KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AKBAR SUMIRTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AKBAR SUMIRTO"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AKBAR SUMIRTO DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Akbar Sumirto NIM E

4 ABSTRAK AKBAR SUMIRTO. Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO. Kelelawar merupakan salah satu jenis mamalia yang memiliki peranan penting bagi masyarakat. Peranan tersebut antara lain sebagai agen penyerbuk tumbuhan, pemencar biji, penghasil pupuk guano, dan sebagai pengendali populasi serangga hama tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis kelelawar serta mengukur kesamaan komunitas kelelawar pada habitat sawah, kebun dan hutan. Jumlah jenis kelelawar yang berhasil tertangkap selama penelitian sebanyak 11 jenis dari empat famili, yakni: Hipposideridae (1 jenis), Vespertilionidae (4 jenis), Rhinolophidae (1 jenis), dan Pteropodidae (5 jenis). Indeks keanekaragaman jenis kelelawar di habitat kebun sebesar 1.80, habitat hutan sebesar 1.64 dan pada habitat sawah sebesar Kesamaan komunitas kelelawar pada kebun-sawah sebesar 0.72, hutan-kebun sebesar 0.46 dan hutansawah sebesar Kata kunci: keanekaragaman jenis, kelelawar, kesamaan komunitas, kebun ABSTRACT AKBAR SUMIRTO. Bats Diversity in Cikarawang Village Dramaga District Bogor Regency West Java Province. Supervised by AGUS PRIYONO KARTONO. Bat is one type of mammals having an important role for human life. The role consist of plants pollinators agent, plant seed disperser, producing guano for fertilizer, and as controlling pests insect of plants. This study aims to identify the bats species and measuring bats community similarity between paddy fields, garden, and forest habitat. The amount of the successful caught during this studies about 11 species of four family, namely: Hipposideridae (1 species), Vespertilionidae (4 species), Rhinolophidae (1 species), and Pteropodidae (5 species). Diversity index of bats in garden habitat is 1.80, forest habitat is 1.64, and paddy field habitat is 1.29 respectivelly. Similarity of bats community betwee garden and paddy field habitat is 0.72, between forest and garden habitat is 0.46, and between forest and paddy field is 0.36 respectivelly. Keywords: biodiversity, bats, community similarity, garden

5 KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR DI DEDA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT AKBAR SUMIRTO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat Nama NIM : Akbar Sumirto : E Disetujui oleh Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. Dosen Pembimbing Diketahui oleh Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga skripsi ini dapat dilaksanakan. Penelitian dan pengumpulan data lapangan tentang Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat ini dilaksanakan mulai Mei 2012 hingga Oktober Kelelawar memegang peranan penting sebagai pengendali populasi serangga hama, pemencar biji tumbuhan dan penyerbuk tumbuhan. Kelelawar dapat ditemukan di berbagai tipe ekosistem, baik ekosistem hutan dataran rendah maupun areal pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis kelelawar dan mengukur kesamaan komunitas kelelawar antara habitat hutan, kebun dan sawah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam pelestarian kelelawar. Bogor, Mei 2013 Akbar Sumirto

9 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Habitat Penelitian 2 Bahan dan Alat 2 Jenis Data 2 Metode Pengumpulan Data 3 Pengolahan dan Analisis Data 3 Identifikasi Jenis Kelelawar 3 Keanekaragaman Jenis 3 Kemerataan Jenis 4 Indeks Dominansi 4 Kesamaan Komunitas 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Hasil Penelitian 5 Kekayaan Jenis 5 Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis 8 Kesamaan Komunitas 9 Pembahasan 9 Kekayaan Jenis 9 Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis 12 Kesamaan komunitas 12 SIMPULAN DAN SARAN 12 Simpulan 12 Saran 12 DAFTAR PUSTAKA 12 RIWAYAT HIDUP 14 vii vii

10 DAFTAR TABEL 1 Jenis-jenis kelelawar yang ditemukan pada tiga tipe habitat 5 2 Nilai indeks kesamaan komunitas Morisita-Horn 9 DAFTAR GAMBAR 1 Ukuran tubuh kelelawar 2 2 Ukuran tengkorak dan rumus gigi kelelawar untuk identifikasi 3 3 Ukuran tulang jari tangan kelelawar 4 4 Perbandingan jumlah jenis dan individu tiap famili 6 5 Jenis kelelawar C. brachyotis 6 6 Jumlah jenis ditemukan pada setiap famili 6 7 Akumulasi spesies berdasarkan habitat dan ulangan 7 8 Keberhasilan pemerangkapan kelelawar pada setiap tipe habitat 8 9 Indeks keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap tipe habitat 8 10 Indeks kemerataan jenis (E) kelelawar pada setiap tipe habitat 9 11 Indeks dominansi (D) jenis kelelawar pada setiap tipe habitat 9

