POLA PEMASARAN TERNAK SAPI BALI DI KAWASAN PRIMATANI LKDRIK KABUPATEN BULELENG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA PEMASARAN TERNAK SAPI BALI DI KAWASAN PRIMATANI LKDRIK KABUPATEN BULELENG"

Transkripsi

1 POLA PEMASARAN TERNAK SAPI BALI DI KAWASAN PRIMATANI LKDRIK KABUPATEN BULELENG I Ketut Mahaputra Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali ABSTRAK Ternak sapi Bali merupakan program prioritas yang dikembangkan terutama pada wilayah barat Kabupaten Buleleng, dengan dijadikannya Kecamatan Gerokgak sebagai sentra pengembangan pembibitan sapi Bali. Demikian halnya dengan program Prima Tani LKDRIK Kabupaten Buleleng yang menjadikan ternak sapi Bali sebagai titik ungkit dalam penerapan inovasi teknologi guna menunjang peningkatan pendapatan petani setempat. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai salah satu sentra peternakan rakyat ternak sapi Bali, penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara sengaja atau purposive, di lokasi Prima Tani LDRIK Kabupaten Buleleng. Pengambilan contoh petani dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana di masing-masing Desa pada Kecamatan Gerokgak sebanyak 50 petani. Teknik penarikan contoh sederhana digunakan, karena petani/peternak sapi didaerah tersebut dalam penggunaan teknologi dan pemasaran cenderung sama/homogen. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel pedagang (Belantih sebanyak 10 responden) maupun pedagang antar pulau (3 responden) dengan metode snowball sampling yakni dengan menentukan sampel awal kemudian menentukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang diperoleh. Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang diterima petani. Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran pemasaran, yaitu: 1) Pola 1 (Petani --- Belantih --- Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola 2 (Petani --- Belantih---Pasar hewan---- pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani --- Pasar hewan---pedagang antar pulau) sebanyak 14 %. Margin pemasaran tertinggi terdapat pada pola 1 yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp /ekor dan pola 3 yaitu Rp /ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3 yaitu %, pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar %. Kata Kunci : Pemasaran, Sapi Bali, Prima Tani I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Primatani LKDRIK Kabupaten Buleleng, selain tanaman jagung yang menjadi titik ungkit adalah ternak sapi Bali. Pelaksanaan Prima Tani di Desa Sanggalangit diarahkan pada pengembangan teknologi integrasi, penguatan kelembagaan, dan membangun infrastruktur pendukung. Implementasi teknologi integrasi salah satu diantaranya adalah pembibitan dan penggemukan sapi Bali (Rai Yasa, dkk. 2005). Ternak sapi Bali memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan petani setempat. Oleh karena itu perubahan sedikit saja pada budidaya ternak sapi Bali akan sangat berpengaruh terhadap total penerimaan masyarakat lahan kering dataran rendah beriklim kering tersebut. Adanya respon positif dari Pemda sangat menunjang program Prima Tani yang dilaksanakan di kabupaten Buleleng Kecamatan Gerokgak khususnya pada Desa Sanggalangit, diantaranya dengan menetapkan Kecamatan Gerokgak sebagai basis pembibitan sapi Bali karena dilihat dari potensi dan sumberdaya yang selama ini dimiliki. Hal ini disesuaikan dengan komoditas peternakan prioritas pilihan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, yaitu ternak sapi Bali (Anonim, 2007). 526

2 Berfluktuasi serta tidak adanya kepastian harga di tingkat petani membuat lemahnya aktifitas usahatani maupun usaha peternakan yang selama ini menjadi andalan petani (sumber mata pencaharian) di daerah kering dataran rendah di Bali. Berbagai dugaan banyak dikemukakan bahwa pengaruh non ekonomis sedang beroperasi pada tingkat harga yang berlaku ditingkat petani. Informasi pasar sangat dibutuhkan petani guna lebih intensifnya usaha yang dikerjakan. Singh dalam Sahara (2001) mengatakan bahwa fluktuasi harga yang tinggi di sektor pertanian merupakan suatu fenomena yang umum akibat ketidakstabilan (inherent instability) pada sisi penawaran. Pengaruh fluktuasi harga pertanian lebih besar bila dibandingkan dengan fluktuasi produksi. Keadaan ini dapat menyebabkan petani menderita kerugian dalam jangka pendek sehingga menimbulkan kurangnya keinginan untuk melakukan investasi di sektor pertanian atau petani akan beralih ke komoditas yang memiliki harga jual yang lebih tinggi. Selanjutnya banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran akan mempengaruhi panjang pendeknya rantai tataniaga dan besarnya biaya tataniaga. Besarnya biaya tataniaga akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen pabrikan sangat bergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya transfer. Apabila semakin besar margin pemasaran ini akan menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan semakin mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek and Robinson, 1990). Pada sisi sistem pemasaran sapi Bali sebagai komoditas unggulan, pendapatan petani akan meningkat dengan semakin efisiennya saluran pemasaran anggur tersebut. Sementara itu persoalan kelancaran pemasaran sangat tergantung pada kualitas produk yang dihasilkan oleh petani produsen dan juga upaya penyempurnaan kinerja lembaga-lembaga pemasaran dan sistem pemasaran itu sendiri sehingga pada akhirnya akan memperluas lapangan kerja dan peningkatan pendapatan serta kualitas tingkat kesejahteraan petani yang memadai Perumusan Masalah Ternak sapi Bali merupakan program prioritas yang dikembangkan terutama pada wilayah barat Kabupaten Buleleng, dengan dijadikannya Kecamatan Gerokgak sebagai sentra pengembangan pembibitan sapi Bali. Demikian halnya dengan program Prima Tani LKDRIK Kabupaten Buleleng yang menjadikan ternak sapi Bali sebagai titik ungkit dalam penerapan inovasi teknologi guna menunjang peningkatan pendapatan petani setempat. Adanya kesamaan dalam program pembangunan pertanian ini akan lebih mudah lagi mencapai sasarannya apabila didukung oleh sumberdaya dan potensi daerah bersangkutan. Pengembangan program pertanian secara umum tidak hanya berpikir kearah peningkatan produksi, tapi perlu kiranya dipikirkan kemana akan dibawa produksi yang dihasilkan tersebut (pemasaran produk). Adanya saluran penjualan/pemasaran akan lebih merangsang petani untuk meningkatkan produksi. Hal ini sangat berkaitan antara produksi dan pemasaran yang mengarah pada nilai jual sampai akhirnya pada nilai diterima petani dari usaha yang dilakukan. Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah, Bagaimanakah keuntungan dan saluran pemasaran komoditas unggulan sapi Bali di daerah penelitian? Untuk itu kegiatan Studi Pola Pemasaran Sapi Bali perlu dilakukan guna mengidentifikasi saluran pemasaran sapi Bali yang selama ini dianggap memegang peranan penting dalam kontribusi pendapatan petani pada wilayah Prima Tani LKDRIK Kabupaten Buleleng. 527

3 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah mengetahui kelayakan dari usaha penggemukan sapi Bali serta saluran pemasaran yang terjadi di daerah penelitian. II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng sebagai salah satu sentra peternakan rakyat ternak sapi Bali, Penentuan daerah penelitian ini dilakukan secara sengaja atau purposive, di lokasi Prima Tani LDRIK Kabupaten Buleleng. Pengambilan contoh dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana di masing-masing Desa pada Kecamatan Gerokgak sebanyak 50 petani, karena petani/peternak sapi didaerah tersebut dalam penggunaan teknologi dan pemasaran cenderung sama/homogen. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel pedagang (Belantih sebanyak 10 responden) maupun pedagang antar pulau (3 responden) dengan metode snowball sampling yakni dengan menentukan sampel awal kemudian menentukan sampel berikutnya berdasarkan informasi yang diperoleh. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari petani dan pelaku pemasaran, seperti pedagang pengumpul, pedagang besar (pedagang antar pulau), meliputi harga ditingkat petani, harga ditingkat pengecer, biaya-biaya pemasaran (pengandangan, timbang, tenaga kerja dalam pemasaran, transportasi, penyusutan dan lain-lain) serta semua data input output usaha peternakan, dengan menggunakan metode wawancara melalui pengisian daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder yaitu data yang diambil dari instansi terkait dengan produksi dan pemasaran sapi Bali. Analisis R/C digunakan untuk melihat kelayakan usaha penggemukan sapi Bali dan analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui distribusi biaya dari setiap aktivitas pemasaran dan keuntungan dari setiap lembaga perantara serta bagian harga yang diterima petani. Atau dengan kata lain analisis margin pemasaran dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi dari para pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran/disribusi. Secara matematis margin pemasaran dihitung dengan formulasi sebagai berikut (Tomeck and Robinson, 1990; Sudiyono, 2001) : MP = Pr Pf atau MP = ΣBi + ΣKi Keterangan : MP : Margin pemasaran; Pr : Harga tingkat pedagang antar pulau; Pf : Harga tingkat petani; ΣBi : Jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga lembaga pemasaran (B1, B2, B3..Bn); ΣKi : Jumlah keuntungan yang diperoleh lembaga-lembaga pemasaran (K1, K2, K3 Kn) Keuntungan lembaga pemasaran : m K i = Hji Hbi - Σ Bpi S=1 Keterangan : Hji : Harga jual lembaga pemasaran ke i; Hbi : Harga beli lembaga Pemasaran ke-i; Bpi : Biaya pemasaran lembaga pemasaran ke-i; m : Jumlah jenis biaya; s : Jenis biaya pemasaran Bagian keuntungan dan biaya pemasaran masing-masing lembaga pemasaran : SK i = K i x 100% P r-p f SB i = B i x 100% P r-p f Keterangan : SKi : Bagian keuntungan lembaga pemasaran i; SBi : Bagian biaya fungsi pemasaran lembaga pemasaran i. 528

