BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Ari Darmadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 digilib.uns.ac.id 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Teori Sistem Hukum Lawrence M Friedman Menurut Lawrence M Friedman, dalam bukunya The Legal System : A Social Science Perspective (Sistem Hukum: Sebuah Perspektif Ilmu Sosial) hukum dipandang sebagai suatu sistem, maka untuk dapat memahaminya perlu menggunakan pendekatan sistem. Hukum adalah gabungan antara komponen struktur,substansi dan kultur : a. Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur. b. Komponen substantif yaitu sebagai output dari sistem hukum, berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. c. Komponen kultural yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum, atau oleh Lawrence M Friedman disebut sebagai kultur hukum (Esmi Warassih, 2005:30). Komponen struktur dari suatu sistem hukum mencakup berbagai institusi (lembaga) yang diciptakan oleh sistem hukum tersebut dengan berbagai macam fungsinya dalam mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Salah satu diantara institusi tersebut adalah peradilan dengan berbagai perlengkapannya. Mengenai hal ini Lawrence M Friedman menulis:.structure is the body, the framework, the longlasting shape of the system; the way courts of police depatements are organized, the lines of jurisdication, the table of organization (Lawrence M.Friedman,1969:16)....struktur adalah bodi atau kerangka, bentuk sistem yang bermotif, cara pengorganisasian commit pengaturan to user departemen kepolisian, garis-garis yurisdiksi, bagan organisasi (Lawrence M.Friedman,1969:16).
2 digilib.uns.ac.id 17 Substansi hukum meliputi aturan-aturan hukum, norma-norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan-keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun. Mengenai hal ini Lawrence M.Friedman, menyatakan sebagai berikut: Subtance is what we call the actual rules or norms used by institutions,(or as the case may be) the real observable behavior patterns of actors within the system(lawrence M.Friedman,1969:17). Subtansi adalah apa yang kita kenal dengan peraturan atau norma aktual yang digunakan oleh institusi, (atau sebagai kans mungkin) pola-pola tingkah laku yang dapat observasi secara nyata di dalam sistem (Lawrence M.Friedman,1969:17). Sedangkan terkait dengan budaya hukum (legal culture) oleh Lawrence M.Friedman didefinisikan sebagai berikut:.attitude and values that related to law and legal system, together with those attitudes and values affecting behavior related to law and its institutions, ether positively or negatively (Lawrence M.Friedman,1969:28)....sikap-sikap dan nilai-nilai yang berhubungan dengan hukum dan sistem hukum, bersama dengan sikap dan nilai yang mempengaruhi tingkah laku yang berhubungan dengan hukum dan institusinya baik negatif maupun positif (Lawrence M.Friedman,1969:28). Teori Lawrence M Friedman dalam penulisan hukum ini digunakan sebagai dasar untuk menganalisis jalannya implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta dengan menemukan hambatan yang terjadi dalam proses implementasi dan untuk dicarikan solusi untuk mengatasi hambatan tersebut. 2. Tinjauan Umum tentang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Mengenai konservasi sumber daya alam hayati telah terdapat peraturan perundang-undangan sejak zaman Hindia Belanda, yaitu diantaranya: Dierenbeshermingsordonnatie 1931, jatchtordonnantie java en madura 1940,natuurbeschermingordonnantie 1941 (Koesnadi Hardjasoemantri,1993:273). Namun dengan diundangkannya Undang Undang
3 digilib.uns.ac.id 18 Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus tahun 1990 maka ketentuan terdahulu yang telah dimuat dalam Undang-Undang ini sudah tidak berlaku lagi. Undang-Undang ini merupakan lex specialis dari Undang-Undang Kehutanan karena Undang-Undang konservasi ini mengatur mengenai sebagian hutan dan kawasan hutan yang telah diatur secara umum dalam Undang-Undang Kehutanan (Sukanda Husin,2009:79). Undang-Undang ini memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok dan mencakup semua segi di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sedangkan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Undang-Undang ini merupakan jawaban atas kekhawatiran terhadap kepunahan keanekaragaman hayati di indonesia apabila tidak dikelola secara wise up. Ancaman kepunahan dapat diantisipasi dengan upaya pencegahan dalam bentuk perlindungan terhadap keanekaragaman hayati di Indonesia. Sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, menurut pendapat Laden Marpaung menjelaskan bahwa pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut : a. pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; b. pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, yang mana perlindungan dari bahaya kepunahan dengan cara pengawetan. Maksud pengawetan disini adalah usaha untuk menjaga agar keanekaragaman Jenis satwa tersebut beserta ekosistemnya tetap terjaga dan tidak punah (Muhammad Iqbal dkk,2014:10). Sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 merumuskan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dalam ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Tujuan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya commit tercantum to user dalam Pasal 3 Undang-Undang
4 digilib.uns.ac.id 19 Nomor 5 Tahun 1990 yaitu untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 menjelaskan bahwa pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan : perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, Pemanfaatan secara lestari sumber daya alami hayati dan ekosistemnya. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa terkait dengan Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan : a. pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam; b. pemanfaatan jenis Tumbuhan dan satwa liar. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan, memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar seperti yang tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 menyebutkan bahwa pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk : pengkajian, penelitian dan pengembangan; penangkaran; perburuan; perdagangan; peragaan; pertukaran; budidaya tanaman obat-obatan; pemeliharaan untuk kesenangan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 merupakan induk dari peraturan perundang-undangan yang membahas mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, ini menjadi hal yang penting karena penelitian hukum ini membahas isu yang berkaitan dengan konservasi sehingga akan ada peninjauan terhadap isu peragaan yang diangkat agar sesuai dan selaras dengan peraturan induknya. Maksud selaras dalam hal ini untuk menunjukkan bahwa pengaturan yang berjenjang dan bertingkat terkait dengan konservasi telah sesuai dan tidak saling bertentangan commit satu to sama user lain.
5 digilib.uns.ac.id Tinjauan tentang Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar merupakan peraturan pelaksana dari Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Peraturan Pemerintah ini diundangkan pada 27 januari Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pemanfaatan jenis adalah penggunaan sumber daya alam baik tumbuhan maupun satwa liar dan atau bagian-bagiannya serta hasil dari padanya dalam bentuk : pengkajian, penelitian dan pengembangan; penangkaran; perburuan; perdagangan; peragaan; pertukaran; budidaya tanaman obat-obatan; dan pemeliharaan untuk kesenangan. Salah satu pemanfaatan satwa baik dilindungi maupun tidak dilindungi ialah melalui peragaan. Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 menjelaskan bahwa peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat berupa koleksi hidup atau koleksi mati termasuk bagian-bagiannya serta hasil dari padanya. Pasal 28 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 menjelaskan bahwa peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilakukan oleh lembaga konservasi dan lembaga-lembaga pendidikan formal. Terkait dengan peragaan yang dilakukan oleh orang atau Badan di luar lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) harus dengan izin Menteri. Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan menyatakan perolehan dan penggunaan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi untuk keperluan peragaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Pasal 30 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan bahwa Lembaga, badan atau orang yang melakukan peragaan tumbuhan dan satwa liar bertanggung jawab atas kesehatan dan keamanan tumbuhan dan satwa liar yang diperagakan. Terkait dengan standar teknis kesehatan dan keamanan tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan peragaan akan diatur lebih lanjut oleh Menteri. Tinjauan tentang Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 ini berkaitan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya yaitu Undang-
6 digilib.uns.ac.id 21 Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Keterkaitan yang dimaksudkan ialah untuk pedoman dasar pelaksanaan progam konservasi di Indonesia. Penelitian hukum ini membahas isu peragaan terkait dengan pemanfaatan satwa secara lestari yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 sehingga perlu pendalaman materi terkait peragaan agar mampu menggambarkan kesesuaian antara pengaturan dan pelaksanaan dilapangan terkait praktek peragaan. 4. Tinjauan Umum tentang Konservasi a. Pengertian Konservasi Kata lestari memiliki arti tetap seperti keadaan semula,tidak berubah,bertahan dan kekal (KBBI,2012:820). Apabila dikaitkan dengan kalimat pelestarian maka mempunyai makna sebagai perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan, pengawetan. Berdasarkan pengertian mengenai pelestarian fungsi lingkungan hidup diatas,maka logika yang harus diambil dari pengertian tersebut bahwa yang dilestarikan itu adalah fungsi lingkungan hidup tersebut bukan lingkungan an sich. Dengan demikian kesimpulannya, lingkungan dapat dikelola dengan tetap menjaga fungsi dari lingkungan tersebut. Oleh karena itu, untuk melestarikan lingkungan hidup perlu dilakukan perlindungannya (Supriadi,2010: ). Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.31/Menhut-Ii/2012 tentang Lembaga Konservasi, mendefinisikan konservasi adalah langkah-langkah pengelolaan tumbuhan dan/atau satwa liar yang diambil secara bijaksana dalam rangka memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan generasi masa mendatang. Menurut pendapat Fachrul Ramadhan dalam jurnal online TransBORDER Kerja Sama Indonesia-Malaysia-Brunai Mengenai Progam Konservasi Heart Of Borneo, pengertian dari konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan
7 digilib.uns.ac.id 22 setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan dan masa depan (Fachrul Ramadhan,2012:232). b. Tujuan dan Sasaran Konservasi Konservasi alam harus dilakukan secara kontinuitas atau berkelanjutan agar dapat menjaga kondisi alam secara lestari sehingga dapat dimanfaatkan secara terus-menerus tanpa merusak kondisi ekosistem alam. Ada tiga tujuan utama dilakukanya konservasi alam bagi kehidupan manusia yaitu: 1) mengusahakan terwujudnya sumber daya alam hayati; 2) keseimbangan ekosistemnya; 3) upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia perlindungan satwa dan kaitannya dengan konservasi sumber daya alam (Bambang Pamulardi,1999:177). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan pedoman dasar konservasi di Indonesia. Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, ada tiga hal yang menjadi sasaran konservasi yaitu : 1) menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan; 2) menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipetipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah); 3) mengendalikan cara-cara Pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. c. Lembaga Konservasi 1) Pengertian Lembaga Konservasi
8 digilib.uns.ac.id 23 Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.52/Menhut-Ii/2006 tentang Peragaan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi, mendefinisikan Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), yang berfungsi untuk pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan atau satwa, dengan tetap menjaga kemurnian jenis, guna menjamin kelestarian keberadaan dan Pemanfaatannya. Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa, dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Lembaga Konservasi juga mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, sarana perlindungan dan pelestarian jenis, serta sarana rekreasi yang sehat. Pengelolaan Lembaga Konservasi dilakukan berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa ( ml, diakses tanggal 27 maret 2014 pukul 19.00wib). 2) Bentuk Lembaga Konservasi Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.31/Menhut-Ii/2012 tentang Lembaga Konservasi, merumuskan bentuk Lembaga Konservasi yaitu : pusat penyelamatan satwa; pusat latihan satwa khusus; pusat rehabilitasi satwa; kebun binatang; taman safari; taman satwa; taman satwa khusus; museum zoologi; kebun botani; taman tumbuhan khusus; atau herbarium. 3) Hak dan Kewajiban Lembaga Konservasi a) Hak Berdasarkan unduhan dari situs Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(
9 digilib.uns.ac.id 24 a_konservasi.html, diakses tanggal 27 Maret 2014 Pukul WIB). Lembaga Konservasi tumbuhan dan satwa berhak untuk : (1) memperoleh jenis tumbuhan dan satwa; (2) memanfaatkan hasil perkembangbiakan tumbuhan dan satwa sesuai ketentuan yang berlaku; (3) bekerjasama dengan Lembaga Konservasi lain di dalam atau di luar negeri, antara lain untuk : pengembangan ilmu pengetahuan, tukar menukar jenis tumbuhan dan satwa, peragaan, dan pengembangbiakan sesuai ketentuan yang berlaku; (4) memperagakan jenis tumbuhan dan satwa di dalam areal pengelolaannya; (5) memperoleh manfaat hasil penelitian Jenis Tumbuhan dan satwa; (6) menerima imbalan jasa atas kegiatan usahanya. b) Kewajiban Berdasarkan unduhan dari situs Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta( a_konservasi.html, diakses tanggal 27 maret 2014 pukul 19.00wib). Kewajiban Lembaga Konservasi tumbuhan dan satwa adalah : (1) membuat Rencana Karya Pengelolaan (RKP) dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun sejak diterimanya izin; (2) membuat Rencana Karya Lima Tahun (RKL) Pengelolaan; (3) membuat Rencana Karya Tahunan (RKT) Pengelolaan; (4) melakukan penandaan atau sertifikasi terhadap spesimen koleksi tumbuhan dan satwa yang dipelihara; (5) membuat buku daftar silsilah (studbook) masing-masing jenis satwa yang hidup;
10 digilib.uns.ac.id 25 (6) mengelola (memelihara, merawat, memperbanyak tumbuhan dan mengembangkan jenis satwa) sesuai dengan etika dan kesejahteraan satwa; (7) melakukan upaya penyelamatan Tumbuhan dan satwa; (8) memperkerjakan tenaga ahli sesuai dengan bidangnya; (9) memberdayakan masyarakat setempat; (10) melakukan pencegahan dan penularan penyakit; (11) melakukan upaya pengamanan dan menjaga keselamatan pengunjung, petugas, serta Tumbuhan dan satwa; (12) membuat dan menyampaikan laporan triwulan dan tahunan mengenai perkembangan pengelolaan tumbuhan dan satwa kepada Direktur Jenderal PHKA dengan tembusan Kepala BKSDA setempat; (13) membayar pungutan penerimaan negara bukan pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Tinjauan tentang Satwa Dilindungi Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.52/Menhut-Ii/2006 tentang Peragaan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Liar Dilindungi, mendefinisikan satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.52/Menhut-Ii/2006 mendefinisikan satwa liar yang dilindungi adalah Jenis satwa baik hidup maupun mati serta bagian-bagiannya yang menurut peraturan perundangundangan yang berlaku ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi. Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya menggolongkan Jenis Tumbuhan dan satwa yang dilindungi kedalam : tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan; tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang. Penetapan status jenis tumbuhan dan satwa menjadi dilindungi wajib dilakukan apabila telah memenuhi kriteria dalam Pasal commit 5 Ayat to user (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7
11 digilib.uns.ac.id 26 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa yaitu: mempunyai populasi yang kecil, adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam, daerah penyebaran yang terbatas (endemik). Konsekuensi penetapan status jenis tumbuhan dan satwa dilindungi menyebabkan Jenis Tumbuhan dan satwa tersebut lebih diperhatikan dalam segi proteksi atau perlindungan terhadapnya. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, apabila terjadi peningkatan populasi jenis tumbuhan dan satwa dilindungi telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu dapat diubah statusnya menjadi tidak dilindungi. Pasal 4 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 menyebutkan bahwa terhadap perubahan status dari jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi menjadi tidak dilindungi dan sebaliknya ditetapkan dengan Keputusan Menteri setelah mendapat pertimbangan Otoritas Keilmuan (Scientific Authority). 6. Tinjauan tentang Kebun Binatang Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.31/Menhut-Ii/2012 tentang Lembaga Konservasi, kebun binatang memiliki pengertian tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hektar dan pengunjung tidak menggunakan kendaraan bermotor (motor atau mobil). Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.31/Menhut-Ii/2012 tentang Lembaga Konservasi, terdapat tujuh kriteria bagi kebun binatang yang terdiri atas : a. memiliki satwa yang dikoleksi sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas taksa baik satwa yang dilindungi, satwa yang tidak dilindungi atau satwa asing; b. memiliki luas areal sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hektar; c. memiliki sarana pemeliharaan dan perawatan satwa, sekurang-kurangnya terdiri atas: 1) kandang pemeliharaan; 2) kandang perawatan; 3) kandang pengembangbiakan;
12 digilib.uns.ac.id 27 4) kandang sapih; 5) kandang peragaan; 6) areal bermain satwa; 7) gudang pakan dan dapur; 8) naungan untuk satwa; 9) prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain. d. memiliki fasilitas kesehatan, sekurang-kurangnya terdiri atas: 1) karantina satwa; 2) klinik; 3) laboratorium; 4) koleksi obat. e. memiliki fasilitas pelayanan pengunjung, sekurang-kurangnya terdiri atas: 1) pusat informasi; 2) toilet; 3) tempat sampah; 4) petunjuk arah; 5) peta dan informasi satwa; 6) parkir; 7) kantin/restoran; 8) toko cindera mata; 9) shelter; 10) loket; 11) pelayanan umum. f. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurangkurangnya terdiri atas: 1) dokter hewan; 2) kurator; 3) tenaga paramedis; 4) penjaga/perawat satwa (animal keeper); 5) tenaga keamanan; 6) pencatat silsilah (studbook commit keeper); to user
13 digilib.uns.ac.id 28 7) tenaga administrasi; 8) tenaga pendidikan konservasi; g. memiliki fasilitas kantor pengelola; h. memiliki fasilitas pengelolaan limbah.
14 digilib.uns.ac.id 29 B. Kerangka Pemikiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Pemanfaatan Satwa Liar Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999: a. Pengkajian, penelitian dan pengembangan; b. Penangkaran; c. Perburuan; d. Perdagangan; e. Peragaan; f. Pertukaran; h. Pemeliharaan untuk kesenangan. Peragaan Satwa di Gembira Loka Implementasi Substansi Struktur Budaya Hambatan Gambar commit 2. Kerangka to user Pemikiran Solusi
15 digilib.uns.ac.id 30 Keterangan: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dijalankan dengan dibuatnya peraturan pelaksananya yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar memuat ketentuan mengenai pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Terkait pemanfaatan terhadap satwa liar, diklasifikasikan menjadi dua yaitu: satwa dilindungi dan satwa tidak dilindungi. Satwa dilindungi merupakan satwa yang secara Undang-Undang maupun peraturan perundang-undangan lainnya dikategorikan kedalam Jenis yang dilindungi. Pemanfaatan satwa liar tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 yaitu dilakukan dengan: pengkajian, penelitian dan pengembangan; penangkaran; perburuan; perdagangan; peragaan; pertukaran; pemeliharaan untuk kesenangan. Terhadap pemanfaatan satwa liar yang khusunya tergolong satwa yang dilindungi perlu dilakukan pemanfaatan secara lestari atau pelestarian satwa agar tidak punah. Salah satu cara pemanfaatan satwa ialah dengan dilakukan peragaan. Pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 menjelaskan bahwa peragaan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilakukan oleh lembaga konservasi dan lembaga-lembaga pendidikan formal. Terkait upaya pelestarian satwa dari ancaman kepunahan, sangat tepat dilakukan terhadap satwa dilindungi agar terjaga kelestariannya dan dapat bermanfaat sebagai sarana edukasi kepada seluruh masyrarakat. Salah satu Lembaga Konservasi yang melakukan peragaan satwa dilindungi ialah Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta. Dalam penelitian hukum ini, penulis ingin mengetahui dan menganalisis peragaan satwa dilindungi di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta apakah telah melaksanakan peragaan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dikaji berdasarkan
16 digilib.uns.ac.id 31 teori berlakunya hukum menurut Lawrence M Friedman terkait dengan substansi,struktur dan kultur. Berdasarkan hal tersebut tujuan analisa dilakukan untuk menemukan hambatan dalam penerapan peraturan pemerintah tersebut serta menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan hambatan tersebut sehingga pelaksanaan penangkaran satwa dilindungi sebagai upaya pelestarian satwa di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta telah sesuai dengan amanat Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.747, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Lembaga Konservasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI
Lebih terperinciMENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa
Lebih terperincihakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber
Lebih terperinciMENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG
Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UDANG-UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciKeputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar
Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa jenis tumbuhan dan satwa liar
Lebih terperinci2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH SPESIMEN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR UNTUK LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN
Lebih terperinciMEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciUndang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya
Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN 1990 (5/1990) Tanggal : 10 AGUSTUS 1990 (JAKARTA) Sumber :
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci*36116 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 7 TAHUN 1999 (7/1999) TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA
Copyright (C) 2000 BPHN PP 7/1999, PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA *36116 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 7 TAHUN 1999 (7/1999) TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciNOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG PERTUKARAN JENIS TUMBUHAN ATAU SATWA LIAR DILINDUNGI DENGAN LEMBAGA KONSERVASI DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciTENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH TAMAN SATWA KEBUN BINATANG SURABAYA
SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH TAMAN SATWA KEBUN BINATANG SURABAYA DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.52/Menhut-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI MENTERI KEHUTANAN,
Menimbang: PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nmr: P.52/Menhut-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI MENTERI KEHUTANAN, 1. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nmr 8 Tahun 1999 tentang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciNOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi keseimbangan ekosistem alam. Seiring dengan kegiatan manusia yang terus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan sumber daya alam hayati dan hewani sangat berperan penting bagi keseimbangan ekosistem alam. Seiring dengan kegiatan manusia yang terus mengeksploitasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 330). PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang : Perburuan Satwa Buru Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13 TAHUN 1994 (13/1994) Tanggal : 16 APRIL 1994 (JAKARTA) Sumber : LN 1994/19; TLN NO. 3544
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan
Lebih terperinci4.Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
UU 5/1990, KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:5 TAHUN 1990 (5/1990) Tanggal:10 AGUSTUS 1990 (JAKARTA) Tentang:KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN
Lebih terperinci2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu
No.642, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN
Lebih terperinciDRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM * * * * * * * * * * * * * * * * PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tujuan wisata bagi rombongan study tour anak-anak PAUD (Pendidikan Anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebun Binatang merupakan tempat wisata favorit bagi semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Kebun Binatang biasanya menjadi tujuan wisata bagi rombongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 TENTANG PERBURUAN SATWA BURU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa satwa merupakan sebagian sumber daya
Lebih terperinciNOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN
SALINAN BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,
Lebih terperinciDr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 85, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3616) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar dan kota budaya, selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta juga dikenal sebagai daerah pariwisata ini dibuktikan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman hayati terbesar yang dimiliki Indonesia di antaranya adalah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.593, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pembebasan. Bea Masuk. Impor Barang. Museum. Kebun Binatang. Konservasi Alam. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER
PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI KSDA DAN PELESTARIAN ALAM
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI KSDA DAN PELESTARIAN ALAM A. Balai KSDA 1. Kedudukan Balai KSDA Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 Balai
Lebih terperinciPLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP
PLASMA NUTFAH OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP Sejak berakhirnya konvensi biodiversitas di Rio de Jenairo, Brasil, 1992, plasma nutfah atau sumber daya genetik tidak lagi merupakan kekayaan dunia di mana setiap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan konservasi (KHK) berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun1999 terdiri dari kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan Taman Buru. KHK
Lebih terperinciTATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.7/IV-Set/2011 Pengertian 1. Kawasan Suaka Alam adalah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 516 TAHUN : 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IJIN BUDIDAYA BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (www.okezone.com 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Keberadaan primata di seluruh dunia akhir-akhir ini sangat memprihatinkan akibat berkurangnya habitat mereka dan penangkapan liar untuk diperdagangkan. Degradasi dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEPERLUAN MUSEUM, KEBUN BINATANG, DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terus mengunjungi kebun binatang dengan penuh suka cita. Untuk itu, pihak. pemeliharaan sarana fisik yang nyaman dan menarik.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebun binatang adalah salah satu sarana rekreasi bagi masyarakat umum yang menjadi tempat yang menyenangkan, nyaman sekaligus aman agar masyarakat dapat terus
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada
Lebih terperinciEkologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?
Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber daya adalah sesuatu yang memiliki nilai guna. Sumber Daya Alam (SDA)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Alam Sumber daya adalah sesuatu yang memiliki nilai guna. Sumber Daya Alam (SDA) adalah keseluruhan faktor fisik, kimia, biologi dan sosial yang membentuk lingkungan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN. Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN BURU DAN PERBURUAN Oleh: Bambang Dahono Adji Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Jakarta, 18 September 2014 BERBURU (PP. 13/1994 tentang Perburuan Satwa Buru) menangkap
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.15, 2010 Kementerian Kehutanan. Barang Bukti. Pengurusan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.15, 2010 Kementerian Kehutanan. Barang Bukti. Pengurusan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.04/MENHUT-II/2010 TENTANG PENGURUSAN BARANG BUKTI TINDAK
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,
Lebih terperinciKonservasi Lingkungan. Lely Riawati
1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciNOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa tumbuhan dan satwa liar merupakan bagian dari
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 58 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciSUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT
Lebih terperinci6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT
6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki
Lebih terperinciKAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.9/MENHUT-II/2010 TENTANG IZIN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN
Lebih terperinci