MODEL PENENTUAN LOKASI PERUMAHAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH GEDEBAGE KOTA BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PENENTUAN LOKASI PERUMAHAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH GEDEBAGE KOTA BANDUNG"

Transkripsi

1 MODEL PENENTUAN LOKASI PERUMAHAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH GEDEBAGE KOTA BANDUNG MAMAN HILMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi model penentuan lokasi perumahan berkelanjutan di wilayah Gedebage kota Bandung adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Maret 2008 Maman Hilman NIM. P

3 ABSTRACT MAMAN HILMAN. The Model of Sustainable Housing Location Choices Over The Areas of Gedebage, Bandung City. Under Direction of : SANTUN R.P. SITORUS, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, LILIK BUDI PRASETYO, and RAMALIS SUBANDI PRIHANDANA This research aimed to find a model of Sustainable housing location choices over the areas of Gedebage, Bandung City. The intended output is a quantitative model in form of mathematical formula, and qualitative model in form of maps. This is the first model-finding research in sustainable housing over the area, in term of location, integration of theoretical model into the practical model, and integrated in analytical approach, involving relevant specialists and actors through factor analysis, multiple regression and Geographical Information System (GIS) in formulating the model of sustainable housing location. Research found that preferences/tendencies in the choices of housing locations are as follows: (i) developers choose the location based on physical, economic, environmental and social factors; (ii) inhabitants choose the location base onenvironmental, economic, physical, and social factors and (iii) Bandung City Government allocated the Region of Gedebage as Residential Zone. It is predicted that housing location choices were significantly affected by the following components: (i) land prices- the most sensitive physical component - having negative correlation with the chance of certain location to be selected as residential zone; (ii) the distance of the location to Jl. Soekarno Hatta and City Central Station - the most sensitive accessibility factor in location choices, the farther the distance to JI. Sukarno Hatta and City Central Station, the lesser the chance of the location to be selected as residential zone; and (iii) the most sensitive environmental factor in location choice is land areas available for further development, having positive correlation with the chance of the location to be selected as residential zone. Based on the model of sustainable housing location choices over the areas of Gedebage, the suitability of housing locations are as follows: (i) Environmental Unit B 1 (Batununggal), M 3 of Sekejati and R. 4 of Cisaranten Kidul (the most suitable); (ii) Environmental Unit B 3 of Mengger (suitable) and (iii) Environmental Unit R 2 of Cisaranten Kidul (suitable but subject to the addition of environmental infrastructures and facilities). Based on the model: (i) Environmental Unit B 1 (Batununggal) is most suitable for luxurious residential zone; (ii) Environmental Unit M 3 (Mengger) is suitable for middle level residential zone; and (iii) Environmental Unit R 4 (Cisaranten Kidul) is suitable for low-level residential zone. Keywords : Choice model, housing, location, sustainable

4 RINGKASAN MAMAN HILMAN. Model Penentuan Lokasi Perumahan Berkelanjutan di wilayah Gedebage, kota Bandung. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS sebagai ketua dan HARTRISARI HARDJOMIDJOJO, LILIK BUDI PRASETYO DAN RAMALIS SUBANDI PRIHANDANA sebagai anggota. Berbagai penelitian dan bukti faktual mengisyaratkan bahwa sebagian besar pembangunan perumahan perkotaan di Indonesia, termasuk di kota Bandung, belum terintegrasi dengan baik dan tampaknya sedikit sekali mempertimbangkan aspek-aspek kesesuaian lokasi perumahan. Permasalahan yang berkaitan dengan perkembangan perumahan adalah sebagai berikut : (i) ada kecenderungan perkembangan perumahan secara parsial, terutama di lahan yang murah; (ii) jarak jangkau masyarakat dari rumah ke tempat kegiatan (bekerja, sekolah, belanja) semakin jauh, frekuensi kemacetan meningkat; (iii) ada perumahan yang ditinggalkan oleh konsumen dan tidak menjangkau pasar yang ada; (iv) pertumbuhan kota yang tidak merata berdampak pada keterbatasan layanan PSU dan efisiensi sistem sosial ekonomi perkotaan; dan (v) ada ketidakseimbangan pasar dan ketersediaan lahan perumahan di perkotaan. Sedikitnya ada tiga pihak yang paling berkepentingan dalam penentuan lokasi dan pembangunan perumahan, yaitu pihak-pihak pengembang, pihak konsumen dan pihak pemerintah. Pihak pengembang berdiri pada sisi penawaran (supply), pihak konsumen berdiri pada sisi permintaan (demand) dan pihak pemerintah berdiri pada sisi kebijakan (policy) dan tata kelola (governance) atas pembangunan kota yang sifatnya berkelanjutan (sustainable). Penelitian-penelitian terdahulu melaporkan banyaknya faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi perumahan. Uniknya, konfigurasi hubungan antar faktor sangat bervariasi antara kota yang satu dengan kota yang lainnya, bahkan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya. Hal inilah yang mendorong penulis meneliti, apakah wilayah Gedebage, kota Bandung, yang merupakan salah satu wilayah pemekaran, memiliki keunikan tersendiri ditinjau dari konfigurasi faktor-faktor penentu lokasi perumahannya. Untuk itu, diajukan pertanyaan: (i) apakah kondisi lokasi perumahan yang ada telah memenuhi persyaratan lokasi perumahan; (ii) bagaimana penentuan lokasi perumahan dari sudut pandang pengembang, penghuni (konsumen) dan pemerintah; (iii) bagaimana model penentuan lokasi perumahan yang menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan dan (iv) bagaimana arahan kebijakan penentuan lokasi perumahan yang menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan di wilayah Gedebage, kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model penentuan lokasi perumahan berkelanjutan di wilayah Gedebage, kota Bandung. Output dari model adalah model kuantitatif dalam bentuk rumus matematik. Pengembangan model diawali dengan evaluasi lokasi perumahan dan penilaiannya. Manfaat dari model ini adalah: (i) secara teoritis dapat berkontribusi terhadap teori lokasi, khususnya lokasi perumahan dan (ii) secara praktis memberikan arahan bagi calon penghuni (konsumen), pengembang, pemerintah dan asosiasi profesi dalam menentukan lokasi perumahan.

5 Kebaruan (novelty) penelitian adalah sebagai berikut : (i) Penelitian yang pertama mengkaji model penentuan lokasi perumahan; (ii) Menggunakan analisis terpadu yaitu analisis komponen utama (PCA), regresi berganda, dan spasial; (iii) Penelitian lokasi melibatkan aspek fisik, lingkungan, ekonomi, dan sosial secara terintegrasi. Sampel penelitian ditarik dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan pertimbangan tingkat kepadatan penduduk, fungsi wilayah dan administrasi wilayah. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pelaporan sendiri, pelaporan sejawat dan pengisian kuesioner terpimpin dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan, wawancara mendalam (in-depth interview), pengumpulan data sekunder dari arsip/dokumentasi, dan pengumpulan data visual (photo). Kerangka pemikiran model penentuan lokasi perumahan diawali dengan memperhatikan rencana tata ruang (RTR) dan dinamika kependudukan. Secara umum fungsi lahan dibagi menjadi daerah budidaya dan daerah konservasi. Pada kawasan budidaya dapat digunakan untuk perumahan, sedangkan kawasan konservasi tidak boleh dilakukan kegiatan pembangunan. Untuk mencapai tujuan penelitian dikumpulkan data primer dan data skunder. Data primer didasarkan hasil observasi lokasi perumahan dan pendapat stakeholders. Pendapat stakeholders dianalisis dengan teknik prinsip komponen utama (Principal Component Analysis, PCA) didasarkan pada nilai akar ciri (eigen value) dan vektor akar ciri (eigen vektor). Selanjutnya dihasilkan indeks pemilihan lokasi perumahan yang dilakukan oleh stakeholders yang menghasilkan kategori lokasi untuk perumahan menurut pendapat stakeholders. Kegiatan penentuan model diawali dengan evaluasi kesesuaian lokasi perumahan. Variabel yang dievaluasi adalah fisik, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Kriteria yang digunakan dalam evaluasi adalah baik, sedang, dan buruk. Evaluasi yang dilakukan adalah menilai kondisi lokasi perumahan dan selanjutnya membandingkan dengan standar yang ditetapkan. Hasil dari analisis tersebut berupa stratifikasi kualitas lokasi perumahan. Perhitungan model matematis menggunakan program SPSS (statistical package for social science). Berdasarkan persamaan regresi berganda kemudian dibuat peta. Output model menghasilkan variabel yang dapat memberikan dugaan pada penentuan lokasi potensial perumahan yang dapat menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan. Hasil evaluasi kondisi lokasi perumahan di wilayah Gedebage kota Bandung adalah : (i) Batununggal (B1) kecamatan Bandung Kidul dan Sekejati (M3) kecamatan Margacinta tergolong kategori baik (ii) Cisaranten Kidul (R2 dan R4) kecamatan Rancasari tergolong kategori sedang; dan (iii) Mengger (B3) kecamatan Bandung Kidul tergolong kategori buruk. Faktor-faktor dominan penentuan lokasi perumahan menurut stakeholders adalah sebagai berikut : (i) Komponen utama menurut pengembang adalah aksesibilitas, daya dukung tanah, frekuensi banjir, tersedia fasos fasum, kesesuaian dengan rencana kota, dan harga beli terjangkau; (ii) Komponen utama menurut penghuni adalah aksesibilitas, harga beli terjangkau, daya dukung tanah, frekuensi banjir, kualitas udara, dan kualitas air; dan (iii) Komponen utama pemerintah adalah kesesuaian dengan rencana kota, kualitas udara, daya dukung tanah, harga beli terjangkau, tersedia fasos fasum, dan frekuensi banjir. Nilai

6 indeks pilihan lokasi perumahan secara berurutan adalah pengembang (78,20), pemerintah (57,76), dan penghuni (43,35). Berdasarkan nilai indeks pilihan lokasi perumahan tersebut pilihan yang paling dominan adalah pilihan pengembang, selanjutnya pilihan pemerintah, dan terakhir pilihan penghuni. Komponen-komponen yang mempengaruhi penentuan lokasi perumahan di wilayah Gedebage kota Bandung berdasarkan model yang dikembangkan adalah : (i) Luas lahan yang masih tersedia untuk perumahan. Semakin luas lahan yang tersedia semakin besar peluang lokasi tersebut dijadikan kawasan perumahan; (ii) Harga tanah, semakin tinggi harga tanah semakin kecil peluang lokasi tersebut dijadikan kawasan perumahan; dan (iii) Kemudahan mencapai pusat-pusat kegiatan menjadi komponen penting dalam penentuan lokasi perumahan. Semakin jauh jarak ke arteri primer (jalan Sukarno Hatta), semakin kecil peluang lokasi tersebut dijadikan kawasan perumahan. Untuk menentukan kekokohan (robustness) dari model, pertama-tama dilakukan reverse engineering atas keluaran model untuk kondisi eksisting. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan keluaran model yang didasarkan pada persamaan yang telah dihasilkan. Perhitungan keluaran model dilakukan dengan cara memasukan nilai dari bobot untuk tiap-tiap variabel yang diprediksi memberikan pengaruh terhadap penentuan lokasi perumahan pada persamaan regresi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Tingkat Kesesuaian (TK) sama dengan keluaran model dibagi dengan nilai sebenarnya, maka diperoleh tingkat kesesuaian model dengan nilai sebenarnya sebesar 77%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan cukup baik untuk memprediksi penentuan lokasi perumahan. Perumusan arahan kebijakan penentuan lokasi perumahan berdasarkan model yang dihasilkan adalah sebagai berikut : (i) Melakukan pengendalian pengembangan perumahan melalui pemberian ijin secara selektif berdasarkan persyaratan yang ada, menetapkan batas minimum dan maksimum luas lahan yang dibangun oleh pengembang, dan merumuskan batasan yang jelas mengenai tipe perumahan dan zonasinya; (ii) Melengkapi sarana dan prasarana lingkungan untuk mempermudah akses mencapai tempat aktivitas dari kawasan perumahan; dan (iii) Meninjau kembali Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah untuk perumahan. Pada saat ini penentuan lokasi perumahan banyak ditentukan oleh keinginan pengembang. Sebagai akibatnya penyebaran perumahan pada wilayah penelitian tidak merata dan terjadi ketimpangan antara suatu unit lingkungan dengan unit lingkungan lainnya. Hal ini akan mempengaruhi keseimbangan lingkungan kearah yang kurang baik. Rekomendasi kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan perumahan antara suatu unit lingkungan dengan unit lingkungan lainnya. Tujuan akhir adalah terciptanya lokasi perumahan berkelanjutan. Kata Kunci: Berkelanjutan, lokasi, model penentuan, perumahan

7 Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 MODEL PENENTUAN LOKASI PERUMAHAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH GEDEBAGE KOTA BANDUNG MAMAN HILMAN Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R

9 Judul Disertasi Nama NIM : Model Penentuan Lokasi Perumahan Berkelanjutan di wilayah Gedebage kota Bandung : Maman Hilman : P Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA. Anggota Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. Anggota Dr. Ir. Ramalis Subandi Prihandana, MT. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo,MS. Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS. Tanggal Ujian Terbuka : 21 Februari 2008 Tanggal Lulus :...

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2006 ini ialah lokasi perumahan, dengan judul Model Penentuan Lokasi Perumahan Berkelanjutan di wilayah Gedebage kota Bandung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus, Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Ramalis Subandi Prihandana, MT selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan Kepada Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH), Kepala Dinas Tata kota (DTK) kota Bandung, para Camat dan Lurah pada lokasi penelitian, dan semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, istri, anak-anak, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2008 Maman Hilman

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Desember 1946 sebagai anak sulung dari pasangan Hilmanudin dan Maesaroh. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi Kejuruan IKIP Bandung lulus pada tahun Pada tahun 1996, penulis diterima di Program Studi Arsitektur pada Program Pascasarjana Universitas Katolik Parahiyangan dan menamatkannya pada tahun Kesempatan melanjutkan ke program doktor Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai Dosen di Jurusan Arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung sejak tahun Bidang pengajaran yang diampu penulis adalah Arsitektur Perumahan. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawabnya adalah Arsitektur Perumahan. Selama mengikuti kuliah pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan telah menulis artikel berjudul The Model of Sustainable Housing Location Choice Over The Areas of Gedebage yang dimuat pada Jurnal Masalah Bangunan Volume 42 Nomor 1 bulan Juni 2007 Research Centre For Human Settlements Agency For Research and Development Ministry of Public Work. Artikel lain berjudul Preferensi Pemilihan Lokasi Perumahan di wilayah Gedebage kota Bandung telah diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Arsitektur FPTK UPI TERAS Volume 3 Nomor 1 pada bulan Maret Karya-karya tersebut merupakan bagian dari Disertasi penulis.

12 Penguji luar Ujian Tertutup : Dr. Ir. Oteng Haridjaja, MSc. Penguji luar Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. I.F. Poernomosidhi Poerwo, MSc. 2. Dr. Ir. Imam Santosa, MS.

13 xiii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xx DAFTAR LAMPIRAN... xxii I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pemikiran Novelty Penelitian... 7 II TINJAUAN PUSTAKA Perkotaan dan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kota Ideal Eko Properti Penentuan Lokasi Perumahan Teori Terkait dengan Lokasi Perumahan Variabel dan Indikator Lokasi Pemilihan Lokasi Perumahan Pertimbangan Dalam Pemilihan Lokasi Perumahan Faktor-faktor Penentu Lokasi Perumahan Evaluasi Kesesuaian Lokasi Perumahan Pemodelan III TINJAUAN UMUM KOTA BANDUNG DAN WILAYAH GEDEBAGE Tinjauan Umum Kota Bandung Luasan Kota Bandung Geografis dan Administrasi Proyeksi Kebutuhan Perumahan Penggunaan Lahan Keadaan Penduduk Perdagangan Utilitas Kota Pendidikan Kesehatan Olah Raga dan Rekreasi Transportasi Administrasi Pemerintahan... 48

14 xiv Halaman 3.2 Tinjauan Umum Wilayah Gedebage Aspek Fisik Aspek Transportasi Aspek Ekonomi Permasalahan Wilayah Gedebage Aspek Tata Ruang Aspek Transportasi Prasarana dan Sarana Perkotaan Aspek Utilitas Perkotaan Tata Guna Lahan Wilayah Gedebage Kondisi Fisik Lingkungan Wilayah Gebebage Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah Gedebage IV METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data, dan Sumber Data Teknik Penarikan Sampel Pendekatan Penelitian Teknik Analisis Data V HASIL EVALUASI KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN Hasil Evaluasi Fisik Lingkungan Hasil Evaluasi Drainase Hasil Evaluasi Banjir Hasil Evaluasi Kemiringan Lereng Hasil Evaluasi Tekstur tanah, Batuan/Kerikil, dan Erosi Hasil Evaluasi Kualitas Air Hasil Evaluasi Kualitas Udara dan Kebisingan Hasil Evaluasi Sosial ekonomi VI HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN Hasil Pemilihan Lokasi Perumahan Oleh Pengembang Hasil Pemilihan Lokasi Perumahan Oleh Penghuni Hasil Pemilihan Lokasi Perumahan Oleh Pemerintah VII PENYUSUNAN MODEL PENENTUAN LOKASI PERUMAHAN Pengembangan Model Penentuan Lokasi Perumahan Validasi Model Perumusan Arahan Kebijakan

15 xv Halaman VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH (GLOSSARY) LAMPIRAN

16 xvi DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Kriteria kesesuaian lahan untuk tempat tinggal Teknik statistik untuk pencapaian kesesuaian data dengan model Cuaca dan curah hujan kota Bandung Proyeksi kebutuhan rumah kota Bandung Proyeksi Supply rumah kota Bandung Proyeksi kekurangan Supply rumah kota Bandung Tata guna lahan kota Bandung Jumlah penduduk kota Bandung Jumlah perusahaan perdagangan kota Bandung Produksi air minum kota Bandung Jumlah fasilitas pendidikan menurut jenjang di kota Bandung Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di kota Bandung Jumlah sarana kesehatan di kota Bandung Pembagian wilayah administratif kota Bandung tahun Rencana struktur kegiatan setiap unit lingkungan Keadaan drainase Frekuensi banjir Kemiriang lereng Tekstur tanah dan kandungan batuan kerikil Keadaan erosi Kualitas air sungai Kualitas air bersih Kualitas udara parameter gas Kualitas udara parameter partikulat debu Kualitas udara paremeter kebisingan Tingkat kebisingan pada titik pengukuran 400 meter Harga tanah untuk perumahan Luas tanah yang tersedia untuk perumahan Jarak unit lingkungan ke jalan Soekarno Hatta... 68

17 xvii Tabel Halaman 30 Perkembangan rata-rata perumahan pertahun Kriteria pengelompokan hasil evaluasi Jenis-jenis peta dan sumber Jenis data dan sumber data fisik lingkungan Jenis data dan sumber data sosial ekonomi Penentuan sampel unit lingkungan Jumlah responden masing-masing unit lingkungan Kriteria katagori kesesuaian lahan untuk perumahan Pengelompokan kategori drainase Pengelompokan kategori banjir Pengelompokan kategori lereng Pengelompokan kategori tekstur tanah Pengelompokan kategori batuan/kerikil Pengelompokan kategori kedalaman efektif tanah Pengelompokan kategori keadaan erosi Kriteria pengelompokan kualitas air sungai Kriteria pengelompokan kualitas air bersih Kriteria pengelompokan kualitas udara Kriteria pengelompokan tingkat kebisingan Kriteria pengelompokan keadaan penduduk Kriteria pengelompokan fasilitas pendidikan Kriteria pengelompokan fasilitas pendidikan Kriteria pengelompokan fasilitas ekonomi Kriteria pengelompokan harga tanah Kriteria pengelompokan luas tanah Kriteria pengelompokan aksesibilitas Ringkasan kegiatan penelitian Hasil evaluasi drainase Hasil evaluasi banjir Hasil evaluasi kemiringan lereng Hasil evaluasi tekstur tanah... 98

18 xviii Tabel Halaman 61 Hasil evaluasi kandungan batuan kerikil Hasil evaluasi kondisi erosi Hasil evaluasi kualitas air sungai Hasil evaluasi kualitas air bersih Hasil evaluasi kualitas udara Hasil evaluasi tingkat kebisingan Hasil evaluasi kategori komponen fisik lingkungan Konversi hasil penilaian kategori komponen fisik lingkungan Kriteria pengelompokan hasil evaluasi fisik lingkungan Hasil penilaian komponen fisik lingkungan Hasil evaluasi kesejahteraan penduduk Hasil evaluasi fasilitas pendidikan Hasil evaluasi fasilitas kesehatan Hasil evaluasi fasilitas ekonomi Hasil evaluasi harga tanah Hasil evaluasi luas lahan Hasil evaluasi aksesibilitas Hasil evaluasi kategori komponen sosial ekonomi Konversi hasil penilaian kategori komponen sosial ekonomi Kriteria pengelompokan hasil evaluasi sosial ekonomi Hasil penilaian komponen sosial ekonomi Hasil evaluasi kategori komponen FL dan SE Kriteria pengelompokan hasil evaluasi FL dan SE Hasil penilaian komponen FL dan SE Jumlah pengembang di wilayah penelitian Keragaman total pemilihan lokasi perumahan oleh pengembang Vektor ciri PCA pilihan pengembang Bobot masing-masing variabel pilihan pengembang Keragaman total pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni Vektor ciri PCA pilihan penghuni Bobot masing-masing variabel pilihan penghuni

19 xix Tabel Halaman 92 Keragaman total pemilihan lokasi perumahan oleh pemerintah Vektor ciri PCA pilihan pemerintah Bobot masing-masing variabel pilihan pemerintah Rangkuman urutan prioritas stakeholders Keluaran model untuk lokasi-lokasi penelitian Perbandingan keluaran model dengan data sebenarnya

20 Gambar DAFTAR GAMBAR xx Halaman 1 Kerangka pemikiran model penentuan lokasi perumahan berkelanjutan di wilayah Gedebage kota Bandung Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan lokasi perumahan Diagram alir penentuan prioritas lokasi perumahan Diagram sistem terbuka Diagram sistem tertutup Tipe-tipe model Sekuens proses pemodelan Kota bandung Rencana penggunaan lahan wilayah Gedebage Persentase penduduk berdasarkan usia Persentase penduduk berdasarkan pendidikan Persentase penduduk berdasarkan pekerjaan Jumlah bangunan fasilitas pendidikan Jumlah bangunan fasilitas kesehatan Jumlah bangunan fasilitas perekonomian Lokasi kecamatan dan kelurahan dan unit lingkungan (UL) Evaluasi kondisi lokasi penelitian Kerangka pendekatan sistem dalam penelitian model penentuan lokasi perumahan berkelanjutan Diagram alir tahapan penyusunan model Prosedur analisis data Kategori kondisi drainase Kategori kondisi frekuensi banjir Kategori kondisi kemiringan lereng Arahan ketinggian bangunan Kategori kondisi kualitas air sungai Kategori kondisi kualitas air bersih Kategori kondisi kualitas udara Kategori kondisi kebisingan

21 xxi Gambar Halaman 29 Kategori kesesuaian kondisi fisik lingkungan Kategori kondisi keadaan penduduk Kategori kondisi fasilitas pendidikan Kategori kondisi fasilitas kesehatan Kategori fasilitas ekonomi Kategori harga tanah Kategori luas tanah tersedia Kategori aksesibilitas Kategori kesesuaian kondisi sosial ekonomi Kategori kondisi eksisting lokasi perumahan gabungan FL dan SE Penyebaran pengembang perumahan Profil responden penelitian Suasana perumahan asri ramah lingkungan Kategori lokasi untuk pembangunan perumahan potensial Variabel penentuan lokasi perumahan

22 xxii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Pedoman observasi Kuesioner kriteria penentuan lokasi perumahan Kuesioner pendapat pengembang terhadap kondisi perumahan Kuesioner pendapat penghuni terhadap kondisi perumahan Kuesioner pendapat pemerintah terhadap kondisi perumahan Pendapat penghuni Pendapat pengembang Pendapat pemerintah Analisis komponen utama pemilihan lokasi perumahan Perhitungan regresi berganda Perhitungan koefisien korelasi dan determinasi

23 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan perumahan merupakan masalah utama kota-kota besar di Indonesia, termasuk kota Bandung. Bukti-bukti menunjukka adanya hubungan kuat antara penyebaran perkembangan lokasi perumahan dengan ketersediaan lahan, harga lahan dan aksesibilitas.pengalaman kota-kota besar lainnya di seluruh dunia menunjukkan bahwa penentuan lokasi perumahan di kawasan perkotaan yang tidak terintegrasi dengan baik memiliki hubungan kuat dengan kepentingan konsumen, pengembang, dan pemerintah. Permasalahannya berkisar pada tiga masalah pokok seperti : (i) pemerintah berkepentingan menyediakan perumahan dengan daya beli yang terjangkau masyarakat miskin, sementara pengusaha berkepentingan untuk menjual rumah dengan harga tinggi agar dapat memberikan keuntungan; (ii) pemerintah berkepentingan mengendalikan pembangunan perumahan sesuai dengan rencana detail tata ruang kota (RDTRK), sementara pengusaha berkepentingan untuk mengikuti trend permintaan konsumen; (iii) pemerintah berkepentingan mengamankan pembangunan perumahan sesuai dengan prinsip pembangunan kota berkelanjutan, sementara pengusaha berkepentingan untuk memanfaatkan harga tanah di lokasi perumahan sebagai daya tarik untuk meningkatkan penjualan. Hal ini mendorong pengusaha untuk memanfaatkan setiap jengkal lahan dan celah peraturan untuk memaksimumkan keuntungan. Permasalahan yang berkaitan dengan perkembangan perumahan adalah sebagai berikut : (i) ada kecenderungan perkembangan perumahan secara parsial, terutama di lahan yang murah; (ii) jarak jangkau masyarakat dari rumah ke tempat kegiatan (bekerja, sekolah, belanja) semakin jauh, frekuensi kemacetan meningkat; (iii) ada perumahan yang ditinggalkan oleh konsumen dan tidak menjangkau pasar yang ada; (iv) pertumbuhan kota yang tidak merata berdampak pada keterbatasan layanan PSU dan efisiensi sistem sosial ekonomi perkotaan; dan (v) ada ketidakseimbangan pasar dan ketersediaan lahan perumahan di perkotaan.

24 2 Beberapa penelitian yang sudah dilakukan, telah mencoba mencari hubungan lokasi perumahan dengan salah satu aspek dari keberlanjutan, yaitu fisik lingkungan, sosial, dan ekonomi. Misalnya Sujarto (1982) meneliti mengenai pengaruh investasi terhadap harga tanah, hasilnya adalah semakin besar investasi yang ditanamkan, semakin tinggi kenaikan harga tanah di sekitar lokasi. Elder dan Zumpano (1991) meneliti kepemilikan lahan, permintaan perumahan dan lokasi perumahan, hasilnya menunjukkan bahwa jarak lokasi perumahan ke tempat kerja menjadi pertimbangan kepala keluarga yang menggunakan sarana angkutan umum. Almeida (1998) meneliti model tata guna lahan perkotaan berkelanjutan, hasil pemodelan ini menunjukkan bahwa dinamika tata guna lahan memberikan estimasi pada perkembangan perkotaan berkelanjutan. Tamin (2001) dalam hasil penelitiannya menyebutkan belum ada pemodelan yang menjelaskan penentuan lokasi perumahan berkelanjutan secara komprehensif.. Sheiner dan Kaster (2002) meneliti gaya hidup, pilihan lokasi perumahan dan mobilitas sehari-hari. Hasilnya menunjukkan bahwa pilihan lokasi perumahan dan mobilitas sehari-hari adalah hal yang berhubungan. Haider dan Miller (2003) meneliti pilihan lokasi perumahan untuk rumah susun, kondominium, dan rumah dempet. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pilihan lokasi perumahan berbeda sesuai dengan tipe perumahan. Kondomonium dibangun di kawasan kepadatan tinggi dan akses yang lancar ke tempat kerja, sedangkan perkembangan perumahan dengan ketinggian rendah di tempatkan di kawasan kepadatan rendah dan akses rendah ke tempat kerja. Ionnides dan Rossi-Housberg (2004) meneliti mengenai struktur dan pertumbuhan kota. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pola konsentrasi kegiatan ekonomi dan evolusinya merupakan determinan pertumbuhan ekonomi nasional. Evaluasi distribusi kota memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Freeman (2004) meneliti mengenai trend lokasi perumahan, hasil penelitiannya menunjukkan kedekatan dengan lokasi perumahan pemerintah meningkatkan keterjangkauan daya beli rumah murah. Winarso (2004) meneliti mengenai kebijakan pertanahan untuk pengembangan lahan perumahan di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan

25 3 bahwa kebijakan lahan perkotaan termasuk faktor eksogen mempengaruhi keputusan para pengembang dalam memilih lokasi perumahan. Oxford (2006) meneliti lokasi di pasar rumah perkotaan, hasilnya menunjukkan bahwa faktor terpenting dalam menentukan harga rumah adalah lokasi. Penelitian mengenai model penentuan lokasi perumahan yang menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan secara komprehensif di wilayah Gedebage kota Bandung belum pernah dilakukan. Penelitian penentuan lokasi perumahan yang menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan merupakan suatu hal yang sangat penting, karena dapat memberi kontribusi pada usaha pembangunan perkotaan berkelanjutan. Dari model yang dikembangkan diharapkan terungkap bagaimana penentuan lokasi perumahan yang menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan. Penyusunan model penentuan lokasi perumahan berdasarkan : (i) tingkat kepadatan jumlah penduduk, (ii) administrasi wilayah, dan (iii) fungsi wilayah. Kegiatan penyusunan model diawali dengan evaluasi existing lokasi perumahan dan penggunaan lahan. Evaluasi existing lokasi perumahan didasarkan pada ketentuan, peraturan dan kesesuaian lahan. Faktor-faktor yang dianalisis adalah faktor fisik lingkungan, sosial, dan ekonomi. Analisis dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor dominan penentu lokasi perumahan. 1.2 Perumusan Masalah Masalah di wilayah Gedebage adalah : (i) implementasi rencana tata ruang dan peraturan perundang-undangan *) belum optimal pelaksanaannya; (ii) pengendalian pembangunan perumahan belum berjalan optimal; (iii) penyebaran lokasi perumahan bersifat acak mengikuti trend pengembang; dan (iv) rendahnya penegakan hukum (law enforcement).permasalahan tersebut tidak menunjang keberlanjutan penentuan lokasi perumahan perkotaan. *) UU No 4/1992 Tentang Perumahan dan Permukiman; Peraturan Menteri PU No 54/1991 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan; Kepmen PU No 20/1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Rumah Sangat Sederhana Tidak Bersusun; Kepmen PU No 01/1989 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Kapling Siap Bangun ; SKB Mendagri, PU, dan Menpera No. 648, 384, 739, dan 09/1992 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian Berimbang.

26 4 Berdasarkan paparan di atas, pertanyaan penelitian adalah bagaimana model penentuan lokasi perumahan yang menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan?. Pertanyaan penelitian lainnya adalah sebagai berikut : 1 Bagaimana tingkat kesesuaian lokasi perumahan yang ada (existing condition)? 2 Faktor-faktor dominan apa yang menjadi pertimbangan penentuan lokasi perumahan yang dilakukan stakeholders? 3 Bagaimana arahan kebijakan penentuan lokasi perumahan yang menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1 Mengevaluasi kesesuaian lokasi perumahan yang ada (existing condition). 2 Menemukan faktor-faktor dominan penentuan lokasi perumahan yang dilakukan oleh stakeholders. 3 Menyusun model penentuan lokasi perumahan yang menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan. 4 Merumuskan arahan kebijakan penentuan lokasi perumahan sebagai masukan kepada pemangku kepentingan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1 Secara teoritis untuk melengkapi teori penentuan lokasi perumahan yang menunjang keberlanjutan lingkungan perkotaan. 2 Sumbangan praktis untuk pemerintah : a Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan pemerintah kota Bandung sebagai bahan pertimbangan pemberian izin prinsip/lokasi perumahan. b Kementrian Negara Perumahan Rakyat, khususnya bagian tata ruang. c Bappeda tingkat propinsi dan kota, sebagai bahan pertimbangan penyusunan RUTR, RTRW, dan RDTRK.

27 5 d Dinas Pekerjaan Umum, sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian izin bangunan. e BPN, sebagai bahan pertimbangan rekomendasi izin lokasi f Bank, sebagai bahan pertimbangan persetujuan permohonan kredit. 3 Sumbangan praktis untuk masyarakat yaitu sebagai pengetahuan untuk pertimbangan dalam pembelian dan penjualan perumahan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini memfokuskan pada penentuan lokasi perumahan di wilayah Gedebage kota Bandung. Lokasi yang dipilih mewakili mix hunian 1:3:6. Penentuan lokasi dilakukan berdasarkan data kondisi lokasi dan pendapat stakeholders. Penenentuan model diawali dengan evaluasi kondisi eksisting lokasi perumahan. Model yang dikembangkan adalah model statistik berupa persamaan regresi berganda kemudian dibuat peta dengan program arcview.pilihan lokasi perumahan oleh stakeholders dinyatakan dalam indeks pilihan lokasi perumahan yang dihasilkan dari analisis komponen utama (PCA). 1.6 Kerangka pemikiran Model penentuan lokasi perumahan diperkotaan diawali dengan memperhatikan rencana tata ruang (RTR) dan dinamika kependudukan. Secara umum fungsi dan pemanfaatan lahan dibagi menjadi daerah budidaya dan daerah konservasi. Pada kawasan budidaya dapat digunakan untuk perumahan, sedangkan di kawasan konservasi tidak boleh. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data skunder. Data primer didasarkan hasil observasi lokasi perumahan dan pendapat stakeholders. Pendapat stakeholders dianalisis dengan teknik prinsip komponen utama (Principal Component Analysis, PCA) didasarkan pada nilai akar ciri (eigen value) dan vektor akar ciri (eigen vektor). Selanjutnya dihasilkan indeks pemilihan lokasi perumahan yang menghasilkan karakteristik lokasi potensial untuk perumahan menurut pendapat stakeholders. Kegiatan penentuan model diawali dengan evaluasi kesesuaian lokasi perumahan. Variabel yang dievaluasi adalah fisik, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Kriteria yang digunakan dalam evaluasi adalah baik, sedang, dan buruk. Evaluasi yang

28 6 dilakukan adalah menilai kondisi lokasi perumahan dan selanjutnya membandingkan dengan standar yang ditetapkan. Hasil dari analisis tersebut berupa stratifikasi kualitas lokasi perumahan. Perhitungan model matematis menggunakan program SPSS (statistical package for social science). Berdasarkan persamaan regresi berganda kemudian dibuat peta. Output model menghasilkan variabel dominan yang berperan terhadap penentuan lokasi potensial perumahan berkelanjutan. Kerangka pemikiran penelitian tertera pada gambar 1. RTR Dinamika Kependudukan Budidaya Fungsi Lahan Konservasi FUNGSI DAN PEMANFAATAN LAHAN Perumahan Makro (Kota) Lokasi Perumahan Mikro (Kepala Keluarga) Permintaan Existing Ideal Teoritis Pemerintah Pengembang Konsumen EVALUASI Evaluasi Kesesuaian Analisis Fisik dan Lingkungan Ekonomi Sosial Matematis Spasial Arahan Kebijakan Stratifikasi Kualitas Lokasi Perumahan Model Penentuan Lokasi Perumahan di Perkotaan Kriteria Lokasi Baik Sedang Buruk HASIL Gambar 1 Kerangka pemikiran model penentuan lokasi perumahan berkelanjutan di wilayah Gedebage kota Bandung

29 7 1.7 Novelty Penelitian Kebaruan (novelty) penelitian ini dapat diidentifikasi dari lokasi, unit analisis, dan pendekatan penelitian yang dijelaskan sebagai berikut : 1 Penelitian yang pertama mengkaji model penentuan lokasi perumahan. 2 Pendekatan, yaitu penelitian menggunakan analisis terpadu yang melibatkan pakar dan pelaku terkait dengan pendekatan analisis faktor, regresi berganda, dan spasial dalam menyusun model penentuan lokasi perumahan berkelanjutan. 3 Penelitian lokasi dengan melibatkan aspek fisik, lingkungan, ekonomi, dan sosial secara terintegrasi. Penelitian terdahulu bersifat parsial, hubungan lokasi hanya dengan salah satu aspek saja, misalnya hanya dengan aspek fisik saja, lingkungan saja, ekonomi saja, dan sosial saja.

30 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkotaan dan Lingkungan Kota merupakan suatu wilayah administrasi yang ditetapkan oleh pemerintah; kepadatan penduduknya tinggi; sebagian besar wilayah merupakan daerah terbangun dengan jalur lalu lintas dan transportasi; merupakan kegiatan perekonomian non pertanian (Richardson, 1978). Galion (1986) menyatakan kota merupakan konsentrasi manusia dalam suatu wilayah geografis tertentu dengan mengadakan kegiatan ekonomi. Dickinson dalam Jayadinata (1992) mengungkapkan bahwa kota adalah suatu permukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan dari hasil pertanian. Kota-kota di Indonesia pada umumnya berkembang secara laissez-faire, tanpa dilandasi perencanaan menyeluruh dan terpadu. Kota-kota di Indonesia tidak betul-betul dipersiapkan atau direncanakan untuk dapat menampung pertumbuhan penduduk yang besar dalam waktu relatif pendek (Budihardjo dan Hardjohubodjo, 1993). Royal Swedish Academy of Sciences (1995) menyatakan bahwa suatu kota berkelanjutan adalah : (i) mencakup aspek kultural, sosial dan ekonomi dari seluruh lingkungan urban-pedesaan; (ii) memberikan manfaat bagi pelaku individual dalam masyarakat; : (iii) kriteria tersebut harus didefinisikan dalam kaitannya dengan kondisi lokal dan dibangun dengan partisipasi publik; (iv) konservasi sumberdaya, menjaga keragaman hayati dan ekosistem; (v) mendukung kapasitas manusia untuk meningkatkan kondisinya; (vi) menyediakan akses yang sama terhadap layanan untuk semua warga; (vii) memprioritaskan opsi yang mensinergikan sosio-ekonomi dan lingkungan (vii) mendukung proses pembuatan keputusan yang demokratis; dan (ix) menghormati ilmu pengetahuan dan kreativitas penduduk lokal. Berkaitan dengan tata guna lahan perkotaan Almeida (1998) melakukan penelitian mengenai pemahaman dan pemodelan dinamik tata guna lahan perkotaan berkelanjutan. Eksperimen dilakukan dengan membangun sebuah

31 9 panduan metodologis untuk pemodelan perubahan tata guna lahan perkotaan melalui metode statistik pembobotan bukti. Variabel-variabel yang menjelaskan, dapat bersifat endogen (melekat di dalam sistem transformasi tata guna lahan) atau eksogen (di luar sistem). Variabel-variabel endogen berkaitan dengan ciri-ciri lingkungan alam dan buatan manusia maupun berbagai aspek sosial ekonomi dari sebuah kota, seperti legislasi peruntukan dan legislasi perkotaan; prasarana teknik dan sosial; topografi; kawasan lindung/konservasi ; pasar real estate; kesempatan kerja; adanya pusatpusat kegiatan yang terpolarisasi seperti mall, taman-taman tematik, tempat peristirahatan, dan seterusnya (Almeida, 1998). Djayadiningrat (2001) mengungkapkan pada abad kedua puluh satu keseimbangan lingkungan hidup alami dan lingkungan hidup buatan mengalami gangguan. Inilah yang dianggap awal krisis lingkungan akibat manusia sebagai pelaku sekaligus menjadi korbannya. Berbagai fenomena terjadi akibat kesalahan yang dilakukan para pengelola kota dalam penataan ruangnya, dewasa ini dapat dilihat pada berbagai kota besar di Indonesia. Kesemrawutan tata ruang kota dapat diamati dari aras (level) yang paling ringan hingga yang paling berat. Sebagai contoh, jeleknya fasilitas transportasi, kurangnya berbagai macam fasilitas, kurang lancarnya telekomunikasi, serta kurang memadainya air bersih dan prasarana umum lainnya. Kebijakan lahan perkotaan termasuk perencanaannya merupakan salah satu faktor eksogen yang mempengaruhi keputusan para pengembang. Tujuan kebijakan lahan perkotaan adalah untuk mempengaruhi kepemilikan lahan, harga dan tatagunanya, dan memanfaatkan nilai lahan sebagai salah satu dasar untuk memperoleh dana masyarakat. Di negara-negara berkembang yang pengendaliannya ditegakkan secara keras, ketersediaan lahan bagi perumahan untuk masyarakat miskin menciut, dan harga lahan meroket (Winarso, 2002). Rahardjo (2003) dalam penelitiannya mengenai upaya pengendalian lahan diperkotaan mengungkapkan dengan semakin liberalnya ekonomi dan adanya desentralisasi pemerintahan yang berwujud otonomi memberikan kebebasan pada daerah untuk mengelola daerahnya sendiri. Sisi negatif dari kebijakan ini dapat berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. Salah satu penyebabnya

32 10 adalah tidak baiknya pengelolaan dan penggunaan lahan. Untuk mengurangi dampak negatif dari pemanfaatan lahan maka diperlukan suatu penanganan terpadu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dan institusi terkait dengan lahan itu sendiri, baik pemerintah maupun swasta. Salah satu upaya untuk menghilangkan dan mengurangi dampak negatif adalah melalui manajemen lahan. Selanjutnya Rahardjo (2003) mengemukakan kesalahan dalam manajemen lahan dapat mengakibatkan terjadinya degradasi lahan, berakibat tanah berubah menjadi marjinal yang tidak dapat ditanami, dan rusaknya ekosistem alam. Kekuatan yang mendorong degradasi lahan tersebut antara lain, cepatnya pertambahan populasi, kebijakan ekonomi yang mengekploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, dan dipercepat oleh buruknya manajemen pembangunan kota. Khusus bagi daerah perkotaan terbatasnya pasokan lahan, mengakibatkan lahan menjadi mahal sehingga mendorong para investor yang bergerak dalam sektor properti mengkonversi sawah, situ, dan lahan pertanian menjadi lahan perumahan. Siahaan (2004) dalam kajiannya mengenai indeks konservasi lahan dalam pembangunan perumahan mengatakan bahwa ada upaya mengambil jalan pintas untuk menguasai pangsa pasar perumahan yang tidak diikuti oleh kesadaran adanya bahaya konservasi lahan dan tidak siapnya aspek pengelolaan kawasan mengakibatkan percepatan kerusakan lingkungan. Permasalahan perkotaan hasil kajian Ionnides dan Rossi-Hausberg (2004) menunjukkan bahwa pertumbuhan perkotaan sebagai salah satu gejala ekonomi berkaitan dengan proses urbanisasi. Urbanisasi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Kajian ruang kegiatan ekonomi yang diukur dengan populasi, output dan pendapatan, pada umumnya terkonsentrasi. Pola-pola konsentrasi variabelvariabel ekonomi dan demografi membentuk beberapa gejala ekonomi perkotaan. Perpindahan penduduk secara besar-besaran dari pedesaan ke perkotaan telah memicu berbagai pertumbuhan perkotaan di seluruh dunia. Gejala lain adalah kecenderungan hilangnya ruang hijau akibat kurang jelasnya pengaturan dan pemanfaatan ruang. Selain itu, timbul berbagai macam kasus seperti taman yang merupakan paru-paru kota diubah fungsinya menjadi kawasan komersial seperti pompa bensin, supermarket atau department store, yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah lingkungan.

33 11 Dampak yang ditimbulkan sangat menyedihkan, mulai dari ketidaknyamanan penduduk akibat kurangnya sarana dan prasarana lingkungan, kesengsaraan masyarakat akibat banjir, sampai masalah sosial, karena benturan berbagai kepentingan pemanfaatan lahan. Degradasi lingkungan tidak dapat dibiarkan terus berlangsung. Salah satu jalan keluar untuk mengatasi degradasi lingkungan yang mengancam perkotaan adalah upaya-upaya penyusunan tata ruang secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Penataan ruang tidak sekedar pengelolaan perubahan lingkungan binaan dan alam saja, melainkan sebagai upaya untuk penyelesaian berbagai benturan kepentingan yang berbeda. Penelitian mengenai masalah kebijakan pembangunan perkotaan dalam kaitannya dengan lokasi perumahan banyak diarahkan kepada upaya pemerintah kota untuk mengendalikan aktivitas pembangunan perumahan di daerahnya sehingga dapat menunjang rencana induk pengembangan kota yang berkelanjutan. Kota yang nyaman huni adalah sistem perkotaan terpadu dengan dimensi sosial, ekonomi, budaya dan ekologi. Ada enam kendala kelembagaan yang dihadapi setiap pemerintah daerah dalam menciptakan kota nyaman-huni, yaitu : (i) jurisdiksi yang terpecah-pecah; (ii) kesinambungan politik yang buruk; (iii) kerjasama antar pemerintah yang buruk; (iv) kerjasama lintas sektoral yang buruk; (v) ketidakselarasan budaya dan ideologi; dan (vi) sistem pemerintah daerah yang lemah (Timmer dan Kate, 2006). Pembangunan perkotaan harus memperhatikan konsep berkelanjutan. Berkenaan dengan pembangunan kota berkelanjutan Timmer dan Kate (2006) mengajukan gagasan mengenai Inisiatif Kawasan Berkelanjutan (IKB). 2.2 Perumahan dan Permukiman Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman disebutkan pengertian dasar istilah perumahan dan permukiman. Perumahan dimaksudkan sebagai suatu kelompok rumah yang memiliki fungsi lingkungan tempat hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup

34 12 di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Kebijakan perumahan dan permukiman Indonesia tahun antara lain adalah lokasi perumahan dikembangkan dengan memperhatikan jumlah penduduk dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan, tersedianya fasilitas sosial, serta keserasian dengan lingkungan. (Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, 1999). Kuswara (2004) dalam kajiannya mengungkapkan bahwa perumahan dan permukiman merupakan tempat aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar dari kawasan budidaya. Pengelolaan pembangunan perumahan harus memperhatikan ketersediaan sumberdaya pendukung serta keterpaduannya dengan aktivitas lain. Dalam kenyataannya hal tersebut sering terabaikan, sehingga tidak berfungsi secara optimal dalam mendukung suksesnya perkembangan kota. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan perencanaan dan perancangan, serta pembangunan perumahan yang kontributif terhadap tujuan penataan ruang. Dari pengertian dasar tersebut tampak bahwa batasan aspek perumahan dan permukiman sangat terkait erat dengan konsep lingkungan hidup dan penataan ruang. Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto (2005) telah terjadi : (i) Alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat; (ii) Ketimpangan pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, dan perumahan; (iii) Konflik kepentingan dalam penentuan lokasi perumahan; (iv) Masalah lingkungan dan eksploitasi sumberdaya alam; dan (v) Komunitas lokal tersisih, di mana orientasi pembangunan terfokus pada kelompok masyarakat mampu serta menguntungkan. Tantangan perkembangan pembangunan perumahan yang akan datang antara lain adalah : (i) Urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi Pemerintah untuk berupaya agar pertumbuhan lebih merata; (ii) Perkembangan

35 13 tak terkendali di daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh; (iii) Marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global; dan (iv) Kegagalan implementasi dan kebijakan penentuan lokasi perumahan (Kirmanto, 2005). Setelah lokasi perumahan ditentukan berdasarkan pilihan yang optimal, perlu dibuat rencana tapak (site planning), agar dalam jangka panjang perumahan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif dalam arti luas. Rencana tapak ini penting, karena akan menentukan bentuk kota, dapat menciptakan kemudahan atau kesukaran bagi para penghuni, serta dapat mempengaruhi tingkah laku penghuni di lokasi perumahan tersebut. Pengadaan perumahan, baik yang dilakukan sektor formal maupun informal, didasarkan atas kebutuhan rumah. Pengusaha Swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyediakan rumah berbagai tipe untuk berbagai kelompok masyarakat dengan mempertimbangkan kemampuan dan keterjangkauan daya beli masyarakat untuk membeli rumah. 2.3 Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi peluang bagi generasi mendatang untuk mendapatkan kesempatan hidup (Djayadiningrat, 2001). Arsyad (2005) menyatakan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengorbankan kebutuhan generasi mendatang. Tujuan pembangunan berkelanjutan secara ideal menurut Djayadiningrat (2001) membutuhkan pencapaian hal-hal sebagai berikut: (i) Keberlanjutan ekologis; (ii) Keberlanjutan ekonomi; (ii) Keberlanjutan sosial budaya; (iv) Keberlanjutan politik; dan (v) Keberlanjutan pertahanan keamanan. Menciptakan lingkungan perkotaan berkelanjutan sangat krusial karena aktivitas perkotaan berkontribusi terhadap permasalahan lingkungan dan memegang peranan penting dalam perbaikan kesejahteraan manusia dengan memfasilitasi pembangunan sosial, kultural dan ekonomi (Urban and Regional Development Institute, URDI, 2002). Konsep pembangunan berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan perumahan merupakan masalah utama kota-kota besar di Indonesia, termasuk kota Bandung. Bukti-bukti menunjukka adanya hubungan kuat antara penyebaran

Lebih terperinci

MODEL PENENTUAN LOKASI PERUMAHAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH GEDEBAGE KOTA BANDUNG

MODEL PENENTUAN LOKASI PERUMAHAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH GEDEBAGE KOTA BANDUNG MODEL PENENTUAN LOKASI PERUMAHAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH GEDEBAGE KOTA BANDUNG MAMAN HILMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 8 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN

PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN Pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni, pengembang, dan pemerintah dianalisis berdasarkan hasil kuesioner dengan teknik analisis komponen utama menggunakan sofware SPSS for

Lebih terperinci

VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN

VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN VI. HASIL PEMILIHAN LOKASI PERUMAHAN Pemilihan lokasi perumahan oleh penghuni, pengembang, dan pemerintah dianalisis berdasarkan hasil kuesioner dengan menggunakan sofware SPSS for windows. Penentuan faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN

KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN Kesesuaian lokasi perumahan di Wilayah Gedebage Kota Bandung didasarkan pada hasil evaluasi. Evaluasi kesesuaian lahan adalah suatu evaluasi yang akan memberikan gambaran tingkat

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perkotaan dan Lingkungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perkotaan dan Lingkungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkotaan dan Lingkungan Kota merupakan suatu wilayah administrasi yang ditetapkan oleh pemerintah; kepadatan penduduknya tinggi; sebagian besar wilayah merupakan daerah terbangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan penduduk merupakan fenomena yang menjadi potensi sekaligus permasalahan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut terkait dengan kebutuhan ruang untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. serta implikasi yang berkaitan dengan kajian yang telah dilakukan.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. serta implikasi yang berkaitan dengan kajian yang telah dilakukan. 356 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menguraikan kesimpulan hasil penelitian, beberapa rekomendasi, serta implikasi yang berkaitan dengan kajian yang telah dilakukan. A. Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D

TUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D PENILAIAN KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN BERDASARKAN PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM BANGUN PRAJA (Studi Kasus: Kawasan di Sekitar Kampus UNDIP Tembalang) TUGAS AKHIR Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI

Lebih terperinci

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan Skala peta = 1: 100.000 Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Fungsi : Menciptakan keserasian pembangunan kota inti dengan Kawasan Perkotaan sekitar

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh banyak pihak adalah tersedianya rumah tinggal yang layak bagi semua orang. Rumah tinggal adalah

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dari masa ke masa. Berbagai lingkungan mempunyai tatanan masing masing sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota ma 8upun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1 APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH Budiman Arif 1 PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : Elfin Rusliansyah L2D000416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 133 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari studi penelitian dan rekomendasi yang bisa di ambil dalam studi. Selain itu akan dibahas mengenai kelemahan studi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang banyak dan berkualitas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinamika pertumbuhan kota yang berjalan dengan cepat dan tidak terencana dengan baik dapat menimbulkan kondisi-kondisi yang merugikan lingkungan dan manusia di kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA METRO LAMPUNG BERBASIS EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ROBBY KURNIAWAN SAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH

Lebih terperinci

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang sering terjadi di suatu negara yang tingkat pembangunannya tidak merata. Fenomena urbanisasi menyebabkan timbulnya pemukimanpemukiman

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepedulian masyarakat dunia terhadap kerusakan lingkungan baik global maupun regional akibat adanya pembangunan ditandai dengan diselenggarakannya Konferensi Stockholm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Lahan sebagai ruang untuk tempat tinggal manusia dan sebagian orang memanfaatkan lahan sebagai

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT NINA RESTINA 1i SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR

STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR Oleh: DIAN RETNO ASTUTI L2D 004 306 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Kode : Kementerian Lembaga : Kementrian Pekerjaan Umum Pusat Litbang Permukiman Koridor : Fokus Lokus Peneliti Utama Peneliti Anggota 1 Peneliti Anggota Peneliti Anggota Peneliti Anggota 4 : Model penilaian

Lebih terperinci

5.1 Kondisi dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan

5.1 Kondisi dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan V PEMBAHASAN UMUM Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, diamanatkan bahwa wilayah perbatasan negara sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN), maka program pengembangan wilayahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dijelaskan secara singkat tentang jenis penelitian yang akan diteliti, mengapa, dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Secara terinci bab ini berisikan mengenai

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pembahasan mengenai Model Bangkitan Pergerakan Perumahan Perumahan di Kota Cimahi ini muncul dilatar belakangi oleh beberapa ayat Al Quran d ibawah ini : 1. Al-Quran Surat Saba ayat 18

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF LOKASI PASAR LOKAL DI KECAMATAN CIKAMPEK

BAB IV ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF LOKASI PASAR LOKAL DI KECAMATAN CIKAMPEK 83 BAB IV ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF LOKASI PASAR LOKAL DI KECAMATAN CIKAMPEK 4.1 Metode Pemilihan Alternatif Lokasi Pasar Lokal 4.1.1 Penentuan Titik Titik Permintaan (Demand Point) Titik permintaan

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penataan 1.1.1. Gambaran Umum Kota Semarang selaku ibukota dari Provinsi Jawa Tengah memiliki keterletakan astronomis di antara garis 6º 50-7º 10 LS dan garis 109º

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii DAFTAR ISI PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 8 1.3 Tujuan, Manfaat dan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG Setyo S. Moersidik Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (smoersidik@yahoo.com) DDL Adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

Lebih terperinci

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus

Lebih terperinci