4 Sedangkan besarnya bagian atau share yang diterima petani (SP) dari harga pedagang antar pulau dapat dihitung dengan menggunakan: SP = P f x 100% P r III. PEMBAHASAN 3.1. Analisis Finansial Usaha Penggemukan Sapi Bali Secara umum peternak sapi di Kecamatan Gerokgak belum memiliki kelembagaan khusus peternak sapi Bali maupun kelembagaan pemasarannya. Sehingga dalam hal pemasaran umumnya dilakukan langsung pada tengkulak atau pedagang pengumpul/belantih, walau ada juga yang langsung kepasar hewan namun sangat sedikit sekali. Sistem pemasaran yang banyak dijumpai umumnya adalah sistem cawangan atau tafsiran dibandingkan dengan sistim timbang. Usaha ternak sapi Bali dapat dikatakan cukup prospektif untuk dikembangkan, asalkan diimbangi dengan harga jual yang cukup layak ditingkat produsen, hal ini ditunjukkan dari hasil analisa finansial yang dilakukan terhadap beberapa petani/peternak sapi Bali di kecamatan Gerokgak. Analisa finansial usahatani dilakukan berdasarkan pada biaya total (termasuk tenaga kerja dalam keluarga) dalam kurun waktu penggemukan dilakukan. Walaupun sesungguhnya umur penggemukan berbeda-beda antara satu petani dengan petani lainnya, yang dipergunakan dalam perhitungan adalah hasil rata-rata. Hasil analisis finansial terhadap biaya total (Tabel 1) terlihat bahwa sampai pada saat penjualan dibutuhkan biaya sebesar Rp ,-. Rata-rata berat awal sapi penggemukan adalah 200 kg dengan harga beli Rp /ekor. Bibit sapi yang digemukkan masih tergolong kecil, sehingga memerlukan waktu pemeliharaan cukup lama yaitu sampai dengan 11 bulan. Berbeda dengan peternak yang sudah profit oriented yang berusaha ternak sudah mempertimbangkan umur atau berat bibit awal, lama penggemukan serta efisiensi tenaga kerja semaksimal mungkin dalam mencapai keuntungan yang optimal. Beberapa literatur dan hasil pengkajian menyatakan bahwa bobot awal yang tepat untuk sapi penggemukan minimal 300 kg, sehingga hanya perlu waktu ± 6 bulan untuk mencapai berat diatas 400 kg dengan asumsi ketersediaan pakan yang cukup mendukung. Demikian halnya dengan bobot rata-rata penjualan yang masih dibawah 400 kg yaitu ratarata 340 kg, yang berakibat pada harga jual tabel lebih rendah dari harga jual tabel sapi dengan bobot diatas 400 kg. Pada daerah penelitian harga diterima petani peternak sapi Bali per kg adalah Rp ,-. Harga tersebut lebih rendah dari harga yang berlaku dipasar-pasar hewan (± Rp /kg Rp /kg). Hal ini akibat dari sistem penjualan berdasarkan tafsiran/cawangan, tidak berdasarkan timbangan. Namun secara keseluruhan usaha penggemukan yang dilakukan cukup menguntungkan serta masih layak diusahakan terlihat dari nilai R/C yang lebih besar dari 1 (R/C = 1,08), yang berarti bahwa total biaya masih dapat tertutupi oleh produksi yang dihasilkan. Untuk 1 ekor sapi yang digemukkan petani rata-rata memperoleh pendapatan bersih Rp ,- dalam jangka waktu 11 bulan. Disamping itu dengan dihitungnya tenaga kerja dalam keluarga petani berarti bahwa petani telah mendapat pekerjaan yang memperoleh upah dari usaha penggemukan sapi yang dilaksanakannya. 529

5 Tabel 1. Hasil analisis Usaha Penggemukan Sapi Bali di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Tahun 2007 No Uraian Vol Satuan Harga Satuan Jumlah I. Biaya Sarana Produksi 1 Bibit (200 kg) 1 ekor 3,250,000 3,250,000 2 Kandang Tradisional (1 kandang 2 ekor) 1 buah 500,000 bambu, atap asbes, alas kayu geladag umur ekonomis + 3 tahun 3 Penyusutan kandang 1 buah 83,500 83,500 (1 buah kandang Rp ) Rp (2 ekor) 4 Dedak (MK) (0,5 kg/3 hari, selama 3 bulan) 15 kg 1,200 18,000 5 Biaya Vaksin dan Rp ekor 20,000 20,000 Total Biaya Saprodi 3,371,500 II. Biaya Tenaga Kerja 1 Mencari pakan (1 ikat pagi, 1 ikat sore) 1 jam/hari, 11bulan HOK 20, ,000 2 Pembersihan kandang HOK 20, ,250 Total Biaya Tenaga kerja 1,031,250 III. Penerimaan 1 Produksi (340 kg) 1 ekor 4,750,000 4,750,000 2 Harga penjualan per kg hidup IV Pendapatan Bersih 347,250 R/C 1,08 Sumber : Data Primer Diolah 3.2. Saluran Pemasaran Banyak jalur yang digunakan petani dan lembaga pemasaran dalam memasarkan sapi Bali. Distribusi sapi dari pusat produksi hingga ke pedagang antar pulau, berdasarkan wawancara dan pengamatan dilapangan terhadap 50 responden peternak sapi Bali, 10 belantih, 3 pedagang antar pulau masing-masing di Kabupaten Buleleng 1 orang, Kabupaten Jembrana 1 orang dan Kabupaten Klungkung 1 orang) Berdasarkan skema alur pemasaran sapi Bali dari produsen hingga konsumen dapat dilihat bahwa terdapat tiga tipe saluran pemasaran yang terbentuk yaitu : 1) Petani - Belantih -Pedagang antar pulau; 2) Petani - Belantih - Pasar hewan - pedagang antar pulau; 3) Petani - Pasar hewan - Pedagang antar pulau. Dengan adanya perbedaan saluran dan panjang pendeknya saluran pemasaran ini akan mempengaruhi tingkat harga, bagian keuntungan dan biaya serta margin pemasaran yang diterima setiap pelaku pemasaran sapi Bali. Berdasarkan distribusi jenis saluran pemasaran sapi Bali terlihat bahwa 34 persen petani melakukan pemasaran melalui pola 1, sebanyak 52 persen dengan pola 2 dan 14 persen pada pola

6 Petani Belantih Belantih 34% 52% 14% Pasar Hewan Pasar Hewan Pedagang antar pulau Gambar 1. Skema alur pemasaran Sapi Bali Ditingkat petani, sebagian petani mencari informasi harga kepada petani lain yang telah melakukan penjualan atau kepada pedagang pengumpul/belantih lainnya yang bukan menjadi langganannya. Tetapi sebagian besar petani hanya menerima informasi harga dari belantih langganannya karena faktor kepercayaan. Kondisi tersebut tentunya tidak menguntungkan bagi petani karena pedagang pada umumnya memberikan informasi harga yang memberikan keuntungan baginya, sebagai suatu penerapan kekuatan daya beli atau oligopsonistiknya. Untuk mengatasi hal ini sebagaimana disarankan Hutabarat dan Rahmanto (2004) peran pemerintah daerah sangat diperlukan untuk membangun jaringan informasi harga di dareah sentra produksi dan menyebarluaskannya ke masyarakat, sehingga persaingan bisnis akan semakin dirangsang. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap pedagang antar pulau, ternyata sekitar 80 persen pemasaran sapi Bali adalah ke kota-kota diluar pulau Bali antara lain Jakarta, Bekasi, Semarang, Cakung. Sedangkan sisanya sekitar 20 persen adalah terdistribusi di Bali dimana pangsa pasar utamanya adalah kota Denpasar. Biasanya permintaan akan daging akan meningkat dengan adanya peringatan hari-hari keagamaan, musim liburan pada tingkat pariwisata. Hal ini diikuti juga dengan meningkatnya harga baik ditingkat produsen maupun konsumen, sesuatu yang wajar dalam hal permintaan penawaran suatu produk Margin Pemasaran Analisa margin pemasaran dapat digunakan untuk mengetahui distribusi margin pemasaran yang terdiri dari biaya dan keuntungan dari setiap aktivitas lembaga pemasaran yang berperan aktif, serta untuk mengetahui bagian harga (farmer share) yang diterima petani. Didasarkan pada saluran pemasaran yang dilalui, jumlah ternak sapi yang dipasarkan, jumlah lembaga pemasaran yang turut berperan aktif dalam pemasaran, jarak petani ke konsumen, panjang saluran pemasaran yang dilalui, sistem pembayaran dan daerah tujuan pemasaran akan membedakan besarnya biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas pemasaran yang selanjutnya akan mempengaruhi besarnya margin pemasaran, bagian keuntungan dan biaya dari tiap lembaga pemasaran serta bagian harga yang diperoleh petani. 531

7 Lebih lanjut Saliem (2004) menyatakan tujuan analisis margin pemasaran bertujuan untuk elihat efisiensi pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran. Semakin tinggi proporsi harga yang diterima produsen, semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Besarnya keuntungan yang diterima oleh masingmasing pelaku pemasaran relatif terhadap harga yang dibayar konsumen dan atau relatif terhadap biaya pemasaran terkait dengan peran yang diakukan oleh masing-masing pelaku. Berdasarkan hasil analisis, pada Tabel 2 terlihat bahwa margin pemasaran yang terjadi antara petani dan pedagang antar pulau cukup besar, yaitu Rp. 2,950,000/ekor. Hal ini dimungkinkan dengan cukup panjangnya saluran/rantai pemasaran yang terjadi. Sedangkan bagian keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran juga cukup bervariasi, dimana bagian terbesar justru pada lembaga pemasaran akhir yaitu pedagang antar pulau persen sedangkan petani hanya mendapatkan bagian persen. Tingginya bagian keuntungan yang diperoleh pedagang antar pulau berkaitan dengan dikeluarkannya biaya tinggi dengan resiko yang sepadan dalam membawa ternak sapi keluar pulau sehingga tingkat keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Dengan mengetahui bagian yang diterima petani ini, dapat dilihat keterkaitan antara pemasaran dan proses produksi. Komoditi yang diproduksikan secara tidak efisien (biaya per unit tinggi) maka harus dijual dengan harga per unit yang tinggi pula, sehingga komoditi yang diproduksikan secara tidak efisien menyebabkan bagian harga yang diterima petani (farmer s share) menjadi kecil, yang pada gilirannya tidak akan merangsang produksi lebih lanjut. Tabel 2. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola Pemasaran Saluran 1, di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%) Petani a. Harga jual 4,750, Belantih a. Harga beli 4,750, b. Transport dari lapangan 30, c. Pemeliharaan sebelum dijual - Tenaga kerja 35, Pakan 32, Pengandangan 10, d. Transport penjualan 31, e. Konsumsi 26, f. Keuntungan 684, g. Harga jual 5,600,000 Pedagang Antar Pulau a. Harga beli 5,600, b. Biaya timbang 15, c. Biaya Karantina 20, d. Biaya Dinas Peternakan 15, e. Biaya penyebrangan 2, f. Biaya transportasi 267, g. Biaya pengawalan 53, h. Pakan 15, g. Keuntungan 1,711, h. Harga jual 7,700,000 Margin Pemasaran 2,950,000 Sumber : Analisis Data Primer Saluran pemasaran pola 2 merupakan yang banyak terjadi pada penelitian ini yaitu sebanyak 52 persen, atau kurang lebih ada 26 petani dari 50 petani responden yang melaksanakan pola pemasaran ini. Pada saluran pemasaran sapi Bali pola 2 margin pemasaran yang terjadi adalah sebesar Rp ,-/ekor, dimana harga sapi Bali ditingkat petani sebesar Rp. 4,750,000,- /ekor sedangkan harga jual ditingkat pedagang antar pulau sebesar Rp. 532

8 7,000,000/ekor (Tabel 3). Tingginya bagian keuntungan yang diterima lembaga pasar hewan adalah karena tidak mengeluarkan biaya pemasaran tetapi hanya melakukan fungsi pertukaran saja. Sudiyono (2001) menyatakan bahwa margin pemasaran yang tinggi tidak selalu mengindikasikan keuntungan yang tinggi, tergantung berapa besar biaya-biaya yang harus dikeluarkan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Share atau bagian keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran tertinggi terdapat pada pedagang antar pulau yaitu sebesar 82,52 persen. Sedangkan pada pedagang pengumpul/belantih biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi pemasaran cukup tinggi namun bagian keuntungan yang diperoleh lebih rendah dari pedagang antar pulau, hal ini menunjukkan bahwa distribusi margin, biaya dan keuntungan tidak tersebar secara merata sehingga pemasaran yang terjadi tidak efisien. Tabel 3. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola Pemasaran Saluran 2, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%) Petani a. Harga jual 4,750, Belantih a. Harga beli 4,750, b. Transport dari lapangan 30, c. Pemeliharaan sebelum dijual - Tenaga kerja 35, Pakan 32, Pengandangan 10, d. Transport penjualan 31, e. Konsumsi 26, f. Biaya masuk 8, g. Biaya balik nama 25, h. Keuntungan 826, i. Harga jual 5,775,000 Pasar Hewan a. Harga transaksi 5,742, b. Keuntungan 33, c. Harga jual 5,775,000 Pedagang Antar Pulau a. Harga beli 5,775, b. Biaya pengeluaran sapi 20, c. Biaya Karantina 20, d. Biaya Dinas Peternakan 15, e. Biaya penyebrangan 2, f. Biaya transportasi 267, g. Biaya pengawalan 53, h. Pakan 15, g. Keuntungan 831, h. Harga jual 7,000,000 Margin Pemasaran 2,250,000 Sumber : Analisis Data Primer Pada saluran pemasaran pola 3 (Tabel 4) margin pemasaran yang terjadi antara petani produsen dan pedagang antar pulau relatif lebih rendah yaitu sebesar Rp /ekor. Saluran pemasaran pola 3 harga jual yang diterima petani cenderung lebih baik dibandingkan pada pola 1 yaitu rata-rata sebesar Rp. 5,742,000/ekor dengan harga jual ditingkat pedagang antar pulau sebesar Rp. 7,350,000/ekor. Tingginya harga jual ditingkat petani berkaitan dengan rantai pemasaran yang terjadi, dimana petani mendapatkan harga tabel berlaku saat itu dan ternak ditimbang pada pasar hewan. Hal ini akan lebih meyakinkan dari segi harga diterima petani. Lain halnya pada model saluran pemasaran 1 atau 2, petani hanya menerima harga jual berdasarkan tafsiran saja (cawangan). Model ini masih terus berkembang mengingat peternakan 533

9 petani merupakan peternakan rakyat. Transaksi terjadi langsung dilapangan/dikandang petani. Waktu penjualannyapun tergantung dari kebutuhan petani sebagai produsen. Demikian halnya jumlah ternak yang dijual oleh petani hanya 1-2 ekor saja, sehingga peran belantih menjadi dominan didaerah penelitian. Tabel 4. Margin Pemasaran, Distribusi Margin dan Share Pemasaran Sapi Bali dalam Pola Pemasaran Saluran 3, di Kecamatan Gerokgak Buleleng, Lembaga Pemasaran dan Komponen Margin (Rp/ekor) Distribusi Margin Share (%) Petani a. Harga jual 5,742, b. Biaya masuk 8, c. Biaya balik nama 25, Pasar Hewan a. Harga beli/transaksi 5,742, a. Keuntungan 33, b. Harga jual 5,775,000 Pedagang Antar Pulau a. Harga beli 5,775, b. Biaya pengeluaran sapi 20, c. Biaya Karantina 20, d. Biaya Dinas Peternakan 15, e. Biaya penyebrangan 2, f. Biaya transportasi 267, g. Biaya pengawalan 53, h. Pakan 15, g. Keuntungan 1,181, h. Harga jual 7,350,000 Margin Pemasaran 1,608,000 Sumber : Data Primer Diolah Bagian keuntungan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang tertinggi diperoleh pada tingkat pedagang antar pulau yaitu sebesar persen sedangkan produsen memperoleh bagian keuntungan sebesar persen. Share atau bagian keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran relatif cukup merata, hal ini menunjukkan bahwa distribusi margin, biaya dan keuntungan tersebar secara merata sehingga pemasaran yang terjadi sudah cukup efisien. Saluran pemasaran tersebut secara keseluruhan merupakan dilema yang dihadapi peternak sapi. Seluruh kelembagaan yang ada menginginkan keuntungan tertinggi dari transaksi yang terjadi. Pada sisi lain masing-masing kelembagaan yang ada seolah-olah saling membutuhkan satu sama lain sampai terjadinya transaksi atau uang cash yang diterima oleh petani/peternak sapi di Bali. KESIMPULAN 1) Hasil analisis finansial usahatani ternak sapi yang dilaksanakan di kecamatan Gerokgak memiliki pospektif yang cukup baik dan menguntungkan dilaksanakan, hal dengan nilai R/C > 1. 2) Pola pemasaran sapi Bali di kecamatan Gerokgak terdapat 3 jenis pola saluran pemasaran, yaitu: 1) Pola 1 (Petani - Belantih - Pedagang antar pulau) sebanyak 34 %; 2) Pola 2 (Petani Belantih - Pasar hewan - pedagang antar pulau) sebanyak 52 % ; dan Pola 3 (Petani - Pasar hewan - Pedagang antar pulau) sebanyak 14 %. 534

10 3) Fungsi pemasaran yang dilakukan pelaku pemasaran dalam pemasaran sapi Bali meliputi fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, transportasi dan penyimpanan), fungsi fasilitas (timbang). Margin pemasaran tertinggi terdapat pada pola 1 yaitu Rp. 2,950,000/ekor diikuti pola 2 sebesar Rp /ekor dan pola 3 yaitu Rp /ekor. Sedangkan share yang diterima petani tertinggi pada pola pemasaran 3 yaitu %, diikuti pola 2 sebesar 67.86% dan pola 1 sebesar %. DAFTAR PUSTAKA Anonim Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Singaraja. Hutabarat, B dan B Rahmanto. Dimensi Oligopsonistik Pasar Domestik Cabai Merah. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. SOCA. Vol 4 (1). Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. Saliem, H.P Analisis Margin Pemasaran : Salah Satu Pendekatan dalam Sistem Distribusi Pangan. Dalam Prospek Usaha dan Pemasaran Beberapa Komoditas Pertanian. Monograph Series No. 24. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Sudiyono, A Pemasaran Pertanian. Penerbit Universitas Muhamadiyah Malang. (UMM Press). Malang. Sahara, D Perilaku Harga Lada Indonesia. Thesis Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta. (tidak dipublikasikan) Tomek, W.E and Kenneth L. Robinson Agricultural Product Prices, Second Edition Cornell University Press, Ithaca Yasa, IM.R., I.K. Mahaputra., I.N. Adijaya dan I.W. Trisnawati Laporan Hasil Survey Pendasaran Prima Tani Renovasi di Lahan Kering Dataran Rendah Beriklim Kering, Desa Sanggalangit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar. 535

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang atau membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN DAN TATANIAGA ANGGUR DI BALI

ANALISIS PEMASARAN DAN TATANIAGA ANGGUR DI BALI ANALISIS PEMASARAN DAN TATANIAGA ANGGUR DI BALI SUHARYANTO, IDA AYU PUTU PARWATI DAN JEMMY RINALDI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali e-mail : armmawadin@yahoo.com ABSTRACT Bali grape, especially

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal 28 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal pedaging. Peternak merupakan pihak yang melakukan kegiatan pemeliharaan itik

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN SALAK PONDOH (Studi Kasus di Desa Sigaluh Kecamatan Sigaluh Banjarnegara) ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN SALAK PONDOH (Studi Kasus di Desa Sigaluh Kecamatan Sigaluh Banjarnegara) ABSTRAK 94 ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN SALAK PONDOH (Studi Kasus di Desa Sigaluh Kecamatan Sigaluh Banjarnegara) Sulistyani Budiningsih dan Pujiati Utami Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia pada umumnya dan di Sumatera Barat pada khususnya adalah untuk meningkatkan produksi ternak. Peningkatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam memasarkan suatu produk diperlukan peran lembaga pemasaran yang akan membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Untuk mengetahui saluran

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura selama ini mempunyai peluang yang besar, tidak hanya sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang saat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Ganti Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat, mengingat bahwa mayoritas masyarakat

Lebih terperinci

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU Volume 6 No. 2September 2014 FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU (Vigna radiata, L.) DI KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN Oleh: Yudhit Restika Putri, Siswanto Imam Santoso, Wiludjeng

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI ANALISIS PEMASARAN KEDELAI Bambang Siswadi Universitas Islam Malang bsdidiek171@unisma.ac.id ABSTRAK. Tujuan Penelitian untuk mengetahui saluran pemasaran dan menghitung margin serta menganalisis efisiensi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012 X.274 KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB I.Putu Cakra Putra Adnyana, SP. MMA. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN Arini Pebristya Duha *), HM Mozart B Darus **), Luhut Sihombing **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Defenisi Operasional Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Defenisi Operasional Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku, dimana responden petani dipilih dari desa-desa penghasil HHBK minyak kayu putih,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang 35 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Fauzul Azhimah *), Ir.Iskandarini,MM,Ph.D **) dan Dr.Ir.Rahmanta Ginting,MS **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI

TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI Oleh A. Rozany Nurmanaf*) Abstrak Program khusus usahatani kedelai dilaksanakan di berbagai daerah, termasuk diantaranya daerah transmigrasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keanekaragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik bila dibandingkan dengan buah-buahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di subdistrito Ainaro Vila dan Suco Nugufu, distrito

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di subdistrito Ainaro Vila dan Suco Nugufu, distrito BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di subdistrito Ainaro Vila dan Suco Nugufu, distrito Ainaro, Timor-Leste. Penentuan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Semarang memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian untuk komoditas sayuran. Keadaan topografi daerah yang berbukit dan bergunung membuat Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN WORTEL DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) KABUPATEN KARANGANYAR Wayan Cahyono, Kusnandar, Sri Marwanti Magister Agribisnis Program Pascasarjana UNS id@hostinger.com Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan tanaman pangan. Dari sektor peternakan ada beberapa bagian lagi dan salah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK

PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK Idah Lumahtul Fuad Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: faperta.@yudharta.ac.id ABSTRAKSI Degradasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (pusposive). Alasan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN SAPI BALI DI KECAMATAN BANTAENG KABUPATEN BANTAENG

ANALISIS PEMASARAN SAPI BALI DI KECAMATAN BANTAENG KABUPATEN BANTAENG ANALISIS PEMASARAN SAPI BALI DI KECAMATAN BANTAENG KABUPATEN BANTAENG Astati* *) Dosen Pada Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar E-mail

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK (Annona muricata) (Suatu Kasus pada Pengusaha Pengolahan Dodol Sirsak di Desa Singaparna Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Angga Lenggana 1, Soetoro 2, Tito

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani 6 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kelayakan Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soeharjo dkk (1973) dalam Assary (2001) Suatu usahatani dikatakan layak atau berhasil apabila usahatani tersebut dapat menutupi

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analysis Of Self-Help Pattern Of Cocoa Marketing In Talontam Village Benai Subdistrict Kuantan Singingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

STUDI PEMASARAN WORTEL (Daucus carota L.) DI DESA CITEKO KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

STUDI PEMASARAN WORTEL (Daucus carota L.) DI DESA CITEKO KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT EPP. Vol. 9 No.1. 2012 : 30-34 30 STUDI PEMASARAN WORTEL (Daucus carota L.) DI DESA CITEKO KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT Marketing Carrot Study (Daucus carota L.) in Citeko Village Cisarua

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pemasaran, Ikan Gurami, Efisiensi

Kata Kunci : Pemasaran, Ikan Gurami, Efisiensi KERAGAAN PEMASARAN IKAN GURAMI (Osphrounemus gouramy) PADA KELOMPOK MINA BERKAH JAYA Irni Rahmi Zulfiyyah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Irnirahmi18@gmail.com Dedi Darusman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang mendasari penelitian ini. Pembahasan ini menjadi panduan dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang ada. Penelitian tentang

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN TEMBAKAU RAKYAT: Kasus Subak Cengcengan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Oleh Drs. Ketut Mudita, SP. M.Agb.

SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN TEMBAKAU RAKYAT: Kasus Subak Cengcengan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Oleh Drs. Ketut Mudita, SP. M.Agb. SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN TEMBAKAU RAKYAT: Kasus Subak Cengcengan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar Oleh Drs. Ketut Mudita, SP. M.Agb. ABSTRACTS There are four kinds of tobacco market channels

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Bidang usaha peternakan saat ini sudah mengalami kemajuan pesat. Kemajuan ini terlihat dari konsumsi masyarakat akan kebutuhan daging meningkat, sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bunga krisan dengan nama latin Chrysanthemum sp berasal dari dataran Cina. Bunga potong ini cukup populer dan menduduki

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI KECAMATAN RINGINREJO KABUPATEN KEDIRI Mega Yoga Ardhiana 1), Bambang Ali Nugroho 2) dan Budi Hartono 2)

EFISIENSI PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI KECAMATAN RINGINREJO KABUPATEN KEDIRI Mega Yoga Ardhiana 1), Bambang Ali Nugroho 2) dan Budi Hartono 2) EFISIENSI PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI KECAMATAN RINGINREJO KABUPATEN KEDIRI Mega Yoga Ardhiana 1), Bambang Ali Nugroho 2) dan Budi Hartono 2) 1. Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Batu Bara, dengan menetapkan 3 (tiga) kecamatan sebagai lokasi penelitian yaitu Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini secara garis besar merupakan kegiatan penelitian yang hendak membuat gambaran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PEMASARAN GARAM RAKYAT (Studi Kasus di Desa Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan)

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PEMASARAN GARAM RAKYAT (Studi Kasus di Desa Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan) PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PEMASARAN GARAM RAKYAT (Studi Kasus di Desa Lembung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan) Fauziyah dan Ihsannudin Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 4 (1) :75 83, Februari 2016 ISSN : 23383011 ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI Marketing Analysis of Shallot In Oloboju Village Sigi Biromaru

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster 43 Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Klaster 44 Lampiran 1 Usahatani Jahe Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Non Klater 45 Lampiran 2. Output Karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa LAPORAN AKHIR TA. 2013 KAJIAN EFISIENSI MODA TRANSPORTASI TERNAK DAN DAGING SAPI DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno Bambang Winarso Amar K. Zakaria Tjetjep Nurasa

Lebih terperinci

RINGKASAN. Anggur merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai

RINGKASAN. Anggur merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai RINGKASAN Ni Ketut Suartining, STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PEMASARAN ANGGUR, (STUDI KASUS DI DESA BANJAR KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG). Di Bawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Dwi Putra Darmawan,

Lebih terperinci

Key words: marketing margins, egg, layer, small scale feed mill

Key words: marketing margins, egg, layer, small scale feed mill MARJIN PEMASARAN PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR YANG MENGGUNAKAN PAKAN PRODUKSI PABRIK SKALA KECIL DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG Susanti I.S 1, N. Ali 1 dan St. Rohani 2 1 Fakultas Peternakan dan Perikanan

Lebih terperinci