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelelawar merupakan anggota kelas mamalia yang dapat terbang. Kelelawar termasuk kedalam ordo Chiroptera yang memiliki jumlah jenis terbanyak kedua setelah kelas Rodentia, yang memiliki 188 marga dan 977 jenis. Ordo Chiroptera dibagi menjadi dua sub ordo, yaitu Sub Ordo Megachiroptera dengan satu famili yakni Pteropodidae yang memiliki 163 jenis dan Sub Ordo Microchiroptera dengan 17 famili yang meliputi 814 jenis (Corbet & Hill 1992). Megachiroptera lebih dikenal sebagai kelelawar pemakan buah. Penyebaran spesies kelelawar pada Megachiroptera meliputi Afrika, Asia Tropis, India, Australia dan pulaupulau di sekitar samudra. Megachiroptera berukuran relatif besar (20-1,500 g) dan terutama memakan buah, nektar, serbuk sari, bunga, dan daun. Kelelawar Microchiroptera dapat ditemukan di hampir semua benua, kecuali Antartika. Jenis kelelawar dari Sub Ordo Microchiroptera pada umumnya memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil (1,5-150 g) dan menunjukkan kebiasaan makan lebih beragam sehingga dapat dikelompokkan ke dalam insectivorous, frugivorous, nectarivorous, ichthyophagous, dan sanguivorous (Altringham 1996). Suyanto (2001) menyatakan bahwa sebanyak 205 jenis (21%) dari seluruh jenis kelelawar yang ada di dunia ditemukan di Indonesia. Jumlah jenis ini meliputi 72 jenis kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) dan 133 jenis kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera). Kelelawar memiliki peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Peranan tersebut antara lain sebagai pengendali hama serangga, penyerbuk bunga tumbuhan, pemencar biji tumbuhan, dan penghasil pupuk guano. Di beberapa daerah, kelelawar ditangkap oleh manusia untuk digunakan sebagai bahan obat atau bahkan untuk dikonsumsi. Meskipun memiliki peran yang penting, namun kelelawar masih dianggap sebagai hama perusak tanaman perkebunan maupun pertanian oleh sebagian besar masyarakat sehingga sering terjadi pengusiran, pembunuhan, atau bahkan perusakan habitat kelelawar. Upaya konservasi kelelawar perlu dilakukan guna melestarikan kekayaan jenis dan populasi kelelawar, terutama yang terdapat di Indonesia. Upaya konserasi dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain penyuluhan kepada masyarakat guna memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang peran penting kelelawar bagi kehidupan manusia, serta penelitian untuk mendapatkan pengetahuan tentang ekologi kelelawar. Sebagai langkah awal konservasi kelelawar maka diperlukan pengetahuan tentang keanekaragaman jenis kelelawar dan penggunaan habitat oleh kelelawar. Oleh karena itu penelitian tentang keanekaragaman jenis kelelawar ini perlu dilakukan guna memberikan data dan informasi dasar mengenai sebaran jenis kelelawar berdasarkan tipe habitat. Tujuan Penelitian Penelitian mengenai keanekaragaman jenis kelelawar di Desa Cikarawang ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi keanekaragaman jenis kelelawar. 2) Mengidentifikasi kesamaan komunitas kelelawar pada habitat sawah, kebun, dan hutan.

12 2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain: 1) Menyediakan data dan informasi mengenai jenis-jenis kelelawar. 2) Menyediakan data dan informasi mengenai kesamaan komunitas kelelawar pada areal sawah, kebun, dan hutan. METODE Habitat Penelitan Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat pada bulan Mei hingga Oktober Desa Cikarawang memiliki ketinggian tempat 700 meter diatas permukaan laut. Ratarata curah hujan tehunan berkisar antara mm/tahun dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 25 C-30 C. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 95% dan air. Peralatan yang digunakan adalah harp trap (perangkap harpa), mist net (jaring kabut), tali tambang, sarung tangan wol, kain blacu untuk kantung spesimen, neraca (100 g), kaliper, jarum suntik, toples spesimen, kapas, kantong plastik, sarung tangan karet, kertas label dan kamera digital. Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: 1. Ukuran bagian-bagian tengkorak, jumlah gigi seri dan panjang tulang jari sayap kelelawar mengikuti Corbet & Hill (1992). 2. Karakteristik morfologi mencakup: bobot badan (BB), panjang ekor (E), panjang badan hingga kepala (PB), panjang kaki belakang tanpa cakar (KB), panjang telinga (T), panjang lengan bawah sayap/radius-ulna (LB) dan panjang betis/tibia-fibula (B). Karakteristik tersebut seperti disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Ukuran Tubuh Kelelawar Data penunjang yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi kondisi umum lokasi penelitian dan kondisi flora yang ada di habitat penelitian.

13 Metode Pengumpulan Data Kegiatan penangkapan kelelawar dilakukan dengan menggunakan perangkap harpa (harp trap) dan jaring kabut (mist net) pada tiga tipe habitat, yakni habitat hutan, kebun, dan sawah. Penempatan perangkap harpa maupun jaring kabut dilakukan dengan memperhatikan jalur lintasan terbang kelelawar. Upaya pemerangkapan pada setiap tipe habitat adalah 30 malam-perangkap, yakni di setiap habitat dipasang 2 perangkap setiap malam dengan lama pengamatan 15 hari. Perangkap dipasang pada sore hari sekitar pukul 16:00 WIB dan digulung pada sekitar pukul 07:00 WIB. Pemeriksaan hasil pemerangkapan dilakukan dua kali setiap malam-perangkap, yakni pada setiap pukul 19:00 21:00 dan pada pukul 06:00 07:00 WIB. Individu kelelawar yang tertangkap dilepaskan dari perangkap secara hatihati agar tidak mengakibatkan kematian. Individu tersebut selanjutnya dicatat jenis dan jumlah individu setiap jenis yang tertangkap. Selain jenis dan jumlah individu, dilakukan juga pengukuran terhadap bobot tubuh, jenis kelamin, serta ukuran morfologi kelelawar. Identifikasi terhadap jenis dilakukan dengan menggunakan buku panduan identifikasi kelelawar. Identifikasi Jenis Kelelawar Pengolahan dan Analisis Data Data mengenai ukuran morfologi kelelawar dikumpulkan untuk menentukan jenis berdasarkan kunci identifikasi pada Buku Panduan Kelelawar Di Indonesia oleh Suyanto (2001). Identifikasi jenis lebih lanjut dilakukan dengan mengukur bagian-bagian tengkorak, menghitung rumus gigi seri kelelawar serta mengukur perbandingan antar tulang jari sayap kelelawar menurut Corbet & Hill (1992) dalam The Mammals of The Indomalayan Region (Gambar 2 dan Gambar 3). 3 Keanekaragaman Jenis Gambar 2 Ukuran tengkorak dan rumus gigi kelelawar Keanekaragaman jenis kelelawar dihitung dengan menggunakan persamaan Indeks Shannon (Odum 1971) sebagai berikut: H = p i.ln(p i ) Notasi H = indeks keanekaragaman Shannon, p i = proporsi jenis ke-i, p i =n i /N, n i =jumlah individu spesies ke-i, N= n i.

14 4 Kemerataan Jenis Gambar 3 Ukuran tulang jari tangan kelelawar Kemerataan jenis menunjukan derajat distribusi total individu ke dalam setiap jenis yang teramati. Kemerataan jenis, dinotasikan dengan E, dapat diukur dengan menggunakan indeks kemerataan dengan persamaan sebagai berikut: E = H /H max, dan H max = Ln(S) Notasi E = indeks kemerataan jenis, H = indeks keanekaragaman Shanon, dan S = jumlah jenis yang ditemukan. Indeks kemerataan jenis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan sebagai berikut (Odum 1971): a). Kemerataan rendah, jika indeks kemerataan berkisar antara b). Kemerataan sedang, jika indeks kemerataan berkisar antara c). Kemerataan tinggi, jika indeks kemerataan berkisar antara Indeks Dominansi Dominansi suatu spesies dihitung dengan menggunakan Indeks Simpson s. indeks Simpson s menunjukan ada tidaknya dominansi suatu jenis pada habitat pengamatan. Persamaan yang digunakan adalah: = i dan p i = n i /N Notasi D = indeks dominansi Simpson s, n i = jumlah individu spesies ke-i, dan N = jumlah individu seluruh spesies. Kesamaan Komunitas Kesamaan komunitas kelelawar antar tipe habitat hutan dengan kebun serta sawah dihitung dengan menggunakan indeks Morisita yang dimodifikasi oleh Horn (1966) dalam Bloom (1981) dengan persamaan: 2 x ij.xik M jk x 2 x 2 ij ik

15 Notasi M jk = Indeks kesamaan komunitas Morisita-Horn, x ij = jumlah individu spesies ke-i pada komunitas ke-j, dan x ik = jumlah individu spesies ke-i pada komunitas ke-k. Kekayaan Jenis HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Jumlah keseluruhan jenis kelelawar yang ditemukan adalah 11 jenis. Berdasarkan tipe habitat maka 8 jenis ditemukan di habitat kebun, 6 jenis di habitat hutan, dan 6 jenis di habitat sawah (Tabel 1). Tabel 1 Jenis-jenis kelelawar yang ditemukan pada tiga tipe habitat No Famili Nama Jenis Tingkat Tropik Jumlah individu pada tipe habitat Kebun Hutan Sawah 1 Hipposideridae Hipposideros diadema Insectivorous Vespertilionidae Scotophilus kuhlii Insectivorous Pipistrellus javanicus Insectivorous Kerivoula hardwickii Insectivorous Philetor brachypterus Insectivorous Rhinolophidae Rhinolophus affinis Insectivorous Pteropodidae Cynopterus brachyotis Frugivorous Cynopterus titthaecheilus Frugivorous Macroglossus minimus Nectarivorous Rousettus leschenaultii Nectarivorous Cynopterus sphinx Frugivorous Jumlah Jenis Jumlah Individu Jumlah jenis kelelawar sub ordo Microchiroptera yang ditemukan pada ketiga habitat sebanyak 6 jenis yang berasal dari 3 famili, yakni: Hipposideridae (1 jenis), Vespertilionidae (4 jenis), dan Rhinolophidae (1 jenis), sedangkan kelelawar sub ordo Megachiroptera yang berasal dari famili Pteropodidae ditemukan sebanyak 5 jenis. Pada penelitian ini terdapat jenis-jenis kelelawar yang diduga termasuk pada kategori spesialis habitat, yakni: C. sphinx hanya ditemukan di habitat kebun, K. hardwickii hanya ditemukan di habitat hutan, serta P. brachypterus dan R. leschenaultii yang hanya ditemukan di tipe habitat sawah. Famili Pteropodidae merupakan famili yang memiliki jumlah individu yang paling banyak ditemukan, yakni 55 individu; sedangkan famili Rhinolophidae merupakan famili yang paling sedikit ditemukan individunya, yakni hanya 2 individu (Gambar 4). Jenis kelelawar yang memiliki jumlah individu paling banyak ditemukan adalah C. brachyotis (Gambar 5), yakni sebanyak 27 individu. Jenis kelelawar dengan jumlah individu paling sedikit tertangkap adalah K. hardwickii, P. brachypterus, R. leschenaultii, dan C. sphinx. Famili Pteropodidae mendominasi habitat kebun dan sawah. Berdasarkan tipe habitat maka jumlah jenis yang ditemukan adalah sebagai berikut: a) 4 jenis di habitat sawah, yakni jenis C. brachyotis, C. titthaecheilus, M. minimus, dan R. leschenaultii; b) 4 jenis ditemukan di kebun, yakni C. brachyotis, C. sphinx, C.

16 6 titthaecheilus dan M. minimus, serta c) 2 jenis di habitat hutan, yakni C. brachyotis dan M. minimus. Jenis C. brachyotis dan M. minimus merupakan jenis yang dapat ditemukan pada ketiga tipe habitat (Gambar 6). Rhinolophidae Hipposideridae Vespertilionidae Jumlah spesies Jumlah individu Pteropodidae Gambar 4 Perbandingan jumlah jenis dan individu setiap famili Gambar 5 Jenis kelelawar C. brachyotis Hutan Kebun Sawah Gambar 6 Jumlah jenis ditemukan pada setiap famili

17 Keberhasilan penangkapan kelelawar diduga berkaitan dengan munculnya bulan, yakni pada saat bulan purnama atau bulan penuh (full moon) jumlah individu yang tertangkap cenderung relatif sedikit atau bahkan tidak ada individu yang tertangkap (Gambar 7). Oleh karena itu pada penelitian ini pemerangkapan dilakukan pada periode di luar bulan purnama, yakni di luar tanggal Keseluruhan Kebun Hutan Sawah Jumlah individu Pengamatan Gambar 7 Akumulasi spesies berdasarkan habitat dan ulangan Jumlah jenis kelelawar yang tertangkap dengan perangkap harpa adalah sebanyak 8 jenis dengan jumlah individu tertangkap sebanyak 17 individu; sedangkan jumlah jenis kelelawar yang dapat tertangkap dengan menggunakan jaring kabut adalah sebanyak 6 jenis dengan total individu tertangkap sebanyak 53 individu. Berdasarkan jenis kelelawar maka hasil pemerangkapan dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori alat, yakni: a) jenis kelelawar yang hanya tertangkap melalui perangkap harpa adalah H. diadema, R. affinis, P. javanicus, K. hardwickeii, dan P. brachypterus; b) jenis kelelawar yang hanya tertangkap melalui perangkap jaring kabut adalah C. sphinx, C. titthaecheilus, dan R. leschenaulti, serta c) jenis kelelawar yang dapat tertangkap melalui jaring kabut maupun perangkap harpa adalah C. brachyotis, M. minimus, dan S. kuhlii. Perbandingan keberhasilan pemerangkapan kelelawar seperti disajikan pada Gambar 8. Jml. Jenis Harp trap Mist net Total Gambar 8 Keberhasilan pemerangkapan kelelawar pada setiap tipe habitat Gambar 8 menunjukan bahwa pemerangkapan kelelawar di habitat sawah menggunakan perangkap harpa memiliki keberhasilan yang lebih rendah dibanding dengan menggunakan jaring kabut. Selain itu, pemerangkapan 4 Hutan Kebun Sawah

18 8 kelelawar dengan menggunakan perangkap harpa di habitat sawah menghasilkan jumlah individu tangkapan yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan perangkap jaring kabut. Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Keanekaragaman jenis kelelawar tertinggi terdapat di habitat kebun (H =1.80), sedangkan terendah adalah di habitat sawah (H =1.30). Indeks Shannon untuk keanekaragaman kelelawar berdasarkan perbedaan tipe habitat disajikan pada Gambar 9. Indeks kemerataan jenis kelelawar tertinggi terdapat di habitat hutan, sedangkan terendah terdapat di habitat sawah (Gambar 10) Harp trap Mist net Total Indeks Shannon Hutan Kebun Sawah Gambar 9 Indeks keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap tipe habitat Indeks Kemerataan Harp trap Mist net Total Hutan Kebun Sawah Gambar 10 Indeks kemerataan jenis kelelawar pada setiap tipe habitat Jenis-jenis kelelawar yang berhasil tertangkap selama penelitian tidak ada yang mendominasi habitat tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh adanya indeks dominansi tertinggi yang hanya sebesar 0.37 di habitat sawah, dan terendah adalah 0.19 di habitat kebun. Indeks dominansi Simpson s jenis-jenis kelelawar berdasarkan tipe habitat yang diamati disajikan pada Gambar 11.

19 Gambar 11 Indeks dominansi jenis kelelawar pada setiap tipe habitat Kesamaan Komunitas Hutan Kebun Sawah Indeks kesamaan komunitas merupakan ukuran seberapa besar kesamaan spesies-spesies yang menempati komunitas yang diperbandingkan. Indeks kesamaan memberikan informasi kuantitatif tentang komposisi spesies dari dua atau lebih pasangan komunitas yang diperbandingkan (Colwell & Coddington 1994). Dalam penelitian ini, indeks kesamaan komunitas mengukur kesamaan komposisi jenis-jenis kelelawar yang menempati habitat kebun, sawah, dan hutan. Kesamaan komunitas kelelawar tertinggi adalah antara habitat kebun dengan habitat sawah, yakni sebesar 0.72 (Tabel 2). Tabel 2 Nilai indeks kesamaan komunitas Morisita-Horn Habitat Kebun Sawah Hutan Kebun Sawah Kekayaan Jenis Pembahasan Jumlah jenis kelelawar yang ditemukan di habitat kebun lebih banyak dibandingkan dengan habitat sawah maupun hutan. Namun demikian berdasarkan jumlah individu yang tertangkap, habitat kebun dan sawah memiliki kelimpahan yang tinggi, yakni masing-masing 30 individu. Kebun memiliki keanekaragaman tumbuhan yang lebih beragam dibandingkan dengan habitat sawah dan hutan. Tingginya keanekaragaman tumbuhan diduga berhubungan dengan keragaman pakan kelelawar sehingga banyak jenis kelelawar yang mencari pakan di habitat tersebut. Beberapa jenis kelelawar diduga memiliki kebiasaan mencari pakan hanya di habitat tertentu. Jenis-jenis tersebut meliputi C. sphinx, K. hardwickii, P. brachypterus, dan R. leschenaultii. Perilaku mencari pakan berkolerasi dengan kemampuan terbang dan ekolokasi. Fenton (1990) menyatakan bahwa kemampuan terbang kelelawar ditentukan oleh bentuk sayap serta kemampuan ekolokasi. Jenis kelelawar Microchiroptera mengandalkan mekanisme echolocation dengan

20 10 frekuensi yang tinggi. Jenis kelelawar ini lebih banyak mencari pakan di areal yang terbuka dibandingkan di lorong-lorong hutan. Kelelawar yang memiliki bentangan sayap yang lebar seperti R. leshenaultii lebih memilih habitat yang relatif terbuka untuk memudahkan manuver saat terbang, sebaliknya kelelawar yang mengandalkan ekolokasi dan memiliki bentang sayap yang sempit akan mudah melakukan manuver terbang di habitat yang rapat. Famili Pteropodidae memiliki jumlah individu yang paling banyak tertangkap, yakni sebanyak 55 individu dan terendah adalah Rhinolopodidae sebanyak 2 individu. Jenis kelelawar Megachiroptera memiliki wilayah jelajah yang lebih besar dibandingkan dengan jenis Microchiroptera. Selain itu, jenis kelelawar Megachiroptera memiliki kebiasaan tinggal pada satu pohon yang berdekatan dengan pohon yang sedang berbuah selama 1-5 hari. Jenis kelelawar Microchiroptera mencari pakan pada areal dengan luasan yang relatif sempit, yakni sekitar 400 m 2, melakukan terbang singkat selama dua menit untuk menangkap serangga, dan kembali lagi ke tempat semula untuk mengamati daerah sekitarnya (Neuweiler et al. 1987). Habitat kebun memiliki jumlah jenis kelelawar paling banyak (yakni 8 jenis) tertangkap dibandingkan dengan habitat lainnya. Hal ini diduga karena habitat kebun memiliki keanekaragaman jenis pohon relatif tinggi sehingga kelelawar insektivora banyak mencari makan di habitat ini. Selain itu, kerapatan vegetasi di habitat kebun tidak terlalu rapat sehingga memudahkan kelelawar pemakan buah menggunakan lorong-lorong yang ada sebagai lintasan terbang. Jenis kelelawar C. brachyotis merupakan jenis yang paling banyak ditemukan pada ketiga habitat yang diamati. Kelelawar C. brachyotis mulai beraktivitas satu jam setelah matahari terbenam dengan luas wilayah jelajah mencapai 3 km. Tan et al. (1998) menyatakan bahwa C. brachyotis merupakan jenis kelelawar pemakan buah yang umum dijumpai di Asia Tenggara. Jenis ini menempati berbagai tipe habitat meliputi hutan primer, hutan bekas terbakar, hutan bakau, daerah budidaya, kebun buah, dan daerah perkotaan. Kemampuan yang baik untuk beradaptasi dengan lingkungan menjadi salah satu faktor kunci jenis ini dapat ditemukan di berbagai tipe habitat. Selain C. brachyotis, dari 11 jenis kelelawar yang dapat tertangkap pada ketiga tipe habitat yang diamati, M. minimus juga merupakan jenis yang umum ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar jenis kelelawar yang ditemukan menggunakan tipe-tipe habitat tertentu untuk aktivitasnya. Akumulasi spesies kelelawar yang tertangkap menunjukan bahwa perolehan tangkapan spesies kelelawar terjadi pada saat bulan baru (new moon), yakni setelah bulan melewati fase penuh (full moon). Menurut Morrison (1978) dalam Lang et al. (2005), sebagian besar jenis kelelawar memiliki perilaku lunar phobia, yakni aktivitas berperilaku akan menurun selama kondisi bulan purnama (full moon) untuk menghindari predator seperti ular dan burung hantu. Aktivitas kelelawar pada saat bulan purnama mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas predator sehingga kelelawar mengalami tekanan populasi. Selain itu kondisi cuaca dan iklim juga berpengaruh terhadap aktivitas kelelawar. Saat dilakukan pengujian pengamatan selama 1 bulan penuh, kondisi bulan purnama atau langit dalam keadaan cerah oleh bulan mengakibatkan jumlah kelelawar yang ditangkap cenderung sedikit atau bahkan tidak ada yang tertangkap sama sekali. Grindal et al. (1992) menyatakan bahwa iklim memiliki pengaruh yang besar

21 terhadap pasokan makanan bagi kelelawar pemakan serangga karena kepadatan udara yang menjadi wahana pergerakan serangga tergantung pada suhu lingkungan dan curah hujan. Saat suhu mengalami penurunan setelah matahari terbenam maka jumlah serangga yang terbang semakin berkurang sehingga pasokan makanan yang tersedia untuk kelelawar insektivora semakin sedikit. Pada kondisi hujan maka aktivitas sebagian besar jenis kelelawar akan berhenti karena terjadi hambatan dalam manuver terbang. Neuweiler et al. (1987) menyatakan bahwa kelelawar insektiora akan beraktivitas untuk mencari pakan pada periode menit setelah matahari terbenam. Periode selanjutnya, yakni menit setelah matahari terbenam, kelelawar akan kembali untuk beristirahat, dan periode selanjutnya adalah aktivitas mencari pakan, Penggunaan perangkap harpa di habitat sawah untuk menangkap kelelawar menghasilkan jumlah tangkapan yang lebih rendah dibanding dengan perangkap jaring kabut. Hal ini diduga karena perangkap harpa kurang sesuai jika digunakan pada habitat yang terbuka yang mengakibatkan tingkat efisiensinya menjadi rendah. Efisiensi perangkap harpa akan bernilai tinggi jika diletakan pada pintu masuk tempat bertengger serta jalur-jalur terbang kelelawar. Habitat sawah yang tidak berlorong dan berpohon mengakibatkan jumlah individu yang tertangkap lebih rendah dibandingkan habitat lainnya. Perangkap harpa akan berfungsi dengan baik pada lokasi kebun dikarenakan habitat kebun lebih mendukung untuk penempatan perangkap bagi kelelawar yang terbang meyusuri lorong-lorong atau aliran sungai. Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Tingkat kekayaan jenis pada suatu habitat bisa berbeda dengan habitat lainya salah satunya dapat disebabkan oleh keragaman dari tumbuhan atau habitat sebagai penunjang tempat bertengger dan mencari pakan. Keanekaragaman jenis kelelawar di habitat kebun lebih tinggi dibandingkan dengan habitat hutan. Hal ini diduga berkaitan dengan tingginya keanekaragaman jenis tumbuhan yang terdapat di habitat kebun. Jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di habitat kebun diantaranya durian (Durio sp.), rambutan (Nephelium sp.), pala (Myristica sp.), jambu (Psidium sp.), sengon (Paraserianthes sp.), singkong (Manihot sp.) dan pisang (Musa sp.); sedangkan di habitat hutan adalah jenis-jenis pinus (Pinus sp.), meranti (Shorea sp.), dan mahoni (Swietenia sp.). Keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dapat menyediakan sumber pakan yang cukup bagi berbagai jenis kelelawar frugivorous maupun nectarivorous. Fukuda et al. (2009) menyatakan jenis kelelawar nectarivorous memiliki kelimpahan yang lebih besar di habitat kebun dibandingkan habitat hutan karena habitat kebun ditumbuhi oleh jenis-jenis durian, petai (Parkia sp.) dan pisang. Selain dapat menyediakan buah, jenis tumbuhan tersebut menyediakan pakan kelelawar pemakan nektar. Nilai kemerataan jenis pada habitat hutan memiliki nilai paling tinggi dibandingkan habitat lainya. Hal ini diduga karena tidak ada spesies kelelawar yang dominan baik dari jenis frugivorous maupun insectivorous. Keragaman tumbuhan yang rendah juga diduga menyebabkan tidak adanya jenis yang mendominasi. Namun demikian, berdasarkan derajat klasifikasi nilai kemerataan maka habitat kebun dan sawah tergolong tinggi karena memiliki E>0.70. Hal ini diduga karena komunitas kelelawar pada habitat hutan, kebun dan sawah tersebar secara merata. 11

22 12 Kesamaan Komunitas Kesamaan komunitas kelelawar antara habitat kebun dengan sawah memiliki nilai paling tinggi yakni 0.72; sedangkan terendah terdapat pada habitat hutan-sawah dengan nilai Hal ini diduga karena jarak antara habitat kebun dengan sawah yang tidak terlalu jauh. Habitat kebun memberikan sumberdaya bagi kelelawar seperti bunga dan tanaman buah musiman. Disamping itu, habitat sawah merupakan areal lintasan bagi kelelawar yang mencari pakan diantara habitat kebun. Menurut Fenton (1990), jenis kelelawar Macroglossus sobrinus mencari pakan pada daerah jelajah yang mencapai radius 3 km. Selain itu, pada habitat kebun-sawah terdapat jenis individu yang sama yaitu C. brachyotis, M. minimus, dan C. titthaecheilus. Nilai kesamaaan komunitas hutan-sawah yang rendah diduga karena jarak antara hutan dan sawah yang relatif jauh. Tingkat keanekaragaman tumbuhan yang rendah mengakibatkan hutan hanya dijadikan tempat bertengger bagi kelelawar. Hutan yang didominasi oleh pohon meranti, pinus dan mahoni diduga kurang mampu memberikan areal mencari pakan baik oleh kelelawar pemakan buah maupun pemakan serangga. Menurut Lookingbill et al. (2010), aktivitas kelelawar dipengaruhi oleh ketersediaaan habitat memberikan areal mencari makan dan areal untuk bertengger dimana areal tersebut merupaka areal campuran yang mendukung di dalam proses mencari makan dan memberikan tempat bersarang. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Terdapat 11 jenis kelelawar dari 4 famili yaitu pada habitat kebun dihuni oleh 8 jenis kelelawar terdiri dari H. diadema, S. kuhlii, P. javanicus, R. affinis, C. brachyotis, C. titthaecheilus, M. minimus, dan C. sphinx. Habitat hutan dihuni oleh 6 jenis kelelawar terdiri dari H. diadema, P. javanicus, K. hardwickii, R. affinis, C. brachyotis, dan M. minimus. Habitat sawah dihuni oleh 8 jenis kelelawar terdiri dari S. kuhlii, P. brachypterus, C. brachyotis, C. titthaecheilus, M. minimus, dan R. leschenaultii. 2. Nilai kesamaan komunitas kelelawar tertinggi pada habitat kebun-sawah (0.72) dan yang terendah pada habitat hutan-sawah (0.36). Saran 1. Perlu adanya penambahan alat terkait penelitian ini dikarenakan masih adanya kemungkinan penambahan jenis kelelawar pada daerah tersebut. 2. Perlu dilakukan secara bersamaan dari 3 habitat yang berbeda dalam satu wilayah yang sama agar benar-benar terlihat jenis-jenis yang mendominasi pada areal tersebut. DAFTAR PUSTAKA Altringham JD Bats: Biology and Behaviour. Oxford (UK): Oxford Univ. Press. 272 pp.

23 Bloom SA Similarity indices in community studies: Potential pitfalls. Marine Ecology 5: Colwell RK and JA Coddington Estimating terrestrial biodiversity through extrapolation. Philosophical Transactions of the Royal Society of London, Series B 345: Corbet GB, Hill JE The Mammals of the Indomalayan Region: A Systematic Review. New York: Oxford Univ. Press. Fenton MB The foraging behavior and ecology of animal eating bats. Canadian Journal of Zoology 68: Fukuda D, Tisen OB, Momose K, Sakai S Bat diversity in the vegetation mosaic around a lowland dipterocarp forest of Borneo. The Raffles Buletin of Zoology 57(1): Grindal SD, Collard TS, Bringham RM, Barclay RMR The influence of precipitation on reproduction by Myotis bats in British Columbia. American Midland Naturalist 128(2): Lang AB, Kalko EKV, Rȍmer H, Bockholdt C, Dechmann DKN Activity levels of bats and katydids in relation to the lunar cycle. Oecologia 146: Lookingbiil TR, Elmore AJ, Engelhardt KAM, Churchill JB, Gates JE, Johnson JB Influence of wetland networks on bat activity in mixed-use landscapes. Biological Conservation 143: Neuweiler G, Metzner W, Heilmann U, Riibsamen R, Eckrich M, Costa HH Foraging behaviour and echolocation in the rufous horseshoe bat (R. rouxi). Behavioral Ecology and Sociobiology 20: Odum EP Fundamentals of Ecology. Philadelphia: Saunders. Suyanto A Seri Panduan Lapangan: Kelelawar di Indonesia. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI. Tan KH, Zubaid A, Kunz TH Food habits of C. brachyotis (Muller) (Chiroptera: Pteropodidae) in Peninsular Malaysia. Journal of Tropical Ecology 14: Tan KH, Zubaid A, Kunz TH Fruit dispersal by lesser dog-faced fruit bat, C. brachyotis (Muller) (Chiroptera: Preropodidae). Malayan Natural Journal 53: Wund M, Myers P Chiroptera. Animal Diversity Web. [Internet]. [diunduh 2012 Des 27]. Tersedia pada: accounts/information/chiroptera.html. 13

24 14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 22 Desember 1989 sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan Sukarjo Kasut dan Murniati. Pada tahun 2007 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 4 Cimahi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) di Kelompok Pemerhati Goa Hira. Penulis pernah mengikuti kegiatan SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru pada tahun Pada tahun yang sama penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di KPH Cikeong dan Cagar Alam Gunung Burangrang, Jawa Barat. Pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Alas Purwo. Selain praktek lapang, penulis juga aktif di bidang olahraga dan menjadi juara pertama di ajang Olimpiade Mahasiswa IPB pada cabang olahraga Voli di tahun 2009 dan menjadi runner up pada kegiatan yang sama di tahun Tahun 2011 penulis menjadi peserta dalam acara Indonesia Youth Camp yang dilaksanakan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia dan pada tahun 2012 penulis menjadi asisten Praktek Pengelolan Hutan yang dilaksanakan Fakultas Kehutanan IPB.

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelelawar sudah dikenal masyarakat Indonesia secara luas, terbukti dari adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan paniki, niki, atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Secara umum, areal yang diteliti adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di

III. METODE PENELITIAN. dilakukan pada bulan Desember Maret Penelitian dilaksanakan di III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian tentang tanda keberadaan tidak langsung kelelawar pemakan buah telah dilakukan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA Diversity of Bats (Chiroptera) at The Mountain of Ambawang Forest Protected Areas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong

I. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Sumatera Barat banyak ditemukan kawasan berkapur (karst) dengan sejumlah goa. Goa-goa yang telah teridentifikasi di Sumatera Barat terdapat 114 buah goa (UKSDA, 1999

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1988:64), yaitu suatu metode penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman hayati. Salah satu bentuk keanekaragaman hayati Indonesia adalah ekosistem karst. Ekosistem karst adalah kesatuan komunitas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Brower JE, Zar JH Field dan Laboratory Methods for General Ecology. Third Editon. Dubuque, Lowa: C. Brown Publisher.

DAFTAR PUSTAKA. Brower JE, Zar JH Field dan Laboratory Methods for General Ecology. Third Editon. Dubuque, Lowa: C. Brown Publisher. DAFTAR PUSTAKA Apridani J. 2004. Keanekaragaman dan kekerabatan jenis kelelawar berdasarkan kondisi fisik mikroklimat tempat bertengger pada beberapa gua di kawasan gua Gudawang. Skripsi Sarjana Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang. Lokasi penelitian disajikan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman Desa Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Alat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya Desa Fajar Baru Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu. Gambar

Lebih terperinci

Gambar 29. Cynopterus brachyotis sunda Lineage

Gambar 29. Cynopterus brachyotis sunda Lineage 69 Nama Spesies : Cynopterus brachyotis sunda lineage Nama Lokal : Codot Nama Inggris : Lesser Short-nosed Fruit Bat Deskripsi : Panjang lengan = 55-65 mm, Panjang ekor =8-10 mm, panjang telinga= 14-16

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BIOLOGI KONSERVASI EKOSISTEM PASCA TAMBANG

BIOLOGI KONSERVASI EKOSISTEM PASCA TAMBANG BIOLOGI KONSERVASI EKOSISTEM PASCA TAMBANG KONDISI TEMPAT TUMBUH/HIDUP Bentang alam Fisik-kimia tanah Kualitas air permukaan Vegetasi alami Ditanam ANEKA VEGETASI Herbivor ANEKA SATWA Predator Carnivor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai 19 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitiana Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai April 2012, pengamatan dan pengambilan data dilakukan pada malam hari

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA

POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA POLA PENGGUNAAN RUANG BERTENGGER KELELAWAR DI GUA PUTIH HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI JAWA BARAT RIYANDA YUSFIDIYAGA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah karst sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia. Istilah aslinya adalah krst / krast yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung 21 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung Balak Resort Muara Sekampung Kabupaten Lampung Timur. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KOMUNITAS KELELAWAR MICROCHIROPTERA DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. KENCANAA SAWIT INDONESIA (KSI) SOLOK SELATAN TESIS.

KOMUNITAS KELELAWAR MICROCHIROPTERA DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. KENCANAA SAWIT INDONESIA (KSI) SOLOK SELATAN TESIS. KOMUNITAS KELELAWAR MICROCHIROPTERA DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. KENCANAA SAWIT INDONESIA (KSI) SOLOK SELATAN TESIS Oleh: FAUZIAH SYAMSI 09 21208 007 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sungai Luar Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang pada bulan April 2014 dapat dilihat pada (Gambar 2). Gambar

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) PADA BEBERAPA TIPE EKOSISTEM DI CAMP LEAKEY

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) PADA BEBERAPA TIPE EKOSISTEM DI CAMP LEAKEY BIOMA 12 (1), 2016 Biologi UNJ Press ISSN : 0126-3552 STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR (CHIROPTERA) PADA BEBERAPA TIPE EKOSISTEM DI CAMP LEAKEY KAWASAN TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING (TNTP), KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 di Stasiun Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 di Stasiun Penelitian 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2011 di Stasiun Penelitian dan Pelatihan Konservasi Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS),

Lebih terperinci

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian 11 METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juni 2009. Pengamatan serangga dilakukan di dua lokasi, yaitu pada pertanaman H. multifora di lingkungan Kampus Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

Siti Rabiatul Fajri dan Sucika Armiani Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram

Siti Rabiatul Fajri dan Sucika Armiani Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram e-issn: 2442-7667 p-issn: 1412-6087 Analisis Pakan Kelelawar sebagai Polinator dan Pengendali Populasi Serangga Hama: Studi di Gua Gale-Gale Kawasan Karst Gunung Prabu Kuta Lombok Tengah Siti Rabiatul

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Species Meranti (Shore spp) In Protected Forest Area Ambawang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur selama 9 hari mulai tanggal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2011 bertempat di Stasiun Pusat Penelitian dan Pelatihan Konservasi Way

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN PAKAN DALAM UPAYA KONSERVASI KELELAWAR PEMAKAN BUAH DAN NEKTAR DI DAERAH PERKOTAAN:

IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN PAKAN DALAM UPAYA KONSERVASI KELELAWAR PEMAKAN BUAH DAN NEKTAR DI DAERAH PERKOTAAN: IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN PAKAN DALAM UPAYA KONSERVASI KELELAWAR PEMAKAN BUAH DAN NEKTAR DI DAERAH PERKOTAAN: Studi Kasus Kelelawar di Kebun Raya Bogor SRI SOEGIHARTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

KERAGAMAN KELELAWAR INSEKTIVORA SUB ORDO MICROCHIROPTERA DI STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK, TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

KERAGAMAN KELELAWAR INSEKTIVORA SUB ORDO MICROCHIROPTERA DI STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK, TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN KERAGAMAN KELELAWAR INSEKTIVORA SUB ORDO MICROCHIROPTERA DI STASIUN PENELITIAN WAY CANGUK, TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (Insectivorous bats diversity of Microchiroptera Sub Order in Way Canguk

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R.

KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. KEANEKARAGAMAN SERANGGA HYMENOPTERA (KHUSUSNYA PARASITOID) PADA AREAL PERSAWAHAN, KEBUN SAYUR DAN HUTAN DI DAERAH BOGOR TJUT AHMAD PERDANA R. DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 hari (waktu efektif) pada Bulan April 2012 di Pulau Anak Krakatau Kawasan Cagar Alam Kepulauan Karakatau (Gambar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang 23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai, yaitu pengambilan sampel semut pada tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA KECIL PADA TIGA HABITAT YANG BERBEDA DI LHOKSEUMAWE PROVINSI ACEH

KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA KECIL PADA TIGA HABITAT YANG BERBEDA DI LHOKSEUMAWE PROVINSI ACEH KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA KECIL PADA TIGA HABITAT YANG BERBEDA DI LHOKSEUMAWE PROVINSI ACEH Muhammad Nasir, Yulia Amira dan Abdul Hadi Mahmud Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kelelawar memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dan menempati

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kelelawar memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi dan menempati II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Kelelawar Klasifikasi kelelawar menurut Corbet and Hill ( 1992) Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Chiroptera Kelelawar memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan basah merupakan daerah peralihan antara sistem perairan dan daratan yang dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik. 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap serangga

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia dan harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Keanekaragaman kelelawar (Mammalia: Chiroptera) Stasiun Penelitian Pungut dan kontribusinya terhadap keberadaan kelelawar Siberut

Keanekaragaman kelelawar (Mammalia: Chiroptera) Stasiun Penelitian Pungut dan kontribusinya terhadap keberadaan kelelawar Siberut Repository Tugas Akhir SITH-ITB (2014), Vol. 2 1 Keanekaragaman kelelawar (Mammalia: Chiroptera) Stasiun Penelitian Pungut dan kontribusinya terhadap keberadaan kelelawar Siberut Sabhrin Gita Aninta 1

Lebih terperinci

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro

Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro ISSN: 2252-3979 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Kekayaan Jenis Kelelawar (Chiroptera) di Kawasan Gua Lawa Karst Dander Kabupaten Bojonegoro Hendrik Nurfitrianto, Widowati Budijastuti,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PEELITIA 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Peleng Kabupaten Banggai Kepulauan Propinsi Sulawesi Tengah. Pengambilan data dilakukan pada empat tipe habitat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 12 IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Pengumpulan data di lakukan di dua resor kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yaitu Resor Belimbing untuk plot hutan primer dan Resor Tampang untuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lima tipe habitat yaitu hutan pantai, kebun campuran tua, habitat danau, permukiman (perumahan), dan daerah perkotaan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Catecholamine mesolimbic pathway (CMP) merupakan jalur dopamin pada otak yang berasal dari badan sel di daerah mesensefalon (ventral tegmental area) dengan akson menuju

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity Of Kantong Semar (Nepenthes spp) Protected Forest

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian 5 salinitas, ph, kandungan bahan-bahan, suhu dll.), dan atmosfer (atmosphere, udara: iklim, cuaca, angin, suhu, dll.) (Tarumingkeng 1991). Tarumingkeng (1991) menambahkan bahwa lingkungan biotik merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki peranan sangat penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, amfibi berperan sebagai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PEMILIHAN JENIS PAKAN OLEH KELELAWAR MEGACHIROPTERA DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KAB. SUKABUMI AMALIA CHOIRUNNISA

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PEMILIHAN JENIS PAKAN OLEH KELELAWAR MEGACHIROPTERA DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KAB. SUKABUMI AMALIA CHOIRUNNISA KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PEMILIHAN JENIS PAKAN OLEH KELELAWAR MEGACHIROPTERA DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KAB. SUKABUMI AMALIA CHOIRUNNISA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2011 dalam selang waktu 1 bulan sekali. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 5 kali (19 Maret

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA Enggar Lestari 12/340126/PBI/1084 ABSTRACT Interaction between birds and habitat is the first step to determine their conservation status.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lokasi

Lebih terperinci

Ekologi tumbuhan dan hewan vertebrata di hutan hujan tropis

Ekologi tumbuhan dan hewan vertebrata di hutan hujan tropis Ekologi tumbuhan dan hewan vertebrata di hutan hujan tropis Andrew J. Marshall Kuliah Lapanagan Taman Nasional Gunung Palung 23 May-3 Juni 2016 Tropis Keanekaragaman hayati yg tinggi Terrestrial 152 306

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode deskriptif. Bertujuan untuk membuat deskripsi, atau gambaran mengenai kelimpahan dan keragaman anggrek di

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI

SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG Sri Sumarni Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang e-mail : sri_nanisumarni@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT SKRIPSI MHD. IKO PRATAMA 091201072 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar termasuk ke dalam Ordo Chiroptera, merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelelawar termasuk ke dalam Ordo Chiroptera, merupakan salah satu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Ekologi Kelelawar Kelelawar termasuk ke dalam Ordo Chiroptera, merupakan salah satu kelompok mamalia yang sukses beradaptasi hingga saat ini, hal ini dibuktikan dengan

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008). I. PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung dengan luas ± 3.528.835 ha, memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beraneka ragam, prospektif, dan dapat diandalkan, mulai dari pertanian,

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di areal kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Identifikasi serangga dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci