Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan. 6) Surat penunjukan atau pembelian kavling tanah pengganti tanah yang diambil oleh pemerintah daerah. b. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan, yang mana persyaratan ini mutlak diperlukan untuk membuktikan bahwa tanah yang akan diwakafkan tersebut betul-betul tanah miliknya. Mengingat sifat keabadian dan kekekalan wakaf, tanah yang dapat diwakafkan adalah tanah hak milik, dengan sifatnya yang turun temurun, terpenuh dan terbulat. Tanah yang tidak berstatus hak milik tidak dapat 76 Ibid.

16 41 diwakafkan, karena mengandung hak yang terbatas, terikat oleh tenggang waktu tertentu, dan lagi pula yang menjadi pemilik dari tanah-tanah tersebut bukan pemegang hak-hak atas tanah tersebut melainkan negara atau orang lain, oleh karena itu tanah-tanah tersebut tidak dapat diwakafkan. Bukti-bukti pemilikan tersebut di atas diperlukan sebagai ketegasan kepemilikan hak atas tanah dan diharapkan dapat dijadikan alat bukti yang kuat bila nantinya ada pihak-pihak yang melakukan gugatan atas tanah wakaf tersebut. c. Surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, ikatan, sitaan, dan tidak dijaminkan di bank yang diketahui oleh kepala desa atau pejabat lain yang setingkat. Surat pernyataan ini sangat penting guna memberikan kejelasan dan jaminan bahwa tanah yang akan diwakafkan tersebut benar-benar bebas dari segala macam sengketa, ikatan, sitaan maupun pembebanan-pembebanan seperti hak tanggunan. d. Surat keterangan pendaftaran tanah dari instansi yang berwenang mengeluarkan surat tersebut. e. Surat ijin pemerintah daerah, di mana surat ijin ini penting dan sangat dibutuhkan untuk mengetahui apakah tanah yang akan diwakafkan tersebut telah sesuai dengan fungsi kawasan di mana tanah tersebut terletak dan disesuaikan dengan rencana pemerintah yang tertuang dalam peraturan daerah tentang rencana umum

17 42 tata ruang kota, dan harus dipergunakan sesuai dengan rencana penggunaan tanah yang ditetapkan. 77 Persiapan lain yang juga harus dilakukan adalah menghubungi para saksi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan wakaf. Para saksi sebaiknya yang dipercayai kebaikannya oleh masyarakat setempat. Selain itu calon wakif juga harus menghubungi nazhir yang hendak diserahi amanat guna pengurusan dan pengelolaan tanah wakaf tersebut. Setelah semua persyaratan administrasi perwakafan telah dipenuhi, selanjutnya calon wakif bersama-sama dengan nazhir dan para saksi harus datang menghadap Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat yang berkedudukan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf. Penyampaian maksud untuk melaksanakan ikrar wakaf tersebut harus disertai dengan penyerahan persyaratan administrasi yang telah dipenuhi dalam tahap persiapan perwakafan. Sebelum pejabat yang bersangkutan melaksanakan pembuatan ikrar wakaf, maka pejabat tersebut berkewajiban untuk memeriksa terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut: 78 a. Latar belakang maksud dan kehendak calon wakif, dalam hal ini maksud dan kehendak calon wakif tersebut harus benar-benar ikhlas lillahi ta ala atau atas kemauan sendiri dan tanpa paksaan dari orang lain. 77 Taufiq Hamami, Op. Cit., halaman Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum at 18 November 2016.

18 43 b. Keadaan tanah yang hendak diwakafkan, bahwa tanah tersebut merupakan benarbenar milik calon wakif dan terlepas atau terbebas dari halangan hukum, dalam hal ini sengketa, ikatan, sitaan, dan tidak dijaminkan di bank. c. Meneliti nazhir yang ditunjuk oleh calon wakif, apabila nazhir tersebut belum disahkan, maka setelah dianggap memenuhi persyaratan kenazhiran oleh pejabat yang bersangkutan, maka harus segera mengesahkan nazhir tersebut dengan mempertimbangkan saran-saran dari majelis ulama dan camat. d. Meneliti para saksi ikrar wakaf, para saksi dalam pelaksanaan ikrar wakaf harus memenuhi syarat dewasa, muslim, berakal sehat dan tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum. Setelah semua persyaratan telah terpenuhi, maka pejabat yang bersangkutan mempersilahkan calon wakif untuk mengucapkan ikrar wakafnya kepada nazhir. Pengucapan akta ikrar wakaf harus dilakukan secara lisan dengan tegas dan jelas di hadapan pejabat tersebut, akan tetapi bila ternyata wakif tidak mampu menyatakan kehendaknya secara lisan, karena calon wakif bisu misalnya, maka wakif dapat saja menyatakannya secara isyarat. Pengucapan ikrar harus mencakup hal-hal sebagai berikut, yaitu identitas wakif, pernyataan kehendak, identitas tanah yang hendak diwakafkan, tujuan yang diinginkan, identitas nazhir, dan saksi-saksi. 79 Selanjutnya ikrar tersebut dibacakan kepada nazhir di hadapan pejabat yang bersangkutan. Bentuk 79 Taufiq Hamami, Op. Cit., halaman. 129

19 44 dan model ikrar wakaf yang harus diucapkan oleh wakif dibuat seragam dan ditetapkan oleh Menteri Agama. 80 Pengucapan ikrar wakaf baik secara lisan maupun penuangannya dalam Akta Ikrar Wakaf, harus dilihat dan didengar secara langsung oleh saksi-saksi, bila tidak maka kesaksiannya dapat dikatakan tidak sah, dengan demikian dapat dianggap bahwa pengucapan dan penuangan ikrar wakaf yang tanpa saksi sehingga dapat mengakibatkan perbuatan wakaf tersebut tidak sah. Selain harus diucapkan secara lisan, pejabat yang bersangkutan juga akan menuangkan dalam Akta Ikrar Wakaf, hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh bukti yang otentik dari pelaksanaan ikrar wakaf. Selain itu Akta Ikrar Wakaf tersebut juga sebagai syarat dalam pendaftaran di kantor pertanahan setempat dan juga sebagai alat bukti bila di kemudian hari terjadi sengketa. 81 PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap 3 (tiga), yaitu lembar pertama disimpan oleh PPAIW, lembar kedua dilampirkan bersama surat permohonan pendaftaran tanah wakaf pada kantor pertanahan setempat, lembar ketiga dikirim ke pengadilan agama setempat. Akta Ikrar Wakaf yang dibuat oleh PPAIW harus dibuatkan salinannya rangkap 4 (empat), yaitu: a. Salinan lembar pertama diserahkan kepada wakif. b. Salinan lembar kedua diserahkan kepada nazhir. c. Salinan lembar ketiga dikirim pada kantor departemen agama kabupaten atau kota setempat. 80 Pasal 9 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik 81 Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum at 18 November 2016.

20 45 d. Salinan lembar keempat dikirim pada kepala kelurahan atau desa setempat. 82 Setelah selesainya pelaksanaan ikrar wakaf dan pembuatan akta ikrarnya, maka perbuatan wakaf tersebut dianggap telah terwujud dalam keadaan sah dan mempunyai kekuatan bukti yang kuat, dengan demikian tanah wakaf tersebut telah terjamin dan terlindungi eksistensi dan keberadaannya, serta untuk lebih memperkuat, maka harus dilakukan pendaftaran atas tanah wakaf tersebut di kantor pertanahan setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diberikan tanda bukti haknya. 83 B. Fungsi Peruntukan Tanah-Tanah Wakaf Di Indonesia Menurut Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Berdasarkan peruntukannya, tanah mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan kelanjutan hidup manusia, siapa pun dan di mana pun seseorang akan selalu membutuhkan tanah, karenanya tanah termasuk harta benda primer yang melekat dengan kehidupan itu sendiri. Paradigma pemahaman masyarakat terhadap tanah menjadi sangat penting ketika dihubungkan dengan perkembangan penduduk seperti sekarang ini, sudah barang tentu penyediaan tanah baik sebagai tempat pemukiman, lahan pertanian atau sebagai areal pembangunan akan menempati persoalan pokok dan tentu saja akan menjadi salah satu persoalan sosial yang cukup peka. Harus diakui, bahwa untuk saat ini terlihat semakin meningkatnya kebutuhan tanah 82 Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum at 18 November Berdasarkan Hasil Wawancara Dengan Ansoruddin Nasution, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, Pada Hari Jum at 18 November 2016.

21 46 sementara areal tanah semakin sempit, karena itulah secara ideologis, pemberdayaan wakaf tanah untuk kesejahteraan umat manusia mendapati urgensinya. 84 Pada umumnya, umat memahami bahwa peruntukan wakaf hanya terbatas untuk kepentingan peribadatan dan hal-hal yang lazim dilaksanakan seperti tercermin dalam pembentukan masjid, musholla, sekolah, makam dan lain-lain. Peruntukan yang lain yang lebih menjamin produktivitas dan kesejahteraan umat nampaknya masih belum diterima. Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf diharapkan dapat mengubah paradigma masyarakat tentang peruntukkan wakaf, pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang selama bertahuntahun dipegang dengan mengidentikan bahwa harta benda wakaf adalah harta benda tidak bergerak yang tidak dapat dikelola dan tidak mempunyai nilai ekonomi tanpa menyadari bahwa pemahaman seperti itu merupakan pemahaman yang sempit. Paradigma baru tentang harta wakaf dapat dilihat dalam undang-undang yang menyebutkan bahwa harta wakaf terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda tidak bergerak bisa berupa tanah, bangunan dan tanaman yang semuanya berhubungan dengan tanah, sedangkan benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi uang, logam mulia dan surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan harta bergerak lain sesuai dengan kententuan syari'ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Op. Cit., halaman Ibid., halaman. 85

22 47 Wakaf ini dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas dan dapat merupakan salah satu sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat, baik dalam bidang sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan maupun keagamaan. Suatu tanah milik yang diwakafkan tidak boleh dirubah, baik yang menyangkut masalah peruntukan atau penggunaan lain dari apa yang telah ditentukan dalam ikrar wakaf, maupun yang menyangkut masalah status tanah wakafnya itu sendiri, seperti dijual, dihibahkan atau diwariskan dan tindakan-tindakan hukum lain yang bersifat peralihan hak atas tanah dengan akibat berubahnya status tanah wakaf menjadi hak atas tanah bukan wakaf. Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, bukan hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf. Fungsi wakaf itu sendiri terbagi menjadi beberapa fungsi wakaf, antara lain yaitu sebagai berikut: Fungsi ekonomi, di mana salah satu aspek yang terpenting dari wakaf adalah keadaan sebagai suatu sistem transfer kekayaan yang efektif. 86 Ibid., halaman. 98

23 48 2. Fungsi sosial, apabila wakaf diurus dan dilaksanakan dengan baik, berbagai kekurangan akan fasilitas dalam masyarakat akan mudah teratasi. 3. Fungsi ibadah, di mana wakaf merupakan satu bagian ibadah dalam pelaksanaan perintah agama, serta dalam rangka mendekatkan diri kepada sang pencipta. 4. Fungsi akhlak, di mana wakaf akan menumbuhkan akhlak yang baik, yang mana setiap orang rela mengorbankan apa yang paling dicintainya untuk suatu tujuan yang lebih tinggi daripada kepentingan pribadinya. Sesungguhnya wakaf mengantarkan kepada tujuan yang sangat penting, yaitu pengkaderkan, regenerasi, dan pengembangan sumber daya manusia, sebab manusia menunaikan wakaf untuk tujuan berbuat baik, semuanya tidak keluar dari koridor maksud-maksud hukum syari ah, di antaranya semangat keagamaan, yaitu beramal karena untuk keselamatan umat manusia pada hari akhir kelak, maka wakafnya tersebut menjadi sebab keselamatan, pelindung, penambah pahala, dan pengampunan dosa. Semangat sosial, yaitu kesadaran manusia untuk berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat, sehingga wakaf yang dikeluarkan merupakan bukti partisipasi dalam pembangunan masyarakat. Motivasi keluarga, yaitu menjaga dan memelihara kesejahteraan orang-orang yang ada dalam nasabnya. Seseorang mewakafkan harta bendanya untuk menjamin kelangsungan hidup anak keturunannya, sebagai cadangan di saat-saat mereka membutuhkannya. Dorongan kondisional, yaitu terjadi jika ada seseorang yang ditinggalkan keluarganya, sehingga tidak ada yang menanggungnya, seperti seorang perantau yang jauh meninggalkan keluarga, dengan sarana wakaf

24 49 tersebut maka si wakif bisa menyalurkan hartanya untuk menyantuni orang-orang tersebut. 87 Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi wakaf dimaksudkan dengan adanya wakaf terciptanya sarana dan prasarana bagi kepentingan umum sehingga terwujudnya kesejahteraan bersama baik dalam hal ibadah ataupun dalam hal mu amalah, dengan demikian orang yang kehidupannya di bawah garis kemiskinan dapat tertolong kesejahteraannya dengan adanya wakaf, kemudian umat yang lainnya dapat menggunakan benda wakaf sebagai fasilitas umum sekaligus dapat mengambil manfaatnya. 88 C. Ketentuan Hukum Mengenai Tanah Wakaf Yang Beralih Fungsi Dan Tidak Sesuai Dengan Akta Ikrar Wakaf Sebelumnya Perubahan status wakaf dalam ajaran syari ah pada dasarnya tidak diperbolehkan, kecuali wakaf tersebut tidak dapat kembali dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf, maka perubahan itu dapat dilakukan terhadap wakaf yang bersangkutan. Para ulama atau ahli hukum syari ah memang beragam pendapatnya, tentang boleh tidaknya melakukan perubahan status pada benda wakaf, seperti menjual, merubah bentuk atau sifat, memindahkan ke tempat lain, atau menukar dengan benda lain. 1. Perubahan Status Wakaf Menurut Ulama Hanafiyah 87 Ibid., halaman Ibid., halaman. 86

25 50 Dalam perspektif madzhab Hanafi, ibdal (penukaran) dan istibdal (penggantian) boleh dilakukan, kebijakan ini berpijak dan menitikberatkanpada maslahat yang menyertai praktik tersebut. Menurut mereka, ibdal bolehdilakukan oleh siapapun, baik wakif sendiri, orang lain, maupun hakim, tanpamenilik jenis barang yang diwakafkan, apakah berupa tanah yang dihuni,tidak dihuni, bergerak, maupun tidak bergerak. 89 Ulama Hanafiyah membolehkan penukaran benda wakaf tersebutdalam tiga hal: 90 a. Apabila wakif memberi isyarat akan kebolehan menukar tersebut ketika mewakafkannya, contoh ketika wakif ingin berwakaf ia berkata tanahku ini aku wakafkan dengan syarat bahwa di kemudian hari aku bisa menggantinya dengan barang wakaf yang lain, atau berhak untuk menjualnya dan membeli barang lain sebagai gantinya. b. Apabila benda wakaf itu tidak dapat lagi dipertahankan, dengan kata lain benda wakaf sudah tidak mendatangkan manfaat sama sekali, maka boleh dijual dan hasilnya dibelikan tanah lain yang lebih maslahat, dan penjualan tanah wakaf tersebut harus mendapat izin dari hakim terdahulu. c. Jika kegunaan benda pengganti wakaf itu lebih besar dan lebih bermanfaat nantinya. 2. Perubahan Status Wakaf Menurut Ulama Malikiyah Meskipun pada prinsipnya para ulama Malikiyah melarang keras penggantian barang wakaf, namun mereka tetap memperbolehkannya pada kasus tertentu dengan membedakan barang wakaf yang bergerak dan yang tidak bergerak. Kebanyakan fuqaha mazhab Maliki memperbolehkan penggantian barang wakaf yang bergerak dengan pertimbangan kemaslahatan. Untuk mengganti barang wakaf yang bergerak, ulama Malikiyah mensyaratkan bahwa barang tersebut harus tidak bisa dimanfaatkan 89 Ibid., halaman Muhammad Jawad Mugniyah, Al-Ahwal Al-Syakhsiyah Ala Al-Mazahib Al-Khamsah (Beirut: Dar Al-Ilm, 1964), halaman. 333

26 51 lagi. Mengikuti syarat ini, diperbolehkan menjual buku-buku wakaf yang berisi bermacam disiplin ilmu jika terlihat usang, rusak dan tidak dapat dipergunakan lagi, namun sebaliknya, tidak boleh menjual buku-buku itu selama masih bisa digunakan. Para ulama Malikiyah dengan tegas melarang penggantian barang wakaf yang tidak bergerak, dengan mengecualikan kondisi darurat yang sangat jarang terjadi atau demi kepentingan umum, jika keadaan memaksa, mereka membolehkan penjualan barang wakaf, meskipun dengan cara paksaan. Dasar yang mereka gunakan sebagai pijakan adalah bahwa penjualan akan berpeluang pada kemaslahatan dan kepentingan umum. 91 Kalangan ulama Malikiyah sendiri terdapat perbedaan pendapat tentang menjual atau memindahkan tanah wakaf. Mayoritas ulama Malikiyah melarang menjual atau memindahkan tanah wakaf sekalipun tanah tersebut tidak mendatangkan hasil sama sekali, sebagian ulama Malikiyah lainnya memperbolehkan menggantikan dengan menukarkan tanah wakaf yang tidak atau kurang bermanfaat dengan tanah lain yang lebih baik, namun dengan tiga syarat, yaitu: 92 a. Wakif ketika ikrar mensyaratkan kebolehan ditukar atau dijual. b. Benda wakaf itu berupa benda bergerak dan kondisinya tidak sesuai lagi dengan tujuan semula diwakafkannya. c. Apabila penggantian benda wakaf dibutuhkan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan masjid, jalan raya, dan sebagainya. 3. Perubahan Status Wakaf Menurut Ulama Syafi iyah Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Op. Cit., halaman Muhammad Abu Zahrah, Al-Waqf, Cetakan Kedua (Beirut: Dar Al-Fikr, 1971), halaman.

27 52 Dalam masalah penggantian barang wakaf, kalangan ulama Syafi iyah dikenal lebih berhati-hati dibanding ulama mazhab lainnya, hingga terkesan seolah-olah mereka mutlak melarang istibdal dalam kondisi apa pun. Kalangan Syafi iyah mensinyalir penggantian tersebut dapat berindikasi penggelapan atau penyalahgunaan barang wakaf, namun dengan ekstra hati-hati, mereka tetap membahas masalah penggantian beberapa barang wakaf, secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok. Kelompok yang melarang penjualan barang wakaf dan atau menggantinya, mereka melarang penjualan barang wakaf apabila tidak ada jalan lain untuk memanfaatkannya, selain dengan cara mengkonsumsi sampai habis. Sebagai implikasi pendapat tersebut, jika barang wakaf berupa pohon yang kemudian mengering tak berbuah dan hanya bisa dimanfaatkan untuk kayu bakar, maka penerima wakaf mempunyai wewenang untuk menjadikannya sebagai kayu bakar, tanpa memiliki kewenangan menjualnya, sebab dalam pandangan mereka meskipun barang wakaf hanya bisa dimanfaatkan dengan cara mempergunakannya sampai habis, barang tersebut tetap memilki satu unsur yang menjadikannya sebagai barang wakaf, sehingga tidak boleh dijual. Kelompok yang memperbolehkan penjualan barang wakaf dengan alasan tidak mungkin dimanfaatkan seperti yang dikehendaki waqif. Pendapat ulama Syafi iyah tentang kebolehan penjualan barang wakaf ini berlaku jika barang wakaf tersebut berupa benda bergerak. Mengenai hukum barang wakaf yang tidak bergerak, ulama Syafi iyah tidak menyinggung sama sekali dalam kitab-kitab mereka, hal ini

28 53 mengindikasikan seolah-olah mereka meyakini bahwa barang wakaf yang tak bergerak tidak mungkin kehilangan manfaatnya, sehingga tidak boleh dijual atau diganti Perubahan Status Wakaf Menurut Ulama Hanabilah Dalam masalah boleh tidaknya penggantian barang wakaf, ulama Hanabilah tidak membedakan antara benda bergerak dan tak bergerak. Kalangan ini juga tidak membedakan apakah benda wakaf itu berbentuk masjid atau bukan masjid. 94 Terlihat mazhab Hanbali tidak memberikan pembatasan yang ketat mengenai kebolehan menjual atau memindahkan tanah wakaf dan masjid sekalipun. Kebolehan tersebut dikelompokkan dalam dua hal yaitu: a. Apabila barang wakafnya sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi, sesuai dengan maksud orang yang mewakafkannya, seperti wakaf masjid yang telah rusak dan tidak mungkin untuk dimanfaatkan lagi, maka tanah beserta bangunan masjid tersebut boleh dipindahkan ke tempat lain sebagai pengganti masjid yang rusak. b. Apabila penggantian benda wakaf tersebut lebih maslahat dan lebih bermanfaat dari pada barang wakaf sebelumnya, misalnya wakaf masjid yang sudah tidak bisa menampung jama ah yang semakin bertambah jumlahnya, maka dalam hal ini masjid tersebut boleh dibongkar dan kemudian di atas tanahnya dibangun masjid baru yang lebih besar Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Op. Cit., halaman Muhammad Jawad Mugniyah, Loc. Cit., halaman Masfuk Zuhdi, Studi Islam Dan Muamalah, Cetakan Kedua, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), halaman. 81

29 54 Ulama Hanabilah membatasi izin penggantian dengan adanya pertimbangan kemaslahatan dan kondisi darurat, kalangan ini memfatwakan bolehnya menjual bagian wakaf yang rusak demi memperbaiki bagian yang lain, itu semua adalah demi kemaslahatan. 96 Amalan wakaf amat bergantung kepada dapat atau tidaknya harta wakaf dipergunakan sesuai dengan tujuannya. Amalan wakaf akan bernilai ibadah, bila harta wakaf betul-betul dapat memenuhi fungsi yang dituju, dan dalam hal harta wakaf mengalami berkurang, rusak atau tidak dapat memenuhi fungsinya sebagaimana dituju, harus dicarikan jalan bagaimana agar harta wakaf itu berfungsi kembali. Apabila untuk itu ditukarkan dengan harta lain, maka justru dengan maksud agar amalan wakaf itu dapat terpenuhi, seharusnya tidak ada halangan untuk menjual harta wakaf yang tidak berfungsi itu, kemudian ditukarkan dengan benda lain yang memenuhi tujuan wakaf, dengan tetap memegang prinsip bahwa wakaf itu abadi dan harus dijaga serta dipelihara sesuai dengan jenis barang dan cara pemeliharaan yang disyaratkan wakif. Wakaf tersebut tetap boleh dijual, dipindahkan, dirubah atau diganti untuk kemudian diatur kembali pemanfaatannya bagi kepentingan umum, sesuai dengan tujuan wakaf. Landasan utama dari kebolehan tersebut ialah agar benda itu tetap memberikan kemaslahatan bagi umat manusia sepanjang yang dibolehkan agama, di mana dalam fiqih dikenal prinsip maslahat, yaitu memelihara maksud syara, yakni memberikan kemanfaatan dan menghindari hal-hal yang merugikan. Prinsip ini 96 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Op. Cit., halaman. 378

30 55 setidaknya dapat dijadikan pertimbangan dalam perubahan menukar dan menjual harta wakaf untuk mencapai fungsinya sebagaimana dinyatakan si wakif, dari pada harta wakaf dipertahankan tidak boleh dijual, tetapi berakibat harta itu tidak berfungsi, maksud syara akan lebih terpelihara bila harta wakaf itu boleh dijual atau digantikan barang lain yang kemudian berkedudukan sebagai harta wakaf. 97 Berdasarkan hal tersebut pada dasarnya jika nazhir ingin merubah fungsi atas tanah wakaf, maka dapat menggunakan Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali, karena pada dasarnya kedua mazhab ini membolehkan perubahan fungsi tanah wakaf dengan tujuan untuk memproduktifkan tanah-tanah wakaf dan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat. Peraturan perundang-undangan tentang wakaf yang berlaku saat ini tidak diklasifikasikan jenis benda wakaf yang bagaimana yang dapat diubah statusnya, sehingga dalam hal ini undang-undang secara mutlak membolehkan perubahan status harta benda wakaf apapun jenis bendanya, sebab yang menjadi sorotan bukan bentuk, akan tetapi yang terpenting dari wakaf adalah fungsi dan tujuannya. Pada dasarnya, terhadap benda yang yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan, baik peruntukan maupun statusnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik dijelaskan bahwa: Pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. 97 Ahmad Azhar Basyir, Op. Cit., halaman Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik

31 56 2. Penyimpangan dari ketentuan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap halhal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yakni: a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif. b. Karena kepentingan umum. 3. Perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya sebagai akibat ketentuan tersebut harus di laporkan oleh nazhir kepada Bupati, Walikota, Kepala Daerah, Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut. Kompilasi Hukum Islam menentukan, bahwa benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Penyimpangan dari ketentuan dimaksud hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif, dan karena kepentingan umum. 99 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf juga mengatur tentang perubahan dan pengalihan harta wakaf yang sudah dianggap tidak atau kurang berfungsi sebagaimana maksud wakaf itu sendiri. Secara prinsip, harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. 100 Ketentuan tersebut dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan 99 Pasal 225 Kompilasi Hukum Islam 100 Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

32 57 tidak bertentangan dengan syari ah dan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. 101 Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian tersebut wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. 102 Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud, izin perubahan status atau pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan, jika pengganti harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 103 Dalam hal perubahan peruntukan harta benda wakaf, Pasal 44 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dikatakan hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf. 104 Mekanisme perubahan status wakaf dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 yang merupakan Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik dijelaskan bahwa: Untuk mengubah status dan penggunaan tanah wakaf, nazhir berkewajiban mengajukan permohonan kepada Kepala Kanwil Depag cq. Kepala Bidang 101 Pasal 41 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 102 Pasal 41 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 103 Pasal 49 Ayat 3 Huruf A Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 104 Pasal 44 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 105 Pasal 12 Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik

33 58 melalui Kepala KUA dan Kepala Kanwil Depag secara hierarkis dengan menyebut alasannya. 2. Kepala KUA dan Kepala Kandepag meneruskan permohonan tersebut secara hierarkis kepada Kepala Kanwil Depag cq. Kepala Bidang dengan disertai pertimbangan. 3. Kepala Kanwil Depag cq. Kepala Bidang diberi wewenang untuk memberikan persetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan perubahan penggunaan tanah wakaf. Dalam hal ada permohonan perubahan status tanah wakaf Kepala Kanwil Depag berkewajiban meneruskan kepada Menteri Agama cq. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dengan disertai pertimbangan. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam diberi wewenang untuk memberi persetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan perubahan status tanah wakaf. Perubahan status tanah wakaf dapat diizinkan apabila diberikan penggantian yang sekurangkurangnya senilai dan seimbang dengan kegunaannya sesuai dengan ikrar wakaf. 106 Selanjutnya perubahan status tanah wakaf atau perubahan penggunaan tanah wakaf harus di laporkan oleh nazhir kepada Bupati Walikota, Kepala Daerah cq. Kepala Sub Dit Agraria (sekarang Kantor Badan Pertanahan) setempat untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut. Setiap perubahan tidak dilaksanakan menurut 106 Pasal 13 Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

RUISLAG BENDA WAKAF DALAM HUKUM POSITIF

RUISLAG BENDA WAKAF DALAM HUKUM POSITIF BAB II PANDANGAN EMPAT MAZHAB TENTANG RUISLAG BENDA WAKAF, RUISLAG BENDA WAKAF DALAM HUKUM POSITIF DAN MACAM-MACAM MANHĀJ A. Pandangan Empat Mazhab Tentang Ruislag Benda Wakaf Wakaf sebagaimana maknanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1. Latar Belakang Pengadaan tanah untuk proyek Banjir Kanal Timur meliputi tanah/bangunan/tanaman yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa,

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari 35 daerah otonomi di Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Ruang Lingkup Wakaf HAKI Dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Salah satu substansi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA

BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA 28 72 BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA A. Wakaf Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1047, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Perwakafan. Benda Tidak Bergerak. Benda Bergerak. Tata Cara. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 105, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4667) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALIH FUNGSI WAKAF PRODUKTIF KEBUN APEL DI DESA ANDONOSARI KECAMATAN TUTUR KABUPATEN PASURUAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan disajikan pada bab III,

Lebih terperinci

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 11 BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG UNDANG UNDANG NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Hadirnya Undang-Undang Republik Indonesia No.41 tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas masyarakatnya pemeluk agama Islam, wakaf merupakan salah satu ibadah yang mempunyai dimensi sosial di dalam agama Islam. Praktik

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 1 TAHUN 1978 PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK

PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 1 TAHUN 1978 PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 1 TAHUN 1978 PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK Mengingat: 1. Undang-undang No. 5 tahun 1960; 2. Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN TANAH WAKAF DI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid BAB IV ANALISIS A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid Mazhab Syafi i dan mazhab Hanbali berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pendaftaran Tanah Wakaf. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa peradilan agama merupakan salah satu lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF 69 BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF Dalam pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa Pengadilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR A. Pengertian dan Dasar Hukum Nadzir 1. Pengertian Nadzir Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. 1 Di

Lebih terperinci

Tanab Wakaf. \ ~eri\lnterian Agama RI Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Tahun zou

Tanab Wakaf. \ ~eri\lnterian Agama RI Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Tahun zou ~~ Perubahan Status Tanab Wakaf \ ~eri\lnterian Agama RI Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Tahun zou I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara berpenduduk mayoritas

Lebih terperinci

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 BAB IV PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 A. Sejarah Perkembangan Undang-Undang Tentang Wakaf di Indonesia Hasanah menyatakan bahwa sebenarnya wakaf di Indonesia memang telah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP WAKAF ONLINE A. Analisis Pelaksanaan Wakaf Online di Sinergi Foundation Pelaksanaan wakaf yang dilakukan Sinergi Foundation sebagai salah satu lembaga wakaf online

Lebih terperinci

III. Upaya Strategis Pengembangan Wakaf Salah satu upaya strategis pengembangan wakaf yang dilakukan oleh Pemerintah C.q. Departemen Agama adalah

III. Upaya Strategis Pengembangan Wakaf Salah satu upaya strategis pengembangan wakaf yang dilakukan oleh Pemerintah C.q. Departemen Agama adalah MAKALAH MENTERI AGAMA RI TINJAUAN ASPEK LEGAL FORMAL DAN KEBIJAKAN WAKAF DISAMPAIKAN PADA DISKUSI PANEL BADAN PENGELOLA MASJID AG UNG SEMARANG SEMARANG, 27AGUSTUS 2005 I. Pendahuluan Terlebih dahulu marilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NAZHIR. Kata nazhir secara etimologi berasal dari kata nazira-yandzaru yang berarti menjaga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NAZHIR. Kata nazhir secara etimologi berasal dari kata nazira-yandzaru yang berarti menjaga BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NAZHIR A. Pengertian Tentang Nazhir Kata nazhir secara etimologi berasal dari kata nazira-yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. 1 Sedangkan menurut terminologi fiqih,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH DAN WAKAF

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH DAN WAKAF PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH DAN WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Perwakafan Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Wakaf Wakaf menurut bahasa Arab berarti al-habsu,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI TANAH WAKAF MUSHALLA AKIBAT LUAPAN LUMPUR LAPINDO A. Analisis Terhadap Proses Ganti Rugi Tanah Wakaf Mushalla Akibat Luapan Lumpur Lapindo di Desa Siring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan

BAB I PENDAHULUAN. Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia persoalan wakaf tanah milik masuk dalam bidang Hukum Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan tanah milik diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa

BAB I PENDAHULUAN. pengabdian badan, seperti shalat, puasa atau juga melalui bentuk pengabdian berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan ibadah dipraktikkan dan dimanifestasikan melalui pengabdian keseluruhan diri manusia beserta segala apa yang dimilikinya. Ada ibadah melalui bentuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf Dalam al-qur an maupun hadith memang tidak disebutkan secara detail tentang perintah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015 PERWAKAFAN DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 1 Oleh: Tirza C. Gobel 2 ABSTRAK Wakaf dalam sejarah, mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Wakaf

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF. Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. bertentangan dengan ketentuan Syariah Islam.

BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF. Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. bertentangan dengan ketentuan Syariah Islam. BAB IV ANALISIS JUAL BELI HASIL TANAH WAKAF A. Analisis Praktik Jual Beli Hasil Tanah wakaf menurut Undang-undang Nomor. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dalam analisis Penulis tentang Praktik Jual beli Hasil

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Tahun 2012 KATAPENGANTAR DIREKTUR PEMBERDA Y AAN W

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 41 TAHUN 2004 TERHADAP PENERAPAN WAKAF BERJANGKA DI BANK SYARIAH BUKOPIN CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 41 TAHUN 2004 TERHADAP PENERAPAN WAKAF BERJANGKA DI BANK SYARIAH BUKOPIN CABANG WARU SIDOARJO 57 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 41 TAHUN 2004 TERHADAP PENERAPAN WAKAF BERJANGKA DI BANK SYARIAH BUKOPIN CABANG WARU SIDOARJO A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Wakaf Berjangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH WAKAF. (Study Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon )

SKRIPSI PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH WAKAF. (Study Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon ) SKRIPSI PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH WAKAF (Study Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon ) Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum ( S-1 ) Pada Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dalam masyarakat dan saling membutuhkan satu sama lain. 2 Firman Allah SWT dalam al-qur an Surat

Lebih terperinci

17. Qahaf, Mundzir, 2005, Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa, Jakarta 18. Soekamto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

17. Qahaf, Mundzir, 2005, Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa, Jakarta 18. Soekamto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA 1. Agraria, Menteri Negara Kepala Badan Pertanahan Nasional, 1997. Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perwakafan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk kepentingan umum dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT

BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT BAB IV ANALISIS WAKAF UANG DI KSPPS BMT MANDIRI SEJAHTERA KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG BABAT A. Analisis Wakaf Uang Di KSPPS BMT Mandiri Sejahtera Karangcangkring Jawa Timur Cabang Babat Perkembangan

Lebih terperinci

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo)

PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH WAKAF (Studi kasus di KUA Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Syarat syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS 8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS A. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis termasuk dalam lingkup

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF I. UMUM Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf memuat

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS NADIR LANGGAR WAKAF AL QADIR DESA JEMUR NGAWINAN KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS NADIR LANGGAR WAKAF AL QADIR DESA JEMUR NGAWINAN KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA 25 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TUGAS NADIR LANGGAR WAKAF AL QADIR DESA JEMUR NGAWINAN KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA 1. Pengertian Wakaf Secara bahasa, waqafa berarti menahan atau mencegah. Dalam peristilahan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS 64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH 68 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH A. Analisis sengketa ahli waris dalam penggunaan tanah oleh yayasan al- Hikmah di Desa Pettong Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, oleh karena itu dalam masyarakat yang demikian ini memiliki kebiasaan

Lebih terperinci

BAB IV. mensyaratkan kekekalan di dalamnya dengan membeli sesuatu harta yang lain

BAB IV. mensyaratkan kekekalan di dalamnya dengan membeli sesuatu harta yang lain 65 BAB IV KESESUAIAN ISTIBDA@L (TUKAR GULING) TANAH DAN RUMAH WAKAF DI DUSUN UJUNG SARI DESA RANDUBOTO KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK DENGAN KETENTUAN HUKUM ISLAM Istibda@l wakaf merupakan suatu perbuatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1085, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN WAKAF. Peruntukan. Harta Benda. Perubahan. PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN HARTA BENDA WAKAF DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan

Lebih terperinci

PEMENUHAN SYARAT DAN KEABSAHAN BADAN PENYELENGGARA DAN LAHAN DALAM PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BENTUK PTS SERTA PENAMBAHAN PS

PEMENUHAN SYARAT DAN KEABSAHAN BADAN PENYELENGGARA DAN LAHAN DALAM PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BENTUK PTS SERTA PENAMBAHAN PS Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi PEMENUHAN SYARAT DAN KEABSAHAN BADAN PENYELENGGARA DAN LAHAN DALAM PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BENTUK PTS SERTA PENAMBAHAN PS Oleh: Prof.Dr. Bernadette M.Waluyo,SH.,MH.,CN.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

MANFAAT DAN HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG * Oleh Drs. H. Asrori, S.H., M.H

MANFAAT DAN HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG * Oleh Drs. H. Asrori, S.H., M.H MANFAAT DAN HAMBATAN DALAM PENGELOLAAN WAKAF UANG * Oleh Drs. H. Asrori, S.H., M.H A. PENDAHULUAN Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, pengaturan tentang wakaf hanya menyangkut

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN WAKAF INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF UANG DI BAITUL MAAL HIDAYATULLAH SEMARANG A. Analisis Pengelolaan Wakaf Uang Baitul Maal Hidayatullah Semarang menurut hukum positif Dengan lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah atau

sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah atau BAB II WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 A. Pengertian Wakaf Dari cara pelaksanaannya, wakaf dapat dipandang sebagai salah satu bentuk amal yang mirip sadaqah, baik tujuan maupun hasil atau

Lebih terperinci

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat Indonesia, tanah merupakan modal yang paling utama dalam kehidupan sehari-hari, yaitu untuk berkebun, berladang, maupun bertani. Berbagai jenis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN WAKAF INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN WAKAF INDONESIA PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN REKOMENDASI TERHADAP PERMOHONAN PENUKARAN/PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN WAKAF

Lebih terperinci

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) : Studi Kasus di Kantor Notaris dan PPAT Eko Budi Prasetyo, SH di Kecamatan Baki Sukoharjo Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENDAFTARAN TANAH WAKAF

BAB III PROSEDUR PENDAFTARAN TANAH WAKAF BAB III PROSEDUR PENDAFTARAN TANAH WAKAF A. Tata Cara Pendaftaran Wakaf 1. Tata Cara Pendaftaran Wakaf di Indonesia Menurut Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH. MH. secara penerapan, tata cara perwakafan adalah

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG PERWAKAFAN

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG PERWAKAFAN BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG PERWAKAFAN A. Pengertian Wakaf Wakaf menurut bahasa Arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja Habasa - Yahbisu - Habsan yang artinya menjauhkan orang dari sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP-PRINSIP PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB II PRINSIP-PRINSIP PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF 26 BAB II PRINSIP-PRINSIP PENGGANTIAN BENDA WAKAF MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Prinsip-Prinsip Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima iyah (ibadah sosial). kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridho-nya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima iyah (ibadah sosial). kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridho-nya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima iyah (ibadah sosial). Karena wakaf adalah

Lebih terperinci

TATA CARA DAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI INDONESIA

TATA CARA DAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI INDONESIA TATA CARA DAN PENGELOLAAN WAKAF UANG DI INDONESIA Junaidi Abdullah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus e-mail: abdillahrafandra@gmail.com Abstract Cash waqf is not refers to money waqf only

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci