PENGARUH GERAK PEMAKANAN DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN PADA MATERIAL BAJA HQ 760

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH GERAK PEMAKANAN DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN PADA MATERIAL BAJA HQ 760"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id PENGARUH GERAK PEMAKANAN DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN PADA MATERIAL BAJA HQ 760 S K R I P S I Oleh : TRI ADI PRASETYA NIM : K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2010 to user

2 digilib.uns.ac.id ii PENGARUH GERAK PEMAKANAN DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN PADA MATERIAL BAJA HQ 760 Oleh : TRI ADI PRASETYA NIM : K Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 PERSETUJUAN ii

3 digilib.uns.ac.id iii Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Drs. H. Suwachid, M.Pd, M.T. NIP Danar Susilo Wijayanto, S.T., M.Eng. NIP

4 digilib.uns.ac.id iv SURAT PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan menurut sepengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis mengacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Oktober 2010 Penulis, Tri Adi Prasetya K

5 digilib.uns.ac.id v PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Tanggal : Oktober 2010 Tim Penguji Skripsi : Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Prof. Dr. M. Akhyar, M.Pd... Sekretaris : Drs. Suhardi, M.T... Anggota I : Drs. H. Suwachid, M.Pd, M.T... Anggota II : Danar Susilo Wijayanto, S.T., M.Eng... Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan, Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP

6 digilib.uns.ac.id vi ABSTRAK Tri Adi Prasetya. PENGARUH GERAK PEMAKANAN DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN PADA MATERIAL BAJA HQ 760. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) ada tidaknya pengaruh variasi gerak pemakanan terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubut pada material baja HQ 760, (2) ada tidaknya pengaruh variasi media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil proses bubut konvensional pada material baja HQ 760, (3) ada tidaknya pengaruh bersama (interaksi) variasi gerak pemakanan dan variasi media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760, (4) interaksi gerak pemakanan dan media pendingin yang menghasilkan kekasaran permukaan terkecil hasil pembubutan pada material baja HQ 760. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Pemesinan Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP UNS sebagai tempat pengerjaan pemesinan dengan mesin bubut konvensional dan laboratorium Program Diploma Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM sebagai tempat pengujian tingkat kekasaran permukaan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi yang dipakai adalah baja HQ 760. Sampel diambil dengan teknik Purposive Sampling yaitu sampel baja HQ 760 dengan diameter 29,5 mm dan panjang 68 mm sebanyak 9 buah. Setiap sampel direplikasi tiga kali pada saat pengukuran kekasaran permukaan sehingga didapat 27 data penelitian. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan, yang sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas, setelah itu dilakukan uji komparasi ganda atau uji pasca anava, dan dilanjutkan menghitung rerata antar sel. Hasil penelitian ini adalah: (1) Ada pengaruh yang cukup signifikan dengan taraf signifikasi 1% antara commit gerak to user pemakanan terhadap kekasaran

7 digilib.uns.ac.id vii permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa F observasi = 18,62 dan F tabel = 6,01, sehingga F observasi > F tabel. (2) Ada pengaruh yang cukup signifikan dengan taraf signifikasi 1% antara media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa F observasi = 14,16 dan F tabel = 6,01, sehingga F observasi > F tabel. (3) Tidak ada perbedaan pengaruh bersama (interaksi) yang signifikan pada taraf 1 % yaitu interaksi variasi gerak pemakanan dan variasi media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji analisis data yang menyatakan bahwa F observasi = 2,30 dan F tabel = 6,01, sehingga F observasi < F tabel. (4) Kekasaran permukaan yang paling kecil hasil proses pembubutan pada material baja HQ 760 terjadi pada interaksi gerak pemakanan 0,316 mm/rev dengan variasi media pendingin oli SAE 40 yaitu sebesar 6,004 µm.

8 digilib.uns.ac.id viii ABSTRACT Tri Adi Prasetya. THE EFFECT OF FEED AND CUTTING FLUIDS ON METAL SURFACE ROUGHNESS HQ 760 STEEL RESULTS TURNING. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University Surakarta, October The purpose of this study is to determine: (1) there is effect of the feed variation on metal surface roughness of HQ 760 steel results of turning, (2) there is effect of the cutting fluids variation on metal surface roughness of HQ 760 steel results of turning, (3) correlation with the (interaction) feed and cutting fluids on the metal surface roughness of HQ 760 steel results of turning, (4) the interaction of feed and cutting fluids that produce the lowest roughness of HQ 760 steel results of turning. This research was conducted in the laboratory Machining Education Studies Program Mechanical Engineering Department of Technical Education and Vocational FKIP UNS as a place of execution of machining with conventional lathes and Mechanical Engineering Diploma Program laboratory in Faculty of Engineering UGM as a place to test the level of surface roughness. This research uses experimental methods. The population used is steel HQ 760. Samples were taken with the technique of purposive sampling of HQ 760 steel samples with a diameter 29.5 mm and 68 mm long by 9 units. Each sample replicated three times at the moment so that the surface roughness measurements obtained 27 research data. The data analysis technique in this research is two-way analysis of variance, which previously performed the prerequisite test test test normality and homogeneity, after which the double comparative test or post-anova test, and proceed to calculate the mean between cells. The results of this study were: (1) There was a significant effect with level of significance of 1% between the feed on the of HQ 760 steel results of turning. This can be seen on the results of test data analysis which states that F observasi = and F table = 6.01, so F observasi > F table. (2) There was a significant effect with level of significance of 1% between commit the cutting to user fluids of HQ 760 steel results of

9 digilib.uns.ac.id ix turning. This can be seen on the results of test data analysis which states that Fobservasi = and F table = 6.01, so F observasi > F table. (3) No difference with the effect of (interaction) is significant at 1% level of interaction of feed and cutting fluids on the surface roughness of HQ 760 steel results of turning. This can be seen on the results of test data analysis which states that F observasi = 2.30 and F table = 6.01, so F observasi <F table. (4) surface roughness of the least of the process of turning the steel material HQ 760 occurs in the interaction of feed mm / rev with a variety of cutting fluids SAE 40 oil that is equal to μm.

10 digilib.uns.ac.id x MOTTO Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Yesus Kristus) Jangan khawatir orang lain tidak mengerti dirimu, khawatirlah kalau kamu tidak mengerti orang lain. (Sidharta Gautama) Kamu dapat merantaiku, kamu dapat menyiksaku, bahkan kamu dapat menghancurkan tubuh ini, tetapi kamu tidak akan dapat memenjarakan pikiranku. (Mahatma Gandhi) Makhluk apa pun yang berdiam di bumi, apakah manusia atau hewan, masingmasing memiliki peran, masing-masing dengan jalannya sendiri, untuk memperindah dan memperkaya dunia ini. (Dalai Lama) Hari kemarin menjadi sebuah pembelajaran, hari esok adalah sebuah pengharapan, dan hari ini merupakan sebuah anugrah untuk memaknai hidup. (Penulis)

11 digilib.uns.ac.id xi PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan kepada : 1. Bapak dan Ibu tercinta 2. Kakak-kakakku, Mbak Lina dan Mas Tian, juga Tyas terima kasih atas perhatiannya 3. Teman-teman PTM angkatan Teman-teman Komalik 5. Teman-teman KMK St. Aloysius Gonzaga 6. Teman-teman OMK Makamhaji 7. Almamaterku

12 digilib.uns.ac.id xii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini menghadapi hambatan dan kesulitan, namun dengan bantuan berbagai pihak, hambatan dan kesulitan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang dengan sepenuh hati memberi bantuan, dorongan, motivasi, bimbingan, dan pengarahan, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu atas segala bantuannya, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS beserta seluruh stafnya. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP UNS. 3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS. 4. Drs. H. Suwachid, M.Pd, M.T. selaku Pembimbing I yang dengan sabar memberikan dorongan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Danar Susilo Wijayanto, S.T., M.Eng. selaku Pembimbing II yang dengan sabar memberikan dorongan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS, yang telah memberikan pembekalan materi untuk menyususun skripsi ini. 7. Kepada seluruh pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya. Menyadari bahwa terbatasnya ilmu pengetahuan yang dimiliki menyebabkan kurang sempurnanya penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Surakarta, Oktober 2010 Penulis

13 digilib.uns.ac.id xiii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAJUAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN SURAT PERNYATAAN... iv HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN ABSTRAK... vi HALAMAN ABSTRACT... viii HALAMAN MOTTO... x HALAMAN PERSEMBAHAN... xi KATA PENGANTAR... xii DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 3 C. Batasan Masalah... 4 D. Perumusan Masalah... 4 E. Tujuan Penelitian... 4 F. Manfaat Penelitian... 5 BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Mesin Bubut Konvensional Bagian Utama Mesin Bubut Konvensional Gerak Pemakanan Mesin Bubut Konvensional Media Pendingin commit... to user 12

14 digilib.uns.ac.id xiv 5. Material Baja HQ Kekasaran Permukaan B. Penelitian yang Relevan C. Kerangka Pemikiran D. Hipotesis Penelitian BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Metode Penelitian C. Populasi dan Sampel D. Teknik Pengumpulan Data E. Teknik Analisis Data BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data B. Uji Prasyarat Analisis Uji Normalitas Uji Homogenitas C. Pengujian Hipotesis Hasil Pengujian Hipotesis dengan Anava Dua Jalan Hasil Komparasi Ganda Pasca Anava Dua Jalan D. Pembahasan Hasil Analisis Data BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan B. Implikasi C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 66

15 digilib.uns.ac.id xv DAFTAR TABEL Halama n Tabel 2.1. Gerak Pemakanan pada Mesin Bubut 11 Tebel 2.2. Komposisi Kimia Bahan HQ Tabel 2.3. Ketidakteraturan Suatu Profil Tabel 2.4. Standarisasi Simbol Nilai Kekasaran Tabel 3.1. Rekomendasi Pembubutan Tabel 3.2. Spesifikasi Dromus Tabel 3.3. Spesifikasi Oli SAE 40 Merk Mesran 34 Tabel 3.4. Pengumpulan Data Tabel 3.5. Harga-harga yang perlu untuk Uji Bartlett Tabel 3.6. Rangkuman Anava Dua Jalan Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan Hasil Pembubutan Baja HQ Tabel 4.2. Rerata Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan Material Baja HQ 760 (dalam µm) Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas dengan Metode Liliefors Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas dengan Metode Bartlet Tabel 4.5. Ringkasan Hasil Uji F untuk Anava Dua Jalan Tabel 4.6. Hasil Komparasi Rataan antar Kolom Tabel 4.7. Hasil Komparasi Rataan antar Baris Tabel 4.8. Hasil Komparasi Rataan antar Sel pada Kolom yang Sama Tabel 4.9. Hasil Komparasi Rataan antar Sel pada Baris yang Sama... 57

16 digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR GAMBAR Halama n Gambar 2.1. Mesin Bubut... 6 Gambar 2.2. Eretan... 7 Gambar 2.3. Kepala Lepas... 8 Gambar 2.4. Tool Post... 9 Gambar 2.5. Kran Pendingin... 9 Gambar 2.6. Cekam Gambar 2.7. Gerak Pemakanan Gambar 2.8. Tekstur Permukaan Gambar 2.9. Profil Permukaan Gambar Grafik Prediksi Kekasaran terhadap Gerak Pemakanan dengan Kecepatan Potong Bervariasi Gambar Variability Ra terhadap Lama Potong pada Berbagai Kecepatan Potong Gambar 2.12 Kerangka Pemikiran Gambar 3.1. Facing Gambar 3.2. Pembuatan Stopper Gambar 3.3. Spesimen Hasil Proses Eksperimen Gambar 3.4. Pengukuran Benda Uji Gambar 3.5. Bagan Alir Proses Eksperimen Gambar 4.1. Histogram Pengaruh Gerak Pemakanan dan Media Pendingin terhadap Kekasaran Permukaan Logam Hasil Pembubutan pada Material Baja HQ

17 digilib.uns.ac.id xvii DAFTAR LAMPIRAN Halama n Lampiran 1. Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan Baja HQ Lampiran 2. Uji Normalitas Lampiran 3. Uji Homogenitas Lampiran 4. Uji Analisis Variansi Dua Jalan Lampiran 5. Uji Pasca Anava (Metode Scheffe) Lampiran 6. Tabel-tabel Statistik Lampiran 7. Print Out Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan Lampiran 8. Data Spesimen HQ Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian Lampiran 10. Surat-surat perijinan

18 digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia industri telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam bidang manufaktur khususnya proses produksi, mesin-mesin perkakas seperti mesin frais, dan mesin bubut sudah dilengkapi dengan sistem kontrol berbasis komputer (Computer Numerically Controlled). Produktivitas yang dihasilkan oleh mesin bubut yang memakai sistem komputer ini tentunya lebih besar bila dibandingkan produktivitas yang dihasilkan mesin bubut konvensional. Keuntungan lain mesin CNC adalah tingkat kecacatan hasil pengerjaan yang lebih kecil serta kemudahan pengoperasiannya bila dibandingkan dengan mesin konvensional. Hadirnya mesin-mesin CNC ini tidak menggeser keberadaan mesin-mesin yang dioperasikan secara manual atau biasa disebut mesin konvensional. Harga mesin CNC yang mahal membuat industri-industri kecil tetap mempertahankan mesin-mesin konvensional. Mesin-mesin konvensional mutlak memerlukan keterampilan manual dari operatornya, sehingga produksi yang menggunakan mesin-mesin konvensional mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan mesin-mesin CNC. Mesin bubut adalah suatu jenis mesin perkakas yang prinsip kerjanya benda kerja berputar pada kedudukannya dan menggunakan alat potong untuk menyayat benda kerja. Mesin bubut merupakan salah satu mesin produksi yang dipakai untuk membentuk benda kerja yang berbentuk silindris. Pada proses membubut, hasil pembubutan yang berkualitas tinggi dapat dilihat dari segi bentuk, kepresisian ukuran, dan karakteristik permukaan berupa kekasaran dari permukaan benda kerja. Pada dasarnya setiap pekerjaan mesin mempunyai persyaratan kualitas permukaan (kekasaran permukaan) yang berbeda-beda, tergantung dari fungsinya. Karakteristik permukaan tersebut harus dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan, sehingga efisiensi permukaan akan lebih sesuai dengan permukaannya. Kekasaran permukaan suatu komponen mesin 1

19 digilib.uns.ac.id 2 selalu berhubungan dengan gesekan, pelumasan, tahan kelelahan, maupun perangkaian komponen-komponen mesin. Kekasaran permukaan hasil pengerjaan pembubutan menjadi suatu tuntutan yang harus diperhatikan, karena kekasaran permukaan komponen mesin memiliki pengaruh dalam suatu rangkaian mesin. Kekasaran permukaan yang tinggi komponen mesin pada rangkaian mesin yang berputar dapat menyebabkan terjadinya keausan yang cepat, sehingga komponen mesin cepat rusak dan akhirnya efisiensi kerja menjadi menurun. Pada bagian mesin yang akan dilapisi seperti dikrom dan dicat diperlukan kekasaran permukaan yang rendah, karena bila permukaan benda terlalu kasar akan menyebabkan hasil pelapisan menjadi kasar dan lapisan akan mudah terkelupas. Mengingat kekasaran permukaan produk hasil proses pembubutan memiliki fungsi yang sangat penting, maka di setiap gambar kerja ada penunjukan isyarat tentang kekasaran permukaan yang harus dipenuhi. Pada industri kecil yang kebanyakan menggunakan mesin bubut konvensional, untuk mendapatkan kekasaran permukaan yang sesuai permintaan gambar kerja, biasanya seorang operator mesin hanya menggunakan feeling atau perasaannya. Dengan metode feeling tersebut tentu hasilnya tidak dapat dipastikan, kadang bisa sesuai dan terkadang tidak sesuai dengan permintaan gambar kerja, tergantung dari jam terbang atau pengalaman operator mesin. Penggunaan pendinginpun tidak diperhatikan, banyak operator pada industri kecil mengabaikan fungsi pendingin, sehingga berpengaruh juga dengan kualitas produk yang dihasilkan. Agar produk hasil industri kecil dapat bersaing dengan industri besar, mutlak diperlukan hasil pengerjaan mesin yang sesuai dengan permintaan gambar kerja. Untuk mendapatkan kekasaran permukaan yang sesuai dengan permintaan gambar kerja sehingga proses produksi mampu menghasilkan produk yang berkualitas diperlukan pengaturan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kekasaran permukaan produk hasil proses pembubutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan pada pengerjaan logam dengan menggunakan mesin bubut, antara commit lain kecepatan to user spindel, kedalaman pemakanan,

20 digilib.uns.ac.id 3 gerak pemakanan, kondisi mesin, bahan benda kerja, bentuk ujung mata potong pahat, pendinginan, dan operator. Untuk mendapatkan kekasaran permukaan yang rendah, proses pembubutan dilakukan dengan kecepatan spindel yang tinggi, gerak pemakanan yang kecil, dan kedalaman pemakanan yang kecil; sedangkan untuk mendapatkan kekasaran permukaan yang tinggi dilakukan proses pembubutan dengan kecepatan spindel yang rendah, gerakan pemakanan yang besar dan kedalaman pemakanan yang besar pula. Pengaturan faktor-faktor yang mempengaruhi kekasaran permukaan diperlukan untuk mendapatkan kekasaran permukaan yang sesuai dengan permintaan gambar kerja. Dari latar belakang masalah tersebut perlu diadakan penelitian yang berhubungan dengan tingkat kekasaran hasil proses pembubutan, dengan mengambil judul PENGARUH GERAK PEMAKANAN DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN PADA MATERIAL BAJA HQ 760. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekasaran permukaan logam hasil proses pembubutan yang menggunakan mesin bubut konvensional. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Gerak pemakanan (feed) 2. Media pendingin (collant) 3. Kecepatan spindel (RPM) 4. Kedalaman pemakanan (depth of cut) 5. Alat potong (bahan dan geometri pahat) 6. Karakteristik benda kerja (struktur dan kekerasan) 7. Keterampilan operator

21 digilib.uns.ac.id 4 C. Pembatasan Masalah Agar penelitian yang dilakukan lebih mengarah pada sasaran yang akan dicapai dan tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka dari berbagai permasalahan yang timbul dibatasi pada : 1. Gerak pemakanan dalam satuan mm/putaran 2. Kekasaran permukaan dalam hal ini adalah Ra (kekasaran rata-rata aritmetik) dengan satuan µm 3. Media pendingin menggunakan minyak pelumas, dromus, dan tanpa media pendingin D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut : 1. Adakah pengaruh gerak pemakanan terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760? 2. Adakah pengaruh media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760? 3. Adakah interaksi gerak pemakanan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760? 4. Manakah interaksi gerak pemakanan dan media pendingin yang menghasilkan kekasaran permukaan paling kecil hasil proses pembubutan konvensional pada material baja HQ 760? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh variasi gerak pemakanan terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ Mengetahui pengaruh variasi media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil commit pembubutan to user pada material baja HQ 760.

22 digilib.uns.ac.id 5 3. Mengetahui pengaruh bersama (interaksi) variasi gerak pemakanan dan variasi media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ Mengetahui interaksi gerak pemakanan dan media pendingin yang menghasilkan kekasaran permukaan paling kecil hasil pembubutan pada material baja HQ 760. F. Manfaat Penelitian Setiap penelitian ilmiah yang bagaimanapun bentuknya pasti mempunyai manfaat yang diharapkan. Adapun manfaat penelitian ini dapat penulis kemukakan sebagai berikut : 1. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : a. Dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan gerak pemakanan yang paling optimal dan media pendingin yang sesuai untuk mendapatkan kekasaran yang diinginkan dalam proses pemesinan menggunakan mesin bubut konvensional pada material HQ 760. b. Menjadi masukan perusahaan dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas dan kuantitas produk hasil pengerjaan pembubutan konvensional. c. Sebagai bahan panduan praktik bagi semua pihak tentang pentingnya gerak pemakanan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan pada baja HQ Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : a. Sebagai masukan dan pertimbangan bagi perkembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang. b. Menjadi bahan pustaka bagi Program Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

23 digilib.uns.ac.id 29 BAB II LANDASAN TEORI 1. Tinjauan Pustaka 1. Mesin Bubut Konvensional Mesin bubut (turning machine) adalah suatu jenis mesin perkakas yang dalam proses kerjanya bergerak memutar benda kerja dan menggunakan mata potong pahat (tools) sebagai alat untuk menyayat benda kerja tersebut. Mesin bubut merupakan salah satu mesin proses produksi yang dipakai untuk membentuk benda kerja yang berbentuk silindris. Pada prosesnya benda kerja terlebih dahulu dipasang pada chuck (pencekam) yang terpasang pada spindel mesin, kemudian spindel dan benda kerja diputar dengan kecepatan sesuai perhitungan. Alat potong (pahat) yang dipakai untuk membentuk benda kerja akan disayatkan pada benda kerja yang berputar. Pada perkembangannya ada jenis mesin bubut yang berputar alat potongnya, sedangkan benda kerjanya diam. Dalam kecepatan putar sesuai perhitungan, alat potong akan mudah memotong benda kerja sehingga benda kerja mudah dibentuk sesuai yang diinginkan. Mesin bubut manual dikatakan konvensional untuk membedakan dengan mesin-mesin yang dikontrol dengan komputer (Computer Numerically Controlled) ataupun kontrol numerik (Numerical Control). (Wirawan Sumbodo, 2008 : 227) Gambar commit 2.1. to user Mesin Bubut 29

24 digilib.uns.ac.id Bagian Utama Mesin Bubut Konvensional a. Motor Utama Motor utama adalah motor penggerak cekam (chuck) untuk memutar benda kerja. Motor ini adalah motor jenis arus searah (DC) dengan kecepatan putar yang variabel. b. Eretan Eretan (carriage) terdiri atas eretan memanjang (longitudinal carriage) yang bergerak sepanjang alas mesin, eretan melintang (cross carriage) yang bergerak melintang alas mesin dan eretan atas (top carriage), yang bergerak sesuai dengan posisi penyetelan di atas eretan melintang. Kegunaan eretan ini adalah untuk memberikan pemakanan yang besarnya dapat diatur menurut kehendak operator yang dapat terukur dengan ketelitian tertentu yang terdapat pada roda pemutarnya. Perlu diketahui bahwa semua eretan dapat dijalankan secara otomatis ataupun manual. (Wirawan Sumbodo, 2008 : 239) Gambar 2.2. Eretan c. Kepala Lepas (Tail Stock) Kepala lepas digunakan untuk dudukan senter putar sebagai pendukung benda kerja pada saat pembubutan, dudukan bor tangkai tirus dan cekam bor sebagai menjepit bor. Kepala lepas dapat bergeser sepanjang alas mesin, porosnya berlubang tirus, sehingga memudahkan tangkai bor untuk dijepit. Tinggi kepala lepas sama dengan tinggi senter tetap. Kepala lepas ini terdiri dari terdapat dua bagian yaitu alas dan badan, yang diikat dengan dua baut pengikat (A)

25 digilib.uns.ac.id 31 yang terpasang pada kedua sisi alas kepala lepas sekaligus berfungsi untuk pengatur pergeseran badan kepala lepas untuk keperluan agar dudukan senter putar sepusat dengan senter tetap atau sumbu mesin, atau tidak sepusat yaitu pada waktu membubut tirus di antara dua senter. Selain roda pemutar (B), kepala lepas juga terdapat dua lagi lengan pengikat yang satu (C) dihubungkan dengan alas yang dipasang mur, dimana fungsinya untuk mengikat kepala lepas terhadap alas mesin agar tidak terjadi pergerakan kepala lepas dari kedudukannya. Lengan pengikat yang satunya (D) dipasang pada sisi tabung luncur/rumah senter putar, bila dikencangkan berfungsi agar tidak terjadi pergerakan longitudinal sewaktu membubut. (Wirawan Sumbodo, 2008 : 240) Gambar 2.3. Kepala Lepas Keterangan gambar : A : Buat pengikat B : Roda pemutar C : Lengan pengikat D : Lengan pengikat d. Penjepit Pahat (Tool Post) Penjepit pahat digunakan untuk menjepit atau memegang pahat, yang bentuknya ada beberapa macam di antaranya seperti ditunjukkan pada gambar 2.4. Jenis ini sangat praktis dan dapat menjepit 4 (empat) buah pahat sekaligus, commit sehingga to user dalam suatu pengerjaan bila

26 digilib.uns.ac.id 32 memerlukan 4 (empat) macam pahat dapat dipasang dan disetel sekaligus. (Wirawan Sumbodo, 2008 : 243) Gambar Tool Post e. Kran pendingin Kran pendingin digunakan untuk menyalurkan pendingin (collant) kepada benda kerja yang sedang dibubut dengan tujuan untuk mendinginkan pahat pada waktu penyayatan, sehingga dapat menjaga pahat tetap tajam dan panjang umurnya. Hasil bubutannyapun halus. (Wirawan Sumbodo, 2008 : 244) Gambar 2.5. Kran Pendingin f. Cekam (Chuck) Cekam adalah sebuah alat yang digunakan untuk menjepit benda kerja. Jenisnya ada yang berahang tiga sepusat (self centering chuck) yang dapat dilihat pada gambar 2.6, dan ada juga yang berahang tiga dan empat tidak sepusat (independenc chuck). Cekam rahang tiga sepusat, digunakan untuk benda-benda silindris, dimana gerakan rahang bersama-sama pada saat dikencangkan atau dibuka. Cekam

27 digilib.uns.ac.id 33 dengan rahang tiga dan empat tidak sepusat, setiap rahang dapat bergerak sendiri tanpa diikuti oleh rahang yang lain, maka jenis ini biasanya untuk mencekam benda-benda yang tidak silindris atau digunakan pada saat pembubutan eksentrik. (Wirawan Sumbodo, 2008 : 247) Gambar 2.6. Cekam 3. Gerak Pemakanan Mesin Bubut Konvensional Gerak pemakanan, f (feed), adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali (gambar 2.7.), sehingga satuan f adalah mm/putaran. Gerak pemakanan ditentukan berdasarkan kekuatan mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak pemakanan biasanya ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong a. Gerak pemakanan tersebut berharga sekitar 1 / 3 sampai 1 / 20 a, atau sesuai dengan kehalusan permukaan yang dikehendaki. (Windarto, 2008 :146) Keterangan gambar : a = kedalaman potong f = gerak pemakanan Gambar commit 2.7. Gerak to user Pemakanan

28 digilib.uns.ac.id 34 Semakin besar gerak pemakanan pahat maka lebih tebal beram yang terbentuk. Penampang beram adalah penampang yang dihasilkan setelah satu putaran benda kerja, pada setiap pemutaran terkelupas sebuah cincin. Semakin besar penampang beram maka semakin kasar permukaan benda kerja. Luas penampang beram adalah hasil perkalian antara gerak pemakanan (f) dan kedalaman potong (a). A = f. a. (mm 2 ). (George Love, 1986 : 182) Gerak pemakanan ini juga digunakan untuk menghitung kecepatan gerak pemakanan. Kecepatan gerak pemakanan ini dihitung dengan tujuan mengetahui waktu yang dibutuhkan pahat untuk bergeser menyayat benda kerja tiap putaran per menit, dengan diketahuinya kecepatan gerak pemakanan ini waktu produksi bisa direncanakan. Rumus kecepatan gerak pemakanan sebagai berikut : V = f. n Dimana : V = Kecepatan gerak pemakanan f = gerak pemakanan n = putaranbenda kerja (rad/min) Gerak pemakanan ini biasanya disediakan dalam daftar spesifikasi yang dicantumkan pada mesin bubut bersangkutan. Untuk memperoleh gerak pemakanan yang kita inginkan kita bisa mengatur tuas pengatur gerak pemakanan yang ada pada mesin bubut. Tabel 2.1Gerak Pemakanan pada Mesin Bubut Sumber : Manual Mesin Bubut commit konvensional to user Krisbow KW15-486

29 digilib.uns.ac.id Media Pendingin Pendingin adalah cairan yang digunakan dalam proses produksi yang fungsinya untuk pendinginan panas yang tinggi akibat gesekan dua benda (Bambang Priambodo, 1992 : 87). Cairan pendingin mempunyai kegunaan yang khusus dalam proses pemesinan. Selain untuk memperpanjang umur pahat, cairan pendingin dalam beberapa kasus, mampu menurunkan gaya dan memperhalus permukaan produk hasil pemesinan. Selain itu, cairan pendingin juga berfungsi sebagai pembersih/pembawa beram (terutama dalam proses gerinda) dan melumasi elemen pembimbing (ways) mesin perkakas serta melindungi benda kerja dan komponen mesin dari korosi. Cairan pendingin bekerja pada daerah kontak antara beram dengan pahat. Secara umum dapat dikatakan bahwa peran utama cairan pendingin adalah untuk mendinginkan dan melumasi (Windarto, 2008 : 299). Cairan pendingin yang biasa dipakai dalam proses pemesinan dapat dikategorikan dalam empat jenis utama yaitu : 1. Straight oils (minyak murni) Minyak murni (straight oils) adalah minyak yang tidak dapat diemulsikan dan digunakan pada proses pemesinan dalam bentuk sudah diencerkan. Minyak ini terdiri dari bahan minyak mineral dasar atau minyak bumi, dan kadang mengandung pelumas yang lain seperti lemak, minyak tumbuhan, dan ester. Selain itu bisa juga ditambahkan aditif tekanan tinggi seperti chlorine, sulphur, dan phosporus. Minyak murni ini berasal salah satu atau kombinasi dari minyak bumi (naphthenic, paraffinic), minyak binatang, minyak ikan atau minyak nabati. Viskositasnya dapat bermacam-macam dari yang encer sampai yang kental tergantung dari pemakaian. Pencampuran antara minyak bumi dengan minyak hewani atau nabati menaikkan daya pembasahan (wetting action) sehingga memperbaiki daya lumas. Penambahan unsur lain seperti chlorine, sulphur, atau phosporu (EP additives) menaikkan daya lumas pada temperatur dan tekanan tinggi. Minyak murni menghasilkan pelumasan terbaik, akan tetapi sifat pendinginannya paling jelek commit di antara to user cairan pendingin yang lain.

30 digilib.uns.ac.id Soluble oils Soluble oil akan membentuk emulsi ketika dicampur dengan air. Konsentrat mengandung minyak mineral dasar dan pengemulsi untuk menstabilkan emulsi. Minyak ini digunakan dalam bentuk sudah diencerkan (biasanya konsentrasinya = 3 sampai 10%) dan unjuk kerja pelumasan dan penghantaran panasnya bagus. Minyak ini digunakan luas oleh industri pemesinan dan harganya lebih murah di antara cairan pendingin yang lain. 3. Synthetic fluids (cairan sintetis). Minyak sintetik (synthetic fluids) tidak mengandung minyak bumi atau minyak mineral dan sebagai gantinya dibuat dari campuran organik dan anorganik alkaline bersama-sama dengan bahan penambah (additive) untuk penangkal korosi. Minyak ini biasanya digunakan dalam bentuk sudah diencerkan (biasanya dengan rasio 3 sampai 10%). Minyak sintetik menghasilkan unjuk kerja pendinginan terbaik di antara semua cairan pendingin. Cairan ini merupakan larutan murni (true solutions) atau larutan permukaan aktif (surface active). Pada larutan murni, unsur yang dilarutkan terbesar di antara molekul air dan tegangan permukaan (surface tension) hampir tidak berubah. Larutan murni ini tidak bersifat melumasi dan biasanya dipakai untuk sifat penyerapan panas yang tinggi dan melindungi terhadap korosi. Sementara itu dengan penambahan unsur lain yang mampu membentuk kumpulan molekul akan mengurangi tegangan permukaan menjadi jenis cairan permukaan aktif sehingga mudah membasahi dan daya lumasnya baik. 4. Semisynthetic fluids (cairan semi sintetis) Cairan semi sintetik (semi-synthetic fluids) adalah kombinasi antara minyak sintetik (A) dan soluble oil (B) dan memiliki karakteristik kedua minyak pembentuknya. Harga dan unjuk kerja penghantaran panasnya terletak antara dua buah cairan pembentuknya tersebut. Jenis cairan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Kandungan minyaknya lebih sedikit (10% sampai 45% tipe B)

31 digilib.uns.ac.id 37 b. Kandungan pengemulsinya (molekul penurun tegangan permukaan) lebih banyak dari tipe A Partikel minyaknya lebih kecil dan lebih tersebar. Dapat berupa jenis dengan minyak yang sangat jenuh ( super-fatted ) atau jenis EP (Extreme Pressure). (Windarto, 2008 :300) Pada saat proses pembubutan terjadi gesekan antara benda kerja dengan ujung pahat yang menimbulkan panas. Gesekan dan panas tersebut dapat menyebabkan beram menempel pada ujung mata pahat, sehingga ujung mata pahat akan rusak. Kekasaran permukaan benda yang dihasilkan akan tinggi dan ukuran kekasarannya tidak tepat. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan media pendingin pada saat proses pembubutan, karena media pendingin dapat berperan sebagai pelumas dan penyerap panas (Arief Darmawan, 1989/1990 : 6). Keuntungan penggunaan media pendingin pada proses pembubutan : 1. Mengurangi biaya alat potong. Media pendingin mengurangi keausan alat potong, jika umur pahat makin panjang dan menghemat waktu untuk mengasah/menajamkan kembali alat potong. 2. Meningkatkan kecepatan produksi. Media pendingin mengurangi gesekan dan panas yang terjadi, maka kecepatan potong dapat ditingkatkan. 3. Menghemat energi. Gesekan yang terjadi kecil, maka energi yang diperlukan untuk penggerak mesinpun kecil. 4. Permukaan hasil pemotongan lebih baik. Karena sisi tajam alat potong tidak cepat tumpul dan tidak mudah rusak, maka mampu menghasilkan permukaan sesuai dengan yang direncanakan. (Arief Darmawan, 1989/1990 : 7) 5. Material Baja HQ 760 Material yang digunakan sebagai spesimen uji dalam penelitian adalah baja HQ 760 dengan komposisi kimia dapat diihat pada tabel 2.1.

32 digilib.uns.ac.id 38 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Bahan HQ 760 Unsur Prosentasi (%) C 0,42 0,50 Mn 0,50 0,80 Si (max) 0,40 S 0,020 Cr + Mo + Ni (max) 0,.63 Sumber : PT Tira Andalan Steel 6. Kekasaran Permukaan Permukaan adalah batas yang memisahkan antara benda padat dengan sekelilingnya. Jika ditinjau dengan skala kecil pada dasarnya konfigurasi permukaan merupakan suatu karakteristik geometri golongan mikrogeometri. Sementara itu yang tergolong makrogeometri adalah permukaan secara keseluruhan yang membuat bentuk atau rupa yang spesifik misalnya permukaan poros, lubang, sisi dan lain-lain yang tercakup pada elemen geometri ukuran, bentuk, dan posisi. (Taufiq Rochim, 2001 : 52) Karakteristik suatu permukaan memegang peranan penting dalam perancangan komponen mesin atau peralatan. Banyak hal di mana karakteristik permukaan perlu dinyatakan dengan jelas misalnya dalam kaitannya dengan gesekan, keausan, pelumasan ketahanan lelah, perekatan dua atau lebih komponen mesin dan sebagainya. Konfigurasi permukaan yang kita lihat dengan mata sebenarnya tidaklah serapi yang terlihat. Apabila profil permukaan kita lihat dari penampang melintang benda kita akan melihat ketidakteraturan dari profil permukaan suatu benda. Ketidakteraturan konfigurasi suatu permukaan bila ditinjau dari profilnya dapat diuraikan menjadi beberapa tingkat seperti yang terlihat pada tabel 2.2. Tingkat pertama merupakan ketidakteraturan makrogeometri yaitu keseluruhan permukaan yang membuat bentuk. Tingkat kedua yaitu yang disebut dengan gelombang (waviness), merupakan ketidakteraturan yang periodik dengan panjang gelombang yang jelas lebih besar dari kedalamannya (amplitude). Tingkat ketiga

33 digilib.uns.ac.id 39 yaitu alur (groove) dan tingkat keempat adalah serpihan (flaw) dan keduanya lebih dikenal dengan istilah kekasaran (roughness). (Taufiq Rochim, 2001 : 54) Tabel 2.3 Ketidakteraturan Suatu Profil (Konfigurasi Penampang Permukaan) Tingkat Profil Terukur (Bentuk Grafik Hasil Pengukuran) Istilah Contoh Tingkat Kemungkinan Penyebabnya Kesalahan bidang Kesalahan bentuk 1 (form error) Gelombang 2 (waviness) 3 Alur (grove) 4 Serpihan (flakes) Kekasaran 5 permukaan (surface pembimbing mesin perkakas dan benda kerja, kesalahan pencekaman benda kerja. Kesalahan bentuk perkakas, penyenteran perkakas, getaran dalam proses permesinan Jejak atau bekas pemotongan (bentuk ujung pahat, gerak makan) Proses pembentukan beram Kombinasi ketidakteraturan tingkat 1 sampai 4 roughness) Sumber : Taufik Rochim, 2001 : 55 Istilah kekasaran permukaan digunakan secara luas di industri dan biasanya digunakan untuk mengukur kehalusan dari suatu permukaan benda. Standard Amerika B mendefinisikan mengenai kekasaran permukaan, permukaan yang digambarkan dari konsep permukaan metrologi dan terminologi yang telah ada pada standar sebelumnya.

34 digilib.uns.ac.id 40 Kekasaran terdiri dari ketidakteraturan dari tekstur permukaan, yang pada umumnya mencakup ketidakteraturan yang diakibatkan oleh perlakuan selama proses produksi. Contoh bentuk tekstur permukaan benda kerja dapat dilihat pada gambar 2.8. Gambar 2.8. Tekstur Permukaan Jarak kekasaran (roughness width) adalah jarak paralel pada permukaan yang nominal antara punggung bukit/bubungan atau puncak berurutan terhadap pola ajuan utama dari kekasaran permukaan. Penggalan jarak kekasaran (roughness width off cut) adalah pengukuran rata-rata tingginya kekasaran yang menandakan pengaturan jarak yang terbesar dari ketidakteraturan permukaan berulang. Nilai penggalan jarak kekasaran dinilai dalam perseribu dari suatu inci. Tabel standar untuk nilai-nilai penggalan jarak kekasaran 0,003; 0,10; 0,030; 0,100; dan 1,000 inci. Jika tidak ada nilai, maka ditetapkan suatu asumsi penilaian/beban maksimum 0,030 inci. Waviness yaitu meliputi semua ketidakteraturan yang terjadi pada permukaan. Waviness height adalah jarak puncak tertinggi terhadap lembah. Waviness width adalah pengaturan jarak dari gelombang/lambaian berurutan mencapai puncak atau lembah gelombang/lambaian berurutan lain. Lay adalah arah dari pola acuan permukaan utama, secara normal ditentukan oleh metode produksi. Flaws adalah kesalahan tak disengaja, tak diduga, dan gangguan tak dikehendaki di dalam topografi yang khas dari suatu permukaan benda.

35 digilib.uns.ac.id 41 Untuk mereproduksi profil suatu permukaan, sensor arau peraba harus digerakkan mengikuti lintasan yang berupa garis lurus dengan panjang pengukuran (transversing length; lg) yang telah ditentukan. Reproduksi yang dihasilkan oleh alat ukur kekasaran akan terlihat seperti gambar 2.9. Gambar 2.9. Profil Permukaan (Taufik Rochim, 2001 : 5) Profil geometrik ideal ialah profil pemukaan yang sempurna dapat berupa garis lurus, lengkung, atau busur. Profil terukur (measured profil), merupakan profil permukaan terukur. Profil referensi adalah profil yang digunakan sebagai acuan untuk menganalisis ketidakteraturan konfigurasi permukaan. Profil akar/alas yaitu profil referensi yang digeserkan ke bawah, sehingga menyinggung titik terrendah profil terukur. Profil tengah adalah profil yang digeserkan ke bawah sedemikian rupa, sehingga jumlah luas bagi daerah-daerah di atas profil tengah sampai profil terukur adalah sama dengan jumlah luas daerah-daerah di bawah profil tengah sampai ke profil terukur. Berdasarkan profil-profil yang diterangkan di atas, dapat didefinisikan beberapa parameter permukaan, yaitu yang berhubungan dengan dimensi pada arah tegak dan arah memanjang. Untuk dimensi arah tegak dikenal beberapa parameter yaitu: 1. Kekasaran total (peak to valley height/total height), Rt (µm) adalah jarak antara profil referensi dengan profil alas.

36 digilib.uns.ac.id Kekasaran perataan (depth of surface smoothness/peak to mean line), Rp (µm) adalah jarak rata-rata antara profil referensi dengan profil terukur yang nilainya sama dengan jarak antara profil referensi dengan profil tengah. 3. Kekasaran rata-rata aritmetik (mean roughness index/center line average, CLA), Ra (µm) adalah harga rata-rata aritmetik bagi harga absolutnya jarak antara profil terukur dengan profil tengah. 4. Kekasaran rata-rata kuadratik (root mean square height), Rq (µm) adalah akar bagi jarak kuadrat rata-rata antara profil terukur dengan profil tengah. 5. Kekasaran total rata-rata, Rz (µm), merupakan jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima puncak tertinggi dikurangi jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima lembah terrendah. Harga kekasaran rata-rata (Ra) maksimal yang diijinkan ditulis di atas simbol segitiga. Satuan yang digunakan harus sesuai dengan satuan panjang yang digunakan dalam gambar teknik (metrik atau inci). Jika angka kekasaran Ra minimum diperlukan dapat dituliskan di bawah angka kekasaran maksimum. Angka kekasaran dapat diklarifikasikan menjadi 12 angka kelas kekasaran seperti yang terlihat pada tabel 2.3.

37 digilib.uns.ac.id 43 Tabel 2.4 Standarisasi Simbol Nilai Kekasaran Harga Kekasaran, Ra (µm) Angka Kelas Kekasaran Panjang Sampel (m) 50 N12 25 N ,5 N10 6,3 N9 2,5 3,2 1,6 0,8 0,4 N8 N7 N6 N5 0,8 0,2 N4 0,1 N3 0,25 0,005 N2 0,025 N1 0,08 Sumber : Taufik Rochim, 2001 : 62 Angka kekasaran (ISO number) dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahan interpretasi atas satuan harga kekasaran. Jadi spesifikasi kekasaran dapat langsung dituliskan nilainya atau dengan menuliskan angka kekasaran ISO. Panjang sampel pengukuran disesuaikan dengan angka kekasaran yang dimiliki oleh suatu permukaan. Apabila panjang sampel tidak dicantumkan di dalam penulisan simbol berat, maka panjang sampel 0,8 mm (bila diperkirakan proses permesinannya halus sampai sedang) dan 2,5 mm (bila diperkirakan proses permesinannya kasar). (Taufiq Rochim, 2001 : 55-63) 2. Penelitian yang Relevan Penelitian yang akan dilakukan ini merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Yusuf Cahyo Wibowo (2006) meneliti tentang pengaruh kecepatan spindel dan kedalaman pemakanan terhadap tingkat kekasaran logam paduan aluminium (Al 5005). Pada proses pembubutan commit dengan to user spesimen Al 5005 dilakukan variasi

38 digilib.uns.ac.id 44 kecepatan spindel 460 rpm, 755 rpm, dan 1255 rpm. Variasi kedalaman pemakanan juga menggunakan tiga variasi yaitu 0,5 mm; 1 mm; dan 1,5 mm. Spesimen yang digunakan berjumlah 9 buah dengan panjang 60 mm dan diameternya 25,4 mm. Pengukuran kekasaran permukaan dilakukan dengan menggunakan Mitutoyo Surftest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variasi kecepatan spindel terhadap tingkat kekasaran permukaan logam paduan aluminium. Semakin besar kecepatan spindel yang digunakan, semakin kecil tingkat kekasaran permukaan benda kerja. Ada pengaruh kedalaman pemakanan terhadap tingkat kekasaran permukaan logam. Kedalaman pemakanan yang semakin kecil akan menghasilkan tingkat kekasaran permukaan yang semakin kecil. Tidak ada interaksi yang positif dan signifikan antara variasi kecepatan spindel dan kedalaman pemakanan terhadap tingkat kekasaran permukaan logam paduan aluminium. Simpulan penelitian bahwa kekasaran permukaan yang paling kecil dihasilkan pada kecepatan spindel 1255 rpm dengan kedalaman pemakanan 0,5 mm dan yang paling besar pada kecepatan spindel 460 rpm dan kedalaman pemakanan 1,5 mm. Ali Mursit (2006) meneliti tentang pengaruh sudut potong utama dan variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran permukaan hasil pembubutan baja EMS 45. Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen dengan variasi sudut potong utama, yaitu : 50 0, 60 0, Variasi penggunaan media pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah air, coolant, dan oli SAE 40. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sudut potong utama terhadap kekasaran pernukaan hasil pembubutan baja EMS 45. Ada pengaruh yang signifikan antara variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran pernukaan hasil pembubutan baja EMS 45. Ada pengaruh yang signifikan antara sudut potong utama dan variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran pernukaan hasil pembubutan baja EMS 45. Didapat kekasaran permukaan yang minimal dari hasil pembubutan baja EMS 45 yaitu 6,233 µm pada proses perlakuan sudut potong utama 70 0 dan penggunaan media pendingin oli SAE 40.

39 digilib.uns.ac.id 45 Ninuk Jonoadji dan Joni Dewanto (1999) meneliti tentang pengaruh parameter potong dan geometri pahat terhadap kekasaran permukaan pada proses bubut. Proses pemesinan dilakukan pada pada material baja S45C dengan menggunakan pahat coated carbide. Kondisi pemesinan menggunakan variasi kecepatan potong 150 m/mnt, 175 m/mnt, 200m/mnt. Gerak makan divariasi 0,1 mm/rev; 0,15 mm/rev; dan 1,2 mm/ rev. Kedalaman potong 1 mm. Percobaan dilakukan berdasarkan desain eksperimen dan analisis regresi. Dari hasil percobaan didapatkan gerak pemakanan memberikan pengaruh yang paling besar dan kecepatan potong memberikan pengaruh paling kecil terhadap kekasaran permukaan. (a). Nose radius 0,4 mm (b.) Nose radius 0,8 mm (c.) Nose radius 1,2 mm Gambar Grafik Prediksi Kekasaran terhadap Gerak Pemakanan dengan Kecepatan Potong Bervariasi. (Ninuk Jonoadji dan Joni Dewanto, 1999 : 82 88)

40 digilib.uns.ac.id 46 Dari gambar 2.10 terlihat bahwa dengan bertambahnya nilai dari gerak pemakanan akan memperbesar nilai Ra pada semua nilai kecepatan potong pada tiap radius. Pada nilai gerak pemakanan yang sama, memperbesar kecepatan potong akan menurunkan nilai Ra. Isdaryanto Iskandar (1995) meneliti tentang variabilitas kualitas permukaan baja AISI 1060 yang dihasilkan dengan proses bubut dengan menggunakan pahat karbida terhadap lama pemotongan pada berbagai kecepatan potong, tanpa dan menggunakan media pendingin. Kondisi pemesinan menggunakan variasi kecepatan potong 300 m/mnt, 240 m/mnt, 180 m/mnt, 140 m/mnt, 110 m/mnt. Pemotongan dilakukan tanpa menggunakan media pendingin dan menggunakan media pendingin dromus. Kedalaman potong 1 mm. Gerak pemakanan 0,1 mm/rev. Hasil penelitian menunjukkan dalam kondisi tanpa media pendingin, hasil terbaik (tingkat kekasaran N7) dihasilkan pada kecepatan potong 300 m/mnt. Pada kecepatan potong 240 m/mnt masih berada pada tingkat kekasaran N7, pada kecepatan lainnya yang lebih rendah memiliki tingkat kekasaran N8. Pemotongan dalam kondisi menggunakan pendingin hasil terbaik (tingkat kekasaran N7) dihasilkan pada kecepatan potong 300 m/mnt. Pada kecepatan potong 240 m/mnt, 180 m/mnt, 140 m/mnt masih berada pada tingkat kekasaran N7, pada kecepatan lain 110 m/mnt memiliki tingkat kekasaran N8. Grafik hubungan antara penggunaan media pendingin dan kekasaran permukaan pada berbagai kecepatan potong, yaitu :

41 digilib.uns.ac.id 47 (a) Pemotongan tanpa menggunakan media pendingin (b) Pemotongan dengan menggunakan media pendingin Gambar 2.11 Variability Ra terhadap Lama Pemotongan pada Berbagai Kecepatan Potong (Isdaryanto Iskandar, 1995 : 96)

42 digilib.uns.ac.id Kerangka Pemikiran Kekasaran permukaan produk hasil pengerjaan pada mesin-mesin merupakan salah satu bagian yang harus diperhitungkan sebagai upaya bengkel pemesinan dalam meningkatkan kualitas produk. Selain itu, diperlukan cara agar mesin perkakas tersebut menghasilkan produk dengan jumlah banyak dalam waktu singkat, sehingga biaya produksi dapat ditekan serendah-rendahnya. Produk yang berkualitas diperoleh dari adanya proses pemesinan yang baik. Kekasaran permukaan adalah salah satu keadaan yang disebabkan oleh kondisi pemotongan dari proses pemesinan. Dari penelitian sebelumnya kekasaran produk dari mesin bubut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : gerak pemakanan, kedalaman potong, kecepatan potong, sudut potong utama, geometri pahat, material pahat, media pendingin dan material benda kerja. 1. Pengaruh Gerak Pemakanan terhadap Kekasaran Permukaan Pada penelitian sebelumnya telah diteliti mengenai pengaruh kecepatan spindel dan kedalaman pemakanan terhadap tingkat kekasaran logam, juga pengaruh parameter potong dan geometri pahat terhadap kekasaran permukaan pada proses bubut. Dari kedua penelitian diatas parameter potong memiliki pengaruh terhadap kekasaran permukaan. Hasil penelitian menunjukan gerak pemakanan memberikan pengaruh yang paling besar terhadap kekasaran permukaan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang proses pembubutan menggunakan mesin CNC, pada penelitian ini menggunakan mesin bubut konvensional. Gerak pemakanan, f (feed), adalah jarak yang ditempuh oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali. Semakin panjang jarak penyayatan pahat satu kali benda kerja berputar semakin tebal penampang beram yang terbentuk, ketebalan penampang beram yang dihasilkan akan mempengaruhi kekasaran permukaan, semakin tebal penampang beram yang dihasilkan pahat sekali benda kerja berputar semakin kasar permukaan benda kerja. Dengan demikian diduga ada pengaruh gerak pemakanan terhadap kekasaran permukaan.

43 digilib.uns.ac.id Pengaruh Media Pendingin terhadap Kekasaran Permukaan Sebelum penelitian ini telah ada penelitian mengenai pengaruh sudut potong utama dan variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran permukaan dengan variasi media pendingin yang digunakan air, coolant, dan oli SAE 40. Pada penelitian mengenai variabilitas kualitas permukaan baja yang dihasilkan dengan proses bubut dengan menggunakan pahat karbida terhadap lama pemotongan pada berbagai kecepatan potong, tanpa menggunakan media pendingin dan menggunakan media pendingin, media pendingin yang digunakan adalah dromus. Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi penggunaan media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam, maka divariasikanlah penggunaan media yang memiliki sifat melumasi, media pendingin yang memiliki sifat mendinginkan dan menggunakan media pendingin udara atau pembubutan kering. Pada saat pemotongan, apabila gaya gesek yang terjadi antara muka pahat dan beram lebih kecil dibandingkan dengan gaya yang dibutuhkan untuk menggeser material (beram) dari muka pahat, seluruh beram akan mengalir meninggalkan muka pahat. Apabila yang terjadi sebaliknya, material akan menempel pada muka pahat. Gejala ini dikenal dengan seizure. Bilamana penumpukan ini terjadi berlapis-lapis, fenomena ini dikenal sebagai built up edge. Apabila pada muka pahat terjadi built up edge sedangkan temperatur pada tempat tersebut berada di bawah temperatur rekristalisasi, kekerasan built up edge cukup besar dan mampu untuk menjadi mata potong kedua. Karena adanya mata potong kedua, pada benda kerja akan timbul bidang kerja baru yang tidak stabil. Akibat dari hal tersebut di atas, adalah kualitas permukaan benda kerja yang dihasilkan akan menurun atau berfluktuasi. Saat proses pembubutan terjadi gesekan antara benda kerja dengan ujung pahat yang menimbulkan panas. Gesekan dan panas tersebut dapat menyebabkan beram menempel pada ujung mata pahat sehingga ujung mata pahat akan rusak. Kekasaran permukaan benda yang dihasilkan akan tinggi dan ukuran kekasarannya tidak commit tepat. to user Hal ini dapat dihindari dengan

44 digilib.uns.ac.id 50 penggunaan media pendingin pada saat proses pembubutan, karena media pendingin dapat berperan sebagai pelumas dan penyerap panas. Dengan demikian diduga ada pengaruh media pendingin terhadap kekasaran permukaan. 3. Pengaruh Gerak Pemakanan dan Media Pendingin terhadap Kekasaran Permukaan Dari teori dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya diketahui gerak pemakan mempengaruhi kekasaran permukaan, sama halnya dengan media pendingin juga memiliki pengaruh terhadap kekasaran permukaan, dengan demikian diduga ada pengaruh gerak pemakanan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan. Pada penelitian ini digunakan benda kerja bahan baja HQ 760. Proses pembubutannya menggunakan mesin bubut konvensional. Gerak pemakanan pada penelitian ini akan divariasikan yaitu 3,16 mm/rev; 4,10 mm/rev; dan 5,16 mm/rev. Media pendinginnya juga divariasi yaitu menggunakan dromus, oli SAE 40, dan udara. Untuk mengetahui secara pasti ada tidaknya pengaruh gerak pemakanan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil proses bubut konvensional pada material baja HQ 760, maka dilakukan pengukuran kekasaran permukaannya menggunakan Fowler Surfcoder SE 1700 Surface roughness measuring instrument. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditentukan paradigma penelitian sebagai berikut : A A 1 A 2 A 3 X Keterangan : A = Variasi Gerakan Pemakanan B = Variasi Media Pendingin B B 1 B 2 X = Kekasaran Permukaan B 3 Gambar Kerangka Pemikiran

45 digilib.uns.ac.id Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan analisa kerangka pemikiran di atas dapat diambil hipotesis sebagai berikut : 1. Ada pengaruh gerak pemakanan terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ Ada pengaruh media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ Ada pengaruh secara bersama gerak pemakanan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ Ada interaksi gerak pemakanan dan media pendingin yang menghasilkan kekasaran permukaan paling kecil hasil pembubutan pada material baja HQ 760.

46 digilib.uns.ac.id 52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Pemesinan Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FKIP UNS sebagai tempat pengerjaan pemesinan dengan mesin bubut konvensional, dan laboratorium Program Diploma Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM sebagai tempat pengujian tingkat kekasaran permukaan. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei s/d Oktober Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan sebagai berikut : a. Seminar proposal : 21 Mei 2010 b. Revisi proposal : 21 Mei sampai 5 Juli 2010 c. Perijianan : 19 Juli 2010 d. Proses pemesinan : 16 Agustus sampai 3 September 2010 e. Uji kekasaran : 7 September 2010 f. Analisis data : September 2010 g. Penulisan laporan : Minggu ketiga September 2010 sampai minggu pertama Oktober 2010 B. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh gerak pemakanan dan media pendingin terhadap kekasaran permukaan logam hasil proses pembubutan konvensional pada material baja HQ 760. Untuk mendapatkan kebenaran ilmiah, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap obyek penelitian serta adanya kontrol. Metode eksperimen yang digunakan adalah metode eksperimen desain acak sempurna model tetap eksperimen commit to faktorial. user Desain acak sempurna adalah 52

47 digilib.uns.ac.id 53 desain dimana perlakuan dilakukan sepenuhnya secara acak kepada unit-unit eksperimen atau sebaliknya. Syarat yang harus dipenuhi dalam desain ini adalah mempunyai data yang homogen (Sudjana, 1991: 15). Desain model tetap yaitu desain yang digunakan apabila penelitian hanya mempunyai a buah taraf faktor A dan hanya b buah faktor B dan semuanya digunakan dalam eksperimen yang dilakukan (Sudjana, 1991: 116). Eksperimen faktorial adalah eksperimen yang semua (hampir semua) taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan dengan semua (hampir semua) taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen itu (Sudjana, 1991: 109). Pada penelitian ini untuk pengukuran tingkat kekasaran digunakan desain eksperimen faktorial 3 x 3. Terdapat dua variabel bebas yang kemudian pada desain eksperimen ini disebut faktor. Faktor pertama mempunyai tiga taraf yaitu variasi gerak pemakanan (feed) 0,316 mm/rev; 0,410 mm/rev; dan 0,516 mm/rev. Faktor kedua mempunyai tiga taraf, yaitu variasi media pendingin yaitu dengan dromus, oli SAE 40, dan udara. Pada eksperimen ini diperoleh desain eksperimen faktorial 3 x 3 dengan demikian diperlukan 9 kondisi eksperimen atau 9 kombinasi perlakuan yang berbeda-beda. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 108), menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi penelitian ini adalah keseluruhan spesimen yaitu HQ 760 berbentuk silinder. 2. Sampel Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 109) sampel adalah bagian atau wakil populasi yang diteliti. Tujuan digunakannya teknik sampling adalah untuk menentukan seberapa banyak sampel yang diambil. Dalam penelitian ini sampel penelitian diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling artinya teknik pengambilan sampel yang dilakukan hanya untuk tujuan tertentu saja. (Sugiyono, 2005 :61)

48 digilib.uns.ac.id 54 Sementara menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 117) teknik purposive sampling adalah sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu. Data didapat dari hasil pengujian kekasaran permukaan spesimen baja HQ 760 di laboratorium yang sebelumnya telah mengalami proses pembubutan dengan variasi gerak pemakanan 3,16 mm/rev; 4,10 mm/rev; dan 5,16 mm/rev; serta variasi penggunaan media pendingin dengan dromus, oli SAE 40, dan udara. Sampel dalam penelitian ini diambil dari bahan HQ 760 dengan ukuran diameter 29,5 mm dan panjang 68 mm, sebanyak 9 buah. Pengambilan data kekasaran permukaan dilakukan 3 kali pada tempat yang berbeda pada tiap-tiap sampel, sehingga jumlah datanya adalah 27. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran terhadap keberadaan suatu variabel dengan instrumen penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mencari hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain. Sugiyono (2005 : 91) menyebutkan Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati, variabel itu sebagai atribut dari sekelompok orang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu. a. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Munculnya variabel ini tidak dipengaruhi atau tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya variabel lain. Tanpa adanya variabel bebas, maka tidak akan ada variabel terikat. Jika variabel bebas berubah, maka akan muncul variabel terikat yang berbeda atau yang lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah gerak pemakanan (feed) yang didasarkan kemampuan pahat dan mesin yang digunakan dan media pendingin.

49 digilib.uns.ac.id 55 Tabel 3.1 Rekomendasi Pembubutan Turning with carbide tool Rough turning Medium turning Finish turning Depth of cut min. 5 1 s/d 5 max. 1 Feed (f) mm/rev min. 1,0 0,3 s/d 1,0 max. 0,3 ISO machining gruop for carbide P30 s/d P40 P20 s/d P30 P10 tool Cutting speed (Vc) m/min 40 s/d s/d 150 >150 Sumber : PT Tira Andalas Steel 1) Gerak pemakanan (feed) Dari tabel 3.1 untuk pahat jenis carbide tool direkomendasikan untuk proses medium turning menggunakan gerak pemakanan 0,3 s/d 1,0 mm/rev. Berdasarkan rekomendasi tabel 3.1 dan gerak pemakanan yang ada pada mesin bubut konvensional Krisbow KW gerak pemakanan yang digunakan dalam percobaan ini: a) Gerak pemakanan rendah Untuk kecepatan pemakanan rendah digunakan kecepatan pemakanan 0,316 mm/rev. b) Gerak pemakanan tengah Untuk kecepatan pemakanan tengah digunakan kecepatan pemakanan 0,410 mm/rev sesuai dengan rekomendasi dari pahat yang digunakan. c) Gerak pemakanan tinggi Untuk kecepatan pemakanan tinggi digunakan kecepatan pemakanan 0,516 mm/rev. 2) Media Pendingin Dalam penelitian ini commit media to pendingin user yang digunakan :

50 digilib.uns.ac.id 56 a) Dromus Dromus dalam penggunaannya sebagai cairan pendingin, dicampur dengan air, dengan perbandingan 20 air : 1 dromus. Dromus adalah sejenis minyak mineral yang mengemulsi dengan air, berwarna putih susu. Cairan dromus dicampur dengan air bertujuan untuk meningkatkan daya pelumasan pada air, karena daya lumas air sangat kecil sehingga bila digunakan sebagai media pendingin kurang baik, karena syarat suatu media pendingin yang baik selain mampu mendinginkan juga mampu melumasi. Jadi dromus akan memiliki daya pendinginan yang besar, tetapi tetap memiliki daya pelumasan. Tabel 3.2 Spesifikasi Dromus TYPICAL CHARACTERISTICS DROMUS Density at 15 C - Kg/m3 955 Flash Point, Base oil, C C 80 ph (10% Emulsion) 8,7 Emulsion stability (500 ppm) 22 None hr. 25 C Copper 40 C 1a Herbert Rust Test pass Freeze/Thaw (40 cycles) No separation Sumber : b) Minyak pelumas Minyak pelumas memiliki daya pendinginan kurang dibanding air, mimyak pelumas memiliki daya pelumasan yang sangat baik. Daya pelumasan ini dapat mengurangi gesekan yang terjadi pada saat pembubutan, sehingga panas yang terjadi akibat gesekan dapat dicegah. Menurut Anwir (1994 : 72) minyak pelumas yang digunakan untuk pendingin itu di samping mendinginkan, harus juga melumasi. Minyak pelumas yang mendinginkan yaitu dengan membuang panas yang

51 digilib.uns.ac.id 57 terjadi. Minyak pelumas yang melumasi yaitu dengan mengurangi gesekan antara sundip dengan bidang sundip dan antara benda kerja dan bidang pelepasan (free travel surface). Minyak pelumas memiliki bermacam kekentalan, penggunaan disesuaikan dengan kondisi pelumasan yang berlaku. Klasifikasi minyak pelumas yang dipakai adalah SAE (Sociaty of Automotif Engineer). Angka SAE yang lebih besar menunjukkan angka minyak yang lebih kental. Dalam perdagangan tersedia minyak pelumas dengan kekentalan SAE 5, SAE 10, SAE 20, SAE 30, SAE 40, SAE 50 SAE, 60, SAE 90, dan SAE 140. Dalam penelitian ini minyak pelumas yang digunakan oli SAE 40 merk Mesran yang diproduksi oleh PT. Pertamina. Oli SAE 40 memiliki viskositas yang lebih besar dari dromus. Tabel 3.3 Spesifikasi Oli SAE 40 Merk Mesran TYPICAL CHARACTERISTICS MESRAN 40 No. SAE 40 Specific density, 15 C 0,8961 Viscosity kinematic, at 40 C, cst 146,70 l00 C, cst 14,42 Viscosity index 96 Colour, ASTM L 2,5 Flash point, COC,-C 244 Pour point, C -15 Total Base Number, mg KOH/gr 10,08 Sumber : c) Udara Pembubutan dilakukan tanpa menggunakan media pendingin atau pembubutan kering. b. Variabel Terikat Variabel terikat adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki pula sejumlah aspek di dalamnya, yang berfungsi menerima atau menyesuaikan diri

52 digilib.uns.ac.id 58 dengan kondisi lain, yang disebut variabel bebas. Dengan kata lain ada atau tidaknya variabel terikat tergantung ada atau tidaknya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah tingkat kekasaran permukaan, dalam hal ini adalah Ra (kekasaran rata-rata aritmetik) dengan satuan µm. c. Variabel Kontrol Variabel kontrol merupakan himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai aspek atau unsur di dalamnya, yang berfungsi untuk mengendalikan variabel terikat yang akan muncul bukan dikarenakan variabel lain, tetapi benarbenar karena variabel bebas. Pengendalian variabel ini dimaksudkan agar tidak merubah variabel yang akan diungkap pengaruhnya, sehingga kontrol yang dilakukan terhadap variabel ini akan menghasilkan variabel terikat yang murni. Adapun variabel kontrol dalam penelitian ini adalah : 1) Bahan yang digunakan adalah baja HQ760 diameter 29,5 mm dan panjang 68 mm 2) Mesin bubut konvensional Krisbow KW ) Kedalaman pemakanan (depth of cut ) 1 mm 4) Kecepatan potong (Vc) 60 m/min Putaran spindel yang digunakan adalah: Vc = n x π x D 1000 Dimana : Vc = kecepatan potong (m/ menit) D = diameter benda kerja (mm) n = putaran poros utama (rpm) Perhitungannya adalah : 60 = n x 3,14 x n = 647,74 rpm Putaran spindel pada mesin bubut Krisbow KW yang mendekati adalah 700 rpm.

53 digilib.uns.ac.id 59 5) Alat ukur kekasaran yang digunakan adalah Fowler Surfcoder SE 1700 Surface roughness measuring instrument 6) Pahat jenis carbide tool P30 7) Pemberian media pendingin dengan cara dioles 8) Operator dalam mengoperasikan mesin bubut adalah peneliti 2. Instrument Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Gergaji potong digunakan untuk memotong spesimen yang akan diuji. b. Mesin bubut konvensional Krisbow KW digunakan untuk proses pemesinan. c. Pahat jenis carbide tool P30 digunakan untuk alat pemotong selama proses pembubutan. d. Jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi benda uji. e. Bak pendingin digunakan untuk wadah media pendingin. f. Kuas digunakan untuk mengoleskan media pendingin. g. Alat uji kekasaran yang digunakan memeriksa hasil kekasaran setelah dilakukan proses pemesinan adalah Fowler Surfcoder SE 1700 Surface roughness measuring instrument. 3. Desain Eksperimen Desain eksperimen adalah langkah-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan, agar data yang diperlukan dapat diperoleh, sehingga akan membawa hasil analisis obyektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang akan dibahas. (Sudjana, 1991: 1). Pada penelitian ini digunakan desain eksperimen faktorial. Penelitian ini mempunyai dua variabel bebas, yang kemudian pada desain eksperimen ini disebut faktor. Definisi eksperimen faktorial adalah eksperimen yang semua taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan dalam eksperimen itu. Pada penelitian ini ada dua variabel bebas, maka faktor yang digunakan yaitu A dan B. Faktor pertama (A) adalah gerak pemakanan terdiri dari tiga taraf, yaitu : 3,16 mm/rev; 4,10 mm/rev; dan 5,16 commit mm/rev. to user Dengan demikian terdapat sembilan

54 digilib.uns.ac.id 60 kombinasi perlakuan yang berbeda. Faktor kedua (B) variasi media pendingin terdiri dari tiga taraf yaitu dengan dromus, oli SAE 40, dan udara. Pada masingmasing perlakuan dilakukan tiga kali replikasi (r = 3). Replikasi dilakukan pada kesembilan sampel yang diujicobakan, maka secara umum jumlah data pengukuran dapat ditentukan dari hubungan rx3x3, sehingga 3x3x3 = 27 data. Desain eksperimen yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut : Table 3.4 Pengumpulan Data Faktor A Gerak pemakanan Jumlah Rata-rata Taraf 0,316 0,410 0,516 keseluruhan keseluruhan mm/rev mm/rev mm/rev Dromus X 111 X 121 X 131 X 112 X 122 X 132 X 113 X 123 X 133 Jumlah J 110 J 120 J 130 J 130 Faktor B (media pendingin) Rata-rata X 211 X 221 X 231 Oli SAE 40 X 212 X 222 X 232 X 213 X 223 X 233 Jumlah J 210 J 220 J 230 J 130 Rata-rata X 311 X 321 X 331 Udara X 312 X 322 X 332 X 313 X 323 X 333 Jumlah J 310 J 320 J 330 J 130 Rata-rata Jumlah keseluruhan J 010 J 020 J 030 J 000 Rata-rata keseluruhan

55 digilib.uns.ac.id Pelaksanaan Eksperimen a. Persiapan Bahan 1). Pemotongan benda kerja Benda kerja dipotong dengan diameter 30 mm dan panjang 70 mm. 2). Pembubutan awal Proses ini bertujuan untuk membuat benda kerja memiliki ukuran yang sama, sehingga diharapkan perlakuan yang diterima oleh setiap spesimen akan sama. Benda kerja dibubut dengan panjang 68 mm dan diameternya 29,5 mm. Gambar 3.1 Facing 3). Pembuatan stopper Pembuatan stopper dimaksudkan untuk mempermudah pemasangan spesimen pada mesin, sehingga panjang spesimen yang keluar dari chuck selalu sama. Gambar 3.2 Pembuatan Stopper

56 digilib.uns.ac.id 62 b. Proses eksperimen Sebelum dilakukan proses pembubutan, terlebih dulu dilakukan setting mesin berupa pengaturan kecepatan spindel sebesar 700 rpm dan pemasangan pahat, kemudian dilakukan proses penyayatan sedalam 1 mm dengan variasi gerak pemakanan dan media pendingin yang telah ditentukan. Gambar 3.3 Spesimen Hasil Proses Eksperimen c. Pengujian kekasaran permukaan Pengujian kekasaran permukaan dilakukan dengan menggunakan Fowler Surfcoder SE 1700 Surface roughness measuring instrument. Setiap satu benda uji dilakukan tiga kali pengukuran kekasaran pada tempat yang berbeda. Dengan sampel sebanyak 9 buah, setiap sampel direplikasi sebanyak 3 kali, sehingga didapat 27 data penelitian. Hasil pengukuran kekasaran permukaan hasil pembubutan baja HQ 760 dinyatakan dalam ukuran µm (mikro meter). Karena penampang benda uji berupa lingkaran, maka dipilih selisih pada tiap-tiap tempat yang diukur. Keterangan : 1. Pengukuran pertama 2. Pengukuran kedua 3. Pengukuran ketiga Gambar 3.4 commit Pengukuran to user Benda Uji

57 digilib.uns.ac.id 63 d. Tahapan eksperimen Tahap eksperimen dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan aliran proses eksperimen sebagai berikut : Penyediaan baja HQ 760 Pemotongan benda kerja menjadi ukuran diameter 30 mm dan panjang 70 mm Pembubutan awal benda kerja menjadi ukuran diameter 29,5 mm dan panjang 68 mm Pembuatan stopper dengan diameter 27 mm dan panjang 20 mm Eksperimen benda kerja Gerak pemakanan 3,16 mm/rev Gerak pemakanan 4,10 mm/rev Gerak pemakanan 5,16 mm/rev Media pendingin dromus Media pendingin Oli SAE 40 Media pendingin Udara Media pendingin dromus Media pendingin Oli SAE 40 Mmedia pendingin Udara Media pendingin dromus Media pendingin Oli SAE 40 Media pendingin Udara Pengukuran kekasaran Pengukuran kekasaran Pengukuran kekasaran Analisis Data Kesimpulan Gambar 3.5 Bagan Alir Proses Eksperimen

58 digilib.uns.ac.id 64 E. Teknik Analisa Data Salah satu bagian terpenting dalam proses kegiatan penelitian adalah melakukan kegiatan analisis terhadap data-data yang telah terkumpul. Hal ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan serta untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang cukup akurat dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis varian dua jalan. Uji persyaratan analisis yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis data dengan anava dua jalan. Uji persyaratan analisis yang harus dilakukan yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. 1. Uji Persyaratan Analisis Data a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data pada variabelvariabel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas Lilliefors. Adapun prosedur yang digunakan sebagai berikut : 1) Menentukan hipotesis Ho = sampel berasal dari populasi berdistribusi normal Hi = sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal 2) Menentukan taraf nyata α = ) Menentukan harga SD dengan rumus SD 2 n 2 X i n n 1 X Keterangan : SD : Simpangan baku atau deviasi standar n : Jumlah baris 2 X i 2 X i i 2 : Jumlah keseluruhan kolom pangkat dua : Hasil pangkat dua X 2 i kemudian dijumlahkan keseluruhan 4) Pengamatan X 1, X 2,., X n dijadikan bilangan Z 1, Z 2,., Z n dengan menggunakan rumus : Zi = X i X SD

59 digilib.uns.ac.id 65 5) Statistik uji yang digunakan L = Maks. Zi S Zi F(Zi) = P(Z Zi); Z ~ N(0,1); S Zi banyaknya Z1 Z n, 2 3, Z, Z N Zi F dengan 6) Daerah kritik uji DK = {L L > L ;n } Ho ditolak apabila Lo mak > L tabel Hi diterima apabila Lo mak < L tabel (Sumber: Budiyono, 2004:170) b. Uji Homogenitas Untuk menguji persyaratan homogenitas digunakan uji Bartlett, adapun prosedur yang harus ditempuh sebagai berikut: 1) Tentukan hipotesis Ho : S 2 1 = S 2 2. = Sk 2 ; Hi : Tidak demikian 2) Tentukan taraf nyata = 0,01 3) Menentukan tabel uji Bartlett Tabel 3.5 Harga-harga yang perlu untuk uji Bartlett Sampel ke- Dk 1/dk Si 2 Log Si 2 (dk) Log Si Kekeliruan N 1-1 N 2-1 N k -1 1/ N 1-1 1/ N 2-1 1/ N 3-1 Si 2 Si 2 Si 2 Log Si 2 Log Si 2 Log Si 2 (N 1-1) Log Si 2 (N 1-1) Log Si 2 (N 1-1) Log Si 2 Jumlah (N i -1) (1/ N i -1) (N I -1) Log Si 2 4) Untuk uji Bartlett digunakan statistik chi-kuadrat X 2 = (Ln 10) { B - (n i 1) log S 2 i }; Dimana: B = Koefisien Bartlett = ( log S 2 ) (n i 1) S 2 = Variasi gabungan dari semua sampel= { (N i -1) Si 2 / (N i -1)} Si 2 = 2 2 Yi ( Yi) / n n 1 i 5) Daerah kritik ( Daerah commit penolakan to user Ho ) i

60 digilib.uns.ac.id 66 Ho ditolak apabila X 2 X 2 t ( 1 - )( k 1 ) Ho diterima apabila X 2 X 2 t ( 1 - )( k 1 ) (Sumber: Sudjana, 1992: 261) 2. Analisis Data a. Uji Hipotesis dengan Anava Dua Jalan Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis setelah diperoleh data dengan metode eksperimen yang berdistribusi normal dan memiliki varian yang homogen, maka digunakan analisis varian dua jalan. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis a). 2 Ho1 : σ A 0 ; Hi 1 : Ada salah satu perbedaan 2 b). Ho2 : σ B 0; Hi2 : Ada salah satu perbedaan c). 2 Ho3 : σ C 0; Hi3 : Ada salah satu perbedaan 2) Memilih taraf signifikasi tertentu ( = 0,01) 3) Menetapkan kriteria pengujian, yaitu: a). diterima apabila F Fα a -1,ab(n -1) Ha 1 Ho 1 ditolak apabila F Fα a -1,ab(n -1) b). diterima apabila F Fα b -1,ab(n -1) Ha 2 Ho 2 ditolak apabila F Fα b -1,ab(n -1) c). diterima apabila F Fα (a -1)(b -1),ab(n -1) Ha 3 Ho 3 diterima apabila F Fα 4) Menentukan besarnya F (a -1)(b -1),ab(n -1) Rumus-rumus yang digunakan untuk menganalisis data guna menentukan jumlah kuadrat (JK), derajat kebebasan (dk), mean kuadrat (KT) dan F observasi adalah: X 2 a b n i 1 j 1 k 1 X 2 ijk, dengan dk abn

61 digilib.uns.ac.id 67 J i00 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke-i faktor A = b j 1 k 1 X ijk J 0j0 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke-j faktor B J ij0 = a n i 1 k 1 X ijk = Jumlah pengamatan yang ada dalam taraf ke-i faktor A dalam taraf ke-j faktor B. = J 000 = Jumlah nilai semua pengamatan = i 1 j 1 k 1 2 J 000 R X =,dengan dk 1 abn A X n k 1 a X ijk b = Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk semua taraf faktor A a = bn X i00 X 000 i 1 n X 2 ijk 2 a = 2 J 000 Rx bn i 1 dengan dk = (a 1) B X = Jumlah kuadrat (JK) untuk semua taraf faktor B a = an X X b i 1 i00 = ( J 000 Rx dengan dk = (b 1) n i 1 2 J ab = Jumlah kuadrat kuadrat (JK) untuk semua sel untuk daftar a x b a = n X 2 0 j0 X 000 b i 1 b b j 1 = 2 J 0 j 0 Rx n i 1 j 1 AB X = Jumlah kuadrat kuadrat untuk interaksi antara faktor A dan faktor B

62 digilib.uns.ac.id 68 a b = n ( X i 1 j 1 ij 0 X 000 X 0 j0 X 000 ) = J ab A x B x dengan dk = (a-1)(b-1) E X = X 2 R X A X B X AB X dengan dk = ab (n-1) A = Mean kuadrat untuk faktor A = A X / (a-1) B = Mean kuadrat untuk faktor B = A X / (b-1) AB = Mean kuadrat untuk A dan B = AB X / (a-1)(b-1) E = E X / ab(n-1) Setelah selesai perhitungan, hasilnya dimasukkan ke dalam daftar anava sebagai berikut: Tabel 3.6 Rangkuman Anava Dua Jalan Sumber Variasi dk JK KT F Rata-rata perlakuan 1 A a-1 B b-1 AB (a-1)(b-1) Kekeliruan (E) ab(n-1) R X A X B X 2 AB X KT E F B =KTB/K E X KT A =A X /dka F A =KTA/K KT B =B X /dka TE =AB X /dkab TE E X /dke F AB =KTAB/ KTE Jumlah abn X Keterangan: A : Variasi gerak pemakanan B : Variasi media pendingin AB : Interaksi antara variasi gerak pemakanan dan media pendingin dk : Derajat kebebasan JK : Jumlah kuadrat KT : Mean kuadrat

63 digilib.uns.ac.id 69 F : Notasi anava Pada penelitian ini ada tiga buah taraf faktor A dan tiga buah taraf faktor B, yang semuanya digunakan dalam eksperimen, maka untuk menghitung statistik F, digunakan model tetap, yaitu: Ha 1 dipakai statistik F = A/E Ha 2 dipakai statistik F = B/E Ha 3 dipakai statistik F = AB/E 5) Menetapkan kesimpulan Keputusan uji: a) F A > Ft 1% Ha diterima b) F B > Ft 1% Ha diterima c) F AB > Ft 1% Ha diterima b. Komparasi Ganda Pasca Anava Dua Jalan (Sumber: Sudjana, 1992: 114) Komparasi ganda pasca anava bertujuan untuk mengetahui rerata mana yang berbeda atau rerata mana yang sama. Dalam penelitian ini, komparasi ganda yang digunakan untuk tindak lanjut anava dua jalan adalah dengan memakai metode Scheffe. berikut: Langkah-langkah yang harus ditempuh pada metode Scheffe sebagai 1) Mengidentifikasikan semua pasangan komparasi rataan yang ada. Menentukan tingkat signifikasi = 1% 2) Mencari nilai statistik uji F dengan menggunakan formula: a). Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar baris. F i-j X i X j = 1 RKG n.i 2 1 n. j, RKG = E Daerah kritik uji (DK) = F F > (p-1) F ; p-1, N-pq b). Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar kolom.

64 digilib.uns.ac.id 70 sama. F i-j X i X j = 1 RKG n.i 2 1 n. j, RKG = E Daerah kritik uji (DK) = F F > (q-1) F ; q-1, N-pq c). Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang F ij-kj X i X j = 1 1 RKG n.ij n.kj 2, RKG = E Daerah kritik uji (DK) = F F > (pq-1) F ; pq-1, N-pq d). Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama. F ij-ik X i X j = 1 1 RKG n.ij n.ik 2, RKG = E Daerah kritik uji (DK) = F F > (pq-1) F ; pq-1, N-pq 3) Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda. 4) Mengambil kesimpulan keputusan uji yang ada. Keterangan: Fi j = Nilai F observasi pada pembandingan baris ke- i dan baris ke-j Fij kj = Nilai F observasi pada pembandingan rataan pada sel ke-i dan sel ke-j X i = Rataan pada baris ke-i. X j = Rataan pada baris ke-j. X i j X k j RKG n. i n. j n. ij n. kj = Rataan pada sel ij. = Rataan pada sel kj. = E = Rataan kuadrat galat. = Ukuran sampel baris ke-i. = Ukuran sampel baris ke-j. = Ukuran sel ij. = Ukuran sel kj. (Sumber: Budiyono, 2004: 213)

65 digilib.uns.ac.id 71 Uji Scheffe yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan uji Scheffe untuk komparasi rataan antar baris, komparasi rataan antar kolom, komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama dan komparasi rataan antar sel pada baris yang sama. Hal ini dilakukan agar benar-benar diketahui tingkat perbedaan besarnya pengaruh masing-masing kombinasi perlakuan terhadap besarnya tingkat kekasaran permukaan logam pada material HQ 760. Kekasaran permukaan optimal dihitung dari rerata sel, interaksi gerak pemakanan dan media pendingin.

66 digilib.uns.ac.id 72 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang melibatkan dua faktor. Faktor A adalah variasi gerak penekanan yaitu: 0,316 mm/rev; 0,410 mm/rev; dan 5,16 mm/rev; sedangkan faktor B adalah perlakuan variasi media pendingin yaitu: oli SAE 40, dromus, udara, faktor A dan faktor B ini merupakan variabel bebas. Variabel terikatnya adalah kekasaran permukaan logam hasil pembubutan pada material baja HQ 760. Data hasil penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut: Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan Hasil Pembubutan Baja HQ 760. Faktor B (media pendingin) Faktor A Gerak pemakanan Jumlah Rata-rata Taraf 0,316 mm/rev 0,410 mm/rev 0,516 mm/rev keseluruhan keseluruhan 6,829 7,029 8,332 Oli SAE 40 6,246 7,377 8,447 4,938 7,146 7,792 Jumlah 18,013 21,552 24,571 64,136 Rata-rata 6,004 7,184 8,190 7,126 7,076 8,022 8,514 Dromus 7,702 8,153 8,498 7,345 8,209 8,306 Jumlah 22,123 24,384 25,318 71,825 Rata-rata 7,374 8,128 8,439 7,981 7,179 7,778 8,374 Udara 7,995 8,277 8,408 8,466 8,569 8,861 Jumlah 23,640 24,624 25,643 73,907 Rata-rata 7,880 8,312 8,548 8,212 Jumlah keseluruhan 63,776 70,560 75, ,868 Rata-rata keseluruhan 7,086 7,840 8,392 7,773 72

67 digilib.uns.ac.id 73 Data hasil pengukuran kekasaran permukaan material baja HQ 760 hasil pembubutan seperti ditunjukkan dalam tabel 4.1 di atas, diperoleh atas dasar pengukuran kekasaran permukaan material baja HQ 760 dengan menggunakan Flower Surfcorder SE 1700 Surface Roughness Measuring Instrument di Laboratorium Program Diploma Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa data pengaruh variasi gerak pemakanan (feed) terhadap kekasaran permukaan material baja HQ 760 disusun berdasarkan kolom, sedangkan pengaruh variasi media pendingin terhadap kekasaran permukaan material baja HQ 760 disusun berdasarkan baris, untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Rerata Hasil Pengukuran Kekasaran Permukaan Material Baja HQ 760 (dalam µm) Variasi Gerak Pemakanan (mm/rev) Variasi Media Pendingin 0,316 0,410 0,516 Oli SAE 40 6,004 7,184 8,190 Dromus 7,374 8,128 8,439 Udara 7,880 8,312 8,548 Dari tabel 4.2 di atas didapat bahwa kekasaran permukaan paling kecil terjadi pada interaksi gerak pemakanan 0,316 mm/rev dengan variasi media pendingin oli SAE 40 sebesar 6,004 µm; sedangkan kekasaran permukaan paling besar terjadi pada interaksi gerak pemakanan 0,516 mm/rev dengan variasi media pendingin udara yaitu sebesar 8,548 µm. Untuk memahami lebih jelas perbandingan pengaruh dari masing masing variasi gerak pemakanan maupun variasi media pendingin, dapat kita lihat pada gambar 4.1 sebagai berikut:

68 digilib.uns.ac.id 74 Gambar 4.1 Histogram Pengaruh Gerak Pemakanan dan Media Pendingin terhadap Kekasaran Permukaan Logam Hasil Pembubutan pada Material Baja HQ 760 B. Uji Persyaratan Analisis Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data yang diperoleh sebelum dianalisis dengan uji analisis variansi dua jalan, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan atau uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. 1. Uji Normalitas Uji normalitas dipakai untuk menguji apakah data hasil penelitian yang didapatkan mempunyai distribusi yang normal atau tidak. Untuk uji ini dilakukan dengan menggunakan uji normalitas Lilliefors, dengan taraf signifikansi 1 %. Selanjutnya mencari harga L maks F(Zi) - S(Zi) pada masing-masing kelompok perlakuan. Harga L maks kemudian dikonsultasikan dengan harga L tabel yang didapatkan pada tabel dengan N = 9 dan diperoleh L tabel sebesar 0,311. Jika hasil perhitungan mendapatkan harga L maks lebih kecil dari harga L tabel, maka data

PENGARUH KECEPATAN SPINDEL, KECEPATAN PEMAKANAN DAN

PENGARUH KECEPATAN SPINDEL, KECEPATAN PEMAKANAN DAN digilib.uns.ac.id PENGARUH KECEPATAN SPINDEL, KECEPATAN PEMAKANAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA HASIL PEMESINAN BUBUT CNC PADA BAJA ST 40 S K R I P S I Oleh :

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email: yunikaka@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 Hasrin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda

Lebih terperinci

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd. PROSES PEMBUBUTAN LOGAM PARYANTO, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin (komponen) berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C 1 Azwinur, 2 Taufiq 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km.280 Buketrata Lhokseumawe.

Lebih terperinci

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA 3.1 Mesin Bubut Mesin bubut adalah mesin yang dibuat dari logam, gunanya untuk membentuk benda kerja dengan cara menyayat, gerakan utamanya adalah

Lebih terperinci

PENGARUH DEBIT MEDIA PENDINGIN TERHADAP NILAI KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA ST 60

PENGARUH DEBIT MEDIA PENDINGIN TERHADAP NILAI KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA ST 60 PENGARUH DEBIT MEDIA PENDINGIN TERHADAP NILAI KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA ST 60 Ilham Zainul Arifin Universitas Islam Malang ABSTRAK: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS Rakian Trisno Valentino Febriyano 1), Agung Sutrisno ), Rudy Poeng 3)

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

PENGARUH PERUBAHAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN PENGARUH PERUBAHAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN Hadimi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Pontianak Email: had_imi@yahoo.co.id, hadimi.mr@gmail.com Hp: 05613038462

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TEMPERING DAN WAKTU TAHAN TEMPERING PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP NILAI IMPAK BAJA EMS-45

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TEMPERING DAN WAKTU TAHAN TEMPERING PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP NILAI IMPAK BAJA EMS-45 PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TEMPERING DAN WAKTU TAHAN TEMPERING PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP NILAI IMPAK BAJA EMS-45 Oleh SIDIQ PRAMONO K2500040 SKRIPSI Oleh: ANDRIANTO K 2501023 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB 6 CAIRAN PENDINGIN UNTUK PROSES PEMESINAN

BAB 6 CAIRAN PENDINGIN UNTUK PROSES PEMESINAN BAB 6 CAIRAN PENDINGIN UNTUK PROSES PEMESINAN Cairan pendingin digunakan pada pemotongan logam atau proses pemesinan untuk beberapa alasan, antara lain : untuk memperpanjang umur pahat, mengurangi deformasi

Lebih terperinci

9 perawatan terlebih dahulu. Ini bertujuan agar proses perawatan berjalan sesuai rencana. 3.2 Pengertian Proses Produksi Proses produksi terdiri dari

9 perawatan terlebih dahulu. Ini bertujuan agar proses perawatan berjalan sesuai rencana. 3.2 Pengertian Proses Produksi Proses produksi terdiri dari 8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pendahuluan Pada saat sekarang ini, perkambangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah sangat pesat. Sehingga membutuhkan tenaga ahli untuk dapat menggunakan alat-alat teknologi

Lebih terperinci

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan BAB li TEORI DASAR Pada bab ini dijelaskan mengenai konsep dasar perancangan, teori dasar pemesinan, mesin bubut, komponen komponen utama mesin dan eretan (carriage). 2.1 Konsep Dasar Perancangan Perancangan

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C

Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C PENGARUH JENIS PAHAT, KECEPATAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin PENGARUH JENIS PAHAT DAN CAIRAN PENDINGIN SERTA KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN DAN KEKERASAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Pendidikan Teknik Mesin

SKRIPSI. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Pendidikan Teknik Mesin PENGARUH VARIASI CAIRAN PENDINGIN EMULSI DAN KECEPATAN GERAK PEMAKANAN BAJA ST37 MENGGUNAKAN PAHAT HSS TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN SKRIPSI Skripsi ini ditulis sebagai salah satu

Lebih terperinci

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A TEKNIK PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A Jl. Rajawali No. 32, Telp./Faks. : (0351) 746081 Ngawi. Homepage: 1. www.smkpgri1ngawi.sch.id 2. www.grisamesin.wordpress.com Facebook: MESIN BUBUT KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT 1 BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT PENGERTIAN Membubut adalah proses pembentukan benda kerja dengan mennggunakan mesin bubut. Mesin bubut adalah perkakas untuk membentuk benda kerja dengan gerak utama berputar.

Lebih terperinci

JURNAL PENGARUH VARIASI GERAK MAKAN, KEDALAMAN POTONG DAN JENIS CAIRAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN PEMBUBUTAN BAJA ST 37

JURNAL PENGARUH VARIASI GERAK MAKAN, KEDALAMAN POTONG DAN JENIS CAIRAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN PEMBUBUTAN BAJA ST 37 JURNAL PENGARUH VARIASI GERAK MAKAN, KEDALAMAN POTONG DAN JENIS CAIRAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN PEMBUBUTAN BAJA ST 37 EFFECT OF FEEDING VARIATION, CUT DEPTH AND LEVEL OF LIQUID COOLING

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

PENGARUH FEEDING DAN SUDUT POTONG UTAMA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN RATA PADA MATERIAL BAJA ST 37

PENGARUH FEEDING DAN SUDUT POTONG UTAMA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN RATA PADA MATERIAL BAJA ST 37 PENGARUH FEEDING DAN SUDUT POTONG UTAMA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN LOGAM HASIL PEMBUBUTAN RATA PADA MATERIAL BAJA ST 37 ADENG PRIANA 2011 / 1106805 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A TEKNIK PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A Jl. Rajawali No. 32, Telp./Faks. : (0351) 746081 Ngawi. Homepage: 1. www.smkpgri1ngawi.sch.id 2. www.grisamesin.wordpress.com Facebook: A. Kecepatan potong

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL Muhammad Sabil 1, Ilyas Yusuf 2, Sumardi 2, 1 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik

Lebih terperinci

JTM. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2014,

JTM. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2014, JTM. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2014, 120-125 PENGARUH VARIASI KEDALAMAN PEMAKANAN DAN KECEPATAN PUTAR SPINDLE TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN ALUMINIUM 6061 PADA MESIN CNC TU- 2A DENGAN PROGRAM ABSOLUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan dalam industri manufaktur terutama untuk pembuatan komponenkomponen mesin dari logam. Proses berlangsung karena

Lebih terperinci

M O D U L T UT O R I A L

M O D U L T UT O R I A L M O D U L T UT O R I A L MESIN BUBUT LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR TERINTEGRASI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2017/2018 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) BIDANG KOMPETENSI 1. KELOMPOK DASAR / FOUNDATION 2. KELOMPOK INTI 3. PERAKITAN (ASSEMBLY) 4. PENGECORAN DAN PEMBUATAN CETAKAN

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Agung Premono 1, a *, Triyono 1, R. Ramadhani 2, N. E. Fitriyanto 2 1 Dosen, Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi adalah tahap-tahap yang harus dilewati dalam memproduksi barang atau jasa. Ada proses produksi membutuhkan waktu yang lama, misalnya

Lebih terperinci

FM-UII-AA-FKU-01/R0 MESIN BUBUT 2.1. TUJAN PRAKTIKUM

FM-UII-AA-FKU-01/R0 MESIN BUBUT 2.1. TUJAN PRAKTIKUM MODUL II 2.1. TUJAN PRAKTIKUM MESIN BUBUT 1. Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja pada mesin bubut. 2. Mahasiswa dapat memahami fungsi dari mesin bubut. 3. Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis mesin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Pustaka Persiapan Spesimen dan Peralatan Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah Permesinan dengan Pemakaian Jenis Pahat

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN Denny Wiyono Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Polnep Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi pemesinan saat ini telah berkembang sangat pesat, bermula pada tahun 1940-an dimana pembuatan produk benda masih menggunakan mesin perkakas konvensional

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Indonesia Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru,28293 Indonesia

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Indonesia Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru,28293 Indonesia Pengaruh Variasi Kecepatan Putaran Benda Kerja Dan Kedalaman Pemakanan Terhadap Kekasaran Permukaan Proses Gerinda Silinderis Baja Aisi 4140 Menggunakan Media Pendingin (Coolant Campuran Minyak Sawit Dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang BAB III METODOLOGI 3.1 Pembongkaran Mesin Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan mengganti atau memperbaiki komponen yang mengalami kerusakan. Adapun tahapannya adalah membongkar mesin

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 CERDAS, KREATIF, INTELEK, WIRAUSAHAWAN 1 Pilihlah salah satu jawaban soal berikut

Lebih terperinci

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed Badruzzaman a, Dedi Suwandi b a Jurusan Teknik Mesin,Politeknik Negeri

Lebih terperinci

PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur)

PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur) MATERI PPM MATERI BIMBINGAN TEKNIS SERTIFIKASI KEAHLIAN KEJURUAN BAGI GURU SMK PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur) Oleh: Dr. Dwi Rahdiyanta, M.Pd. Dosen Jurusan PT. Mesin FT-UNY 1. Proses membubut

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN PUTAR SPINDLE (RPM) DAN JENIS SUDUT PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN BENDA KERJA BAJA EMS 45

PENGARUH KECEPATAN PUTAR SPINDLE (RPM) DAN JENIS SUDUT PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN BENDA KERJA BAJA EMS 45 PENGARUH KECEPATAN PUTAR SPINDLE (RPM) DAN JENIS SUDUT PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN BENDA KERJA BAJA EMS 45 Mohammad Farokhi 1, Wirawan Sumbodo 2, Rusiyanto 3 1.2.3 Pendidikan

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 CERDAS, KREATIF, INTELEK, WIRAUSAHAWAN 1 Pilihlah salah satu jawaban soal berikut

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat - Syarat

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI CUTTING FLUID DAN VARIASI FEEDING PADA PROSES PEMOTONGAN ORTHOGONAL POROS BAJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN. Febi Rahmadianto 1)

PENGARUH VARIASI CUTTING FLUID DAN VARIASI FEEDING PADA PROSES PEMOTONGAN ORTHOGONAL POROS BAJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN. Febi Rahmadianto 1) PENGARUH VARIASI CUTTING FLUID DAN VARIASI FEEDING PADA PROSES PEMOTONGAN ORTHOGONAL POROS BAJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN Febi Rahmadianto 1) ABSTRAK Kondisi pemotongan yang optimum bagi suatu proses

Lebih terperinci

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //d //d //d //d PENGARUH

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN ORTHOGONAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN ORTHOGONAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR STUDI PENGARUH SUDUT POTONG PAHAT HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN ORTHOGONAL TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN TERHADAP KEAUSAN PAHAT DAN KEKASARAN PERMUKAAN BENDA HASIL PROSES CNC TURNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI

OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN TERHADAP KEAUSAN PAHAT DAN KEKASARAN PERMUKAAN BENDA HASIL PROSES CNC TURNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN TERHADAP KEAUSAN PAHAT DAN KEKASARAN PERMUKAAN BENDA HASIL PROSES CNC TURNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu :

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu : POROS BERTINGKAT A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu : Mampu mengoprasikan mesin bubut secara benar. Mampu mebubut luar sampai halus dan rata. Mampu membubut lurus dan bertingkat.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGARUH JENIS COOLANT DAN VARIASI SIDE CUTTING EDGE ANGLE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BUBUT TIRUS BAJA EMS 45

PENGARUH PENGARUH JENIS COOLANT DAN VARIASI SIDE CUTTING EDGE ANGLE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BUBUT TIRUS BAJA EMS 45 PENGARUH PENGARUH JENIS COOLANT DAN VARIASI SIDE CUTTING EDGE ANGLE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BUBUT TIRUS BAJA EMS 45 Ma ruf Mujahid 1, Wirawan Sumbodo 2, Pramono 3 1.2.3 Prodi PendidikanTeknik Mesin,

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA MUKA

PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA MUKA Pengaruh Jenis Pahat, Jenis Pendinginan dan Kedalaman Pemakanan PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA

Lebih terperinci

PENGUJIAN KEBULATAN HASIL PEMBUBUTAN POROS ALUMINIUM PADA LATHE MACHINE TYPE LZ 350 MENGGUNAKAN ALAT UKUR ROUNDNESS TESTER MACHINE

PENGUJIAN KEBULATAN HASIL PEMBUBUTAN POROS ALUMINIUM PADA LATHE MACHINE TYPE LZ 350 MENGGUNAKAN ALAT UKUR ROUNDNESS TESTER MACHINE PENGUJIAN KEBULATAN HASIL PEMBUBUTAN POROS ALUMINIUM PADA LATHE MACHINE TYPE LZ 350 MENGGUNAKAN ALAT UKUR ROUNDNESS TESTER MACHINE Rachman Saputra 1, Dodi Sofyan Arief 2, Adhy Prayitno 3 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING

KARAKTERISASI TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING KARAKTERISASI TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING ZK 7040 EFEK DARI KECEPATAN PEMAKANAN (FEED RATE) DAN AWAL WAKTU PEMBERIAN PENDINGIN Dhiah Purbosari, Herman Saputro, dan

Lebih terperinci

ANALISIS PROFIL KEBULATAN UNTUK MENENTUKAN KESALAHAN GEOMETRIK PADA PEMBUATAN KOMPONEN MENGGUNAKAN MESIN BUBUT CNC

ANALISIS PROFIL KEBULATAN UNTUK MENENTUKAN KESALAHAN GEOMETRIK PADA PEMBUATAN KOMPONEN MENGGUNAKAN MESIN BUBUT CNC ANALISIS PROFIL KEBULATAN UNTUK MENENTUKAN KESALAHAN GEOMETRIK PADA PEMBUATAN KOMPONEN MENGGUNAKAN MESIN BUBUT CNC Muhammad Yanis Jurusan Teknik Mesin-Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl.Raya Prabumulih

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH CRATER WEAR DAN FLANK WEAR PAHAT TUNGSTEN CARBIDE PADA GAYA MAKAN DAN GAYA POTONG PADA PEMBUBUTAN MATERIAL AL 2024-T4 TUGAS AKHIR GUNAWAN SETIAWAN KUSCAHYANTO L2E 007 039

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PANJANG KRITIS PADA BEBERAPA MACAM SERAT ALAM DENGAN METODE PULL OUT FIBER TEST

STUDI PERBANDINGAN PANJANG KRITIS PADA BEBERAPA MACAM SERAT ALAM DENGAN METODE PULL OUT FIBER TEST STUDI PERBANDINGAN PANJANG KRITIS PADA BEBERAPA MACAM SERAT ALAM DENGAN METODE PULL OUT FIBER TEST SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD KHOIRUDDIN K2507029 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN GIPSUM PADA KNALPOT DAN PUTARAN MESIN TERHADAP KADAR EMISI GAS BUANG CO PADA MOTOR YAMAHA MIO AT TAHUN 2010

PENGARUH PEMASANGAN GIPSUM PADA KNALPOT DAN PUTARAN MESIN TERHADAP KADAR EMISI GAS BUANG CO PADA MOTOR YAMAHA MIO AT TAHUN 2010 PENGARUH PEMASANGAN GIPSUM PADA KNALPOT DAN PUTARAN MESIN TERHADAP KADAR EMISI GAS BUANG CO PADA MOTOR YAMAHA MIO AT TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh : DWI HARYANTO K2508096 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN TURBO ELEKTRIK DAN SARINGAN UDARA MODIFIKASI TERHADAP TORSI DAN DAYA PADA SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X 125 TAHUN 2009

ANALISIS PENGGUNAAN TURBO ELEKTRIK DAN SARINGAN UDARA MODIFIKASI TERHADAP TORSI DAN DAYA PADA SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X 125 TAHUN 2009 ANALISIS PENGGUNAAN TURBO ELEKTRIK DAN SARINGAN UDARA MODIFIKASI TERHADAP TORSI DAN DAYA PADA SEPEDA MOTOR HONDA SUPRA X 125 TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : HERMAN SUWITO K 2509030 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Jurnal Mechanical, Volume 5, Nomor 2, September 214 Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A111 Menggunakan Mata Bor HSS Arinal Hamni, Anjar Tri Gunadi, Gusri Akhyar Ibrahim Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan proses serta teknik pemotongan logam (metal cutting) terus mendorong industri manufaktur semakin maju. Ini terlihat

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN CNC MILLING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE TAGUCHI

OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN CNC MILLING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE TAGUCHI OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN CNC MILLING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE TAGUCHI SKRIPSI Oleh : FAJAR RAHMADI X 2508506 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING)

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) 66 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang

Lebih terperinci

Pengaruh Kedalaman Pemakanan, Jenis Pendinginan dan Kecepatan Spindel

Pengaruh Kedalaman Pemakanan, Jenis Pendinginan dan Kecepatan Spindel Pengaruh Kedalaman Pemakanan, Jenis Pendinginan dan Kecepatan Spindel PENGARUH KEDALAMAN PEMAKANAN, JENIS PENDINGINAN DAN KECEPATAN SPINDEL TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN No : 339C /UN /TU.00.00/2015

SURAT KETERANGAN No : 339C /UN /TU.00.00/2015 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN Kampus Bukit Jimbaran Telp/Faks: 0361-703321, Email: mesin@me.unud.ac.id SURAT KETERANGAN No :

Lebih terperinci

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR PADA ALAT PENUKAR KALOR PIPA GANDA BERSIRIP ENAM JARUM. Skripsi. Oleh : ARIF JOKO WICAKSONO NIM K

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR PADA ALAT PENUKAR KALOR PIPA GANDA BERSIRIP ENAM JARUM. Skripsi. Oleh : ARIF JOKO WICAKSONO NIM K ANALISIS PERPINDAHAN KALOR PADA ALAT PENUKAR KALOR PIPA GANDA BERSIRIP ENAM JARUM Skripsi Oleh : ARIF JOKO WICAKSONO NIM K 2507010 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Lebih terperinci

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMOTONGAN DENGAN DAN TANPA CAIRAN PENDINGIN TERHADAP DAYA POTONG PADA PROSES TURNING

PENGARUH PEMOTONGAN DENGAN DAN TANPA CAIRAN PENDINGIN TERHADAP DAYA POTONG PADA PROSES TURNING PENGARUH PEMOTONGAN DENGAN DAN TANPA CAIRAN PENDINGIN TERHADAP DAYA POTONG PADA PROSES TURNING Alfred Hara 1), I Nyoman Gede ), Rudy Poeng 3) Jurusan Teknik Mesin Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pemesinan Untuk membuat suatu alat atau produk dengan bahan dasar logam haruslah di lakukan dengan memotong bahan dasarnya. Proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN PROSES CNC FREIS TERHADAP HASIL KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEAUSAN PAHAT MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI

TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN PROSES CNC FREIS TERHADAP HASIL KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEAUSAN PAHAT MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN PROSES CNC FREIS TERHADAP HASIL KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEAUSAN PAHAT MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Lebih terperinci

Alfian Eko Hariyanto S1 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Alfian Eko Hariyanto S1 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Pengaruh Jenis Pahat, Jenis Pendingin dan Kecepatan Pemakanan terhadap kekasaran permukaan Baja ST 42 PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGIN DAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BUBUT S45C KONDISI NORMAL DAN DIKERASKAN

PENGARUH LAJU PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BUBUT S45C KONDISI NORMAL DAN DIKERASKAN POLITEKNOLOGI VOL. 11 NO. 3, SEPTEMBER 2012 PENGARUH LAJU PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PAHAT CARBIDE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BUBUT S45C KONDISI NORMAL DAN DIKERASKAN Darius Yuhas Dosen Teknik

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN , e-issn

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN , e-issn Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN 0216-7395, e-issn 2406-9329 PENGARUH ARAH PEMAKANAN DAN SUDUT PERMUKAAN BIDANG KERJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL S45C PADA MESIN FRAIS CNC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi, banyak material yang semakin sulit untuk dikerjakan dengan proses pemesinan konvensional. Selain tuntutan terhadap kualitas

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN POROS PENGADUK PADA MESIN PENGKRISTAL GULA JAWA PROYEK AKHIR

PROSES PEMBUATAN POROS PENGADUK PADA MESIN PENGKRISTAL GULA JAWA PROYEK AKHIR PROSES PEMBUATAN POROS PENGADUK PADA MESIN PENGKRISTAL GULA JAWA PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya D3

Lebih terperinci

ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN

ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN Eko Prasetyo, Hendri Sukma 2, Agri Suwandi 2 Jurusan Teknik Mesin Universitas Pancasila, Srengseng Sawah Jagakarsa,

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL JIS G-3123 SS 41 DENGAN METODE TAGUCHI

PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL JIS G-3123 SS 41 DENGAN METODE TAGUCHI PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL JIS G-3123 SS 41 DENGAN METODE TAGUCHI Mustaqim 1, Kosjoko 2, Asmar Finali 3 1 Mahasiswa, 2 Dosen Pembimbing I, 3 Dosen Pembimbing II

Lebih terperinci

STUDI IMPLEMENTASI CAD/CAM PADA PROSES MILLING CNC TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN TINGKAT KEPRESISIAN ALUMINIUM 6061

STUDI IMPLEMENTASI CAD/CAM PADA PROSES MILLING CNC TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN TINGKAT KEPRESISIAN ALUMINIUM 6061 STUDI IMPLEMENTASI CAD/CAM PADA PROSES MILLING CNC TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN TINGKAT KEPRESISIAN ALUMINIUM 6061 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses produksi pembuatan suatu produk manufaktur yang ada didunia hampir seluruhnya memerlukan proses pemesinan. Contoh produk yang memerlukan proses pemesinan adalah

Lebih terperinci

MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI

MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI LABORATORIUM PROSES DAN SISTEM PRODUKSI LABORATORIUM TEKNOLOGI MEKANIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2017 TATA TERTIB PRAKTIKUM

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CAIRAN PENDINGIN SEMISINTETIK DAN SOLUBLE OIL TERHADAP KEAUSAN PAHAT HIGH SPEED STEEL ( HSS ) PADA PROSES END MILLING

ANALISIS PENGARUH CAIRAN PENDINGIN SEMISINTETIK DAN SOLUBLE OIL TERHADAP KEAUSAN PAHAT HIGH SPEED STEEL ( HSS ) PADA PROSES END MILLING TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH CAIRAN PENDINGIN SEMISINTETIK DAN SOLUBLE OIL TERHADAP KEAUSAN PAHAT HIGH SPEED STEEL ( HSS ) PADA PROSES END MILLING Tugas Akhir ini disusun Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

MOTTO. Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah (H.R. Turmudzi)

MOTTO. Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah (H.R. Turmudzi) MOTTO Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah (H.R. Turmudzi) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah

Lebih terperinci

JTM. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, 38-43

JTM. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, 38-43 JTM. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, 38-43 PENGARUH JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER, KEDALAMAN PEMAKANAN DAN KECEPATAN PEMAKANAN (FEEDING) TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA PADA MESIN MILING

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 SOAL NAS: F018-PAKET A-08/09 1. Sebuah poros kendaraan terbuat dari bahan St

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2014. Penelitian akan dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PEMBUATAN POROS TRANSMISI PADA MESIN MODIFIKASI CAMSHAFT (NOKEN AS) PROYEK AKHIR

PEMBUATAN POROS TRANSMISI PADA MESIN MODIFIKASI CAMSHAFT (NOKEN AS) PROYEK AKHIR PEMBUATAN POROS TRANSMISI PADA MESIN MODIFIKASI CAMSHAFT (NOKEN AS) PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY Sobron Yamin Lubis & Agustinus Christian Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara

Lebih terperinci

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut BAB II MESIN BUBUT A. Prinsip Kerja Mesin Bubut Mesin bubut merupakan salah satu mesin konvensional yang umum dijumpai di industri pemesinan. Mesin bubut (gambar 2.1) mempunyai gerak utama benda kerja

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. pemesinan. Berikut merupakan gambar kerja dari komponen yang dibuat: Gambar 1. Ukuran Poros Pencacah

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. pemesinan. Berikut merupakan gambar kerja dari komponen yang dibuat: Gambar 1. Ukuran Poros Pencacah BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Identifikasi Gambar Kerja Gambar kerja merupakan alat komunikasi bagi orang manufaktur. Dengan melihat gambar kerja, operator dapat memahami apa yang diinginkan perancang

Lebih terperinci

HUBUNGAN PRESTASI BELAJAR DAN KONDISI EKONOMI KELUARGA

HUBUNGAN PRESTASI BELAJAR DAN KONDISI EKONOMI KELUARGA HUBUNGAN PRESTASI BELAJAR DAN KONDISI EKONOMI KELUARGA DENGAN MINAT MELANJUTKAN STUDI S2 MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FKIP UNS SEMESTER VIII TAHUN AKADEMIK 2012/2013 SKRIPSI Oleh: ABDUL

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Disusun oleh : Yulius Wahyu Jatmiko NIM : I

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Disusun oleh : Yulius Wahyu Jatmiko NIM : I PENGARUH LINEAR MOVEMENT DISPLAY TERHADAP AKURASI AKSIS DAN PENGARUH RPM TERHADAP PARALELITI, SIRKULARITI, KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA PADA MESIN BUBUT KONVENSIONAL KRISBOW KW15-484 SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT GARUK PAHAT BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

PENGARUH SUDUT GARUK PAHAT BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN digilib.uns.ac.id PENGARUH SUDUT GARUK PAHAT BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : SYLFIANUS

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER

PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING TOSURO KONTROL GSK 983 Ma-H Zainuddin, Budi Harjanto, dan Danar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Produksi. 2.2 Pengelasan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Produksi. 2.2 Pengelasan BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Produksi Pada perancangan suatu kontruksi hendaknya mempunyai suatu konsep perencanaan. Konsep perencanaan ini akan membahas dasar-dasar teori yang akan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ENQUIRING MINDS TERHADAP HASIL BELAJAR MOTOR OTOMOTIF SISWA KELAS XI TKR SMK NEGERI 5 SURAKARTA

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ENQUIRING MINDS TERHADAP HASIL BELAJAR MOTOR OTOMOTIF SISWA KELAS XI TKR SMK NEGERI 5 SURAKARTA PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ENQUIRING MINDS TERHADAP HASIL BELAJAR MOTOR OTOMOTIF SISWA KELAS XI TKR SMK NEGERI 5 SURAKARTA SKRIPSI Oleh : RIZA RIZANDO K2510056 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS...... HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH... HALAMAN ABSTRAK... DAFTAR

Lebih terperinci

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract PENGARUH VARIASI KECEPATAN PUTARAN BENDA KERJA DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PROSES GERINDA SILINDERIS BAJA AISI 4140 MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN (COOLANT CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN

Lebih terperinci

PDF Compressor Pro KATA PENGANTAR. Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi -- 1

PDF Compressor Pro KATA PENGANTAR. Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi -- 1 Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi -- 1 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah, kami sampaikan ke hadirat Allah YME, karena terealisasinya Tekinfo, Jurnal Ilmiah Teknik Industri dan Informasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR DAN

HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR DAN digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR DAN PERSEPSI PENGGUNAAN METODE DISKUSI DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FKIP UNS TAHUN 2013 SKRIPSI

Lebih terperinci

MESIN BOR. Gambar Chamfer

MESIN BOR. Gambar Chamfer MESIN BOR Mesin bor adalah suatu jenis mesin gerakanya memutarkan alat pemotong yang arah pemakanan mata bor hanya pada sumbu mesin tersebut (pengerjaan pelubangan). Sedangkan Pengeboran adalah operasi

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses End Milling Dengan Menggunakan Pendinginan Minyak Kacang

Studi Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses End Milling Dengan Menggunakan Pendinginan Minyak Kacang TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses End Milling Dengan Menggunakan Pendinginan Minyak Kacang Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MATERIAL PAHAT POTONG DAN ARAH PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA EMS 45 PADA PROSES CNC MILLING

PENGARUH JENIS MATERIAL PAHAT POTONG DAN ARAH PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA EMS 45 PADA PROSES CNC MILLING PENGARUH JENIS MATERIAL PAHAT POTONG DAN ARAH PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA EMS 45 PADA PROSES CNC MILLING Ana Wilda Widiantoro 1, Muhammad Khumaedi 2, Wirawan Sumbodo 3 1.2.3 Pendidikan

Lebih terperinci