PENGARUH VARIETAS DAN KOMBINASI PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT ARIEF SETYA NUGROHO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH VARIETAS DAN KOMBINASI PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT ARIEF SETYA NUGROHO"

Transkripsi

1 PENGARUH VARIETAS DAN KOMBINASI PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT ARIEF SETYA NUGROHO DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Varietas dan Kombinasi Pupuk Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai pada Budidaya Jenuh Air di Lahan pasang Surut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Arief Setya Nugroho NIM A

4 ABSTRAK ARIEF SETYA NUGROHO. Pengaruh Varietas dan Kombinasi Pupuk terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI. Permasalahan pada lahan pasang surut yaitu kondisi cekaman Al -add, Fe -add dan kemasaman lahan. Kondisi tersebut mengakibatkan ketersediaan hara sangat rendah. Penggunaan varietas toleran dan kombinasi pemupukan dengan penerapan teknologi budidaya jenuh air telah terbukti meningkatkan produktivitas kedelai di lahan pasang surut. Teknologi budidaya jenuh air adalah budidaya dengan mempertahankan pengairan secara terus-menerus di dalam saluran air dan kedalaman muka air selalu tetap, sehingga lapisan tanah dalam kondisi jenuh air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui varietas dan kombinasi pupuk yang terbaik pada sistem budidaya jenuh air di lahan pasang surut. Penelitian menggunakan rancangan split plot dengan tiga kali pengulangan. Petak utama adalah 4 varietas kedelai sedangkan anak petak 10 jenis kombinasi pupuk. Hasil penelitian menunjukkan interaksi yang nyata antara perlakuan varietas dengan kombinasi pupuk terhadap pertumbuhan dan produktivitas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut. Produktivitas tertinggi dicapai oleh varietas Tanggamus pada kombinasi pemupukan 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang, produktivitas mencapai 4.76 ton/ha. Kata kunci: budidaya jenuh air, pasang surut, produksi, pupuk, Tanggamus ABSTRACT ARIEF SETYA NUGROHO. The Effect of Variety and Fertilizer Combination on the Growth and Productivity of Soybean under Saturated Soil Culture on Tidal Swamps. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI. The problems on tidal swamps are a condition of stress by Al- ex, Fe- ex and soil acidity. This condition decreased of soil nutrient availability. The utilization tolerant varieties and fertilizer combination under saturated soil culture technology has been proved to increase soybean productivity on tidal swamps. Saturated soil culture technology is a cultivation that gives continuous irrigation and maintains water depth constantly, as a result soil layer in saturated condition. This study aims to determine the tolerant of soybean variety and the best fertilizer combination under saturated soil culture on tidal swamps. The experiment was arranged in a split-plot design with three replications. The main plots was 4 kind of soybean variety and subplots was 10 kind of fertilizer combination. The result showed that the interaction between varieties and fertilizer combination significantly affected growth and productivity under saturated soil culture on tidal swamps. The highest productivity was obtained from Tanggamus with fertilizer combination of 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomite + 2 ton/ha manure, whose productivity up to 4.76 ton/ha. Key words: fertilizer, saturated soil culture, Tanggamus, tidal swamps

5 PENGARUH VARIETAS DAN KOMBINASI PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS KEDELAI PADABUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT ARIEF SETYA NUGROHO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Pengaruh Varietas dan Kombinasi pupuk terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut Nama : Arief Setya Nugroho NIM : A Disetujui oleh Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Agus Purwito, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 Judul Skripsi: Pengaruh Varietas dan Kombinasi pupuk terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut Nama : Arief Setya Nugroho NIM : A Disetujui oleh Pembimbing Tanggal Lulus: 3 0 ~UG 2011_

9

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai Desember 2012 ini ialah produksi kedelai, dengan judul Pengaruh Varietas dan Kombinasi Pupuk terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS selaku pembimbing, Bapak Toyip dan Nofrianil Agam yang telah banyak memberi arahan, bimbingan dan saran, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Suhada dan Yusuf dari selaku petani pendamping, Bapak Misbaqul Munir selaku Kepala Desa Braja Selebah, serta Hans DorisWelly dan Andri Hamidi, yang telah membantu pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, 27 Agustus 2013 Arief Setya Nugroho

11 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Morfologi Dan Lingkungan Tumbuh Kedelai 2 Budidaya Jenuh Air 3 Varietas Kedelai 4 METODE 4 Bahan 4 Alat 5 Prosedur Analisis Data 5 Pelaksanaan Penelitian 5 Pengamatan 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Hasil 7 Pembahasan 23 KESIMPULAN DAN SARAN 28 Kesimpulan 28 Saran 28 DAFTAR PUSTAKA 29 LAMPIRAN 31 RIWAYAT HIDUP 33 ix ix ix

12 DAFTAR TABEL 1 Pertambahan jumlah daun tanaman pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas 11 2 Jumlah daun tanaman saat 10 MST setelah pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas 11 3 Pertambahan tinggi tanaman pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas 14 4 Umur berbunga dan panen 16 5 Bobot kering tanaman pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas 17 6 Jumlah cabang tanaman dan bobot 100 butir biji pada perlakuan pupuk dan varietas 18 7 Jumlah polong isi tanaman saat 12 MST pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas 19 8 Jumlah buku produktif tanaman saat 10 MST pada berbagai taraf kombinasi pupuk dan varietas 21 9 Hasil panen ubinan pada berbagai taraf kombinasi perlakuan pupuk dan varietas Produktivitas tanaman pada berbagai tarafkombinasi pupuk dan varietas 23 DAFTAR GAMBAR 1 Skema petak penelitian tampak dari samping 6 2 Petak penelitian dan saluran air pada 7 hari setelah tanam 6 3 Kondisi saluran air sekunder saat pasang dan surut 9 4 Perubahan jumlah dan warna daun tanaman galur SP-30-4 dengan perlakuan pupuk lengkap pada umur 1 sampai 14 MST 13 5 Penampilan tajuk tanaman kedelai pada berbagai taraf varietas dan kombinasi pupuk pada umur 4 MST 14 6 Penampilan tajuk tanaman kedelai pada 6 dan 8 MST 15 7 Ciri-ciri pembungaan dan panen tanaman kedelai 16 8 Penampilan polong tanaman pada beberapa taraf kombinasi perlakuan varietas dan pupuk 20 9 Penampilan tanaman kedelai galur PG-57-1 pada umur 12 MST Pemanenan tanaman contoh Peningkatan indeks pertanaman (IP) dapat dilakukan dengan melakukan penanaman kedelai setelah musim tanam padi 27 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil analisis sampel tanah sebelum penelitian di Desa Braja Harjosari Kecamatan Braja Selebah Kabupaten Lampung Timur 31 2 Curah hujan bulanan Kecamatan Braja Selebah Kabupaten Lampung Timur tahun Tata letak petak penelitian 32

13

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh BPS (2012), produksi kedelai Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 0.85 juta ton, sedangkan konsumsi mencapai 2.3 juta ton, sehingga terjadi defisit kedelai sekitar 1.4 juta ton. Menurut Subandi et al. (2007) usaha pemenuhan kebutuhan konsumsi kedelai dapat dilakukan dengan peningkatan luas areal tanam melalui pemanfaatan lahan pasang surut. Luas lahan pasang surut di Indonesia ditaksir sekitar 20.1 juta ha (Adhi et al. 1992), sedangkan lahan potensial untuk pengembangan areal pertanian mencapai 6.7 juta ha (Alihamsyah 2001). Kendala yang dihadapi yaitu tanah yang bersifat masam, ketersediaan hara posfor (P) dan kalium (K) rendah, serta pirit (Fe) dan alumunium (Al) tinggi. Penurunan muka air tanah secara drastis dan pembalikan tanah pada lahan pasang surut sulfat masam dapat meningkatkan oksidasi pirit, pelepasan ion-ion sulfat dan pertambahan ion hidrogen (H + ) yang bersifat masam dan dapat meracuni tanaman. Pemanfaatan lahan pasang surut perlu menerapkan teknologi budidaya yang dapat mengatasi kemasaman lahan dan rendahnya ketersediaan hara bagi tanaman (Adisarwanto dan Sunarlim 2000). Teknologi budidaya jenuh air dapat meningkatkan ketersediaan hara, mengurangi kemasaman, mencegah terjadinya reaksi oksidasi pirit di lahan pasang surut, dengan persamaan reaksi sebagai berikut: (Fe (s/padat) Fe 2+ (aq/terlarut) dan Fe 3+ (aq/terlarut)). Karakteristik teknologi ini adalah sistem pengaturan air yaitu pengairan secara terus-menerus di dalam saluran selama penanaman. Kedalaman muka air tanah di dalam saluran dipertahankan 20 cm di bawah permukaan tanah, sehingga zona perakaran tanaman tetap dalam kondisi jenuh air (Hunter et al. 1980; Troedson et al. 1983; Ghulamahdi et al. 2006). Pengaturan kedalaman muka air dapat dilakukan dengan membuat saluran-saluran air di sepanjang lahan. Ukuran saluran air yaitu lebar 30 cm, kedalaman 25 cm dan jarak antar saluran air 2 m (Ghulamahdi et al. 2009). Penggunaan amelioran dan pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Jumberi et al. 1998). Pemberian dolomit, pupuk kandang dan kombinasi di antara keduanya dapat meningkatkan ph tanah lebih baik dibandingkan dengan penggunaan abu sekam (Koesrini dan William 2006). Kadar unsur hara kalium pada 1.2 ton/ha abu sekam setara dengan 100 kg/ha KCl (Samosir 2010). Penggunaan mulsa jerami berpengaruh terhadap penurunan derajat kemasaman (ph) tanah, kadar zat arang (C) organik tanah, C/N rasio, tetapi meningkatkan kandungan nitrogen (N) total dan serapan hara P (Yulia dan William 2006). Perumusan Masalah Terbatasnya ketersediaan air dan kerusakan jaringan pengairan (saluran air/ledeng) pada lahan sawah beririgasi teknis merupakan penyebab terjadinya peningkatan laju konversi lahan sawah menjadi lahan perkebunan. Terjadi peralihan minat petani dalam pemanfaatan lahan pertanaman padi dari lahan sawah (padi sawah) beririgasi teknis ke lahan rawa (padi rawa) pasang surut. Ketersediaan air dan saluran irigasi sederhana yang cukup memadai di lahan rawa

15 2 pasang surut dinilai cukup potensial untuk penanaman padi rawa dan tanaman palawija. Meskipun demikian, pemanfaatan lahan pasang surut di Lampung Timur masih belum optimal terlihat dari produktivitas lahan yang masih rendah. Kendala yang dihadapi yaitu tanah yang bersifat masam, ketersediaan hara P dan K rendah, cekaman Fe dan Al tinggi dan terjadinya banjir tahunan. Penggunaan varietas toleran lahan masam dan dosis pupuk yang tepat pada budidaya jenuh air dapat mengatasi permasalahan tersebut, sehingga berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas lahan pasang surut di Lampung Timur. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengetahui varietas kedelai dan kombinasi pupuk terbaik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut. Manfaat Penelitian Peneliti berharap penelitian ini dapat meningkatkan minat petani di wilayah Lampung Timur untuk bercocok tanam kedelai sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Manfaat selanjutnya adalah meningkatkan produktivitas lahan melalui peningkatan produktivitas tanaman dan indeks pertanaman (IP). Peningkatan produktivitas tanaman dapat dicapai dengan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman dengan melakukan pemupukan yang tepat, sedangkan peningkatan IP-100 (1 musim tanam/tahun) menjadi IP-200 (2 musim tanam/tahun) yaitu dengan menanam kedelai setelah musim tanam padi. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah mempelajari respon 4 varietas kedelai yang diuji melalui pemberian 10 kombinasi pupuk dengan menggunakan teknik budidaya jenuh air pada lahan rawa pasang surut di Desa Braja Harjosari Kecamatan Braja Selebah, Kabupaten Lampung Timur, Propinsi Lampung pada bulan September sampai Desember TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Lingkungan Tumbuh Kedelai Kedelai diklasifikasikan secara botani ke dalam ordo polypetales, family Leguminoseae, dan subfamily Papilionidae. Kedelai bernilai ekonomis salah satunya spesies Glycine max (L) Merr. yang termasuk dalam genus Glycine dengan subgenus soja. Kedelai tumbuh baik pada iklim agak kering, curah hujan 120 sampai 135 mm/bulan, suhu harian 22 sampai 27 0 C dan kelembaban 75 sampai 90%. Kisaran ph yang optimum bagi pertumbuhan tanaman yaitu 6 sampai 6.5 (Sumarno dan Manshuri 2007). Karakteristik tanaman kedelai merupakan tanaman semak semusim, tumbuh tegak, tinggi cm, cabang berjumlah 3 sampai 5, daun unifoliet dan trifoliet,

16 serta berbulu pada permukaan daun dan polong. Sistem perakaran terdiri dari akar tunggang, akar sekunder, cabang akar sekunder, dan cabang akar adventif tumbuh di bawah hipokotil. Bintil akar muncul pada 10 hari setelah penanaman (Adie dan Krisnawati 2007). Bunga kedelai muncul di setiap ketiak daun pada umur 3 sampai 5 minggu setelah tanam (MST). Bunga berwarna ungu dan putih dan menyerbuk sendiri. Polong terbentuk setelah 10 sampai 14 hari setelah antesis (penyerbukan). Bentuk polong berlekuk lurus dan ramping berukuran 4 sampai 7 cm, berisi 2 sampai 4 biji. Biji berbentuk bulat, berwarna kuning, ungu, hijau dan hitam. Berdasarkan bobot bijinya, kedelai dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu 1) biji besar (bobot >14 g/100 biji), 2) biji sedang (bobot = 10 sampai 14 g/100 biji) dan 3) biji kecil (bobot <10 g/100 biji) (Adie dan Krisnawati 2007). Lahan Pasang Surut Lahan pasang surut merupakan lahan yang masih terpengaruh langsung maupun tidak langsung oleh ayunan pasang surutnya air laut maupun sungai di sekitarnya. cekaman salinitas (kadar garam tinggi), pelepasan asam-asam organik dan pola pergerakan air merupakan faktor pembatas yang perlu ditanggulangi. Penanaman tanaman palawija terutama padi pada lahan pasang surut di Indonesia telah dilakukan pada sebagian besar lahan pasang surut dengan menerapkan sistem drainase dan irigasi semi teknis yang dikombinasikan dengan sistem surjan. Kadar bahan organik, Fe dan Al pada lahan pasang surut cukup tinggi. Drainase berlebihan pada lahan pasang surut dapat memicu reaksi oksidasi pirit, pelepasan asam-asam aluminium, senyawa karbon dioksida (CO 2 ) yang bersifat asam, asam sulfida (H 2 S) (bersifat asam) dan fiksasi senyawa P terlarut menjadi senyawa P yang berbentuk endapan menyebabkan terjadinya penurunan ketersediaan hara P bagi tanaman. Reaksi kimia tanah tersebut meningkatkan derajat kemasaman (ph) sehingga terjadi penurunan aktivitas mikroorganisme penambat nitrogen, kekahatan Ca, Na, P, dan K (Ismunadji et. al 1990; Sabranet al. 2000). Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irrigasi secara terus-menerus pada saluran air dengan mempertahankan tinggi muka air 10 sampai 20 cm di bawah permukaan tanah, sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air. Kondisi jenuh air dapat menekan reaksi oksidasi Fe dan Al serta dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman kedelai (Hunter et al. 1980; Ghulamahdi 2006; Welly 2013). Budidaya kedelai pada lahan pasang surut dilakukan di tipe C dan D, sebagai tanaman sela setelah penanaman padi maupun palawija. Kendala yang dihadapi yaitu lahan tergenang air sehingga terjadi penurunan ketersediaan oksigen bagi tanaman (anaerob). Penggenangan dalam jangka waktu 6 hari dapat menyebabkan kematian tanaman kedelai (Sabran et. al 2000; Sumarno 1986). Kondisi tergenang pada lapisan perakaran dapat mengakibatkan pembusukan akar dan bintil akar, respirasi akar terhambat sehingga terjadi kekurangan hara. Budidaya jenuh air memungkinkan tanaman beradaptasi pada 3

17 4 lingkungan yang bersifat anaerob dengan melakukan tahapan aklimatisasi. Pada tahap ini tanaman mengalami klorosis (penguningan daun karena kekurangan unsur hara) sebagai akibat translokasi (pengangkutan) unsur hara N dan K dari bagian tanaman muda sebagai source (suber), ke bagian tanaman yang lebih tua sebagai sink (tempat penyimpanan). Translokasi unsur hara N dan K terjadi pada bagian pucuk daun selanjutnya didistribusikan ke bagian perakaran. Tahap aklimatisasi terjadi pada umur 2 sampai 4 minggu setelah penanaman (Troedson et. al 1983). Bintil dan akar mengalami kematian pada awal aklimatisasi, selanjutnya bintil dan akar tumbuh pada lapisan tanah yang terletak di atas permukaan air tanah. Setelah tanaman beraklimatisasi, pertumbuhan tanaman meningkat dan warna daun berubah menjadi hijau karena terjadi peningkatan nodulasi dan fiksasi nitrogen (Ghulamahdi 2006). Varietas Kedelai Toleran Jenuh Air Bentuk adaptasi kedelai pada kondisi jenuh air adalah peningkatkan aktivitas enzim alkohol dehidrogenase (ADH) dan malate dehirogenase (MDH). Kedua enzim tersebut berperan dalam mempertahankan level adenosin tri-phospat (ATP).Varietas Tanggamus merupakan salah satu yang varietas toleran kondisi anaerobik (Komariah 2008). Posphat berenergi tinggi dalam bentuk adenosin triposphat (ATP), merupakan sumber energi utama bagi kelangsungan hidup tumbuhan. Varietas kedelai Amerikana (berumur dalam atau ±100 hari) lebih toleran terhadap kondisi jenuh air dibanding varietas Lokon (genjah atau ± 60 hari) (Ghulamahdi 1990). Kedelai dapat beradaptasi pada kondisi jenuh air dengan pembentukan jaringan aerenkima (celah-celah di dalam daerah korteks karena terjadi kerusakan sel-sel korteks). Terbentuknya jaringan aerenkima dapat meningkatkan penyerapan hara dan pembentukan bintil akar (Ghulamahdi et al. 1999). Produktivitas varietas Tanggamus dengan penerapan teknologi budidaya jenuh air pada lahan pasang surut mencapai 4.63 ton/ha (Ghulamahdi et al. 2009). Mulsajerami Mulsa adalah bahan penutup tanah berupa bahan organik maupun sintetis yang berfunsi untuk mempertahankan kelembaban tanah, mencegah tumbuhnya gulma, dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Jerami merupakan salah satu bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan penutup tanah. Ketersediaan bahan serta mampu meningkatkan kandungan bahan organik tanah merupakan kelebihan penggunaan jerami sebagai mulsa pada areal pertanaman. METODE Bahan Varietas yang digunakan yaitu Anjasmoro, Tanggamus, galur SP-30-4, dan PG Jenis dan dosis pupuk yang digunakan yaitu: 200 kg/ha SP-36, 4 kg/ha urea, 100 kg/ha KCl, 1 ton/ha dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ), 1.2 ton/ha abu sekam,

18 2 ton/ha pupuk kandang, mulsa jerami, inokulum Rhizhobium sp, dosis aplikasi 5 g/kg benih. Herbisida kontak berbahan aktif parakuat diklorida konsentrasi 276 g/l dosis aplikasi 2 liter/ha pada volume semprot 400 l/ha, insektisida untuk perlakuan benih berbahan aktif karbosulfan konsentrasi 25.53% dosis aplikasi 0.2 ml/kg benih, insektisida klorantraniliprol konsentrasi 50 g/l dosis aplikasi 0.7 ml/l pada volume semprot 400 l/ha. Alat Peralatan yang digunakan meliputi alat tanam, label, alat ukur, alat panen, mesin pompa air, oven dan alat tulis. Prosedur Analisis Data Penelitian menggunakan rancangan split-plot dua faktor. Perlakuan varietas sebagai petak utama yaitu: 1) Anjasmoro, 2) Tanggamus, 3) galur PG-57-1, dan 4) galur PG Anak petak adalah 10 taraf kombinasi pupuk yaitu: 1) tanpa perlakuan pupuk, 2) 200 kg/ha SP-36, 3) 200 kg/ha SP kg/ha KCl, 4) 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit, 5) 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang sapi, 6) 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang sapi + mulsa jerami, 7) 200 kg/ha SP ton/ha abu sekam, 8) 200 kg/ha SP ton/ha abu sekam + 1 ton/ha dolomit, 9) 200 kg/ha SP ton/ha abu sekam + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang sapi, dan 10) 200 kg/ha SP ton/ha abu sekam + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang sapi + mulsa jerami. Kombinasi antara perlakuan varietas dan kombinasi pupuk diperoleh 40 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 120 petak perlakuan (Lampiran 1). Model aditif linear penelitian ini adalah: Y ijk = μ + α i + β j + γ ik + (αβ) ij + ρ k + ε ijk, Keterangan: Y ijk = nilai pengamatan pada perlakuan varietas ke-i, kombinasi pupuk ke-j, dan ulangan ke-k μ = nilai rata-rata umum αi = pengaruh perlakuan varietas ke-i; dimana i = 1, 2, 3 dan 4 βj = pengaruh perlakuan kombinasi pupuk ke-j; j = 0, 1, 2,.. 9 γ ik = pengaruh galat perlakuan varietas ke-i terhadap ulangan ke-k; k = 1, 2, 3 (αβ)ij = pengaruh interaksi antara varietas ke-idan kombinasi pupuk ke-j ρk = pengaruh aditif dari ulangan ke-k εijk = galat umum percobaan Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada α 5%, bila terdapat beda nyata akan diuji lanjut menggunakan Duncan multiple range test (DMRT) pada taraf α 5%. Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan dimulai dengan aplikasi herbisida purna tumbuh berbahan aktif parakuat diklorida, dilakukan pada dua minggu sebelum penanaman. 5

19 6 Kegiatan dilanjutkan dengan pembabatan dan pembersihan tunggul jerami, kemudian dilakukan penjenuhan dan pemetakan lahan. Petak penelitian berukuran 2 m x 2 m, terletak di sepanjang lajur yang dipisahkan saluran air. Lebar lajur yaitu 2 m, sedangkan lebar saluran air 30 cm dengan kedalaman saluran 25 cm. Saluran air dan letak petak penelitian secara detil dijelaskan pada Gambar 1 dan 2. Gambar 1 Skema petak penelitian dan saluran air tampak samping Gambar 2 Petak penelitian dan saluran air tampak atas pada 7 hari setelah tanam Aplikasi pupuk sesuai kombinasi perlakuan dilakukan pada 1 minggu sebelum penanaman. Penanaman menggunakan tugal dengan jarak tanam 40 cm x 12.5 cm, 2 benih/lubang tanam. Inokulasi bakteri Rizhobium sp. dan aplikasi insektisida karbosulfan pada benih dilakukan pada 30 menit sebelum penanaman. Penyulaman dan aplikasi mulsa jerami dilakukan pada 1 minggu setelah penanaman. Kegiatan perawatan yang dilakukan meliputi pengairan, pemupukan, pengendalian hama dan gulma. Pengairan dilakukan pada saat persiapan lahan hingga panen. Pencegahan dan penanggulangan hama dengan menggunakan insektisida klorantraniliprol pada umur 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 MST. Pemupukan urea melalui daun konsentrasi larutan urea yang digunakan 10 g/l air, menggunakan dosis 4 kg/ha pada volume semprot 400 l/ha, dilakukan pada 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 MST. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh pada setiap satuan petak perlakuan. Berikut penjelasan mengenai beberapa variabel dan waktu pengamatan: 1. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuh diukur pada 2, 4, 6, 8 dan 10 MST, 2. Jumlah daun; satu unit daun merupakan daun trifoliet yang mekar sempurna, diukur pada 2, 4, 6, 8 dan 10 MST, 3. Waktu 50% dari populasi tanaman berbunga, diamati pada setiap petak pada 6 sampai 8 MST,

20 4. Bobot brangkasan diamati pada 8 MST dengan mencabut 1 tanaman selain tanaman contoh yang terletak di luar petak panen di setiap petak perlakuan. Tanaman contoh selanjutnya dipisahkan menjadi tiga bagian yaitu akar, bintil akar, dan tajuk tanaman. Bobot kering brangkasan ditimbang setelah komponen tersebut dioven selama 24 jam pada suhu 105 o C, 5. Panen dilakukan ketika daun mulai rontok dan polong mulai berubah warna menjadi kecoklatan, 6. Jumlah buku produktif tanaman dihitung pada saat panen, 7. Jumlah polong tanaman merupakan polong bernas dan hampa yang dihitung tiap tanaman contoh, 8. Bobot biji/ubinan dihitung dari hasil ubinan yang berukuran 1 m x 1.2 m di setiap petak perlakuan, 9. Bobot 100 biji ditimbang dari 100 biji kedelai tiap perlakuan yang dipilih dari tanaman contoh, dan 10. Produktivitas ditentukan dari hasil ubinan. 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Hasil Sifat tanah sebelum penelitian ditunjukkan dari sifat fisik dan kimia tanah yang dianalisis dari sampel bahan kering tanah (Lampiran 2). Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Balittanah (2008), lahan penelitian memiliki kelas tekstur tanah liat debu berpasir dengan komposisi 74% liat, 19.31% debu dan 6.51% pasir. Kadar karbon (C) dan nitrogen (N) organik tergolong sedang dengan nilai berturut-turut yaitu 2.87% dan 0.31%, sehingga C/N rasio adalah 9.25 yang termasuk dalam kategori rendah. Tanah bertekstur liat debu berpasir cukup baik dalam mempertahankan dan menyediakan air bagi tanaman (Hakim et al. 1986). Meskipun tanah di lokasi penelitian bersifat masam dengan nilai ph 5.5, akan tetapi nilai kejenuhan basa (KB) dari kation-kation basa (kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K) dan natrium (Na)) tergolong sangat tinggi yaitu 78.95%. Kapasitas tukar kation (KTK) tergolong sedang. Nilai KTK dari ion Na, P, dan Mg tergolong sedang, K rendah, serta Ca dan Fe tinggi (Lampiran 2). Nilai KB di lokasi penelitian cukup tinggi diduga karena petani sudah melakukan aplikasi pupuk kandang secara rutin dan penggunaan dolomit sebelum penanaman padi. Meskipun demikian, dari hasil pengamatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai di lokasi penelitian masih membutuhkan penambahan dolomit dan aplikasi pupuk kandang. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai mengalami peningkatan yang cukup signifikan setelah dipupuk dolomit dan pupuk kandang. Pengelolaan pertanian pada lahan rawa pasang surut di lokasi penelitian sudah cukup baik. Petani telah memanfaatkan teknologi sederhana (menggunakan mesin pompa air bertenaga diesel) untuk pengolahan lahan dan panen, serta penggunaan benih unggul bersertifikat. Aplikasi pupuk, pestisida dan herbisida

21 8 sudah dilakukan sesuai dengan dosis anjuran. Sistem irigasi masih tergolong semi teknis (terdapat saluran air, bag bagi air) dan pengaturan pembagian air berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan. Koordinasi dan penyebaran informasi antar petani dilakukan pada forum kelompok tani. Pemanfaatan lahan rawa masih belum intensif, terbatas pada penanaman padi rawa, sebagian kecil tanaman palawija dan sayuran. Pengairan yang dilakukan dengan menaikkan air dari saluran sekunder dengan membangun bendungan dan mengalirkan pada saluran-saluran yang mengarah ke sawah. Indeks pertanaman yaitu IP-100 (1 musim tanam/tahun) yang dilakukan pada bulan Februari sampai Mei dan selanjutnya diberakan. Kendala yang dihadapi yaitu banjir tahunan yang terjadi pada bulan Mei dan Desember serta terdapat serangan hama tikus pada saat musim tanam padi. Penanaman tanaman sayuran dilakukan pada akhir musim hujan. Tanaman sayuran yang dibudidayakan antara lain: bayam cabut, sawi, caisin, kacang panjang, cabai keriting, tomat, buncis, terong, kangkung dan mentimun, sedangkan tanaman palawija meliputi jagung, kacang tanah, kacang bogor dan kacang hijau. Penerapan Budidaya Jenuh Air pada Lahan Pasang Surut di Lampung Timur Berdasarkan pantauan cuaca oleh BMKG MASGAR Lampung yang tersaji pada Lampiran 3, Kecamatan Braja Selebah Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2012 mengalami puncak musim kemarau pada bulan Agustus sampai dengan September dengan curah hujan 0 mm/bulan. Curah hujan total yang diterima selama periode penanaman (bulan Agustus sampai Desember) sebanyak 105 mm. Curah hujan total aktual yaitu sekitar 30 mm/bulan jauh di bawah batas minimum kebutuhan air kedelai (130 mm/bulan). Sumarno dan Mashuri (2007) menyatakan bahwa kebutuhan air minimal untuk tanaman kedelai adalah sebanyak 130 sampai 135 mm/bulan. Dari pernyataan Sumarno dan Mashuri tersebut, maka dapat dikatakan bahwa curah hujan yang terjadi selama penanaman masih belum dapat memenuhi batas minimal kebutuhan air pada tanaman kedelai. Terjadi kekurangan air sebanyak 100 mm/bulan yang selanjutnya disuplai dari pengairan (menggunakan mesin pompa air) dengan memanfaatkan debit air dari aliran sungai Way Jepara.

22 9 (A) Gambar 3 Kondisi saluran air sekunder saat pasang dan surut. (A) Kondisi saluran air saat surut berwarna kemerahan karena terdapat endapan Fe, (B) Kondisi saluran air mulai pasang, air berwarna kuning kehijauan Gambar 3 memperlihatkan perubahan kondisi saluran air sekunder pada saat pasang dan surut. Pengairan perlu memperhatikan hal tersebut terkait dengan kandungan pirit yang terlarut di dalam saluran air sekunder. Pada saat surut (Gambar 3 A) kandungan pirit meningkat, terlihat jelas dari ciri fisik yaitu air berwarna merah orange dan lapisan berwarna merah kecoklatan yang mengendap di dasar saluran. Air yang mengandung pirit berbahaya bagi tanaman karena dapat mengakibatkan plasmolisis (dinding sel pecah) pada jaringan tanaman. Pengairan lahan penelitian dilakukan pada setiap 1 sampai 2 minggu sekali. Air yang digunakan untuk pengairan tanaman adalah pada saat terjadi pasang besar dicirikan dengan warna air yaitu keruh kebiruan (Gambar 3 B). Air pada saat pasang tersebut tidak merusak jaringan tanaman. Kandungan Fe yang terlarut dalam air sungai pada saat pasang berkurang karena terjadi pengenceran dan reaksi reduksi oleh ion-ion yang terlarut di dalam air sungai. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai dipengaruhi oleh kesesuaian antara beberapa faktor yaitu: iklim, kondisi tanah, teknik budidaya dan varietas yang dibudidayakan. Hasil pengamatan selama kegiatan penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman tergolong sangat baik. Pertumbuhan tanaman mengikuti pola pertambahan sigmoid. Pembungaan terjadi pada 6 MST, pengisian polong 8 sampai 12 MST dan panen pada 14 MST Tanaman mampu membentuk tajuk sempurna pada umur 8 sampai 10 MST tergantung varietas masing-masing. Terjadi serangan hama tikus dan kepik hijau selama fase pengisian polong. Pencegahan hama tikus dilakukan dengan aplikasi rodentisida dan pemasangan pagar plastik mengelilingi tanaman kedelai. Jumlah Daun Tanaman Tabel 1 menunjukkan pertumbuhan jumlah daun pada masing-masing varietas merupakan pertambahan sigmoid. Jumlah daun trifoliet setiap varietas pada 2 MST relatif sama yaitu 1 lembar/tanaman, selanjutnya mengalami pertambahan secara eksponensial (bertambah secara cepat) pada 4 sampai 6 MST, kemudian pertambahan melambat pada 8 MST dan berakhir pada 10 MST. (B)

23 10 Penggunaan pupuk KCl 100 kg/ha menunjukkan pertumbuhan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan penggunaan 1.2 ton/ha abu sekam, artinya penggunaan abu sekam dapat menggantikan penggunaan pupuk KCl. Peningkatan pertumbuhan daun tanaman mulai mengalami peningkatan setelah aplikasi 1 ton/ha dolomit. Respon penggunaan pupuk dolomit terlihat jelas pada minggu ke 8, bahwa tanaman yang dipupuk dolomit mengalami peningkatan pertambahan jumlah daun. Secara berturut, penggunaan pupuk yang dikombinasikan dengan dolomit, pupuk kandang dan mulsa jerami menunjukkan peningkatan pertambahan daun tanaman (Tabel 1). Pertambahan jumlah daun varietas Anjasmoro dan Tanggamus mulai berhenti pada 8 MST, sementara galur SP-30-4 dan PG-57-1 terus bertambah hingga 10 MST. Perbedaan pola pertambahan jumlah daun tersebut mengakibatkan jumlah daun galur SP-30-4 dan PG-57-1 lebih banyak jika dibandingkan dengan varietas Tanggamus dan Anjasmoro. Jumlah daun galur SP-30-4 dan PG-57-1 sebanyak 25 lembar/tanaman, varietas Tanggamus 21 lembar/tanaman, dan Anjasmoro 16 lembar/tanaman (Tabel 1)

24 Tabel 1 Pertambahan jumlah daun tanaman pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas Perlakuan Jumlah daun 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST Kombinasi pupuk lembar/tanaman Tanpa pupuk 3.75 cde 7.60 de c cd SP e 7.31 e c cd SP-36+KCl 3.70 de 7.40 e c d SP-36+KCl+DL 3.75 cde 8.50 c ab bc SP-36+KCl+DL+PK 3.98 abcd 8.23 c ab bc SP-36+KCl+DL+PK+MS 4.20 a 9.58 a a a SP-36+AS 3.90 bcde 8.06 cde c bcd SP-36+AS+DL 4.13 abc 8.33 c ab bc SP-36+AS+DL+PK 4.15 ab 8.77 bc b bcd SP-36+AS+DL+PK+MS 4.12 abc 9.38 ab a b Varietas lembar/tanaman Anjasmoro 3.76 b 7.47 c c c Tanggamus 3.95 a 8.64 ab b b SP a 8.96 a a a PG a 8.21 b a a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5%, SP-36 = 200 kg/ha SP-36, KCl = 100 kg/ha KCl,DL = 1 ton/ha dolomit, PK = 2 ton/ha pupuk kandang, AS = 1.2 ton/ha abu sekam, danms = mulsa jerami Tabel 2 menunjukkan adanya interaksi yang nyata di antara perlakuan varietas dengan kombinasi pupuk yang diberikan terhadap peningkatan jumlah daun tanaman pada umur 10 MST. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa aplikasi kombinasi pupuk berbeda memberikan pengaruh yang sama terhadap peningkatan jumlah daun pada varietas Anjasmoro, Tanggamus dan galur SP Tabel 2 Jumlah daun tanaman saat 10 MST setelah pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas Perlakuan Varietas tanaman Anjasmoro Tanggamus SP-30-4 PG-57-1 Kombinasi pupuk lembar/tanaman Tanpa pupuk lm bcdefghijk 23.40bcdefghij defghijklm SP lm efghijklm cdefghijkl bcdefghi SP-36+KCl m fghijklm bcdefghijk bcdefghijk SP-36+KCl+DL klm fghijklm bcde bcde SP-36+KCl+DL+PK hijklm bcdefghijkl bcde bcdefg SP-36+KCl+DL+PK+MS 18.33ghijklm cdefghijklm b a SP-36+AS lm bcdefghijk bcdefghijk bcdefghi SP-36+AS+DL hijklm cdefghijklm bcdefgh bcd SP-36+AS+DL+PK jklm bcdefghijkl bcdef bcdefghij SP-36+AS+DL+PK+MS fghijklm fghijklm bc bcdef Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%. SP-36 = 200 kg/ha SP-36, KCl = 100 kg/ha KCl, DL = 1 ton/ha dolomit, PK = 2 ton/ha pupuk kandang, AS = 1.2 ton/ha abu sekam, dan MS = mulsa jerami 11

25 12 Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pupuk berpengaruh berbeda sangat nyata terhadap peningkatan jumlah daun dalam satu varietas, seperti yang terjadi pada galur PG-57-1, yaitu pada kombinasi pupuk 200 kg/ha SP kg/ha KCl +1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami, jumlah daun sebanyak 37 lembar/tanaman. Perlakuan kombinasi pupuk tersebut merupakan kombinasi yang terbaik pada masingmasing varietas. Peningkatan jumlah daun tanaman dapat meningkatkan jumlah klorofil/tanaman. Klorofil (zat hijau daun) merupakan komponen penting dalam proses fotosintesis (proses penangkapan energi surya untuk mengubah molekul air dan hara menjadi karbohidrat). Peningkatan jumlah daun dan kandungan klorofil di dalam jaringan daun diharapkan dapat meningkatkan kemampuan tanaman berfotosintesis. Peningkatan jumlah klorofil pada jaringan daun dapat ditunjukkan dengan perubahan warna daun yang semakin hijau. Gambar 4 memperlihatkan fenomena perubahan jumlah dan warna daun tanaman. Warna daun tanaman pada 2 MST terlihat sangat hijau karena cadangan makanan yang terkandung di dalam endosperma masih mampu mencukupi kebutuhan energi tanaman. Kondisi jenuh air pada lapisan perakaran mengakibatkan kondisi anaerob (kekurangan oksigen) sehingga reaksi kimia tanah pada lapisan perakaran bersifat reduktif. Reaksi reduktif tersebut mengakibatkan pelepasan unsur-unsur hara termasuk nitrogen pada jaringan perakaran tanaman. Kekurangan nitrogen tersebut selanjutnya diperoleh dari proses pengangkutan unsur hara dari jaringan daun yang banyak mengandung nitrogen. Perubahan warna daun dari hijau menjadi kekuningan (gejala klorosis/kekurangan nitrogen) mulai terlihat pada 3 sampai 5 MST. Perubahan warna daun dapat terjadi karena proses pengangkutan unsur hara yang bersifat mobile (mudah berpindah) terutama nitrogen dari jaringan daun ke jaringan perakaran tanaman (Gambar 4). Aklimatisasi merupakan bentuk adaptasi tanaman terhadap kondisi cekaman jenuh air untuk meningkatkan penyerapan unsur hara dengan melakukan perbaikan sistem perakaran dan peningkatan aktivitas hormon ADH dan MDH. Peningkatan jumlah bintil akar dan pembentukan jaringan aerenkima (rongga perakaran) dapat meningkatkan penyerapan unsur hara. Proses aklimatisasi dicirikan dengan perubahan warna daun tanaman dari kekuningan menjadi hijau kembali. Warna daun tanaman mulai berubah menjadi kehijauan (beraklimatisasi) pada 6 sampai 8 MST, dan menjadi hijau tua (tanaman benar-benar pulih) pada 10 MST. Pertambahan jumlah daun mulai berhenti pada 10 MST. Meskipun penutupan lahan oleh tajuk tanaman sangat rapat, akan tetapi jumlah polong yang terbentuk pada 12 MST terlihat cukup banyak (Gambar 4). Pengangkutan unsur hara juga terjadi pada jaringan daun yang berumur lebih tua atau bagian tanaman lainnya yang berfungsi sebagai source (sumber) ke jaringan daun yang lebih mudaatau bagian tanaman yang berperan sebagai sink (tempat penyimpanan). Polong dan biji tanaman berperan sebagai sink yang kuat. Apabila proses penuaan terjadi dan tanaman sudah tidak mengalami pertumbuhan, maka terjadi pengangkutan unsur hara dari bagian vegetatif ke bagian generatif tanaman. Proses pengangkutan unsur hara tersebut dapat ditunjukkan dari perubahan warna daun dan batang kedelai secara berangsur mulai berubah menjadi kekuningan pada minggu ke-13 dan mulai rontok (siap untuk dipanen) pada umur 14 MST (Gambar 4).

26 13 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 8 MST 10 MST 11 MST 12 MST 13 MST 14 MST Gambar 4 Perubahan jumlah dan warna daun tanaman galur SP-30-4 dengan perlakuan pupuk lengkap pada umur 1 sampai 14 MST Tinggi Tanaman Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan varietas dengan perlakuan kombinasi pupuk pada variabel tinggi tanaman, tetapi pada masing-masing perlakuan terdapat beda nyata pada setiap minggu pengamatan. Pertambahan tinggi tanaman memiliki kemiripan pola pertambahan dengan pertambahan jumlah daun yaitu bertambah secara sigmoid. Perlakuan kombinasi pupuk 200 kg/ha SP ton/ha abu sekam + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami menunjukkan hasil terbaik pada 6, 8 dan 10 MST. Tinggi tanaman pada perlakuan kombinasi pupuk tersebut tidak berbeda nyata dengan kombinasi pupuk yang ditambahkan dolomit, abu sekam dan pupuk kandang. Tinggi tanaman galur SP-30-4 merupakan yang tertinggi dibanding varietas Anjasmoro, Tanggamus, dan galur PG-57-1 (Tabel 3).

27 14 Tabel 3 Pertambahan tinggi tanaman pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas Perlakuan Tinggi tanaman 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST Kombinasi pupuk cm Tanpa pupuk b c c e SP ab c c e SP-36+KCl b c c e SP-36+KCl+DL b bc b cd SP-36+KCl+DL+PK b abc b cd SP-36+KCl+DL+PK+MS ab a ab ab SP-36+AS a abc b d SP-36+AS+DL ab a ab bcd SP-36+AS+DL+PK ab a a abc SP-36+AS+DL+PK+MS ab a a a Varietas cm Anjasmoro a a d d Tanggamus b c c b SP b b a a PG b c b a Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5%. SP-36 = 200 kg/ha SP-36, KCl = 100 kg/ha KCl, DL = 1 ton/ha dolomit, PK = 2 ton/ha pupuk kandang,as = 1.2 ton/ha abu sekam, dan MS = mulsa jerami. Gambar 5 menunjukkan bahwa pada umur 6 MST tajuk tanaman masih terlihat kekuningan dan jarak antar baris masih terlihat. Tajuk tanaman sudah mulai terbentuk sempurna dan jarak antar baris mulai mulai tertutupi tajuk tanaman pada umur 8 MST. Terlihat bahwa tinggi tanaman dalam satu lajur (varietas yang sama) relatif sama (seragam). (A) (B) Gambar 5 Penampilan tajuk tanaman kedelai pada (A) 6 MST warna daun terlihat kekuningan dan (B) 8 MST kemudian berubah menjadi hijau tua Gambar 6 menunjukkan perbandingan tajuk tanaman pada perlakuan kombinasi pupuk yang diberikan pada masing-masing varietas. Tajuk tanaman pada perlakuan tanpa pemupukan terlihat kurus dan lebih pendek jika dibandingkan dengan perlakuan kombinasi pupuk dengan kombinasi pupuk 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha + 2 ton/ dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang sapi + mulsa jerami dan 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit ha + 2 ton/ha pupuk kandang sapi + mulsa jerami.

28 15 galur SP-30-4 (P0) galur SP-30-4 (P5) galur SP-30-4 (P9) galur PG-57-1 (P0) galur PG-57-1 (P5) galur PG-57-1 (P9) varietasanjasmoro (P0) varietasanjasmoro (P5) varietasanjasmoro (P9) varietastanggamus (P0) varietastanggamus (P5) varietastanggamus (P9) Gambar 6 Penampilan tajuktanaman kedelai pada berbagai taraf varietas dan kombinasi pupuk pada umur 4 MST. P0 = tanpa pupuk, P5 = 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha + 2 ton/ dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang sapi + mulsa jerami, dan P9 = 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit ha pupuk kandang sapi + mulsa jerami.

29 16 Umur Berbunga dan Panen Bunga tanaman kedelai muncul di setiap ketiak daun pada umur 4 sampai 5 MST. Bunga kedelai varietas Anjasmoro, Tanggamus, galur SP-30-4 dan PG-57-1 berwarna ungu. Warna polong berubah dari hijau menjadi kecoklatan dan daun tanaman mulai rontok yang merupakan ciri-ciri tanaman kedelai sudah siap untuk dipanen. Warna polong varietas Anjasmoro lebih cerah dan berukuran lebih besar dibandingkan varietas Tanggamus, galur SP-30-4 dan PG-57-1 (Gambar 7). Bunga Anjasmoro Tanggamus SP-30-4 PG-57-1 Anjasmoro Tanggamus SP-30-4 PG-57-1 Gambar 7 Ciri-ciri pembungaan dan panen kedelai Jumlah hari pada 50% tanaman berbunga dan panen tanaman kedelai dipengaruhi oleh faktor genetik (perlakuan varietas) masing-masing tanaman. Galur SP-30-4 dan PG-57-1 membutuhkan waktu pembungaan dan panen lebih lama jika dibandingkan dengan varietas Anjasmoro dan Tanggamus. (Tabel 4). Tabel 4 Umur berbunga dan panen Varietas Umur tanaman (hari) Waktu berbunga Waktu panen Anjasmoro c c Tanggamus b bc SP b a PG a ab Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf uji 5%

30 17 Bobot Kering Tanaman Tidak terjadi interaksi antara perlakuan varietas dengan kombinasi pupuk. Hasil uji beda nyata pada perlakuan kombinasi pupuk menunjukkan bahwa peningkatan bobot tajuk tanaman terjadi setelah penambahan 1.2 ton/ha abu sekam, 1 ton/ha dolomit, 2 ton/ha pupuk kandang, dan mulsa jerami. Bobot kering bintil yang dihasilkan oleh masing-masing varietas berkisar 0.5 sampai 1 g/tanaman, bobot kering akar 1.3 sampai 1.9 g/tanaman, dan bobot tajuk yaitu 8 sampai 15 g/tanaman (Tabel 5). Tabel 5 Bobot kering tanaman pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas Perlakuan Bobot kering tanaman pada 8 MST Bintil Akar Tajuk Kombinasi pupuk g Tanpa pupuk 0.47 c 1.88 a 8.06 c SP abc 1.07 a 9.31 bc SP-36+KCl 0.58 bc 1.23 a 9.26 bc SP-36+KCl+DL 0.69 bc 1.40 a ab SP-36+KCl+DL+PK 0.59 bc 1.78 a a SP-36+KCl+DL+PK+MS 0.84 abc 1.82 a a SP-36+AS 0.56 bc 1.87 a ab SP-36+AS+DL 0.77 abc 1.51 a ab SP-36+AS+DL+PK 0.90 ab 1.34 a abc SP-36+AS+DL+PK+MS 1.09 a 1.71 a ab Varietas g Anjasmoro 0.74 a 1.09 b c Tanggamus 0.74 a 1.89 a ab SP a 1.91 a a PG a 1.35 ab bc Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5%, SP-36 = 200 kg/ha SP-36, KCl = 100 kg/ha KCl, DL = 1 ton/ha dolomit, PK = 2 ton/ha pupuk kandang,, AS = 1.2 ton/ha abu sekam, dan MS = mulsa jerami. Bobot kering bintil dan tajuk pada perlakuan tanpa pemupukan lebih rendah dibanding perlakuan kombinasi pupuk lainnya. Begitu pula pada perlakuan varietas, bobot kering akar dan tajuk varietas Anjasmoro merupakan yang terendah dibandingkan varietas lainnya. Bobot brangkasan (akar + bintil + tajuk) galur SP-30-4 merupakan yang tertinggi dibanding varietas lainnya yaitu sekitar 18 g/tanaman (Tabel 5). Jumlah Cabang dan Bobot 100 Biji Jumlah cabang dan bobot 100 biji tanaman tidak menunjukkan interaksi perlakuan varietas dengan kombinasi pupuk, tetapi terdapat beda nyata pada masing-masing faktor perlakuan yang diuji. Perlakuan kombinasi pupuk P5 (200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami menunjukkan hasil terbaik yaitu 2.65 cabang/tanaman,

31 18 sedangkan hasil terbaik pada perlakuan varietas dicapai galur PG-57-1 yaitu 2.55 cabang/tanaman (Tabel 6). Tabel 6 Jumlah cabang tanaman dan bobot 100 butir biji pada perlakuan pupuk dan varietas Perlakuan Pengamatan saat panen Jumlah cabang/tanaman Bobot 100 butir biji (g) Kombinasi pupuk Tanpa pupuk 1.97 c a SP c a SP-36+KCl 1.93 c a SP-36+KCl+DL 2.38 abc a SP-36+KCl+DL+PK 2.37 abc a SP-36+KCl+DL+PK+MS 2.65 a a SP-36+AS 2.05 bc a SP-36+AS+DL 2.58 a a SP-36+AS+DL+PK 2.23 abc a SP-36+AS+DL+PK+MS 2.49 ab a Varietas Anjasmoro 1.63 b a Tanggamus 2.45 a b SP a 9.85 b PG a 8.82 c Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5%, SP-36 = 200 kg/ha SP-36, KCl = 100 kg/ha KCl, DL = 1 ton/ha dolomit, PK = 2 ton/ha pupuk kandang, AS = 1.2 ton/ha abu sekam, dan MS = mulsa jerami Bobot 100 butir biji tidak dipengaruhi oleh kombinasi pupuk yang diberikan. Meskipun varietas Anjasmoro memiliki jumlah cabang berbeda nyata terendah, akan tetapi memiliki bobot 100 butir biji tertinggi jika dibandingkan dengan varietas yang lainnya. Jumlah cabang varietas Tanggamus tidak berbeda nyata dengan galur SP30-4 dan PG-57-1 (Tabel 6). Jumlah Polong Isi Polong isi adalah polong yang terisi penuh. Peningkatan jumlah polong isi/tanaman dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Jumlah polong isi varietas Anjasmoro tidak berbeda nyata hampir pada setiap perlakuan kombinasi pupuk yang diberikan dan memiliki jumlah polong lebih sedikit dibanding varietas Tanggamus, galur SP-30-4 dan PG Polong yang dihasilkan varietas Anjasmoro meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak, tetapi memiliki ukuran biji lebih besar dibanding dengan varietas Tanggamus, galur SP-30-4 dan galur PG (Tabel 7). Jumlah polong yang dihasilkan varietas Tanggamus, galur SP-30-4 dan PG-57-1 mencapai 100 polong/tanaman setelah mendapat perlakuan kombinasi pupuk dengan penambahan 1 ton/ha dolomit, 2 ton/ha pupuk kandang, 1.2 ton/ha abu sekam, dan mulsa jerami. Jumlah polong terbanyak yaitu 162 polong/tanaman

32 dicapai galur PG-57-1 pada perlakuan kombinasi pupuk 200 kg/ha SP ton/ha abu sekam (Tabel 7). Tabel 7 Jumlah polong isi tanaman saat 12 MST pada berbagai taraf perlakuan kombinasi pupuk dan varietas Perlakuan Varietas tanaman Anjasmoro Tanggamus SP-30-4 PG-57-1 Kombinasi pupuk polong/tanaman Tanpa pupuk qr fghijkl klmno jklmn SP r fghijkl lmnop jklmn SP-36+KCl qr jklmn jklmn jklmno SP-36+KCl+DL opqr jklmn cdef efghi SP-36+KCl+DL+PK pqr def defg defghi SP-36+KCl+DL+PK+MS nopq cde fghijk cde SP-36+AS pqr fghij hijklm a SP-36+AS+DL mnop defg bc defg SP-36+AS+ DL + PK opqr defg efghi cde SP-36+AS+DL+PK+MS pqr def defg cd Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α= 5%. SP-36 = 200 kg/ha SP-36, KCl = 100 kg/ha KCl, DL = 1 ton/ha dolomit, PK = 2 ton/ha pupuk kandang, AS = 1.2 ton/ha abu sekam, dan MS = mulsa jerami. Gambar 8 memperlihatkan perbedaan warna daun dan jumlah polong masing-masing varietas kedelai pada umur 12 MST. Polong varietas Anjasmoro dan Tanggamus mulai berubah warna menjadi kuning kecoklatan pada umur 12 MST. Meskipun berukuran lebih besar, polong yang dihasilkan varietas Anjasmoro terlihat lebih sedikit dibanding varietas lainnya. Warna daun varietas Anjasmoro dan Tanggamus mulai berubah menjadi kekuningan dan mulai rontok pada umur 12 MST, sedangkan warna polong dan daun dari galur SP-30-4 dan PG-57-1 masih terlihat kehijauan. Jumlah cabang dan polong yang dihasilkan tanaman pada perlakuan tanpa pemupukan tampak lebih sedikit dibanding dengan perlakuan pupuk 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami (P5) dan 200 kg/ha SP ton/ha abu sekam + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami (P9). Terlihat bahwa jumlah cabang yang terbentuk pada varietas Tanggamus, galur SP-30-4 dan PG-57-1 berjumlah lebih banyak dibanding varietas Anjasmoro (Gambar 8). 19

33 20 varietas Anjasmoro (P0) varietas Anjasmoro (P5) varietas Anjasmoro (P9) varietas Tanggamus (P0) varietas Tanggamus P5 varietas Tanggamus (P9) galur SP-30-4 (P0) galur SP-30-4 (P5) galur SP-30-4 (P9) galur PG-57-1 (P0) galur PG-57-1 (P5) galur PG-57-1 (P9) Gambar 8 Penampilan polong kedelai pada beberapa taraf kombinasi perlakuan varietas dan pupuk. P0: tanpa pupuk, P5: 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami, P9: 200 kg/ha SP ton/ha abu sekam + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami, umur tanaman 12 MST

34 21 Jumlah Buku Produktif Buku produktif adalah buku yang menghasilkan polong, terdapat 2 sampai 8 polong isi/buku produktif. Peningkatan jumlah buku produktif diharapkan meningkatkan produksi polong/tanaman. Polong tersusun pada tangkai bunga yang menjuntai sejajar dengan arah cabang tanaman(gambar 9). Polong 1 tangkaibunga bukuproduktif Gambar 9 Penampilan polong kedelai galur PG-57-1 pada perlakuan pupuk 1.2 ton/ha abu sekampada umur 12 MST Terdapat interaksi sangat nyata antara perlakuan varietas dan kombinasi pupuk terhadap peningkatan jumlah buku/tanaman. Kombinasi pupuk 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami dapat menghasilkan buku/tanaman teranyak pada masing-masing varietas. Jumlah buku varietas Anjasmoro di bawah 15 buku/tanaman, sedangkan Tanggamus, galur SP-30-4 dan PG-57-1 di atas 20 buku/tanaman (Tabel 8). Tabel 8 Jumlah buku produktif tanaman saat 10 MST pada berbagai taraf kombinasi pupuk dan varietas Perlakuan Varietas tanaman Anjasmoro Tanggamus SP-30-4 PG-57-1 Kombinasi pupuk buku/tanaman Tanpa pupuk 9.81 j cdefg fghi cdef SP j fghi fghi cdef SP-36+KCl j defgh bcdef defg SP-36+KCl+DL ij efgh bcde bcd SP-36+KCl+DL+PK ij cdef bcde bc SP-36+KCl+DL+PK+MS ghij cdef bcd a SP-36+AS 9.87 j cdefg efgh b SP-36+AS+DL ij bcdef bcdef bc SP-36+AS+DL+PK ij cdefg bcde bcd SP-36+AS+DL+PK+MS hij bcdef bcde b Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α= 5%. SP-36 = 200 kg/ha SP-36, KCl = 100 kg/ha KCl, DL = 1 ton/ha dolomit, PK = 2 ton/ha pupuk kandang, AS = 1.2 ton/ha abu sekam, dan MS = mulsa jerami.

35 22 Hasil Panen Ubinan Gambar 10 merupakan proses pemanenan petak penelitian. Tanaman contoh dipanen setelah tanaman pinggir dipanen terlebih dahulu. Masing-masing petak kemudian diubin, ukuran ubin 1.2 m x 1 m. Tanaman hasil pengubinan kemudian dikeringkan sebelum dilakukan pengukuran dan dipisahkan menurut variabel yang akan diamati. Pembalikan tajuk tanaman merupakan salah satu cara praktis untuk mengeringkan polong tanaman di lahan sebelum dilakukan prontokan biji menggunakan mesin perontok padi. Pemisahan tanaman pinggir dari tanaman contoh Hasil ubinan diikat bersama plang identitas perlakuan Pembalikan tajuk sampai polong mengering Gambar 10 Pemanenan tanaman contoh Hasil sidik ragam pada Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat interaksi sangat nyata antara perlakuan kombinasi pupuk dengan varietas terhadap peningkatan hasil panen ubinan. Terjadi peningkatan produktivitas pada varietas Anjasmoro apabila kombinasi pupuk yang diberikan semakin lengkap. Varietas Tanggamus memiliki produktivitas rata-rata lebih tinggi dibanding varietas Anjasmoro, galur SP-30-4 dan PG Hasil ubinan tertinggi yaitu seberat g/1.2 m 2 dicapai varietas Tanggamus pada perlakuan kombinasi pupuk 200 kg/ha SP kg KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang. Tabel 9 Hasil panen ubinan pada berbagai taraf kombinasi perlakuan pupuk dan varietas Perlakuan Varietas tanaman Anjasmoro Tanggamus SP-30-4 PG-57-1 Kombinasi pupuk g/1.2 m Tanpa pupuk q cdefghijkl lmnop mnopq SP pq efghijklm hijklmno klmnop SP-36+KCl opq efghijkl jklmnop nopq SP-36+KCl+DL klmno bcdefghij fghijklm ghijklmn SP-36+KCl+DL+PK c a efghijklm ghijklmn SP-36+KCl+DL+PK+MS abc abcdef fghijklm cdefghijkl SP-36+AS opq cdefghijkl ijklmno abcdef SP-36+AS+DL bcefghi ab abcde defghijkl SP-36+AS+DL+PK efghijklm bcdefg bcdefghi bcdefgh SP-36+AS+DL+PK+MS fghijklm abcd ijklmno bcdefghijk Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α =5%. SP-36 = 200 kg/ha SP-36, KCl = 100 kg/ha KCl, DL = 1 ton/ha dolomit, PK = 2 ton/ha pupuk kandang, AS = 1.2 ton/ha abu sekam, dan MS = mulsa jerami

36 23 Produktivitas Tanaman Hasil sidik ragam menunjukkan terdapat interaksi sangat nyata antara perlakuan varietas dengan kombinasi pupuk terhadap peningkatan produktivitas tanaman. Produktivitas tanaman pada Tabel 10 merupakan hasil konversi dari bobot biji hasil pengubinan pada masing-masing kombinasi perlakuan (Tabel 9). Terlihat bahwa produktivitas tanaman yang dihasilkan di atas 2 ton/ha meskipun tanpa perlakuan kombinasi pupuk. Penambahan abu sekam 200 kg/ha SP ton/ha memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi dengan komposisi 200 kg/ha SP-36 + KCl 100 kg/ha. Produktivitas pada masing-masing varietas lebih tinggi dari perlakuan tanpa pemupukan setelah aplikasi kombinasi pupuk dengan penambahan 1 ton/ha dolomit, 1.2 ton/ha abu sekam, 2 ton/ha pupuk kandang dan mulsa jerami. Produktivitas tertinggi yaitu 4.76 ton/ha dicapai perlakuan varietas Tanggamus dengan perlakuan kombinasi pupuk 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang. Produktivitas tertinggi yang dapat dicapai oleh varietas selain Tanggamus yaitu: Anjasmoro sebesar 4.26 ton/ha, SP-30-4 sebesar 4.04 ton/ha dan PG-57-1 sebesar 4.03 ton/ha (Tabel 10) Tabel 10 Produktivitas tanaman pada berbagai taraf kombinasi pupuk dan varietas Perlakuan Varietas Anjasmoro Tanggamus SP-30-4 PG ton/ha Kombinasi pupuk Tanpa pupuk 2.05 q 3.52 cdefghijkl 2.82 lmnop 2.48 mnopq SP pq 3.26 efghijklm 3.10 hijklmno 2.84 klmnop SP-36+KCl 2.34 opq 3.34 efghijkl 2.88 jklmnop 2.43 nopq SP-36+KCl+DL 2.96 klmno 3.69 bcdefghij 3.22 fghijklm 3.16 ghijklmn SP-36+KCl+DL+PK 3.95 c 4.76 a 3.24 efghijklm 3.20 ghijklmn SP-36+KCl+DL+PK+MS 4.26 abc 4.02 abcdef 3.23 fghijklm 3.56 cdefghijkl SP-36+AS 2.36 opq 3.58 cdefghijkl 3.04 ijklmno 4.03 abcdef SP-36+AS+DL 3.85 bcefghi 4.39 ab 4.04 abcde 3.41 defghijkl SP-36+AS+DL+PK 3.24 efghijklm 3.94 bcdefg 3.83 bcdefghi 3.88 bcdefgh SP-36+AS+DL+PK+MS 3.28 fghijklm 4.16 abcd 3.05 ijklmno 3.65 bcdefghijk Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α =5%. (DL = dolomit 1 ton/ha, PK = pupuk kandang 2 ton/ha, AS = abu sekam 1.2 ton/ha, dan MS = mulsa jerami). Pembahasan TanggapTanamanKedelaiterhadapBudidayaJenuh Air Proses aklimatisasi tanaman terhadap kondisi jenuh air dicirikan dengan gejala penguningan pada daun tanaman (klorosis). Pada tahap ini perlu dilakukan penyemprotan urea. Konsentrasi urea yang digunakan 10 g urea/l air, dosis aplikasi 4 kg urea/ha pada volume semprot 400 l/ha setiap satu minggu sekali sampai tanaman pulih. Penyemprotan urea dilakukan untuk menyuplai hara nitrogen melalui daun. Tanaman pada penelitian mengalami klorosis dimulai pada 2 sampai 4 MST. Secara berangsur pulih (warna daun menjadi kehijauan) pada 5 dan 6 MST, selanjutnya tanaman benar-benar pulih pada 8 MST (Gambar 5). Peningkatan penyerapan unsur hara khususnya nitrogen pada tahap akhir

37 24 aklimatisasi karena terjadi peningkatan aktifitas nodulasi dan fiksasi nitrogen (Ghulamahdi 2006). Kandungan pirit pada lahan penelitian sangat tinggi dan tanah tergolong masam (Lampiran 2) berpotensi meningkatkan cekaman lingkungan akibat reaksi oksidasi pirit. Meskipun demikian terbukti bahwa tidak terjadi cekaman pirit yang berlebihan. Nilai kejenuhan basa (KB) sebesar 78.95% tergolong sangat tinggi. Artinya apabila air cukup tersedia, kation-kation basa (Na, K, Mg dan Ca) yang terkandung di dalam tanah dapat bereaksi dengan senyawa pirit yang teroksidasi, sehingga mencegah penurunan derajat kemasaman (ph) tanah. Teknologi budidaya jenuh air sangat berperan dalam mencukupi kebutuhan air, meningkatkan derajat kemasaman (ph) tanah, meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P, Ca, dan K serta meningkatkan KTK tanah. Hal tersebut terbukti pada perlakuan kombinasi pupuk tanpa perlakuan pupuk memperoleh produksi biji yang tidak berbeda nyata dengan pemupukan 200 kg/ha SP-36 dan 200 kg/ha SP kg/ha KCl pada masing-masing varietas dengan perlakuan (Tabel 10). Pengaruh Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut Interaksi antara faktor kombinasi pupuk dan varietas terjadi pada beberapa karakter yaitu: jumlah daun (Tabel 2), jumlah polong isi (Tabel 7), buku produktif (Tabel 8), produktivitastanaman (Tabel 10) menunjukkan adanya interaksi yang nyata. Hubungan interaksi tersebut membuktikan bahwa jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah polong isi, jumlah buku produktif dan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh karakter genetik tanaman dan kombinasi pupuk yang diberikan. Varietas Anjasmoro lebih responsif terhadap pemupukan, peningkatan produktivitas tanaman mengalami peningkatan apabila kombinasi pupuk yang diberikan semakin lengkap. Produktivitas varietas Anjasmoro dapat mencapai 4.26 ton/ha (Tabel 10) meskipun pada variabel jumlah daun (Tabel 1), tinggi tanaman (Tabel 5), bobot kering tanaman (Tabel 4), jumlah cabang (Tabel 6) dan jumlah polong isi (Tabel 7) varietas Anjasmoro lebih rendah dari varietas Tanggamus, galur PG-57-1 dan SP Angka produktivitas tersebut dapat dicapai karena pada variabel bobot biji varietas Anjasmoro (16 g/100 butir biji) lebih berat hampir dua kali lipat dari dari varietas lainnya (Tabel 6). Galur SP-30-4 dan PG-57-1 memiliki karakter vegetatif dan generatif yang mirip dengan varietas Tanggamus. Meski bobot 100 biji hanya 8 sampai 9 g (Tabel 6), produktivitas galur SP-30-4 dan 57-1 dapat mencapai 4 ton/ha. Hal tersebut terjadi karena pada beberapa karakter vegetatif maupun generatif (jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah polong isi) lebih baik dari varietas Tanggamus dan Anjasmoro. Kestabilan respon terhadap pemupukan pada varietas Tanggamus dapat dibuktikan dari sisi produktivitas tanaman. Produktivitas varietas Tanggamus dapat mencapai 3 ton/ha meskipun tanpa perlakuan pemupukan. Produktivitas varietas Tanggamus sebesar 4.76 ton/ha merupakan produktivitas tertinggi dibanding produktivitas galur PG-57-1, SP-30-4 dan varietas Anjasmoro, (Tabel 10). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada beberapa variabel yang diamati pada beberapa karakter tanaman kedelai sangat dipengaruhi oleh ekspresi dari

38 genotipe tanaman. Artinya tidak terjadi interaksi diantara faktor perlakuan kombinasi pupuk yang dengan varietas. Karakter tersebut yaitu: tinggi tanaman, waktu 50 % tanaman berbunga dan panen (Tabel 4), bobot kering bintil, akar dan tajuk (Tabel 5),serta bobot 100 biji dan jumlah cabang (Tabel 6). Artinya ekspresi karakter tersebut tidak berbeda nyata antar perlakuan kombinasi pupuk. Pengaruh Kombinasi Pupuk terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Kedelai pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut Tinggi tanaman (Tabel 2), bobot bintil dan tajuk (Tabel 4), jumlah cabang (Tabel 5), dan jumlah polong isi (Tabel 7) pada perlakuan tanpa pemupukan, masing-masing varietas memperoleh hasil terendah dibanding perlakuan kombinasi pupuk lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa penanaman kedelai di lokasi penelitian masih membutuhkan pemupukan. Kemasaman lahan dan penjerapan hara diduga diakibatkan oleh cekaman Fe sehingga menyebabkan berkurangnya ketersediaan hara bagi tanaman. Sesuai dengan hasil analisis hara tanah di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kandungan Fe sangat tinggi dan lahan tergolong dalam kategori masam (Lampiran 2). Peningkatan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh proses penyerapan unsur hara di dalam tanah. Kandungan dan ketersediaan unsur hara bagi tanaman dapat dilihat dari bobot biomassa yang dapat dipanen. Peningkatan jumlah polong isi (Tabel 8) dan hasil panen ubinan (Tabel 9) mulai terlihat pada perlakuan kombinasi pupuk dengan komposisi 200 kg/ha SP-36 + (100 kg/ha KCl atau 1.2 ton/ha abu sekam) + 1 ton/ha dolomit, produktivitas tanaman dapat mencapai 3 ton/ha (Tabel 10). Semakin lengkap kombinasi pupuk yang diberikan, meningkatkan produktivitas varietas Anjasmoro dan produktivitasnya mencapai 4 ton/ha pada perlakuan kombinasi pupuk (200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami (Tabel 10). Bobot biomassa yang dihasilkan tanaman menunjukkan hasil bersih dari fotosisntesis setelah yaitu total energi fotosisntesis dikurangi energi untuk regulasi (kelangsungan hidup) tanaman, sedangkan bobot biji/tanaman merupakan bobot biomassa kedelai yang dapat dipanen. Peningkatan produktivitas tanaman setelah penambahan 1 ton/ha dolomit menujukkan telah terjadi peningkatan ketersediaan hara bagi tanaman. Hal tersebut dapat terjadi karena proses reaksi reduksi terhadap senyawa oksida pirit dan sulfat di dalam tanah. Reaksi reduksi tersebut dapat mengakibatkan peningkatan derajat ph tanah sehingga ketersediaan unsur hara bagi tanaman meningkat. Peningkatan ph dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman (Koesrini dan William 2006). Pemupukan 200 kg/ha SP ton/ha abu sekam terbukti meningkatkan produktivitas tanaman yang tidak berbeda nyata dengan penggunaan 200 kg SP kg/ha KCl kecuali pada galur PG Abu sekam cukup baik dalam mempertahankan kelembaban tanah. Partikel abu yang berstruktur remah dan mudah menyerap air diduga mempermudah proses pertukaran air dan hara yang terlarut di dalam airdengan permukaan akar tanaman. Penggunaan abu sekam merupakan langkah yang mudah dan murah untuk menggembalikan unsur hara terutama Kalium. Pemanfaatan sekam padi selama ini masih terbatas pada penggunaan energi panas hasil pembakaran untukindustri bata merah. Sedangkan abu sekam hasil pembakaran masih belum termanfaatkan 25

39 26 secara optimal. Pemanfaatan abu sekam sebagai pengganti pupuk KCl dapat mencegah terjadinya pengankutan unsur hara kalium melalui hasil panen. Menurut analisis harga, penggunaan abu sekam lebih murah sekitar Rp ,-/ha lahan. Bintil akar merupakan mikroorganisme tanah yang bersimbiosis dengan tanaman kedelai. Kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai, terutama ketersediaan bahan organik dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan perkembanganmikroorganisme tersebut.perlakuan kombinasi pupuk dengan penambahan abu sekam meningkatkan bobot kering bintil akar/tanaman. Hal tersebut dapat terjadi karena abu sekam merupakan bahan organik yang mengandung zat-zat organik (senyawa karbon, oksigen, nitrogen dan sulfur, kalium) yang terurai karena proses pembakaran. Sehingga pemupukan menggunakan abu sekam dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah. Semakin banyak bakteri penambat nitrogen (Rhizhobium sp.) yang tumbuh dan berkembang maka terjadi peningkatan jumlah nitrogen yang terfiksasi.bobot bintil akar dapat dijadikan parameter untuk mengamati pertumbuhan dan perkembangan bakteri penambat nitrogen tersebut. Bobot bintil akar yang dihasilkan perlakuan kombinasi pupuk yang ditambahankan 1.2 ton/ha abu sekam lebih tinggi dibanding dengan penambahan 100 kg/ha pupuk kalium (Tabel 5). Pertumbuhan tanaman terbaik terdapat pada perlakuan kombinasi pupuk dengan penambahan pupuk kandang dan mulsa jerami. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, penggunaan mulsa jerami dapat mempertahankan kelembaban tanah lebih lama jika dibandingkan dengan tanpa penggunaan mulsa jerami. Hal tersebut dapat terjadi karena mulsa jerami dapat mengurangi laju evaporasi (penguapan air pada lapisan permukaan tanah). Selanjutnya, pupuk kandang dapat memperbaiki agregat (struktur) tanah sehingga dapat meningkatkan daya jerap tanah terhadap air dan hara. Pertumbuhan gulma pada perlakuan mulsa jerami relatif tertekan bahkan tidak dapat tumbuh. Selain itu, terdapat lebih banyak organisme tanah (cacing tanah, kelabang, jangkrik, dan semut) yang berada pada lapisan perakaran tanaman. Keberadaan organisme tanah tersebut dapat mengurai bahan organik tanah serta meningkatkan pori-pori tanah sehingga tanah lebih gembur dan subur. Proses penguraian pupuk kandang dan jerami dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang baik bagi pertumbuhan organisme tanah. Rekomendasi Kombinasi Pupuk dan Varietas untuk Penanaman Kedelai dengan Budidaya Jenuh Air di Lampung Timur Budidaya kedelai jenuh air pada perlakuan kombinasi pupuk dengan komposisi 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami dan 200kg/ha SP ton/ha abu sekam + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang + mulsa jerami menunjukkan hasil terbaik pada masing-masing varietas pada beberapa variabel pengamatan (jumlah daun, tinggi tanaman, bobot kering tajuk pada 8 MST, jumlah cabang, jumlah buku produktif, dan jumlah polong isi). Meskipun demikian pemanfaatan 1.2 ton/ha abu sekam untuk menggantikan 100 kg/ha pupuk KCl dapat dilakukan karena kandungan unsur hara keduanya relativ setara. Abu sekam secara ekologis dapat mengurangi pengangkutan hara melalui hasil panen, harganya lebih murah dan cukup tersedia.

40 Melalui penerapan budidaya jenuh air yang dikombinasikan dengan penggunaan amelioran (dolomit, pupuk kandang dan mulsa jerami), produktivitas kedelai varietas Anjasmoro Tanggamus, galur SP-30-4 dan PG-57-1 dapat mencapai 4 ton/ha. Produktivitas tertinggi yaitu 4.76 ton/ha dicapai perlakuan varietas Tanggamuspada perlakuan kombinasi pupuk 200 kg/ha SP kg/ha KCl + 1 ton/ha dolomit + 2 ton/ha pupuk kandang. Sedangkan produktivitas tertinggi yang dapat dicapai oleh varietas selain Tanggamus yaitu: Anjasmoro sebesar 4.26 ton/ha, SP-30-4 sebesar 4.04 ton/ha dan PG-57-1 sebesar 4.03 ton/ha (Tabel 10). Berdasarkan produktivitas tertinggi yang dapat dicapai, terbukti bahwa varietas Tanggamus merupakan varietas yang paling cocok dibudidayakan pada lahan pasang surut di Lampung Timur. Pemilihan varietas yang digunakan juga disesuaikan dengan ketersediaan benih dan tingkat kesukaan petani. Meskipun produktivitas varietas Tanggamus lebih tinggi, akan tetapi petani cenderung lebih menyukai varietas Anjasmoro dibanding karena ukuran biji lebih besar, bentuk bulat pepat, warna kuning mulus dan rasanya lebih manis. Peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dengan Penerapan Teknologi Budidaya Jenuh Air Telah diketahui bahwa indeks pertanaman (IP) daerah rawa pasang surut di Lampung Timur yaitu 1 musim tanam/tahun (IP-100) tetapi setelah budidaya kedelai jenuh air dapat dilakukan, terjadi peningkatan IP menjadi 2 kali musim tanam/tahun (IP-200). Gambar 11 memperlihatkan waktu yang tepat (menghindari banjir) untuk melakukan penanaman padi dan kedelai. 27 Gambar 11 Peningkatan indeks pertanaman (IP) dapat dilakukan dengan melakukan penanaman kedelai setelah musim tanam padi Gambar 11 menunjukkan bahwa terdapat 2 puncak musim penghujan yang terjadi pada bulan Mei dan Desember sehingga berpotensi untuk menyebabkan banjir. Penyiapan lahan dan penyemaian tanaman padi biasanya dilakukan pada bulan Januari, selanjutnya melakukan penanaman pada awal bulan Februari.

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala PENDAHULUAN Produksi kedelai nasional baru memenuhi 35-40 %, dengan luas areal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei 2010. Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor sub pertanian tanaman pangan merupakan salah satu faktor pertanian yang sangat penting di Indonesia terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI Fitri Handayani 1, Nurbani 1, dan Ita Yustina 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur; 2 Balai Pengkajian

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN 1979 5777 55 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) VARIETAS LOKAL MADURA PADA BERBAGAI JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK FOSFOR Nurul Hidayat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di UPT Balai Benih Induk (BBI) Palawija Dinas Pertanian Tanjung Selamat, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang Medan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai (Glycine max (L) Merril ) merupakan tanaman pangan semusim dari famili Leguminoseae. Tanaman kedelai termasuk berbatang semak yang dapat mencapai ketinggian antara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Pertumbuhan Tanaman Sengon Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi pengaruh antara abu terbang dan bahan humat pada peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai April sampai Juni 2010 di Vegetable Garden, Unit Lapangan Darmaga, University Farm, IPB Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian berada pada ketinggian

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

JURNAL SAINS AGRO

JURNAL SAINS AGRO JURNAL SAINS AGRO http://ojs.umb-bungo.ac.id/index.php/saingro/index e-issn 2580-0744 KOMPONEN HASIL DAN HASIL KACANG TANAH TERHADAP PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DAN DOLOMIT DI TANAH MASAM JENIS ULTISOL

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI PTT menerapkan komponen teknologi dasar dan pilihan. Bergantung kondisi daerah setempat, komponen teknologi pilihan dapat digunakan sebagai komponen teknologi : Varietas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum dan Agroekologi Lokasi Penelitian Secara geografis provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi di utara, provinsi Kepulauan Bangka-Belitung di timur,

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam Secara teoritis lahan kering di Indonesia dibedakan menjadi dua kategori, yaitu lahan kering beriklim kering, yang banyak dijumpai di kawasan timur Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Lokasi ini memiliki ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci