BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disingkat Wapres) ialah dipilih secara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disingkat Wapres) ialah dipilih secara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu semangat perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945) ialah memperkuat bangunan sistem pemerintahan presidensial. 1 Semangat perubahan UUD NRI 1945 untuk memperkuat bangunan sistem pemerintahan presidensial salah satunya ditandai dengan perumusan Pasal 6A ayat (1) dan Pasal 22E ayat (1) dan (2), dimana pokok ketentuan tersebut menegaskan bahwa mekanisme pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disingkat Wapres) ialah dipilih secara langsung oleh rakyat. Bertolak pada ketentuan tersebut, maka secara teoretik Indonesia telah mengadopsi salah satu ciri sistem pemerintahan presidensial, dalam bahasa C.F. Strong disebut dengan sistem pemerintahan eksekutif nonparlementer (fixed executive). 2 Sejak ditetapkannya ketentuan tersebut hingga saat ini, Indonesia telah menyelenggarakan tiga kali pemilihan umum (selanjutnya disingkat pemilu) Presiden dan Wapres, yaitu pada tahun 2004, 2009, dan Dalam praktik bernegara di Indonesia pasca reformasi tidak hanya merubah wajah sistem pemerintahan Indonesia, namun juga merubah wajah sistem kepartaian Indonesia. Perubahan wajah sistem kepartaian Indonesia ditandai dengan pemberian jaminan kehidupan partai politik, bahkan lebih jauh lagi partai 1 Jimly Ashiddiqie, Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi Untuk Mewujudkan Negara Hukum Yang Demokratis, Bahan Orasi Ilmiah Disampaikan Pada Peringatan Dies Natalis ke XXI dan Wisuda 2007 Universitas Darul Ulum (Unisda) Lamongan. 29 Desember C. F. Strong, 2015, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern Cetakan Sepuluh, Nusa Media, Bandung, hlm Lihat juga : Arendt Lijhpart, 1995, Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, Rajawali Pers, Jakarta, hlm 44. 1

2 politik didudukkan sebagai organisasi yang mempunyai fungsi penting sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (3), dimana partai politik adalah organisasi peserta pemilu dan organisasi yang memiliki hak untuk mengajukan pasangan calon Presiden dan Wapres. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Fransje Moleenar bahwa, konstitusi merupakan bagian paling istimewa dalam pengaturan partai politik karena memuat nilai-nilai fundamental dan melegitimasi aturan politik. 3 Untuk mengatur lebih lanjut kehidupan partai politik, diawal masa reformasi negara mengeluarkan garis kebijakan resmi melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik 4 (selanjutnya disingkat UU No. 2 Tahun 1999) untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya 5 (selanjutnya disingkat UU NO. 3 Tahun 1975) yang merupakan kebijakan resmi negara dalam mengatur kehidupan partai politik pada masa Orde Baru. Sejak diberlakunya UU No. 2 Tahun 1999 yang membuka ruang untuk mendirikan partai politik mendapat sambutan luar biasa oleh masyarakat, hal ini ditandai dengan lahirnya 141 (seratus empat puluh satu) partai politik yang mengajukan pendaftaran kepada Departemen Kehakiman dan HAM, hingga 3 Fransjee Moleenar, 2012, Latin America Regukation of Political Parties, Continuing Trends and Breaks With The Past, Working Paper Series on The Legal Regulationof Political Party, No. 17, hlm Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Lembaran Negara Republik Indonesia Taan hun 1975 Nomor 32. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3 akhirnya ditetapkan 48 (empat puluh delapan) partai politik sebagai peserta pemilu Kehidupan partai politik terus mengalami metamorfosis, di mana pada periode pemilu 2004 terdapat 24 (dua puluh delapan) partai politik peserta pemilu dan 16 partai politik (enam belas) yang mendapatkan kursi di DPR 7, pada periode pemilu 2009 terdapat 44 (empat puluh empat) partai politik peserta pemilu dan 9 (sembilan) yang mendapatkan kursi di DPR 8, pada pemilu 2014 terdapat 12 (dua belas) partai politik peserta pemilu dan 10 (sepuluh) yang mendapatkan kursi di DPR 9. Bertolak pada uraian diatas nampak bahwa sejak tahun 1999, 2004, 2009 hingga tahun 2014 Indonesia telah mengalami perubahan wajah sistem kepartaian, baik pada sistem kepartaian peserta pemilu maupun sistem kepartain dalam lembaga legislatif. Dari uraian di atas tergambar bahwa, bertalian dengan terjadinya perubahan ketentuan-ketentuan dalam UUD NRI 1945 yang berkenaaan dengan ketentuan pembagian kekuasaan, mekanisme pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden, serta perubahan pengaturan kepartaian, telah membawah Indonesia pada kondisi kombinasi sistem pemerintahan presidensial dan sistem kepartaian multi partai. Dianutnya kombinasi sistem pemerintahan presidensial dan sistem kepartaian multi partai dalam praktik bernegara di Indonesia, telah memicu lahirnya berbagai karya ilmiah untuk mengkaji dan menganalisis kerja dari kombinasi sistem tersebut. 6 Komisi Pemilihan Umum, Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 1999, diakses pada 14 Agustus Komisi Pemilihan Umum, Jumlah Partai Politik Pemilihan Umum Tahun 2004, diakses pada 14 Agustus Komisi Pemilihan Umum, Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2009, diakses pada 14 Agustus Komisi Pemilhan Umum, Partai Politik Pemilihan Umum Tahun 2014, diakses pada 14 Agustsu

4 Lahirnya berbagai karya ilmiah oleh para ahli Indonesia, tidaklah lepas dari dalil yang dikemukakan oleh para ahli manca negara berkenaan dengan potensi implikasi negatif yang dapat terjadi jika pengkombinasian sistem tersebut diterapkan. Misalnya Scott Mainwairing berpandangan bahwa, kombinasi sistem pemerintahan presidensial dan sistem multi partai merupakan kombinasi yang sulit, juga ditegaskan bahwa menganut kombinasi kedua sistem tersebut sebagai sistem bernegara akan berpotensi menyebabkan terjadinya deadlock dan divided goverment. 10 Selanjutnya Antonio Cheibub menambahkan bahwa, besarnya potensi jalan buntu akan menjadi lebih kompleks jika presiden berasal dari partai kecil, sedangkan membentuk koalisi sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan parlemen guna membentuk pemerintahan efektif dan stabil cenderung lebih sulit dilakukan dalam sistem pemerintahan presidensial. 11 Dalam hasil penelitian klasik Fred W. Riggs dalam Arend Lijhpart menuliskan bahwa, dari 76 negara dunia ketiga terdapat 33 negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan tak satu pun yang bertahan tanpa gangguan serius ( ). 12 Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, peringatan akan implikasi kombnasi sistem presidensial dan sistem multi partai sebagaimana yang dikemukakan para ahli, setidaknya dapat ditelusuri pada masa pemerintahan Yudhoyono-Kalla yang merupakan presiden dan wakil presiden petama yang lahir dari sistem pemilihan umum langsung presiden dan wakil presiden dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Adapun implikasi dari praktek ketatanegaraan yang mengkombinasikan 10 Arendt Lijhpart, Loc. Cit, hlm Syamsuddin Haris, 2014, Praktik Parlementer Demokrasi Presidensial Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, hlm Arendt Lijhpart, Op. Cit, hlm

5 sistem pemerintahan presidensial dan sistem multi partai dalam pemerintahan Yudhoyono-Kalla dapat ditelusuri pada beberapa hal, diantaranya : Pertama, tereduksinya hak preogratif presiden dalam mengangkat dan memberhentikan menteri. Tereduksinya hak preogratif presiden disebabkan oleh dibukannya kran koalisi yang melibatkan beberapa partai politik dalam penyusunan kabinet, bahkan perombakan kabinet juga dilakukan tidak berdasarkan pada kebutuhan objektif melainkan desakan partai politik. 13 Kedua, Bangunan koalisi yang dibangun untuk menjadi penunjang tebentuknya pemerintahan efektif belum mampu terwujud. Tidak bekerjanya koalisi dalam menunjang efektifnya pemerintahan disebabkan oleh bangunan koalisi yang dibangun tidak berdasarkan pada kesamaan pandangan dalam mengelola negara, melainkan pada sikap pragmatisme. Kegagalan bangunan koalisi semakin kompleks dengan tidak adanya disiplin berkoalisi oleh partai-partai politik. 14 Bertolak pada uraian di atas telah lahir berbagai gagasan untuk melakukan penyederhanaan partai politik, hal ini didasari pada penalaran dalil yang disabdakan para ahli, bahwa upaya untuk membentuk sistem pemerintahan presidensial yang efektif dan stabil ialah melalui kombinasi sistem kepartaian sederhana. Adapun sistem kepartaian yang dimaksud dalam penelittian tersebut, ialah sistem partai 13 Partai Golkar 128 Kursi di DPR : 4 Menteri;PPP 58 kursi di DPR : 2 Kursi Menteri;Partai Demokrat : 2 Kursi Menteri; PAN 53 kursi di DPR : 2 kursi Menteri; PKB 52 kursi di DPR : 2 kursi Menteri; PKS 45 kursi di DPR : 3 kursi Menteri; PBB 11 kursi di DPR : 1 kursi Menteri; PKPI kursi di DPR : 1 kursi Menteri. 14 Syamsuddin Haris, Op.Cit, hlm

6 sederhana yang dikemukakan Wolintez dalam Katz dan Crotty, yaitu sistem partai sederhana dengan jumlah 3-5 partai. 15 Secara teoretik, untuk membentuk sistem kepartaian sederhana. Maka, dapat dilakukan melalui rekayasa kehidupan politik melalui hukum. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Roscue Pound dalam studi politik hukum Mahfud, bahwa hukum harus mampu mengendalikan dan merekayasa perkembanagan masyarakat termasuk kehidupan politiknya (law as a tool of social engineering). 16 Merujuk pada Mahfud dapat dipahami, bahwa dalam studi ilmu hukum studi yang mempelajari perubahan-perubahan hukum ialah studi politik hukum. Secara spesifik Satjipto Rahardjo, berpadangan bahwa politik hukum diarahkan pada hukum yang seharusnya berlaku (ius constituendum). 17 Dengan demikian dapat dipahami, bahwa politik hukum yang dimaksud dalam penelitian tersebut, ialah mengkaji tentang kebijakan resmi negara (garis resmi) tentang partai politik yang diberlakukan negara dalam kurun waktu dalam rangka pencapaian tujuan negara, serta pemberlakuan hukum yang seharusnya berlaku (ius constituendum) yaitu mencari model pengaturan penyederhanaan partai politik seharusnya. Bertalian dengan penentuan arah kebijakan resmi negara dalam model pengaturan partai politik di Indonesia, penting untuk memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-X/2013, yang pada pokoknya menetapkan bahwa pemilu tahun 2019 diselenggarakan secara 15 Richard S Kats dan William Crotty, Handbook Partai Politik, 2014, Nusa Media, Bandung, hlm Mahfud. MD, 1999, Pergulatan Politik Dan Hukum Di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, hlm Abdul Latif dan H. Hasbi, 2010, Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm

7 serentak. Adapun hal yang penting untuk diperhatikan ialah implikasi dari putusan tersebut, yaitu ketentuan dalam menentukan partai politik yang berhak mengajukan pasangan calon Presiden dan Wapres pada pemilu serentak Merujuk pada uraian tersebut, maka terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan arah politik hukum pengaturan partai politik, yaitu penyederhanaan partai politik dan mekanisme penentuan partai politik yang memiliki hak dalam mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas menjadi penting dan menarik untuk mengetahui dan mengkaji poltik hukum penyederhanaan partai politik yang dianut Indonesia sejak dan politik hukum penyederhanaan partai politik yang seharusnya dianut di Indonesia dalam rangka menuju sistem partai sederhana. Adapun rincian rumusan masalah dalam penelitian tersebut sebagai berikut : 1. Bagaimanakah politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia periode ? 2. Bagaimanakah seharusnya politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia periode b. Untuk memberikan masukan perbaikan hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia. 7

8 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini secara subjektif bertujuan untuk memenuhi syarat kelulusan dan syarat akademis untuk memperoleh gelar Magister Hukum, di Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Kenegaraan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis erat kaitannya dengan manfaat penelitian terhadap perkembangan ilmu hukum, sedangkan manfaat praktis berkaitan dengan penerapan hukum, di mana hasil penelitian akan memberi manfaat bagi stakeholders atau pihak terkait lain penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Manfaat Teortis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan ilmu hukum dan referensi ilmiah bagi kalangan akademik, khususnya di bidang Ilmu Hukum Tata Negara terkait dengan politik hukum penyederhanaan partai politik di Indoneia : menuju partai sederhana (studi kasus ). 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah dan DPR Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dan DPR dalam merumuskan dan menyusun norma tentang penyederhanaan partai politik. 8

9 b. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang objektif dan jelas kepada masyarakat mengenai politik hukum penyederhananaan partai politik periode , membantu masyarakat dalam meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan partisipasi aktifnya sehingga dapat menciptakan pemerintahan yang demokratis, efektif dan stabil. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran, pencarian, dan pengamatan yang dilakukan oleh penulis, terdapat banyak karya tulis baik berupa skripsi, tesis, disertasi, maupun makalah yang telah membahas masalah yang berkaitan dengan politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia : menuju sistem partai sederhana (studi kasus ) pasca dikeluarkannya putusan Mahakamah Konstitusi. Berikut karya tulis yang dimaksud penulis : Pertama, karya tulis ilmiah yang berupa penulisan skripsi dengan judul Implikasi Sistem Multi Partai Terhadap Sistem Prsidensial Di Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Karya tulis ini merupakan skripsi yang dibuat pada tahun 2009 oleh saudara Afifi, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah Pertama, bagaimana pengalaman sistem presidensial di Indoensia dihubungkan dengan eksistensi sistem kepartaian sebelum perubahan UUD 1945?. Kedua, bagaimana 18 Afifi, 2009, Implikasi Sistem Multi Partai Terhadap Sistem Presidensial Di Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 9

10 gagasan dan hasil purifikasi sistem presidensial dalam UUD 1945?. Ketiga, bagaimana implikasi sistem multi partai terhadap sistem presidensial di Indonesia setelah perubahan UUD 1945?. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa, pengalaman sistem presidensial dan sistem kepartaian sebelum perubahan UUD 1945 menyebabkan ketidakefektifan pemerintahan dintandai pergantian kabinet sebanyak lima kali dan menyebabkan penyusunan undang-undang dasar baru mencapai jalan buntu. Gagasan mendekati pemurnian sistem presidensial sebagiamana termaktub dalam Pasal 6A ayat (2) ayat (4), Pasal 7 ayat (3), Pasal 7C ayat (5), Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 3. Implikasi setelah perubahan UUD 1945 yaitu pemerintahan yang tidak efektif sesuai karakteristik sistem presidensial. Kedua, karya tulis berupa penulisan skripsi dengan judul Implikasi Sistem Kepartaian Terhadap Desain Koalisi Dalam Sistem Presidensial Indoensia 19. Karya tulis ini merupakan skripsi yang dibuat pada tahun 2010 oleh saudara Dian Agung Wicaksono, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah. Pertama, bagaimana desain koalisi dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia?. Kedua, bagaimana kaitan antara sistem kepartaian, kohesivitas koalisi, dan efektifitas sistem presidensial?. Ketiga, bagaimana desain koalisi yang ideal dalam sistem presidensial di Indoensia?. Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa, desain koalisi dalam ketatanegaraan Indoensia praktis baru terjadi setelah 19 Dian Agung Wicaksono, 2010, Implikasi Sistem Kepartaian Terhadap Desain Koalisi Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Di Indoensia, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 10

11 perubahan konstitusi, desain koalisi terjadi pada masa pemerintahan SBY-JK yang berdasarkan transaksional bukan koalisi permanen. Banyak partai koalisi tidak menjamin kohesivitas koalisi dapat terjaga, dan juga diperlukan terobosan baru dengan tidak hanya menyederhanakan partai politik parlemen tapi lebih jauh partai politik peserta pemilu. Desain koalisi ideal dapat dilakukan dengan perbaikan sistem kepartaian dan sistem pemilu melalui produk hukum, berupa persyaratan partai politik mengikuti pemilu, jumlah kursi yang diperebutkan, masa jabatan, ambang batas keterwakilan dan perubahan perhitungan perolehan suara dengan kuota droop. Ketiga, karya tulis ilmiah dengan judul Kebijakan Penyederhanaan Partai Politik Di Indonesia : Menuju Sistem Multi Partai Sederhana Dalam Era Pasca Reformasi, Karya tulis ini merupakan tesis yang dibuat pada tahun 2013 oleh saudari Rika Anggraini, mahasiswi Magister Ilmu Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah Pertama, Bagaimana pengaturan kebijakan penyederhanaan partai politik di Indonesia pasca reformasi. Kedua, Bagaimana akibat hukum pengaturan kebijakan penyederhananaan partai politik pasca reformasi terhadap partai politik pasca reformasi terhadap partai politik dan sistem kepartaian di Indonesia. Ketiga, Bagaimana konstitusionalitas penyusunan kebijakan penyederhanaan partai politik di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan penyederhanaan partai politik dalam undang- 20 Rika Anggraini, 2013, Kebijakan Penyederhananaan Partai Politik Di Indonesia : Menuju Sistem Multi Partai Sederhana Dalam Era Pasca Reformasi, , Tesis Magister Ilmu Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia, Jakarta. 11

12 undang tentang partai politik yaitu melalui persyaratan kualitatif dan kuantitatif serta ambang batas perolehan kursi (electoral threshold) bagi partai untuk menjadi peserta pemilihan umum dan juga persyaratan ambang batas perolehan suara (parliementary threshold) sebagai syarat untuk mendapatkan kuri di DPR. Akibat hukum kebijakan penyederhanaan partai politik bagi partai politik adalah : 1) Partai politik tidak mendapat status hukum; 2) partai politik tidak dapat menjadi peserta pemilu; 3) partai politik tidak dapat memperoleh kursi di DPR. Selanjutnya, kebijakan penyederhananaan partai politik merupakan kebijakan yang tidak bertentangan dengan UUD Kebijakan yang dimaksud ialah keharusan pendaftaran sebagai badan hukum dengan berbagai persyaratannya, pembentukan undang-undang tidak melakukan pembatasan dengan menetapkan jumlah partai politik peserta pemilu, melainkan dengan menentukan syarat administratif. Keempat, karya tulis ilmiah dengan judul Analisis Pengaturan Hukum dan Praktik Pembubaran Partai Politik Karya tulis ini merupakan disertasi yang dibuat pada tahun 2009 oleh saudara Muchamad Ali Safa at, mahasiswa Doktoral Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Adapun rumusan masalah yang dikaji oleh penulis adalah Pertama, apakah dasar dan prosedur pembubaran partai politik yang atur dalam peraturan perudang-undangan di Indonesia sejak 1959 hingga Kedua, bagaimana praktik pembubaran partai politik yang pernah terjadi sejak 1959 hingga Ketiga, bagaimana pengaturan pembubaran partai politik yang tepat pada masa yang akan datang. Berdasarkan 21 Muchamad Ali Safa at, 2009, Analisis Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik , Disertasi Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. 12

13 hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan pembubarn partai politik pada masa orde lama adalah terkait ideologi, dasar dan tujuan negara, serta ancaman terhadap keamanan keutuhan wilayah negara. Pada masa reformasi alasan pembubaran partai politik adalah jika menganut dan atau menyebarkan paham komunisme/marxisme-leninisme. Selain itu pembubaran partai politik berdasarkan alasan (a) ideologi; (b) asas; (c) tujuan; (d) program; serta kegiatan partai yang bertentangan dengan UUD Pada masa orde lama Kewenangan pembubaran partai politik menjadi wewenangan presiden, Mahkamah Agung hanya memberikan pertimbangan yang sifatnya tidak mengikat. Hal itu hampir sama dengan pembubaran partai politik pada masa orde baru. Pada masa reformasi terjadi pergeseran wewenang memutus pembubaran partai politik yaitu dari MA kepada MK. Pemerintah hanya sebagai pemohon. Sedangkan praktek pembubabaran partai politik selama kurun waktu terdapat beberapa kali pembuabaran partai politik. Pada masa orde lama pembubaran partai politik dalam bentuk tidak diakuinya lima partai politik yang telah ada sebelumnya karena dinilai tidak memenuhi syarat dalam peraturan yang berlaku, pembubaran partai politik melalui keputusan presiden dengan alasan akibat pemberontakan, dan pembekuan satu partai politik melalui keputusan presiden yang tidak pernah dicairkan kembali selama periode orde lama. Selanjutnya pengaturan partai politik mendatang bertujuan untuk menjamin dan melindungi kebebasan berserikat, sekaligus melindungi konstitusi, kedaulatan negara, serta keamanan nasional. Sepanjang penelusuran penulis, belum ada karya tulis yang dalam hal ini terkhusus pada karya tulis yang berbentuk skripsi, tesis yang membahas, mengkaji, 13

14 dan mendalami permasalahan yang berkaitan dengan politik hukum penyederhanaan partai politik di Indonesia : menuju sistem partai sederhana (studi kasus ) secara spesifik setelah ditetapkannya penyelenggaraan pemilu 2019 diselenggarakan secara serentak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penulisan karya tulis nantinya akan memberikan gambaran yang jelas dan terperinci mengenai pengaturan penyederhanaan partai politik di Indonesia yang seharusnya. 14

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara hukum, hubungan fundamental antara pemerintah dan rakyatnya adalah sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Hubungan tersebut terselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1 GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1 Dengan menggunakan teori Arend Lijphart (1999) tentang pola negara demokrasi, Tulisan Yudi Latif berjudul Basis Sosial GBHN (Kompas,12/2/2016) memberikan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN Untuk memahami lebih jauh mengenai pengertian sistem, berikut ini akan ditemukan beberapa pendapat tentang defenisi dari sistem tersebut. Sistem adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL SUMONO, SH Abstrak Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan perwujudan demokrasi dalam sistem presidensiil. Namun sistem presidensiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009. BAB VII PENUTUP 7.1. KESIMPULAN 1. Pembubaran partai politik pada setiap periode diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali pada masa Orde Baru yang tidak mengenal pembubaran partai politik.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Yuda Kusumaningsih (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia Oleh Syamsuddin Haris Apa Masalah Pemilu-pemilu Kita? (1) Pemilu-pemilu (dan Pilkada) semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF Susilo Imam Santosa I Ketut Suardita Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Constitutionally Indonesia adopted a presidential

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem Pemilihan Umum Indonesia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal

I. PENDAHULUAN. meruntuhkan tirani yang terjadi bertahun-tahun di negeri ini. Salah satu hal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal era reformasi, terjadi beberapa perubahan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, hal ini dilatarbelakangi oleh kehendak segenap bangsa untuk meruntuhkan tirani

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 Persentase Presidential Threshold Pada Pemilihan Umum I. PEMOHON Habiburokhman, SH., MH. Kuasa Hukum: Kris Ibnu T Wahyudi, SH., Hisar Tambunan, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Unsur penting dalam negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive power) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu perubahan mendasar dari UUD 1945 pasca amandemen adalah kedudukan Presiden yang bukan lagi sebagai mandataris dari MPR. Sebelum amandemen, MPR merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga baru yang lahir melalui perubahan ketiga Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disingkat UUD NRI 1945 antara

Lebih terperinci

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Sistem pemerintahan negara Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Semuanya itu tidak terlepas dari sifat dan watak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold I. PEMOHON Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda) dalam hal ini diwakili oleh Ahmad Ridha Sabana sebagai Ketua Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan pengertian bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari negara berdasarkan hukum pada

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono Metodologi Penelitian Hukum Cetakan ke-12.

DAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono Metodologi Penelitian Hukum Cetakan ke-12. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Agus Riwanto. 2016. Hukum Partai Politik dan Hukum Pemilu di Indonesia. Thafa Media: Yogyakarta. Bagir Manan. 2006. Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono.

Lebih terperinci

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017 Persyaratan Partai Politik Menjadi Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Indonesia Kerja (PIKA), partai politik berbadan hukum, disahkan dari Menkumham RI.

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA PENGARUH SISTEM MULTI PARTAI DALAM PEMERINTAHAN DI INDONESIA Jumadi Dosen Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Abstrak Sistem multi partai adalah salah satu varian dari beberapa sistem kepartaian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia

Lebih terperinci

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pemilu (RUU Kitab

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA F PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dirumuskan kesimpulan sebagaimana berikut: eksekutif dan legislatif hingga ancaman impeachment, maka dari itu

BAB V PENUTUP. dirumuskan kesimpulan sebagaimana berikut: eksekutif dan legislatif hingga ancaman impeachment, maka dari itu BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah dilakukannya pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagaimana berikut: 1. Pengangkatan menteri yang dilakukan oleh Presiden, khususnya

Lebih terperinci

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 11 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Wewenang Presiden

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji: Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK dikerjakan untuk memenuhi tugas tersruktur 2 mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Oleh: Harits Jamaludin 115010100111125 PENGANTAR Pada umumnya tujuan ketentuan

Lebih terperinci

TELAAH TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK 2019

TELAAH TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK 2019 TELAAH TERHADAP PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PEMILU SERENTAK 2019 Fakultas Syari ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya Email: fil.ansori@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bahwa dengan dibentuknya koalisi partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mendaulat diri sebagai negara hukum sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945 1. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at

Muchamad Ali Safa at Muchamad Ali Safa at Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011. Paket UU Pemilu dan Pemilukada PMK Nomor 15/PMK/2008 tentang Pedoman Beracara

Lebih terperinci

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA HERLAMBANG P. WIRATRAMAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SISTEM KETATANEGARAAN 2017 POIN DISKUSI Memahami teori kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang menjadi tiang perekonomian bangsa yang belum memiliki peran sebaik badan usaha lainnya seperti Perseroan Terbatas.

Lebih terperinci

PENGUJIAN UU BPJS TERHADAP UUD (Keterangan Ahli Dalam Sidang Pengujian UU BPJS di MKRI. tanggal 10 Februari 2015)

PENGUJIAN UU BPJS TERHADAP UUD (Keterangan Ahli Dalam Sidang Pengujian UU BPJS di MKRI. tanggal 10 Februari 2015) PENGUJIAN UU BPJS TERHADAP UUD 1945 (Keterangan Ahli Dalam Sidang Pengujian UU BPJS di MKRI tanggal 10 Februari 2015) Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. (Pengajar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD 68 BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD A. Analisis tentang Konsep Syura dalam Islam atas Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca-Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, Gubernur, Bupati, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut. BATAS PENCALONAN PRESIDEN DALAM UU NO. 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 2 Oktober 2017, Disetujui: 24 Oktober 2017 RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu yang disetujui

Lebih terperinci

Jurnal RechtsVinding BPHN

Jurnal RechtsVinding BPHN PEMILU SERENTAK (PEMILU LEGISLATIF DENGAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN) DAN PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIAL (The Simultaneous of election (Legislative Election, President and Vice President s election)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ciri negara demokrasi adalah diselenggarakannya pemilihan umum (pemilu) yang terjadwal dan berkala. Amandemen UUD 1945 yakni Pasal 1 ayat (2), menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. DAFTAR PUSTAKA BUKU A. Baso Ence, Iriyanto, 2008, Negara Hukum dan Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi (Telaah Terhadap Kewenangan Mahkamah Konstitusi), Bandung: Alumni. Ali Safa at, Muchamad,

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Budiyono Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Email : budiyono.1974@fh.unila.ac.id Abstrak Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

Budiarjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Budiarjo, Miriam Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Daftar Pustaka Ali Safa at, Muchamad. 2001. Pembubaran Partai Politik Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik dalam Pergulatan republik. Jakarta: Rajawali Pers. Amal, Ichlasul. 1988. Teori-teori

Lebih terperinci

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT

Lebih terperinci